Bentuk grafik uji tarik memiliki kecendrungan yang sama dengan uji kekerasan dimana semakin meningkat suhu akan menurunkan kekuatan tarik
material kecuali pada interval 900 C - 950
C dimana terjadi peningkatan kekuatan tarik pada daerah ini.
Sementara hubungan antara regangan dengan suhu pada deformasi 50 disajikan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Hubungan antara suhu dengan regangan pada deformasi 50
Dari gambar grafik 4.3 didapat bahwa seiring dengan peningkatan suhu perlakuan panas maka material yang terbentuk tersebut akan semakin ulet.
4.1.3 Hasil Pengujian Metalografi
Pengujian metalografi dilakukan terhadap benda uji pada seluruh kondisi. Dalam penelitian ini spesimen dicelupkan ke dalam larutan etsa nital 3 dan
ditahan selama 5-15 detik. Dimana didapat fasa ferrit yang mendominasi pada kondisi suhu 850
C dan 900 C seperti terlihat pada gambar 4.4, sementara pada
suhu 900 C - 1050
C terbentuk fasa austenit seperti yang terlihat pada gambar 4.5.
re g
a n
g a
n
Suhu C
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Perbesaran 100X Baja AISI 1045 setelah proses
termomekanikal pada 850 C dengan deformasi 10
Dari gambar 4.4 diketahui bahwa yang berwarna terang adalah fasa ferit sementara garis memanjang berwarna hitam adalah perlit.
Gambar 4.5 Perbesaran 100X Baja AISI 1045 setelah proses
termomekanikal pada 1000 C dengan deformasi 10
Pada gambar 4.5 terlihat beberapa warna, warna gelap yang mendominasi dalam mikro struktur adalah fasa austenite. Garis putih adalah banyaknya endapan
pada batas butir dan garis putus-putus berwana terang merupakan fasa ferit.
4.1.4 Pengukuran Diameter Butiran
Pada skripsi ini perhitungan diameter butiran menggunakan metode
planimetri
sesuai standard ASTM E-112 dan bentuk butiran diasumsikan
spherical,
sebagai contoh perhitungan diameter butiran setelah perlakuan
Universitas Sumatera Utara
termomekanikal pada suhu 1000 C dengan derajat deformasi 50 seperti terlihat
pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Perbesaran 200X Baja AISI 1045 setelah proses
termomekanikal pada 1000 C dengan deformasi 50
Dari persamaan 2.5 didapat nilai
N
A,
yaitu :
N
A
= 8 = 144
Nilai
N
A
ini kemudian diiterpolasikan pada lampiran C untuk mendapatkan diameter butiran, dimana diketahui diameter butiran sebesar 84,2μm. Setiap
sampel diambil 3 kali pengukuran butir kemudian diambil rata-ratanya. Hasil perhitungan ukuran butiran dengan metode
planimetri
disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter butiran dengan metode planimetri
Suhu Diameter butir
pada deformasi 10
Diameter butir pada deformasi
30 Diameter butir
pada deformasi 50
850 C
37,6 μm 42,2 μm
34,8 μm
900 C
68,4 μm 67,5 μm
61,9 μm
950 C
105,1 μm 88 μm
59,7 μm
1000 C
203,8 μm 163,2 μm
98,7 μm
1050 C
205,3 μm 197,8 μm
109,1 μm
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan