BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

(1)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum GIS Simpang Haru

GIS 150 kV Simpang Haru terletak di Jalan raya andalas no.10 kota Padang. GIS ini merupakan pemasok utama sub sistem kota Padang yang terdiri dari 2 trafo daya 150/20 kV masing masing kapasitasnya TD#1 42 MVA dan TD#2 42 MVA. Beban puncak rata rata TD 1 = 15,2 MW dab TD 2 = 15,6 MW. GIS 150 kV Simpang Haru ini didesain oleh pabrikan Siemens dengan tipe indoor. Kompartemen pada GIS 150 kV Simpang Haru memiliki tipe satu phasa per enclosure atau three pole, sehingga antara phasa R, phasa S, dan phasa T berada pada enclosure yang terpisah. GIS 150 kV Simpang Haru terdiri dari beberapa bay utama yaitu 2 bay trafo, 2 bay penghantar dan 1 kopel seperti diperlihatkan pada tabel 4.1.


(2)

Tabel 4.1 Nama Bay, Pembuatan, dan Operasi Pada GIS 150 kV Simpang Haru

N

o NamaBay Phasa Pembuatan Operasi

1 Pauh Limo 1

R

2009 2010

S T 2 Pauh Limo 2

R

1996 1997

S T 3 Trafo 1

R

1996 1997

S T 4 Trafo 2

R 1996 1997 S T 5 Kopel R 1996 1997 S T

Peralatan yang terpasangpada GIS 150 kV Simpang Haru dibuat oleh Siemens kecuali untuk PT yang dibuat oleh Trench. Data peralatan terpasang tersebut diperlihatkan pada tabel 3.2 sampai dengan tabel 3.4 berdasarkan bay penghantar dan bay trafo.

Tabel 4.2 Data Peralatan Terpasang Pada Bay Penghantar Pauh Limo1

Nama Peralatan Bay Penghantar Pauh

Limo 1 Kode Merk Tipe Penggerak

PMT Circuit Breaker Q0 Siemens 8 DP 3 HYDROLICK

PMS Line Disconnecting Switch Q9 Siemens Motor AC

PMS Bus 1 Disconnecting Switch Q1 Siemens Motor AC

PMS Bus 2 Disconnecting Switch Q2 Siemens Motor AC

PMS Ground

PengapitAtas Motor-Operated Earthing Switch Q51 Siemens - Motor AC PMS Ground

PengapitBawah Motor-Operated Earthing Switch Q52 Siemens - Motor AC PMS Ground Line High-Speed Earthing Switch Q8 Siemens - Motor AC

CT Bus Current Transformer - Siemens AMT 245

-CT Line Current Transformer - Siemens AMT 245

-PT Bus 1 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H -PT Bus 2 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H

-Tabel 4.3 Data Peralatan Terpasang Pada Bay Penghantar Pauh Limo 2

Nama Peralatan Bay Penghantar Pauh

Limo 1 Kode Merk Tipe Penggerak

PMT Circuit Breaker Q0 Siemens 8 DP 3 HYDROLICK

PMS Line Disconnecting Switch Q9 Siemens Motor AC


(3)

PMS Ground Line High-Speed Earthing Switch Q8 Siemens - Motor AC

CT Bus Current Transformer - Siemens AMT 245

-CT Line Current Transformer - Siemens AMT 245

-PT Bus 1 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H -PT Bus 2 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H

-Tabel 4.4 Data Peralatan Terpasang Pada Bay Trafo 1 dan Trafo 2

Nama Peralatan Bay Trafo 1 dan Trafo 2 Kode Merk Tipe Penggerak

PMT Circuit Breaker Q0 Siemens 8 DP 3 HYDROLICK

PMS Bus 1 Disconnecting Switch Q1 Siemens Motor AC PMS Bus 2 Disconnecting Switch Q2 Siemens Motor AC PMS Ground

PengapitAtas Motor-Operated Earthing Switch Q51 Siemens Motor AC PMS Ground

PengapitBawah High-Speed Earthing Switch Q52 Siemens Motor AC CT Bus Current Transformer - Siemens AMT 245 Motor AC CT Trafo Current Transformer - Siemens BWI 212 Motor AC Tabel 4.5 Data Peralatan Terpasang pada bay kopel

