Isolasi Dan Karakterisasi Gen Pembungaan Pada Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PEMBUNGAAN PADA
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

WINDA NAWFETRIAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi dan Karakterisasi
Gen Pembungaan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Winda Nawfetrias
NIM A253114021

RINGKASAN
WINDA NAWFETRIAS. Isolasi dan Karakterisasi Gen Pembungaan Pada Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh SOBIR dan IRVAN FAIZAL.
Ukuran tandan yang direpresentasikan dengan jumlah buah menjadi
parameter utama pada produksi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jumlah
buah dapat ditentukan pada fase awal perkembangan bunga yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, termasuk properti genetik pohon. Jumlah buah yang tinggi
diperoleh dari pohon yang mempunyai proporsi bunga betina lebih tinggi.
Keberadaan gen MADS-box berperan penting pada penentuan identitas bunga
jantan dan betina kelapa sawit. Gen SQUAMOSA (SQUA), gen GLOBOSA
(GLO) dan gen DEFICIENS (DEF) termasuk dalam famili besar gen MADS-box
yang berperan terhadap perkembangan sepal, petal dan stamen. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis metode isolasi, mengidentifikasi dan mengkarakterisasi
gen yang terkait dengan pembungaan dari kelapa sawit menggunakan teknik PCR.
DNA genom bunga jantan dan betina yang diisolasi menggunakan metode
CTAB+PVP menghasilkan kuantitas dan kualitas DNA paling baik dibandingkan

metode isolasi lainnya. Isolasi DNA genom dari bunga betina lebih efesien
dibandingkan dari bunga jantan.
DNA genom bunga jantan dari pohon yang mempunyai bunga jantan lebih
banyak (P1) dan DNA genom bunga betina dari pohon yang mempunyai bunga
betina lebih banyak (P2) diidentifikasi menggunakan tiga primer; BMS, BMG dan
BMD. Primer BMS, BMG dan BMD masing-masing menghasilkan produk PCR
berukuran 1200 pb; 1200 pb dan 1300 pb; 1200 pb dan 1300 pb pada DNA P1 dan
P2. Analisis BLASTn menunjukkan bahwa produk PCR mempunyai homologi
yang tinggi dengan gen SQUA1, gen GLO2, DNA repetitive dan
pentatricopeptide repeat-containing protein dari kelapa sawit.
Analisis posisi ekson dan intron menunjukkan fragmen DNA P1 dan P2
teramplifikasi primer BMS mempunyai dua ekson (ekson 1 dan 2) dan sekuen
diantaranya adalah intron. Sekuen fragmen DNA P1 dan P2 teramplifikasi primer
BMG mempunyai empat ekson (ekson 1, 2, 3 dan 4) dan sekuen diantaranya
adalah intron. Analisis alignment menggunakan APE menunjukkan sekuen
fragmen DNA P1 dan P2 yang teramplifikasi primer BMS mempunyai keragaman
sekuen pada ekson 1 dan intron. Perbedaan satu nukleotida pada bagian ekson
menghasilkan translasi asam amino yang berbeda. Fragmen DNA P1 dan P2
teramplifikasi primer BMG mempunyai keragaman ukuran fragmen dan
keragaman sekuen intron. Fragmen DNA terkait pentatricopetide-repeat

containing protein hanya terdapat pada P2.
Kata kunci: Elaeis guineensis Jacq, bunga jantan dan betina, MADS-box,
SQUAMOSA, GLOBOSA

SUMMARY
WINDA NAWFETRIAS. Isolation and Characterize of Oil Palm (Elaeis
guineensis Jacq.) Flowering Genes. Supervised by SOBIR and IRVAN FAIZAL.
The bunch size that representated by fruit number is the main parameters for
oil palm (Elaeis guinensis Jacq.) yield. The fruit number can be determined in the
initial phase of the flower development that related to various factors, include
genetic properties of the trees. Higher fruits numbers are obtained by the trees that
have higher portion of female flowers. The existence of MADS-box genes were
plays important role in determining the identity of females and males oil palm
flowering. SQUAMOSA (SQUA) genes, GLOBOSA (GLO) genes and
DEFICIENS (DEF) genes belong to large family of MADS-box gene that plays
role to development of sepals, petals and stamen. The aims of this research are
analyze isolated methode, identify and characterize genes associated with oil palm
flowering using PCR technique.
Genomic DNA from male and female flowers that was isolated using
CTAB+PVP method produce higher quantity and quality of DNA than other

isolation method. The genomic DNA was isolated using CTAB+PVP in which the
isolation of female flower genomic DNA was more efficient than the male flower.
The genomic DNA of male flowers of a tree which have more male flowers
(P1) and genomic DNA of female flowers of a tree which have more female
flowers (P2) identified using three primers; BMS, BMG and BMD. The BMS
primers gave the PCR product size 1200 bp for both genomic DNA of female and
male flowers. The BMG and BMD primers gave the PCR product size of 1200 bp
and 1300 bp for P1 and P2 respectively. BLASTn analysis showed that the PCR
product of BMS, BMG and BMD primers have homology with SQUA1 gene,
GLO2 gene, repetitive DNA and pentatricopeptide repeat containing protein from
oil palm. SQUA1 gene and GLO2 gene that belongs to MADS-box genes have
been isolated and characterized.
Exons and introns analysis showed that P1 and P2 of DNA fragment
amplified by BMS primers have two exons (exon 1 and 2) and sequences between
the exons are introns. The DNA fragment of P1 and P2 amplified by primer BMG
have four exons (exon 1, 2, 3 and 4) and sequences between the exons are introns.
Alignment analysis by APE showed that DNA fragment sequences of P1 and P2
amplified by BMS primers variety on exons 1 and introns. The variety of one
nucleotide of exons results different amino acid translation. The DNA fragment of
P1 and P2 amplified by BMG primers variety on fragment size and introns

sequences. DNA fragment related pentatricopeptide-repeat containing protein only
presence on P2.
Keywords: Elaeis guineensis Jacq, male and female flower, MADS-box,
SQUAMOSA, GLOBOSA

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PEMBUNGAAN PADA
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

WINDA NAWFETRIAS


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Awang Maharijaya, SP, MSi

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-NYA sehingga
tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini mengulas tentang kelapa sawit dengan
judul “Isolasi dan Karakterisasi Gen Pembungaan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq). Penelitian yang dilaksanakan merupakan bagian dari kegiatan “Kajian
Deteksi Pembungaan Kelapa Sawit Untuk Prediksi Produksi Buah” Pusat

