CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat
Kondisi yang dicapai: Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 34 Provinsi. Seluruh sampel diuji di beberapa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk. Total sampel yang diuji dan telah diperoleh hasil uji adalah 1797 sampel. Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel, diperoleh hasil yang menunjukan 1405 sampel memenuhi syarat (MS) dan 392 sampel tidak memenuhi syarat (TMS).
Pengambilan sampel alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Kriteria sampel alat kesehatan dan PKRT yang diuji sebagai berikut:
Kriteria umum:
a. Ketersediaan laboratorium uji dan metode pengujiannya.
b. Kajian resiko dari sampel yang akan diambil.
c. Ketersediaan standar yang digunakan dalam metode analisis.
d. Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat luas.
e. Produk yang banyak beredar dan memiliki dampak yang cukup luas pada masyarakat.
f. Produk yang berdasarkan data tahun sebelumnya yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Kriteria khusus:
a. Produk alat kesehatan kelas satu.
b. Produk alat kesehatan steril.
c. Produk PKRT.
d. Produk yang diduga tercemar dan dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
Tabel 8
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan
PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015
Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase produk alat kesehatan
104,24% dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat
Target dan Realisasi Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan
PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat Tahun 2015
Sampling Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah kegiatan proaktif, kegiatan ini merupakan salah satu upaya strategi peningkatan pengawasan post-market dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, manfaat dan kinerja alat kesehatan dan PKRT yang beredar di wilayah NKRI dan telah memiliki izin edar. Tujuan Kegiatan ini adalah untuk menjamin alat kesehatan dan PKRT yang beredar di wilayah NKRI memenuhi persyaratan mutu dan manfaat dan mendukung pencapaian indikator ketiga Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamaanan, mutu dan manfaat.
Output dari kegiatan tersebut yaitu tersedianya data dan informasi alat kesehatan yang Memenuhi Syarat (MS) dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat, yaitu:
a. Sampling baru dilakukan prioritas untuk produk tertentu.
b. Jumlah Laboratorium yang bias menguji produk alkes dan PKRT masih terbatas.
c. Belum tersosialisasikannya e-watch alkes untuk melaporkan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) alat kesehatan dan/atau PKRT secara masif.
d. Standar SNI belum menjadi mandatory sebagai salah satu persyaratan pendaftaran alkes dan/atau PKRT.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Meningkatkan peran dan tanggung jawab sarana pemegang izin edar terhadap pengawasan internal produk yang diedarkannya dengan cara mewajibkan melakukan sampling secara berkala dan melaporkan hasil uji produknya ke Kementerian Kesehatan RI.
b. Perlu dilakukan koordinasi lintas sektor terus menerus agar meningkatkan kemampuan laboratorium untuk pengujian sampel alkes dan/atau PKRT.
c. Melakukan sosialisasi e-watch alkes terus menerus, sehingga laporan atas KTD dari alat kesehatan dapat ditindaklanjuti.
d. Perlu diberlakukan persyaratan SNI sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran alkes dan PKRT tertentu sehingga laboratorium dapat meningkatkan kapasitas pengujian.
Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator capaian sebagai berikut:
1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar.
2) Persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas.
3) Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar.
4) Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/CPAKB).
5) Persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices
6) Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri.
7) Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen.
INDIKATOR KINERJA LAINNYA SEBAGAI INDIKATOR PENDUKUNG PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Analisis Capaian kinerja dari indikator pendukung program kefarmasian dan alat kesehatan sebagai berikut:
1) Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
Kondisi yang dicapai: Indikator persentase Puskesmas yang melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar meningkat setiap tahun. Peningkatan berkisar pada angka 5% pertahun, dengan memperhitungkan bahwa setiap tahun jumlah puskesmas di Indonesia selalu bertambah. Hal inilah yang membuat Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian perlu melakukan intervensi terhadap stakeholder terkait agar realisasi capaian target indikator selalu mencapai angka 100% setiap tahunnya.
Tabel 9
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang
Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase Puskesmas yang
100,02% melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
Grafik 7
Target dan Realisasi Indikator Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2015
Pada tahun perdana Rencana Strategis kemeterian Kesehatan 2015-2019, yaitu pada tahun 2015 ini realisasi puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah sebesar 40,01%, sehingga persentase capaian indikatornya adalah sebesar 100,02%.