Nama Peralatan Bay Kopel Kode Merk Tipe Penggerak

PMT Circuit Breaker Q0 Siemens 8 DP 3 HYDROLICK

PMS Bus 1 Disconnecting Switch Q10 Siemens Motor AC PMS Bus 2 Disconnecting Switch Q20 Siemens Motor AC PMS Ground kopel bus

1 Motor-Operated Earthing Switch Q51 Siemens Motor AC PMS Ground kopel bus

2 High-Speed Earthing Switch Q52 Siemens Motor AC CT Bus 1 Current Transformer - Siemens AMT 245 Motor AC CT Bus 2 Current Transformer - Siemens AMT 245 Motor AC PTBus 1 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H -PTBus 2 Voltage Transformer - Trench 170/325/750161 H


(4)

-sedangkan untuk kompartemen pada GIS Simpang Haru diperlihatkan pada gambar 4.2 sampai dengan 4.4 :


(5)

(6)

Gambar 4.4 Kompartemen Bay kopel 150 kV

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Data in service inspection GIS 150 kV Simpang Haru.

Data in service inspection diambil pada bulan oktober bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik suatu peralatan atau kondisi lokasi . Formulir in service inspection dapat dilihat pada lampiran. Hasil inspeksi tersebut kemudian di kumpulkan dan dievaluasi per item inspeksi supaya terdeteksi secara dini kondisi peralatan. Formulir tersebut meliputi, inspeksi Trafo ,CT ,CVT ,PMT ,PMS dan LA.

Periode inspeksi dilakukan per hari, per minggu dan per bulan. Pengambilan inspeksi GIS Simpang Haru dilakukan sebagai berikut : “inspeksi harian dilakukan per hari namun per tanggal 5,12,19,26 Oktober tidak dilakukan pengambilan data inspeksi harian karena dilakukan inspeksi mingguan, namun untuk inspeksi bulanan dilakukan per tanggal 31 dan inspeksi harian tetap dilakukan”. Rekap kondisi harian, mingguan, bulanan dapat dilihat didalam lampiran tabel 6.6 sampai dengan tabel 6.10. Ditabel tersebut dapat dilihat kondisi anomali peralatan GIS, namun kondisi saat ini belum ada anomali yang terjadi pada peralatan GIS, hanya saja counter kerja PMT phasa R saja yang sudah tinggi pada bay Pauh limo 2 yakni 587. Maka kondisi semua parameter inspeksi bulanan adalah kondisi baik (kondisi 9)


(7)

Gambar 4.5. Kondisi kompartemen PMT


(8)

Gambar 4.7 Kondisi kompartemen busbar (merah) dan CT(kuning)


(9)

(10)

4.2.2 Data in service measurement

Data in servis measurement juga dilakukan pengukuran pada bulan oktober 2015 dengan hasil antara lain sebagai berikut:

4.2.2.1 Pengukuran Korona

Pengukuran korona dengan menggunakan alat Daycor model superb merk Ofil. Penggunaanya dengan cara diarahkan pada peralatan yang akan di uji.

Gambar 4.10 Alat uji korona Daycor model superb merk OFIL Peralatan uji ini meminjam dari PT PLN Persero P3B Jawa Bali APP Surabaya yang dibawa khusus untuk melakukan pengujian korona. Hasil yang didapat berupa gambar korona pada titik peralatan yang ditembak dan dan keterangan suhu peralatan di ukur, dalam pengukuran korona ini jarak tembak juga harus disamakan ke seluruh peralatan. Pengukuran korona ini yang di ukur adalah seluruh grounding peralatan dan seluruh penambahan compartement (jika ada). Hasil pengukuran korona dapat dilihat pada lampiran tabel 6.11. Hasil pengujian korona dapat dilihat tidak adanya anomali pada peralatan GIS, hal ini menunjukan peralatan GIS masing dalam keadaan yang baik (kondisi 9).


(11)

Pengukuran kualitas gas SF6 dengan menggunakan alat uji SF6 Analyzer model 973merk RH System, penggunaannya menggunakan selang yang dihubungkan pada probe GIS

Gambar 4.11 Alat uji SF6 Analyzer 973 merk RH System

Peralatan uji ini hanya dimiliki PT PLN P3B Sumatera kantor induk. Prinsip pengukuran ini adalah mengambil gas SF6 yang berada pada kompartemet kemudian gas tersebut diukur didalam alat ini, setelah hasilnya keluar di layar gas SF6 yang diambil dikembalikan kembali ke dalam kompartement. Hasil pengukuran kualitas gas dapat dilihat pada lampiran tabel 6.12. Hasil uji kualitas gas SF6 dapat dilihat tidak adanya anomali atau tidak sesuai dengan standar maka kondisi ini termasuk dalam kondisi baik atau kondisi 9 sesuai standar.


(12)

4.2.2.3 Pengukuran Partial Discharge

Pengukuran partial discharge dengan menggunakan alat AIA TransiNor merk Doble.

Gambar 4.12 Alat uji Partial discharge AIA Transinor merk Double Peralatan uji ini dimiliki oleh PLN P3B jawa bali APP Surabaya. Prinsip kerja peralatan ini seperti stetoskop yang mendeteksi adanya discharge pada kompartement yang di uji, proses pengujian ini harus teliti supaya 100% dianggap pengujian tersebut benar. Hasil pengukuran partial discharge dapat dilihat pada lampiran tabel 6.13. Dari hasil pengujian dapat dilihat kondisi partial discharge didalam masing masing kompartemen peralatan. Jika mengacu pada standart CIGRE maka hasil pengujian GIS Simpang Haru masih dikatakan kondisi baik ( kondisi 9)


(13)

4.2.2.4 Pengukuran suhu

Pengukuran suhu dengan menggunakan alat Thermalcam TM merk Flir yang dilakukan pengan mengarahkan pada peralatan yang di uji. Peralatan ini dimiliki oleh PT PLN P3B Jawa Bali APP Surabaya. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menangkap suhu pada peralatan dengan teknologi infra merah pengujian ini juga harus memperhatikan jarak tembak, jarak tembak masing masing peralatan haruslah sama.

Gambar 4.13 Alat ukur suhu Thermalcam merk Flir

Hasil yang dilihat pada pengukuran suhu ini adalah suhu peralatan yang di ukur dan selisih suhu masing masing kompartement yang sama, sehingga diketahui secara dini peralatan mana yang anomali. Berikut ini foto alat uji dan hasil pengukuran suhu. Hasil pengukuran suhu dapat dilihat pada lampiran tabel 6.14. Dari hasil pengukuran suhu rata rata masing seimbang antar kompartemen per phasa sehingga selisihnya (delta T nya) masing dikategorikan normal (kondisi 9).


(14)

4.3 Analisa Data dan Pembahasan 4.3.1 Analisa kondisi peralatan

Untuk mengetahui kondisi GIS yang perlu di lakukan adalah merekap semua in service inspection dalam 1 periode tertentu, dalam studi kasus ini akan diambil pada bulan Oktober 2015 karena semua pengujian in service measurement dilakukan pada bulan tersebut. Rekapan data disesuaikan dengan kriteria kondisi setiap peralatan, kemudian dari hasil rekapan dikalikan dengan pembobotan nya.

Pembobotan (weighting factor) untuk sistem GIS adalah membuat failure mode masing masing item yakni in service inspection dan in service measurement. Masing masing item tersebut juga di bagi menjadi sesuai sub itemnya. Untuk In service inspection dibagi menjadi 3 yakni harian, mingguan dan bulanan, Sedangkan in service measurement dibagi menjadi 4 yakni pengujian korona, kualitas gas SF6, suhu, dan partial discharge

Untuk in service inspection dan in service measurement GIS Simpang Haru,pengelompokan failure modenya antara lain adalah sebagai berikut :

Primary : Dielektrik :

(In service inspection)

1.Kegagalan sistem pendingin,

(In service inspection)

1.Kebocoran minyak konservator Trafo, 2. Unbalance getaran motor, 2.Kebocoran minyak main tank Trafo, 3.Overheating minyak trafo 3.Kebocoran gas Sf6 compartement, 4.Anomali katup sudden presure, 4.Kebocoran minyak CT,

(In service measurement) 5.Adanya korona,

5.Ada benda lain di PMS, (In service measurement) 6.Overheating compartement, 6.Purity Gas SF6,

7.Anomali partial discharge. 7.Dewpoint, 8.Moisture,

9.Decomposition product.

