I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kakao Theobroma cacao L. merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perkembangannya sangat pesat, terutama perkebunan rakyat
dan perkebunan swasta. Potensi pengembangan kakao di Indonesia cukup besar, baik sumber daya yang dimiliki, teknologi yang dikuasai, maupun
peluang pasar dalam dan luar negeri yang akan terus berkembang pada masa yang akan datang.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang penting, karena Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ke dua di dunia
setelah Pantai Gading. Areal tanaman kakao yang diusahakan di Indonesia pada tahun 2003 seluas 961.107 ha dengan total produksi sebesar 695.361 ton
serta tingkat produktivitasnya sebesar 723.5 kghatahun Departemen Pertanian 2006. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kakao yaitu dengan
meningkatkan produktivitasnya. Produktivitas kakao di Indonesia masih memungkinkan untuk ditingkatkan karena didukung oleh tersedianya tenaga
kerja yang banyak serta teknologi yang cukup. Produksi kakao yang dihasilkan tersebut belum mampu memenuhi
kebutuhan pasar dunia, apalagi mutu biji kakao Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar pengusahaan kakao di Indonesia
masih bersifat sederhana, serta teknik budidaya yang belum dikuasai sepenuh- nya. Karena itu diperlukan pengelolaan yang lebih intensif untuk meningkatkan
produktivitasnya. Salah satu aspek fisiologis yang penting dalam hubungannya dengan peningkatan produksi buah kakao adalah pertumbuhan reproduktif yang
terdiri atas pembungaan dan pembentukan buah.
2
Pembungaan pada tanaman kakao perlu mendapatkan perhatian karena pada bulan-bulan tertentu bunganya sangat banyak tetapi pada bulan-bulan yang
lain bunganya sangat sedikit. Pada saat tidak berbunga atau bunganya sedikit tersebut, tanaman kakao dapat ditingkatkan pembungaannya misalnya dengan
menggunakan senyawa penginduksi pembungaan. Pada Arabidopsis thaliana, pembungaan dapat diinduksi dengan menggunakan senyawa giberelin Blazquez
2000. Hal ini berlawanan dengan induksi pembungaan pada pohon buah- buahan, dimana induksi pembungaan pada pohon buah-buahan dan tanaman
berkayu lainnya berkorelasi negatif dengan aktivitas giberelin. Karena itu penggunaan zat-zat yang bersifat anti giberelin diharapkan dapat merangsang
pembungaan Poerwanto et al. 1997. Giberelin endogen yang berperan sebagai penghambat pembungaan dapat berasal dari buah, biji, tunas dan daun, dan hal
ini dapat dikurangi aktivitasnya dengan mengaplikasikan senyawa anti giberelin seperti paklobutrazol Kulkarni 1995.
Paklobutrazol merupakan suatu senyawa kimia yang bekerja secara fisiologis dalam menghambat biosintesis giberelin. Paklobutrazol telah banyak
digunakan secara komersial untuk menginduksi pembungaan berbagai tanaman buah-buahan seperti apel, jeruk, anggur, mangga dan durian Rademacher 1995;
Utama 2003; Blaikie et al. 2004. Aplikasi paklobutrazol pada berbagai tanaman hortikultura tersebut dapat mengurangi pertumbuhan tunas tanpa menurunkan
produktivitas bunga Rademacher 2000. Paklobutrazol juga digunakan secara luas pada beberapa tanaman bunga, dan secara umum diaplikasikan melalui
foliar-spray Million et al. 1999. Paklobutrazol dapat diserap oleh tanaman melalui jaringan akar, batang dan daun, kemudian ditranslokasikan secara
akropetal melalui xilem menuju meristem subapikal, dan selanjutnya menghambat biosintesis giberelin pada daerah meristem subapikal tersebut.
3 Terhambatnya produksi giberelin menyebabkan penurunan laju pembelahan sel
dan diferensiasi sel, sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi menurun dan fotosintat yang terbentuk dialihkan ke pertumbuhan reproduktif yang diperlukan
untuk pembentukan bunga, buah dan perkembangan buah Gianfagna 1995; Rademacher 1995; Yuceer et al. 2003.
