b. Potensi Produksi CH
4
Potensi produksi CH
4
selama 91 HSP hari setelah penggenangan menunjukkan variasi
pada setiap pengukurannya. Dari hasil pengamatan pada 4 daerah yang berbeda
diperoleh produksi CH
4
bervariasi antara 0.01- 0.408 mgkg tanahhari. Tabel 2
menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum memiliki produksi CH
4
tertinggi, yaitu sebesar 0.408 mg kg tanahhari. Sedangkan produksi
CH
4
terendah dijumpai pada daerah Simpang Jaya, yaitu sebesar 0.01 mgkg tanahhari.
Potensi produksi CH
4
selama 91 HSP pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang
berfluktuasi di setiap pengamatannya. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 7.
Produksi CH
4
tertinggi pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang ditunjukkan
pada pengamatan 76 dan 41 HSP. Sedangkan pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya,
produksi CH
4
tertinggi ditunjukkan pada pengamatan 26 dan 6 HSP Lampiran 4 .
c. Potensi Produksi CO
2
Potensi produksi CO
2
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
CH
4
. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 2, yang menunjukkan kisaran produksi CO
2
sangat tinggi, yaitu antara 41.9-170.82 mgkg tanahhari. Daerah Pematang Panjang
memiliki produksi tertinggi, yaitu sebesar 170.82 mgkg tanahhari. Sedangkan daerah
Simpang Jaya memiliki produksi CO
2
terendah, yaitu sebesar 41.90 mgkg tanahhari.
Potensi produksi CO
2
selama 91 HSP atau 8 kali pengamatan pada 4 daerah pengambilan
contoh tanah gambut menunjukkan pola
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
220 240
1 11
21 31
41 51
61 71
81 91
Hari Setelah Penggenangan HSP P
o te
ns i P
r o
d uks
i C O
2
m g
k g
h a
r i
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa
S impang jaya
Pada pengamatan 11 dan 61 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Gambar 8 Potensi Produksi CO
2
dari berbagai daerah pengambilan contoh tanah gambut. fluktuasi yang berbeda-beda. Gambar 8
menunjukkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menghasilkan nilai
produksi tertinggi pada pengamatan 31 HSP. Daerah Tegal Arum menghasilkan nilai
produksi tertinggi pada pengamatan 51 HSP. Sedangkan ke-4 daerah pengambilan contoh
tanah gambut menghasilkan nilai produksi terendah pada pengamatan 71 HSP.
d. Hubungan antara sifat kimia contoh
tanah gambut dengan potensi produksi CH
4
dan CO
2
1.Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CH
4
Hubungan antara kandungan organik C dan N ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan
tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan C- organik dan N total memiliki hubungan nyata
pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi r sebesar 0,58 dan 0.6 .
Kandungan P dan K total juga mempengaruhi potensi produksi CH
4
yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan
hubungan nyata antara kandungan hara P dan K dengan potensi produksi CH
4
pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi r, secara berturut-
turut 0.63 dan 0.62. Hubungan antara kation basa K, Fe total
dan asam fulvat dengan potensi produksi CH
4
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kation basa K, Fe
total dan asam fulvat memiliki hubungan nyata dengan koefisien kolerasi berturut-turut
sebesar 0.62, 0.58 dan 0.63.
2. Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CO
2
Hubungan antara kandungan C organik dengan potensi produksi CO
2
disajikan pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat ada
hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan potensi produksi CO
2
. Kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan
Na memiliki pengaruh terhadap produksi CO
2
. Gambar 9 dan 10 menunjukkan kation-kation
basa, seperti Ca, Mg dan K dan potensi produksi CO
2
memiliki kolerasi nyata. Sedangkan kation basa Na tidak menunjukkan
hubungan nyata. Potensi produksi CO
2
juga dipengaruhi oleh kandungan P dan K total
yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara
kandungan P dan K total dengan potensi produksi CO
2
. Hubungan antara kapasitas tukar kation
KTK dengan potensi produksi dapat ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan
gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kapasitas tukar kation dengan potensi
produksi CO
2
. Asam humat dan asam fulvat juga
memiliki pengaruh terhadap produksi CO
2
. Hubungan antara asam humat dan asam fulvat
dengan potensi produksi CO
2
dapat disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan gambar
tersebut terlihat hubungan yang sangat erat antara asam humat dan asam fulvat dengan
potensi produksi CO
2
. Tabel 3 Koefisien kolerasi r antara potensi produksi CH
4
dan CO
2
dengan beberapa sifat kimia tanah, n=12
C H
4
C O
2
C - o r g a n ik 0 .5 8
0 .8 7 N to ta l
0 .6 0 .5 1 tn
P to ta l p p m 0 .6 3
0 .6 9 K to ta l p p m
0 .6 2 0 .8 1
C a 0 .4 4 t n
0 .8 8 M g
0 .3 t n 0 .8 2
K 0 .6 2
0 .8 2 N a
0 .4 7 t n 0 .5 1 tn
K T K c m o l + k g 0 .5 t n
0 .8 9 K e j e n u h a n b a s a
0 .3 7 t n 0 .1 6 tn
A s a m H u m a t 0 .5 2 t n
0 .8 9 A s a m F u lv a t
0 .5 8 0 .8 7
S to ta l 0 .5 3 t n
0 .3 1 tn F e to ta l
0 .6 3 0 .6 4
K o e fis ie n k o le r a s i r
K a tio n - k a tio n b a s a c m o l + k g
S ifa t K im ia T a n a h
nyata pada P=0.05 nyata pada P=0.01
tn: tidak berbeda nyata
y = 237.41x + 1944.9 r = 0.87, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
10 20
30 40
50 60
Kandungan C-organik
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o duk
si C
O m
g kg
t a
na h
2
y = 28231x - 12174 r = 0.82, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
0.2 0.4
0.6 0.8
1
Kation basa K cmol+kg P
o te
n si
P r
o duks
i C
O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Gambar 9 Hubungan antara kandungan C-Organik dan kation basa K dan potensi produksi CO
2
.
y = 3479.7x + 1413.7 r = 0.88, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
1 2
3 4
5
Kation basa Ca cmol+kg y = 2630.8x + 2941.3
r = 0.82, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
1 2
3 4
Kation basa Mg cmol+kg Po
te n
si Pr
o d
u k
si CO
2
m g
k g
ta n
a h
5 Tegal Arum
Pematang Panjang Dwipa
Simpang Jaya Tegal Arum
Pematang Panjang Dwipa
Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uk si
C O
m g
kg t
a na
h
2
Gambar 10 Hubungan antara kation basa Ca dan Mg dan potensi produksi CO
2
.
y = 57.903x - 12826 r = 0.81, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
100 200
300 400
500
Kandungan K total ppm
Tegal Arum Pematang Panjang
y = 132.6x + 421.05 r = 0.89, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
20 40
60 80
100 120
140
KTK cmol+kg P
o te
ns i P
r o
duk si
C O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uks i C
O 2
m g
k g
ta n
a h
Gambar 11 Hubungan antara kandungan hara K dan KTK dan potensi produksi CO
2
.
y = 731.76x + 2232 r = 0.89, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
5 10
15 20
Kandungan Asam Humat y = 1631.4x + 2068.3
r = 0.87, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
2 4
6 8
1
Kandungan Asam Fulvat P
o te
ns i P
r o
duks i
C O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uk si
C O
m g
kg t
a na
h
2
Gambar 12 Hubungan antara asam humat dan asam fulvat dan potensi produksi CO
2
.
e. Potensi Gas Rumah Kaca GRK pada tanah gambut
Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut
menunjukkan dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 hektar ha dari masing-masing daerah pengambilan contoh
tanah gambut. Potensi produksi CH
4
dan CO
2
dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan
asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH
4
dan CO
2.
Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi
CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 ha tertinggi, berkisar antara 10.97 kgha – 27.07 kgha dan
4663.4 kgha – 11503 kgha. Sedangkan potensi produksi CH
4
terendah berada pada daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12
kgha – 0.16 kgha dan potensi produksi CO
2
terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kgha – 5425.6 kgha.
PEMBAHASAN
Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH
4
dan CO
2
berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi
berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami
penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan
potensi produksi CH
4
dan CO
2
yang optimal dari contoh tanah gambut.
Produksi CH
4
pada tanah gambut dipengaruhi oleh suhu, kondisi anaerob,
kualitas substrat dan komunitas mikrob Moore Dalva 1997. Suhu tanah
memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah, khususnya metanogen.
Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30ºC, menurut Neue dan Roger
1994, sebagian besar metanogen ektar ha selama 91 hari penggenangan dari
Tabel 4 Dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
per h beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif
tanah 20 cm
10 mgkghari
kgha mgkghari
kgha Tegal Arum
0.14 - 0.36 0.408
.4 - 26.73 83.19
2119.7 - 5450.6 Pematang Panjang
0.15 - 0.37 0.402
10.97 - 27.07 170.82
4663.4 - 11503 Dwipa
0.57 - 0.68 0.002
.21 - 0.25 43.84
4547.9 - 5425.6 Simpang Jaya
0.68 - 0.86 0.001
.12 - 0.16 41.9
5185.5 - 6558.2 Nama Daerah
Berat Jenis gcm
3
Potensi Produksi CH
4
Potensi Produksi CO
2
dapat bekerja pada suhu optimum antara 30º - 35ºC.
Lingkungan anaerob pada tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Hal tersebut dikarenakan metanogen dapat
merubah CO
2
, asam format, asam asetat, metanol, metilamin dan CO menjadi CH
4
dan berkembang pesat pada kondisi anaerob
Cicerone Oremland 1988. Selain itu gambut dapat terbentuk dari bahan organik
yang terdekomposisi secara anaerob. Kualitas substrat pada tanah gambut ditunjukkan
dengan tingginya kandungan C-organik. Berdasarkan Tabel 1, kandungan C-organik
pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tinggi. Semakin banyak kandungan
C-organik akan menyebabkan produksi CH
4
tinggi. Komunitas mikrob yang ada di tanah
gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Dalam lingkungan anaerob, metanogen, dan
bakteri pereduksi sulfat berkompetisi untuk mendapatkan H
2
yang diproduksi oleh bakteri fermentasi Neue Roger 1994. Dalam
kompetisi tersebut, jika metanogen tidak mendapatkan H
2
, maka aktivitas metanogen akan terhambat, sehingga produksi CH
4
rendah. Produksi CH
4
selama 91 hari penggenangan menunjukkan hasil yang
berbeda pada setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Produksi CH
4
tertinggi pada daerah Tegal Arum dan produksi CH
4
terendah pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya. Contoh tanah gambut daerah Tegal
Arum tergolong fibrik mentah, daerah Pematang Panjang tergolong hemik dan
daerah Dwipa dan Simpang Jaya tergolong saprik.
