Isolasi dan Uji Ekspresi Gen Proteinase Inhibitor (PIN) dari Buah Kakao (Theobroma cacao L.).

PENDAHULUAN
Kakao
(Theobroma
cacao
L.)
merupakan salah satu tanaman perkebunan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
sebagai
komoditi
ekspor.
Indonesia
termasuk dalam tiga besar produsen kakao
dunia bersama Ghana dan Pantai Gading
(Direktorat
Jendral
Bina
Produksi
Perkebunan 2004). Kakao mempunyai
prospek yang cerah karena diperkirakan
kebutuhan kakao dunia akan terus
meningkat.

Kebutuhan kakao yang setiap tahun
meningkat menyebabkan berbagai propinsi
di Indonesia melakukan ekstensifikasi areal
penanaman kakao guna untuk peningkatan
produksi nasional. Salah satu provinsi yang
sedang melakukan ekstensifikasi adalah
propinsi Sumatra Barat dan direncanakan
menjadi sentra kakao nasional pada masa
yang akan datang. Pemerintah Sumatra
Barat menargetkan penambahan kebun
kakao mencapai 20.000 ha per tahun.
Dengan
adanya
ekstensifikasi
areal
penanaman kakao, diharapkan dapat
meningkatkan produksi kakao nasional dan
tetap mempertahankan produksi kakao yang
tinggi, sehingga dapat bersaing dengan
negara produsen lainnya.

Indonesia harus menyediakan tanaman
kakao yang mempunyai produktivitas tinggi
dan kualitas biji yang baik untuk
mempertahankan sebagai negara produsen
kakao. Namun keadaan di lapangan sangat
berbeda, banyak kendala yang dihadapi
pekebun kakao. Kendala yang dihadapi
antara lain, adanya serangan hama utama
kakao, yaitu Penggerek Buah kakao (PBK),
Conopomorpha cramerella snellen (Lim
1986). Serangan PBK menyebabkan
kehilangan produksi kakao hingga 80% dan
biji kakao yang terserang, mutunya menurun
bahkan tidak laku dijual (Wardojo 1992),
sehingga meskipun harga kakao akhir-akhir
ini
meningkat,
namun
tidak
bisa

dimanfaatkan secara optimal oleh para
pekebun kakao.
Serangan hama PBK merupakan
ancaman yang serius bagi kelangsungan
usaha pekebun kakao karena belum
ditemukan pengendalian hama yang efektif
dan efisien (Santoso et al 2004).
Pengendalian
hama
PBK
secara
konvensional sudah sering dilakukan, seperti
pemangkasan, pemupukan, sanitasi, dan
kontinuitas
pemanenan.
Sedangkan
penelitian yang telah dilakukan antara lain

dengan kultur teknis, secara kimia dengan
penyemprotan insektisida, dan secara

biologis menggunakan jamur Beauveria
bassiana
(Zaenudin
et
al
2000).
Pengendalian tersebut dapat dikatakan
kurang efektif karena lebih dari 50 % dari
siklus hidup hama PBK berada di dalam
buah (Depparaba 2004).
Untuk mengatasi kendala tersebut perlu
dicari suatu metode pengendalian hama PBK
yang handal, yaitu dengan perakitan
tanaman kakao yang unggul melalui
rekayasa genetik. Telah dilaporkan bahwa
gen cry dari Bacillus thuringensis teruji
efektif terhadap larva PBK (Chaidamsari et
al 2005 dan Santoso D et al 2004), namun
adanya penolakan terhadap produk pangan
transgenik karena menggunakan gen dari

bakteri, telah melemahkan upaya rekayasa
genetik tersebut, meskipun gen cry maupun
protein yang disandinya aman dikonsumsi
manusia (de Maagd et al 2001). Berdasarkan
hal ini maka perlu dicari metode yang lain
untuk mengendalikan PBK.
Metode lain yang mungkin dilakukan
agar kakao transgenik dapat diterima
masyarakat adalah dengan memanfaatkan
gen pertahanan alami pada tanaman kakao
itu sendiri, yaitu gen proteinase inhibitor
(PIN). PIN merupakan protein berukuran
kecil yang mampu menghambat aktifitas
proteinase dalam sistem pencernaan
serangga (Fritz 2000). Apabila termakan
oleh hama PBK, PIN akan berinteraksi
dengan protease yang ada di dalam usus
hama tersebut, terikat dan terkunci pada
situs aktif (active site) protease (Terra et al
1996 dan Walker et al 1998). Hama PBK

menjadi kekurangan nutrisi karena tidak ada
asam amino yang diserap, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan menjadi
terhambat.
Gen PIN menyandi protein inhibitor
berukuran 21 kDa dengan homologi yang
cocok dengan inhibitor tripsin pada kedelai
(kumitz) dari proteinase inhibitor. (Thai et al
1991). Sifat ketahanan hama yang dibawa
oleh gen PIN adalah monogenik, maka
pemanfaatannya untuk perakitan tanaman
tahan hama sangat potensial oleh karena itu
pada penelitian ini dilakukan isolasi gen PIN
dari biji kakao yang nantinya dimungkinkan
untuk membuat klon kakao transgenik yang
mengekspresikan gen PIN
sebagai
ketahanan terhadap hama PBK. Dalam
penelitian ini juga dilakukan uji ekspresi
dengan RT-PCR untuk melihat tingkat

ekspresi gen PIN pada jaringan kulit kakao

2

yang tahan dan tidak tahan terhadap hama
PBK, yaitu klon Ary 2 (tahan) dan Bal 209
(tidak tahan) yang berasal dari Sulawesi.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengisolasi gen PIN dari biji kakao dan
melihat tingkat ekspresi gen PIN terhadap
klon kakao yang tahan dan tidak tahan
terhadap PBK. Hipotesis penelitian ini
adalah klon kakao yang tahan terhadap PBK
mengekspresikan gen PIN. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi
apakah gen PIN berpengaruh terhadap
ketahanan klon kakao terhadap PBK dan

nantinya dimungkinkan untuk dibuat klon
kakao transgenik yang mengekspresikan gen
PIN.

TINJAUAN PUSTAKA
Kakao Sebagai Komoditi Ekspor
Kakao
(Theobroma
cacao
L)
merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika Selatan, dari biji tanaman ini
dihasilkan produk olahan yang dikenal
sebagai cokelat. Biji buah kakao yang telah
difermentasi dijadikan serbuk yang disebut
sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai
sebagai bahan untuk membuat berbagai
macam produk makanan dan minuman.
Buah kakao tanpa biji dapat difermentasi
untuk dijadikan pakan ternak.

Kakao
merupakan
tanaman
perkebunan/industri berupa pohon yang
dikenal di Indonesia sejak tahun 1560,
namun baru menjadi komoditi yang penting
sejak tahun 1951. Budidaya kakao di
Indonesia diusahakan oleh Perusahaan
Perkebunan Negara dan Swasta serta
Perkebunan Rakyat. Lokasi Perusahaan
Perkebunan skala besar yang diusahakan
negara terletak di Sumatera Utara, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan
Perkebunan rakyat terdapat terutama di
Maluku, Irian Jaya, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1988
areal tanaman coklat mencapai 213.612 ha.
Luas perkebunan pada tahun 1991 mencapai
350.422 ha dengan produksi 121.651 ton

coklat di Jawa Barat pada tahun 1998
mencapai 18.66,2 ha dengan produksi
6.404,3 ton.
Buah kakao bila dibelah akan tampak
seperti Gambar 1, dan bagiannya dapat
dikarakterisasi, yaitu OPW (outer pod wall)
merupakan bagian kulit terluar dari kakao,

Gambar 1 Bagian buah kakao (Chaidamsari
2005)
IPW (inner pod wall) merupakan bagian
kulit lapisan kedua yang berada di dalam
buah, Pu (pulp) merupakan daging buah
dari kakao, B (beans) biji kakao, dan PL
(placenta) bagian tengah dari kakao.
Jenis
kakao
yang
terbanyak
dibudidayakan adalah jenis Criollo (Criollo

Amerika Tengah dan Amerika Selatan) yang
menghasilkan biji kakao bermutu sangat
baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine
flavour cocoa, choiced cocoa atau edel
cocoa. Forastero yang menghasilkan biji
kakao bermutu sedang, dikenal sebagai
ordinary cocoa atau bulk cocoa dan
trinitario yang merupakan hibrida alami dari
Criollo
dan
Forastero
sehingga
menghasilkan biji kakao yang termasuk fine
flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis
Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia
adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan
Uppertimazone Hybrida (Kakao lindak).
Penggerek Buah Kakao (PBK)
Penggerek Buah Kakao (PBK),
Conopomorpha
Cramerella
Snellen,
merupakan hama yang menimbulkan
masalah yang cukup serius di Indonesia.
Saat ini PBK menyerang hampir seluruh
perkebunan kakao di Indonesia dan sangat
merugikan petani. Hama ini memakan
plasenta yang merupakan saluran makanan
menuju ke biji sehingga mengakibatkan
penurunan hasil dan mutu biji. Menurut
Wardoyo (1996) kerugian yang ditimbulkan
oleh PBK antara lain menurunnya berat,
mutu biji, dan meningkatnya biaya panen
karena pemisahan biji pada buah terserang
memerlukan waktu yang lama.
Perkembangan PBK dalam satu siklus
meliputi stadium telur (3-7 hari), larva (1618 hari), kepompong (7 hari), dan serangga
(3-7 hari). Telur diletaskkan hanya pada
permukaan buah. Telur menetaskan larva
dan langsung masuk ke dalam buah dan

2

yang tahan dan tidak tahan terhadap hama
PBK, yaitu klon Ary 2 (tahan) dan Bal 209
(tidak tahan) yang berasal dari Sulawesi.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengisolasi gen PIN dari biji kakao dan
melihat tingkat ekspresi gen PIN terhadap
klon kakao yang tahan dan tidak tahan
terhadap PBK. Hipotesis penelitian ini
adalah klon kakao yang tahan terhadap PBK
mengekspresikan gen PIN. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi
apakah gen PIN berpengaruh terhadap
ketahanan klon kakao terhadap PBK dan
nantinya dimungkinkan untuk dibuat klon
kakao transgenik yang mengekspresikan gen
PIN.

TINJAUAN PUSTAKA
Kakao Sebagai Komoditi Ekspor
Kakao
(Theobroma
cacao
L)
merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika Selatan, dari biji tanaman ini
dihasilkan produk olahan yang dikenal
sebagai cokelat. Biji buah kakao yang telah
difermentasi dijadikan serbuk yang disebut
sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai
sebagai bahan untuk membuat berbagai
macam produk makanan dan minuman.
Buah kakao tanpa biji dapat difermentasi
untuk dijadikan pakan ternak.
Kakao
merupakan
tanaman
perkebunan/industri berupa pohon yang
dikenal di Indonesia sejak tahun 1560,
namun baru menjadi komoditi yang penting
sejak tahun 1951. Budidaya kakao di
Indonesia diusahakan oleh Perusahaan
Perkebunan Negara dan Swasta serta
Perkebunan Rakyat. Lokasi Perusahaan
Perkebunan skala besar yang diusahakan
negara terletak di Sumatera Utara, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan
Perkebunan rakyat terdapat terutama di
Maluku, Irian Jaya, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1988
areal tanaman coklat mencapai 213.612 ha.
Luas perkebunan pada tahun 1991 mencapai
350.422 ha dengan produksi 121.651 ton
coklat di Jawa Barat pada tahun 1998
mencapai 18.66,2 ha dengan produksi
6.404,3 ton.
Buah kakao bila dibelah akan tampak
seperti Gambar 1, dan bagiannya dapat
dikarakterisasi, yaitu OPW (outer pod wall)
merupakan bagian kulit terluar dari kakao,

Gambar 1 Bagian buah kakao (Chaidamsari
2005)
IPW (inner pod wall) merupakan bagian
kulit lapisan kedua yang berada di dalam
buah, Pu (pulp) merupakan daging buah
dari kakao, B (beans) biji kakao, dan PL
(placenta) bagian tengah dari kakao.
Jenis
kakao
yang
terbanyak
dibudidayakan adalah jenis Criollo (Criollo
Amerika Tengah dan Amerika Selatan) yang
menghasilkan biji kakao bermutu sangat
baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine
flavour cocoa, choiced cocoa atau edel
cocoa. Forastero yang menghasilkan biji
kakao bermutu sedang, dikenal sebagai
ordinary cocoa atau bulk cocoa dan
trinitario yang merupakan hibrida alami dari
Criollo
dan
Forastero
sehingga
menghasilkan biji kakao yang termasuk fine
flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis
Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia
adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan
Uppertimazone Hybrida (Kakao lindak).
Penggerek Buah Kakao (PBK)
Penggerek Buah Kakao (PBK),
Conopomorpha
Cramerella
Snellen,
merupakan hama yang menimbulkan
masalah yang cukup serius di Indonesia.
Saat ini PBK menyerang hampir seluruh
perkebunan kakao di Indonesia dan sangat
merugikan petani. Hama ini memakan
plasenta yang merupakan saluran makanan
menuju ke biji sehingga mengakibatkan
penurunan hasil dan mutu biji. Menurut
Wardoyo (1996) kerugian yang ditimbulkan
oleh PBK antara lain menurunnya berat,
mutu biji, dan meningkatnya biaya panen
karena pemisahan biji pada buah terserang
memerlukan waktu yang lama.
Perkembangan PBK dalam satu siklus
meliputi stadium telur (3-7 hari), larva (1618 hari), kepompong (7 hari), dan serangga
(3-7 hari). Telur diletaskkan hanya pada
permukaan buah. Telur menetaskan larva
dan langsung masuk ke dalam buah dan

3

tetap tinggal di dalamnya sebelum keluar
untuk menjadi kepompong. Larva memakan
jaringan yang lunak (pulp, plasenta, dan
saluran nutrisi menuju biji). Rusaknya pulp
(daging buah) berakibat biji kakao melekat
satu sama lain dan melekat pada dinding
buah serta menimbulkan proses fisiologi
yang menyebabkan perubahan warna
(Wardojo 1996). Setelah mengakhiri tahap
perkembangannya, larva berhenti makan dan
keluar dari buah, melekat pada buah yang
sama atau menjatuhkan diri dan melekat
pada buah lain, cabang, batang atau serasah
di atas tanah, lalu membentuk kokon dan
berubah menjadi kepompong. Setelah tujuh
hari keluar ngengat yang dapat bertahan
hidup selama 3-7 hari untuk berpindah
tempat, kawin dan bertelur. Ngengat
berukuran kurang dari 7 mm dan aktif
terbang, kawin dan bertelur pada malam hari
dan pada siang hari ngengat hinggap pada
cabang-cabang
kakao
yang
tumbuh
horizontal melintang tegak lurus pada sumbu
cabang (Wardojo 1996).
Hasil pengamatan Wiryadiputra (1997)
menunjukkan bahwa aktivitas peletakan
telur paling tinggi terjadi jam 18.00 sampai
dengan jam 20.00, selanjutnya secara
berangsur-angsur berkurang dan akhirnya
tidak ada lagi serangga betina yang
meletakkan telur pada pukul 24.00, dan
preferensi peletakan telur terbanyak
dijumpai pada panjang buah lebih dari 16
cm dan kakao tipe hibrida lebih disukai
dibanding kakao Amelonado. Imago PBK
lebih tertarik pada buah yang berumur 3-4
bulan, sedangkan pada buah muda belum
pernah ditemukan. Menurut Munford dan
Wood (1995) bahwa 90% larva ditemukan
pada buah masak awal dan masak, maka
sebagian besar larva ikut terpanen dan
dengan mudah dimusnakan.
Kehidupan PBK juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti iklim yang secara
langsung
maupun
tidak
langsung
berpengaruh pada aspek kehidupan serangga
seperti perilaku dan fisiologi. Pengaruh
iklim terhadap perilaku serangga antara
lain, aktivitas kawin, peletakkan telur, dan
aktivitas terbang, sedangkan pengaruh
terhadap populasi adalah laju kelahiran,
kematian,
pertambahan
jumlah
dan
penyebaran. Suhu dan kelembaban juga
berpengaruh nyata terhadap perkembangan
PBK. Pada suhu 20ºC dan kelembaban 80%
persentase telur menetas hanya 69,64%,
sedangkan pada suhu 20ºC dengan
kelembaban 40-50% persentase telur yang