Gambar 10
Rapat Pleno Formularium Nasional Tahun 2015
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jumlah Puskesmas Per Desember 2014, Indonesia memiliki 9.719 Puskesmas. Pada tahun 2015, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jumlah Puskesmas Per Desember 2014, Indonesia memiliki 9.719 Puskesmas. Pada tahun 2015, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan
Terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium Nasional, memberikan kontribusi kepada:
a. Kementerian Kesehatan, keberhasilan pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai program pencapaian Renstra Kementerian Kesehatan.
c. Direktorat Pelayanan Kefarmasian, tercapainya kerasionalan penggunaan obat di seluruh pelayanan kesehatan.
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
e. Masyarakat, dapat menerima obat yang aman, berkhasiat dan cost effective.
f. BPJS Kesehatan, sebagai kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan progran JKN.
Terlaksananya audit internal, tinjauan manajemen dan diperolehnya sertifikasi ISO 9000:2008 dalam proses penyusunan Fornas. Tahapan kegiatan:
a. Pendampingan persiapan dokumentasi dalam rangka surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008.
b. Pendampingan persiapan SDM dalam rangka surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008.
c. Pelaksanaan surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008.
Gambar 11
Sertifikasi ISO 9000:2008 Tahun 2015
Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar, yaitu:
a. Jumlah tenaga kefarmasian (apoteker atau tenaga teknis kefarmasian) masih sangat terbatas sehingga masih sulit diterapkannya pelaksanaan Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
b. Terdapat Puskesmas yang sudah memiliki apoteker namun belum melakukan pelayanan farmasi klinik. Baru sebatas dalam pengelolaan obat saja, karena beban kerja yang cukup tinggi dalam pengelolaan obat dan pertanggungjawaban administrasinya.
c. Kendala dalam mendapatkan data based (peta pelayanan) karena sistem pelaporan belum menyatu dengan SIMPUS. Sebagian besar Provinsi tidak memiliki data based yang akurat, sehingga di sistem pelaporan berjenjang sangat sulit mendapatkan data di provinsi.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebagai berikut: Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebagai berikut:
b. Meningkatkan kualitas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang sudah ada di Puskesmas, melalui pelatihan mengenai cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik.
c. Melakukan advokasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi agar lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan pemantauan pelaporan secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan puskesmas. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan pemantauan pelaporan dari puskesmas serta mendukung pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas wilayahnya. Sistem pelaporan diharapkan dapat dilakukan secara elektronik.
2) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Kondisi yang dicapai: Indikator Penggunaan Obat Rasional berada dibawah tanggung jawab Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada tahun 2015 target capaian sebesar 62% Persentase Penggunaan Obat Rasional di Sarana Kesehatan tercapai realisasi sebesar 70,64% dengan persentase capaian 113,94%.
Tabel 10
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional
di Puskesmas Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase penggunaan obat
113,94% rasional di puskesmas
Target dan Realisasi Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional
di Puskesmas Tahun 2015
64% Target 62%
60% Realisasi 58%
Indikator Penggunaan Obat Rasional merupakan indikator majemuk/komposit yang terdiri dari komponen indikator % Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non Pneumonia, indikator % Penggunaan Antibiotik pada Diare Non Spesifik, % Penggunaan Injeksi pada Myalgia dan Rerata Jumlah Resep per Lembar Resep kemudian dihitung dengan menggunakan rumus dan dibandingkan dengan target capaian per tahun.
Gambar 12
Kegiatan Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat
Tahun 2015
Perhitungan capaian indikator Penggunaan Obat Rasional berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat Rasional secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian dilaporkan ke Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian setiap tiga bulan.
Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat:
a. Tersosialisasinya rencana pelaksanaan Gerakan Masyarakat Cerdas Meggunakan Obat (GeMa CerMat) pada Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia dan Universitas.
b. Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia mendukung pelaksanaan GeMa CerMat.
c. Tersusunnya draft Standar Operasional Prosedur (SOP) GeMa CerMat.
d. Diperoleh masukan untuk draft Pedoman GeMa CerMat.
e. Diperoleh usulan kab/kota sebagai model percontohan GeMa CerMat dari Dinas Kesehatan Provinsi.
Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penggunaan obat rasional di puskesmas, yaitu:
a. Terbatasnya dukungan dari Pemerintah Daerah dalam penganggaran program yang terkait dengan peningkatan POR, sehingga Dinkes Provinsi maupun Kabupaten/Kota belum dapat menindaklanjuti program peningkatan POR dan pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah secara optimal.
b. Kurangnya koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Pemberdayaan Masyarakat belum optimal.
c. Terbatasnya sebaran media promosi kepada masyarakat sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obar Rasional masih terbatas.
d. Kurangnya koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan program POR sehingga program POR belum terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain.
e. Kurangnya pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator peresepan sehingga menghambat terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR.
f. Belum adanya kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih tinggi, serta pembelian antibiotik secara bebas oleh masyarakat banyak terjadi.
g. Masih kurangnya pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih banyak terjadi.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penggunaan obat rasional di puskesmas sebagai berikut: Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penggunaan obat rasional di puskesmas sebagai berikut:
b. Perlu dilakukan koordinasi baik di tingkat Pusat maupun daerah secara kontinu agar pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Pemberdayaan Masyarakat dapat optimal.
c. Perlu peningkatan sebaran media promosi kepada wilayah yang lebih luas sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan.
d. Perlu dilakukan koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dengan program POR sehingga program POR dapat terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain.
e. Perlu dilaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator peresepan sehingga memperlancar terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR.
f. Penyusunan kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotik secara bebas oleh masyarakat dapat diturunkan.
g. Perlu disusun pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional berkurang.
3) Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar
Kondisi yang dicapai: Sesuai dengan Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019, kinerja Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat diukur dari realisasi indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar (skor minimal 70), dimana target tahun 2015 adalah 55%. Realisasi tahun 2015 diperoleh sebesar 57,34% sehingga capaiannya adalah 104,25%.
Tabel 11
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin
Sesuai Standar Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase instalasi farmasi
104,25% kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin
Sesuai Standar Tahun 2015
Realisasi tersebut merupakan kontribusi dari 293 IFK yang terdistribusi pada 186 dari 301 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Barat, 81 dari 147 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Tengah, serta 26 dari dari 63 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Timur.
Dari 34 Provinsi yang telah mengumpulkan data capaian skor IFK yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar, masih terdapat dua belas Provinsi yang mempunyai skor rata-rata di bawah 70, yaitu Maluku, Kalimantan Utara, NTT, Banten, Papua Barat, Papua, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan DKI Jakarta.
Grafik 10
Skor Rata-Rata Persentase IFK yang Melaksanakan Manajemen Pengelolaan
Obat dan Vaksin Sesuai Standar berdasarkan Provinsi Tahun 2015
Salah satu strategi untuk meningkatkan motivasi pengelola obat di Instalasi Farmasi dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas Instalasi Farmasi adalah pemberian penghargaan Tenaga Kefarmasian Berprestasi dalam Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemberian penghargaan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2011. Untuk tahun 2015, pemenang kegiatan ini adalah Instalasi Farmasi Kabupaten Wonosobo, Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Sidoarjo. Apoteker pengelola obat diharapkan semakin berkompetisi dalam meningkatkan kapasitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi melalui pemberian penghargaan ini.
Gambar 13
Pemberian Penghargaan Tenaga Kefarmasian Berprestasi dalam Pengelolaan
Obat dan Perbekkes Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2015
Permasalahan: Permasalahan terjadi dalam penilaian dan pengiriman data capaian indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar, dilihat dari pengumpulan data dan teknik perhitungan skor IFK sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
a. Prosedur Pengumpulan Data Dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015-2019 telah diatur prosedur pengisian dan penyampaian penilaian Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar secara berjenjang. Beberapa permasalahan atau kendala yang ditemukan, antara lain sebagian besar Kabupaten/Kota menyampaikan hasil penilaiannya tidak tepat waktu kepada Dinas Kesehatan Provinsi sehingga menyebabkan provinsi terlambat melakukan rekapitulasi dan menyampaikan hasilnya kepada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
b. Masih ditemukan kabupaten/kota yang menggunakan substansi penilaian IFK sesuai standar periode 2010-2014 yang berbeda dengan penilaian IFK sesuai standar periode 2015-2019.
c. Beberapa kabupaten/kota melakukan perhitungan skor sub komponen tidak sesuai dengan prosedur, padahal terkait teknik perhitungan sudah dijelaskan dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja
Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015-2019 yang sudah dibagikan ke tiap Provinsi.
