Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula

(1)

KARYA TULIS

KOLEKSI ISOLAT

CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

ASAL HUTAN PANTAI

Oleh:

Dr. Delvian, SP.MP.

NIP. 132 299 348

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2006

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tentang Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Hutan Pantai ini dengan baik.

Tulisan ini berisi informasi tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya mendapatkan isolat cendawan mikoriza arbuskula dari suatu areal, dimana dalam tulisan ini areal studi adalah kawasan hutan pantai. Ada banyak tahapan kegiatan yang harus dilakukan, mulai dari kegiatan eksplorasi lapangan, kultur

trapping, kultur spora tunggal, seleksi kultur sampai dengan pengujian isolat baik skala laboratorium atau rumah kaca maupun lapangan. Satu hal yang menjadi catatan penting adalah bahwa isolasi dan seleksi isolat cendawan mikoriza arbuskula sangat penting dilakukan guna mendapatkan isolat yang tidak saja infektif tetapi juga mempunyai efektivitas kerja yang sangat baik.

Penulis berharap tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan bagi para mahasiswa yang berminat dan dapat menjadi salah satu sumber referensi dalam melakukan penelitian dalam bidang yang berkaitan.

Akhirnya, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulusuran bahan tulisan ini.

Medan, Juli 2006

Penulis

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 1

II. TAHAPAN KEGIATAN UNTUK MENDAPATKAN ISOLAT

CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA 7

A. Persiapan 7

B. Trapping 7

C. Kultur Spora Tunggal 10

D. Perbanyakan Kultur CMA 12

III. KOLEKSI ISOLAT CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

ASAL HUTAN PANTAI 16 A. Kultur Trapping 16 B. Kultur Spora Tunggal 19

C. Perbanyakan Kultur 22

IV. ULASAN 26

V. KESIMPULAN 34

DAFTAR PUSTAKA 35

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(4)

KOLEKSI ISOLAT CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

ASAL HUTAN PANTAI

DELVIAN

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Jl. Tri Darma Ujung No. 1 Kampus USU Padang Bulan

M e d a n

e-mail :

dvilly6@yahoo.co.uk

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(5)

PENDAHULUAN

Mikoriza tersebar hampir di seluruh permukaan bumi dan dapat

berasosiasi dengan sebagian besar tumbuhan. Menurut Smith dan Read (1987)

83% dikotiledon, 79% monokotiledon dan semua Gymnospermeae yang pernah

dipelajari adalah bermikoriza. Tanaman yang tidak bermikoriza biasanya terdapat

pada daerah dengan tanah yang sangat kering atau salin atau tergenang,

mengalami gangguan yang sangat berat seperti aktivitas penambangan, atau

dimana kandungan hara tanah sangat tinggi atau sangat rendah (Brundrett, 1991).

Mikoriza juga tidak ditemukan pada semua Cruciferae dan

Chenopodiaceae (Harley dan Harley, 1987) dan juga jarang atau tidak ada sama

sekali pada beberapa anggota Proteaceae atau spesies-spesies tanaman yang

mempunya akar tipe cluster (Brundrett dan Abbott, 1991). Khusus pada CMA

menurut Meyer (1973) dan Hayman (1981) lebih dari 90% tanaman berasosiasi

dengan CMA dan hanya 3% tumbuhan saja yang berasosiasi dengan ektomikoriza.

Setiap jenis CMA mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang berbeda

sehingga sangat penting untuk mengetahui identitas jenis CMA yang ada. Di

samping itu walaupun CMA mempunyai sebaran inang yang luas cendawan ini

mempunyai pengaruh yang spesifik terhadap tanaman yang dikolonisasi. Menurut

Marschner (1995) meskipun CMA sangat kuat ketergantungannya pada tanaman

inang tetapi tidak selalu tanaman inang mendapat keuntungan darinya. Asosiasi

tanaman dengan CMA bisa bersifat mutualistik, netral atau parasitik tergantung pada

faktor lingkungan. Dengan demikian hanya beberapa atau tidak semua CMA

bermanfaat bagi tanaman inangnya.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(6)

Para ahli mikoriza membuat suatu asumsi bahwa semua spesies dalam

Glomales adalah kohesif, dimana sifat-sifat dari suatu jenis mencerminkan sifat-sifat

semua anggota dari jenis tersebut. Asumsi ini akan mempengaruhi penjelasan dan

generalisasi hasil-hasil percobaan (Morton et al., 1992). Menurut Clark (1997)

kondisi lingkungan di mana suatu jenis CMA diperoleh akan mempengaruhi fungsi

dan kerjanya. Dengan kata lain sifat beberapa CMA dari spesies yang sama tetapi

berasal dari ekosistem yang berbeda akan dipengaruhi oleh ekosistem asalnya.

Oleh karena itu sangat penting untuk membedakan suatu CMA yang berasal dari

suatu ekosistem tertentu (disebut isolat) dengan CMA dari ekosistem lainnya,

sehingga efektivitas kerjanya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dapat

dimaksimalkan.

Kelangkaan dan kekurangan isolat adalah salah satu faktor pembatas

penggunaan CMA secara luas. Upaya untuk mendapatkan isolat dari suatu

ekosistem tertentu dapat dimulai dengan melakukan eksplorasi CMA pada

ekosistem tersebut. Kegiatan berikutnya adalah pemurnian isolat-isolat dari

lapangan yang dilanjutkan dengan perbanyakan isolat yang sudah ada. Kemudian

dilakukan pengujian efektivitas dari isolat yang diperoleh terhadap berbagai faktor

lingkungan. Terakhir dilakukan perbanyakan inokulum dari isolat-isolat terpilih.

Sampai saat ini perbanyakan inokulum CMA dalam media aseptik masih

sulit dilakukan (Menge, 1984; Varma dan Hock, 1998). Ada beberapa alasan untuk

kesulitan tersebut, yaitu adanya kebutuhan metabolit esensial dari CMA yang belum

diketahui atau bentuk dan jumlahnya belum tercukupi. Di samping itu mungkin

karena terhalangnya kontinyuitas sintesis enzim atau makromolekul penting pada

awal proses perkecambahan. Karena sifat CMA yang obligat maka inokulum CMA

harus ditumbuhkan pada akar tanaman hidup yang cocok sebagai inangnya.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(7)

Metoda yang paling umum dan diandalkan untuk memproduksi inokulum

CMA adalah metoda kultur pot. Akar-akar atau tanah dari lapangan dapat

digunakan langsung sebagi sumber inokulum untuk kultur. Akan tetapi kultur yang

langsung dari lapangan biasanya mengandung banyak mikroorganisme yang tidak

diinginkan. Oleh karena itu dianjurkan untuk memulai produksi inokulum dengan

kultur spora tunggal yang bebas dari semua organisme lain. Kultur CMA yang

berasal dari kultur spora tunggal lebih disukai karena kultur dihasilkan dari satu

spora sehingga kemurnian kultur sangat terjamin (Raschen dan von Alten, 1992).

Koleksi CMA berupa kultur murni adalah sangat penting. Kultur murni

memudahkan kegiatan identifikasi jenis CMA karena ketersediaan spora yang cukup

dengan variabilitas yang sangat rendah. Selain itu kita dapat mempelajari

kesesuaian suatu jenis CMA tertentu dengan tanaman tertentu pula. Dengan

demikian informasi tentang ekologi, biologi dan fisiologi dari suatu jenis CMA dapat

diketahui secara lebih lengkap.

Kegiatan produksi CMA harus memperhatikan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas inokulum yang dihasilkan. Faktor tersebut menurut Menge

(1984) antara lain adalah tanaman inang, media tumbuh, pemupukan, aerasi, pH,

cahaya dan fotoperiode, suhu, dan pemakaian bahan kimia. Tanaman inang yang

akan digunakan harus mempunyai daya adaptasi yang baik, berasosiasi dengan

CMA, cepat tumbuh dengan perakaran yang ekstensif, dan tidak rentan terhadap

patogen. Karena sebagian besar tanaman berasosiasi dengan CMA maka berbagai

jenis tanaman dapat digunakan sebagai inang CMA. Menurut Vilarino (1992)

umumnya kesehatan tanaman adalah lebih penting daripada jenis tanamannya.

Pemilihan media tumbuh dalam produksi inokulum CMA merupakan aspek

paling penting (Menge, 1984). Dianjurkan menggunakan media yang sedikit

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(8)

mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan

unsur P yang rendah serta bebas patogen. Media tanam dengan kandunga P

tersedia yang tinggi akan menghambat kolonisasi dan produksi spora CMA (Cooper,

1984). Selanjutnya dikatakan bahwa tanah adalah faktor yang kritis sebagai media

tumbuh karena tanah merupakan sumber P dan unsur mikro dan juga berfungsi

sebagai penahan alami bagi ketersediaan unsur hara. Oleh karena itu dapat

digunakan media lain berupa vermikulit, gambut, serbuk gergaji, kulit kayu, perlite,

batu apung atau campuran dari media-media tersebut.