menetas 95,12% (Lim et al 1982). Sinar
matahari dan kecepatan angin berpengaruh
terhadap fertilitas dan mortalitas. Menurut
Wessel (1993) pada tanaman kakao yang
sedikit terlindung, imago PBK pada siang
hari istirahat pada cabang-cabang yang
terlindung oleh sinar matahari. Sedangkan
untuk penyebarannya dibantu oleh angin.
Persyaratan hidup hama PBK umumnya
selalu sama dengan persyaratan inangnya.
PBK hampir dikatakan tidak mempunyai
inang alternatif lain kecuali kakao. Hal ini
terjadi karena kakao berbuah sepanjang
tahun dengan areal yang sangat luas.
Gen Proteinase Inhibitor (PIN)
Gen
proteinase
inhibitor
(PIN)
merupakan gen yang dapat menghasilkan
senyawa antinutrisi yang dapat menghambat
kerja enzim proteolitik (proteinase) di dalam
perut serangga (Ryan 1990). Proteinase
inhibitor
merupakan
protein
yang
berhubungan dengan ketahanan tanaman
terhadap hama terutama serangga-serangga
yang mengunyah. Biasanya terdapat di biji
pada buah dan gen yang menyandi protein
ini akan terinduksi akibat adanya perlukaan
yang disebabkan oleh lingkungan luar
(Koiwa et al 1997). Gen proteinase inhibitor
selain sebagai sistem proteksi alami bagi
tanaman juga mempunyai fungsi sebagai
regulasi endogen proteinase dan sebagai
protein penyimpanan (Shewry 2003).
Proteinase inhibitor merupakan protein yang
berukuran 4 kDa sampai 85 kDa terutama
pada kisaran 8-20 kDa (Hung et al 2003).
Pada kakao, protein ini berukuran 21 kDa
dengan homologi yang cocok dengan
inhibitor tripsin pada kedelai (kumitz) dari
proteinase inhibitor. Hal ini terlihat seperti
yang telah dilaporkan oleh Thai et al (1991)
bahwa protein tersebut diakumulasi selama
perkembangan biji dan tidak didegradasi
selama perkecambahan benih pada kakao.
Protein penghambat akan mengganggu
sistem pencernaan makanan serangga
sehingga serangga yang memakan tanaman
yang mengekspresikan gen ini akan
terganggu sistem pencernaannya, terhambat
pertumbuhannya dan akhirnya mati akibat
mal nutrisi. Proteinase inhibitor pada kakao
merupakan golongan serine proteinase
inhibitor (tripsin dan kemotripsin inhibitor)
dan telah menunjukkan keefektifannya
menghambat perkembangan larva beberapa
jenis lepidoptera. Keberhasilan penggunaan
gen proteinase inhibitor dalam transformasi

4

antara lain pada padi (Xu et al 1996), ubi
jalar (Newell et al 1995), dan tembakau
(Jhonson et al 1989).
Reverse Transcriptase Polimerase Chain
Reaction (RT-PCR)
Teknik
RT-PCR
merupakan
pengembangan dari teknik PCR yang awal
mulanya ditemukan oleh Karry B. Mullis
pada tahun 1985. PCR adalah suatu metode
enzimatis untuk melipatgandakan secara
eksponensial suatu sekuen nukleotida
tertentu dengan cara in-vitro.
Teknik RT-PCR merupakan suatu
pengembangan dari teknik PCR untuk
melakukan analisis terhadap RNA hasil
transkripsi yang hanya terdapat dalam
jumlah yang sedikit di dalam sel. Teknik RT
PCR yang dikembangkan sangat spesifik,
sehingga dapat digunakan walaupun jumlah
RNA yang akan dianalisis sedikit (Yowono
2006). Oleh karena PCR tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan RNA
sebagai cetakan maka harus terlebih dahulu
dilakukan
transkripsi
balik
(reverse
transcription) terhadap molekul RNA
sehingga
diperoleh
molekul
cDNA
(complementary DNA). Molekul cDNA
tersebut selanjutnya digunakan sebagai
cetakan untuk proses PCR selanjutnya.
Kegunaan teknik RT PCR antara lain adalah
untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk
amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning
dan analisis, maupun untuk diagnosis
agensia infektif maupun penyakit genetik
(Yowono T 2006).
Metode RT-PCR memerlukan enzim
transcriptase balik (reverse transcriptase).
Enzim transkriptase balik adalah enzim yang
digunakan untuk mensintesis cDNA dengan
menggunakan RNA sebagai cetakan. cDNA
yang disintesis akan bersifat komplementer
dengan RNA cetakan. Beberapa enzim
transkriptase yang dapat digunakan antara
lain mesophilic viral reverse transcriptase
(RTase) yang dikode oleh virus avian
myoblastosis (AMV) maupun oleh virus
moloney murine leukemia (M-MuL V), dan
Tth DNA polymerase (Yowono T 2006).
Bioinformatika
Bioinformatika merupakan kajian yang
memadukan disiplin biologi molekul,
matematika dan teknik informasi (TI)
(Aprijani 2004). Ilmu ini didefinisikan
sebagai aplikasi dari alat komputasi dan

analisa
untuk
menangkap
dan
menginterpretasikan
data-data
biologi
molekul. Biologi molekuler merupakan
bidang
interdisipliner,
mempelajari
kehidupan
dalam
level
molekul.
Bioinformatika
merupakan
cabang
komputasi dari biologi molekuler dan
merupakan
teknologi
pengumpulan,
penyimpanan,
analisis,
intrepretasi,
penyebaran dan aplikasi dari informasi
biologi. Internet dan server World Wide
Web (WWW) merupakan dua hal yang
sangat diperlukan dalam penggunaan
bioinformatika. Bioinformatika mengunakan
Program komputer dalam menganalisa data
biologi dan penyimpanan data yang
dihasilkan
oleh
proyek
genom.
Bioinformatika banyak berhubungan dengan
sekuen, struktur, fungsi, dan perbandingan
seluruh genom dan gen, struktur 3 dimensi
protein dan manajemen data.
Aplikasi
dan
database
untuk
bioinformatika yang dapat digunakan dari
internet antara lain, GeneMark, National
Center for Biotechnology Information
(NCBI), Expasy, pada NCBI dapat diakses
program PubMed, Entrez, BLAST, Bankit,
OMIM, Taxonomy dan penelusuran
struktur. Salah satu program yang umum
digunakan adalah Basic Local Aligment
Search Tool (BLAST) yang merupakan
program untuk pencarian kesamaan yang
dibuat untuk mengeksplorasi semua
database sekuen yang diminta baik berupa
DNA maupun protein. Program BLAST
juga dapat digunakan untuk mendeteksi
hubungan antara sekuen yang hanya
mempunyai kesamaan pada daerah tertentu.
Ada beberapa variasi BLAST masingmasing dibedakan dari tipe sekuen (DNA
atau Protein) yang dicari dengan yang ada di
database. Terdapat beberapa jenis program
BLAST, diantaranya BLASTP digunakan
untuk membandingkan sekuen asam amino
dengan sekuen protein dalam database,
BLASTN untuk membandingkan sekuen
nukleotida dengan sekuen nukleotida, dan
BLASTX untuk membandingkan sekuen
nukleotida yang ditranslasi pada seluruh
ORF (open reading frame) dengan sekuen
protein dalam database (Claverie dan
Notredam 2003).
Teknik BLAST merupakan alat
pembanding suatu sekuen yang dicari
dengan sekuen yang telah diketahui dengan
cepat yang dapat menjelaskan apakah
sekuen tersebut memiliki similaritas cukup
signifikan. Informasi ini dapat digunakan