Chlormequat chloride Chlorocholine chloride, CCC juga mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan GA
3
terhadap pertumbuhan dan per- kembangan tanaman. GA
3
meningkatkan pertumbuhan tunas dan menghambat pembungaan dan infloresen, sedangkan CCC menghambat pertumbuhan dan
mempercepat pembungaan. Pengaruh CCC dapat menghambat pertambahan tinggi tanaman dan panjang infloresen, dan meningkatkan jumlah tunas lateral,
infloresen dan bunga Hamza dan Helaly 1983. Sebagai senyawa anti giberelin, CCC telah terbukti berperan positif terhadap pembungaan dan pengaturan fase
vegetatif dari berbagai tanaman hias maupun tanaman berkayu. Pada Lantana, aplikasi CCC dapat mengurangi luas daun dan meningkatkan produksi bunga
Matsoukis et al. 2004. Pada cabai, hasil tanaman yang diperlakukan dengan CCC juga meningkat tajam dan hal ini diduga karena adanya penghambatan
pertumbuhan vegetatif Belakbir et al. 1998. Selain dengan paklobutrazol dan CCC, induksi pembungaan juga dapat
dilakukan dengan menggunakan sukrosa. Pada konsentrasi yang rendah sukrosa dapat menginduksi pembungaan Arabidopsis secara nyata Ohto et al.
2001. Pada stadia tertentu dari siklus hidupnya, tanaman mengalami per- kembangan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Transisi ini diatur oleh faktor
lingkungan dan berbagai perkembangan yang kompleks. Dalam hal ini tanaman akan mengalami perkembangan menuju pembungaan pada saat dimana bahan
internal telah mencukupi dan diakumulasikan, serta kondisi lingkungannya yang mendukung. Pada Arabidopsis, proses pembungaan telah dipelajari secara
4 intensif selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Pengaruh senyawa seperti
karbohidrat dan fitohormon telah banyak dilaporkan. Melalui pendekatan genetika molekuler, pada Arabidopsis juga telah berhasil diidentifikasi dan kloning
beberapa gen yang terlibat dalam pengaturan transisi pembungaan. Pada Arabidopsis, APETALA1 AP1 dan LEAFY LFY merupakan dua
gen kunci yang berperan dalam proses inisiasi pembungaan Irish 1999; Wada dan Kotoda 2003. Mutasi pada salah satu gen tersebut dapat mengakibatkan
perubahan bunga menjadi meristem vegetatif Irish 1999. Ekspresi LFY dapat mengubah meristem vegetatif menjadi meristem bunga, sebagaimana yang
diakibatkan oleh ekspresi AP1 Mandel dan Yanofsky 1995; Weigel dan Nilsson 1995. Selama fase vegetatif, LFY endogen hanya diekspresikan pada level
yang rendah, dan pada saat terjadi perubahan dari fase vegetatif ke perkembangan reproduktif ekspresi LFY tersebut meningkat, yang diikuti
oleh peningkatan ekspresi AP1 Blazquez et al. 1997. Jadi, LFY mengatur transisi ke perkembangan bunga, paling tidak dengan menginduksi ekspresi
AP1 pada daerah meristem tunas apikal yang membentuk primordia bunga William et al. 2004.
Ketika berada pada batas level tertentu, LFY mengaktifkan gen MADS- box AP1, suatu gen penanda meristem bunga dan kemudian secara bersama-
sama LFY dan AP1 mengaktifkan gen penanda organ bunga Parcy et al. 1998. Transisi ke pembungaan tersebut dapat dihubungkan dengan perubahan dari
fase juvenil ke dewasa Battey dan Tooke 2002; Carlsbecker et al. 2004. Suatu hal yang menarik, bahwa pertumbuhan vegetatif yang panjang pada angiosperm
berkayu seperti jeruk dan poplar dapat dikurangi dengan mengekspresikan secara konstitutif gen LFY dan AP1 dari Arabidopsis Weigel dan Nilsson 1995;
Rottmann et al. 2000; Pena et al. 2001.
5 Pada tanaman kakao, kurangnya informasi mengenai mekanisme
pembentukan dan perkembangan bunga secara molekuler merupakan salah satu kendala dalam memperbaiki produktivitasnya. Melalui aplikasi paklobutrazol,
CCC dan sukrosa untuk menginduksi pembungaan kakao diharapkan senyawa- senyawa tersebut dapat mengaktifkan gen-gen pembungaan pada kakao,
termasuk gen APETALA1. Dengan demikian diharapkan dapat membuka peluang untuk melakukan identifikasi dan karakterisasi lebih lanjut terhadap gen-
gen pembungaan pada kakao.