Menurut Sabiham dan Sulistyono 2000, tingkat dekomposisi gambut mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukkan gas CH
4
. Gambut dengan tingkat dekomposisi fibrik menghasilkan produksi CH
4
tinggi. Sedangkan gambut dengan tingkat
dekomposisi saprik menghasilkan produksi CH
4
rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan daerah
Tegal Arum menghasilkan produksi CH
4
tinggi, kemudian diikuti daerah Pematang Panjang, karena bahan organik yang ada di
daerah tersebut sebagian besar belum terdekomposisi secara sempurna. Sedangkan
daerah Dwipa dan Simpang Jaya, bahan organiknya telah terdekomposisi secara
sempurna sehingga menghasilkan produksi CH
4
rendah. Daerah Tegal Arum mengalami perubahan
pH cukup tinggi dari awal sampai akhir inkubasi dibandingkan daerah Pematang
Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya Gambar 5. Peningkatan pH tersebut akibat adanya
penggenangan. Menurut Prasetyanti dan Setyanto 1995, penggenangan akan
menyebabkan pH pada tanah masam mengalami peningkatan dan peningkatan
tersebut disebabkan reduksi Fe
3+
menjadi Fe
2+
. Perubahan potensial redoks Eh pada
daerah Tegal Arum mengalami penurunan mencapai nilai -128.8 mV pada akhir inkubasi
Lampiran 7. Sedangkan daerah Pematang Panjang dan Simpang Jaya mengalami
peningkatan Eh mencapai nilai +372.17 mV dan +598.97 mV Lampiran 7. Nilai positif
+ dari pengukuran Eh menunjukkan keadaan oksidatif, sedangkan nilai negatif -
menunjukkan keadaan reduktif. Penurunan nilai Eh pada daerah Tegal
Arum disebabkan oleh turunnya jumlah oksigen dalam tanah yang disertai dengan
meningkatnya aktivitas metanogen. Sedangkan peningkatan nilai Eh pada daerah
Pematang Panjang dan Simpang Jaya disebabkan meningkatnya jumlah oksigen
yang berasal dari dalam pori-pori tanah. Pengeluaran CO
2
dari tanah gambut disebabkan hasil kerja respirasi pada akar
tanaman dan dekomposisi bahan gambut yang dihasilkan dari tumbuhan yang berada pada
lapisan gambut. Produksi CO
2
pada tanah gambut dipengaruhi oleh suhu, ketersediaan
oksigen di dalam tanah, kadar air dan sifat- sifat kimia bahan gambut Moore Dalva
1997. Proses
oksidasi CH
4
oleh metanotrof dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Populasi
metanotrof di alam dapat beradaptasi dengan suhu yang berbeda-beda. Pada penelitian ini,
suhu dalam inkubator, yaitu 30°C. Menurut Hanson Hanson 1996, suhu optimum
untuk proses oksidasi CH
4
pada tanah gambut, yaitu 25°C, meskipun proses oksidasi dapat
terjadi pada suhu 0°C - 10°C dan 35°C. Nilai rata-rata pH pada penelitian ini, yaitu 3.86-
4.86 Lampiran 6. Menurut Hanson Hanson 1996, pH untuk proses oksidasi
berkisar antara 4 – 6, meskipun proses oksidasi dapat terjadi pada pH dibawah 4. Gas
CO
2
dihasilkan oleh metanotrof pada lapisan oksidasi, yaitu pada permukaan tanah yang
tergenang, dimana jumlah oksigen sangat banyak. Menurut Neue dan Scharpenseel
1984, oksigen dapat ditemukan pada 1 cm di bawah lapisan air pada tanah tergenang. Jika
oksigen ditemukan pada permukaan tanah, sebagian besar CH
4
dapat dioksidasi menjadi CO
2
. Selain itu, CO
2
juga dapat dioksidasi dalam lingkungan anaerob, meskipun hanya
sedikit informasi mengenai proses secara mikrobial atau secara biokimia dari proses
oksidasi CH
4
anaerob Hanson Hanson 1996. Pada tanah gambut, sekitar 11-100
CH
4
yang dihasilkan oleh metanogen dioksidasi menjadi CO
2
Chapman et al. 1996.
Produksi CO
2
yang dihasilkan dari proses inkubasi selama 91 hari penggenangan
menunjukkan hasil yang berbeda-beda di setiap pengambilan contoh tanah gambut.
Daerah Pematang Panjang menghasilkan produksi CO
2
tertinggi dan daerah Simpang Jaya menghasilkan produksi CO
2
terendah Tabel 2. Hal ini disebabkan oleh tingginya
bahan organik pada daerah Pematang Panjang dan rendahnya bahan organik pada daerah
Simpang Jaya.
Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah menunjukkan daerah Pematang Panjang
memiliki kandungan C-organik, jumlah- jumlah kation-kation basa, KTK, P dan K
total, asam humat dan asam fulvat tinggi. Hal ini disebabkan daerah Pematang Panjang
tergolong gambut alami gambut yang belum digunakan untuk pertanian yang laju
penambahan bahan organik lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Sedangkan
lahan gambut pada daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya sudah digunakan
untuk pertanian sehingga bahan organik lebih rendah dibandingkan daerah Pematang
Panjang. Kandungan bahan organik tanah
berhubungan dengan produksi CH
4
dan CO
2
. Analisis regresi menunjukkan adanya
hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan produksi CH
4
dan CO
2
Gambar 9. Menurut Tan 1998, di dalam proses
mikrobial secara anaerob, bahan organik, khususnya gula dapat diubah menjadi CH
4
dan CO
2
. Selain gula, selulosa dan
hemiselulosa juga merupakan kandungan C- organik yang berasal dari biomassa gambut.
Selulosa dan hemiselulosa mudah didekomposisi dan digunakan sebagai sumber
energi bagi mikroorganisme tanah, khususnya metanogen dan metanotrof, sehingga
menyebabkan aktivitas metanogen dan metanotrof meningkat Flaig 1984. Reduksi
NO
3 -
menjadi NO
2 -
, N
2
O menjadi N
2
, Mn
4+
menjadi Mn
2+
, Fe
3+
menjadi Fe
2+
, SO
4 2-
menjadi S
2-
dan CO
2
menjadi CH
4
dapat terjadi jika bahan organik tersedia dalam
tanah Wang et al. 1995. Tabel 3 menunjukkan adanya hubungan
nyata antara kandungan N total dengan produksi CH
4
. Menurut Neue dan Roger 1994, semua metanogen menggunakan NH
4 +
sebagai sumber N. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan N berupa NH
4 +
yang ada di tanah digunakan sebagai energi untuk
aktivitas metanogen. Asam humat mengandung C, H dan N
lebih tinggi dan gugus fungsi phenol hidroksil, alkohol, hidroksil, karbonil, dan
metoksil lebih rendah daripada asam fulvat. Molekul asam humat terdiri dari senyawa
aromatik, senyawa mengandung nitrogen dalam bentuk siklik, serta bahan pereduksi.
Struktur kimia asam humat dapat ditunjukkan pada gambar 13. Asam fulvat mengandung O
dan S, gugus karboksil lebih tinggi daripada asam humat Tan 1998. Gambar 14 adalah
struktur kimia asam fulvat. Adanya hubungan nyata antara asam humat dengan produksi
CO
2
dan asam fulvat dengan produksi CH
4
dan CO
2
. Hal ini disebabkan asam humat dan asam fulvat memiliki gugus fungsi yang
nantinya akan diputus oleh mikroorganisme tanah, akan membentuk CH
4
atau CO
2
tergantung pada kondisi di dalam tanah, aerob atau anaerob Setyanto 14 Agustus 2007,
komunikasi pribadi. Semakin banyak asam humat dan asam fulvat, maka semakin banyak
CH
4
dan CO
2
yang dibentuk .
Kandungan Fe total berhubungan nyata dengan produksi CH
4
. Hal tersebut diduga karena mikroorganisme pereduksi Fe
3+
bersaing untuk mendapatkan substrat yang sama dengan metanogen dan bakteri pereduksi
sulfat. Jika dalam kompetisi ini, metanogen gagal mendapatkan substrat, maka aktivitas
metanogen akan terhambat.
Kandungan hara posfat P dan kalium K tersedia dalam tanah pada lapisan atas gambut
umumnya tinggi Subagyo 2003. Unsur posfat P pada tanah gambut sebagian besar
dijumpai dalam bentuk P organik, selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi menjadi
P inorganik oleh mikroorganisme Hartatik Suriadikarta 2006.
Fraksi P organik diperkirakan mengandung asam nukleat yang merupakan
penyusun struktur sel mikroorganisme tanah, khususnya metanogen dan metanotrof. Selain
itu P juga digunakan sebagai sumber energi atau hara mikroorganisme tanah untuk
mendekomposisi gambut Stevenson 1994. Sedangkan kalium diduga sebagai aktivator
enzim yang merangsang pembentukkan senyawa organik, seperti asam amino dan
protein yang berperan dalam proses dekomposisi bahan gambut.
Kandungan kation-kation basa Ca, Mg, K dan Na umumnya terdapat pada jumlah yang
rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan abu semakin rendah,
kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah menjadi asam Hartatik Suriadikarta
2006. Kation-kation basa Ca, Mg, K menunjukkan hubungan nyata dengan
produksi CO
2
. Sedangkan hanya kation basa
c
Gambar 13 Struktur kimia asam humat : a senyawa aromatik, b senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk siklik, c bahan pereduksi Stevenson 1994
a b
kation basa berkolerasi dengan produksi CH
4
dan CO
2.
Gambar 11 menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation KTK berhubungan nyata
dengan produksi CO
2
. KTK merupakan kemampuan menyerap dan mempertukarkan
kation. KTK pada tanah gambut umumnya tinggi menyebabkan tanah dapat menyerap ion
H
+
lebih banyak. Mikroorganisme tanah mendapatkan energi yang tersimpan dalam
senyawa organik melalui reduksi H
+
menjadi H
2
Bohn et al. 1979. Tanah gambut di Pematang Panjang
berpotensi mengemisi CH
4
dan CO
2
paling besar Tabel 4.
Hal tersebut disebabkan karena daerah Pematang Panjang memiliki
kandungan C-organik, kation-kation basa dan kandungan asam humat serta asam fulvat
paling tinggi. Potensi produksi CH
4
dan CO
2
pada tanah gambut di daerah Dwipa dan Gambar 14 Struktur kimia asam fulvat Stevenson 1994
Simpang Jaya memiliki potensi produksi CH
4
dan CO
2
paling rendah. Hal ini disebabkan oleh ketebalan gambut yang 50
cm dan banyak bercampur dengan tanah-tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut.
Gambar 13 terlihat bahwa terbentuknya CH
4
dan CO
2
melalui proses dekomposisi bahan organik anaerob dan juga terbentuknya
CO
2
melalui proses oksidasi. Bahan organik tersebut didapatkan dari biomassa tanaman.
Biomassa gambut dihidrolisis menjadi gula dan mengalami fermentasi membentuk H
2
, CO
2
, asam asetat, asam lemak dan alkohol. Hasil fermentasi tersebut merupakan substrat
untuk aktivitas metanogen melalui proses metanogenesis. Setelah itu terjadi proses
oksidasi CH
4
menjadi CO
2
oleh metanotrof. Sedangkan CO
2
yang dilepaskan ke udara, yaitu hasil proses oksidasi yang dilakukan
metanotrof dan hasil dekomposisi anaerob.
Gambar 15 Skema alur produksi gas CH
4
dan CO
2
dari tanah gambut Brown 1997.
SIMPULAN
Proses inkubasi contoh tanah gambut selama 91 hari penggenangan menunjukkan
bahwa daerah Tegal Arum menghasilkan produksi CH
4
paling tinggi, yaitu 0.408 mgkg tanahhari, diikuti daerah Pematang Panjang,
Dwipa dan Simpang Jaya berturut-turut sebesar 0.402 mgkg tanahhari, 0.002 mgkg
tanahhari dan 0.001 mgkg tanahhari. Sedangkan produksi CO
2
tertinggi terdapat pada daerah Pematang Panjang, yaitu 170.82
mgkg tanahhari, diikuti daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya berturut-turut
sebesar 83.19 mgkg tanahhari, 43.84 mgkg tanahhari dan 41.9 mgkg tanahhari.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah Tegal Arum dan
Pematang Panjang berpotensi mengemisikan CH
4
dan CO
2
paling besar. Analisis regresi menunjukkan adanya
hubungan nyata antara potensi produksi CO
2
dengan C-organik, kation-kation basa, yaitu Ca, Mg dan K, KTK, P, K dan Fe total, asam
humat dan asam fulvat. Hubungan antara potensi produksi CH
4
dengan C-organik, P, K, N dan Fe total dan asam fulvat juga
menunjukkan hubungan yang nyata.
SARAN
Analisis bakteri total dan aktivitas respirasi pada sebelum dan sesudah penelitian
perlu dilakukan untuk mengetahui aktivitas dan populasi bakteri yang ada di tanah
gambut. Hal itu dimaksudkan agar dapat mengetahui secara pasti, adanya peranan
bakteri tanah dalam pembentukan CH
4
dan CO
2
melalui proses dekomposisi bahan organik.
DAFTAR PUSTAKA
Bohn HL, McNeal BL, O’connor GA. 1979. Soil Chemistry. New York: John Wiley
and Sons, Inc. Brown DA. 1997. Microbiology of methane
production in peatlands. Di dalam: Parkyn L, Stoneman RE, Ingram HAP,
editor. Conserving Peatlands.
