26
Nilai pH Selama Fermentasi Aerobik
y = -0.1429x + 4.3333 R
2
= 0.4286
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5
1 2
3 4
5 6
7
hari ke- p
H
pH Linear pH
Gambar 8. Penurunan Derajat Keasaman pH Selama Fermentasi Aerobik
Sama halnya dengan nilai VFA, nilai pH juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah asam asetat yang terbentuk. Nilai pH selama fermentasi aerobik
mengalami penurunan. Penurunan nilai pH memberikan nilai koefisien variabel bebas sebesar -0,1429 dan nilai korelasinya sebesar -0,6547. Perhitungan nilai
koefisien variabel bebas dan korelasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
C. Proses Pembentukan Biogas Pada Fermentasi Anaerobik
Hasil dari fermentasi aerobik digunakan sebagai substrat pada fermentasi anaerobik. Substrat sudah mengalami degradasi dalam bentuk molekul-molekul
mikro sehingga lebih mudah untuk membentuk biogas. Nilai CN terakhir yang diperoleh pada substrat ini 41,77 akan dikondisikan menjadi CN yang telah
ditentukan sebagai perlakuan dengan menambahkan bahan organik lain yang memiliki nilai N lebih tinggi, yaitu feses sapi. Besarnya jumlah cairan feses yang
ditambahkan dapat dilihat dalam perhitungan CN pada Lampiran 7. Menurut Hadiwiyoto 1983 unsur nitrogen N adalah unsur yang paling penting,
disamping adanya selulosa unsur karbon. Tersedianya zat-zat makanan yang cukup akan mempengaruhi kehidupan bakteri methanogen. Untuk memperkaya
media kehidupannya dapat ditambahkan bahan-bahan yang kaya nitrogen, misalnya pupuk urea atau kotoran hewan. Penggunaan kotoran hewan selain
dapat memperkaya media dengan unsur nitrogen, juga merupakan inokulan bakteri methan yang akan merombak sampah menjadi biogas.
27 Populasi mikroba yang terlibat dalam fermentasi anaerobik membutuhkan
nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Tiap spesies membutuhkan sumber karbon dan nitrogen. Jika hanya terdapat sedikit nitrogen, bakteri methanogen tidak dapat
memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mendegradasi bahan. Kebutuhan nutrisi dalam bahan, karbon C dan nitrogen N, merupakan faktor penting
dalam fermentasi bahan organik. Jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan terhambat, bilamana kandungan amonianya sangat tinggi. Untuk
mempertahakan pH berkisar pH optimum, maka pada penambahan feses sapi diberi buffer berupa natrium karbonat. Masing-masing perlakuan CN, yaitu 20,
25, dan 30, akan dikondisikan nilai temperatur pada water bath incubator sebesar 30, 35, dan 40
o
C. Selama proses fermentasi anaerobik, substrat akan mengalami penurunan
jumlah bahan organik yang dikandungnya. Penurunan jumlah bahan organik ini dapat dilihat pada nilai beberapa parameter yang diuji, seperti COD, VFA, dan
pH. Analisis dilakukan pada awal dan akhir fermentasi anaerobik. Hal ini dikarenakan sistem digester yang digunakan berupa fixed dome.
Hasil penelitian mengenai pengaruh CN dan temperatur masing-masing perlakuan terhadap parameter COD pada awal dan akhir fermentasi anaerobik
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Chemical Oxygen Demand COD Awal dan Akhir Fermentasi Anaerobik
COD mgl Suhu
o
C CN
Awal Akhir
20 5100
5700 25
8600 6700
30 30
6500 5050
20 13500
12800 25
9500 10650
35 30
17600 13900
20 15600
10700 25
20200 8400
40 30
19200 12400
Analisis COD dilakukan untuk mengetahui adanya proses perombakan bahan organik menjadi biogas. Dari data di atas, nilai COD awal dan akhir proses
28 fermentasi anaerobik cenderung menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh bahan
organik pada substrat mengalami degradasi, sehingga kebutuhan oksigen COD selama fermentasi anaerobik menurun.
Hasil penelitian mengenai pengaruh CN dan temperatur masing-masing perlakuan terhadap parameter VFA pada awal dan akhir fermentasi anaerobik
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Volatile Fatty Acid VFA Awal dan Akhir Fermentasi Anaerobik VFA mgl
Suhu
o
C CN
Awal Akhir
20 2,25
4,7 25
1,95 5,7
30 30
2,4 4,8
20 1,95
3,9 25
2,5 6,4
35 30
2,2 5,4
20 2,7
6,1 25
2,2 7
40 30
2,7 5,4
Analisis VFA dilakukan untuk mengetahui pembentukan asam lemak menguap pada subsrat. Selama fermentasi anaerobik terjadi pembentukan asam
lemak menguap VFA, asam asetat, etanol, dan senyawa lainnya dari monomer hasil fermentasi polimer organik. Hal ini disebabkan oleh proses pendegradasian
bahan organik dalam substrat menjadi asam asetat, salah satu jenis VFA. VFA ini akan diubah menjadi CH
4
selama fermentasi anaerobik dengan bantuan bakteri methanogen.
Pengaruh CN dan temperatur terhadap masing-masing perlakuan tidak memberikan perubahan pH pada awal dan akhir fermentasi anaerobik. Tidak
berubahnya pH disebabkan oleh adanya pemberian buffer. Penambahan buffer bertujuan untuk menghindari penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat.