5

untuk bermacam-macam tujuan, yaitu
meliputi perkiraan fungsi protein, struktur
tiga dimensi dan organisasi domain atau
identifikasi homologi dengan organisme
lain.
Hasil BLAST meliputi tiga bagian yang
berbeda, yaitu grafik yang menunjukkan
bagaimana porsi similaritas sekuen yang
dibandingkan, daftar hits yang berisi nama
sekuen yang serupa dengan yang dicari
berdasarkan similaritas dan penjajaran
(aligment) antara sekuen yang dicari dengan
sekuen yang ada di database. Tingkat
homologi bisa diketahui lebih jauh dengan
melihat nilai skor (bits) dan E- value.
Semakin tinggi skor (bits) maka tingkat
homologinya semakin baik, semakin rendah
maka tingkat homologinya semakin buruk,
E-value merupakan nilai dugaan yang
memberikan ukuran statistik penting yang
signifikan. Nilai E-value yang lebih rendah
menunjukkan tingkat homologi yang lebih
baik atau sekuen protein lebih mirip dan data
lebih dipercaya. Untuk memastikan adanya
homologi, E-value harus kurang dari e-0,4
(Claveri JM dan Notredam 2003).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan antara lain,
buah kakao tahan dan tidak tahan terhadap
PBK, yaitu kulit buah kakao (outer pod wall
dan inner pod wall) dan biji kakao, pasangan
primer
F21
(5’ATGAAGACCGCAACAGCCGTA’3) dan
R11 (5’ATGCTTCGGTTAACAACTTG3’),
N2 cair, N-setil-N,N,N-trimetil amonium
bromida (CTAB) MERCK®, basa trizma
SIGMA®, polivinil polipirolidon (PVPP),
dietil pirokarbonat (DEPC), NaCl, EDTA,
LiCl, Na-asetat, etanol 70%, isopropanol,
etanol
absolut,
ddH2O,
kloroform:isoamilalkohol
(24:1),
fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1),
loading buffer, EtBr, Agarosa, kit RT-PCR
Fermentas®.
Alat yang digunakan antara lain, PCR
GeneAmp (Polymerase Chain Reaction)
system 2400, sentrifus Eppendorf 5417R,
sentrifus Beckman allegra 64R, mesin
sekuen CEQtm 8000 genetic Analysis System
Beckman Coulter, pipet Gilsan, pipet
Eppendorf, pendingin Decby -70°C,

spektrofotometer UV-VIS Beckman coulterDU 530, UV T2201 Sigma. Polaroid fuji
film FP-3000B, bak elektroforesis gel
agarosa, adaptor 100 volt, autoklaf, oven
microwave, pipet mohr, gelas piala, dan labu
erlenmeyer.
Metode Percobaan
Isolasi RNA Biji dan Kulit Buah Kakao
RNA kakao diisolasi dengan metode
Chaidamsari et al (2005). 1 gram sampel biji
kakao digerus sampai halus dalam mortar
dengan bantuan N2 cair serta PVP 1,5 %
kemudian dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse yang berisi 15 ml buffer ekstraksi
dengan suhu 65°C dan ditambah 75µl βmerkaptoetanol lalu dikocok menggunakan
vortex selama 2 menit. Suspensi tersebut
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 65°C dan
dikocok perlahan setiap 15 menit. Setelah itu
didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit,
lalu
diekstrak
dengan
kloroform:
isoamilalkohol (KI) (24:1) sebanyak 15 ml
kocok kuat-kuat sampai terbentuk emulsi
selanjutnya disentrifuse 12.000 g selama 15
menit pada suhu 12°C, supernatan diambil
dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse
baru. Kemudian diekstrak kembali dengan
(PKI)
fenol:kloroform:isoamilalkohol
(25:24:1) 1 volum dan dua kali dengan KI 1
volum dengan kecepatan yang sama.
Kemudian supernatan diambil lalu ditambah
LiCl 10 M sampai konsentrasi 2 M dan
disimpan dalam suhu 4°C selama semalam.
Setelah semalam larutan tersebut
kemudian disentrifuse dengan kecepatan
17.000 g, 4°C, 30 menit. Pelet kemudian
dilarutkan dalam ddH2O sebanyak 500 µl
dan diekstrak dengan fenol, PKI, KI,
masing-masing 1 volum, disentrifus pada
12.000 g, 15 menit, 4°C. Supernatan lalu
ditempatkan
ditabung
mikro
dan
ditambahkan 0,1 volum Na-asetat 3 M, pH
5,8 dan 3 volum etanol absolut dan disimpan
pada suhu -70°C selama semalam.
Selanjutnya disentrifus 17.000 g, 4°C,
30 menit. Pelet kemudian dicuci dengan
etanol 70% dan disentrifus kembali 12.000 g
selama 5 menit, etanol dibuang lalu
disentrifus kembali 12.000 g selama 2 menit.
Etanol yang masih tersisa lalu dibuang dan
RNA yang didapat ditambah dengan 30µl
ddH2O. RNA dianalisis kemurnian dan

5

untuk bermacam-macam tujuan, yaitu
meliputi perkiraan fungsi protein, struktur
tiga dimensi dan organisasi domain atau
identifikasi homologi dengan organisme
lain.
Hasil BLAST meliputi tiga bagian yang
berbeda, yaitu grafik yang menunjukkan
bagaimana porsi similaritas sekuen yang
dibandingkan, daftar hits yang berisi nama
sekuen yang serupa dengan yang dicari
berdasarkan similaritas dan penjajaran
(aligment) antara sekuen yang dicari dengan
sekuen yang ada di database. Tingkat
homologi bisa diketahui lebih jauh dengan
melihat nilai skor (bits) dan E- value.
Semakin tinggi skor (bits) maka tingkat
homologinya semakin baik, semakin rendah
maka tingkat homologinya semakin buruk,
E-value merupakan nilai dugaan yang
memberikan ukuran statistik penting yang
signifikan. Nilai E-value yang lebih rendah
menunjukkan tingkat homologi yang lebih
baik atau sekuen protein lebih mirip dan data
lebih dipercaya. Untuk memastikan adanya
homologi, E-value harus kurang dari e-0,4
(Claveri JM dan Notredam 2003).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan antara lain,
buah kakao tahan dan tidak tahan terhadap
PBK, yaitu kulit buah kakao (outer pod wall
dan inner pod wall) dan biji kakao, pasangan
primer
F21
(5’ATGAAGACCGCAACAGCCGTA’3) dan
R11 (5’ATGCTTCGGTTAACAACTTG3’),
N2 cair, N-setil-N,N,N-trimetil amonium
bromida (CTAB) MERCK®, basa trizma
SIGMA®, polivinil polipirolidon (PVPP),
dietil pirokarbonat (DEPC), NaCl, EDTA,
LiCl, Na-asetat, etanol 70%, isopropanol,
etanol
absolut,
ddH2O,
kloroform:isoamilalkohol
(24:1),
fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1),
loading buffer, EtBr, Agarosa, kit RT-PCR
Fermentas®.
Alat yang digunakan antara lain, PCR
GeneAmp (Polymerase Chain Reaction)
system 2400, sentrifus Eppendorf 5417R,
sentrifus Beckman allegra 64R, mesin
sekuen CEQtm 8000 genetic Analysis System
Beckman Coulter, pipet Gilsan, pipet
Eppendorf, pendingin Decby -70°C,