Teknologi Produksi Pertanian (PTPP), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sobir, MSi dan
Bapak Dr Irvan Faizal, MEng selaku komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan,
kritik dan saran serta dukungan moril kepada penulis dalam melakukan penelitian
ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Dr Awang Maharijaya,
SP, MSi selaku penguji luar atas koreksi dan masukannya demi perbaikan tesis ini.
Penghargaan disampaikan kepada Direktur Pusat Teknologi Produksi Pertanian
BPPT beserta jajarannya, LAPTIAB BPPT Serpong dan Laboratorium PTPP,
BPPT Serpong atas izin dan dukungan yang diberikan untuk menggunakan
fasilitas penelitian, sampai penelitian diselesaikan dengan baik serta kepada
Pusdiklat BPPT yang telah mendanai studi penulis. Terima kasih penulis
sampaikan kepada rekan-rekan kerja di PTPP-TAB-BPPT Serpong dan rekanrekan PBT 2011/2012 atas bantuan, diskusi dan kerja samanya selama penulis
melaksanakan penelitian.
Segenap rasa hormat dan bangga serta terima kasih penulis sampaikan
kepada keluarga tercinta Bapak Dadiek Hardadi dan ibu Titiek MA, keluarga
Bapak Samuri Mu’in dan Ibu Zaonar, dan keluarga Bapak Supendi dan Ibu Ida
Mulyanah yang senantiasa memberikan dorongan dengan doa yang tulus selama
penulis menjalani studi. Ungkapan terima kasih dan sayang penulis sampaikan
kepada suami tercinta Bino Hermansyah dan ananda tersayang Tyaga Aisyah

Winona yang selalu sabar membantu meringankan beban, memberikan dorongan
semangat dan doa tulus kepada penulis.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat, dapat
digunakan untuk kepentingan penelitian serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
menjadi amal ibadah bagi penulis di sisi Allah SWT.

Bogor, Januari 2015
Winda Nawfetrias

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

VI

DAFTAR TABEL

VII

DAFTAR GAMBAR


VII

DAFTAR LAMPIRAN

IX

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit
Gen MADS-box dan Pembungaan
Bioinformatika
Marker-assisted Selection
3 OPTIMASI METODE ISOLASI DNA ORGAN BUNGA KELAPA
SAWIT

4
4
6
8
8
10

ABSTRAK
ABSTRACT

10
10


PENDAHULUAN

11

BAHAN DAN METODE

12

Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tanaman
Isolasi DNA
Analisis Kualitas dan Kuantitas DNA

12
12
13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Fenotipe bunga jantan dan betina kelapa sawit
Optimasi Metode Isolasi DNA

14
14

KESIMPULAN

19

4 ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN
PEMBUNGAAN PADA ORGAN BUNGA KELAPA SAWIT

20

ABSTRAK

20

ABSTRACT

20

PENDAHULUAN

21

BAHAN DAN METODE

22

Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tanaman

22
22

Isolasi DNA
Amplifikasi PCR
Purifikasi Gel Agarose
Sekuensing
Analisis Data

23
23
24
24
24

HASIL DAN PEMBAHASAN

24

Isolasi Gen Pembungaan dari Organ Bunga Jantan dan Betina Kelapa
Sawit
24
Identifikasi Keragaman Gen Pembungaan Kelapa Sawit
27
Karakterisasi Gen Pembungaan Kelapa Sawit
29
KESIMPULAN

40

5 PEMBAHASAN UMUM

41

6 KESIMPULAN UMUM

45

DAFTAR PUSTAKA

45

DAFTAR TABEL
1. Kuantifikasi DNA bunga jantan dan betina pada kelapa sawit menggunakan
NanoDrop
18
2. Primer gen pembungaan
24
3. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P1 teramplifikasi primer BMS
30
4. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P2 teramplifikasi primer BMS
30
5. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P1 teramplifikasi primer BMG
31
6. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P2 teramplifikasi primer BMG
32
7. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P1 teramplifikasi primer BMD
33
8. Hasil BLASTn sekuen fragmen DNA P2 teramplifikasi primer BMD
33
9. Hasil BLASTp asam amino hasil translasi fragmen DNA P1 teramplifikasi
primer BMS
35
10. Hasil BLASTp asam amino hasil translasi DNA fragmen P2 teramplifikasi
primer BMS
36
11. Hasil BLASTp asam amino hasil translasi DNA fragmen P1 teramplifikasi
primer BMG
36
12. Hasil BLASTp asam amino hasil translasi DNA fragmen P2 teramplifikasi
primer BMG
37

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan alir pelaksanaan penelitian
3
2. Bunga betina (A), bunga jantan (B), spikelet betina (C),
spikelet jantan (D) pada kelapa sawit
5
3. Tandan bunga jantan (A), tandan bunga betina (B),
spikelet bunga jantan (C), spikelet bunga betina (D),
individu bunga betina (E) pada kelapa sawit
14
4. Hasil isolasi DNA bunga jantan kelapa sawit ulangan 1 (J1), ulangan 2 (J2),

ulangan 3 (J3) dan bunga betina kelapa sawit ulangan 1 (B1),
ulangan 2 (B2), ulangan 3 (B3) dengan metode SDS, CTAB,
CTAB+PVP dan Kit. M : Marka 1 kb DNA ladder
17
5. Hasil PCR gradien primer BMS pada DNA genom P1 pada suhu annealing
59.4 oC (1), 60.2 oC (2), 61.1 oC (3), 62.1 oC (4) dan P2
pada suhu annealing 59.4 oC (5), 60.2 oC (6), 61.1 oC (7), 62.1 oC (8).
M : Marka 1 kb DNA ladder
25
6. Hasil PCR gradien primer BMG pada DNA P1 pada
suhu annealing 57.4 oC (1), 58.4 oC (2), 61 oC (3), 62.2 oC (4)
dan P2 pada suhu annealing 57.4 oC (5), 58.4 oC (6), 61 oC (7),
62.2 oC (8). M : Marka 1 kb DNA ladder
26
7. Hasil PCR gradient primer BMD pada DNA P1 pada suhu annealing
55.1 oC (1), 56.4 oC (2), 58 oC (3), 59.6 oC (4), 61.8 oC (5), dan P2
pada suhu annealing 55.1 oC (6), 56.4 oC (7), 58 oC (8), 59.6 oC (9)
61.8 oC (10). M : Marka 1 kb DNA ladder
26
8. Hasil purifikasi fragmen DNA P1 (1) dan P2 (2) teramplifikasi
primer BMD
27
9. Isolasi gen pembungaan ulangan 1 pada DNA P1 ulangan 1 (P11),
ulangan 2 (P12), ulangan 3 (P13) dan P2 ulangan 1 (P21),
ulangan 2 (P22), ulangan 3 (P23) menggunakan
primer BMS, BMG dan BMD. M : Marka 1 kb DNA ladder
28
10. Isolasi gen pembungaan ulangan 2 pada DNA P1 ulangan 1 (P11),
ulangan 2 (P12), ulangan 3 (P13) dan P2 ulangan 1 (P21),
ulangan 2 (P22), ulangan 3 (P23) menggunakan
primer BMS, BMG dan BMD.
M : Marka 1 kb DNA ladder
28
11. Analisis homologi fragmen DNA P1 (A) dan P2 (B) teramplifikasi
primer BMS dengan database GenBank
29
12. Analisis homologi fragmen DNA P1 (A) dan P2 (B)
teramplifikasi primer BMG dengan database GenBank
31
13. Analisis homologi fragmen DNA P1 (A) dan P2 (B) teramplifikasi
primer BMD dengan database GenBank
32
14. Analisis posisi ekson dan intron pada sekuen fragmen DNA P1 (bawah)
dan P2 (atas) teramplifikasi primer BMS menggunakan Softberry
34
15. Analisis posisi ekson dan intron pada sekuen fragmen DNA P1 (bawah)
dan P2 (atas) teramplifikasi primer BMG menggunakan Softberry
34
16. Analisis posisi ekson dan intron pada sekuen fragmen DNA P2
teramplifikasi primer BMD menggunakan Softberry
35
17. Analisis BLASTp fragmen DNA P1 (A) dan P2 (B) teramplifikasi
primer BMS
35
18. Analisis BLASTp fragmen DNA P1 (A) dan P2 (B) teramplifikasi
primer BMG
36
19. Alignment sekuen fragmen DNA P1 (bawah) dan P2 (atas)
teramplifikasi primer BMS
38
20. Alignment asam amino hasil translasi fragmen DNA P1 (bawah)
dan P2 (atas) teramplifikasi primer BMS
38
21. Alignment sekuen fragmen DNA P1 (bawah) dan P2 (atas)
teramplifikasi primer BMG
39