Wallingford: CAB International. Hlm 139-146.
Chapman SJ, Kanda K, Tsuruta H, Minami K. 1996. Influence of temperature and
oxygen availability on the flux of methane and carbondioxide from
wetlands: a comparison of peat and paddy soils. Soil Sci Plant Nutr. 422:
268-277. Cicerone RJ, Oremland RS. 1988.
Biogeochemical aspects of atmospheric methane. Global Biogeochem. Cycles. 2:
299-327. Flaigh W. 1984. Soil organic matter as a
source of nutrients. Di dalam: Organic Matter and Rice. Manila: International
Rice Research Institute. Hlm 73-92. Hanson RS, Hanson TE. 1996.
Methanotrophic bacteria. Microbiol Rev. 602: 439-471
Hartatik W, Suriadikarta DA. 2006. Teknologi pengelolaan hara lahan gambut. Di
dalam: Ardi D, Kurnia U, Mamat, Hartatik W, Setyorini, editor.
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm
151-178.
Horn MA, Matthies C, Kusel K, Schramm A, Drake HL. 2003. Hydrogenotrophic
metanogenesis by moderately acid- tolerant methanogens of a methane-
emitting acidic peat. Appl Environ Microbiol. 69:74-83.
Istomo. 2005. Keseimbangan hara dan karbon dalam pemanfaatan lahan gambut
berkelanjutan. Di dalam: Noor YR, Sutaryo D, Hasudungan F, editor.
Pemanfaatan Lahan Gambut secara Bijaksana untuk Manfaat Berkelanjutan.
Seri Prosiding 08. Bogor: Wetlands Internasional-Indonesia Programme. Hlm
133-141.
Latin RS, Aduna JB, Javehana AMJ, editor. 1995. Methane Measurements in Rice.
Manila: International Rice Research Institute.
Moore TR, Dalva M. 1997. Methane and carbondioxide exchange potentials of peat
soils in aerobic and anaerobic laboratory incubations. Soil Biol Biochem. 298:
1157-1164.
Mosier AR, Bronson KF, Freney JR, Keerthising DG. 1994. Use nitrification
inhibitors to reduce nitrous oxide emission from urea ferlilized soils. Di
dalam: CH
4
and N
2
O: Global Emissions and Controls from Rice Field and other
Agricultural ang Industrial Sourches. Vienna: NIAES. Hlm 187-196.
Neue HU, Roger PA. 1994. Potential of methane emission in major rice ecologies.
Di dalam: Zepp RG, editor. Climate Biospere Interaction: Biogenic Emissions
and Environmental Effect of Climate Change. New York: John Wiley and
Sons, Inc. Hlm 65-93. Neue HU, Scharpenseel HW. 1984. Gaseous
products of decomposition of organic matter in submerged soils. Di dalam:
Organic Matter and Rice. Manila: International Rice Research Institute.
Hlm 311-328.
Prasetyanti C, Setyanto P. 1995. Emisi Gas Metan pada Lahan Padi Sawah. Pati:
Loka Penelitian Tanaman Pangan. Radjagukguk B. 2000. Perubahan sifat-sifat
fisik dan kimia tanah gambut akibat reklamasi lahan gambut untuk pertanian.
J Ilmu Tanah dan Lingk. 2: 1-15. Sabiham S. 2006. Pengelolaan Lahan Gambut
Indonesia Berbasis Keunikan Ekosistem. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap
Pengelolaan Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
Sabiham S, Mario MD, Barchia MF. 2003. Emisi-C dan produktivitas tanah pada
lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian. Di dalam: Noor YR, Muslihat
L, Ilman M, editor. Sebaran Gambut di Indonesia. Seri Prosiding 02. Bogor:
Wetlands International-Indonesia Programme. Hlm 153-159.
Sabiham S, Sulistyono NBE. 2000. Kajian beberapa sifat inheren dan perilaku
gambut: kehilangan karbondioksida CO
2
dan metan CH
4
melalui proses reduksi-oksidasi. J. Tanah Trop.10:127-
135. Salampak. 1999. Peningkatan Produktivitas
Tanah Gambut yang Di sawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran
Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana
IPB.
Setyanto P. 2000. Influence of Soil Properties on Methane Production Potential from
Wetland Rice Field in Java. [Tesis]. Serdang: Universiti Putra Malaysia.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. Genesis Composition and Reaction. New
York: John Wiley and Sons, Inc. Subagyo H. 2003. Penyebaran dan potensi
tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian. Di dalam: Noor
YR, Muslihat L, Ilman M, editor. Sebaran Gambut di Indonesia. Seri
Prosiding 02. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Hlm
197-208
Subagjo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia.
Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengolahannya. Bogor: Puslittanak
Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.
Tan KH. 1998. Principles of Soil Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc.
Wahyunto, Heryanto B. 2005. Sebaran gambut dan estimasi cadangan karbon di
Kalimantan. Di dalam: Noor YR, Sutaryo D, Hasudungan F, editor. Pemanfaatan
Lahan Gambut secara Bijaksana untuk Manfaat Berkelanjutan. Seri Prosiding 08
Bogor: Wetlands Internasional-Indonesia Programme. Hlm 49-63.
Wang Z, Kludze H, Crozier CR, Patrick WH. 1995. Soil characteristics affecting
methane production and emission in flooded rice. Di dalam: Peng S, Ingram
KT, Neue HU, Ziska LH, editor. Climate Change and Rice. Manila: International
Rice Research Institute. Hlm 80-90.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut
lokasi pengambilan contoh tanah gambut
◙
U T
S B
◙
Kec Landasan Ulin Kec Wanaraya
◙
Kec Gambut
◙
S. Barito S. Martapura
Sumber: www.taritravelindonesia.com
Sumber: bitnak.ditjennak.deptan.go.id sungai
---
rawa-rawa
Lampiran 2 Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Lokasi Desa :Tegal Arum
Desa :Pematang Panjang
Desa :Dwipasari-Ray V Desa :Simpang Jaya
Kecamatan :Landasan Ulin Kecamatan :Gambut
Kecamatan :Wanaraya Kecamatan :Wanaraya
Kabupaten :Banjar Kabupaten :Banjar
Kabupaten :Barito Kuala Kabupaten :Barito Kuala
Provinsi :Kalimantan Selatan Provinsi :Kalimantan Selatan
Provinsi :Kalimantan Selatan Provinsi :Kalimantan Selatan
Tipologi lahan lahan rawa gambut sedang
lahan gambut sedang
lahan gambut tipisbergambut lahan gambut tipisbergambut
tebal gambut 200cm tebal gambut 100-200cm
Tipe luapan tipe C
tipe C
tipe C tipe C
Muka air tanah +10-15 cm, tergenang
+10-50 cm, tergenang
15 cm 15 cm
pH air genangan 5.0 hujan sehari sebelumnya
4.5 hujan sehari sebelumnya Vegetasiland use sawah bukaan baru
paku-pakuan, galam, semak-semak
sawah dan karet padi dan kacang tanah
Fisiografi rawa belakang backswamps
rawa belakang backswamps
aluvial marin Bapa Las aluvial marin
Klasifikasi hemic tropofibrist =gambut mentah tergenang
sapric tropofibrist =gambut mentah
histic sulfaquent=tanah sulfat masam histic sulfaquent=tanah sulfat masam
soil taxonomy alamiah, terdapat sebagian hemik pada
tergenang alamiah, terdapat saprik
bergambut, pada lapisan bawah 100cm bergambut, lapisan bawah 100cm
kedalaman 100 cm pada lapisan 100 cm
terdapat pirit dan lapisan atas masih terdapat pirit dan lapisan atas masih
Hasil boring Lapisan 0-10 cm:warna tanah coklat gelap,
Lapisan 0-50 cm: warna tanah
tersisa gambut dengan lapisan 50cm tersisa gambut dengan lapisan 50cm
pH 4, kematangan fibrik mentah, lapisan ini coklat gelap, pH tanah 3.5,
Lapisan 0-10 cm:warna tanah coklat Lapisan 0-40 cm:warna tanah
terdapat serasah, akar semak dan paku-pakuan kematangan hemik-saprik setengah
gelap, pH tanah 4, tekstur peat -clay coklat gelap, pH 4.5 tanah,
Lapisan 0-70 cm: warna tanah coklat gelap, matang sd matang, pada bagian atas
bergambut, kematangan saprik, kematangan saprik, lapisan ini
pH tanah 4, kematangan fibrik-hemik mentah lapisan ini, bekas sisa terbakar
lapisan ini, gambut terbakar gambut terbakar
sd setengah matang, lapisan bagian atas bekas Lapisan 51-100 cm: warna tanah
Lapisan 45-70 cm:warna tanah coklat Lapisan 41-85 cm:warna tanah
sisa terbakar coklat gelap, pH tanah 4,
kemerahan, pH tanah 3.5, tekstur clay coklat kemerahan, pH tanah 4,
Lapisan 71-100 cm: warna tanah coklat kematangan fibrik-mentah, lapisan
liat, kematangan hemik, lapisan ini, tekstur clay, kematangan hemik,
kemerahan, pH tanah 4-4.5, kematangan fibrik ini terdapat banyak serat dan kayu
terdapat pirit lapisan ini merupakan lapisan
mentah, lapisan ini terdapat banyak serat sisa
Lapisan 70-100 cm:warna tanah transisi coklat
cabang akar
coklat kemerahan, tekstur clay liat, Lapisan 86-100 cm:warna tanah
Lapisan 101-200 cm: warna tanah coklat gelap
kematangan hemik, lapisan ini coklat gelap, tekstur clay ,
pH tanah 4-4.5, kematangan fibrik mentah,
terdapat pirit kematangan hemik, lapisan ini
lapisan ini terdapat banyak sisa kayu
terdapat pirit
Sumber: Muhammad Noor dan Zainuddin
Lampiran 3 Jadwal kegiatan proses inkubasi contoh tanah gambut
T g l H S P M a r e t
H S P A p r i l
H S P M e i
H S P J u n i
1
1 0 4 0
7 1 T
C H
4
C O
2
2 1 1
T C H
4
C O
2
4 1 T
C H
4
C O
2
7 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 3
1 2 T
2 4
C H
4
C O
2
4 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 7 3
C H
4 ,
C O
2
s t a n d a r 4
1 3 4 3
7 4 5
1 4 4 4
7 5 6
1 5 4 5
7 6 T
C H
4
7 1 6
T C H
4
4 6 T
C H
4
7 7 T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 8
1 7 T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 4 7
T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 7 8
9 1 8
4 8 7 9
1 0 1 9
4 9 8 0
1 1 2 0
5 0 8 1
T C H
4
C O
2
1 2 2 1
T C H
4
C O
2
5 1 T
C H
4
C O
2
8 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 1 3
2 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 5 2
T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 8 3
1 4 2 3
5 3 8 4
1 5 2 4
5 4 8 5
1 6 2 5
5 5 8 6
T C H
4
1 7 2 6
T C H
4
5 6 T
C H
4
8 7 T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 1 8
C H
4
s t a n d a r 2 7
T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 5 7
T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 8 8
1 9 2 8
5 8 8 9
2 0 2 9
5 9 9 0
2 1 C O
2
s t a n d a r 3 0
6 0 9 1
T C H
4
C O
2
2 2 P e n i m b a n g a n d a n P e n g g e n a n g a n t a n a h
3 1 T
C H
4
C O
2
6 1 T
C H
4
C O
2
9 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 2 3
1 T
C H
4
C O
2
3 2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 6 2
T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 2 4
2 T
2 4
C H
4
C O
2
, E h d a n p H 3 3
6 3 2 5
3 3 4
6 4 2 6
4 3 5
6 5 2 7
5 3 6
T C H
4
6 6 T
C H
4
2 8 6
T C H
4
3 7 T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 6 7
T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 2 9
7 T
2 4
C H
4
, E h d a n p H 3 8