spektrofotometer UV-VIS Beckman coulterDU 530, UV T2201 Sigma. Polaroid fuji
film FP-3000B, bak elektroforesis gel
agarosa, adaptor 100 volt, autoklaf, oven
microwave, pipet mohr, gelas piala, dan labu
erlenmeyer.
Metode Percobaan
Isolasi RNA Biji dan Kulit Buah Kakao
RNA kakao diisolasi dengan metode
Chaidamsari et al (2005). 1 gram sampel biji
kakao digerus sampai halus dalam mortar
dengan bantuan N2 cair serta PVP 1,5 %
kemudian dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse yang berisi 15 ml buffer ekstraksi
dengan suhu 65°C dan ditambah 75µl βmerkaptoetanol lalu dikocok menggunakan
vortex selama 2 menit. Suspensi tersebut
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 65°C dan
dikocok perlahan setiap 15 menit. Setelah itu
didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit,
lalu
diekstrak
dengan
kloroform:
isoamilalkohol (KI) (24:1) sebanyak 15 ml
kocok kuat-kuat sampai terbentuk emulsi
selanjutnya disentrifuse 12.000 g selama 15
menit pada suhu 12°C, supernatan diambil
dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse
baru. Kemudian diekstrak kembali dengan
(PKI)
fenol:kloroform:isoamilalkohol
(25:24:1) 1 volum dan dua kali dengan KI 1
volum dengan kecepatan yang sama.
Kemudian supernatan diambil lalu ditambah
LiCl 10 M sampai konsentrasi 2 M dan
disimpan dalam suhu 4°C selama semalam.
Setelah semalam larutan tersebut
kemudian disentrifuse dengan kecepatan
17.000 g, 4°C, 30 menit. Pelet kemudian
dilarutkan dalam ddH2O sebanyak 500 µl
dan diekstrak dengan fenol, PKI, KI,
masing-masing 1 volum, disentrifus pada
12.000 g, 15 menit, 4°C. Supernatan lalu
ditempatkan
ditabung
mikro
dan
ditambahkan 0,1 volum Na-asetat 3 M, pH
5,8 dan 3 volum etanol absolut dan disimpan
pada suhu -70°C selama semalam.
Selanjutnya disentrifus 17.000 g, 4°C,
30 menit. Pelet kemudian dicuci dengan
etanol 70% dan disentrifus kembali 12.000 g
selama 5 menit, etanol dibuang lalu
disentrifus kembali 12.000 g selama 2 menit.
Etanol yang masih tersisa lalu dibuang dan
RNA yang didapat ditambah dengan 30µl
ddH2O. RNA dianalisis kemurnian dan

6

konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah
kakao (outer pod wall dan inner pod wall)
metode sama seperti isolasi RNA dari biji
kakao.
Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil
Isolasi RNA
Larutan RNA hasil isolasi dianalisis
kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui
konsentrasi dan kemurniannya. Uji kualitatif
dilakukan melalui teknik elektroforesis RNA
dalam gel agarosa 1% untuk melihat pita
hasil elektroforesis, selain itu diukur dengan
melihat perbandingan serapan pada panjang
gelombang 260 nm dengan 280 nm.
Kemurnian RNA yang tinggi dapat dilihat
dari perbandingan A260/280 yang berkisar
antara 1,8-2,0 ( Sambrook et al 1989). Uji
kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur
absorbansinya
dengan
menggunakan
spektrofotometer
UV
pada
panjang
gelombang 260 nm. Konsentrasi RNA
dihitung dengan perbandingan bahwa nilai 1
pada serapan 260 nm sama dengan serapan
RNA dengan konsentrasi 40 ng/µl.
Isolasi Gen Proteinase Inhibitor (PIN)
dan Uji Ekspresi dengan RT-PCR
Isolasi dan uji ekspresi dilakukan
dengan teknik RT-PCR menggunakan
primer spesifik yang dirancang berdasarkan
urutan basa gen PIN pada kakao yang telah
dipublikasikan
(bank
data
gen
www.ncbi.nlm.nih.gov;X56509.1). Primer
kemudian digunakan dalam RT-PCR untuk
amplifikasi daerah gen PIN.
RNA yang didapat dijadikan cDNA
terlebih dahulu agar dapat digunakan
sebagai template dalam reaksi PCR. cDNA
disintesis dengan menggunakan kit dengan
merk dagang Fermentas yang berisi enzim
reverse transcriptase (reverd Aid). Sintesis
cDNA dilakukan dengan cara, yaitu RNA
yang didapat diambil sebanyak 1µg,
kemudian ditambah 1µl dNTPs 10 µM, 1µl
oligo-dT, ddH2O sampai volume akhir 12 µl.
Setelah itu diinkubasi 65ºC selama 5 menit.
Kemudian ditambah mix (buffer RT 4µl, 1µl
DTT 0,1M, 1µl RNase inhibitor) kemudian
inkubasi 42ºC selama 2 menit, lalu ditambah
enzim reverse transcriptase (reverd Aid),
inkubasi dilanjutkan pada suhu 42ºC selama
50 menit dan dilanjutkan dengan 70ºC

selama 15 menit. Reaksi PCR dilakukan
dengan total volum 25µl yang di dalamnya
terdapat 1 µl cDNA sebagai template,
dNTPs 1 µl, ddH2O 16,75 µl, bufer 10X 2,5
µl, MgCl2 0,25 µl, pasangan primer spesifik
gen PIN , yaitu F21 (forward) dan R11
(reverse) masing-masing sebanyak 1 µl dan
enzim taq polimerase 2 µl. Program terdiri
dari pre-denaturasi pada suhu 95°C selama 5
menit dilanjutkan dengan 35 siklus yang
terdiri dari denaturasi pada suhu 95°C
selama 45 detik, annealing pada suhu 58ºC
selama 45 detik dan extension 72ºC selama 5
menit. Selanjutnya untuk melihat hasilnya,
produk PCR dipisahkan dengan teknik
elektroforesis pada gel agarosa 1%.
Sekuensing Fragmen Gen PIN
Sebelum dilakukan sekuensing, fragmen
hasil RT-PCR dimurnikan terlebih dahulu.
Pemurnian dilakukan dengan menggunakan
kit QIAGEN. Pemurnian dilakukan dengan
cara, pita DNA dipotong dari gel agarosa
lalu ditambah 3 volum buffer QX1 dan
QIAEX II sebanyak 10µl dan diinkubasi
50ºC selama 10 menit untuk melarutkan
agarosa dan mengikat DNA. Campuran
disentrifus untuk didapatkan pelletnya.
Pellet dicuci dengan 500 µl buffer QX1
kemudian disentrifus dan supernatannya
dibuang, lalu pellet dikeringkan. Untuk
melarutkan DNA ditambahkan 18µl TrisHCl 10mM pH 8,5 atau ddH2O. Campuran
disentrifus 4000 g selama 30 detik dan
supernatan diambil untuk dilakukan
sekuensing.
Fragmen gen PIN yang telah
dimurnikan kemudian disekuen di Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman Jakarta. Hasil
sekuensing kemudian dianalisis BLASTN
(www.ncbi.nih.gov)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi RNA Total Biji Kakao
RNA diperlukan untuk mengisolasi gen
spesifik pada jaringan tertentu. Pada
penelitian ini diperlukan RNA total dari biji
kakao dengan tujuan untuk mendapatkan
gen PIN dari jaringan tersebut. Secara umum
isolasi RNA lebih sulit dibanding isolasi
DNA karena RNA sangat mudah
terdegradasi oleh RNase (ribonuklease)
sehingga membutuhkan penanganan khusus

