TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI

(1)

commit to user

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN

DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI)

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

MUTIARA HIRDES DELANI NIM : E1107095

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2 0 1 1


(2)

(3)

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : MUTIARA HIRDES DELANI NIM : E1107095

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 1 Desember 2010 Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

MOTTO

Doa adalah nyanyian hati yang selalu dapat membuka jalan terang

kesinggasana Tuhan meskipun terhimpit dalam tangisan seribu jiwa.

( Kahlil Gibran)

Berdzikirlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah

kepadaNya disaat pagi dan petang. ( Q.S 33 Al-Ahzab : 41-42)

Kebahagiaan & kesediaan adalah warna kehidupan yang akan membuat

kita semakin dewasa, apabila kita mampu menerima dan menikmatinya

dengan kesabaran jiwa. (Penulis)

Barang siapa di uji bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan

menzalimi lalu berightiar, maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong

orang-orang yang memperoleh Hidayah. (HR Al Baihaqi)

Sebaik-baiknya waktumu adalah kapan engkau menyadari kekurangan dan

engkaupun kengakui kerendahanmu. (Al-Hikam)


(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum ini kupersembahkan kepada :

1.

Allah AWT dan Nabi Muhammad SAW (thank’s a lot for Your

blessing).

2.

Kedua orangtuaku, Drs. H. Sugiharjo Sapto Aji, M.M. dan Hj. Lini

Diana Sari ( pada kesempatan ini penulis menjadikan penulisan akhir ini

sebagai hadiah pernikahan perak untuk kedua orangtua ).

3.

Keluargaku,, mbak moya, mas diar, dek vira.

4.

Tunanganku, Hendro Martian.


(7)

commit to user

ABSTRAK

Mutiara Hirdes Delani, E. 1107095. TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI). Fakultas Hukum UNS.

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui : penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI dan hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusan nomor : 08/TPR/2010/PN BI.

Persidangan perkara pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas hal ini sesuai dengan KUHAP.

Dalam Acara Pemeriksan Cepat/Roll biasanya berhubungan dengan tindak pidana ringan. (205 KUHAP), yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali yang dalam paragraf 2 bagian ini.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum sosiologis/empiris. Data penelitian ini meliputi bahan hukum yang terdiri dari primer, dan sekunder. Sumber data primer merupakan data utama dalam penelitian ini sedangkan sumber hukum sekunder dan tersier digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Dalam Kasus Terdakwa (Suratno) melakukan penjualan minuman keras tanpa ada Surat Ijin, berdasarkan putusan Hakim terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menjual minuman keras tanpa surat Ijin dari Instansi yang berwenang.” Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI, Pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada, maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara pemeriksaan biasa, selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa, penyidik) tinggal mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada. Secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001.


(8)

commit to user

ABSTRACT

Mutiara Hirdes Delani, E. 1107095. JUDICIAL REVIEW OF THE SHORT SESSION IMPLEMENTATION IN THE TRIAL OF MISDEMEANOR AT DISTRICT COURT BOYOLALI (CASE STUDY OF ADJUDICATION N0: 08/TPR/2010/PN BI). FACULTY OF LAW UNS.

The short session implementation in adjudication No : 08/TPR/2010/PN Bi and obstacle that undergone in short session implementation towards adjudication No. : 08/TPR/2010/PN BI

The short session process criminal conference there that is placed as investigation usually, investigation short, fast investigation and this matter traffic infringement session of the court programme is as according to KUHP.

Iin short session programme (roll) usually relate to light doing an injustice. (205 KUHAP ), inspected to follow light doing an injustice investigation programme case that is threatened with prison criminal or cage at longest three months or fine as much as possible seven thousands five hundred rupiah and light humiliation, except in paragraph 2 this parts.

This watchfulness is sociologic/empirical law watchfulness kind. this watchfulness data covers law ingredient that consist of primary, and secondary. primary data source is principal data in this watchfulness while secondary law source and tertiary used to support primary data. law ingredient collecting technique by using interview, documentation and book study.

