Sahabat-sahabat setia, Vida, Fitri, Memei, Mpi, Hans, Eby, Tina, Maria, Natasha

DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta, RajaGrafindo Persada. Carey, James W. 1992. Communication as Culture: Essays on Media and Society. Newyork: Routledge. Couldry, Nick. 2005. Media Rituals; Beyond Functionalism., dalam MediaAnthropology. Editor: Eric W. Rothenbuhler dan Mihai Coman.Thousand Oaks: SAGE Publications Effendi, Onong Uchjana. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya James, P. Spradley. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Kencana Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran Little John, Stephen W, Theories Of Human Communication, Fifth Edition, Belmont, California: Wadsworth Peblishing Company, 1996 Marsden, William. Pengantar: John Bastin. 2008. Sejarah Sumatera. Jakarta: Komunitas Bambu McQuail, Denis. 2000. McQuail’s Mass Communication Theory. London, Thousand Oaks, New Delhi: SAGE Publications McQuail, Denis, dan Windahl, Sven. 1993. COMMUNICATION MODELS For the study of mass communications Second edition. London and New York: Longman. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy, 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya ………., 2005.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya ………..2007.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Rothenbuhler, Eric W. dan Mihai Coman. 2005. The Promise Of MediaAnthropology, dalam Media Anthropology. Editor. Eric W. Rothenbuhler, Eric W. 1998. Ritual Communication: From EverydayConversation to Mediated Ceremony. Thousand Oaks. SAGEPublications. Satori, Djam’an. 2012. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV. Alfabeta Tambunan, E.H. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Toba dan Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan. Bandung: Tarsito Sumber lain : www.elib.unikom.ac.id www.library.unisba.ac.id http:www.parmalim.com http:www.analisadaily.comnewnews http:pardedejabijabi.blogspot.com http:static.rnw.nlmigratiewww.ranes http:arifrohmansocialworker.blogspot http:budiawan-hutasoit.blogspot.com http:matarakyat.blogspot.com200901 Karya akademis : Tuahuns, Natasha. 2012. Komunikasi Ritual Ma’atenu Pakapita Dalam Pemanfaatan Media Tradisional Kapata Syair Dan Tarian Ma’atenu Tarian Perang Masyarakat Adat Negeri Pelauw. Skripsi. Bandung: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Komunitas Indonesia Octaviani, Chandra Dewi. 2012. Komunikasi Ritual Rendaman Suku Dayak Indramayu Di Kabupaten Indramayu.Skripsi. Bandung: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Komunitas Indonesia Okiawan, Mauludin Dwiyanda. 2012. Pemolaan Komunikasi Dalam Upavara Adat “Mapad Sri” di Masyarakat Desa Tugu Sliyeg Indramayu 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan ritual merupakan suatu kegiatan yang setiap tahunnya dilakukan oleh suatu Kelompok Masyarakat atau Komunitas tertentu, tetapi kegiatan ritual juga merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh orang-orang tertentu yang suka menyembah dan memuja penguasa gelap, hal ini dilakukan oleh orang- orang tersebut sebagai suatu bentuk komunikasi mereka dengan para penguasa gelap yang mereka puja atau sembah. Tetapi seperti yang diketahui bersama bukan hanya kegiatan ritual pemujaan penyembahan yang dilakukan oleh orang- orang tertentu yang suka menyembah penguasa gelap saja, tetapi juga ada kegiatan ritual yang dilakukan oleh orang-orang yang menetap di suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu. Kegiatan ritual yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau komunitas itu sebagai bentuk salah satu kegiatan ritual upacara adat, atau juga sebagai bentuk pengucapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang mereka dapat bisa juga sebagai bentuk pemujaan kepada para leluhur yang selalu menyertai mereka dalam melakukan kegiatan mereka sehari-hari. Indonesia memiliki beragam suku dan adat istiadat yang memiliki kegiatan ritual adat yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh para tua-tua adat di suatu wilayah atau daerah tertentu. Seharusnya kita sebagai orang Indonesia harus bisa berbangga hati karena di negara tercinta ini memilki begitu banyak beragam kebudayaan, kesenian, adat-istiadat, dan juga salah satunya adalah kegiatan ritual upacara adat. Kegiatan ritual upacara adat merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk berkomunikasi dengan para leluhur atau juga dengan Tuhan. Kegiatan ritual upacara adat juga bisa sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang didapat atau juga bisa sebagai suatu bentuk komunikasi dengan leluhur yang selalu menjaga mereka setiap hari. Komunikasi ritual upacara adat ini memang sangat penting bagi