6

konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah
kakao (outer pod wall dan inner pod wall)
metode sama seperti isolasi RNA dari biji
kakao.
Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil
Isolasi RNA
Larutan RNA hasil isolasi dianalisis
kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui
konsentrasi dan kemurniannya. Uji kualitatif
dilakukan melalui teknik elektroforesis RNA
dalam gel agarosa 1% untuk melihat pita
hasil elektroforesis, selain itu diukur dengan
melihat perbandingan serapan pada panjang
gelombang 260 nm dengan 280 nm.
Kemurnian RNA yang tinggi dapat dilihat
dari perbandingan A260/280 yang berkisar
antara 1,8-2,0 ( Sambrook et al 1989). Uji
kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur
absorbansinya
dengan
menggunakan
spektrofotometer
UV
pada
panjang
gelombang 260 nm. Konsentrasi RNA
dihitung dengan perbandingan bahwa nilai 1
pada serapan 260 nm sama dengan serapan
RNA dengan konsentrasi 40 ng/µl.
Isolasi Gen Proteinase Inhibitor (PIN)
dan Uji Ekspresi dengan RT-PCR
Isolasi dan uji ekspresi dilakukan
dengan teknik RT-PCR menggunakan
primer spesifik yang dirancang berdasarkan
urutan basa gen PIN pada kakao yang telah
dipublikasikan
(bank
data
gen
www.ncbi.nlm.nih.gov;X56509.1). Primer
kemudian digunakan dalam RT-PCR untuk
amplifikasi daerah gen PIN.
RNA yang didapat dijadikan cDNA
terlebih dahulu agar dapat digunakan
sebagai template dalam reaksi PCR. cDNA
disintesis dengan menggunakan kit dengan
merk dagang Fermentas yang berisi enzim
reverse transcriptase (reverd Aid). Sintesis
cDNA dilakukan dengan cara, yaitu RNA
yang didapat diambil sebanyak 1µg,
kemudian ditambah 1µl dNTPs 10 µM, 1µl
oligo-dT, ddH2O sampai volume akhir 12 µl.
Setelah itu diinkubasi 65ºC selama 5 menit.
Kemudian ditambah mix (buffer RT 4µl, 1µl
DTT 0,1M, 1µl RNase inhibitor) kemudian
inkubasi 42ºC selama 2 menit, lalu ditambah
enzim reverse transcriptase (reverd Aid),
inkubasi dilanjutkan pada suhu 42ºC selama
50 menit dan dilanjutkan dengan 70ºC

selama 15 menit. Reaksi PCR dilakukan
dengan total volum 25µl yang di dalamnya
terdapat 1 µl cDNA sebagai template,
dNTPs 1 µl, ddH2O 16,75 µl, bufer 10X 2,5
µl, MgCl2 0,25 µl, pasangan primer spesifik
gen PIN , yaitu F21 (forward) dan R11
(reverse) masing-masing sebanyak 1 µl dan
enzim taq polimerase 2 µl. Program terdiri
dari pre-denaturasi pada suhu 95°C selama 5
menit dilanjutkan dengan 35 siklus yang
terdiri dari denaturasi pada suhu 95°C
selama 45 detik, annealing pada suhu 58ºC
selama 45 detik dan extension 72ºC selama 5
menit. Selanjutnya untuk melihat hasilnya,
produk PCR dipisahkan dengan teknik
elektroforesis pada gel agarosa 1%.
Sekuensing Fragmen Gen PIN
Sebelum dilakukan sekuensing, fragmen
hasil RT-PCR dimurnikan terlebih dahulu.
Pemurnian dilakukan dengan menggunakan
kit QIAGEN. Pemurnian dilakukan dengan
cara, pita DNA dipotong dari gel agarosa
lalu ditambah 3 volum buffer QX1 dan
QIAEX II sebanyak 10µl dan diinkubasi
50ºC selama 10 menit untuk melarutkan
agarosa dan mengikat DNA. Campuran
disentrifus untuk didapatkan pelletnya.
Pellet dicuci dengan 500 µl buffer QX1
kemudian disentrifus dan supernatannya
dibuang, lalu pellet dikeringkan. Untuk
melarutkan DNA ditambahkan 18µl TrisHCl 10mM pH 8,5 atau ddH2O. Campuran
disentrifus 4000 g selama 30 detik dan
supernatan diambil untuk dilakukan
sekuensing.
Fragmen gen PIN yang telah
dimurnikan kemudian disekuen di Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman Jakarta. Hasil
sekuensing kemudian dianalisis BLASTN
(www.ncbi.nih.gov)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi RNA Total Biji Kakao
RNA diperlukan untuk mengisolasi gen
spesifik pada jaringan tertentu. Pada
penelitian ini diperlukan RNA total dari biji
kakao dengan tujuan untuk mendapatkan
gen PIN dari jaringan tersebut. Secara umum
isolasi RNA lebih sulit dibanding isolasi
DNA karena RNA sangat mudah
terdegradasi oleh RNase (ribonuklease)
sehingga membutuhkan penanganan khusus

7

dalam mengisolasinya, dalam hal ini
digunakan denaturan kuat seperti dietil
pirokarbonat (DEPC) untuk mencegah
degradasi RNA oleh RNase.
Isolasi RNA total biji kakao dilakukan
dengan metode Chaidamsari (2005). Prinsip
dasar isolasi RNA adalah yang pertama,
menghancurkan
dinding
sel
untuk
membebaskan sitoplasma dan RNA dalam
sel. Penggunaan nitrogen cair merupakan
cara yang efektif untuk membekukan
jaringan sehingga mudah untuk dihancurkan
dan kondisi suhu yang dingin dapat menjaga
RNAse berada dalam keadaan tidak aktif.
Selain itu penggunaan EDTA dimaksudkan
sehingga
untuk
mengikat
Mg2+
mempermudah pemecahan dinding sel dan
secara tidak langsung meng- inaktivasi
ribonuklease karena EDTA mengkelat ion
tersebut yang fungsinya sebagai kofaktor.
Kedua, Penggunaan β-merkaptoetanol dan
senyawa pengekstrak seperti kloroform:
isoamilalkohol (CI) 24:1 dan fenol:
kloroform:isoamilalkohol (PCI) 25:24:1,
dapat menyebabkan denaturasi senyawa
nukleoprotein, dan selanjutnya membuang
kontaminan DNA serta protein (Promega
1996).
DNase
diperlukan
untuk
mendegradasi DNA sehingga RNA yang
diperoleh terbebas dari kontaminan DNA.
Isolasi RNA total dari biji kakao
berhasil dilakukan dengan baik, dilihat dari
hasil analisis elektroforesis gel agarosa 1,2%
dalam 0,5X larutan penyangga TBE dengan
voltase 25 volt selama 1,5 jam. Pada
Gambar 2,
terlihat bahwa RNA yang
dihasilkan mempunyai integritas yang baik.
Pita yang terbentuk dalam gel agarosa
merupakan rRNA yang berukuran 28S dan
18S, sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa hasil isolasi RNA
dikatakan baik apabila dalam elektroforesis
gel agarosa menghasilkan 2 pita RNA
ribosom (rRNA), yaitu 28S dan 18S yang
merupakan rRNA sitoplasma utama pada
tanaman (Farrel 1993).