Based on watchfulness that author has done so inferential as follows: in defendant case (Suratno) does alcohol sale without there permit, based on defendant judge decision proved validly and convince guilty do doing an injustice “ sell alcohol without permit from in charge resort. ” The short session implementation in adjudication No : 08/TPR/2010/PN Bi, The short session all defendants, witness, investigator, proof goods there, so can be performed with fast investigation, in the first place only adjust proof tool, witness explanation, defendant explanation. the verification not difficult and not twisty like investigation programme usually, furthermore if all there are (witness, proof, defendant, investigator) live to adjust by means of existing proof then defendant true or not then live to decided based on existing deliberations. manifestly really there is no obstacle in this case investigation but make base judge deliberation in take outside this decision defendant family life, society social, and in this case comprehension by law (PERDA) regency Boyolali Number 22 year 2001.


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul : TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA PEMERIKSAAN CEPAT DALAM

PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI

PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (STUDI KASUS PUTUSAN N0 : 08/TPR/2010/PN BI).

Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih banyak kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya. Namun penulis berharap penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara dan selaku Pembimbing I penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

3. Bapak Muhamad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing II penulisan skripsi yang telah membantu dalam menyelesaikan sehingga tersusunnya skripsi ini.


(10)

commit to user

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku dosen bagian Hukum Acara Pidana yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan penulis masukan untuk pemikiran judul penulisan skripsi ini dan selaku tim penguji penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.

6. Ibu Sri Indah Rahmawati, S.H. Sebagai Hakim Di Pengadilan Negeri Boyolali yang menanggani kasus Putusan N0 : 08/TPR/2010/PN BI.Yang meluangkan waktu untuk wawancara.

7. Bapak dan Ibu staf karyawan yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Papah dan Mama tercinta, yang telah memberikan doa, kasih sayang, mendorong dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa kuliah dan menyelesaikan penulisan hukum ini.

9. Kakak-kakakku dan keponakanku yang selalu memberi masukan berharga dalam hidupku.

10.My beloved, Hendro Martian yang saat ini berada di Jepang. Terimakasih untuk semangat, motivasi, dukungan dan doanya.

11.Para sahabat-sahabatku ( nana, mayang, stella, melati, alynda ) yang senatiasa mengisi hari-hari bersama-sama saat kuliah dan dalam mengerjakan penulisan hukum ini dengan segala informasi dan kesetiannya mendukung.

12.Teman-teman kuliah angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Non Reguler yang dengan kebersamaannya sangat membantu dan membuat kampus sangat menyenangkan.

13.Almamaterku, seluruh para penghuni Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang indah dan membuatku sangat bersyukur bisa mengenal kalian semua dan kuliah di fakultas hukum.


(11)

commit to user

14.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga amal budi baik yang disumbangkan kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini. Akhir kata semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta ilmu pengetahuan hukum.

Surakarta, 1 Desember 2010 Penulis


(12)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum sebagai instrument pengaturan tata kehidupan masyarakat, telah mengariskan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Ketentuan materiil tersebut baru dapat ditegakkan jika terdapat Hukum formil yang mengatur bekerja menurut pengetahuan hukum dalam mengerjakan hukum material.

Pendekatan historis dan filsafat selalu menginginkan hukum berkaitan dengan keadilan. Dalam kata lain, pengadilan sebagai pelaksana hukum adalah suatu lembaga yang akan memberikan keadilan bagi mereka yang mencari keadilan, tidak peduli siapapun dan bagaimanapun latar belakangnya (Satjipto Rahardjo, 2003:117).

Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum dinamis.

Penegakan hukum sebagai bentuk konkret penerapan hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial. Penegakan hukum juga tidak mungkin lepas dari aturan hukum, pelaku huku, dan lingkungan tempat terjadinya proses penegakan hukum maka dalam hal ini hukum berlaku sama bagi semua warga Negara.

Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan erat satu sama lain, setiap tindakan yang melanggar hukum pidana akan dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, karena jelas di negara kita ini adalah negara hukum. Sehingga barang siapa yang bertindak salah supaya dituntut dimuka pengadilan sesuai undang-undang yang berlaku.


(13)

commit to user

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifisir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab Undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat.