kelangsungan kelompok masyarakat tertentu atau komunitas sebagai wujud untuk mempertahankan tradisi mereka yang selalu dilakukan dan tradisi kegiatan ritual upacara adat tersebut juga masih dilakukan oleh beberapa daerah yang ada di Indonesia. Tentunya dalam melakukan kegiatan komunikasi ritual upacara adat tersebut yang biasanya dilakukan oleh suatu daerah tidak selalu menggunakan media tradisional. Media tradisional ini tentunya sangat diperlukan pada saat melakukan kegiatan komunikasi ritual upacara adat. Contoh media tradisional yang biasa digunakan pada ritual upacara adat lainnya seperti wayang, ludruk, ketoprak dan lain sebagainya. Tetapi upacara ritual yang dibahas disini menggunakan media trasendental yang merupakan sebuah alat yang selalu dianggap keramat dan suci apabila tanpa menggunakan media ini sebuah kegiatan komunikasi ritual upacara adat tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan upacara adat merupakan suatu kegiatan rutinitas atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh suatu komunitas tertentu atau juga suatu daerah wilayah tertentu. Kegiatan upacara adat dapat dilakukan dalam berbagai macam bentuk sesuai dengan adat istiadat daerah tertentu, ada yang berupa acara perkawinan, mensyukuri hasil panen dan lain-lain. Kegiatan upacara dilakukan dengan maksud sebagai suatu bentuk untuk mempertahankan tradisi adat istiadat yang ada di suatu daerah, yang merupakan bagian dari suatu bentuk dari kebudayaan yang harus dilestarikan, dan juga untuk meneruskan warisan dari nenek moyang yang sudah dilakukan dari sejak dulu. Seperti halnya di daerah-daerah terpencil, di Propinsi Sumatera Utara dimana daerah ini masih memiliki ajaran kepercayaan yang menurut mereka wajib dilakukan setiap tahunnya. Yaitu ajaran Parmalim Ugamo Malim memang tidak tercatat sebagai agama di Indonesia dan hanya diakui sebagai aliran kepercayaan di bawah naungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Namun hingga kini, kepercayaan yang dianut Sisingamaraja ini tetap terjaga di Tanah Batak, tepatnya di Desa Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Bahkan, penganutnya sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Kepercayaan ini, pimpinan disebut Ihutan Bolon. Sementara penganutnya disebut ras, dan orang yang mewakili penganut dari setiap daerah cabang disebut Ulupunguan. Awalnya, kepercayaan ini berkembang di Desa Bakara, tempat kerajaan Sisingamangaraja berdiri. Namun, sekarang berpindah ke Desa Huta Tinggi. Karena masyarakat di Desa Bakara sendiri kini sudah jarang yang menganut agama Parmalim dan lebih memilih agama Kristen atau Islam. Parmalim memang kepercayaan yang cukup unik. Rata-rata penganutnya asli keturunan Batak, namun kepercayaan ini mengharamkan penganutnya memakan babi, anjing, maupun darah. Menyantap makanan dari rumah keluarga yang tengah berduka meninggal dunia juga diharamkan. Kepercayaan ini juga mengharuskan penganutnya menyanyi seisi alam, yakni sesama manusia, hewan, dan tumbuhan. Rumah ibadah Parmalin adalah Bale Pasogit. Di atas bubungan Bale Pasogit terdapat replika tiga ekor ayam, masing-masing berwana merah, hitam, dan putih. Merah melambangkan keberanian, hitam adalah tahta kerajaan, dan putih adalah tanda kesucian. Konon katanya, ayam adalah binatang yang kerap dibawa Sisingamangaraja saat akan berperang melawan kolonial Belanda. Tiap tahunnya, agama ini melaksanakan ritual keagamaan Pamaleaon Bolon Sipahalima. Biasanya, dalam ritual ini, seluruh penganut kepercayaan Parmalim dari penjuru Indonesia bahkan luar negeri akan berkumpul di Desa Huta Tinggi untuk memanjatkan rasa syukur kepada Debata Mulajadi Nabolon atau Sang Pencipta, atas berkah yang diberikan selama setahun. Kegiatan ritual ini biasanya dilakukan setiap tahunnya. Upacara yang dilakukan setiap bulan kelima dalam kalender Batak dan pertengahan tahun dalam kalender masehi ini dilakukan untuk selalu bersyukur atas panen yang telah mereka peroleh. Upacara ini juga merupakan upaya untuk menghimpun dana sosial bersama dengan menyisihkan sebagian hasil panen untuk kepentingan warga yang membutuhkan. Misalnya, untuk modal anak muda yang baru menikah, tetapi tidak punya uang atau menyantuni warga yang tidak mampu makan. Semua yang ada didalamnya akan dipersembahakan kepada Mulajadi Na Bolon untuk mengucapkan rasa syukur yang berlimpah atas satu tahun yang sudah dijalankan. Sesajen-sesajen yang akan dipersembahkan juga harus dalam keadaan bersih atau suci, karena untuk mengungkapkan rasa hormat atas jasa-jasa yang diberikan kepada umat-umatnya. Semua yang berkumpul juga wajib memberikan tanda hormat. Pemilihan ritual keagamaan Pamaleaon Bolon Sipahalima ajaran kepercayaan Parmalim dalam budaya Batak sebagai