Bahan Baku Biogas TINJAUAN PUSTAKA

4

B. Bahan Baku Biogas

Bahan-bahan organik, seperti kotoran manusia dan hewan, limbah domestik rumah tangga, dan sampah biodegradable, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biogas dengan perlakuan secara anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah methan dan karbon dioksida. Komposisi biogas lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik Wikipedia, 2006. Tabel 1. Komposisi Biogas No Komponen Biogas Persentase 1 Metana CH 4 55-75 2 Karbon dioksida CO 2 25-45 3 Nitrogen N 2 0-0,3 4 Hidrogen H 2 1-5 5 Hidrogen sulfida H 2 S 0-3 6 Oksigen O 2 0,1-0,5 Pada dasarnya, segala kotoran binatang dapat digunakan sebagai bahan baku biogas, termasuk kotoran manusia, akan tetapi dalam penerapan teknologi terbentur oleh asas kepantasan yang umum dalam suatu masyarakat. Untuk menerapkan pengelolaan sampah dalam menghasilkan biogas, reaktor dapat ditempatkan di tempat penampungan akhir TPA sampah Aprianti, 2005. Murtadho dan Gumbira Sa’id 1988 mengemukakan bahwa sampah organik ada dua macam yaitu sampah organik yang mudah membusuk garbage dan sampah organik yang tidak mudah membusuk rubbish. Garbage yaitu limbah padat agak basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan domestik. Limbah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sedangkan rubbish yaitu limbah organik yang sulit terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang panjang dan komplek. 5 Hadiwiyoto 1983 menyatakan bahwa sampah adalah bahan sisa, baik bahan- bahan yang sudah tidak digunakan lagi bahan bekas maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya dan ditinjau dari segi sosial ekonomi tidak ada harganya sedangkan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Kesehatan dan lingkungan yang kurang nyaman tergambar pada cara penanganan sampah di pasar-pasar tradisional. Gambaran umum yang terjadi adalah timbunan sampah yang menggunung sehingga menimbulkan bau busuk. Tumpukkan sampah tersebut dapat dijadikan sebagai tempat bersarangnya berbagai macam vektor penyakit lalat dan tikus serta dihasilkan pencemaran oleh lindi leachate maupun gas-gas yang dihasilkan selama penimbunan sampah tersebut. Pembuangan sampah di Indonesia umumnya berupa open-dumping. Menurut Dynatech 1983, pengelolaan sampah dengan cara open-dumping ini akan dihasilkan bau dan leachate yang menyerap ke air tanah, sehingga akan menimbulkan masalah bagi ligkungan di sekitarnya. Sedangkan pengelolaan sampah dengan lahan urug saniter dapat meminimasi masalah sampah organik dan menghasilkan biogas dari dekomposisi sampah organik secara anaerobik. Pertambahan penduduk dapat mengakibatkan peningkatan sampah yang dihasilkan dari berbagai macam aktifitas manusia. Peningkatan jumlah sampah, khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2003. Produksi sampah per hari di Jakarta pada tahun 19981999 mencapai 26.320 meter kubik. Jumlah sampah yang dihasilkan pada tahun 19981999 meningkat sekitar 18 dibandingkan tahun 19961997 JICA, 2006. Hapsari dan Indrasti 2006 berpendapat bahwa jumlah sampah yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti musim, kebiasaan masyarakat, pendapatan masyarakat, dan tingkat urbanisasi dan industrialisasi. Musim hujan menyebabkan sumber daya 6 alam tumbuh subur, sehingga kebutuhan masyarakat sehari-hari dapat terpenuhi dan akhirnya jumlah sampah yang dihasilkan bertambah. Kebiasaan masyarakat yang baik, peduli akan lingkungan, menyebabkan sampah yang dihasilkan dapat dikendalikan sedikit. Pendapatan masyarakat yang besar, secara tidak langsung menyebabkan jumah sampah bertambah karena tingkat konsumsi masyarakat ikut meningkat. Tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi juga dapat mengakibatkan jumlah sampah yang dihasilkan menigkat. Menurut JICA 2006, penanganan dan pengelolaan sampah di Indonesia selama ini masih belum optimal karena baru 11,25 sampah di daerah perkotaan yang mampu diangkut oleh petugas kebersihan, sementara itu 63,35 sampah ditimbun dibakar, 6,35 sampah dibuat kompos, dan 19,05 sampah dibuang ke kali atau dibuang sembarangan. Sedangkan penanganan dan pengelolaan sampah di daerah pedesaan, sebanyak 19 sampah diangkut oleh petugas kebersihan, 54 sampah ditimbun dibakar, 7 sampah dibuat kompos, dan 20 dibuang ke kali atau dibuang sembarangan. Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah masih menggunakan pendekatan end of pipe solution. Pendekatan ini menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir TPA.

C. Fermentasi Aerobik