Buffer yang digunakan terdiri dari natrium karbonat ditambah dengan rezazury, mikromineral, dan larutan pereduksi. Dalam penelitian ini didapat nilai pH
sebelum dan sesudah fermentasi anaerobik pada semua perlakuan bernilai 7. Selain parameter-parameter di atas, volume gas terakumulasi yang
dihasilkan juga dihitung. Volume gas terakumulasi yang terbentuk dapat dilihat
29 pada Tabel 7. Jumlah volume gas terakumulasi ini merupakan proses
pembentukan biogas melalui dua tahapan, yaitu fermentasi aerobik dan fermentasi anaerobik. Selama ini telah diketahui bahwa pembentukan biogas hanya melalui
tahapan fermentasi anaerobik. Tetapi dalam penelitian ini, fermentasi aerobik dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses pembentukan biogas karena bahan
organik telah dodegradasi lebih dahulu sebelum fermentasi anaerobik. Berbeda halnya dengan pembuatan biogas pada umumnya yang hanya menerapkan
fermentasi anaerobik saja, volume gas terakumulasi yang dihasilkan membutuhkan waktu paling sedikit 30 hari.
30 Tabel 7. Volume Gas Terakumulasi ml Pada Fermentasi Anaerobik
Hari ke- Suhu
o
C CN
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
20 1,5
2 2,5
4,5 5
6 6
6 6
6,5 6,5
25 1,5
1,5 2
4 5,5
7 7,5
7,5 7,5
7,5 7,5
30 30
2 6
8 8,5
9 9,5
10 10
10 10
10 20
6,5 9,5
11 12,5
13 15,5
17 18,25
18,5 20
20 25
6 11
11,5 13
13 13
13 13
13 13
13 35
30 16
22,5 25
28 31
31,5 32
32,75 33,25
33,25 33,25
20 12,5
18 19,5
20,5 21,5
23 24
24,5 24,5
25 25
25 1,5
3 8,5
14,5 16,5
19 21,5
23,5 23,5
23,5 23,5
40 30
7,5 14,5
20 24,5
25,75 26,75
27,5 27,5
27,5 27,5
27,5
31 Pembentukan biogas pada setiap perlakuan mengalami kenaikan hingga
pada waktu tertenu sudah tidak lagi menghasilkan gas. Volume gas terakumulasi tersebut jika dibuat secara grafik dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.
Volume Gas Terakumulasi ml Pada Temperatur 30
o
C
2 4
6 8
10 12
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
hari ke- v
o l
g a
s t
e ra
k u
m u
la s
i m
l
CN = 20 CN = 25
CN = 30
a
Volume Gas Terakumulasi ml Pada Temperatur 35
o
C
5 10
15 20
25 30
35
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
hari ke- v
o l
g a
s t
e ra
k u
m u
la s
i m
l
CN = 20 CN = 25
CN = 30
b
32
Volume Gas Terakumulasi ml Pada Temperatur 40
o
C
5 10
15 20
25 30
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
hari ke- v
o l
g a
s t
e ra
k u
m u
la s
i m
l
CN = 20 CN = 25
CN = 30
c Gambar 9. Akumulasi Volume Gas Pada Setiap Perlakuan
Perlakuan digester pada CN 30 memiliki volume gas terakumulasi lebih tinggi dibandingkan CN lainnya pada setiap temperatur, 30, 35, atau 40
o
C. Perlakuan digester pada temperatur 30
o
C memiliki volume gas terakumulasi paling sedikit dibandingkan temperatur lainnya pada setiap CN, 20, 25, dan 30.
Dilihat secara keseluruhan perlakuan pada temperatur 35
o
C dengan CN 30 memiliki volume gas terakumulasi terbesar. Perbedaan masing-masing digester
dipengaruhi oleh temperatur digester maupun CN. Perhitungan pengaruh temperatur dan CN pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran
8. Analisis keragaman terhadap volume gas terakumulasi yang dihasilkan dapat diringkas pada analisis Anova seperti yang terlihat pada Tabel 8.
33 Tabel 8. ANOVA Volume Gas Terakumulasi Dengan Perlakuan CN dan
Temperatur F tabel
Sumber Keragaman F hitung
= 5 = 1
Temperatur 7,6
3,59 6,11
CN 1,78
3,59 6,11
Interaksi 0,75
2,96 4,67
Dari data yang terdapat pada Tabel 9 di atas terlihat adanya pengaruh perlakuan temperatur terhadap volume gas terakumulasi. Hal ini ditandai oleh
nilai F hitung sumber keragaman temperatur lebih besar dari nilai F tabel sumber keragaman temperatur. Untuk memperoleh hasil yang lebih tepat, maka analisis
ini dilanjutkan dengan Uji Lanjut Duncant terhadap temperatur. Perhitungan Uji Lanjut Duncant terhadap volume gas terakumulasi dengan perlakuan temperatur
dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan perhitungan Uji Lanjut Duncant, pengaruh perlakuan
temperatur 30, 35, dan 40
o
C dalam pembuatan biogas dengan berbagai nilai CN 20, 25, dan 30 tidak memberikan hasil volume gas terakumulasi yang
berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh selang temperatur yang digunakan terlalu kecil, sehingga tidak menujukkan hasil yang berbeda nyata. Perlakuan
dengan temperatur 35
o
C lebih diinginkan dibanding perlakuan dengan temperatur 40
o
C karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan peningkatan energi panas yang dibutuhkan, sehingga biaya dalam pembuatan biogas bertambah.
Perlakuan CN 30 dengan temperatur 35
o
C memiliki volume gas terakumulasi yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan CN 30 dengan temperatur 40
o
C.
V. KESIMPULAN DAN SARAN