28 S
18 S

Gambar 2 Hasil elektroforesis RNA total
biji kakao

Hasil pengukuran secara kuantitatif
dengan menggunakan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang 260 dan 280 nm
diperoleh absorban masing-masing sebesar
0,490 dan 0,239. Berdasarkan hasil tersebut
maka dengan menggunakan 2 gram sampel
biji kakao didapatkan konsentrasi RNA total
sebesar 2940 ng/µl dan nisbah absorban (A)
260/280 sebesar 2,050. dapat dikatakan hasil
isolasi RNA total biji kakao mempunyai
konsentrasi dan kemurnian yang tinggi,
seperti yang dijelaskan Sambrook et al
(1989) bahwa hasil isolasi RNA dikatakan
murni jika mempunyai nilai A260/280
sebesar 1,8-2,0. Tingginya nilai rasio
A260/280 menunjukkan bahwa RNA
tersebut terbebas dari kontaminan protein.
Sehingga RNA yang dihasilkan dapat
digunakan untuk percobaan berikutnya.
Isolasi Gen PIN dari Biji Kakao
RNA total biji kakao yang sudah
didapatkan selanjutnya digunakan untuk
mengisolasi gen PIN. Biji kakao digunakan
pada penelitian ini karena berdasarkan
laporan Thai et al (1991) bahwa gen PIN
ada pada biji kakao, gen ini mengkode
protein yang berukuran 21 kDa dengan
homologi yang cocok dengan inhibitor
tripsin pada kedelai (kumitz) dari proteinase
inhibitor. Protein tersebut diakumulasi
selama perkembangan biji dan tidak
didegradasi selama perkecambahan benih
pada kakao.
Gen PIN diisolasi menggunakan teknik
RT-PCR karena untuk mengisolasi gen-gen
yang spesifik dari kromosom eukariot
diperlukan cDNA (Watson et al 1987).
cDNA
merupakan
DNA
yang
berkomplemen dengan mRNA (Dale 1994),
sedangkan mRNA adalah transkrip dari gengen yang terekspresi yang membawa pesan
berupa informasi genetik dari DNA ke
dalam bentuk protein (Darnell et al 1990).
Sehingga cDNA berbeda dengan DNA
genom karena cDNA mewakili bagian dari
suatu gen yang terekspresi (Davis et al
1986). Selanjutnya cDNA digunakan
sebagai template untuk mengamplifikasi gen
PIN dari biji kako.
Utas cDNA disintesis dari mRNA yang
besarnya hanya sekitar 1-2% dari RNA total
( rRNA, tRNA, mRNA). Hal ini disebabkan
oleh mRNA tidak berada secara permanen
dalam sel hanya diperlukan selama protein
yang disandikan masih diproduksi (Watson
et al 1987). Dalam penelitian digunakan kit

8

dengan merk dagang Fermentas untuk
mensintesis cDNA. Kit ini berisi enzim
reverse transkriptase dan primer oligo-dT.
mRNA mempunyai ekor poly-A pada ujung
3’ maka primer oligo(dT) akan berpasangan
dengan ujung poly(A) mRNA sehingga
cDNA dapat disintesis dari mRNA
(template) dengan menggunakan enzim
reverse transkriptase. Selanjutnya cDNA
digunakan sebagai template dalam reaksi
PCR.
Reaksi PCR dibutuhkan sepasang
primer. Primer yang digunakan pada
penelitian ini merupakan primer spesifik
yang dibuat untuk mengamplifikasi gen PIN
pada biji kakao. Primer ini dibuat
berdasarkan sekuen gen PIN yang didapat
dari bank data gen (www.ncbi.nih.gov),
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Berdasarkan sekuen gen PIN yang
didapat maka primer dirancang dengan
melihat cds (coding segmen) yang dimilki
dari gen tesebut. Urutan gen yang akan
disandikan menjadi protein disebut juga
sebagai cds. Urutan basa gen PIN yang
didapat dari bank data gen mempunyai cds
yang diawali dari basa ke-31 sampai ke-696.
Sehingga dibuat primer F21 sebagai forward
dengan
urutan
basa
(5’ATGAAGACCGCAACAGCCGTA’3)
yang dimulai dari kodon awal dan primer
R11 sebagai reverse dengan urutan basa
(5’ATGCTTCGGTTAACAACTTG3’) yang
berada pada kodon akhir. Dengan
menggunakan teknik RT-PCR yang
dilakukan dengan suhu annealing 58°C dan
35 siklus maka diharapkan dengan pasangan
primer tesebut akan didapatkan amplifikasi
fragmen gen PIN dengan ukuran sebesar 662
bp.
Hasil RT-PCR dielektroforesis dengan
gel agarosa 1% kemudian diperoleh pita
sesuai dengan prediksi, yaitu menghasilkan
pita yang berukuran 662 bp (Gambar 4).
Hasil ini menunjukkan bahwa fragmen gen
PIN pada biji kakao dapat diisolasi dengan
pasangan primer F21 dan R11. Hal ini juga
secara tidak langsung
menggambarkan
adanya ekspresi gen PIN pada biji kakao,
namun perlu pembuktian lebih lanjut dengan
analisis BLASTN.
Analisis Sekuen Fragmen Gen PIN dari
Biji Kakao
Sekuensing
diperlukan
menganalisis fragmen gen PIN
berhasil diisolasi.
Sekuensing

untuk
yang
dapat

dilakukan dengan menggunakan produk
PCR langsung atau melalui hasil kloning.
Pada penelitian ini dilakukan sekuensing
menggunakan produk PCR langsung dengan
total volume reaksi 100µl. Analisis sekuen
meliputi analisis homologi dengan program
BLASTN
dari
bank
data
gen
(www.ncbi.nih.gov/BLAST). Analisis ini
diperlukan untuk mengetahui apakah gen
yang berhasil diisolasi sesuai dengan yang
diharapkan.
Sekuensing dilakukan di Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman. Data hasil
sekuensing berupa electrophoregraph yang
menggambarkan urutan basa fragmen gen
PIN berukuran 580 bp (Lampiran 2). Ukuran
yang dihasilkan dari sekuensing berbeda
dengan yang diprediksikan, hal ini
disebabkan oleh sekuensing dilakukan
langsung dari produk PCR sehingga primer
sekuensing sama dengan primer amplifikasi
akibatnya terdapat pengurangan ukuran
basa.
Hasil
electrophoregraph
memperlihatkan bahwa tidak semua basa
dapat disekuen hal ini mungkin disebabkan
oleh proses pemurnian yang kurang
sempurna atau ada kesalahan pada
sekuensing.
Urutan basa yang didapatkan dari hasil
sekuensing kemudian dianalisis BLASTN.
BLAST merupakan alat pembanding suatu
sekuen yang dicari dengan sekuen yang
telah diketahui dengan cepat yang dapat
menjelaskan apakah sekuen tersebut
memiliki similaritas
cukup signifikan.
Analisis BLASTN yang dilakukan terhadap
urutan basa gen PIN dapat dilihat pada Tabel
1.
Berdasarkan analisis BLASTN ,dengan
melihat parameter skor lebih dari 150 dan evalue yang kurang dari 10-4 maka tingkat
homologi yang dihasilkan cukup baik
(Claveri dan Notredam 2003). Semakin
tinggi skor (bits) maka tingkat homologinya
semakin baik, semakin rendah e-value maka
semakin baik pula tingkat homologinya.
Selain nilai skor dan e-value, tingkat
homologi juga dapat dilihat dari garis
berwarna merah pada grafik hasil BLASTN.
Garis warna merah menunjukkan
tingkat homologi sangat tinggi, diikuti
dengan garis merah muda, hijau, biru, dan
hitam. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
bahwa urutan basa fragmen gen PIN
bersesuaian dengan gen penyandi protein 21
kDa pada biji kakao yang merupakan
proteinase inhibitor (PIN). Sehingga