Sistem Penggerak : Secondary:

(In service inspection) 1.Kerusakan OLTC,

(In service inspection)

1.Kerusakan MCB proteksi Trafo. 2.Kerusakan pompa kerja PMT,


(15)

No Sub System

Failure mode Probalil

ity Syste m Cost Safet y Enviro nment Risk Weight Subsistem Weighting Factor

1 Primary 1.Kegagalan sistem pendingin , 3 3 3 5 1 36 400 0,31

2. Unbalance getaran motor, 3 1 1 1 3 18

3.Overheating minyak trafo 5 3 5 5 1 70

4.Anomali katup sudden presure, 3 3 3 5 1 36

5.Adanya korona, 5 5 5 5 1 60

6.Overheating compartement, 5 5 5 5 1 80

7.Anomali partial discharge 5 5 5 5 1 80

2 Dielektrik 1.Kebocoran minyak konservator Trafo, 5 5 5 5 3 90 660 0,52

2.Kebocoran minyak main tank Trafo, 5 5 5 5 3 90

3.Kebocoran gas Sf6 compartement, 5 5 5 5 3 90

4.Kebocoran minyak CT, 3 5 5 5 3 54

5.Ada benda lain di PMS, 1 5 5 5 1 16

6.Anomali Purity Gas SF6, 5 5 5 5 1 80

7. Anomali Dewpoint, 5 5 5 5 1 80

8. Anomali Moisture, 5 5 5 5 1 80

9. Anomali Decomposition product. 5 5 5 5 1 80

3 Sistem penggerak

1.Kerusakan OLTC, 5 5 5 5 1

80

164 0,13

2.Kerusakan pompa kerja PMT, 3 5 5 5 1 48

3.Kelainan pada box mekanik PMS. 3 3 3 5 1 36


(16)

b. Subsistem Dielektrik 660 atau 52% dari total risk c. Subsistem Sistem pengerak 164 atau 13% dari total risk d. Subsistem Secondari 50 atau 4% dari total risk

subsistem dielektrik merupakan subsistem yang paling berpengaruh yakni sebesar 0,52 yang paling dominan adalah pengujian kualitas gas SF6. Untuk subsistem primary merupakan subsistem berpengaruh ke dua yakni sebesar 0,31 yang paling dominan adalah pengujian korona, suhu dan partial discharge yang masing masing risk nya berjumlah 60 dari total risk 400.


(17)

Subsistem Primary weighting factor untuk masing-masing item pengujian adalah sebagai berikut :

a. in service inspection memiliki skor risk 160 atau 0,4 dari total skor subsistem primary

b. Pengujian korona memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsistem primary

c. Pengujian suhu memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsistem primary

d. Pengujian Partial Discharge memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsisem primary

Subsistem Dielektrik weighting factor untuk masing-masing item pengujian adalah sebagai berikut :

a. in service inspection memiliki skor risk 340 atau 0,51 dari total skor subsistem dielektrik

b. Pengujian kualitas gas memiliki skor risk 320 atau 0,49 dari total skor subsistem dielektrik

Subsistem Dielektrik weighting factornya diwakili oleh pemerikaan in service inspection yakni 0,13 (sesuai tabel weighting factor GIS hal 58) dan subsistem secondary juga sama sudah diwakili oleh in service inspection

Maka untuk mengetahui kondisi, setiap sub sistem dapat dihitung sebagai berikut : Kondiri primary = (0,4 x kondisi hasil in sevice inspection ) + (0,2 x kondisi hasil uji korona) + (0,2 x kondisi hasil uji suhu) + (0,2 x kondisi hasil partial discharge)

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi primary = ( 0,4 x 9) + (0,2 x 9) + (0,2 x 9) + (0,2 x 9) = 3,6 + 1,8 + 1,8 + 1,8 = 9

Kondiri Dielektrik = (0,51 x kondisi hasil in sevice inspection ) + (0,49 x kondisi hasil uji kualitas gas)

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi Dielektrik = ( 0,51 x 9) + (0,49 x 9) = 4,59 + 4,41 = 9

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)


(18)

Diagnosa level 1 GIS adalah penjumlahan dari hasil kriteria kondisi in service inspection GIS dan in service measurement GIS, maka untuk mengetahui indeks kondisi GIS dapat ditulis dengan rumus :

DLGIS = (WFprimary.Ciprimary)+ (WFdielektik. CIdielektrik)+ (WFsistem penggerak.CIsistem

penggerak)+ (WFsecondary.CIsecondary)

(sesuai dengan rumusan pada landasan teori hal 39)

Keterangan :