Usul Pemecahan Masalah: Untuk meningkatkan ketepatan dan kepatuhan kabupaten/kota dan provinsi dalam melakukan penilaian dan pelaporan, maka dilakukan berbagai upaya antara lain Sosialisasi Penilaian Indikator IFK yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar, khususnya terkait manfaat dan teknik perhitungan/penilaian.
4) Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB)
Kondisi yang dicapai: Jumlah sarana produksi alkes pada awal tahun 2015 sejumlah 251 dan jumlah sarana produksi PKRT adalah 381. Persentase sarana produksi alkes dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (CPAKB/GMP) hingga akhir tahun 2015 sebesar 35,44% sehingga capaiannya sebesar 101,26%.
Tabel 12
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik
(GMP/CPAKB) Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015
Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase sarana produksi alat
kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/CPAKB)
Grafik 11
Target dan Realisasi Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik
(GMP/CPAKB) Tahun 2015
Target
Realisasi
Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes merupakan momentum yang tepat bagi kebangkitan industri alat kesehatan dalam negeri, serta untuk membangun kemandirian industri alat kesehatan, sehingga ketergantungan terhadap alat kesehatan impor dalam memenuhi kebutuhan disarana pelayanan kesehatan dapat dikurangi terutama alat kesehatan yang telah dapat diproduksi oleh industri alat kesehatan dalam negeri yang didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (Conformity Assessment Body) yang terakraditasi. Kegiatan Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes bertujuan untuk merumuskan langkah kongkrit dalam pengembangan industri alkes dalam negeri melalui peningkatan kerjasama dan kontribusi positif pelaku usaha, regulator, akademisi/peneliti dan stakeholder terkait untuk menyediakan adanya pentahapan yang kongkrit pada pengembangan industri alkes dalam negeri melalui penguatan daya saing dengan melibatkan berbagai pihak.
Gambar 14
Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes, Balai Kartini,
Jakarta, 15 Desember 2015
Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (CPAKB/GMP) yaitu:
a. Belum banyak sarana produksi alkes dan PKRT yang memenuhi CPAKB/CPPKRT.
b. Belum maksimalnya pelaksanaan audit sertifikasi dalam rangka pemberian sertifikat CPAKB/CPPKRT dan monitoring sarana produksi alkes dan PKRT karena keterbatasan sumber daya.
c. Kurangnya investor untuk berinvestasi di bidang produksi alat kesehatan dan PKRT.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan kepada sarana produksi alkes dan PKRT untuk menerapkan CPAKB/CPPKRTB.
b. Meningkatkan kemampuan SDM dalam audit sertifikasi dalam rangka pemberian sertifikat CPAKB/CPPKRT dan monitoring sarana produksi alkes dan PKRT.
c. Melakukan koordinasi dengan asosiasi pengusaha (GAKESLAB, ASPAKI, PEKERTI) dan investor untuk berinvestasi di bidang produksi alkes dan PKRT.
5) Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices
Kondisi yang dicapai: Jumlah permohonan pre-market yang masuk selama tahun 2015 sejumlah 13176 berkas. Dari jumlah tersebut, perizinan yang sudah selesai tepat waktu sesuai Good Review Practice tahun 2015 sejumlah 9313 (70,68%).
Tabel 13
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat
Waktu Sesuai Good Review Practices Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015
Persentase penilaian pre-market
tepat waktu sesuai Good Review Practices
Grafik 12
Target dan Realisasi Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat
Waktu Sesuai Good Review Practices Tahun 2015
Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Dalam melaksanakan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel, pendaftaran izin edar produk alat kesehatan dan PKRT dilakukan secara online melalui website dengan alamat http://www.regalkes.depkes.go.id untuk izin edar alkes, izin edar PKRT, izin penyalur alat kesehatan dan sertifikat produksi alkes/PKRT, sedangkan pelayanan perizinan surat keterangan dapat diakses melalui http://www.esuka.binfar.kemkes.go.id. Diharapkan dengan adanya aplikasi online ini dapat mempermudah dan mempercepat proses pelayanan publik tanpa mengesampingkan faktor keamanan, mutu dan manfaat.
Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices yaitu:
a. Sistem registrasi online alat kesehatan dan PKRT (regalkes) yang belum stabil (establish).
b. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan evaluasi berkas permohonan relatif masih belum memadai.
c. Trend jumlah berkas permohonanizin edar alat kesehatan dan PKRT, baik permohonan izin edar baru, perpanjangan atau perubahan meningkat dari tahun ke tahun.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengembangan sistem registrasi online alkes dan PKRT (regalkes) untuk meningkatkan pelayanan publik.
b. Meningkatkan kemampuan SDM dalam evaluasi berkas permohonan serta mengajukan usulan penerimaan pegawai negeri sipil.
c. Melakukan evaluasi secara berkelanjutan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan untuk efisiensi waktu pelayanan publik.
6) Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri
Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2015, jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri adalah sebanyak 2 industri dari target sebanyak 2 industri yang telah ditetapkan. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan penjajakan ke industri mitra yang bekerja sama dengan Pihak Kedua pada fasilitasi penelitian, pengembangan dan peningkatan kapasitas produksi bahan baku obat dan obat tradisional yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 - 2015.
Tabel 14
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan
Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri Tahun 2015
Indikator Kinerja
Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015
Jumlah industri yang 2 2 100% memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri
Grafik 13
Target dan Realisasi Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan
Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri Tahun 2015
Pencapaian ini akan ditindaklanjuti dengan kesiapan pendaftaran produk dan kesiapan fasilitas produksi pada tahun 2016. Pada tahun 2015 dilakukan kerjasama dengan 2 industri mitra, yaitu PT. Swayasa Prakarsa dan PT. Kimia Farma.
Permasalahan: Terdapat permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan yaitu belum seluruh industri menggunakan bahan baku obat dan obat tradisional hasil pengembangan ini.
Usul Pemecahan Masalah: Penguatan sinergisme ABGC dan workshop hasil pengembangan bahan baku obat dan obat tradisional kepada industri.
7) Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen
Kondisi yang dicapai: Memperhatikan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam fungsi pengawasan, akuntabilitas kinerja dan Kondisi yang dicapai: Memperhatikan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam fungsi pengawasan, akuntabilitas kinerja dan
Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan meliputi: laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP), pengusulan pencairan dana kegiatan, kenaikan gaji berkala (KGB), cuti pegawai, usul kenaikan pangkat reguler pegawai, usul penetapan angka kredit jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker, surat masuk, dan persediaan alat tulis kantor.
Tabel 15
Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap
Dukungan Manajemen Tahun 2015
Indikator Kinerja
Persentase kepuasan klien terhadap
dukungan manajemen
Grafik 14
Target dan Realisasi Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap
Dukungan Manajemen Tahun 2015
Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen menggambarkan kinerja kegiatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Yang dimaksud dengan kepuasan klien terhadap dukungan manajemen adalah tersedianya pelayanan kesekretariatan yang sesuai standar dan memenuhi kebutuhan klien, dalam hal ini semua pihak yang menerima layanan dari Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Indikator ini diukur dengan jumlah item yang memenuhi kepuasan klien dibandingkan dengan jumlah pelayanan yang diberikan. Dari 8 jenis pelayanan yang masuk dalam penerapan Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, LAKIP hanya dihitung pada pencapaian target triwulan I. Pengukuran indikator ini menggunakan survei kepuasan klien yang diukur pada saat layanan diberikan. Permasalahan: Sekretariat Direktorat Jenderal telah dapat mencapai target kinerjanya. Walaupun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan kinerja selama tahun 2015 yakni sebagai berikut:
a. Sulitnya mengumpulkan data pelayanan keterbukaan informasi publik.
b. Belum optimalnya pemanfaatan Saluran Informasi dan Aspirasi Pengaduan (SIAP) dalam pelayanan pengaduan/keluhan terkait Program Kefarmasian dan Alkes.
c. Adanya proses revisi anggaran refocusing sehingga mempengaruhi realisasi anggaran dan pelaksanaan kegiatan.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen adalah sebagai berikut:
a. Mengkonsolidasikan mekanisme pengumpulan data pelayanan keterbukaan informasi publik.
b. Melakukan pemantauan berkala atas aplikasi SIAP dalam pelayanan pengaduan/keluhan.
c. Menyelesaikan kebutuhan dokumen dalam proses revisi anggaran.