BAB 11 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Adat
Istilah Hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda, yaitu “Adat-Recht” yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dipakai dalam bukunya: “De
Atjehers” orang-orang Aceh. Istilah Adat-Recht ini kemudian dipakai pula oleh Van Vollenhoven yang menulis buku-bakupokok tentang Hukum Adat dalam 3 jilid yaitu: “Het Adat
Recht van Nedelandsch Indie” Hukum Adat Hindia-Belanda. Menurut Prof. Mr. Cornelis Van Vollenhoven, Hukum Adat adalah keseluruhan aturan
tingkah laku masyarakat yang berlaku yang mempunyai sanksi dan belum di kodifikasikan. Prof. Mr. B. Ter Haar Ben berpendapat bahwa Hukum Adat adalah keseluruhan peraturan
yang menjelma menjadi keputusan-keputusan dari kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Apabila penguasa menjathkan keputusan terhadapa si pelanggar maka adat istiadat
itu sudah merupakan hokum adat. Pendapat Ter Haar kemudian dikenal dengan Teori Keputusan.
2.2 Ciri-ciri Hukum Adat
Menurut Prof. Mahadi, S.H. dalam bukunya yang berjudul Uraian Singkat tentang Hukum Adat Sejak RR Tahun 1885, ciri-ciri hukum adat ada 4 yaitu:
1. Tidak tertulis, dan kalaupun ada yang tertulis tidak dibuat oleh badan pembetuk undang- undang Legislatif
2. Isinya bersifat Religiomagis dan Komunal 3. Kontan
4. Konkret
Van Vollenhoven memisahkan hukum adat yaitu yang tanpa akibat hukum dan hukum adat yaitu hukum adat yang mempunyai akibat hukum. Dengan demikian kita dapat dibedakan dua
ciri ciri hukum adat, yaitu : adat yang bersanksi dan yang tidak dikodifikasikan. Dalam kaitan ini, Soepomo membedakan antara sistem hukum adat dari sistem hukum barat Secara tersirat
ciri-ciri hukum adat di dalamnya dikatakan sebagai berikut :
1. Hukum barat mengenal zakelijke rechten “yaitu hak atas suatu barang yang berlaku terhadap setiap orang” dan persoonlijke rechten “yaitu hak yang bersifat perorangan
terhadap suatu objek”, sedangkan hukum adat tidak mengenal pembagian ke dalam dua jenis hak tersebut.
2. Hukum barat dibedakan antara publiek recht dan privaatrecht, sedangkan perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum adat.
Pelanggaran hukum dalam sistem hukum barat dibedakan menjadi yang bersifat pidana dan pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lapangan perdata sehingga masing-masing
sistem harus ditangani oleh hakim yang berbeda juga. Perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum adat, setiap pelanggaran hukum adat memerlukan pembetulan hukum dengan adat reaksi
yang ditetapkan oleh hakim kepala adat. Sistem hukum adat inilah yang berlaku di seluruh Nusantara sejak orang-orang Belanda
belum dan sesudah menapakkan kakinya di Nusantara. Sebagai suatu sistem, meskipun berbeda dengan sistem hukum barat sebagaimana perbedaannya antara lain diungkapkan oleh Soepomo
pada wacana di atas, hukum adat juga mempunyai aspek-aspek hukum perdata, pidana, tata negara, bahkan hukum internasional. Amier Sjariffudin mengatakan bahwa sebagai suatu sistem,
hukum adat mempunyai asas-asas yang sama, akan tetapi mempunyai perbedaan corak hukum yang bersifat lokal.
Menurut Vollenhoven, pada masa Verenigdc Oost-Indiesche Compagnie disingkat: V.O.C. yang didirikan di Negeri Belanda 20 Maret 1602 dengan hak oktroi, hubungan hukum dengan
orang-orang di Nusantara tetap menggunakan hukum adat.
2.3 Sumber Hukum Adat