WFprimary = WeightingFaktor primary

Ciprimary= Kondisi primary

WFdielektik = WeightingFaktor dielektrik

CIdielektrik = Kondisi dielektrik

WFSistem penggerak= WeightingFaktor sistem penggerak

CISistem penggerak = Kondisi sistem penggerak

WFSecondary = WeightingFaktor Secondary

CISecondary = Kondisi Secondary

Maka didapat hasil diagnosa level 1 GIS

Diagnosa Level 1 GIS = 0,31 x 9 + 0,52x 9 + 0,13x 9 + 0,04x 9 = 2,79 + 4,68 + 1,17 + 0,36

= 9 (kondisi baik)

Namun perlu diperhatikan untuk tahun depan tahun 2017 agar dilakukan pengujian kembali agar dapat mengetahui kualitas gas SF6 yang dikhawatirkan semakin turun dari standart untuk kompartemen PMS bus 1 pada bay Pauh limo 2 dan kompartemen PMS bus 2 pada bay Pauh limo 1 (rekomendasi berdasarakan Power enggineering guide GIS Siemens).

4.3.1.2 Evaluasi kehandalan PMT

Selain dari hasil condition assessment untuk dapat mengevaluasi kehandalan GIS penulis juga melakukan evaluasi terhadap peralatan PMT GIS karena hasil inspeksinya yang sudah terdapat potensi anomali. Evaluasi yang dilakukan adalah


(19)

phasa R. Berikut ini rekap kerja PMT hasil evaluasi kehandalan peralatan PMT GIS Simpang haru dari tahun 1997 – 2016 :

97 98 99 2000 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 0 100 200 300 400 500 600 700 0 32 66 97 129 161 192 224 257 289 322 354 386 418 450 482 523

555 587 603

KALI KERJA PMT

Gambar 4.14 Grafik statistik kali kerja PMT sampai dengan tahun 2016 Dari data inspeksi harian PMT bay Pauh Limo phasa R diketahui bahwa unjuk kerja PMT di tahun dari tahun 1997 sampai 2016 rata rata kali kerja PMT sebesar 30 – 32 kali setiap tahun. Maka dapat dibuat statistik kali kerja PMT tersebut setiap tahunnya seperti grafik dibawah ini.

0 200 400 600 800 1000 1200 0

32 66 97 129

161192224257 289322354386 418450482523 555587603655707 759812864916 9681020

KALI KERJA PMT

Gambar 4.15 Grafik statistik kali kerja PMT sampai dengan tahun 2024 Dengan begitu dapat diambil kesimpulan dari rata rata kerja PMT tersebut di tahun 2024 kali kerja PMT tersebut bisa sampe 1020 kali sesuai grafik 4.2. Sedangkan data pabrikan PMT merk Siemens unjuk kerja maksimal PMT berkerja


(1)

4.3 Analisa Data dan Pembahasan 4.3.1 Analisa kondisi peralatan

Untuk mengetahui kondisi GIS yang perlu di lakukan adalah merekap semua in service inspection dalam 1 periode tertentu, dalam studi kasus ini akan diambil pada bulan Oktober 2015 karena semua pengujian in service measurement dilakukan pada bulan tersebut. Rekapan data disesuaikan dengan kriteria kondisi setiap peralatan, kemudian dari hasil rekapan dikalikan dengan pembobotan nya.

Pembobotan (weighting factor) untuk sistem GIS adalah membuat failure mode masing masing item yakni in service inspection dan in service measurement. Masing masing item tersebut juga di bagi menjadi sesuai sub itemnya. Untuk In service inspection dibagi menjadi 3 yakni harian, mingguan dan bulanan, Sedangkan in service measurement dibagi menjadi 4 yakni pengujian korona, kualitas gas SF6, suhu, dan partial discharge

Untuk in service inspection dan in service measurement GIS Simpang Haru,pengelompokan failure modenya antara lain adalah sebagai berikut :

Primary : Dielektrik :

(In service inspection)

1.Kegagalan sistem pendingin,

(In service inspection)

1.Kebocoran minyak konservator Trafo, 2. Unbalance getaran motor, 2.Kebocoran minyak main tank Trafo, 3.Overheating minyak trafo 3.Kebocoran gas Sf6 compartement, 4.Anomali katup sudden presure, 4.Kebocoran minyak CT,

(In service measurement) 5.Adanya korona,

5.Ada benda lain di PMS, (In service measurement) 6.Overheating compartement, 6.Purity Gas SF6,

7.Anomali partial discharge. 7.Dewpoint, 8.Moisture,

9.Decomposition product.