9

CCCACTTATCCAGCAACATTTCACTTAACCATGAAGACCGCAACAGCCGTAGTTTTACTCCTCTT
Met
CGCCTTCACATCAAAATCATATTTCTTTGGGGTAGCCAACGCTGCAAACTCTCCTGTGCTTGACA
CTGATGGTGATGAGCTCCAAACTGGGGTTCAATATTACGTCTTGTCATCGATATCGGGTGCTGGG
GGTGGAGGGCTAGCCCTAGGAAGGGCTACAGGTCAAAGCTGCCCAGAAATTGTTGTCCAAAGA
CGATCCGACCTTGACAATGGTACTCCTGTAATCTTTTCAAATGCGGATAGCAAAGATGATGTTGT
CCGCGTATCTACTGATGTAAACATAGAGTTCGTTCCCATCAGAGACAGACTCTGCTCAACGTCA
ACTGTGTGGAGGCTTGACAATTATGACAACTCGGCAGGCAAATGGTGGGTGACAACTGATGGG
GTTAAAGGTGAACCTGGTCCTAACACTTTGTGCAGTTGGTTTAAGATTGAGAAGGCCGGAGTAC
TCGGTTACAAATTCAGGTTCTGTCCTTCTGTCTGTGATTCGTGCACAACTTTATGCAGCGATATT
GGAAGACATTCAGATGATGATGGACAAATACGTTTGGCTCTCAGTGACAATGAATGGGCATGGA
TGTTTAAGAAAGCAAGTAAGACAATAAAACAAGTTGTTAACGCGAAGCATTAATTTTAAGTTTA
Kodon akhir
ATGTACGAAGTGTACGTCCAAAGCAGCAATACTAGCCGGTCGTTACTTTCCACTAAATAAAAGT
TAAGTATGTGGTTCCCAGCCCAGTGTTGTAATGCTATGCCTATGTAGTCAGTGTCTTGTTTGAGG
GTGGAGATGCTTAAAGGGTGTGTCTTCACAGCCCAGCTTCGTAGTCTTTCNNNNNNTTTATGAA
TAAATGACCCTCTTGCCTCTTTTATTACCA

Gambar 3 Urutan basa gen PIN , posisi primer F21 (forward) dan primer R11 (reverse) ditandai
dengan panah hijau

600 bp

Bj

M

Gambar 4 Hasil RT-PCR cDNA biji kakao;
(Bj) merupakan fragmen gen PIN
yang berukuran 662bp dan (M)
marker 100bp.
dapat dikatakan hasil isolasi fargmen gen
PIN dari biji kakao telah berhasil dilakukan
dengan baik karena fragmen hasil
amplifikasi merupakan gen PIN penyandi
protein berukuran 21 kDa pada biji kakao.
Selain itu fragmen ini juga mempunyai
homologi dengan T. cacao putative 21 kDa
trypsin, T. cacao clone 34-4 trypsin inhibitor
gene partial cds, dan T. bicolor clone 5-2
trypsin inhibitor gene partial cds.

Tabel 1 Hasil analisis BLASTN urutan basa
fragmen gen PIN
Gen yang bersesuaian
skor
e(bit)
value
2e-101
T.cacao mRNA for 21 377
kDa
seed
protein
homolog to soybean
trypsin
T. cacao putative 21 kDa 340
3e-90
trypsin
inhibitor gene, complete
cds
T. cacao clone 34-4 309
8e-81
trypsin inhibitor
gene partial cds
T. bicolor clone 5-2 248
2e-62
trypsin inhibitor
gene partial cds
Ekspresi Gen PIN pada Jaringan Kulit
Kakao Klon Ary dan Bal
Metode RT-PCR dapat digunakan untuk
melihat tingkat ekspresi suatu gen dalam
jaringan tertentu (Yuwono 2006). Pada
penelitian ini dilakukan uji ekspresi pada

10

jaringan kulit dari dua klon yang berbeda,
yaitu klon yang tahan (Ary 2) dan tidak
tahan terhadap hama PBK (Bal 209). Hal ini
dilakukan untuk melihat tingkat ekspresi gen
PIN dari jaringan kulit pada kedua klon.
Reaksi RT-PCR memerlukan RNA
sebagai template untuk mendapatkan cDNA
kemudian cDNA digunakan sebagai
template dalam reaksi PCR. Sebagai langkah
awal dilakukan isolasi RNA dari jaringan
kulit klon Ary 2 dan Bal 209. Uji ekspresi
memerlukan RNA dengan konsentrasi dan
kualitas tinggi, namun isolasi RNA dari
jaringan kulit lebih sulit dibandingkan dari
biji, karena di kulit banyak mengandung
senyawa polifenol dan polisakarida sehingga
sangat sulit untuk mendapatkan konsentrasi
dan kemurnian RNA yang tinggi. Menurut
Couch dan Fritz (1990), tanaman berkayu
banyak mengandung senyawa polifenol dan
polisakarida.
Isolasi RNA dari kulit dilakukan pada
kedua klon dengan panjang buah 9 dan 12
cm. Pemilihan panjang buah disesuaikan
dengan literatur yang menyatakan bahwa
buah kakao dengan panjang 5-7cm dan yang
sangat muda tidak pernah terserang PBK
(Wardoyo 1994 dalam Depparaba F 2002 ),
buah kakao mulai terserang PBK pada
panjang 9 cm dan PBK lebih menyukai buah
kakao yang panjangnya lebih dari 9 cm
(Sulistyowati et al 2003). Oleh karena itu
akan dilihat bagaimana ekspresi gen PIN
pada buah yang panjangnya 9 cm dan 12 cm.
Selain itu digunakan biji sebagai kontrol
karena telah dipastikan bahwa gen PIN
terekspresi pada biji kakao. Hasil
pengukuran absorban RNA jaringan kulit
kakao pada kedua klon dapat dilihat di Tabel
2.
Berdasarkan masing-masing RNA yang
berhasil diisolasi dapat dikatakan bahwa
RNA tersebut mempunyai kemurnian
Tabel 2 Data hasil pengukuran absorban
RNA dengan spektrofotometer UV
0,051

A260
280
2,019

[RNA]
(ng/µl)
618

0,083

0,042

1,970

498

Bal 9cm

0,028

0,017

1,647

168

Bal 12cm

0,044

0,021

2,095

264

Biji

0,490

0,239

2,050

2940

Sampel

A260

A280

Ary 9cm

0,103

Ary 12cm

yang tinggi, dilihat dari nisbah A260/280
yang mempunyai nilai 1,647-2,050. Namun
pada penelitian ini sulit untuk mendapatkan
konsentrasi RNA yang besar pada jaringan
kulit. Seperti yang dikatakan sebelumnya
bahwa jaringan kulit banyak mengandung
senyawa polifenol dan polisakarida sehingga
menyulitkan
dalam
isolasi
RNA.
Konsentrasi RNA yang besar mudah
didapatkan dari biji, selain kandungan
polifenol dan polisakarida yang lebih
sedikit, biji merupakan protein storage
sehingga kandungan RNAnya juga besar.
RNA dipisahkan dengan elektroforesis
gel agarosa guna melihat kualitasnya, selain
itu hasil elektroforesis digunakan sebagai
kontrol untuk uji ekspresi. Masing-masing
RNA di elektroforesis sebanyak 250 ng,
untuk mengetahui apakah RNA dari masingmasing sampel mempunyai kualitas dan
kuantitas yang sama ketika dielektroforesis.
Hal yang perlu diperhatikan dalam uji
ekspresi, yaitu pada reaksi RT-PCR, sintesis
cDNA harus menggunakan konsentrasi
RNA yang sama, jika terdapat perbedaan
maka bisa mempengaruhi intensitas pita
yang terbentuk. Penggunaan konsentrasi
RNA yang lebih besar maka dimungkinkan
ekspresinya juga akan besar.
Hasil elektroforesis dapat di lihat pada
Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa
RNA
dari
masing-masing
sampel
mempunyai intensitas pita yang sama, tetapi
hanya RNA kulit klon Ary dengan panjang
buah 12 cm yang mempunyai perbedaan
intensitas pita. Terlihat bahwa intensitas pita
klon tersebut separuh lebih sedikit, sehingga
RNA yang diperlukan untuk mensitesis
cDNA 2 kali lebih besar dibanding dengan
yang lainnya.
Teknik untuk melihat ekspresi gen dari
suatu sel atau jaringan selain dengan RTPCR dapat dilakukan dengan berbagai
macam
cara,
diantaranya
dengan
menggunakan teknik Real-Time PCR dan
DNA microarray, dengan Real-Time PCR,
tingkat ekspresi dapat dilihat secara
kuantitatif
sedangkan
dengan
DNA
microarray, dalam satu sel dapat terlihat
tingkat ekspresi dari berbagai macam gen.
Pada penelitian ini tingka