Kandungan hara, khususnya P dan N dalam media pertumbuhan dapat

mempengaruhi perkembangan CMA (Douds dan Schenck, 1990). Menurut

Vejsudova (1992) penambahan P ke dalam media tumbuh dapat mengurangi

kolonisasi dan produksi spora CMA. Akan tetapi belum dapat dibuat standar P yang

harus diberikan pada media tumbuh CMA. Pengaruh pemberian N pada media

kultur CMA belum diketahui secara pasti, namun N dalam bentuk amonium menurut

Menge (1984) lebih toksik terhadap CMA dibanding nitrat. Untuk tanaman inang

yang tidak memfiksasi N udara memerlukan tambahan NH4NO3 sebanyak 30 mg/kg

tanah atau 3 g/L larutan.

Kualitas inokulum CMA akan menurun pada kondisi terlalu basah atau

terlalu kering. Menurut Read dan Bowen (1979) dalam Menge (1984) kolonisasi

maksimum dari CMA terjadi pada takanan potensial air –0,2 bar dan kolonisasi akan

menurun dengan berkurangnya potensial air. Sebaliknya bila air dijenuhkan maka

kolonisasi CMA akan menurun sampai 50% dari kolonisasi maksimum. Pada

kondisi ini difusi O2 sangat terbatas sehingga menghambat perkecambahan spora

CMA dan kolonisasi akar dan mikroorganisme anaerob akan berkembang.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(9)

Berbeda dengan kolonisasi akar, menurut Pacioni (1986) pembentukan

spora CMA justeru dirangsang oleh kondisi cekaman air. Ferguson dan Woodhead

(1991) mencatat bahwa cekaman air pada tanaman bermikoriza akan menginduksi

peluruhan miselium sehingga akan memicu pembentukan spora lebih awal.

Menurut Menge (1984) pH dapat mempengaruhi berbagai macam kondisi

tanah maka seringkali sulit menentukan pengaruh pH terhadap produksi inokulum

dan kisaran pH terbaik untuk perkembangan CMA. Selanjutnya Clark (1997)

menyatakan bahwa setiap spesies CMA mempunyai kisaran toleransi terhadap pH

yang sangat beragam. Pengaturan pH media pertumbuhan tanaman harus

dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan jenis CMA yang dikulturkan.

Meningkatnya kolonisasi CMA adalah karena meningkatnya proses

fotosintesis yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbohidrat dalam akar

dan meningkatnya senyawa-senyawa eksudat. Untuk memaksimumkan produksi

inokulum CMA perlu memaksimumkan fotosintesis inang dengan meningkatkan

intensitas dan periodesitas cahaya matahari (Ferguson dan Woodhead, 1982 ;

Menge, 1984 ; Marschner, 1995). Akan tetapi fotoperiodesitas yang lebih lama

dapat meningkatkan kolonisasi lebih besar daripada intensitas cahaya. Menurut

Johnson et al. (1982) pengurangan intensitas cahaya sampai 30% tidak

mempengaruhi kolonisasi akar sebaliknya peningkatan fotoperiodesitas dapat

meningkatkan produksi spora dua kali lebih banyak.

Pada kebanyakan kasus kolonisasi dan produksi spora CMA meningkat

dengan meningkatnya suhu sampai pada batas pertumbuhan inang (Graham et al.,

1982; Koske, 1987). Akan tetapi pengaruh suhu terhadap kolonisasi CMA sangat

bervariasi tergantung pada tanaman inang dan jamur simbionnya. Harus diingat

bahwa suhu tanah adalah lebih penting daripada suhu udara dalam memperoduksi

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(10)

inokulum CMA dan suhu terbaik adalah di atas suhu optimum tanaman inang

(Menge, 1984).

Pemakaian pestisida dapat mengganggu kolonisasi dan produksi spora

CMA, tetapi ada beberapa jenis yang dapat menguntungkan. Pestisida dapat

menguntungkan untuk produksi inokulum CMA karena dapat mengurangi patogen

tanaman atau parasit yang dapat menjadi pesaing bagi CMA baik terhadap inang

maupun unsur hara (von Alten dan Lindermann, 1992; Trouvelot et al. (1992).

Menge (1984) menyatakan bahwa beberapa herbisida diketahui dapat meningkatkan

kolonisasi CMA, mungkin karena herbisida tersebut dapat meningkatkan eksudat

akar dalam bentuk asam amino atau gula.

Ketersediaan inokulum dalam kuantitas dan kualitas yang baik merupakan

faktor penting dalam penggunaan CMA dalam skala yang lebih luas. Dinamika

produksi inokulum, adanya kekhususan inang, aktivitas hiperparasit, dan ketiadaan

bank inokulum CMA dalam skala regional atau nasional merupakan faktor-faktor

yang krusial dalam memproduksi inokulum. Oleh karena dirasa perlu dilakukan

upaya-upaya untuk mendapatkan isolat-siolat CMA yang potensial khususnya untuk

daerah-daerah yang mempunyai masalah dengan salinitas tanah.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(11)

TAHAPAN KEGIATAN UNTUK MENDAPATKAN

ISOLAT CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

A. Persiapan

Persiapan Media Tumbuh

Batuan zeolit (ukuran 1-2 mm) dicuci sampai bersih guna menghilangkan

serbuk halus zeolit dan kotoran yang ada. Batuan zeolit yang tidak bersih dapat

berdampak negatif terhadap perkembangan CMA. Kemudian disterilisasi dengan

autoclave pada tekanan 15 atm selama 15 menit untuk menghilangkan kemungkinan

patogen yang ada. Setelah itu batuan zeolit direndam dalam larutan NaCl 5.000

ppm selama 24 jam.

Persiapan Tanaman Inang

Benih-benih P. javanica yang digunakan sebagai tanaman inang terlebih

dahulu direndam dalam larutan Chlorox 5% selama 5-10 menit sebagai upaya

sterilisasi permukaan. Kemudian direndam dalam air hangat selama ± 24 jam untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Selanjutnya benih-benih

tersebut disemaikan dalam bak persemaian selama ± 10 hari atau telah muncul dua helai daun. Setelah itu dapat langsung dilakukan penanaman.

B. Pemerangkapan (Trapping)

Teknik trapping yang digunakan mengikuti metoda Brundrett et al. (1994)

dengan menggunakan pot kultur terbuka. Media tanam yang digunakan berupa

campuran contoh tanah sebanyak ± 50 gram dan batuan zeolit sebanyak ± 150

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(12)

gram. Teknik pengisian media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisi

dengan zeolit sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan contoh tanah dan

terakhir ditutup dengan zeolit sehingga media tanam tersusun atas zeolit-contoh

tanah-zeolit.

Gambar 1. Skematis teknis pembuatan kultur trapping CMA

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(13)

Dari setiap contoh tanah dibuat 3 pot kultur sehingga terdapat 150 pot

kultur. Disamping itu diberikan perlakuan pemberian asam humik dan tanpa asam

humik untuk setiap contoh tanah. Dengan demikian terdapat 300 pot kultur,

masing-masing 150 pot kultur dengan pemberian asam humik dan 150 pot kultur tanpa

pemberian asam humik.

Perlakuan asam humik (HUMEGATM 6% ) diberikan dengan konsentrasi

2,5% sebanyak 20 ml tiap pot. Frekuensi pemberian asam humik adalah 3 x 1

minggu selama satu bulan pertama dan 1 x 1 minggu selama 1 bulan kedua.

Penambahan asam humik ini diharapkan berpengaruh terhadap sporulasi cendawan

mikoriza.

Untuk menjaga supaya tidak terjadi penurunan salinitas tanah yang drastis

maka dilakukan pemberian larutan NaCl dengan konsentrasi 5.000 ppm dan

frekuensi pemberian 1 x 1 minggu. Perlakuan ini diharapkan dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya perubahan sifat kimia tanah dibandingkan dengan

ekosistem asalnya. Penetapan konsentrasi NaCl yang diberikan didasarkan pada

konsentrasi NaCl yang terdapat pada tingkat salinitas tanah tertinggi.

Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan

pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex

merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 gr. l-1. Pemberian larutan hara dilakuan

setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur.

Pemanenan dilakukan setelah pembentukan spora-spora baru cukup baik

yang diketahui dengan melakukan pengecekan kultur setiap satu bulan.

Variabel-variabel yang diamati adalah perubahan tingkat salinitas tanah selama

pemeliharaan dan jumlah spora per 50 gram media tanam dan jenis spora.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(14)

Selanjutnya spora-spora yang diperoleh dari kultur ini digunakan untuk kegiatan

tahap berikutnya, yaitu pembuatan kultur spora tunggal.

C. Kultur Spora Tunggal

Persiapan Media Kultur

Pembuatan kultur spora tunggal mengacu pada metoda yang dilakukan

Mansur (2000), yaitu Petri-dish Observation Chamber (PDOC). Cawan petri plastik

(diameter 9 cm) yang akan digunakan sebagai tempat penanaman kultur terlebih

dahulu dilubangi (0,5x0,5 cm) pada bagian tepinya yang berfungsi sebagai tempat

munculnya tanaman (Gambar 2). Kemudian diisi dengan batuan zeolit yang telah

disterilkan dan dijenuhi dengan larutan NaCl (5.000 ppm).

atas (penutup

bawah

batuan zeolit

lubang tanam

Gambar 2. Cawan petri plastik diameter 9 cm yang dilubangi 0,5x0,5 cm sebagai tempat tumbuh tanaman inang. Batuan zeolit steril digunakan untuk menunjang pertumbuhan akar tanaman dan CMA

Pembuatan Kultur

Spora-spora CMA yang telah diisolasi dari kultur trapping dikumpulkan

dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan spora berdasarkan genusnya.

Kemudian bibit P. javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (7-10 hari

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(15)

setelah semai) diletakkan di atas kertas tissue. Kemudian dengan menggunakan

pinset spora setiap bibit P. javanica diinokulasi dengan satu spora Bibit P. javanica

yang telah diinokulasi kemudian dipindahkan dengan hati-hati pada media kultur

dengan posisi bagian batang bibit diletakkan pada bagian tepi cawan petri yang

telah dilubangi.

Gambar 3. Skematis teknis pembuatan kultur spora tunggal

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(16)

Selanjutnya cawan petri ditutup dan diberi perekat (selotip) pada

sisi-sisinya. Kemudian kultur diberi label yang memuat data tentang tanggal pembuatan

kultur, nomor petak asal kultur (menunjukkan titik lokasi di lapangan), jenis spora

yang diinokulasi , dan pembuat kultur. Selanjutnya cawan petri kultur dibungkus

dengan alumunium foil untuk mengurangi pengaruh langsung cahaya terhadap

media kultur. Cawan petri kultur kemudian diletakkan dalam bak plastik kecil yang

berfungsi sebagai tempat air dan larutan hara bagi kultur. Pemberian air dilakukan

sesuai dengan kebutuhan tanaman, sedangkan pemberian larutan hara Hyponex

merah (25-5-20) dilakukan 1 x 1 minggu dengan konsentrasi 1 gr l-1.

Untuk mempertahankan tingkat salinitas media tumbuh spora-spora CMA

seperti pada kultur sebelumnya maka dilakukan pemberian larutan NaCl dengan

konsentrasi 5.000 ppm dan frekuensi pemberian 1 x 1 minggu. Dengan demikian

diharapkan kondisi lingkungan tumbuh CMA tidak jauh berbeda dengan ekosistem

asalnya. Penetapan konsentrasi NaCl yang diberikan didasarkan pada konsentrasi

NaCl yang terdapat pada tingkat salinitas tanah tertinggi.

Kultur spora tunggal ini dipelihara selama 6 bulan tergantung sporulasi

yang terjadi. Untuk mengetahui perkembangan proses sporulasi maka kultur-kultur

diamati setiap dua minggu yang dimulai pada awal bulan kedua setelah pembuatan

kultur. Apabila spora yang terbentuk sudah cukup banyak maka dilakukan

sub-kultur sehingga diperoleh sub-kultur yang cukup untuk tahapan berikutnya.

D. Perbanyakan Kultur CMA Perbanyakan Tahap I

Kultur spora tunggal yang telah menghasilkan spora cukup baik langsung

di-sub-kulturkan untuk memperbanyak jumlah spora yang terbentuk. Teknik sub-kultur

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(17)

dilakukan dengan sistem pot kultur terbuka. Tahapan selengkapnya adalah sebagai

berikut: pertama, cawan petri dari kultur spora tunggal terpilih dibongkar secara

hati-hati untuk mengutangi kerusakan hifa-hifa CMA. Kemudian seluruh media kultur

(berisikan spora, potongan hifa dan potongan akar terkolonisasi) dibagi menjadi tiga

bagian sebagai inokulum, sehingga dari satu cawan petri kultur diperoleh tiga put

sub-kultur baru.

Gambar 4. Skematis teknis perbanyakan CMA hasil kultur spora tunggal

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(18)

Sebelum dilakukan penanaman semua pot kultur (volume 200 gram) diisi

dengan batuan zeolit yang telah steril dan dijenuhi dengan larutan NaCl (5.000

ppm). Selanjutnya dibuat dibuat lubang tanam dan pada setiap lubang tanam diisi

dengan inokulum yang telah disiapkan. Kemudian dilakukan penanaman P javanica

sebagai tanaman inang dimana setiap pot kultur ditanami dua tanaman inang.

Pada setiap pot kultur dilengkapi dengan label yang berisikan data tentang tanggal

pembuatan kultur dan nomor petak asal kultur serta jenis spora yang dikulturkan.

Kultur-kultur ini dipelihara dalam rumah kaca dan selama kegiatan

pemeliharaan dilakukan penyiraman dan pemberian larutan hara Hyponex merah

(25-5-20) dengan dosis 1 gr.l-1 sebanyak 20 ml per pot setiap minggu. Di samping

itu dilakukan pemberian larutan NaCl setiap minggu dengan konsentrasi 5.000 ppm

sebagai upaya untuk mempertahankan kondisi salinitas media tanam.

Setelah kultur berumur tiga bulan sejak inokulasi dilakukan pengecekan

untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dari spora-spora CMA tersebut.

Pengecekan kultur dilakukan secara periodik dengan interval waktu 7 hari. Setelah

perkembangan kultur cukup baik dilakukan pengeringan kultur dengan tidak

melakukan penyiraman untuk merangsang pembentukan spora yang lebih banyak

(Hernandez et al., 1986 ; Pacioni, 1986). Selanjutnya dilakukan pemanenan

terhadap pot-pot kultur yang menghasilkan spora CMA dengan kepadatan yang

cukup tinggi, yaitu berkisar antara 70-100 spora per 30 gram kultur. Hasil panen

akan digunakan sebagai inokulan untuk kegiatan perbanyakan tahap berikutnya.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(19)

Perbanyakan Tahap II

Langkah-langkah perbanyakan tahap II ini sama dengan kegiatan

perbanyakan tahap I. Perbanyakan tahap II ini hanya bertujuan untuk meningkatkan

kuantitas kultur terpilih sehingga diperoleh jumlah kultur yang cukup untuk pengujian

efektivitasnya.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(20)

KOLEKSI ISOLAT CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

ASAL HUTAN PANTAI

Kultur Trapping

Dari kegiatan pemerangkapan (trapping) ini diperoleh hasil bahwa

pemberian asam humik (Humega TM) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

inang dan sporulasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Pada Gambar 5 tampak

bahwa pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan P. javanicum

dibandingkan dengan tanpa pemberian asam humik. Besarnya peningkatan

pertumbuhan berkisar antara 75,4% pada tingkat salinitas 10,2 mmho/cm sampai

105,9% pada tingkat salinitas 5,3 mmho/cm.

7.1 18.8

16.7

24.5 26.5 24.8 30.2 23.7 30.8 31.1 12.4 32.7 32.9 44.5 40.3 38.2 39.8 48.8 42.5 51.2 0 10 20 30 40 50 60

10.2 9.7 8.1 7.8 6.2 6.1 5.9 5.3 5.9 6.2

Salinitas tanah (mmho/cm)

Berat Kering Tanaman (gram)

As Humik (-) As Humik (+)

Gambar 5. Respon pertumbuhan P. Javanicum terhadap pemberian asam humik pada beberapa tingkat salinitas tanah

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(21)

Untuk varaibel jumlah spora, pemberian asam humik mampu meningkatkan

jumlah spora yang terbentuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7.

Besarnya peningkatan produksi spora berkisar antara 156,25% yang terjadi pada

tingkat salinitas 9,7 mmho/cm sampai 261,54% yang terjadi pada tingkat salinitas

tanah 6,1 mmho/cm.

22 27 24 25 26 29 24 24 27 31 5 6

7 6 8 8 8 7

10 12 0 5 10 15 20 25 30 35

10.2 9.7 8.1 7.8 6.2 6.1 5.9 5.3 5.9 6.2

Salinitas Tanah (mmho/cm)

Jumlah Spor

a

(per

30 gr

am sampel)

As Humik (+) As Humik (-)

Gambar 6. Total jumlah spora yang dihasilkan sebagai respon terhadap pemberian asam humik pada beberapa tingkat salinitas tanah yang berbeda

Bila kita cermati Gambar 7 tampak bahwa besarnya peningkatan jumlah

spora yang dihasilkan pada semua tingkat salinitas tanah didominasi oleh CMA dari

jenis Acaulospora spp. Jumlah spora Acaulospora spp. jauh melebihi spora dari

jenis Glomus spp. dan Gigaspora spp. Akan tetapi dibandingkan dengan Gigaspora

spp. jumlah spora Glomus spp. masih jauh lebih banyak.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(22)

0 5 10 15 20 25

10.2 9.7 8.1 7.8 6.2 6.1 5.9 5.3 5.9 6.2

Salinitas Tanah (mmho/cm)

Jumlah Spora

(per 30 gram sampe

l

H0-Gl H1-Gl H0-Ac H1-Ac H0-Gi H1-Gi

Gambar 7. Jumlah spora setiap jenis CMA yang dihasilkan sebagai respon terhadap pemberian asam humik pada beberapa tingkat salinitas tanah. (H0 = As Humik (-), H1 = As Humik (+), Gl =

Glomus, Ac = Acaulospora, Gi = Gigaspora)

Tabel 1. Perubahan salinitas media tumbuh selama pemeliharaan kultur

Tingkat salinitas media tumbuh (mmho/cm)

Pengukuran contoh tanah jalur A Awal

(rerata dari 5 jalur

pengamatan Awal

Akhir (dengan as. humik)

Akhir (tanpa as. Humik)

10,2 9,1 8,1 7,8 6,2 6,1 5,9 5,3 5,9 6,2 10,8 10,0 7,5 6,5 5,5 6,2 7,2 5,0 6,8 9,0 9,7 9,2 5,0 5,0 4,5 4,8 5,0 4,5 4,8 6,5 9,3 9,1 5,8 5,2 4,0 4,2 5,1 4,7 4,3 6,1

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(23)

Kultur Spora Tunggal

Spora-spora yang digunakan untuk kultur spora tunggal diambil dari kultur

trapping dengan perlakuan pemberian asam humik. Jumlah kultur spora tunggal

keseluruhan adalah 683 kultur dari 3 genus CMA, yaitu Glomus (terdiri dari Glomus

sp.-2, Glomus sp.-3, Glomus sp.-5, Glomus sp.-6, dan Glomus sp.-7), Acaulospora

(terdiri dari Acaulospora sp.-1, Acaulospora sp.-2 dan Acaulospora sp.-3) dan

Gigaspora (Gigaspora sp.) seperti yang tampak pada Gambar 8.

Dari ketiga genus spora CMA tersebut, spora-spora Glomus adalah yang

paling cepat berkecambah, diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora. Umur

berkecambah masing-masing secara berurutan adalah 28-35 hari, 42-49 hari dan

70-79 hari setelah inokulasi, seperti yang disajikan pada Tabel 2. Perbedaan umur

mulai berkecambah ini mungkin berhubungan dengan adanya sifat dormansi yang

berbeda dari setiap genus CMA.

Tabel 2. Waktu (hari setelah inokulasi) spora mulai berkecambah dan pembentukan spora baru

Waktu (hari setelah inokulasi) Genus CMA

Perkecambahan spore Pembentukan spora baru

Glomus Acaulospora

Gigaspora

28-35 70-77 42-49

42-49 77-84 56-63

Pada Tabel 10 juga dapat dilihat umur mulai terbentuknya spora-spora

baru sejak diinokulasikan pada akar tanaman inang. Tampak bahwa pola umur

pembentukan spora-spora baru dari masing-masing genus CMA sama dengan umur

spora-spora mulai berkecambah. Glomus membentuk spora paling cepat (42-49

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(24)

hari setelah inokulasi) dibandingkan dua genus lainnya. Sedangkan Acaulospora

baru membentuk spora 77-84 hari setelah inokulasi.

1 2

4

3

5 6

7 8 9

Gambar 8. Jenis spora CMA yang digunakan untuk pembuatan kultur spora tunggal, yaitu Glomus sp.-2 (1), Glomus sp.-3 (2), Glomus sp.-5 (3), Glomus sp.-6 (4), Glomus sp.-7 (5), Acaulospora sp.-1 (6),

Acaulospora sp-2 (7 dan 8), dan Gigaspora sp. (9). Preparasi spora dengan pewarnaan Melzer’s. (Perbesaran 100x)

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(25)

Spora-spora Acaulospora tumbuh dari sporiferous saccule yang berwarna

hyaline (Gambar 9). Pada waktu muda spora Acaulospora berwarna hyaline dan

akan berwarna coklat tua kemerahan setelah matang. Spora-spora yang terbentuk

tersebar di dalam substrat atau media tanam.

sd

sd

ss

h

sm

bs

sd

h

A

B

C

D

ac

Gambar 9. Spora-spora yang berkembang dalam kultur spora tunggal dengan teknik PDOC dari jenis Glomus (A), Acaulospora (B dan C) dan

Gigaspora (D): sd = spora dewasa, h = hifa, sm = spora muda, ss = sporiferous saccule, bs = bulbous suspensor, ac = auxiliary cell. (Perbesaran 100 X)

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(26)

Spora-spora Glomus terbentuk pada hifa-hifa eksternal di dekat perakaran.

Biasanya spora Glomus muda berwarna hyaline dan pada waktu matang menjadi

berwarna putih atau kuning kecoklatan. Sementara spora-spora Gigaspora

terbentuk pada ujung-ujung hifa eksternal dan membentuk bulbous suspensor.

Ukuran spora Gigaspora relatif besar jika dibandingkan dengan spora Glomus dan

Acaulospora.

Sampai kultur berumur 180 hari setelah inokulasi hanya 15,8% atau

108 kultur dari 683 kultur spora tunggal yang berkecambah dan membentuk

spora-spora baru. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3..

Perbanyakan Kultur

Dari 108 cawan petri kultur spora tunggal yang berkecambah dan

membentuk spora baru hanya 28 kultur yang memenuhi kriteria untuk diperbanyak

pada tahap pertama. Kriteria yang digunakan dalam memilih kultur adalah

kepadatan spora minimal 30 spora untuk satu cawan kultur. Hasil perbanyakan

pada tahap pertama ini selanjutnya digunakan sebagai inokulum untuk perbanyakan

tahap kedua, dimana hanya 16 dari 28 kultur yang diperbanyak pada tahap kedua

ini. Kultur-kultur yang tidak memenuhi kriteria selanjutnya dipelihara sebagai koleksi

isolat. Kultur-kultur yang diperbanyak selengkapnya disajikan pada Tabel 4 berikut.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(27)

Tabel 3. Kultur-kultur spora tunggal yang berkecambah dan membentuk spora-spora baru sampai pada umur 180 hari setelah inokulasi

No Jenis spora CMA Kultur yang berkecambah dan bersporulasi

1 Glomus sp.-2 B11* ; B12* ; B14* ; B16* ; B17* ; B73 ; B74 ; B75 ; C52 ; C37* ; C54* ; C57* ; C58 ; D25 ; D34 ; D102

2 Glomus sp.-3 A41 ; B34* ; B54 ; B57

3 Glomus sp.-5 B18* ; B19 ; C102 ; C105* ; C108

4 Glomus sp.-6 B78 ; B103 ; E61 ; E78

5 Glomus sp.-7 D41 ; D63 ; D94 ; D96

6 Acaulospora sp.-1

A42* ; A43* ; A45 ; A48 ; A82 ; A85 ; A91 ; A92 ; B43 ;

B55* ; B58 ; B59 ; C31* ; C43 ; C44 ; C52 ; C55 ; C57* ; D24 ; D35* ; D38* ; E23* ; E75 ; E78

7 Acaulospora sp.-2 A93 ; A95 ; A97 ; A99 ; B26 ; B27 ; B73* ; B92 ; B104 ; C73 ; C81 ; C87 ; D63 ; D82 ; D102 ; E64* ; E103

8 Acaulospora sp.-3 A51 ; A56 ; A910 ; A103 ; B61 ; B74 ; B75 ; B78 ; C93 ; C95 ; C96 ;C103 ; C104 ; D51 ; D56 ; D57

9 Gigaspora sp B13 ; B22 ; B23* ; B24* ; B28 ; ; B56 ; B62 ; B81 ; C84 ; D23* ; D25* ; D47 ; D48 ; D53* ; D91* ; D102 ; E94

Keterangan : Nomor kultur yang dicetak tebal dan bertanda (*) menunjukkan kultur yang bersporulasi. B11 = spora berasal dari jalur B pada petak nomor 1 dan kultur nomor 1.

Pada akhir kegiatan diperoleh tiga isolat yang berhasil diperbanyak. Ketiga

isolat tersebut adalah Glomus sp.-2, Acaulospora sp.-1 dan Gigaspora sp. Dilihat

dari kode-kode kultur spora tunggal yang berhasil diperbanyak tampak bahwa ketiga

isolat yang diperoleh berasal dari petak ukur yang cukup menyebar, mulai dari petak

ukur 1 sampai petak ukur 10. Isolat Glomus sp.-2 (pot kultur B11 ; B14 ; B17 ; C37 ;

C54 ; D102) berasal dari petak 1, 3, 5, dan 10. Isolat Acaulospora sp-1 ( pot kultur

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(28)

Tabel 4. Kultur-kultur yang diperbanyak sampai tahap kedua

Kultur yang diperbanyak No Jenis spora CMA

Tahap I Tahap II

1 Glomus sp.-2 B11 ; B12 ; B14 ; B16 ; B17 ; C37 ; C54 ; C57 ; D102

B11 ; B14 ; B17 ; C37 ; C54 ; D102

2 Glomus sp.-3 B34 ---

3 Glomus sp.-5 B18 ; C105 ---

4 Glomus sp.-6 --- ---

5 Glomus sp.-7 --- ---

6 Acaulospora sp.-1 A42 ; A43 ; B55 ; C31 ; C57 ; D35 ; D38 ; E23

A43 ; B55 ; C57 ; D35 ; E23

7 Acaulospora sp.-2 C73 ; E64 ; ---

8 Acaulospora sp.-3 --- ---

9 Gigaspora sp. B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53 ; D91

B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53

A43 ; B55 ; C57 ; D35 ; E23) berasal dari petak 2 ; 3 ; 4 dan 5 sementara isolat

Gigaspora sp. (pot kultur B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53) berasal dari petak 2 dan 5.

Ini berarti bahwa isolat-isolat tersebut adalah isolat yang mampu berkembang pada

konsentrasi NaCl 5.000 ppm meskipun berasal dari petak-petak ukur dengan

konsentrasi NaCl yang beragam (3440,63 - 6509,06 ppm). Pada Gambar 10

ditampilkan gambar ketiga isolat yang berhasil dikulturkan.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(29)

A-1

B-1 B-2

A-2

C-1 C-2

Gambar 10. Tiga jenis spora hasil seleksi dan perbanyakan, yaitu Glomus

sp.-2 (A-1 dan A-2), Acaulospora sp.-1 (B-1 dan B-2) dan

Gigaspora sp. (C-1 dan C-2).

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(30)

ULASAN

Kultur Trapping

Pemberian asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan P. javanica

dengan peningkatan berkisar antara 75,4% – 105,9%. Terjadinya perbedaan respon

pertumbuhan ini berhubungan dengan pengaruh asam humik terhadap peningkatan

penyerapan hara, baik hara makro maupun mikro. Tan (1978) menyatakan bahwa

senyawa humik dapat mempengaruhi penyerapan unsur hara melalui pengaruhnya

terhadap laju pelepasan unsur hara dari komponen tanah. Pemberian senyawa

humik dapat meningkatkan sintesis protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan

laju fotosintesis, dan mempengarhui aktivitas enzim (Chen dan Aviad, 1990; Ayuso

et al., 1996). Semua ini akan meningkatkan pertumbuhan tajuk, berat kering tajuk

dan akar, jumlah akar-akar lateral dan dapat mempengaruhi inisiasi akar-akar baru.

Di samping itu senyawa humik juga mempengaruhi kelarutan hara mikro

dari bentuk-bentuk anorganik, terutama Fe, Zn dan Mn. Sebelumnya MacCarthy et

al. (1990), telah melaporkan bahwa senyawa humik tidak hanya meningkatkan

kelarutan Fe dalam larutan tanah, tetapi juga mempengaruhi translokasi Fe dari akar

ke tajuk. Diketahui bahwa Fe adalah unsur yang berperan penting untuk mencegah

klorosis (Chen dan Stevenson, 1986) dan pembentukan klorofil (Marschner, 1995)

yang sangat penting bagi proses fotosintesis. Fotosintesis yang berlangsung

dengan baik pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lulakis dan Petsas (1995) menegaskan

bahwa mekanisme utama dari pengaruh senyawa humik terhadap peningkatan

pertumbuhan tanaman adalah melalui peningkatan penyerapan hara makro dan

mikro, baik melalui proses metabolik (aktif) maupun non-metabolik (pasif).

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(31)

Pada kultur-kultur trapping yang tanpa pemberian asam humik berat kering

tanaman berkisar antara 7,1-31,1 gram per tanaman, sedangkan dengan pemberian

asam humik berkisar antara 12,4-51,2 gram per tanaman. Rendahnya pertumbuhan

P. javanica pada kultur tanpa pemberian asam humik mungkin disebabkan dua hal,

yaitu tanaman mengalami kekurangan hara dan keracunan unsur mikro terutama Cl

dan Na yang berasal dari contoh tanah dalam konsentrasi yang tinggi. Pada kultur

dengan pemberian asam humik yang terjadi justeru sebaliknya dimana ketersediaan

hara menjadi lebih baik dengan meningkatnya kapasitas tukar kation (MacCarthy et

al., 1990a) dan penyerapan Na dapat ditekan (Chen dan Aviad, 1990).

Peningkatan serapan hara oleh tanaman berhubungan dengan perubahan

permeabilitas membran sel akar tanaman. Chen dan Schnitzer (1978) menyatakan

bahwa senyawa humik dapat meningkatkan permeabilitas membran sel yang pada

akhirnya dapat meningkatkan penyerapan hara. Bentuk hubungan antara senyawa

humik dengan permeabilitas membran sel ini belum jelas. Chen dan Schnitzer

(1978) menduga hal ini berkaitan dengan aktivitas permukaan senyawa humik yang

dihasilkan dari adanya tapak yang hidrofilik dan hidrofobik. Dengan demikian

senyawa humik dapat berinteraksi dengan struktur fosfolipid dari membran sel dan

berperan sebagai pembawa unsur hara bagi tanaman.

Dalam hubungannya dengan tingkat salinitas tanah, tampak bahwa

penurunan tingkat salinitas tanah menyebabkan terjadinya peningkatan

pertumbuhan tanaman. Seperti diketahui bahwa salinitas tanah yang tinggi, salah

satunya ditentukan oleh konsentrasi NaCl, akan memberikan dampak negatif bagi

pertumbuhan tanaman. Salinitas yang tinggi menyebabkan terjadinya beberapa

perubahan, antara lain jumlah dan ukuran stomata, penghambatan diferensiasi dan

menekan pertumbuhan tanaman (Poljakoff-Mayber dan Gale, 1975). Seiring dengan

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(32)

adanya penurunan tingkat salinitas tanah maka pertumbuhan tanaman pun menjadi

semakin baik.

Di samping itu dengan pemberian asam humik akan makin mengurangi

dampak negatif dari tingginya tingkat salinitas tanah. Dengan kapasitas tukar kation

yang tinggi, asam humik dapat membentuk suatu kompleks dengan ion-ion yang

bersifat toksik, terutama ion-ion logam, sehingga memberikan suasana rizosfir yang

kondusif bagi pertumbuhan tanaman. MacCarthy et al. (1990) menyatakan bahwa

adanya senyawa humik dapat menekan penyerapan Na oleh perakaran tanaman.

Sedangkan Badura (1965) menyatakan bahwa dengan kapasitas tukar kation yang

tinggi asam humik dapat mempengaruhi konsentrasi dan ketersediaan garam-garam

dalam tanah.

Untuk varaibel jumlah spora, pemberian asam humik ternyata mampu

meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Banyaknya jumlah spora yang

terbentuk ini tidak terlepas dari respon pertumbuhan tanaman inang yang lebih baik

dengan pemberian asam humik. Pada kondisi yang demikian proses-proses

metabolisme tanaman, seperti fotosintesisi, akan berlangsung secara maksimal

sehingga fotosintat yang dihasilkan menjamin proses pertumbuhan tanaman dan

kelangsungan simbiosis antara tanaman dan mikoriza. Dengan terjaminnya suplai

karbon dari tanaman bagi perkembangan mikoriza maka sporulasi juga akan

berlangsung dengan baik. Sebaliknya perkembangan mikoriza yang baik ini akan

menjamin suplai air dan hara bagi pertumbuhan tanaman.