Sistem Penggerak : Secondary:

(In service inspection) 1.Kerusakan OLTC,

(In service inspection)

1.Kerusakan MCB proteksi Trafo. 2.Kerusakan pompa kerja PMT,


(2)

No Sub System

Failure mode Probalil

ity

Syste m

Cost Safet y

Enviro nment

Risk Weight Subsistem

Weighting Factor

1 Primary 1.Kegagalan sistem pendingin , 3 3 3 5 1 36 400 0,31

2. Unbalance getaran motor, 3 1 1 1 3 18

3.Overheating minyak trafo 5 3 5 5 1 70

4.Anomali katup sudden presure, 3 3 3 5 1 36

5.Adanya korona, 5 5 5 5 1 60

6.Overheating compartement, 5 5 5 5 1 80

7.Anomali partial discharge 5 5 5 5 1 80

2 Dielektrik 1.Kebocoran minyak konservator Trafo, 5 5 5 5 3 90 660 0,52

2.Kebocoran minyak main tank Trafo, 5 5 5 5 3 90

3.Kebocoran gas Sf6 compartement, 5 5 5 5 3 90

4.Kebocoran minyak CT, 3 5 5 5 3 54

5.Ada benda lain di PMS, 1 5 5 5 1 16

6.Anomali Purity Gas SF6, 5 5 5 5 1 80

7. Anomali Dewpoint, 5 5 5 5 1 80

8. Anomali Moisture, 5 5 5 5 1 80

9. Anomali Decomposition product. 5 5 5 5 1 80

3 Sistem penggerak

1.Kerusakan OLTC, 5 5 5 5 1

80

164 0,13

2.Kerusakan pompa kerja PMT, 3 5 5 5 1 48

3.Kelainan pada box mekanik PMS. 3 3 3 5 1 36

4 Secondary 1.kerusakan MCB proteksi Trafo. 5 1 3 5 1 50 50 0,04

Dari tabel diatas dapat diperoleh nilai weighting factor (WF)persub sistem sebagai berikut : a. Subsistem Primary 400 atau 31% dari total risk


(3)

b. Subsistem Dielektrik 660 atau 52% dari total risk c. Subsistem Sistem pengerak 164 atau 13% dari total risk d. Subsistem Secondari 50 atau 4% dari total risk

subsistem dielektrik merupakan subsistem yang paling berpengaruh yakni sebesar 0,52 yang paling dominan adalah pengujian kualitas gas SF6. Untuk subsistem primary merupakan subsistem berpengaruh ke dua yakni sebesar 0,31 yang paling dominan adalah pengujian korona, suhu dan partial discharge yang masing masing risk nya berjumlah 60 dari total risk 400.


(4)

Subsistem Primary weighting factor untuk masing-masing item pengujian adalah sebagai berikut :

a. in service inspection memiliki skor risk 160 atau 0,4 dari total skor subsistem primary

b. Pengujian korona memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsistem primary

c. Pengujian suhu memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsistem primary

d. Pengujian Partial Discharge memiliki skor risk 80 atau 0,2 dari total skor subsisem primary

Subsistem Dielektrik weighting factor untuk masing-masing item pengujian adalah sebagai berikut :

a. in service inspection memiliki skor risk 340 atau 0,51 dari total skor subsistem dielektrik

b. Pengujian kualitas gas memiliki skor risk 320 atau 0,49 dari total skor subsistem dielektrik

Subsistem Dielektrik weighting factornya diwakili oleh pemerikaan in service inspection yakni 0,13 (sesuai tabel weighting factor GIS hal 58) dan subsistem secondary juga sama sudah diwakili oleh in service inspection

Maka untuk mengetahui kondisi, setiap sub sistem dapat dihitung sebagai berikut : Kondiri primary = (0,4 x kondisi hasil in sevice inspection ) + (0,2 x kondisi hasil uji korona) + (0,2 x kondisi hasil uji suhu) + (0,2 x kondisi hasil partial discharge)

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi primary = ( 0,4 x 9) + (0,2 x 9) + (0,2 x 9) + (0,2 x 9) = 3,6 + 1,8 + 1,8 + 1,8 = 9

Kondiri Dielektrik = (0,51 x kondisi hasil in sevice inspection ) + (0,49 x kondisi hasil uji kualitas gas)

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi Dielektrik = ( 0,51 x 9) + (0,49 x 9) = 4,59 + 4,41 = 9

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi sistem penggerak = kondisi hasil in service inspection sistem penggerak = 9

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)

Kondisi secondary = kondisi hasil in service inspection secondary = 9

(sesuai rumusan pada landasan teori hal 38)


(5)

Diagnosa level 1 GIS adalah penjumlahan dari hasil kriteria kondisi in service inspection GIS dan in service measurement GIS, maka untuk mengetahui indeks kondisi GIS dapat ditulis dengan rumus :

DLGIS = (WFprimary.Ciprimary)+ (WFdielektik. CIdielektrik)+ (WFsistem penggerak.CIsistem penggerak)+ (WFsecondary.CIsecondary)

(sesuai dengan rumusan pada landasan teori hal 39)

Keterangan :

WFprimary = WeightingFaktor primary

Ciprimary= Kondisi primary

WFdielektik = WeightingFaktor dielektrik

CIdielektrik = Kondisi dielektrik

WFSistem penggerak= WeightingFaktor sistem penggerak

CISistem penggerak = Kondisi sistem penggerak

WFSecondary = WeightingFaktor Secondary

CISecondary = Kondisi Secondary

Maka didapat hasil diagnosa level 1 GIS

Diagnosa Level 1 GIS = 0,31 x 9 + 0,52x 9 + 0,13x 9 + 0,04x 9 = 2,79 + 4,68 + 1,17 + 0,36

= 9 (kondisi baik)

Namun perlu diperhatikan untuk tahun depan tahun 2017 agar dilakukan pengujian kembali agar dapat mengetahui kualitas gas SF6 yang dikhawatirkan semakin turun dari standart untuk kompartemen PMS bus 1 pada bay Pauh limo 2 dan kompartemen PMS bus 2 pada bay Pauh limo 1 (rekomendasi berdasarakan Power enggineering guide GIS Siemens).

4.3.1.2 Evaluasi kehandalan PMT

Selain dari hasil condition assessment untuk dapat mengevaluasi kehandalan GIS penulis juga melakukan evaluasi terhadap peralatan PMT GIS karena hasil inspeksinya yang sudah terdapat potensi anomali. Evaluasi yang dilakukan adalah pada peralatan PMT dimana yang diambil adalah pada bay Pauh Limo 2 dimana kondisi kali kerja PMT pada bay tersebut yang paling tinggi yakni sebesar 603 untuk


(6)

phasa R. Berikut ini rekap kerja PMT hasil evaluasi kehandalan peralatan PMT GIS Simpang haru dari tahun 1997 – 2016 :

97 98 99 2000 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 0 100 200 300 400 500 600 700 0 32 66 97 129 161 192 224 257 289 322 354 386 418 450 482 523

555 587 603

KALI KERJA PMT

Gambar 4.14 Grafik statistik kali kerja PMT sampai dengan tahun 2016 Dari data inspeksi harian PMT bay Pauh Limo phasa R diketahui bahwa unjuk kerja PMT di tahun dari tahun 1997 sampai 2016 rata rata kali kerja PMT sebesar 30 – 32 kali setiap tahun. Maka dapat dibuat statistik kali kerja PMT tersebut setiap tahunnya seperti grafik dibawah ini.

0 200 400 600 800 1000 1200 0

32 66 97 129

161192224257 289322354386 418450482523 555587603655707 759812864916 9681020

KALI KERJA PMT

Gambar 4.15 Grafik statistik kali kerja PMT sampai dengan tahun 2024 Dengan begitu dapat diambil kesimpulan dari rata rata kerja PMT tersebut di tahun 2024 kali kerja PMT tersebut bisa sampe 1020 kali sesuai grafik 4.2. Sedangkan data pabrikan PMT merk Siemens unjuk kerja maksimal PMT berkerja adalah 1000 kali kerja. Jadi dapat diambil kesimpulan di tahun 2024 kompartemen GIS harus dilakukan perbaikan atau penggantian peralatan GIS. Hal ini juga dipengaruhi oleh pola operasi peralatan GIS, semakin banyak pengoperasian yang menyesuaikan sistem semakin cepat dan banyak kali kerja PMT tersebut.