6 8 3 0
8 3 9
6 9 3 1
9 7 0
Sumber: Laboratorium Gas Rumah Kaca GRK Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Lampiran 4 Potensi Produksi CH
4
mgkg tanahhari selama 91 HSP Hari Setelah Penggenangan
I II
III Rata-rata
SD I
II III
Rata-rata SD
I II
III Rata-rata
SD I
II III
Rata-rata SD
1 0.031
0.0040 0.0018
0.012 0.016
0.0146 0.4713
0.3855 0.290
0.243 0.0203
0.0027 0.0019
0.008 0.010
0.0020 0.0031
0.0026 0.003
0.001 6
0.0029 0.0027
0.0025 0.003
0.000 0.2600
1.1881 0.1609
0.536 0.567
0.0020 0.0023
0.0016 0.002
0.000 0.0051
0.0015 0.0020
0.003 0.002
11 0.0037
0.0033 0.0026
0.003 0.001
0.0854 0.7184
0.0346 0.279
0.381 0.0041
0.0018 0.0012
0.002 0.002
0.0015 0.0012
0.0009 0.001
0.000 16
0.0040 0.0037
0.0106 0.006
0.004 0.1056
1.2996 0.0283
0.478 0.713
0.0012 0.0017
0.0014 0.001
0.000 0.0012
0.0014 0.0011
0.001 0.000
21 0.0042
0.1880 0.3121
0.168 0.155
0.1303 1.9284
0.0253 0.695
1.070 0.0015
0.0021 0.0010
0.001 0.001
0.0012 0.0022
0.0008 0.001
0.001 26
0.0187 0.3586
0.4678 0.282
0.234 0.1188
1.4483 -0.0397
0.509 0.817
0.0368 0.0008
0.0009 0.013
0.021 0.0010
0.0009 0.0008
0.001 0.000
31 0.0049
0.0620 0.5594
0.209 0.305
0.0979 2.4506
0.0177 0.855
1.382 0.0011
0.0012 0.0011
0.001 0.000
0.0007 0.0012
0.0014 0.001
0.000 36
0.5479 0.3814
0.3802 0.437
0.096 0.1683
2.5427 0.0312
0.914 1.412
0.0018 0.0013
0.0011 0.001
0.000 0.0018
0.0010 0.0024
0.002 0.001
41 0.2136
0.0849 0.8102
0.370 0.242
0.0978 2.8354
0.0231 0.985
1.603 0.0011
0.0011 0.0013
0.001 0.000
0.0013 0.0014
0.0019 0.002
0.000 46
2.4909 0.0331
0.0482 0.857
0.252 0.1753
1.7413 0.0190
0.645 0.952
0.0006 0.0008
0.0000 0.000
0.000 0.0009
0.0012 0.0001
0.001 0.001
51 0.3696
0.0501 0.4057
0.275 0.196
0.0658 0.7218
0.0154 0.268
0.394 0.0011
0.0007 0.0011
0.001 0.000
0.0007 0.0009
0.0010 0.001
0.000 56
0.2393 0.4070
2.2517 0.966
1.117 0.0656
0.8378 0.0249
0.309 0.458
0.0012 0.0053
0.0012 0.003
0.002 0.0009
0.0008 0.0008
0.001 0.000
61 0.0226
0.2048 0.2227
0.150 0.111
0.0076 1.3931
0.0167 0.472
0.797 0.0039
0.0009 0.0019
0.002 0.002
0.0018 0.0013
0.0008 0.001
0.000 66
0.0298 0.3195
0.0469 0.132
0.162 0.0034
0.3430 0.0141
0.120 0.193
0.0007 0.0015
0.0009 0.001
0.000 0.0018
0.0011 0.0006
0.001 0.001
71 0.0955
0.1190 0.0485
0.088 0.036
0.0058 0.1588
0.0135 0.059
0.086 0.0018
0.0010 0.0008
0.001 0.001
0.0012 0.0011
0.0005 0.001
0.000 76
2.6338 1.2125
1.5744 1.807
0.739 0.0037
0.3293 0.0158
0.116 0.185
0.0007 0.0009
0.0005 0.001
0.000 0.0007
0.0012 0.0007
0.001 0.000
81 0.5129
0.3108 0.0458
0.290 0.234
0.0047 0.1162
0.0088 0.043
0.063 0.0011
0.0007 0.0006
0.001 0.000
0.0015 0.0009
0.0008 0.001
0.000 86
0.0976 2.1740
1.5325 1.268
1.063 0.0011
0.1234 0.0111
0.045 0.068
0.0001 0.0008
0.0003 0.000
0.000 -0.0003
0.0006 0.0000
0.000 0.000
91 0.1546
1.0269 0.1331
0.438 0.510
0.0054 0.0201
0.0158 0.014
0.008 0.0005
0.0009 0.0006
0.001 0.000
0.0019 0.0008
0.0005 0.001
0.001 Potensi Produksi
CH
4
mgkg tanahhari
0.394 0.366
0.466 0.408
0.052 0.075
1.088 0.043
0.402 0.594
0.004 0.002
0.001 0.002
0.002 0.001
0.001 0.001
0.001 0.000
HSP Tegal Arum
Simpang Jaya Pematang Panjang
Dwipa
Lampiran 5 Potensi Produksi CO
2
mgkg tanahhari selama 91 HSP
I II
III Rata-rata
SD I
II III
Rata-rata SD
I II
III Rata-rata
SD I
II III
Rata-rata SD
1 71.39
49.62 52.82
57.94 11.76
251.08 248.91
217.32 239.10
18.90 46.97
27.27 32.10
35.45 10.26
48.67 52.71
23.31 41.56
15.94 11
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
21 96.62
120.53 118.54
111.90 13.27
230.94 251.78
195.23 225.98
28.60 56.80
58.29 44.90
53.33 7.34
53.74 44.44
66.61 54.93
11.13 31
72.82 125.62
116.75 105.07
28.27 333.47
256.48 134.72
241.56 100.21
74.49 68.48
69.53 70.83
3.21 62.15
48.35 61.44
57.31 7.77
41 118.49
122.90 111.17
117.52 5.92
294.79 240.81
92.31 209.30
104.86 71.76
57.36 46.45
58.53 12.69
55.81 48.68
55.13 53.21
3.94 51
120.01 135.20
124.73 126.65
7.78 254.84
200.88 68.70
174.81 95.77
54.35 58.20
30.79 47.78
14.84 47.74
37.59 57.84
47.72 10.12
61 -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- 71
19.06 31.58
31.83 27.49
7.30 40.19
65.27 33.37
46.28 16.80
11.86 20.03
17.17 16.35
4.15 13.34
14.47 17.26
15.02 2.01
81 64.97
26.54 52.24
47.92 19.58
225.24 91.14
39.10 118.49
96.04 28.05
31.10 21.49
26.88 4.91
18.04 27.54
18.28 21.29
5.42
91 60.63
74.11 78.46
71.07 9.29 137.11 170.95
25.00 111.02
76.39
50.52 40.84
33.45 41.60
8.56 54.60
40.74 37.06
44.13 9.25
Potensi Produksi CO
2
mgkg tanhhari
78.00 85.76
85.82 83.19
4.50 220.96
190.78 100.72
170.82 62.56
49.35 45.20
36.99 43.84
6.29 44.26
39.32 42.12
41.90 2.48
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
HSP
Keterangan: pada pengamatan 11 dan 61 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Lampiran 6 Data pH selama 91 HSP
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
2 4.35
4.34 4.26
4.32 4.21
4.19 4.15
4.18 3.82
3.74 3.7
3.75 4.03
4.05 4.16
4.08 7
4.46 4.44
4.47 4.46
3.15 4.35
4.25 3.92
3.97 3.93
3.89 3.93
4.14 4.18
4.16 4.16
12 4.63
4.59 4.51
4.58 4.39
4.35 4.57
4.44 3.97
3.98 3.93
3.96 4.06
4.08 4.14
4.09 17
4.36 4.57
4.73 4.55
4.08 4.07
3.96 4.04
3.7 3.7
3.68 3.69
3.78 3.87
3.96 3.87
22 4.77
4.73 4.63
4.71 4.08
4.21 4.11
4.13 3.86
3.84 3.71
3.80 3.85
4.01 3.9
3.92 27
4.47 4.86
4.64 4.66
4.13 4.16
4.4 4.23
3.76 3.76
3.73 3.75
3.88 3.97
3.88 3.91
32 4.75
5.25 5.24
5.08 4.57
4.71 4.27
4.52 4.12
4 3.98
4.03 4.22
4.21 4.3
4.24 37
4.74 4.98
4.83 4.85
4.2 4.29
4.15 4.21
3.87 3.72
3.78 3.79
3.97 3.79
4.01 3.92
42 4.84
4.88 5.09
5.10 4.2
4.29 4.15
4.21 3.99
4.02 3.97
3.99 4.07
4.03 4.07
4.06 47
4.93 5.1
5.35 5.13
4.4 3.55
3.22 3.72
4.08 4
4.08 4.05
4.3 4.09
4.22 4.20
52 4.94
4.93 5.33
5.07 4.35
3.43 4.1
3.96 3.8
3.81 3.72
3.78 4.03
3.91 4.12
4.02 57
4.96 4.79
5.06 4.94
4.19 4.25
4.19 4.21
3.87 3.78
3.79 3.81
4.09 3.91
4.09 4.03
62 5.28
5.09 5.15
5.17 4.57
4.6 4.03
4.40 4.15
4.18 4.25
4.19 4.37
4.32 4.35
4.35 67
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
72 5.01
5.03 5.13
5.06 4.25
4.27 3.87
4.13 3.88
3.88 3.86
3.87 4.15
3.95 4.08
4.06 77
4.5 4.91
4.83 4.75
4.05 4.07
3.53 3.88
3.4 3.55
3.43 3.46
3.69 3.64
3.61 3.65
82 4.94
5.11 5.2
5.08 4.34
4.48 4.05
4.29 4
3.92 4.02
3.98 4.06
4.29 4.25
4.20 87
4.99 5.05
5.15 5.06
4.7 4.41
4.27 4.46
3.74 3.76
3.81 3.77
4.04 4.23
4.03 4.10
92 4.98
5.02 5.18
5.06 4.07
4.63 4.28
4.33 3.84
3.87 3.7
3.80 3.88
3.95 3.94
3.92
Rata-rata pH selama 91
HSP
4.77 4.87
4.93 4.86
4.22 4.24
4.09 4.18
3.88 3.86
3.84 3.86
4.03 4.03
4.07 4.04
Pematang Panjang Tegal Arum
Dwipa Simpang Jaya
HSP
Keterangan: pada pengamatan 67 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Lampiran 7 Data Potensial Redoks mV selama 91 HSP
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
I II
III Rata-rata
2 371.7
359.5 220.5
317.23 331.3
111.4 192.6
211.77 549
361.7 661.7
524.13 618.2
476.1 439.5
511.27 7
238 190.9
80 169.63
175.1 49.6
277.4 167.37
519.7 193.7
535 416.13
494.2 427.1
467.1 462.80
12 195.9
46.5 21.7
88.03 240.2
107.8 193.7
180.57 510.8
207.7 527.7
415.40 598.2
367.7 470.7
478.87 17
109.2 -13.1
-22.6 24.50
263.8 66.1
125.4 151.77
462.2 207.9
493.1 387.73
587.7 322
463.3 457.67
22 4.5
-87.3 -104.3
-62.37 283
75.6 350.2
236.27 362.5
180.3 536.9
359.90 199
504.4 455.4
386.27 27
-30.1 -106.9
-117.8 -84.93
266.6 16.7
242 175.10
326.1 192.2
509 342.43
640.2 81.1
454.7 392.00
32 -84.6
-102 -116.8
-101.13 295.4
19 346.7
220.37 331.1
212.1 536.4
359.87 591.3
353.9 477.8
474.33 37
-96.5 -104.5
-119.9 -106.97
298.5 117.4
291.5 235.80
337.7 198.8
491.4 342.63
589.7 671.7
497.1 586.17
42 -96.1
-92.5 -106.3
-98.30 319.2
80.8 292.7
230.90 313.8
216.7 630.7
387.07 679.2
528.7 519.7
575.87 47
-106.1 508.9
-116.5 95.43
313.6 82.8
297.9 231.43
296.6 230.9
639.7 389.07
584.8 727.7
504.1 605.53
52 -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- 57
-105.1 -93.5
-121.3 -106.63
320.2 100.8
350.7 257.23
297.8 215.7
501.7 338.40
578.2 691.7
485.7 585.20
62 -114
-99.1 -98.3
-103.80 354.5
97.8 359.9
270.73 304.8
249 578.9
377.57 260.2
744.7 496.7
500.53 67
-117.9 -112.8
-120.3 -117.00
306.7 113.2
414.7 278.20
306.2 254.8
609.7 390.23
625.2 731.7
503.7 620.20
72 -126.1
-114.7 -130.2
-123.67 358
122.6 390.8
290.47 269.3
236.8 640.7
382.27 590.8
738.7 471.6
600.37 77
-127.8 -122.1
-123.1 -124.33
320.2 168.7
409.4 299.43
268.1 256
655.7 393.27
582.7 711.7
492.3 595.57
82 -118.1
-60.7 -117.9
-98.90 365.2
218.4 440.7
341.43 294.8
272.1 641.7
402.87 667.2
641.7 517
608.63 87
-121.1 -95.5
-119.3 -111.97
370.2 183.8
456.7 336.90
359.8 299.7
652.7 437.40
631.2 698.7
527.7 619.20
92 -135.3
-115.2 -135.9
-128.80 511.4
185.9 419.2
372.17 369
310.2 630.7
436.63 715.2
576.2 505.5
598.97
Rata-rata Eh mV selama
91 HSP
-25.53 -11.89
-74.91 -37.44
316.28 106.58
325.12 249.33
359.96 238.68
581.86 393.50
568.51 555.31
486.09 536.64
HSP Tegal Arum
Pematang Panjang Simpang Jaya
Dwipa
Keterangan: pada pengamatan 52 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Lampiran 8 Ilustrasi tabung inkubasi untuk penentuan produksi CH
4
dan CO
2
Setyanto 2000
Magnetic stirrer EhpH meter
N
2
Injection port inlet
N
2
outlet
Eh electrode
Magnet bar Soil
Distilled water
5 ml plastic
POTENSI PRODUKSI METAN CH
4
DAN KARBONDIOKSIDA CO
2
PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN SELATAN
NOVERIKA RACHMAN
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2008
ABSTRAK
NOVERIKA RACHMAN. Potensi Produksi Metan CH
4
dan Karbondioksida CO
2
dari berbagai Lahan Gambut di Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan PRIHASTO
SETYANTO. Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kabupaten Pati dari bulan
Maret-Juni 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi produksi metan CH
4
dan karbondioksida CO
2
yang dihasilkan dari berbagai lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan dan mempelajari hubungan sifat fisiko kimia dengan potensi produksi CH
4
dan CO
2
. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Terdapat 4 jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang dengan kedalaman 2 m
Tegal Arum, gambut dangkal dengan kedalaman 2 m Pematang Panjang, gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm Dwipa, dan gambut tipis dengan kedalaman 0-40 cm Simpang Jaya.
Produksi CH
4
dan CO
2
diukur secara manual, yaitu setiap 5 dan 10 hari. Hasil pengamatan menunjukkan produksi CH
4
dan CO
2
beragam antara 0.001-0.408 mgkg tanahhari dan 41.9- 170.82 mgkg tanahhari. Produksi CH
4
tertinggi terdapat pada daerah Tegal Arum 0.408 mgkg tanahhari, diikuti daerah Pematang Panjang 0.402 mgkg tanahhari, Dwipa 0.002 mgkg
tanahhari dan Simpang Jaya 0.001 mgkg tanahhari. Sedangkan produksi CO
2
tertinggi terdapat pada daerah Pematang Panjang 170.82 mgkg tanahhari, diikuti daerah Tegal Arum
83.19 makg tanahhari, Dwipa 43.84 mgkg tanahhari dan Simpang Jaya 41.9 mgkg tanahhari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan nyata antara potensi produksi
CO
2
dengan bahan organik-C, kandungan hara P dan K, kation-kation basa, yaitu Ca, Mg dan K, KTK, Fe-total, asam humat dan asam fulvat. Hubungan antara potensi produksi CH
4
dengan bahan organik-C, bahan organik-N, kandungan hara P dan K, kation basa K, Fe-total dan asam fulvat
juga menunjukkan hubungan yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang berpotensi mengemisikan CH
4
dan CO
2
paling besar.
ABSTRACT
NOVERIKA RACHMAN. Potential Production of Methane CH
4
and Carbondioxide CO
2
from South Kalimantan Peatlands. Supervised by IBNUL QAYIM and PRIHASTO SETYANTO. This study was conducted in Indonesian Agricultural Environment Research Institute, located
in District of Pati. The objectives were to understand potential productions of CH
4
and CO
2
from peatlands in South Kalimantan and to study the relationship between soil properties with CH
4
and CO
2
potential production. The research used Complete Random Design with three replications. There were four peatsoils used as barier i.e middle peat with more then 2 meter depth Tegal
Arum, shallow peat with less then 2 meter depth Pematang Panjang, thin peat with 0-10 cm depth Dwipa, and thin peat with 0-40 cm depth Simpang Jaya. CH
4
and CO
2
productions were manually measured every five and ten days. The result showed CH
4
and CO
2
productions varied between 0.001 mgkg soilday to 0.408 mgkg soilday and 41.9 mgkg soilday to 170.82 mgkg
soilday. The highest production of CH
4
occurs in Tegal Arum region 0.408 mgkg soilday, followed by Pematang Panjang 0.402 mgkg soilday, Dwipa 0.002 mgkg soilday and
Simpang Jaya 0.001 mgkg soilday. Even though, the highest production of CO
2
occurs in Pematang Panjang region 170.82 mgkg soilday, followed by Tegal Arum 83.19 mgkg
soilday, Dwipa 43.84 mgkg soilday and Simpang Jaya 41.9 mgkg soilday. Regression analysis showed positif correlations between CO
2
production with C-organic matter, K content, base cations i.e. Ca, Mg and K, KTK, humic and fulvic acid. The relationships CH
4
production with C and N organic matter, P and K content, K base cation, total Fe and fulvic acid also showed
significant relationships. Result from this study revealed that Tegal Arum and Pematang Panjang region had potency to mitigate highest of CH
4
and CO
2
.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Lahan gambut merupakan sumber daya
alam yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Lahan gambut memiliki 2 kekhasan, yaitu sebagai habitat untuk keanekaragaman
hayati, seperti flora dan fauna dan cadangan karbon terestrial yang penting. Lahan gambut
dapat menyimpan sebagian besar cadangan karbon di bawah permukaan tanah berupa
bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Saat ini, lahan gambut di
Indonesia berupa hutan campuran, hutan sekunder akibat penebangan, semak belukar
dan padang rumput rawa Istomo 2005. Indonesia memiliki lahan gambut yang
cukup luas, yaitu sekitar 20.6 juta hektar atau 10.8 dari luas daratan Indonesia. Sebagian
besar lahan gambut tersebut terdapat di Sumatra 35, Kalimantan 32, Papua
30 dan Sulawesi 3 Subagjo et al. 2000.
Menurut Wahyunto dan Heryanto 2005,
Pulau Kalimantan terletak pada ekosistem
air tawar dan rawa pasang surut serta menempati dataran dan kubah gambut. Pola
penyebaran dataran dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas antara sungai-
sungai besar dari dataran pantai ke arah hilir. Tanah gambut adalah tanah yang
kondisinya jenuh air atau tergenang dan tersusun dari bahan organik berupa sisa-sisa
tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Salah satu
masalah yang timbul, adalah kehilangan C- organik dalam bentuk CH
4
dan CO
2
yang diemisikan ke atmosfer sebagai hasil dari
proses dekomposisi bahan organik tanah gambut Sabiham Sulistyono 2000.
Gas CO
2
, CH
4
dan N
2
O dapat membentuk lapisan pemancar panas di atmosfer sehingga
suhu menjadi panas. Gas-gas tersebut disebut sebagai gas rumah kaca GRK. Efek rumah
kaca adalah sebuah fenomena di mana energi dari radiasi matahari yang diserap oleh
permukaan bumi, kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai sinar inframerah
namun karena adanya GRK, panas yang dipancarkan tersebut sebagian tidak dapat
menembus luar angkasa dan kembali ke bumi sehingga lama kelamaan suhu bumi semakin
panas Sabiham 2006. Emisi CO
2
, CH
4
dan N
2
O menyumbang secara berturut-turut, sebesar 55, 15 dan 6 dari total GRK
Mosier et al. 1994. Gas CH
4
memiliki efektivitas pemanasan 25-35 kali lebih besar
dibandingkan dengan CO
2
.
Gas CH
4
dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerob..
Sedangkan gas CO
2
dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik dalam
keadaan aerob. Dekomposisi bahan organik di
lahan gambut terjadi jika adanya pemasukan biomassa tanaman, berupa akar, batang,
ranting, daun buah dan bunga dalam keadaan anaerobik. Peningkatan pengeluaran gas CH
4
dan CO
2
dapat dipicu dari endapan gambut yang tergganggu atau mengalami perubahan
dari anaerob menjadi aerob, seperti pembakaran biomassa lahan gambut.
Pembentukkan gas CH
4
dan CO
2
melibatkan proses metanogenesis yang terjadi di dalam lahan gambut. Proses metanogenesis
adalah proses utama di dalam tanah gambut secara mikrobial selama biodegradasi bahan
organik. Proses metanogenesis ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah gambut,
seperti suhu dan pH tanah, dekomposisi bahan organik dan potensial redoks Eh Horn et al.
2003.
Penelitian mengenai emisi-C, potensi dan produktivitas tanah gambut untuk
pengembangan pertanian serta dampak reklamasi lahan gambut sudah banyak
dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: i emisi-C dan produktivitas
tanah gambut yang diusahakan untuk pertanian Sabiham et al. 2003, ii
peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan
ameliorant tanah mineral berkadar besi tinggi Salampak 1999, iii penyebaran dan potensi
tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian Subagyo 2003 dan
iv perubahan sifat-sifat fisik dan kimia lahan ganbut akibat reklamasi untuk pertanian
Radjagukguk 2000. Sedangkan penelitian mengenai potensi lahan gambut dalam
mengeluarkan GRK, terutama gas metan dan karbondioksida pada lahan gambut yang
belum dan sudah digunakan untuk pertanian belum banyak dikaji.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk 1 mengetahui potensi produksi CH
4
dan CO
2
yang dihasilkan dari lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan dan 2 mempelajari
hubungan sifat kimia tanah dengan potensi produksi CH
4
dan CO
2
.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2007 dan
bertempat di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Balingtan, Kecamatan Jaken,
Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah gambut yang diambil dari lahan
gambut yang ada di Kalimantan Selatan, air destilata dan gas N
2
murni. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah inkubator, tabung inkubasi berupa gelas piala 100 ml, karet penutup, magnetic
stirrer, Eh meter, pH meter, injeksi polypropyrena, seperangkat kromatografi gas
Shimadzu GC-8A dilengkapi 2 FID Flame Ionization Detector, seperangkat
kromatografi gas Shimadzu GC-14A dilengkapi 1 TCD Thermal Conductivity
Detector dan integrator shimadzu 6A.
Metode Penelitian a. Deskripsi daerah dan Pengambilan
contoh tanah gambut
1 Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut.
Deskripsi 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut pada Lampiran 2.
2 Pengambilan contoh tanah gambut
Contoh tanah gambut diambil sebanyak 3- 5 kg dari masing-masing daerah yang ada di
Kalimantan Selatan, yaitu Tegal Arum dan
Pematang Panjang merupakan gambut transisi, Dwipa dan Simpang Jaya merupakan
gambut pantai. Setelah itu dibungkus dengan plastik hitam untuk menghindari terjadinya
oksidasi. Contoh tanah kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya. Analisis tanah
meliputi tekstur,
C-organik, kation-kation basa Ca, Mg, K dan Na, kapasitas tukar
kation KTK, kejenuhan basa KB, N, P, K, Fe dan S total, asam humat dan asam fulvat.
Metode analisis tanah sesuai standar yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanah
Balittan Bogor. b. Rancangan percobaan dan Perlakuan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga
ulangan. Terdapat 4 jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang
dengan kedalaman 2 m Tegal Arum, gambut dangkal dengan kedalaman 2 m
Pematang Panjang, gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm Dwipa, dan gambut tipis
dengan kedalaman 0-40 cm Simpang Jaya. Gambar ini adalah susunan tabung inkubasi
yang berisi contoh tanah gambut dan ditempatkan di dalam inkubator yang diatur
pada suhu 30°C.
Gambar 1 Tabung inkubasi yang berada di dalam inkubator dengan suhu
30°C.
c. Inkubasi contoh tanah gambut dan Pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
1 Proses inkubasi
Sebelum inkubasi, contoh tanah gambut terlebih dahulu dianalisis kadar air untuk
menentukan berat tanah kering mutlak. Setelah itu contoh tanah gambut tersebut
ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, bersama air destilata sesuai dengan
volume yang tertera pada tabung inkubasi tidak boleh lebih dari 60 ml.
Rumus untuk menentukan berat tanah kering mutlak sebagai berikut :
BTKM =
KL xBS
+ 100
100
Keterangan: BTKM : berat tanah kering mutlak g
BS : berat segar g
KL : kadar air
Air destilata yang dimasukkan ke dalam tabung inkubasi sesuai dengan perbandingan
volume tabung inkubasi, yaitu 2:1 2 untuk air destilata dan 1 untuk contoh tanah gambut
untuk menggenangi contoh tanah tersebut. Tahapan selanjutnya, tabung inkubasi ditutup
dengan karet penutup. Karet penutup yang digunakan, dilengkapi dengan inlet dan outlet
gas N
2
, lubang untuk mengambil contoh gas CH
4
dan CO
2
, serta untuk pengukuran pH dan Eh. Ilustrasi tabung inkubasi dapat dilihat
pada Lampiran 8. Setelah itu, tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu
30°C.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2007 dan
bertempat di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Balingtan, Kecamatan Jaken,
Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah gambut yang diambil dari lahan
gambut yang ada di Kalimantan Selatan, air destilata dan gas N
2
murni. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah inkubator, tabung inkubasi berupa gelas piala 100 ml, karet penutup, magnetic
stirrer, Eh meter, pH meter, injeksi polypropyrena, seperangkat kromatografi gas
Shimadzu GC-8A dilengkapi 2 FID Flame Ionization Detector, seperangkat
kromatografi gas Shimadzu GC-14A dilengkapi 1 TCD Thermal Conductivity
Detector dan integrator shimadzu 6A.
Metode Penelitian a. Deskripsi daerah dan Pengambilan
contoh tanah gambut
1 Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut.
Deskripsi 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut pada Lampiran 2.
2 Pengambilan contoh tanah gambut
Contoh tanah gambut diambil sebanyak 3- 5 kg dari masing-masing daerah yang ada di
Kalimantan Selatan, yaitu Tegal Arum dan
Pematang Panjang merupakan gambut transisi, Dwipa dan Simpang Jaya merupakan
gambut pantai. Setelah itu dibungkus dengan plastik hitam untuk menghindari terjadinya
oksidasi. Contoh tanah kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya. Analisis tanah
meliputi tekstur,
C-organik, kation-kation basa Ca, Mg, K dan Na, kapasitas tukar
kation KTK, kejenuhan basa KB, N, P, K, Fe dan S total, asam humat dan asam fulvat.
Metode analisis tanah sesuai standar yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanah
Balittan Bogor. b. Rancangan percobaan dan Perlakuan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga
ulangan. Terdapat 4 jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang
dengan kedalaman 2 m Tegal Arum, gambut dangkal dengan kedalaman 2 m
Pematang Panjang, gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm Dwipa, dan gambut tipis
dengan kedalaman 0-40 cm Simpang Jaya. Gambar ini adalah susunan tabung inkubasi
yang berisi contoh tanah gambut dan ditempatkan di dalam inkubator yang diatur
pada suhu 30°C.
Gambar 1 Tabung inkubasi yang berada di dalam inkubator dengan suhu
30°C.
c. Inkubasi contoh tanah gambut dan Pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
1 Proses inkubasi
Sebelum inkubasi, contoh tanah gambut terlebih dahulu dianalisis kadar air untuk
menentukan berat tanah kering mutlak. Setelah itu contoh tanah gambut tersebut
ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, bersama air destilata sesuai dengan
volume yang tertera pada tabung inkubasi tidak boleh lebih dari 60 ml.
Rumus untuk menentukan berat tanah kering mutlak sebagai berikut :
BTKM =
KL xBS
+ 100
100
Keterangan: BTKM : berat tanah kering mutlak g
BS : berat segar g
KL : kadar air
Air destilata yang dimasukkan ke dalam tabung inkubasi sesuai dengan perbandingan
volume tabung inkubasi, yaitu 2:1 2 untuk air destilata dan 1 untuk contoh tanah gambut
untuk menggenangi contoh tanah tersebut. Tahapan selanjutnya, tabung inkubasi ditutup
dengan karet penutup. Karet penutup yang digunakan, dilengkapi dengan inlet dan outlet
gas N
2
, lubang untuk mengambil contoh gas CH
4
dan CO
2
, serta untuk pengukuran pH dan Eh. Ilustrasi tabung inkubasi dapat dilihat
pada Lampiran 8. Setelah itu, tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu
30°C.
2 Pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
Pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
dilakukan 2 kali, yaitu pada saat T waktu di
mana pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
dilakukan sebelum contoh tanah gambut diinkubasi dan T
24
waktu di mana pengambilan contoh gas CH
4
dilakukan setelah contoh tanah gambut diinkubasi
selama 24 jam. Langkah-langkah dalam pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
pada saat T
, antara lain: gas N
2
dialirkan dengan kecepatan 250 ml per menit ke dalam tabung
inkubasi dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 2
menit. Setelah itu, aliran gas N
2
dihentikan, inlet dan outlet ditutup, kemudian contoh gas
CH
4
dan CO
2
diambil dengan menggunakan jarum suntik. Dua puluh empat jam kemudian
T
24
, dilakukan kembali pengambilan contoh gas sebagai berikut: tabung inkubasi dikocok
selama 2 menit, kemudian contoh gas CH
4
diambil dengan menggunakan jarum suntik. Pada hari tanpa pengukuran, tabung inkubasi
diletakkan di dalam inkubator dalam keadaan tertutup agar tetap dalam keadaan anaerob.
3 Pengukuran dan perhitungan data produksi CH
4
dan CO
2
Contoh gas
CH
4
diukur setiap 5 hari dan CO
2
diukur setiap 10 hari selama 91 hari. Gambar 2 adalah mekanisme pengukuran
contoh gas CH
4
dengan menggunakan kromatografi gas Shimadzu model GC-8A
yang dilengkapi dengan 2 FID, dan contoh gas CO
2
dengan menggunakan kromatografi gas Shimadzu model GC-14A yang dilengkapi
dengan 1 TCD, antara lain:contoh gas disuntikkan ke dalam septum, kemudian
contoh gas tersebut dialirkan dan masuk ke dalam sampling valve. Setelah itu, contoh gas
difiltrasi dan dibawa oleh gas N
2
dan H
2
, lalu masuk ke dalam kromatografi gas dan di
deteksi oleh FID atau TCD. Data analisis yang dihasilkan dari kromatografi gas berupa peak
dan diinterpretasikan dalam bentuk area. Bentuk area dikonversi menjadi konsentrasi
CH
4
dan CO
2
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Rumus untuk menentukan konsentrasi CH
4
C = 10.1 ppm x
As Ac
Keterangan: C : Konsentrasi CH
4
pada T atau T
24
As : Area standar CH
4
Ac : Area CH
4
pada T atau T
24
10.1 ppm : Konsentrasi CH
4
standar 2. Rumus untuk menentukan konsentrasi CO
2
C = 10600 ppm x
As Ac
Keterangan: C : Konsentrasi CO
2
pada T atauT
24
As : Area standar CO
2
Ac : Area CO
2
pada T atau T
24
10600 ppm : Konsentrasi CO
2
standar Untuk menghitung produksi gas CH
4
dan CO
2
digunakan rumus Latin 1995: E
pot
=C
24
–C x
tan W
Vh
x
VM BM
x
T +
2 .
273 2
. 273
Keterangan:
E
pot
:Produksi CH
4
atau CO
2
mgkghari C
24
:Konsentrasi CH
4
atau CO
2
setelah 24 jam inkubasi ppm
C :Konsentrasi CH
4
atau CO
2
saat 0 jam inkubasi ppm
Vh :Volume headspace pada tabung inkubasi ml
Wtan :Berat tanah yang digunakan dalam inkubasi g
BM :Berat molekul CH
4
atau CO
2
g VM :Volume molekul pada kondisi stp
22.41 l T :Suhu di dalam inkubator °C
stp : standard temperature and pressure
tabung inkubasi ditutup oleh
penutup karet analisis kadar air
contoh tanah gambut ditim bang
dan digenanggi T
T
24
gas N
2
dialirkan dan dikocok selama 2 m enit
dikocok selama 2 m enit contoh gas C H
4
dan CO
2
diam bil dengan m enggunakan jarum suntik
contoh gas disuntikkan ke
dalam septum contoh gas
masuk ke dalam sampling valve
contoh gas masuk ke dalam
kromatografi gas data analisis berupa peak
dan diinterpretasikan dalam bentuk area
tabung inkubasi dimasukkan ke
dalam inkubator
Gambar 2 Skema alur proses inkubasi contoh tanah gambut dan pengambilan contoh gas CH
4
dan CO
2
.
analisis kadar air contoh tanah
gambut ditim bang dan digenanggi
T T
24
gas N
2
dialirkan dan dikocok selama 2 m enit
dikocok selama 2 m enit contoh gas C H
4
dan CO
2
diam bil dengan m enggunakan jarum suntik
contoh gas disuntikkan ke
dalam septum contoh gas
masuk ke dalam sampling valve
contoh gas masuk ke dalam
kromatografi gas tabung inkubasi
dimasukkan ke dalam inkubator
p data analisis berupa eak
dan diinterpretasikan dalam bentuk area
d. Pengukuran pH dan Potensial Redoks Eh tanah
Pengukuran pH dan Eh dilakukan pada saat T
24
dengan menggunakan pH meter dan Eh meter. Berikut ini mekanisme pengukuran
pH, antara lain: ujung elektroda pada pHmeter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi,
ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.
Sedangkan mekanisme pengukuran Eh, antara lain: ujung elektroda pada Eh meter
dimasukkan ke dalam tabung inkubasi dan ujung elektroda yang lain pada Eh meter
ditempelkan pada elektroda platina yang terpasang di tabung inkubasi. Berikut ini
ilustrasi mekanisme pengukuran Eh yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Ilustrasi pengukuran Eh dengan
menggunakan Eh meter.
e. Analisis Data
Data potensi produksi CH
4
dan CO
2
dikolerasikan dengan sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis regresi.
HASIL
a. Karakteristik contoh tanah gambut 1. pH dan Potensial Redoks Eh tanah
Pengukuran pH dan potensial redoks Eh dilakukan pada waktu yang sama, yaitu setiap
5 hari. Dari hasil pengukuran pada 4 daerah yang berbeda, diketahui bahwa nilai rata-rata
pH bervariasi antara 3.86-4.86 Lampiran 6. Berdasarkan Gambar 5, daerah Tegal Arum
memiliki kisaran pH tertinggi dan daerah Dwipa memiliki kisaran terendah.
Nilai Eh pada 4 daerah yang berbeda juga menunjukkan pola fluktuasi yang berbeda-
beda. Nilai tersebut berkisar antara -37.44 sampai dengan + 536.64 mV Lampiran 7.
Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa daerah Tegal Arum, Pematang Panjang,
Dwipa dan Simpang Jaya menunjukkan pola penurunan nilai Eh dimulai pada pengamatan
kedua atau 7 HSP. Akan tetapi hanya daerah Tegal Arum yang mengalami penurunan yang
sangat tajam mencapai nilai -62.37 pada pengamatan 22 HSP, dengan nilai rata-rata -
37.44 Lampiran 7. Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki nila kisaran Eh
tertinggi, yaitu +536.64. 2. Sifat fisik dan kimia
Tabel 1 menyajikan hasil analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah gambut sebelum
dilakukan percobaan. Sifat fisik contoh tanah gambut ditunjukkan dengan tekstur, berupa
pasir, debu dan liat. Daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak ditemukan pasir,
debu dan liat. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan
debu dan liat yang cukup tinggi, yaitu secara berturut-turut 41 dan 43 kandungan
debu, dan 59 dan 56 kandungan liat. Hasil analisis sifat kimia contoh tanah
gambut ditunjukkan dengan kandungan C- organik, kandungan N, P, K, Fe dan S total,
kation-kation basa Ca, Mg, K dan Na kapasitas tukar kation KTK, kejenuhan basa
KB, asam humat dan asam fulvat. Nilai kandungan C-organik pada 4 daerah
pengambilan contoh tanah gambut sangat bervariasi. Nilai kandungan C-organik pada
daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya, yaitu secara
berturut-turut 31.51, 53.07, 7.18 dan 5.7
Nilai kandungan N total pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut tidak jauh
berbeda. Jumlah kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na pada Tegal Arum,
Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya , yaitu secara berturut-turut 3.2 cmol+kg, 10
cmol+kg, 2.38 cmol+kg dan 2.92 cmol+kg.
Nilai kapasitas tukar kation KTK pada tanah gambut umumnya tinggi. Hal tersebut
dapat ditunjukkan pada hasil analisis tanah
d. Pengukuran pH dan Potensial Redoks Eh tanah
Pengukuran pH dan Eh dilakukan pada saat T
24
dengan menggunakan pH meter dan Eh meter. Berikut ini mekanisme pengukuran
pH, antara lain: ujung elektroda pada pHmeter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi,
ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.
Sedangkan mekanisme pengukuran Eh, antara lain: ujung elektroda pada Eh meter
dimasukkan ke dalam tabung inkubasi dan ujung elektroda yang lain pada Eh meter
ditempelkan pada elektroda platina yang terpasang di tabung inkubasi. Berikut ini
ilustrasi mekanisme pengukuran Eh yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Ilustrasi pengukuran Eh dengan
menggunakan Eh meter.
e. Analisis Data
Data potensi produksi CH
4
dan CO
2
dikolerasikan dengan sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis regresi.
HASIL
a. Karakteristik contoh tanah gambut 1. pH dan Potensial Redoks Eh tanah
Pengukuran pH dan potensial redoks Eh dilakukan pada waktu yang sama, yaitu setiap
5 hari. Dari hasil pengukuran pada 4 daerah yang berbeda, diketahui bahwa nilai rata-rata
pH bervariasi antara 3.86-4.86 Lampiran 6. Berdasarkan Gambar 5, daerah Tegal Arum
memiliki kisaran pH tertinggi dan daerah Dwipa memiliki kisaran terendah.
Nilai Eh pada 4 daerah yang berbeda juga menunjukkan pola fluktuasi yang berbeda-
beda. Nilai tersebut berkisar antara -37.44 sampai dengan + 536.64 mV Lampiran 7.
Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa daerah Tegal Arum, Pematang Panjang,
Dwipa dan Simpang Jaya menunjukkan pola penurunan nilai Eh dimulai pada pengamatan
kedua atau 7 HSP. Akan tetapi hanya daerah Tegal Arum yang mengalami penurunan yang
sangat tajam mencapai nilai -62.37 pada pengamatan 22 HSP, dengan nilai rata-rata -
37.44 Lampiran 7. Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki nila kisaran Eh
tertinggi, yaitu +536.64. 2. Sifat fisik dan kimia
Tabel 1 menyajikan hasil analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah gambut sebelum
dilakukan percobaan. Sifat fisik contoh tanah gambut ditunjukkan dengan tekstur, berupa
pasir, debu dan liat. Daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak ditemukan pasir,
debu dan liat. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan
debu dan liat yang cukup tinggi, yaitu secara berturut-turut 41 dan 43 kandungan
debu, dan 59 dan 56 kandungan liat. Hasil analisis sifat kimia contoh tanah
gambut ditunjukkan dengan kandungan C- organik, kandungan N, P, K, Fe dan S total,
kation-kation basa Ca, Mg, K dan Na kapasitas tukar kation KTK, kejenuhan basa
KB, asam humat dan asam fulvat. Nilai kandungan C-organik pada 4 daerah
pengambilan contoh tanah gambut sangat bervariasi. Nilai kandungan C-organik pada
daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya, yaitu secara
berturut-turut 31.51, 53.07, 7.18 dan 5.7
Nilai kandungan N total pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut tidak jauh
berbeda. Jumlah kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na pada Tegal Arum,
Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya , yaitu secara berturut-turut 3.2 cmol+kg, 10
cmol+kg, 2.38 cmol+kg dan 2.92 cmol+kg.
Nilai kapasitas tukar kation KTK pada tanah gambut umumnya tinggi. Hal tersebut
dapat ditunjukkan pada hasil analisis tanah
daerah Pematang Panjang memperlihatkan nilai KTK tinggi, yaitu sebesar 114.39
cmol+kg, kemudian diikuti dengan daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya, secara
berturut-turut 52.5 cmol+kg, 29.06 cmol+kg dan 24.52 cmol+kg.
Kejenuhan
basa menunjukkan
presentase jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan
terhadap nilai KTKnya. Daerah Simpang Jaya memperlihatkan nilai kejenuhan basa tinggi,
sebesar 12. Kemudian daerah Tegal Arum, Pematang Panjang dan Dwipa memiliki nilai
kejenuhan basa yang tidak jauh berbeda.
Kandungan P dan K yang terekstrak HCl 25, sebagai P
2
O
5
dan K
2
O menunjukkan nilai yang sangat bervariasi. Kandungan P dan
K pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 54.7
ppm dan 52.7 ppm kandungan P, 407 ppm dan 449 ppm kandungan K. Sedangkan
daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan P rendah, yaitu
sebesar 11.3 ppm dan 21.4 ppm kandungan K, 283 ppm dan 281 ppm kandungan K.
Asam humat dan asam fulvat merupakan asam-asam organik yang terkandung di dalam
bahan organik tanah. Daerah Pematang Panjang memiliki asam humat dan asam
fulvat yang paling besar, yaitu sebesar 18.03 dan 7.68 . Daerah Tegal Arum, Dwipa dan
Simpang Jaya memperlihatkan kandungan
asam humat dan asam fulvat rendah, sebesar 7.74, 2.42 dan 1.88 asam humat dan
4.46, 0.74 dan 1 asam fulvat. Fe total terendah dan S total tertinggi,
yaitu sebesar 0.76 dan 0.32. Sedangkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan
Simpang Jaya memiliki nilai Fe dan S total, berturut-turut sebesar 1.16, 3.14 dan
2.91 Fe-Total dan 0.19, 0.12 dan 0.12 S-Total.
Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah sebelum percobaan
Sifat Fisik dan Kimia Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
pasir -
- 1
debu -
41 43
liat -
59 56
C-organik Walkley
Black 31.51
53.07 7.18
5.7 N total
Kjeldahl 1.33
0.91 0.21
0.29
Ca 1.42
4.08 0.64
1.12 Mg
0.59 4.65
1.1 0.94
K 0.81
0.9 0.56
0.55 Na
0.38 0.37
0.08 0.31
Jumlah 3.2
10 2.38
2.92 KTK
52.5 114.39
29.06 24.52
Kejenuhan Basa 6
9 8
12 P total ppm
Bray 1 54.7
52.7 11.3
21.4 K total ppm
Morgan 407
449 283
281 Asam Humat
7.74 18.03
2.42 1.86
Asam Fulvat 4.46
7.68 0.74
1 Fe
0.76 1.16
3.14 2.91
S 0.32
0.19 0.12
0.12
Tekstur tanah
Nilai Tukar Kation H
4
-Acetat 1N, pH7 cmol+kg
Total
- -
N
Tabel 2 Potensi produksi CH
4
dan CO
2
mgkg tanahhari dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut beserta standar deviasi
Nama Daerah Produksi CH
4
mgkg tanahhari ± standar
deviasi Produksi CO
2
mgkg tanahhari ± standar
deviasi Tegal Arum
0.408 ± 0.052 83.19 ± 4.5
Pematang Panjang 0.402 ± 0.594
170.82 ± 62.56 Dwipa
0.002 ± 0.002 43.84 ± 6.29
Simpang Jaya 0.001 ± 0.0
41.9 ± 2.48
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5 5
5.5 6
2 7
12 17 22 27
32 37 42
47 52 57
62 67 72 77
82 87 92
Hari Setelah Penggenangan HSP p
H
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa S impang Jaya
Pada pengamatan 67 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Gambar 5 pH dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.
-200 -100
100 200
300 400
500 600
700
2 7
12 17
22 27
32 37
42 47
52 57
62 67
72 77
82 87
92
Hari Setelah Penggenangan HSP P
o te
n sia
l R e
d o
k s
m V
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa S impang Jaya
Pada pengamatan 52 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Gambar 6 Potensial Redoks Eh dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9 1
1.1 1.2
1.3 1.4
1.5 1.6
1.7 1.8
1.9 2
1 6
11 16
21 26
31 36
41 46
51 56
61 66
71 76
81 86
91
Hari Setelah Penggenangan HSP P
o te
ns i P
r o
d uks
i C H
4
m g
k g
h ari
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa S impang Jaya
Gambar 7 Potensi Produksi CH
4
dari berbagai daerah pengambilan contoh tanah gambut.
b. Potensi Produksi CH
4
Potensi produksi CH
4
selama 91 HSP hari setelah penggenangan menunjukkan variasi
pada setiap pengukurannya. Dari hasil pengamatan pada 4 daerah yang berbeda
diperoleh produksi CH
4
bervariasi antara 0.01- 0.408 mgkg tanahhari. Tabel 2
menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum memiliki produksi CH
4
tertinggi, yaitu sebesar 0.408 mg kg tanahhari. Sedangkan produksi
CH
4
terendah dijumpai pada daerah Simpang Jaya, yaitu sebesar 0.01 mgkg tanahhari.
Potensi produksi CH
4
selama 91 HSP pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang
berfluktuasi di setiap pengamatannya. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 7.
Produksi CH
4
tertinggi pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang ditunjukkan
pada pengamatan 76 dan 41 HSP. Sedangkan pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya,
produksi CH
4
tertinggi ditunjukkan pada pengamatan 26 dan 6 HSP Lampiran 4 .
c. Potensi Produksi CO
2
Potensi produksi CO
2
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
CH
4
. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 2, yang menunjukkan kisaran produksi CO
2
sangat tinggi, yaitu antara 41.9-170.82 mgkg tanahhari. Daerah Pematang Panjang
memiliki produksi tertinggi, yaitu sebesar 170.82 mgkg tanahhari. Sedangkan daerah
Simpang Jaya memiliki produksi CO
2
terendah, yaitu sebesar 41.90 mgkg tanahhari.
Potensi produksi CO
2
selama 91 HSP atau 8 kali pengamatan pada 4 daerah pengambilan
contoh tanah gambut menunjukkan pola
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
220 240
1 11
21 31
41 51
61 71
81 91
Hari Setelah Penggenangan HSP P
o te
ns i P
r o
d uks
i C O
2
m g
k g
h a
r i
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa
S impang jaya
Pada pengamatan 11 dan 61 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat
Gambar 8 Potensi Produksi CO
2
dari berbagai daerah pengambilan contoh tanah gambut. fluktuasi yang berbeda-beda. Gambar 8
menunjukkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menghasilkan nilai
produksi tertinggi pada pengamatan 31 HSP. Daerah Tegal Arum menghasilkan nilai
produksi tertinggi pada pengamatan 51 HSP. Sedangkan ke-4 daerah pengambilan contoh
tanah gambut menghasilkan nilai produksi terendah pada pengamatan 71 HSP.
d. Hubungan antara sifat kimia contoh
tanah gambut dengan potensi produksi CH
4
dan CO
2
1.Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CH
4
Hubungan antara kandungan organik C dan N ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan
tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan C- organik dan N total memiliki hubungan nyata
pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi r sebesar 0,58 dan 0.6 .
Kandungan P dan K total juga mempengaruhi potensi produksi CH
4
yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan
hubungan nyata antara kandungan hara P dan K dengan potensi produksi CH
4
pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi r, secara berturut-
turut 0.63 dan 0.62. Hubungan antara kation basa K, Fe total
dan asam fulvat dengan potensi produksi CH
4
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kation basa K, Fe
total dan asam fulvat memiliki hubungan nyata dengan koefisien kolerasi berturut-turut
sebesar 0.62, 0.58 dan 0.63.
2. Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CO
2
Hubungan antara kandungan C organik dengan potensi produksi CO
2
disajikan pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat ada
hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan potensi produksi CO
2
. Kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan
Na memiliki pengaruh terhadap produksi CO
2
. Gambar 9 dan 10 menunjukkan kation-kation
basa, seperti Ca, Mg dan K dan potensi produksi CO
2
memiliki kolerasi nyata. Sedangkan kation basa Na tidak menunjukkan
hubungan nyata. Potensi produksi CO
2
juga dipengaruhi oleh kandungan P dan K total
yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara
kandungan P dan K total dengan potensi produksi CO
2
. Hubungan antara kapasitas tukar kation
KTK dengan potensi produksi dapat ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan
gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kapasitas tukar kation dengan potensi
produksi CO
2
. Asam humat dan asam fulvat juga
memiliki pengaruh terhadap produksi CO
2
. Hubungan antara asam humat dan asam fulvat
dengan potensi produksi CO
2
dapat disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan gambar
tersebut terlihat hubungan yang sangat erat antara asam humat dan asam fulvat dengan
potensi produksi CO
2
. Tabel 3 Koefisien kolerasi r antara potensi produksi CH
4
dan CO
2
dengan beberapa sifat kimia tanah, n=12
C H
4
C O
2
C - o r g a n ik 0 .5 8
0 .8 7 N to ta l
0 .6 0 .5 1 tn
P to ta l p p m 0 .6 3
0 .6 9 K to ta l p p m
0 .6 2 0 .8 1
C a 0 .4 4 t n
0 .8 8 M g
0 .3 t n 0 .8 2
K 0 .6 2
0 .8 2 N a
0 .4 7 t n 0 .5 1 tn
K T K c m o l + k g 0 .5 t n
0 .8 9 K e j e n u h a n b a s a
0 .3 7 t n 0 .1 6 tn
A s a m H u m a t 0 .5 2 t n
0 .8 9 A s a m F u lv a t
0 .5 8 0 .8 7
S to ta l 0 .5 3 t n
0 .3 1 tn F e to ta l
0 .6 3 0 .6 4
K o e fis ie n k o le r a s i r
K a tio n - k a tio n b a s a c m o l + k g
S ifa t K im ia T a n a h
nyata pada P=0.05 nyata pada P=0.01
tn: tidak berbeda nyata
y = 237.41x + 1944.9 r = 0.87, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
10 20
30 40
50 60
Kandungan C-organik
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o duk
si C
O m
g kg
t a
na h
2
y = 28231x - 12174 r = 0.82, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
0.2 0.4
0.6 0.8
1
Kation basa K cmol+kg P
o te
n si
P r
o duks
i C
O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Gambar 9 Hubungan antara kandungan C-Organik dan kation basa K dan potensi produksi CO
2
.
y = 3479.7x + 1413.7 r = 0.88, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
1 2
3 4
5
Kation basa Ca cmol+kg y = 2630.8x + 2941.3
r = 0.82, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
1 2
3 4
Kation basa Mg cmol+kg Po
te n
si Pr
o d
u k
si CO
2
m g
k g
ta n
a h
5 Tegal Arum
Pematang Panjang Dwipa
Simpang Jaya Tegal Arum
Pematang Panjang Dwipa
Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uk si
C O
m g
kg t
a na
h
2
Gambar 10 Hubungan antara kation basa Ca dan Mg dan potensi produksi CO
2
.
y = 57.903x - 12826 r = 0.81, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
100 200
300 400
500
Kandungan K total ppm
Tegal Arum Pematang Panjang
y = 132.6x + 421.05 r = 0.89, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
20 40
60 80
100 120
140
KTK cmol+kg P
o te
ns i P
r o
duk si
C O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uks i C
O 2
m g
k g
ta n
a h
Gambar 11 Hubungan antara kandungan hara K dan KTK dan potensi produksi CO
2
.
y = 731.76x + 2232 r = 0.89, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
5 10
15 20
Kandungan Asam Humat y = 1631.4x + 2068.3
r = 0.87, n = 12
5000 10000
15000 20000
25000
2 4
6 8
1
Kandungan Asam Fulvat P
o te
ns i P
r o
duks i
C O
2
m g
kg t
a na
h
Tegal Arum Pematang Panjang
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o
te ns
i P r
o d
uk si
C O
m g
kg t
a na
h
2
Gambar 12 Hubungan antara asam humat dan asam fulvat dan potensi produksi CO
2
.
e. Potensi Gas Rumah Kaca GRK pada tanah gambut
Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut
menunjukkan dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 hektar ha dari masing-masing daerah pengambilan contoh
tanah gambut. Potensi produksi CH
4
dan CO
2
dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan
asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH
4
dan CO
2.
Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi
CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 ha tertinggi, berkisar antara 10.97 kgha – 27.07 kgha dan
4663.4 kgha – 11503 kgha. Sedangkan potensi produksi CH
4
terendah berada pada daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12
kgha – 0.16 kgha dan potensi produksi CO
2
terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kgha – 5425.6 kgha.
PEMBAHASAN
Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH
4
dan CO
2
berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi
berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami
penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan
potensi produksi CH
4
dan CO
2
yang optimal dari contoh tanah gambut.
Produksi CH
4
pada tanah gambut dipengaruhi oleh suhu, kondisi anaerob,
kualitas substrat dan komunitas mikrob Moore Dalva 1997. Suhu tanah
memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah, khususnya metanogen.
Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30ºC, menurut Neue dan Roger
1994, sebagian besar metanogen ektar ha selama 91 hari penggenangan dari
Tabel 4 Dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
per h beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif
tanah 20 cm
10 mgkghari
kgha mgkghari
kgha Tegal Arum
0.14 - 0.36 0.408
.4 - 26.73 83.19
2119.7 - 5450.6 Pematang Panjang
0.15 - 0.37 0.402
10.97 - 27.07 170.82
4663.4 - 11503 Dwipa
0.57 - 0.68 0.002
.21 - 0.25 43.84
4547.9 - 5425.6 Simpang Jaya
0.68 - 0.86 0.001
.12 - 0.16 41.9
5185.5 - 6558.2 Nama Daerah
Berat Jenis gcm
3
Potensi Produksi CH
4
Potensi Produksi CO
2
dapat bekerja pada suhu optimum antara 30º - 35ºC.
Lingkungan anaerob pada tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Hal tersebut dikarenakan metanogen dapat
merubah CO
2
, asam format, asam asetat, metanol, metilamin dan CO menjadi CH
4
dan berkembang pesat pada kondisi anaerob
Cicerone Oremland 1988. Selain itu gambut dapat terbentuk dari bahan organik
yang terdekomposisi secara anaerob. Kualitas substrat pada tanah gambut ditunjukkan
dengan tingginya kandungan C-organik. Berdasarkan Tabel 1, kandungan C-organik
pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tinggi. Semakin banyak kandungan
C-organik akan menyebabkan produksi CH
4
tinggi. Komunitas mikrob yang ada di tanah
gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Dalam lingkungan anaerob, metanogen, dan
bakteri pereduksi sulfat berkompetisi untuk mendapatkan H
2
yang diproduksi oleh bakteri fermentasi Neue Roger 1994. Dalam
kompetisi tersebut, jika metanogen tidak mendapatkan H
2
, maka aktivitas metanogen akan terhambat, sehingga produksi CH
4
rendah. Produksi CH
4
selama 91 hari penggenangan menunjukkan hasil yang
berbeda pada setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Produksi CH
4
tertinggi pada daerah Tegal Arum dan produksi CH
4
terendah pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya. Contoh tanah gambut daerah Tegal
Arum tergolong fibrik mentah, daerah Pematang Panjang tergolong hemik dan
daerah Dwipa dan Simpang Jaya tergolong saprik.
Menurut Sabiham dan Sulistyono 2000, tingkat dekomposisi gambut mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukkan gas CH
4
. Gambut dengan tingkat dekomposisi fibrik menghasilkan produksi CH
4
tinggi. Sedangkan gambut dengan tingkat
e. Potensi Gas Rumah Kaca GRK pada tanah gambut
Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut
menunjukkan dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 hektar ha dari masing-masing daerah pengambilan contoh
tanah gambut. Potensi produksi CH
4
dan CO
2
dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan
asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH
4
dan CO
2.
Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi
CH
4
dan CO
2
pada luasan 1 ha tertinggi, berkisar antara 10.97 kgha – 27.07 kgha dan
4663.4 kgha – 11503 kgha. Sedangkan potensi produksi CH
4
terendah berada pada daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12
kgha – 0.16 kgha dan potensi produksi CO
2
terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kgha – 5425.6 kgha.
PEMBAHASAN
Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH
4
dan CO
2
berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi
berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami
penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan
potensi produksi CH
4
dan CO
2
yang optimal dari contoh tanah gambut.
Produksi CH
4
pada tanah gambut dipengaruhi oleh suhu, kondisi anaerob,
kualitas substrat dan komunitas mikrob Moore Dalva 1997. Suhu tanah
memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah, khususnya metanogen.
Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30ºC, menurut Neue dan Roger
1994, sebagian besar metanogen ektar ha selama 91 hari penggenangan dari
Tabel 4 Dugaan potensi produksi CH
4
dan CO
2
per h beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif
tanah 20 cm
10 mgkghari
kgha mgkghari
kgha Tegal Arum
0.14 - 0.36 0.408
.4 - 26.73 83.19
2119.7 - 5450.6 Pematang Panjang
0.15 - 0.37 0.402
10.97 - 27.07 170.82
4663.4 - 11503 Dwipa
0.57 - 0.68 0.002
.21 - 0.25 43.84
4547.9 - 5425.6 Simpang Jaya
0.68 - 0.86 0.001
.12 - 0.16 41.9
5185.5 - 6558.2 Nama Daerah
Berat Jenis gcm
3
Potensi Produksi CH
4
Potensi Produksi CO
2
dapat bekerja pada suhu optimum antara 30º - 35ºC.
Lingkungan anaerob pada tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Hal tersebut dikarenakan metanogen dapat
merubah CO
2
, asam format, asam asetat, metanol, metilamin dan CO menjadi CH
4
dan berkembang pesat pada kondisi anaerob
Cicerone Oremland 1988. Selain itu gambut dapat terbentuk dari bahan organik
yang terdekomposisi secara anaerob. Kualitas substrat pada tanah gambut ditunjukkan
dengan tingginya kandungan C-organik. Berdasarkan Tabel 1, kandungan C-organik
pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tinggi. Semakin banyak kandungan
C-organik akan menyebabkan produksi CH
4
tinggi. Komunitas mikrob yang ada di tanah
gambut juga mempengaruhi produksi CH
4
. Dalam lingkungan anaerob, metanogen, dan
bakteri pereduksi sulfat berkompetisi untuk mendapatkan H
2
yang diproduksi oleh bakteri fermentasi Neue Roger 1994. Dalam
kompetisi tersebut, jika metanogen tidak mendapatkan H
2
, maka aktivitas metanogen akan terhambat, sehingga produksi CH
4
rendah. Produksi CH
4
selama 91 hari penggenangan menunjukkan hasil yang
berbeda pada setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Produksi CH
4
tertinggi pada daerah Tegal Arum dan produksi CH
4
terendah pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya. Contoh tanah gambut daerah Tegal
Arum tergolong fibrik mentah, daerah Pematang Panjang tergolong hemik dan
daerah Dwipa dan Simpang Jaya tergolong saprik.
Menurut Sabiham dan Sulistyono 2000, tingkat dekomposisi gambut mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukkan gas CH
4
. Gambut dengan tingkat dekomposisi fibrik menghasilkan produksi CH
4
tinggi. Sedangkan gambut dengan tingkat