22. Alignment asam amino hasil translasi fragmen DNA P1 (bawah)
dan P2 (atas) teramplifikasi primer BMG
23. Alignment sekuen fragmen DNA P1 (bawah) dan P2 (atas)
teramplifikasi primer BMD

40
40

DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan buffer ekstraksi
2. Sekuen Fragmen DNA P1 dan P2 teramplifikasi primer BMS, BMG
dan BMD
3. Analisis fragmen DNA menggunakan Softberry

55
56
60

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman penghasil
minyak nabati terbesar kedua dan menyumbangkan sekitar seperempat pasokan
minyak dunia (USDA 2014), yang termasuk dalam famili Arecaceae. Kelapa
sawit mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh lebih lengkap dibandingkan
dengan minyak nabati dari jagung dan kelapa (Dauqan et al. 2011). Indonesia
merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan total
produksi mencapai 31 juta ton pada pertengahan tahun 2013/2014. Produksi ini
meningkat dari pertengahan tahun 2012/2013 yang hanya mencapai 28.5 juta ton.
Pertumbuhan ini terutama disebabkan meningkatnya area pertanaman kelapa sawit
9.538 juta hektar dengan luas areal panen 7.221 juta hektar pada tahun 2012
menjadi 9.933 juta hektar pada tahun 2013 dengan luas areal panen 7.686 juta
hektar. Negara lain penghasil kelapa sawit antara lain Malaysia (20 juta ton),
Thailand (2.1 juta ton), Colombia (1 juta ton) dan Nigeria (0.93 juta ton) (USDA
2014).
Berkaitan dengan isu pelestarian lingkungan, saat ini peningkatan produksi
kelapa sawit diarahkan tanpa melalui perluasan area tanam. Pengembangan
industri kelapa sawit memerlukan beberapa upaya untuk mencapai tujuan
peningkatan produktivitas nasional, salah satunya adalah pemanfaatan benih
unggul bermutu yang didukung dengan ketersediaan sumber daya genetik (plasma
nutfah) yang mempunyai tingkat keragaman genetik yang tinggi (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2010). Informasi morfologi dan genetik sangat bermanfaat
untuk memberi kelengkapan informasi tanaman dan mampu mencerminkan
potensi setiap individu (Asmono 1998).
Kualitas dan kuantitas buah menjadi parameter utama dalam menentukan
produksi tanaman kelapa sawit. Secara umum parameter ini dapat ditentukan sejak
awal fase pembungaan, sehingga penelitian untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas produksi seharusnya dilakukan juga pada bunga sebagai tahap awal
pembentukan buah. Pembungaan merupakan proses yang fundamental pada
perkembangan tanaman. Pembungaan tanaman merupakan kejadian fisiologis
kompleks yang secara morfologi ditandai adanya perubahan dari fase vegetatif
menuju terbentuknya organ-organ bunga.
Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious yang memproduksi bunga
uniseksual dengan siklus munculnya organ bunga jantan dan betina dalam suatu
pola tertentu yang sampai saat ini belum dapat diprediksi. Fertilisasi antara bunga
jantan dan betina akan menghasilkan buah yang mengandung minyak. Secara
umum satu pokok kelapa sawit lebih diharapkan mempunyai banyak bunga betina
normal karena akan menghasilkan buah sawit, namun keberadaan bunga jantan
tetap diperlukan untuk menyerbuki bunga betina. Pola pembungaan yang khas ini
mempengaruhi prediksi produksi kelapa sawit. Untuk mengatasi masalah
pembungaan pada kelapa sawit tersebut, perlu dilakukan penelitian berbasis
molekuler, studi lapang, dan mekanisme biokimia mengenai pembungaan.
Pembungaan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal
kompleks yaitu faktor abiotik (cekaman air), faktor metabolik (siklus karbon,
1

2
asimilasi karbon), faktor hormon (hormon NAA, Giberelin) dan faktor genetik.
Faktor abiotik, faktor metabolik dan faktor hormon sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dibandingkan faktor genetik, oleh karena itu penelitian mengenai sifat
jantan dan betina berbasis molekuler diharapkan bisa menghasilkan data yang
lebih tepat dan akurat. Faktor genetik yang mempengaruhi pembungaan adalah
adanya gen-gen yang mengatur pembungaan termasuk adanya gen-gen yang
mengatur pembentukan organ bunga jantan dan betina. Gen-gen yang berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan bunga termasuk dalam famili besar gen
MADS-box. Gen MADS-box menyandikan faktor transkripsi yang berfungsi
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan, termasuk pembentukan meristem
bunga dan organ bunga pada tanaman (Adam et al. 2011).
Keragaman gen MADS-box berpotensi diaplikasikan sebagai marka untuk
mengidentifikasi genotipe terkait sifat jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lande dan Thompson (1990) bahwa genetika molekuler dapat
diintegrasikan dengan metode seleksi konvensional dalam rangka
mengidentifikasi fenotipe tertentu dengan mengaplikasikan marker-assisted
selection (MAS). Efesiensi seleksi dapat meningkat dengan penggunaan MAS.
MAS merupakan marka (dapat berupa keragaman morfologi, biokimia atau
runutan nukleotida DNA/RNA) yang digunakan untuk seleksi tidak langsung
untuk menentukan genetik suatu genotipe atau untuk menduga karakter harapan
seperti produksi, ketahanan penyakit, toleransi terhadap cekaman abiotik atau
kualitas hasil.
Fokus penelitian ini adalah isolasi dan karakterisasi gen yang berperan pada
pembungaan, serta mengidentifikasi keragaman gen terkait pembungaan.
Keragaman gen pembungaan khususnya gen MADS-box diharapkan dapat
diaplikasikan sebagai MAS untuk mengidentifikasi sifat terkait jantan dan betina,
yang selanjutnya dapat memprediksi produksi kelapa sawit. Penelitian mengenai
gen yang berperan pada pengaturan pembungaan pada tanaman telah dilakukan
pada Seline latifolia (Hardenack et al. 1994), Pinus radiata (Mouradov et al.
1998),
Eucalyptus
grandis(KatodanHibino
2009)
dan
Theobroma
cacao(Samanhudi 2006). Penelitian mengenai gen-gen yang berperan dalam
pembungaan kelapa sawit telah dilakukan oleh Lee at al. (2009) dan Adam et al.
(2007).
Bunga sebagai karakter penentu jenis kelamin saat ini belum digunakan
pada program perbaikan genetik kelapa sawit, sehingga belum banyak penelitian
mengenai jumlah atau jenis gen yang terlibat pada pembungaan. Namun, untuk
kepentingan seleksi genotipe yang berkaitan dengan karakter produksi terutama
bobot tandan akan selalu berkaitan dengan pembungaan terutama keberadaan
bunga betina. Bunga jantan diperlukan sebagai penyumbang polen untuk
menyerbuki bunga betina sehingga pohon kelapa sawit dengan bunga jantan lebih
banyak dapat diatur pola tanamnya dengan tujuan menghasilkan produksi yang
maksimal pada area tertentu. Urutan nukleotida (sekuen) gen-gen yang berperan
terhadap pembungaan pada kelapa sawit dapat digunakan sebagai salah satu
marka seleksi karakter produksi sehingga pengetahuan dasar mengenai
mekanisme pembentukan dan perkembangan bunga secara molekuler sangat
bermanfaat.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis metode isolasi DNA yang
efektif dari organ bunga kelapa sawit, (2) mengidentifikasi keragaman gen terkait
pembungaan pada kelapa sawit, (3) mengkarakterisasi gen terkait pembungaan
pada kelapa sawit.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan output berupa keragaman gen terkait
pembungaan khususnya gen MADS-box yang selanjutnya berpotensi
diaplikasikan sebagai marka DNA untuk identifikasi genotipe terkait sifat jantan
dan betina pada kelapa sawit.
Optimasi Metode Isolasi DNA Organ Bunga
Spikelet
jantan

Isolasi DNA
Metode I, II,
III, IV

Spikelet
betina

Bunga jantan P1
(bunga
jantan>betina)
Bunga betina P2
(bunga
betina>jantan)

Sekuen
P1

Analisis
kualitas dan
kuantitas

Isolasi gen
pembungaan
(Primer BMS,
BMG, BMD)

Karakterisasi
sekuen gen
pembungaan

Sekuen
P2

Gambar 1. Bagan alir pelaksanaan penelitian

DNA genom jantan
DNA genom betina

Isolasi, Identifikasi dan
Karakterisasi Gen Pembungaan
Identifikasi
keragaman
gen
pembungaan

Keragaman
sekuen gen
pembungaan

Keragaman
ukuran
fragmen gen
pembungaan

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman asli Afrika Barat yang selanjutnya menyebar
ke Amerika Selatan dan sampai ke semenanjung Indo-Malaysia. Kelapa sawit
pertama kali diintroduksi oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848,
tepatnya di kebun raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai dikenal di Indonesia dan
dibudidayakan secara komersil dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun
1911. Pada mulanya hanya berkembang di Sumatera Utara dan Riau yang kemudian
berkembang di seluruh Indonesia (Hartley 1977).
Kelapa sawit memiliki genom diploid dengan 16 pasang kromosom homolog
(2n = 32) dan merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga di alam akan
dihasilkan keturunan yang heterozigot heterogen (Madon dan Clyde 1995). Kelapa
sawit termasuk dalam Divisio : Embryophyta Siphonagama, Kelas : Angiospermae,
Ordo : Monocotyledonae, Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae), Sub famili :
Cocoideae, Genus : Elaeis dan Spesies : Elaeis guineensis Jacq. (Pahan 2012). Untuk
membedakan varietas kelapa sawit, terdapat dua kriteria yang digunakan yaitu
berdasar tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan warna buah. Berdasar tebal tipis
cangkang, kelapa sawit digolongkan menjadi 3 varietas yaitu : Dura, Pisifera dan
Tenera. Sedangkan berdasarkan warna buah, kelapa sawit dibagi menjadi 3 varietas
yaitu : Nigrescens, Virescens dan Albescens (Lubis 1992).
Kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu (monoecious) yang berarti bunga
jantan (staminate) dan betina (pistillate) tidak berada dalam satu bunga tetapi masih
dihasilkan dari satu pohon yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai
juga bunga jantan dan betina pada satu tandan (hermafodit). Kelapa sawit disebut
sebagai dioceous temporal karena meskipun bunga jantan dan bunga betina tumbuh
pada satu pohon yang sama, tetapi waktu pematangannya berbeda sehingga
memungkinkan terjadinya penyerbukan silang (Adam et al 2011). Dioceous temporal
diartikan sebagai urutan pembungaan yang tersinkronisasi sehingga kecil
kemungkinan atau bahkan tidak terjadi fase bunga jantan dan betina matang dalam
waktu bersamaan pada satu tanaman yang sama. Dioceous temporal dapat terjadi
dengan penundaan kematangan salah satu carpel (pada kasus bunga protandrous) atau
stamen (pada kasus bunga protogynous), kedua kondisi ini disebut sebagai
dichogamy (Cruden dan Hermann-Parker 1997).
Rasio bunga jantan terhadap bunga betina dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik
(cekaman air). Pada musim kering produksi bunga jantan lebih banyak dibandingkan
dengan bunga betina, sedangkan pada musim hujan produksi bunga betina lebih
banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Semua ketiak daun pada dasarnya
menghasilkan bakal bunga tetapi sebagian mengalami aborsi pada stadium dini
sehingga tidak semua ketiak daun menghasilkan bunga. (Mangoensoekarjo dan
Semangun 2005). Perkembangan bunga dari proses inisiasi awal sampai membentuk
infloresen lengkap pada ketiak daun memerlukan waktu 2.5 – 3 tahun. Bunga akan
muncul dari ketiak daun beberapa saat menjelang anthesis (Pahan 2012).
4

5

Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri atas kumpulan
spikelet dan tersusun dalam pembungaan yang berbentuk spiral. Bunga jantan dan
betina mempunyai ibu tangkai bunga (peduncle/rachis) yang merupakan struktur
pendukung spikelet. Bunga jantan dan betina dibedakan berdasarkan morfologi
spikelet (Pahan 2012). Penampakan makroskopi bunga jantan dan betina normal
terlihat seperti Gambar 2.