Perumusan Masalah
Pembungaan pada tanaman kakao dapat terjadi sepanjang tahun tetapi intensitasnya bervariasi. Pada bulan-bulan tertentu terjadi pembungaan yang
lebat sekali, tetapi pada saat yang lain bunganya sangat sedikit atau bahkan tidak berbunga sama sekali. Pola pembungaan yang khas pada tanaman kakao
tersebut telah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas perkebunan kakao di Indonesia. Untuk mengatasi masalah pembungaan pada tanaman kakao
tersebut, perlu dilakukan upaya pengaturan pembungaan misalnya dengan aplikasi zat pengatur tumbuh. Selain dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, proses pembungaan juga dikendalikan oleh gen-gen pengatur pembungaan. Pada tanaman kakao, gen-gen yang mengontrol pembungaan
belum banyak dipelajari. Oleh karena itu, selain dilakukan induksi pembungaan untuk mendapatkan inducer yang efektif, dalam penelitian ini juga akan dilakukan
kloning dan karakterisasi gen APETALA1 AP1 yang diduga ikut berperan dalam mengatur pembungaan pada tanaman kakao, serta pengujian ekspresinya pada
berbagai jaringan tanaman kakao maupun pada tanaman model.
Studi perubahan kandungan beberapa zat endogen selama induksi pembungaan
Percobaan 2
Secara fisiologi dapat mengakibatkan perubahan kandungan beberapa zat endogen dan secara molekuler dapat mengaktifkan
gen-gen pembungaan seperti : LEAFY, APETALA1, CAL, dll
Identifikasi dan isolasi gen APETALA1
pada tanaman kakao Percobaan 3
Uji ekspresi AP1 pada berbagai jaringan
tanaman kakao
Percobaan 4
Diketahui perubahan kandungan beberapa zat endogen selama induksi
pembungaan
Didapatkan full-length AP1
Dapat menjelaskan ekspresi AP1 pada
berbagai jaringan tanaman kakao
Uji ekspresi AP1 kakao pada tanaman
model
Percobaan 5
Dapat menjelaskan ekspresi dan fungsi
AP1 kakao pada spesies lain Didapatkan jenis dan konsentrasi
senyawa inducer yang efektif untuk
pembungaan tanaman kakao Induksi pembungaan tanaman kakao
dengan : paklobutrazol, CCC dan sukrosa Percobaan 1
Pembungaan Tanaman Kakao :
● Terjadi sepanjang tahun ● Polanya sangat bervariasi
● Dapat diinduksi dari luar
6 Gambar 1 Kerangka studi pembungaan dan isolasi gen
APETALA1 pada tanaman kakao serta target yang akan dicapai.
7
Tujuan Penelitian Tujuan Umum :
Mengembangkan metode dasar bagi peningkatan produksi kakao di luar musim
dan mempelajari gen yang terlibat dalam pembungaan kakao.
Tujuan Khusus : 1. Mendapatkan jenis dan konsentrasi senyawa yang tepat untuk menginduksi
pembungaan tanaman kakao. 2. Mengetahui perubahan kandungan beberapa zat endogen pada tanaman
kakao selama induksi pembungaan. 3. Mengidentifikasi, mengisolasi dan kloning gen pembungaan APETALA1
pada tanaman kakao. 4. Menguji tingkat ekspresi gen APETALA1 pada berbagai jaringan tanaman
kakao. 5. Menguji ekspresi gen APETALA1 kakao pada tanaman model.
Hipotesis Penelitian
1. Pembungaan tanaman kakao dapat diinduksi oleh senyawa retardan secara eksogen dengan konsentrasi tertentu.
2. Terjadi perubahan kandungan beberapa zat endogen pada tanaman kakao selama induksi pembungaan.
3. Gen APETALA1 dapat diidentifikasi dengan PCR menggunakan primer heterologous dan diklon dengan vektor pGEM-T.
4. Gen APETALA1 diekspresikan secara diferensial pada berbagai jaringan tanaman kakao.
5. Gen APETALA1 kakao diduga dapat diekspresikan pada spesies tanaman lain.
8
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat dihasilkannya suatu formula yang dapat mengatur pembungaan tanaman kakao. Sehingga
tanaman kakao yang biasanya berbunga banyak hanya satu musim dalam setahun, diharapkan dapat berbunga banyak dua musim dalam setahun.
Dengan demikian panen raya juga diharapkan dapat secara rutin terjadi dua kali dalam setahun, sehingga tujuan akhir dari budidaya kakao yaitu produksi
biji yang tinggi dapat dicapai. Dengan berhasil diidentifikasinya gen pengatur pembungaan APETALA1 pada kakao, maka diharapkan mekanisme molekuler
proses pembungaan kakao dapat dipahami, dengan demikian nantinya rekayasa ke arah peningkatan pembungaan dan produktivitasnya dapat dilakukan.
Mengingat kakao merupakan komoditas yang secara sosial dan ekonomi penting bagi Indonesia, maka aplikasi hasil penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam meningkatkan devisa bagi negara dan pendapatan petani kakao pada umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA