PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Penerapan dari Pembuktian Terbalik pada Hukum Acara Perdata? PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM HUKUM ACARA PERDATA

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM HUKUM ACARA PERDATA Abstrak: Pembuktian merupakan tahap yang memiliki peran penting untuk menjatuhkan putusan. Arti pembuktian dalam perkara perdata ialah meyakinkan Hakim terhadap kebenaran atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa. Dalam hukum perdata, siapa yang mendalilkan, maka ia yang harus membuktikan actor incumbit probatio. Namun, pada perkara tertentu dapat diterapkan pembuktian terbalik. Pada dasarnya prinsip pembuktian terbalik menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggungjawab principle of liability principle, sampai tergugat dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Dalam prinsip pembuktian terbalik, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tak bersalah, dan konsumen tidak dapat sekehendak hati dalam hal mengajukan gugatan. Kata kunci: Pembuktian, Pembuktian Terbalik

A. PENDAHULUAN

Pembuktian menurut Prof. Sudikno bertujuan untuk memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa yang menjadi dasar gugatan atau bantahan. Pembuktian merupakan tahap yang memiliki peran penting untuk menjatuhkan putusan. 1 Proses pembuktian dalam proses persidangan dapat dikatakan sebagai sentral dari proses pemeriksaan di Pengadilan. Karena tahap pembuktian menentukan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Pembuktian menjadi central dimana dalil-dalil para pihak diuji melalui tahap pembuktian guna menemukan hukum yang akan diterapkan maupun ditemukan dalam suatu perkara tertentu. 2 1Asri Diamitri Lestari, “Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman”, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta Yogyakarta: Juli 2014 Hlm 3. 2 Ibid. 2 Berbeda dengan hukum pidana yang menggunakan sistem pembuktian materiil, maka proses perdata menganut pembuktian formil yang dalam prakteknya lebih sulit daripada pembuktian materiil. Dalam proses perdata beban pembuktian merupakan kewajiban penggugat. 3 Pada dasarnya, hukum acara perdata tidak mengatur secara jelas bagaimana pengertian pembuktian terbalik dan pelaksanaanya. Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang pembuktian terbalik dalam hukum acara perdata. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Penerapan dari Pembuktian Terbalik pada Hukum Acara Perdata? 2. Bagaimana Perbedaan Antara Pembuktian dengan Pembuktian Terbalik dalam Hukum Acara Perdata?

C. PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM HUKUM ACARA PERDATA

Salah satu ketentuan hukum acara di Indonesia yang mengatur mengenai hukum pembuktian adalah Pasal 163 HIR 283 RBg dan 1865 KUHPerdata yang pada asasnya menentukan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna menegakkan hak-haknya sendiri maupun membanntah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut asas actor incumbit pro batio. 4 Sebenarnya, perkembangan dunia hukum saat ini tidak lagi menjadikan ketentuan Pasal 163 HIR sebagai pedoman yang ketat. Rasa keadilan hakim saat ini mulai membawanya untuk menerapkan beban pembuktian yang lebih berat bagi pihak yang paling sedikit dirugikan. 5 Pedoman pembebanan pembuktian ini sebenarnya mirip dengan yang dianut oleh negara common law pada umumnya, 3Suhadibroto, “Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi”, Komisi Hukum Nasional, Jakarta: November 2005, hlm. 3. 4Sandra Dini Febri Aristya, “Pembuktian Perdata dalam Kasus Malpraktik di Yogyakarta”, Mimbar Hukum, November 2011, hlm. 190. 5 Ibid. 3 dimana asasnya berbunyi “he who asserts must prove” 6 . Asas ini menetapkan bahwa setiap penggugat yang mengajukan gugatanlah yang harus membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya. Dalam pembuktian terbalik, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi pembebanan pembuktian ada pada si tergugat. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 dan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dasar demikian dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. 7 Dalam hal perlindungan konsumen apabila suatu produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha cacat, maka konsumen cukup membuktikan bahwa produk yang dikonsumsinya memang cacat dan mengakibatkan kerugian. Sedangkan ada tidaknya kelalaian atau kesalahan dalam proses produksi barang dan jasa menjadi tanggung jawab pelaku usaha untuk membuktikan pembuktian terbalik. 8 Dalam hal perlindungan konsumen, pembuktian terbalik hanya dapat dilakukan pada penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur perdata. Sementara konsep pembuktian terbalik dalam penyelesaian melalui jalur pidana sebaiknya tidak dilakukan karena bertentangan dengan asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Pasal 8 UU No. 4 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 18 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 9

D. PERBEDAAN ANTARA PEMBUKTIAN DENGAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM HUKUM ACARA PERDATA