A

B

C

D

Gambar 2. Bunga betina (A), bunga jantan (B), spikelet betina (C), spikelet
jantan (D) pada kelapa sawit
Seludang bagian dalam dan bagian luar pada tandan bunga betina menutupi
pembungaan secara kuat hingga kira-kira enam minggu sebelum antesis. Dua atau
tiga minggu selanjutnya seludang bagian dalam pecah, kemudian kedua seludang
menjuntai dan hancur, serta bunga terdorong keluar (Hartley 1977). Tandan bunga
betina kelapa sawit merupakan gabungan tongkol (spadix) pada tangkai bunga yang
kuat dengan panjang 30 - 45 cm. Spikelet tersusun secara spiral mengelilingi sumbu
bunga. Satu tandan bunga memiliki 100 – 200 spikelet dan tiap spikelet memiliki 15 –
20 bunga. Bunga betina tidak serentak antesis, pada satu tandan umumnya
membutuhkan waktu 3 – 5 hari atau lebih (Lubis 1992).
Tandan bunga jantan juga dibungkus oleh seludang bunga, yang pecah jika
antesis. Bunga jantan tidak bertangkai tersusun pada rachis dari suatu spikelet.
Spikelet berbentuk silinder seperti tongkol. Ukuran spikelet antara 10 – 20 cm.
spikelet terdiri atas 700 – 1200 bunga jantan. Sebelum mekar, bunga secara sempurna
terbungkus dalam bract triangular yang terdiri atas enam segmen perhiasan kecil,
suatu tabula androesium dengan enam atau tujuh kepala sari, serta gimnoesium
rudimenter yang berhubungan dengan stigma tiga cuping (trilobe stigma). Bunga
jantan mulai mekar dari dasar spikelet (Hartley 1977).

6

Gen MADS-box dan Pembungaan
Gen MADS-box merupakan super famili gen yang ditemukan pada fungi,
tanaman dan hewan yang mengkodekan faktor transkripsi dengan domain conserve
sangat tinggi yang disebut MADS-box atau domain MADS. Akronim “MADS”
didapatkan dari empat anggota famili yang ditemukan pertama kali dari anggota
famili ini, antara lain Minichromosome maintenance 1 (MCM1; dari yeast),
AGAMOUS (AG; dari Arabidopsis thaliana), DEFICIENS (DEF; dari Antirrhinum
majus), dan Serum response factor (SRF; dari manusia) (Schwarz-Sommer et al.
1990; Shore dan Sharrocks 1995). Domain MADS tersusun atas 56-58 asam amino
yang terlibat dalam pengikatan DNA dan dimerisasi pada faktor transkripsi (Krizek
dan Meyerowitz 1996; Davies et al. 1999).
Protein MADS-box pada tanaman mempunyai struktur sekunder yang sama
dengan domain DNA-binding. Region MADS-box (M) berada di protein N-terminal.
Region MADS-box diikuti dengan region Intervening (I) dan K-box (K), kedua
region ini berperan pada interaksi antar protein, dan C-terminus (C), region ini
menunjukkan perbedaan sekuen yang cukup tinggi antar anggota gen MADS-box
(Ma et al. 1991; Theissen et al. 2000). Hal ini sesuai dengan penelitian SchwarzSommer et al. (1992) struktur unit transkripsi SQUAMOSA mirip dengan gen MADSbox lain yang telah diketahui. Misalnya enam ekson pertama gen SQUAMOSA
mempunyai ukuran yang sama dengan enam ekson pertama gen DEFICIENS dan gen
GLOBOSA.
Penentuan identitas organ pembungaan secara molekuler dapat dipelajari
menggunakan model ABCDE (Coen dan Meyerowitz 1991; Colombo et al. 1995;
Pelaz et al. 2000; Honma dan Goto 2001). Gen kelas A, B, C, D dan E dikelompokan
berdasarkan kesamaan sekuen, yaitu gen SQUAMOSA (kelas A), DEFICIENS (kelas
B), GLOBOSA (kelas B), AGAMOUS (kelas C dan D) dan AGL2-like (kelas E)
(Becker dan Theissen 2003). Model ini dapat bervariasi dari skema dasar sesuai
dengan kelompok tanaman yang spesifik (Theissen et al. 2000).
Berdasarkan model umum ABCDE ekspresi gen kelas A menentukan
pembentukan sepal pada kaliks. Aktivitas kombinasi gen kelas A, B dan E
menentukan pembentukan petal pada corolla. Ekspresi gen kelas B, C dan E
menentukan pembentukan stamen pada androecium sedangkan aktivitas gen C dan E
menentukan pembentukan carpel pada gynoecium. Gen kelas C, D dan E menentukan
identitas ovule (Purugganan et al. 1995; Theissen et al. 1996, 2000; Alvarez-Buylla et
al. 2000; Lamb dan Irish 2003). Konsep model pembungaan ABCDE telah
diaplikasikan pada sebagian besar spesies dikotil (Pnueli et al. 1994; Kater et al. 1998,
2001; Berbel et al. 2001; Immink et al. 2003). Konsep model pembungaan ABCDE
banyak teridentifikasi pula pada spesies monokotil (Mena et al. 1995; Ambrose et al.
2000; Jeon et al. 2000; Fornara et al. 2003; Xiao et al. 2003).
Gen SQUAMOSA (SQUA) dan GLOBOSA (GLO) diketahui sebagai gen
morfogenetik (Schwarz-Sommer et al. 1990). Gen DEFICIENS (DEF) (Sommer et al.
1990) dan gen GLO (Trobner et al. 1992) merupakan gen identitas organ bunga yang
berperan pada pembentukan petal dan stamen (fungsi B). Gen DEF dan GLO

7

merupakan gen identitas pembungaan pada A. majus, sedangkan gen SQUA
merupakan gen identitas meristem (Schwarz-Sommer et al. 1990).
Aktivitas transkripsional gen SQUA level rendah terdeteksi pada cabang dan
daun tepat sebelum pembungaan. Transkripsi gen SQUA tertinggi terlihat pada
meristem lateral pembungaan sesaat setelah meristem terbentuk di axil pada cabang.
Aktivitas transkripsional gen SQUA terdeteksi sampai akhir morfogenesis bunga
kecuali pada diferensiasi stamen. Gen SQUA menarik untuk diteliti karena gen ini
berperan sebagai kontrol genetik pembungaan (Peter et al.1992). Pada Arabidopsis
thaliana, terdapat tiga gen yang termasuk dalam subfamili SQUA berperan dalam
penentuan pembentukan pembungaan yaitu AP1, FUL dan CAL (Ferrandiz et al.
2000). Ekspresi spesifik pada EgSQUA1 pada pembungaan dan meristem
pembungaan merupakan pola yang umum terobservasi pada hampir semua anggota
subfamili SQUA pada gen MADS box (Huijser et al. 1992; Mandel et al. 1992; Mena
et al. 1995; Moon et al. 1999; Kyozuka et al. 2000).
Gen GLO dan DEF mempunyai fungsi yang hampir sama pada morfogenesis
pembungaan (Trobner et al. 1992). Gen MADS-box kelas B terbagi menjadi dua
kluster yang berhubungan yaitu gen DEF dan GLO (Egea-Cortines et al. 1999). Pada
eudicotil tingkat rendah dan angiospermae, gen DEF dan GLO secara berkelanjutan
terekspresi selama perkembangan stamen tetapi ekspresi gen ini bervariasi pada petal
(Kramer dan Irish 1999, Kramer dan Irish 2000). Ekspresi gen kelas B (GLO) pada A.
majus menunjukkan pola ekspresi yang berbeda pada tahap perkembangan akhir alat
kelamin jantan dan betina. Ekspresi gen GLO berkurang dan menghilang pada tahap
determinasi seksual pada bunga betina; namun ekspresi gen GLO tetap terlihat pada
tahap ini pada bunga jantan. Hasil ini menunjukkan kemungkinan ekspresi gen GLO
mempengaruhi degenerasi stamen pada bunga betina (Park et al. 2004).
Penelitian filogenetik menunjukkan bahwa gen AP3 pada Arabidopsis thaliana
merupakan ortolog gen DEF pada A. majus dan PI pada A. thaliana merupakan
ortolog GLO pada A. majus. Gen DEF dan AP3 merupakan paralog dari GLO dan PI.
Gen AP3, DEF, GLO dan PI merupakan gen MADS-box dengan fungsi kritis pada
spesifikasi organ bunga dan perkembangan bunga (Doyle 1994; Goto dan Meyerowits
1994; Jack et al. 1992; Purungganan et al. 1995). Gen GLO dan DEF pada A. majus
diketahui bahwa gen ini mempunyai sekuen protein conserve dan pola ekspresi yang
relatif sama (Jack et al. 1992).
Ekspresi EgDEF1 terekspresi pada lingkaran dalam dan stamen/staminodes
pada bunga jantan atau betina, yang mengindikasikan adanya perbedaan identitas
moleluker untuk organ pada lingkaran pertama dibandingkan lingkaran kedua,
meskipun pada kelapa sawit fenotipnya tampak sama (Dransfield dan Uhl 1998).
EgDEF1 terlibat pada deteminasi petal, insiasi stamen/staminode dan perkembangan
stamen fungsional, sedangkan EgGLO2 berperan pada determinasi stamen dan petal
(Adam et al. 2011).
Gen SQUA, DEF dan GLO berinteraksi secara molekuler yang akan
menginduksi aktivasi gen lainnya (Egea-Cortines et al. 1999; Davies et al. 1996).
Gen SQUA, DEF dan GLO terlibat pada pembentukan filotaksis dan interaksi antara
ketiga gen ini terdeteksi sampai pada level protein (Egea-Cortines et al. 1999).

8

Bioinformatika
Bioinformatika adalah konseptualisasi biologi molekul dan aplikasi teknik
informatika (yang berasal dari berbagai ilmu seperti matematika terapan, ilmu
komputer dan statistik untuk mengetahui dan mengelompokan informasi yang terkait
dengan molekul yang dianalisis pada skala yang luas. Bioinformatika merupakan seni
dan ilmu pengetahuan yang fokus pada penggunaan komputer untuk area penelitian
biologi seperti genomik, transkriptomik, proteomik, genetik dan evolusi (Goodman
2002).
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) merupakan alat cepat
pembanding sekuen dengan mengkonstruksi alignment untuk mengoptimasi
kemiripan antara sekuen nukleotida dan protein dengan database sekuen di GenBank.
Program ini dirancang untuk mengeksplorasi semua database sekuen yang diminta
baik berupa nukleotida maupun protein. Program BLAST juga dapat digunakan untuk
mendeteksi hubungan antar sekuen yang hanya mempunyai kesamaan pada region
tertentu. BLASTn digunakan untuk menbandingkan sekuen nukleotida dengan sekuen
nukleotida lain yang ada dalam database. BLASTp digunakan untuk membandingkan
sekuen protein dengan protein dalam database. (Altschul et al. 1990).
Alignment sekuen merupakan salah satu cara untuk mensejajarkan sekuen DNA,
RNA atau protein untuk mengidentifikasi region yang memiliki kemiripan yang
diduga mempunyai kesamaan hubungan fungsi, struktur atau evolusi antar sekuen.
Alignment multiple sekuen merupakan lanjutan dari alignment berpasangan untuk
membandingkan lebih dari dua sekuen pada saat yang sama. Multiple alignment
sering digunakan pada identifikasi region sekuen yang conserved antar kelompok
sekuen (Mount, 2004).
Marker-assisted Selection
Keberlanjutan perbaikan hasil pertanian dari pemuliaan konvensional
memerlukan dukungan teknologi baru seperti bioteknologi untuk memaksimalkan
kemungkinan keberhasilannya. Salah satu cakupan bioteknologi, teknologi marka
DNA berasal dari penelitian genetik dan genomik, menawarkan hasil yang baik untuk
pemuliaan tanaman. Pemanfaatan keterpautan genetik, marka DNA dapat digunakan
untuk mendeteksi keberadaan keragaman alelik pada gen yang terkait pada suatu
karakter tertentu. Penggunaan marka DNA dapat meningkatkan efesiensi dan presisi
pemuliaan tanaman. Penggunaan marka DNA pada pemuliaan tanaman disebut
sebagai Marker-Assisted Selection (MAS) dan termasuk dalam pemuliaan molekular.
Eksploitasi keuntungan relatif
MAS untuk pemuliaan konvensional dapat
berpengaruh besar pada perbaikan tanaman. MAS yang spesifik dibutuhkan pada
tanaman yang spesifik dan karakter yang spesifik pula. Teknologi marka baru dapat
mengurangi mahalnya biaya MAS secara potensial, bila keefektifan metode baru
tervalidasi dan kelengkapannya dapat dengan mudah ditemukan, hal ini dapat
menyebabkan MAS menjadi dapat diaplikasikan secara luas untuk program
pemuliaan tanaman (Collard dan Mackill 2008).

9

Marker assisted-selection (MAS) dapat mempercepat proses pemuliaan kelapa
sawit. Pemuliaan kelapa sawit menggunakan MAS sudah dilakukan pada karakter
ketebalan cangkang (Mayes et al. 1997; Moretzsohn et al. 2000), virescens dan
penyakit tajuk (crown disease) (Breure dan Soebagjo1991). Marka untuk ketebalan
cangkang dapat mempunyai nilai komersial potensial pada program pemuliaan
dengan memprediksi tipe cangkang sebelum tanaman mulai berbuah. MAS untuk
seleksi ketebalan cangkang dapat mempercepat waktu pemuliaan kelapa sawit
(Moretzsohn et al. 2000). Menurut Shah et al. (1994) keragaman genetik antara
aksesi yang berbeda pada plasma nutfah kelapa sawit dapat dideteksi menggunakan
MAS. Marka yang telah diaplikasikan pada kelapa sawit adalah Marker-assisted
recurrent selection (MARS). MARS dapat diaplikasikan pada kelapa sawit dengan
populasi kecil untuk seleksi fenotip. MARS dapat diaplikasikan pula pada spesies
pohon lainnya yang mempunyai siklus hidup yang panjang, biaya pemeliharaan yang
tinggi pada perkebunan pemuliaan dan ukuran populasi kecil pada program seleksi
(Wong dan Bernardo 2008).

3 OPTIMASI METODE ISOLASI DNA ORGAN BUNGA
KELAPA SAWIT

ABSTRAK
Salah satu peningkatan produksi kelapa sawit saat ini diarahkan pada aplikasi
molekuler berbasis DNA. Marka DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu
karakter pada tanaman dalam rangka mempermudah seleksi. Kemurnian DNA yang
tinggi merupakan syarat utama dalam proses PCR dan analisis PCR. Organ bunga
jantan dan betina pada kelapa sawit mempunyai senyawa polisakarida dan polifenolik
yang tinggi sehingga dapat mendegradasi DNA. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui metode isolasi DNA genom yang optimal dari organ bunga jantan dan
bunga betina kelapa sawit. Metode SDS, metode CTAB dan metode CTAB+PVP
menghasilkan DNA genom dengan kualitas yang cukup baik. Metode CTAB+PVP
menghasilkan kemurnian dan konsentrasi DNA genom paling tinggi dibandingkan
dengan metode SDS dan CTAB. Isolasi DNA genom dari bunga betina lebih efektif
dibandingkan dengan bunga jantan, hal ini disebabkan bunga jantan lebih banyak
mengandung polisakarida.
Kata kunci : kelapa sawit, isolasi DNA, bunga jantan dan betina, CTAB, PVP

ABSTRACT
At this time one of the increased oil palm production directed on the application on
the molecular application based on DNA. DNA markers can be used to identify a
character in plants as an effort to ease selection. The high DNA purity is the main
requirement in PCR process and analysis. Males and females oil palm flowers have
high polyphenolic and polysaccharides compound that can be degrades DNA. The
aim of this research is to know an optimal method of genomic DNA isolation from
males and females oil palm flowers. SDS method, CTAB method, and CTAB+PVP
method produce high quality of genomic DNA. CTAB+PVP method produce higher
purity and concentration of genomic DNA than SDS method and CTAB method. The
isolation of genomic DNA from females flowers more effective than male flowers,
because the males flowers cointing higher polysaccharides.
Keywords : oil palm, DNA isolation, male and female flower, CTAB, PVP

10

11

PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan telah banyak dibudidayakan di
daerah tropis, oleh karena itu upaya peningkatan produksi kelapa sawit terus
dilakukan. Saat ini pemuliaan kelapa sawit diarahkan pada aplikasi molekuler untuk
meningkatkan produksi kelapa sawit. Perkembangan metode biologi molekuler
berbasis DNA melibatkan isolasi DNA dan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).
Isolasi DNA menjadi sangat bermanfaat dan merupakan alternatif untuk
penelitian mengenai karakter suatu tanaman di tingkat genomik. Pemanfaatan DNA
sebagai materi genetik telah banyak diaplikasikan untuk mengetahui keragaman suatu
karakter tertentu pada kelapa sawit pada tingkat genomik (Treagear et al. 2002;
Hetharie 2007; Budiani 2010; Jaligot et al. 2014). Pada proses perkembangan
genetika, sangat memungkinkan untuk menggunakan marka molekuler untuk
menyeleksi aksesi, memilih tetua dan seleksi progeni. Berbagai analisis molekuler
memerlukan kemurnian DNA yang tinggi sebagai syarat utama. Oleh karena itu,
metode isolasi yang tepat sangat diperlukan untuk mendapatkan DNA yang
berkualitas.
Teknik molekuler bervariasi dalam cara pelaksanaan untuk mendapatkan data,
baik teknik maupun target data yang diinginkan sesuai kemudahan pelaksanaan,
ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas dan dana (Karp et al. 1997). Ekstraksi
untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan satu kaidah dasar yang harus
dipenuhi dalam studi molekuler. Metode isolasi DNA menggunakan buffer Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) dan Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)
merupakan metode yang umum digunakan dalam isolasi DNA genom tanaman yang
banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol (Lumaret et al. 1998; Jose
dan Usha 2000; Ribeiro et al. 2007). Polyvinyl pyrrolidone (PVP) sering digunakan
untuk mengurangi senyawa fenol yang dapat mendegradasi DNA. PVP melalui ikatan
hidrogen, membuat ikatan kompleks dengan polifenolik, dan secara efektif dapat
menghilangkan polifenolik dari homogenate (John 1992; Kim et al. 1997). Beberapa
protokol isolasi DNA Dellaporta et al. (1983), Jobes et al. (1995), Zheng et al. (1995)
serta masih banyak metode lainnya digunakan untuk isolasi DNA organ-organ
tanaman, namun tidak semua protokol tersebut cocok untuk semua jenis tanaman.
Penelitian berbasis DNA mengenai gen yang berpengaruh terhadap suatu
karakter tertentu biasanya akan dilakukan dengan mengambil sampel organ sesuai
dengan tempat terekspresinya gen tersebut. Penelitian mengenai gen pembungaan
dilakukan dengan mengisolasi DNA dari sampel organ bunga jantan dan betina untuk
menghindari sekuen gen target yang termutasi. Kualitas DNA genom yang baik
merupakan syarat untuk aplikasi metode marker-assisted selection (MAS) pada
program pemuliaan tanaman. Isolasi DNA dan RNA pada jaringan organ bunga yang
sama memungkinkan untuk mempelajari korelasi antara ekspresi organ bunga dan
sekuen DNA genomik spesifik (Dang dan Chen 2013). Setiap organ tanaman
membutuhkan protokol isolasi yang berbeda, oleh karena itu, perlu dilakukan
optimasi metode untuk melakukan isolasi DNA dari organ bunga kelapa sawit.

12

Sebagian besar spesies tanaman menghasilkan metabolit sekunder seperti
alkaloid, flavanoid, fenol, polisakarida, terpen dan quinon yang digunakan pada
industri makanan, farmasi, kosmetik dan pestisida. Keberadaan metabolit tersebut
dapat menghambat prosedur isolasi dan reaksi DNA seperti restriksi DNA,
amplifikasi dan kloning. Secara umum masalah utama pada isolasi dan purifikasi
DNA adalah (1) degradasi DNA karena adanya endonuklease, isolasi pada sampel
yang mengandung polisakarida tinggi, dan (2) adanya senyawa inhibitor seperti
polifenol dan metabolit sekunder lainnya yang secara langsung dan tidak langsung
berpengaruh terhadap reaksi enzimatik (Weishing et al. 1995). Keberadaan agen
pengoksidasi seperti polifenol pada beberapa spesies tanaman, dapat mengurangi
hasil dan kemurnian DNA yang terekstraksi (Loomis 1974; Porebski et al. 1997).
Tanaman kelapa sawit termasuk dalam famili Aracaeae. Tanaman yang
termasuk dalam famili ini biasanya mempunyai polisakarida dan polifenolik yang
tinggi dan mempunyai daun dengan kultikula lilin dan kandungan serat yang tinggi.
Polisakarida diketahui dengan mudah bereaksi dengan DNA selama proses ekstraksi.
Selanjutnya, komponen polifenolik pada sampel akan dengan cepat teroksidasi dan
dapat mengikat DNA. Sampel yang terkontaminasi polisakarida dan polifenolik
menyebabkan degradasi DNA dan menyebabkan masalah saat analisis sekuen DNA.
Tingginya viskositas polisakarida menyebabkan sulitnya pemipetan dan menghambat
aplikasi downstream dengan mengganggu aktivitas enzim seperti endonuklease,
ligase dan polymerase (Fang et al. 1992). Beberapa metode ekstraksi DNA genom
untuk tanaman yang mempunyai tingkat fenolik tinggi telah dipublikasikan Lodhi et
al. (1994) dan Porebski et al. (1997).
Fokus penelitian ini adalah optimasi metode isolasi DNA dari organ bunga
jantan dan betina pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan menganalisis metode
isolasi DNA dari organ bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit dengan
konsentrasi dan kemurnian yang tinggi, serta kontaminasi paling sedikit sehingga
memudahkan dalam proses PCR dan analisis hasil PCR.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Pemuliaan Tanaman, LAPTIAB, BPPT,
Serpong. Pengambilan sampel tanaman dilaksanakan di Puspitek, Serpong. Waktu
penelitian dimulai dari bulan Juni 2013 sampai Agustus 2013.
Bahan Tanaman
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spikelet bunga jantan dan
individu bunga dari spikelet bunga betina varietas Tenera yang diambil dari Puspiptek,
Serpong. Sampel bunga setelah dilepaskan dari pelepahnya segera disimpan pada
suhu -20 oC untuk isolasi DNA.