Peranan asam humik dalam meningkatkan jumlah spora CMA yang

dihasilkan dalam kultur ini diperkuat oleh hasil analisa salinitas media pertumbuhan

pada akhir penelitian. Perubahan salinitas media selama pemeliharaan kultur pada

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(33)

kedua perlakuan (dengan dan tanpa pemberian asam humik) hanya berkisar antara

13,89-20,00%.

Selain daripada itu pemberian asam humik ini dapat mempengaruhi

pembentukan akar-akar baru dan meningkatkan permeabilitas membran akar (http :

//www.horizonag.com). Banyaknya akar-akar yang baru dengan permeabilitas

membran yang tinggi akan menguntungkan bagi proses kolonisasi akar oleh

mikoriza. Seperti diketahui bahwa kolonisasi mikoriza umumnya terjadi pada

akar-akar muda (Sieverding, 1991) dan proses kolonisasi akan lebih mudah terjadi pada

akar-akar dengan permeabilitas membran yang tinggi (Cooper, 1984).

Dengan demikian jika pada satu sisi kolonisasi sudah terbentuk dengan

baik dan pada sisi lain pertumbuhan tanaman juga baik, maka akan terjadi simbiosis

yang mutualistik bagi perkembangan tanaman dan mikoriza. Salah satu ukuran

perkembangan mikoriza yang lebih baik dengan pemberian asam humik ini adalah

peningkatan jumlah spora yang terbentuk.

Respon pertumbuhan dan perkembangan setiap jenis CMA terhadap

pemberian asam humik ini adalah variatif. Pembentuk spora Acaulospora akibat

pemberian asam humik jauh melebihi peningkatan spora dari jenis Glomus dan

Gigaspora. Hal ini sangat menarik karena beberapa studi melaporkan bahwa

Glomus spp. adalah jenis CMA yang paling banyak ditemukan pada tanah-tanah

salin (Allen dan Cunningham, 1983; Pond et al., 1984; Ho,1987). Apakah

Acaulospora lebih respon terhadap pemberian asam humik dibandingkan dengan

Glomus. Tentu saja ini suatu yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Akan tetapi

dibandingkan dengan Gigaspora jumlah spora Glomus masih jauh lebih banyak.

Dilihat dari sudut hubungan antara salinitas tanah dengan asam humik

terhadap jumlah spora yang dihasilkan, tampak bahwa pada semua tingkat salinitas

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(34)

jumlah spora yang terbentuk dengan pemberian asam humik jauh lebih banyak

dibandingkan tanpa pemberian asam humik. Beberapa fungsi penting dari asam

humik antara lain adalah: dapat mempengaruhi konsentrasi dan ketersediaan

garam-garam dalam tanah (Badura, 1965) dan mempertahankan pH tanah (Lee dan

Bartlett, 1976). Selain itu senyawa humik bersifat amfoter, yaitu mempunyai kisi

positif dan kisi negatif (Huang dan Schnitzer, 1997) sehingga akan mengikat

senyawa-senyawa atau unsur-unsur yang tidak atau belum diperlukan tanaman.

Dengan demikian maka sifat-sifat tanah dapat dipertahankan sebagaimana halnya

kondisi di lapangan. Hal ini memberikan keuntungan bagi perkembangan mikoriza

indogen.

Kultur Spora Tunggal dan Perbanyakan Kultur

Teknik pembuatan kultur spora tunggal dengan metoda PDOC memberikan

peluang untuk dapat mempelajari pola perkembangan dan kolonisasi hifa-hifa CMA.

Menurut Mansur (2000) dengan metoda PDOC tahap awal dari perkembangan

simbiosis CMA dengan tanaman dapat dipelajari. Di samping itu perkecambahan

spora, perkembangan hifa eksternal dan tahapan perkembangan spora (spore

ontogeny) sampai menjadi spora matang akan lebih mudah diamati.

Dari keseluruhan kultur spora tunggal yang berasal dari 3 genus diketahui

bahwa Glomus lebih cepat berkecambah (masa dormansinya lebih pendek)

dibandingkan Gigaspora dan Acaulospora. Alasan untuk terjadinya perbedaan umur

berkecambah dari setiap genus CMA ini berhubungan dengan adanya dormansi

yang terjadi pada spora-spora CMA (Tommerup, 1983; Gazey et al., 1993).

Tommerup (1983) mendapatkan bahwa spora-spora dari isolat CMA Acaulospora

laevis, Scutellospora calospora, Glomus caledonium, dan glomus monosporum

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(35)

telah mempunyai sifat dorman secara genetik. Selanjutnya, panjang periode

dormansi akan bervariasi antara isolat-isolat CMA. Menurut Ocampo et al. (1986)

perbedaan waktu berkecambah spora dari setiap jenis CMA berhubungan dengan

faktor intrinsik dari jenis itu sendiri.

Secara umum Glomus lebih cepat berkecambah dibandingkan Gigaspora

dan Acaulospora. Hasil ini sejalan dengan Clark (1997) yang mempelajari

perkecambahan dari 5 jenis Glomus, 4 jenis Scutellospora dan 4 jenis Gigaspora,

dimana rata-rata waktu perkecambahan spora Glomus, Scutellospora dan

Gigaspora secara berurutan adalah 6 minggu, 14 minggu dan 21 minggu. Apakah

kecepatan berkecambah spora CMA juga ditentukan oleh kecepatan proses hidrasi

yang merupakan tahap awal dari proses perkecambahan (Tommerup, 1984) dan

ukuran spora? Secara hipotetis spora-spora Glomus yang berukuran lebih kecil dari

genus-genus lainnya akan mempunyai fase hidrasi yang lebih cepat sehingga

aktivitas enzim-enzim yang berhubungan dengan perkecambahan akan berlangsung

llebih awal. Pada akhirnya proses perkecambahan juga akan terjadi lebih awal dari

genus lainnya.

Dalam studi ini spora langsung diinokulasikan pad akar tanaman inang

tanpa diinkubasi atau dikecambahkan terlebih dahulu. Ini mungkin menjadi alasan

lain untuk lamanya waktu perkecambahan spora. Suhu dan kelembaban adalah

faktor lingkungan paling penting untuk perkecambahan spora CMA (Daniels dan

Trappe, 1980; Smith dan Read, 1997). Lebih lanjut Haugan dan Smith (1992) dalam

Mansur (2000) yang bekerja dengan Glomus intraradices yang merupakan isolat dari

tropis menyatakan bahwa perkecambahan akan lebih cepat dengan persentase

yang lebih tinggi jika spora-spora diinkubasi pada 30 0C. Berarti perkecambahan

spora akan lebih lama dengan persentase yang rendah pada kondisi lingkungan

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(36)

kultur yang tidak terkendali. Mansur (2000) melaporkan bahwa perkecambahan

Glomus manihotis BEG112, Gigaspora rosea BEG111 dan Scutellospora

heterogama BEG40 yang diinokulasikan langsung pada akar tanaman akan lebih

lama dibandingkan jika spora-spora tersebut diinkubasi terlebih dahulu pada 30 0C.

Untuk pembentukan spora-spora baru dari setiap genus CMA tampaknya

mempunyai pola yang sama dengan perkecambahan spora. Spora-spora yang

telah berkecambah masih dipengaruhi oleh kecocokan dengan eksudat tanaman

untuk dapat mengkolonisasi akar sampai akhirnya nanti membentuk spora-spora

baru (Ocampo et al., 1986). Dalam penelitian ini pembentukan spora baru terjadi

lebih awal pada Glomus diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora. Perbedaan waktu

pembentukan spora-spora baru ini mungkin berhubungan dengan terlambatnya

perkecambahan spora dan kolonisasi akar (Mansur, 2000). Akibatnya terjadi

kekurangan atau ketiadaan karbon (C) untuk perkembangan hifa eksternal dan

pembentukan spora.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan spora-spora baru

adalah tingkat ketersediaan hara dalam media tumbuh (kultur). Doud Jr. dan

Schenck (1990) menyatakan bahwa pembentukan spora CMA akan meningkat jika

ketersediaan hara dimanipulasi sehingga tercipta kondisi yang kondusif untuk

transpor bilateral P dari CMA ke inang dan C dari inang ke CMA. Rasio dan jumlah

N dan P dalam larutan hara yang dibutuhkan adalah bervariasi (Johnson, 1984).