sasaran penelitian ini didasari oleh pertimbangan akan keunikan mereka dalam hal berinteraksi satu sama lainnya. Selain itu, para umat Ugamo Malim sangat patuh dan setia mempertahankan keaslian tradisi nenek moyangnya. Sekalipun ditantang oleh perkembangan zaman yang terus berubah, masyarakat Parmalim tidak berubah dan selalu menjaga kemurnian adat. Untuk mempertahankan kemurnian adat, mereka menutup diri dari pengaruh nilai-nilai budaya luar dengan cara melestarikan dan menjaga nama baik agama parmalim ini. Walaupun demikian, mereka tetap berinteraksi dan menerima berbagai kunjungan pihak luar. Keunikan-keunikan lain dari komunitas adat ini terlihat pada komitmen mereka dalam menghargai alam. Umat parmalim sangat menjunjung tinggi nilai etika dan moral disimpulkan sebagai berikut: Sebagai anggota harus tunduk sepenuhnya pada adat, moral yang tinggi adalah idealisme setiap anggota, berbuat baik kepada sesama manusia, hormat kepada raja dan mencintainya, harus memupuk solidaritas, kepatuhan pada acara-acara agama merupakan kewajiban khusus dilaksanakan. Setiap tindakan harus melukiskan sifat Parmalim yang selalu menjunjung tinggi kesucian jasmani dan rohani. Agama Parmalim mengenal banyak dewa. Menurut kepercayaan mereka bahwa ada puluhan roh yang harus dihormati. Dalam upacara membujuk roh-roh itu dengan tonggo-tonggo doa menyebut roh-roh itu, mulai dari Mula Jadi Na Bolon sampai roh nenek moyang. Roh nenek moyang itu disebut “sumangot”. Menurut orang Batak zaman dahulu, roh orang mati tetap melayang-layang di udara, dan mereka dapat dibujuk untuk memberi berkah. Tambunan 1982:68 Agama ini mengenal hukum etika yang harus dituruti oleh setiap penganutnya. Hukum etika kemudian tertuang dalam hukum adat. Adat harus dijunjung tinggi. Bagi masyarakat Batak, eksistensi adat merupakan filsafat hidup yang tetap dihidupkan. Dikatakan : Peak adat na so jadi gulingon adat yang sudah ditentukan Jongjong naso jadi tabaon janganlah diingkari Ido poda ni ompunta itulah pesan dari leluhur kita Tambunan 1982:67 Artinya hukum adat harus hidup dalam masyarakat sampai selama-lamanya. Komunikasi Ritual berkaitan dengan identitas sistem religi dan kepercayaan masyarakat. Didalamnya terkandung makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami konteks lokal dan kemudian diwujudkan dengan dialog terhadap kondisi yang ada. Masyarakat cenderung memandang adanya kekuatan gaib yang menguasai alam semesta dan untuk itu harus dilakukan dialog komunikasi ritual berada pada titik ini. Dalam konteks tersebut, maka penciptaan dan pemaknaan simbol-simbol tertentu menjadi sangat penting dan bervariasi. Melalui sebuah proses tertentu masyarakat mampu menciptakan simbol-simbol yang kemudian disepakati bersama sebagai sebuah pranata tersendiri. Didalam simbol-simbol tersebut dimasukkanlah unsur-unsur keyakinan yang membuat semakin tingginya nilai sebuah sakralitas sebuah simbol. Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. “Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ernst Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.” Mulyana, 2007 : 92 Etnografi Komunikasi adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya. Etnografi komunikasi ethnography of comunication juga dikenal sebagai salah satu cabang ilmu antropologi, khususnya turunan dari Etnografi Berbahasa ethnography of speaking. Disebut etnografi komunikasi karena Hymes beranggapan bahwa yang menjadi kerangka acuan untuk memberikan tempat bahasa dalam suatu kebudayaan haruslah difokuskan pada komunikasi bukan pada bahasa. Bahasa hidup dalam komunikasi bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan. Kuswarno, 2008 : 11 Penelitian ini bisa dijadikan penelitian selanjutnya, karena masih banyak orang yang belum mengetahui apa yang dimaksud dari kepercayaan parmalim yang ada diadat Batak Toba. Pada umumnya, masih sedikit orang yang mengetahui bahwa agama budaya ini masih berkembang pada zaman sekarang ini. Dengan demikian, ada baiknya jika penelitian selanjutnya bisa lebih menarik lagi dengan pembahasan yang ada agar bisa menjadi literatur bagi penelitian selanjutnya. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Makro Adapun rumusan masalah penelitian yang ingin dikaji lebih mendalam sesuai pada latar belakang masalah penelitian diatas, sehingga penulis membuat pertanyaan makro sebagai berikut: “Bagaimana Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim ?” 1.2.2 Rumusan Masalah Mikro Mengacu dari rumusan masalah di atas, penulis merancang pertanyaan-pertanyaan Mikro identifikasi masalah yang diharapkan dapat diperoleh jawaban melalui penelitian ini antara lain: Kuswarno 2008 : 39-40 1 Bagaimana Peristiwa Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim?

2 Bagaimana Komponen yang digunakan dalam Pemolaan

Komunikasi Ritual Sipahalima Pamaleaon Bolon Ajaran Kepercayaan Parmalim? 3 Bagaimana Hubungan atau Keterikatan Antar Komponen dengan Peristiwa yang disampaikan dalam Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam dan mengetahui lebih jauh tentang Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang Komunikasi Ritual Pamaleon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim yang dimaksud sebagai berikut: 1 Untuk mengetahui peristiwa Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim. 2 Untuk mengetahui komponen yang digunakan dalam Pemolaan Komunikasi Ritual Pamaleaon Bolon Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim. 3 Untuk mengetahui hubungan atau keterikatan antar komponen dengan peristiwa dalam Pemolaan Komunikasi Ritual Sipahalima Ajaran Kepercayaan Parmalim. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Diharapkan dari hasil Penelitian ini dapat berguna dan dapat juga digunakan sebagai bahan Literatur untuk Ilmu Komunikasi terutama yang berkaitan dengan Komunikasi Ritual tentang Studi Etnografi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Menjadi bahan masukan bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti Komunikasi Ritual tentang Studi Etnografi, selain itu juga lewat penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan adanya sikap kearifan masyarakat untuk senantiasa menjunjung tinggi, memelihara, mewarisi dan mengembangkan warisan privasi budaya leluhur, baik berupa warisan etika, moral maupun warisan budaya ritual tradisional sebagai khasanah budaya nasional bangsa Indonesia.

a. Kegunaan Bagi Peneliti

Diharapkan dari penelitian ini dapat berguna sebagai suatu pengaplikasian ilmu atau teori yang selama ini penulis dapat, khususnya mengenai ilmu yang berhubungan dengan Komunikasi Ritual agar peneliti lebih dapat lagi memahami tentang ilmu atau teori yang selama ini peneliti dapat.

b. Kegunaan Bagi Universitas

Diharapkan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan Literatur bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama. c. Kegunaan Bagi Masyarakat adat Batak Diharapkan dari Penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi Masyarakat Batak pada umumnya agar lebih dapat memahami untuk dapat melestarikan bentuk tradisi Kebudayaan Ritual Upacara Adat Sipahalima dan dapat memperkenal diri kepada masyarakat pada umumnya. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Bab ini, akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai penelitian ini, serta study literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan pra penelitian.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan antara lain sebagi berikut : Tabel 2.1 Penelitian terdahulu N o Nama Peneliti Judul Skripsi Metode Penelitian Hasil Penelitian Kesimpulan

1. Natasha

Tuahuns Komunikasi Ritual Ma’atenu Pakapita Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tarian Hasil dari penelitian ini menunjukan Kapata dan Ma’atenu dalam praktek komunikasi Kesimpulan dari penelitian ini Kapata dan Tarian ma’atenu dalam ritual Pemanfaatan Media Tradisional Kapata Syair Dan Tarian Ma’atenu Tarian Perang Masyarakat Adat Negeri Pelauw. ritual lebih cenderung menampilkan aspek pertunjukan atau seremonial yang sakral dan keramat dibandingkan dengan transmisi pesan jika dilihat dari metode, prosedur dan fungsi dari pemanfaatan media tradisional. ma’atenu pakapita masih dipelihara oleh masyarakat negeri pelauw, proses komunikasi melalui kapata dan tarian ma’atenu namun yang paling menonjol adalah sharing culture dan pergelaran budaya. 2. Chandra Dewi Octaviani Komunikasi Ritual Rendaman Suku Dayak Indramayu Di Kabupaten Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang Hasil penelitian yang diperoleh bermanfaat mengetahui kebudayaan Suku Dayak Indramayu dalam adat Ritual Kesimpulan dalam cara komunikasi Ritual Rendaman tersebut dapat dikatakan Indramayu digunakan Etnografi komunikasi. Rendaman dalam penyampaian tujuan dan maksud tertentu didalam komunitas tersebut dalam arti memaknai cara berkomunikasi sesama anggota komunitas tersebut. memberi makna dalam keseharian bersyukur kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan komunitas tersebut. 3. Mauludin Dwiyanda Okiawan Pemolaan Komunikasi Dalam Upacara Adat “Mapag Sri” Di Masyarakat Desa Tugu Sliyeg Indramayu Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tradisi etnografi komunikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam peristiwa komunikasi terdapat 4 empat rangkaian dalam upacara adat Mapag Sri yaitu Bogbogneng, Sedekah Bumi, Mapag Tamba, dan Mapag Sri. Tujuan sebagai Kesimpulan dari penelitian ini adalah menimbulkan pemolaan komunikasi yang berupa adanya rangkaian- rangkaian dari sebelum dan sampai upacara ucapan rasa syukur dan menghormati legenda Dewi Sri, dan masyarakat berantusias. adat Mapag Sri berlangsung sehingga memunculkan perilaku yang khas yang hanya ada di masyarakat Desa Tugu Kecamatan Sliyeg Indramayu

2.1.2 Tinjauan Pustaka

Kehidupan manusia tak luput akan sosialisasi karena manusia adalah makhluk sosial, dan membahas ilmu komunikasi maka sangatlah makro didalamnya. Sebagaimana Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek ini, menyatakan “Ilmu Komunikasi sifatnya interdisipliner atau multidisipliner, ini disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama termasuk kedalam ilmu sosial atau ilmu kemasyarakatan“. Effendy, 2004:3. Untuk mengetahui lebih dalam dan jelas tentang Ilmu Komunikasi, diawali dengan pengertian dan asal kata dari para ahli terkemuka.

2.1.2.1 Defenisi Komunikasi

Komunikasi menurut Carl I. Hovland dalam Mulyana, yang bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar yaitu Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan biasanya lambang- lambang verbal untuk mengubah perilaku orang lain communicate. Pengertian Komunikasi menurut Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Laswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yakni: • Komunikator communicator, source, sender • Pesan message • Media channel, media • Komunikan communicant, communicate, receiver, recipient • Efek effect, impact, influence Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Selain itu menurut Everett M. Rogers yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi, yang menjelaskan Komunikasi adalah “Proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.” Mulyana, 2003:62 Definisi diatas kemudian dikembangkan kembali oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid 1981 sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa: “Komunikasi adalah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.” Hafied Cengara, 1998:20 Rogers mencoba menspesialisasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi pesan, dimana ia menginginkan adanya suatu perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi

R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral dalam kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: a. To secure understanding, b. To establish acceptance, c. To motivate action. Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Andai kata ia sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimanya itu harus dibina to establish acceptance. Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan To motivate action. Gordon I. Zimmerman merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita untuk memberi makan dan pakaian kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Mulyana, 2007:4. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu. Mulyana, 2007:5

2.1.2.3 Proses Komunikasi

Komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Menurut Onong Uchjana Effendy proses komunikasi terbagi menjadi dua macam proses yaitu:

a. Proses Komunikasi secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang symbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam konteks komunikasi adalah jelas hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” opini, baik mengenal hal yang konkret maupun yang abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang. Adalah berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan sejak ditampilkan oleh Aristoteles, Plato, dan Socrates, dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya, dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, decade, bahkan abad yang akan datang.

b. Proses Komunikasi secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh ataupun jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara dikalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan diatas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang symbol beserta isi content yakni pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan message, yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio dan lain-lainnya. Yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya. Setelah pembahasan di atas mengenai proses komunikasi, kini kita mengenal unsur-unsur dalam proses komunikasi. Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya“Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” Penegasan tentang unsur- unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebagai berikut: − Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. − Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang. − Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. − Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. − Decoding : Penyandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. − Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. − Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan. − Feedback : Umpan Balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator. − Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

2.1.2.4 Karakteristik Komunikasi

Proses penyampaian pesan atau komunikasi memiliki karateristik tersendiri, menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya diperoleh gambaran bahwa pengertian komunikasi memiliki karakterisitik komunikasi, yaitu: 1. Komunikasi adalah suatu proses, Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindak atau peristiwa yang terjadi secara berurutan ada tahapan atau sekuensi serta berkaitan sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. 2. Komunikasi dalam upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan, Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. 3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat, Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi dua orang atau lebih sama-sama ikut terlibat dan sama- sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. 4. Komunikasi bersifat simbolis, Dimana komunikasi pada dasarnya merupakan tindak yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. 5. Komunikasi bersifat transaksional, Pada dasarnya menuntut dua tindak: memberi dan menerima. Dua tindak tersebut tentunya pula dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing, pelaku yang terlibat dalam komunikasi. 6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu, maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Sendjaja, 1993: 9-11

2.1.2.5 Fungsi Komunikasi

Fungsi Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy memiliki empat fungsi utama dari kegiatan komunikasi, yaitu : 1. Menginformasikan to inform Memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, idea atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain. 2. Mendidik to educate Komunikasi merupakan saran pendidikan, dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan. 3. Menghibur to entertain Komunikasi selain berguna untuk menyampaikan komunikasi, pendidikan juga berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain. 4. Mempengaruhi to influence Fungsi mempengaruhi setiap individu yang berkomunikasi tentunya berusaha mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2.1.3 Tinjauan Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual merupakan sebuah fungsi komunikasi yang digunakan untuk pemenuhan jati diri manusia sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta. Individu yang melakukan komunikasi ritual berarti menegaskan komitmennya kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, ideologi atau agamanya. Komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif yang biasanya dilakukan secara kolektif. Upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, upacara kematian, berdoa, shalat, sembahyang, misa, upacara bendera merupakan contoh dari komunikasi ritual. Dalam acara-acara tersebut, orang-orang biasanya mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Komunikasi ritual juga bersifat ekpresif, sebagai contoh: orang berdoa sambil menangis. Mulyana, 2007 : 27 Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Yang terpenting dari kegiatan ritual tersebut bukan bentuknya, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan yang terikat, diakui dan diterima oleh kelompok, bahkan oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri, yang bersifat abadi. Mulyana, 2007 : 30

2.1.4 Komunikasi Dalam Perspektif Ritual

Sebelum lebih jauh mendalami ritual dalam perspektif komunikasi, terlebih dahulu memahami gambaran akan ritual itu sendiri. Menurut Mulyana 2005 : 25 komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif. Komunikasi ritual,biasanya dilakukan secara kolektif oleh suatu komunitas yang sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue, pertunangan melamar, tukar cincin, siraman, pernikahan ijab-qabul, sungkem kepada orangtua, sawer dan sebagainya, ulang tahun perkawinan, hingga upacara kematian. Selanjutnya menurut Deddy Mulyana 2005 : 25. Dalam acara- acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku- perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa shalat, sembahyang, misa, membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera termasuk menyanyikan lagu kebangsaan, upacara wisuda, perayaan lebaran Idul Fitri atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka. Menurut Rothenbuhler 1998 : 28, kata ritual selalu diidentikkan dengan habit kebiasaan atau menguaraikan bahwa: “ritual is the voluntary performance of appropriately patterned behavior to symbolically effect or participate in the serious life” jika diterjemahkan artinya ritual adalah kinerja sukarela perilaku tepat bermotif untuk simbolis efek atau berpartisipasi dalam kehidupan yang serius. Sementara itu, Couldry 2005 : 60 memahami ritual sebagai suatu habitual action aksi turun temurun, aksi formal dan juga mengandung nilai-nilai transedental, mencermati pandangan-pandangan tersebut, dipahami bahwa ritual berkaitan dengan pertunjukan secara sukarela yang dilakukan masyarakat secara turun temurun berdasarkan kebiasaan menyangkut perilaku yang terpola. Pertunjukan tersebut bertujuan mensimbolisasi suatu pengaruh kepada kehidupan kemasyarakatan. Lebih jelasnya, Rohtenbuhler 1998: 29 – 33 menguraikan beberapa karakteristik Ritual itu sendiri sebagai berikut :

1. Ritual Sebagai Aksi

Ritual merupakan aksi dan bukan hanya sekedar pemikiran atau konsep semata. Dalam kehidupan sehari- hari, mitos adalah salah satu rasionalisasi dari aktifitas ritual.

2. Pertunjukan Performance

Ritual dipertunjukan sebagai suatu bentuk komunikasi tingkat tinggi yang ditandai dengan keindahan estetika, dirancang dalam suatu cara yang khusus serta memperagakan sesuatu kepada khalayaknya, karena menekankan pada unsur estetika. Pertunjukan ritual mengandung dua karakteristik. Pertama, ritual tidak pernah diciptakan dalam momentum aksi itu sendiri, sebaliknya ritual selalu merupakan aksi yang didasari pada konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya. Kedua, ritual selalu merupakan pertunjukan untuk orang lain. Pertunjukan tersebut dimaksudkan untuk memperagakan kompetensi komunikasi kepada khalayak.

3. Kesadaran dan Kerelaan

Ritual selalu dilakukan secara sadar dan karenanya bersifat kerelaan. Dalam hal ritual-ritual yang bersifat acara event, orang secara sadar untuk terlibat baik sebagai pelaku pertunjukan maupun sebagai penonton, biasanya untuk terlibat dalam suatu ritual adalah pilihan, orang dapat memilih untuk terlibat ataupun sebaliknya tidak terlibat.

4. Tidak Masuk Akal Irrational

Seringkali ritual dipandang sebagai tindakan yang tidak masuk akal irrational, karena dianggap tidak banyak bermanfaat bagi tujuan-tujuan yang spesifik. Parsons lalu berkesimpulan bahwa pelaksanaan ritual-ritual seringkali diasosiasikan dengan praktek Magis. Dalam konteks yang demikian ritual dipandang tidak masuk akal, namun pendapat di atas dibantah oleh Wallace, yang menyatakan kalau tidak semua ritual bersifat tidak masuk akal irrational dan non-instrumental dalam segala hal. Dalam pandangan Wallace, ritual magis sekalipun dipakai untuk mempertunjukan fungsi-fungsi sosial yang lain seperti mengurangi keragu-raguan, bagaimana menghasilkan kesepakatan, dan bahkan bisa menginspirasi orang lain untuk bertindak.

5. Ritual Bukanlah Sekedar Rekreasi

Berbagai ritual yang dipraktekkan tidaklah sekedar kegiatan rekreasi. Walaupun sering terjadi perayaan melalui ritual, namun ritual bukan saja untuk kegiatan hura-hura atau bersenang-senang semata. Sesungguhnya ritual merupakan bagian dari kehidupan yang serius serious life.

6. Kolektif

Secara menyeluruh ritual bukanlah sesuatu yang dilakukan secara individual untuk kepentingan individual, dalam cara-cara yang murni individualistik. Ritual meskipun dipertunjukan secara pribadi, tetapi selalu terdapat struktur secara sosial didalamnya, misalnya:

Dokumen yang terkait

Konstruksi Upacara Sipaha Lima Dalam Kepercayaan Parmalim ( Studi Deskriptif Mengenai kepercayaan Parmalim Di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, Kec. Laguboti, Kab. Toba Samosir )

10 105 131

Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara bersih Desa Sigedang (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual, Melalui Upacara Bersih Desa dalam Mewujudkan Rasa Syukur pada Tuhan Serta Mengenai Pejuang Islam di Desa Sigedang Kabupaten Wo

0 5 1

Aktivitas Komunikasi Ritual Mipit Pare di Kampung Adat Ciptagelar (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual Mipit Pare di Kampung Adat Ciptagelar Kabupaten Sukabumi)

6 57 98

Komunikasi Ritual Ruwatan Kampung Di Desa Bunihayu Kabupaten Subang (Studi Deskriftif Mengenai Komunikasi Ritual Ruwatan Kampung Di Desa Bunihayu Kabupaten Subang)

0 8 1

Aktivitas Komunikasi Pada Ritual Upacara Kematian Etnis Tionghoa (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Pada Ritual Upacara Kematian Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi)

5 29 49

Pemolaan Komunikasi Dalam Upacara Adat Mapag Sri Di Masyarakat Desa Tugu Kecamatan Slyeg Indramayu (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Pemolaan Komunikasi Dalam Upacara Adat Mapag Sri Dimasyarakat Desa Tugu Kecamatan Sliyeg Indramayu)

1 3 1

Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara bersih Desa Sigedang (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual, Melalui Upacara Bersih Desa dalam Mewujudkan Rasa Syukur pada Tuhan Serta Mengenai Pejuang Islam di Desa Sigedang Kabupaten Wo

0 5 1

Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya)

1 4 1

Pemolaan Komunikasi Upacara adat Pernikahan Suku Melayu di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Studi Etnografi Pemolaan Komunikasi Upacara Adat Pernikahan Suku Melayu Pesisir di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau)

2 29 82

AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL SEREN TAUN (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang) - FISIP Untirta Repository

0 1 150