13

Isolasi DNA
DNA genom total diperoleh dengan menggerus sampel sebanyak 0.5 gram
menggunakan nitrogen cair sampai halus. Mortar dan pestle yang digunakan
diinkubasi semalaman pada suhu -20 oC. Pada metode I serbuk sampel dimasukan ke
dalam tabung sentrifus yang berisi 5 ml buffer ekstraksi (SDS 10%; EDTA 0,5 M pH
8; Tris HCl 1 M pH 8; NaCl 5 M; ddH2O; 1% mercaptoenatol) yang telah diinkubasi
sebelumnya pada suhu 65 oC. Pada metode II serbuk sampel dimasukan ke dalam
tabung sentrifus yang berisi 5 ml buffer ekstraksi (CTAB 10%; EDTA 0,5 M pH 8;
Tris HCl 1 M pH 8; NaCl 5 M; ddH2O; 1% mercaptoetanol) yang telah diinkubasi
sebelumnya pada suhu 65 oC. Pada metode III sampel digerus dengan penambahan
0.1 gram PVP, selanjutnya serbuk dimasukan ke dalam tabung sentrifus yang berisi 5
ml buffer ekstraksi (CTAB 10%; EDTA 0,5 M pH 8; Tris HCl 1 M pH 8; NaCl 5 M;
ddH2O; 1% mercaptoenatol) yang telah diinkubasi sebelumnya pada suhu 65 oC.
Pembuatan buffer ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 1. Larutan dihomogenkan
dengan vortex kemudian diinkubasi pada suhu 65 oC selama 30 menit. Larutan
dihomogenkan tiap 5 menit. Larutan diinkubai pada suhu kamar kemudian
ditambahkan 1 volume CI (Chloroform : Isoamil alcohol = 24 : 1) dan disentrifus
14000 rpm selama 20 detik pada suhu 4 oC. Langkah ini diulang tiga kali. Supernatan
diambil kemudian ditambahkan 1 volume isopropanol yang telah diinkubasi pada
suhu 4 oC. Setelah diinkubasi di suhu -20 oC selama 30 menit, larutan disentrifuse
pada 14000 rpm selama 10 menit 4 oC. Supernatan dibuang kemudian pelet
dikeringkan. Pelet ditambahkan 500 µl TE, 1/10 volume NaCH3COO3 3 M pH 7
dingin, 2 volume ethanol absolute yang telah diinkubasi pada suhu 4 oC, kemudian
disimpan pada -20 oC semalam. Larutan disentrifuse pada suhu 4 oC dengan
kecepatan 14000 rpm selama 10 menit. Pelet DNA dicuci dengan 400 µl 70% ethanol
yang telah diinkubasi pada suhu 4 oC, kemudian disentrifuse pada suhu 4 oC dengan
kecepatan 14000 rpm selama 5 menit. Pelet dikeringkan kemudian ditambahkan 100
µl ddH2O dan 1/10 volume RNAse, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1
jam untuk menginaktivasikan RNAse. Pada metode IV digunakan Geneaid Genomic
DNA Mini Kit (Plant) sesuai dengan prosedur yang direkomendasikan oleh produsen.
Isolasi DNA pada bunga jantan dan betina dengan metode I, II, III dan IV masingmasing dilakukan pengulangan tiga kali.
Analisis Kualitas dan Kuantitas DNA
Kualitas DNA dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarose 0.8% dengan
buffer TAE pada tegangan 100 volt selama 30 menit. Pembuatan buffer TAE dapat
dilihat pada lampiran 1. Hasil elektroforesis direndam pada ethidium bromide, dan
divisualisasi menggunakan Gel Doc UV Transilluminator. Analisis kuantitas hasil
isolasi DNA dilakukan menggunakan NanoDrop Spectrophotometer 2000 produksi
Thermo Scientific.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenotipe bunga jantan dan betina kelapa sawit
Sampel bunga jantan dan betina kelapa sawit diambil dari kelapa sawit varietas
Tenera. Bunga jantan dan betina pada kelapa sawit dapat dibedakan secara jelas
berdasarkan fenotipenya (Gambar 3). Tandan bunga jantan dan betina yang masih
tertutup seludang dapat dibedakan berdasarkan bentuknya. Tandan bunga jantan
berbentuk panjang dan lonjong, ujungnya runcing dan garis tengah bunga lebih kecil.
Tandan bunga betina berbentuk agak bulat, ujungnya rata dan garis tengah bunga
lebih besar.
Bunga betina dan jantan tersusun dari sejumlah spikelet secara spiral pada
rachis atau sumbu pembungaan. Setiap spikelet bunga betina disusun oleh 10 – 26
individu bunga. Spikelet bunga jantan memiliki bentuk silinder dan lancip pada
ujungnya. Ukuran spikelet bunga jantan sekitar 10 – 20 cm. Bahan yang digunakan
untuk isolasi DNA adalah individidu bunga dari spikelet bunga betina dan spikelet
bunga jantan.

A

B

C

D

Gambar 3. Tandan bunga jantan (A), tandan bunga betina (B), spikelet bunga jantan
(C), spikelet bunga betina (D), individu bunga betina (E) pada kelapa
sawit
Optimasi Metode Isolasi DNA
Isolasi DNA pada bunga kelapa sawit cukup sulit hal ini disebabkan bunga
kelapa sawit sangat mudah teroksidasi sehingga menimbulkan warna coklat

E

15

(browning) yang menyebabkan DNA terdegradasi. Untuk menghindari terjadinya
browning pada sampel bunga jantan dan betina kelapa sawit, pada saat penggerusan
sampel, kondisi ruangan, mortar dan pestle harus dalam keadaan dingin. Penambahan
nitrogen cair saat penggerusan dapat mencegah terjadinya oksidasi dan DNA yang
terdegradasi. Sampel segar bunga jantan dan betina direndam dalam nitrogen cair dan
digerus dengan cepat untuk membantu memecahkan dinding sel secara mekanik, hal
ini dilakukan untuk menjaga agar DNA tidak terdegradasi. Menurut Xin dan Chen
(2012) penggunaan jaringan yang segar, nitrogen cair dan mortar yang dingin pada
isolasi DNA dapat mengurangi terjadinya degradasi DNA.
Secara umum isolasi DNA terdiri atas empat tahap yaitu penghancuran dinding
sel (lisis), pengikatan