Ketersediaan P yang rendah akan menjaga kolonisasi akar tetap tinggi dan

meningkatkan manfaat dari transfer P ke inang, sedangkan unsur-unsur lain yang

tinggi akan meningkatkan ketersediaan fotosintat yang penting untuk pembentukan

spora.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(37)

Setiap spesies CMA membutuhkan rasio dan jumlah hara yang berbeda

(Doud Jr. dan Schenck, 1990). Glomus intraradices Schenck dan Smith

(INVAM-208) akan menghasilkan spora lebih banyak jika hanya diberi air daripada perlakuan

lainnya. Sementara Glomus clarum (INVAM-204) lebih cocok dalam larutan

Hoagland tanpa P daripada perlakuan lainnya. Perbedaan ini mungkin disebabkan

oleh kebiasaan (habit) dari suatu jenis CMA saat pembentukan spora pada akar.

Dalam penelitian ini semua kultur mendapatkan larutan hara dalam rasio

dan jumlah yang sama. Hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya jumlah kultur

spora tunggal yang berhasil membentuk spora-spora baru. Bahkan mungkin untuk

jenis CMA yang sudah membentuk spora, komposisi dan konsentrasi hara yang

diberikan belum merupakan komposisi dan konsentrasi terbaik bagi proses

pembentukan spora. Ini ditunjukkan dengan kepadatan spora yang masih relatif

rendah. Dengan demikian harus ada studi khusus untuk mendapatkan komposisi

dan konsentrasi larutan hara terbaik bagi perkembangan CMA, khususnya untuk

pembentukan spora-spora baru. Hal ini tidak saja bermanfaat dalam meningkat

produksi spora tetapi juga dapat meningkatkan jumlah jenis CMA yang mampu

membentuk spora dalam pembuatan kultur murni.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(38)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang

sehingga jumlah spora yang terbentuk juga akan meningkat.

2. Tipe spora Glomus mempunyai kecepatan berkecambah dan pembentukan

spora paling tinggi yang diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK dan Gazey C. 1994. An ecological view of the formation of VA mycorrhizas. Plant and Soil 159 : 69-78

Allen EB. dan Cunningham GL. 1983. Effects of vesicular-arbuscular mycorrhizae on Distichlis spicata under three salinity levels. New Phytol. 93 : 227-236.

Ayuso M, Hernandez T, garcia C, dan Pascual JA. 1996. Stimulation of barley growth and nutrient absorption by humic substances originating from various organic materials. Bioresource Technology 57 : 251-257

Badura L. 1965. On the mechanism of stimulating influence of Na-Humate upon the process of alcoholic fermentation and multiflication of yeasts. Acta. Soc. Bot. Pol. 34 : 287-328.

Brundrett MC. 1991. Mycorrhizal in natural ecosystems. Adv. Ecol. Res. 21 : 171-313

Brundrett MC, Melville L and Peterson L. 1994. Practical Methods in Mycorrhiza Research. Mycologue Publications. Ontario, Canada. 161 pp.

Brundrett MC dan Abbott LK. 1991. Roots of jarrah forest plants. I. Mycorrhizal associations of shrubs and herbaceous plants. Aust. J. Bot. 39 : 445-457

Chen Y dan Schnitzer M. 1978. The surface tension of aqueous solutions of soil humic substances. Soil Sci. 125 : 7-15.

Chen Y dan Aviad T. 1990. Effect of humic substances on plant growth. Di Dalam : maccarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR (Eds.). Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Hal. 161-186

Clark RB. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and hoast plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant and Soil 192 : 15-22

Cooper KM. 1984. Physiology of VA mycorrhizal associations. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 155-186

Daniels BA and Trappe JM. 1980. Factors affecting spore germination of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus epigaeus. Mycologi. 72 : 457-463.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(40)

Douds Jr. DD dan Schenck NC. 1990. Increased sporulation of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi by manipulation of nutrient regimens. Applied and Environmental Microbiology. Feb. : 413-418

Ferguson JJ dan Woodhead SH. 1991. Increase and maintenance of vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Di Dalam : Schenck NC. (Ed.). Methods and principles of mycorrhizal research. The American phytopathological Society (APS) Press. Hal. 47-54

Gazey C, Abbott LK dan Robson AD. 1993. VA mycorrhizal spores from three species of Acaulospora : germination, longevity and hyphal growth. Mycol. Res. 97 (7) : 785-790

Graham JH, Leonard RT dan Menge JA. 1982. Interaction of light intensity and soil temperature with phosphorous inhibition of vesicular-arbuscular mycorrhiza formation. New Phytol 91 : 683

Hayman DS. 1981. Praction aspect of vesicular-arbuscular mycorrhizae. Di Dalam : Rao NS (Ed.). Advances in agricultural mycrobiology. Oxford V.J.B.H. Publing. Nrew Delhi.

Harley JL dan Harley EL. 1987. A check list og\f mycorrhiza in the British flora. New Phytol. (Suppl). 105 : 1-102

Hernandez AP, El-Sharkawy, Sieverding E, dan Toro S. 1986. influence of water stress on growth and formation of VA mycorrhiza of 20 cassava cultivars. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 717-720

Ho I. 1987. Vesicular-arbuscular mycorrhizae of halophytic grasses in the Alvard Desert of Oregon. Northwest Sci. 61 : 148-151.

Huang PM dan Schnitzer M. 1997. Interaksi mineral tanah dengan organik alami dan mikroba. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. 920 hal.

Johnson CR. 1984. Phosphorus nutrition on mycorrhizal colonization, photosynthesis, growth and nutrient composition of Citrus aurantium. Plant Soil : 80 : 35-42

Johnson CR, Menge JA, Schwab S, dan Ting IP. 1982. Interaction of photoperiod and vesicular-arbuscular mycorrhizae on growth and metabolism of sweet orange. New Phytol 90 : 665

Kim CK and Weber DJ. 1985. Distribution of VA Mycorrhiza on Halophytes on Inland Salt Playas. Plant Soil. 83 : 207-214.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(41)

Koske RE. 1987. Distribution of VA mycorrhizal fungi along a latitudinal temperature gradient. Mycologia 79(1) : 55-68

Lee YS dan Bartlett RJ. 1976. Stimulating of plant growth by humic substances. Soil Sci. Soc. Am. J. 40 : 876-879.

Lulakis MD dan Petsas SI. 1995. Effect of humic substances from vine-canes mature compost an tomato seedling growth. Bioresource Technology 54 : 179-182

MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR. 1990. Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of agronomy, Inc. Soil Science Society of america, Inc. Madison, Wisconsin, USA. 281 hal.

Mansur I. 2000. Diversity of rhizobia nodulating the tree legumes Acacia mangium

and Paraserianthes falcataria and their interaction with arbuscular mycorrizal fungi in young seedling. PhD Dissertation, University of Kent at Canterbury, Kent, Inggris.

Marschner H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. Second Edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company, Publisher. London.

Menge JA. 1984. Inoculum production. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 187-203

Meyer FH. 1973. Distribution of ectomycorrhizae in native and man-made forest. Di Dalam : Mark GC dan Kozlawasky TT (Eds.). Ectomycorrhizae : their ecology and physiology. Academic Press. New York. Hal. 19-105

Ocampo JA, cardona FL dan El-Atrach F. 1986. Effect of root extracts of non host plants on VA mycorrhizal infection and spore germination. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 721-724

Pacioni G. 1986. Sporulation of the VAM fungi stimulated by water stress in natural conditions. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 713-716

Poljakoff-Mayber A dan Gale J. 1975. Plants in saline environments. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. New York. 213 p.

Pond EC, Menge JA dan Jarrell WM. 1984. Improved growth of tomato in silinized soil by vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi collected from salinie soils. Mycologia 76 : 74-84

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(42)

Ragupathy S and Mahadevan A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest. pp. 91-97. Di Dalam : Soerianegara and Supriyanto (Eds). Proceeding of second Asian Conference on Mycorrhiza. BIOTROP Special Publication. No. 42. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Hal. 91-97

Raschen I dan von Alten H. 1992. Examination of single spore culture of VA fungi by isoenzyme patterns after polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE). . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 398

Sieverding E. 1991. Vesicular-arbuscular mycorrhiza management in tropical agrosystems. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, Germany. 371 hal.

Smith SE and Read DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. pp. 32-79.

Tan KH. 1978. Effects of humic and fulvic acids on release of fixed potassium. Geoderma. 21 : 67-74.

Tommerup IC. 1983. Spore dormancy in vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 81 : 37-45

Tommerup IC. 1984. Effect of Soil Water Potential on Spore Germination by Vesicular-Arbuscular Fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 83 : 193-202.

Trouvelot A, Abdel-Fattah GM, Gianinazzi S, dan Gianinazzi-Pearson V. Differential effects of fungicides on VA fungal viability and efficiency. . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 404

Varma A dan Hock B. Mycorrhiza structure, function, molecular biology and biotechnology. 2nd Edition. Springer. 704 p

Vejsadova H. 1992. The influence of organic and inorganic fertilization on the development og indigenous VA fungi in roots of red clover. Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 406

Vilarino A, Arines J dan Schuepp H. 1992. Propagule production by VA fungi in red clover plants subjected to periodic removal of the aerial parts. . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 406

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(43)

Von Alten H dan Lindemann. 1992. Acceleration of VA mycorrhiza development by bacteria or fungicides. Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 407

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006


(1)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang sehingga jumlah spora yang terbentuk juga akan meningkat.

2. Tipe spora Glomus mempunyai kecepatan berkecambah dan pembentukan

spora paling tinggi yang diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK dan Gazey C. 1994. An ecological view of the formation of VA mycorrhizas. Plant and Soil 159 : 69-78

Allen EB. dan Cunningham GL. 1983. Effects of vesicular-arbuscular mycorrhizae on Distichlis spicata under three salinity levels. New Phytol. 93 : 227-236. Ayuso M, Hernandez T, garcia C, dan Pascual JA. 1996. Stimulation of barley

growth and nutrient absorption by humic substances originating from various organic materials. Bioresource Technology 57 : 251-257

Badura L. 1965. On the mechanism of stimulating influence of Na-Humate upon the process of alcoholic fermentation and multiflication of yeasts. Acta. Soc. Bot. Pol. 34 : 287-328.

Brundrett MC. 1991. Mycorrhizal in natural ecosystems. Adv. Ecol. Res. 21 : 171-313

Brundrett MC, Melville L and Peterson L. 1994. Practical Methods in Mycorrhiza Research. Mycologue Publications. Ontario, Canada. 161 pp.

Brundrett MC dan Abbott LK. 1991. Roots of jarrah forest plants. I. Mycorrhizal associations of shrubs and herbaceous plants. Aust. J. Bot. 39 : 445-457 Chen Y dan Schnitzer M. 1978. The surface tension of aqueous solutions of soil

humic substances. Soil Sci. 125 : 7-15.

Chen Y dan Aviad T. 1990. Effect of humic substances on plant growth. Di Dalam : maccarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR (Eds.). Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Hal. 161-186

Clark RB. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and hoast plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant and Soil 192 : 15-22

Cooper KM. 1984. Physiology of VA mycorrhizal associations. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 155-186

Daniels BA and Trappe JM. 1980. Factors affecting spore germination of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus epigaeus. Mycologi. 72 : 457-463.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006


(3)

Douds Jr. DD dan Schenck NC. 1990. Increased sporulation of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi by manipulation of nutrient regimens. Applied and Environmental Microbiology. Feb. : 413-418

Ferguson JJ dan Woodhead SH. 1991. Increase and maintenance of vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Di Dalam : Schenck NC. (Ed.). Methods and principles of mycorrhizal research. The American phytopathological Society (APS) Press. Hal. 47-54

Gazey C, Abbott LK dan Robson AD. 1993. VA mycorrhizal spores from three

species of Acaulospora : germination, longevity and hyphal growth.

Mycol. Res. 97 (7) : 785-790

Graham JH, Leonard RT dan Menge JA. 1982. Interaction of light intensity and soil temperature with phosphorous inhibition of vesicular-arbuscular mycorrhiza formation. New Phytol 91 : 683

Hayman DS. 1981. Praction aspect of vesicular-arbuscular mycorrhizae. Di Dalam : Rao NS (Ed.). Advances in agricultural mycrobiology. Oxford V.J.B.H. Publing. Nrew Delhi.

Harley JL dan Harley EL. 1987. A check list og\f mycorrhiza in the British flora. New Phytol. (Suppl). 105 : 1-102

Hernandez AP, El-Sharkawy, Sieverding E, dan Toro S. 1986. influence of water stress on growth and formation of VA mycorrhiza of 20 cassava cultivars. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and

genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens

Symposium on Mycorrhizae. Hal. 717-720

Ho I. 1987. Vesicular-arbuscular mycorrhizae of halophytic grasses in the Alvard Desert of Oregon. Northwest Sci. 61 : 148-151.

Huang PM dan Schnitzer M. 1997. Interaksi mineral tanah dengan organik alami dan mikroba. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. 920 hal.

Johnson CR. 1984. Phosphorus nutrition on mycorrhizal colonization,

photosynthesis, growth and nutrient composition of Citrus aurantium. Plant

Soil : 80 : 35-42

Johnson CR, Menge JA, Schwab S, dan Ting IP. 1982. Interaction of photoperiod and vesicular-arbuscular mycorrhizae on growth and metabolism of sweet orange. New Phytol 90 : 665

Kim CK and Weber DJ. 1985. Distribution of VA Mycorrhiza on Halophytes on Inland Salt Playas. Plant Soil. 83 : 207-214.

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006


(4)

Koske RE. 1987. Distribution of VA mycorrhizal fungi along a latitudinal temperature gradient. Mycologia 79(1) : 55-68

Lee YS dan Bartlett RJ. 1976. Stimulating of plant growth by humic substances. Soil Sci. Soc. Am. J. 40 : 876-879.

Lulakis MD dan Petsas SI. 1995. Effect of humic substances from vine-canes mature compost an tomato seedling growth. Bioresource Technology 54 : 179-182

MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR. 1990. Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of agronomy, Inc. Soil Science Society of america, Inc. Madison, Wisconsin, USA. 281 hal.

Mansur I. 2000. Diversity of rhizobia nodulating the tree legumes Acacia mangium and Paraserianthes falcataria and their interaction with arbuscular mycorrizal fungi in young seedling. PhD Dissertation, University of Kent at Canterbury, Kent, Inggris.

Marschner H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. Second Edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company, Publisher. London.

Menge JA. 1984. Inoculum production. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 187-203

Meyer FH. 1973. Distribution of ectomycorrhizae in native and man-made forest. Di Dalam : Mark GC dan Kozlawasky TT (Eds.). Ectomycorrhizae : their ecology and physiology. Academic Press. New York. Hal. 19-105

Ocampo JA, cardona FL dan El-Atrach F. 1986. Effect of root extracts of non host plants on VA mycorrhizal infection and spore germination. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical

aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on

Mycorrhizae. Hal. 721-724

Pacioni G. 1986. Sporulation of the VAM fungi stimulated by water stress in natural conditions. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 713-716

Poljakoff-Mayber A dan Gale J. 1975. Plants in saline environments. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. New York. 213 p.

Pond EC, Menge JA dan Jarrell WM. 1984. Improved growth of tomato in silinized soil by vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi collected from salinie soils. Mycologia 76 : 74-84

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006


(5)

Ragupathy S and Mahadevan A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest. pp. 91-97. Di Dalam : Soerianegara

and Supriyanto (Eds). Proceeding of second Asian Conference on

Mycorrhiza. BIOTROP Special Publication. No. 42. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Hal. 91-97

Raschen I dan von Alten H. 1992. Examination of single spore culture of VA fungi by isoenzyme patterns after polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE). . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 398 Sieverding E. 1991. Vesicular-arbuscular mycorrhiza management in tropical

agrosystems. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, Germany. 371 hal.

Smith SE and Read DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. pp. 32-79.

Tan KH. 1978. Effects of humic and fulvic acids on release of fixed potassium. Geoderma. 21 : 67-74.

Tommerup IC. 1983. Spore dormancy in vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 81 : 37-45

Tommerup IC. 1984. Effect of Soil Water Potential on Spore Germination by Vesicular-Arbuscular Fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 83 : 193-202.

Trouvelot A, Abdel-Fattah GM, Gianinazzi S, dan Gianinazzi-Pearson V. Differential effects of fungicides on VA fungal viability and efficiency. . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 404

Varma A dan Hock B. Mycorrhiza structure, function, molecular biology and biotechnology. 2nd Edition. Springer. 704 p

Vejsadova H. 1992. The influence of organic and inorganic fertilization on the development og indigenous VA fungi in roots of red clover. Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 406

Vilarino A, Arines J dan Schuepp H. 1992. Propagule production by VA fungi in red clover plants subjected to periodic removal of the aerial parts. . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 406

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006


(6)

Von Alten H dan Lindemann. 1992. Acceleration of VA mycorrhiza development by bacteria or fungicides. Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 407

Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006