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana larangan tersebut disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Tindak pidana dapat dikatakan sebagai bentuk tingkah laku seseorang atau kelompok orang yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum dan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai salah satu bentuk tingkah laku, perbuatan ini senantiasa melekat dan akan selalu hadir dalam kehidupan masyarakat dan sulit untuk dilenyapkan, yaitu perilaku meminum minuman keras dan penggunaan narkoba. Minuman keras memang bukanlah akibat langsung dari timbulnya kejahatan akan tetapi dapat menjadi penyebab seseorang melakukan tindak pidana karena dalam minuman keras tersebut terkandung alkohol yang dapat menyebabkan keracunan dan kebiusan dari otak, yaitu mengakibatkan ketidakseimbangan mental dengan disertai gangguan badaniah dengan ciri-cirinya antara lain merasa dirinya hebat, gembira kehilangan rem-rem moril, kurang kritik terhadap diri sendiri, memandang sepele terhadap bahaya, dan konsentrasi yang berkurang.

Penegakan hukum (law enforcement) merupakan penerapan suatu undang-undang denan maksud untuk menjaga keseimbangan antara hukum dan etika. Proses penegakan hukum juga merupakan penerapan diskresi yang


(14)

commit to user

berakibat pada jatuhnya putusan hakim yang didasarkan pada kebenaran dan keadilan. Dengan demikian maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh lembaga peradilan melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang diberikan kepada pencari keadilan atau ustitiabelen (Achmad Ali, 1996:2).

Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004) sebagai salah satu sumber Hukum Acara Pidana di Indonesia telah mengariskan bahwa pemeriksaan perkara dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, capat dan biaya ringan. Dengan dikemasnya asas tersebut setiap orang yang dirugikan oleh pihak lain segera dipulihkan melalui bantuan pengadilan. Disisi lain lembaga peradilan harus melakukan pemriksaan perkara secara cepat (termasuk secara sederhana dengan biaya ringan) agar perkara yang menjadi beban seseorang cepat selesai dengan diterbitkannya suatu putusan dari pengadilan dan segera dilaksanakan eksekusi atas putusan tersebut.

Perlu diketahui bahwa perkara pidana yang diselesaikan melalui pengadilan memang bermacam-macam jenisnya. Untuk persidangan perkara pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas hal ini sesuai dengan KUHAP.

Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, undang-undang telah mengariskan bahwa pemeriksaan perkara wajib dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah acara pemeriksaan perkaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan dalam beracara di pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu banyak formalitas yang sukar dipahami akan kurang menjamin kepastian hukum, sehingga tdak mustahil menimbulkan keengganan dan ketakutan masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) untuk berperkara di depan pengadilan. (Sudikno, 1988:2)

Suatu peradilan dikatakan “cepat” jika dilaksanakan sesegera mungkin. Capat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi


(15)

commit to user

waktu, sehingga pencari keadilan tidak terkatung-katung nasibnya. Kecepatan dalam proses peradilan tidak hanya tertuju pada pemriksaaan di muka sidang, tetapi juga dalam penyelesaian berita acara pemeriksaan (BAP) sidang, sampai pada penandatangganan putusan oleh hakim dan pelaksanaaan (eksekusi) putusan tersebut (Sudikno, 1988:25).

Dalam Acara Pemeriksaan Cepat/Roll biasanya berhubungan dengan tindak pidana ringan. (205 KUHAP), yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali yang dalam paragraf 2 bagian ini. Perbedaan mendasar antara acara pemeriksaan singkat dan cepat adalah, untuk acara pemeriksaan singkat tetap menggunakan JPU sedangkan acara pemeriksaan cepat langsung penyidik dengan hakim tunggal. Adapun acara pemeriksaan cepat diperuntukan bagi delik / tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan (biasanya merupakan tindak pidana ringan / tipiring).

Pada penelitian ini melakukan studi putusan Nomor : 08/TPR/2010/PN.BI secara singkat putusan perkara tipiring sebagai berikut :

“Tindak Pidana Ringan yang melibatkan Suratno yang melakukan penjualan minuman keras tanpa ada Surat Ijin yang berwenang di Toko milik Terdakwa di Dukuh Manggung RT. 02/III Desa Manggung Kec. Ngemplak Boyolali dengan barang bukti berupa 38 (tiga puluh delapan) botol minuman keras jenis Anggur Merah dan 2 (dua) botol minuman keras jenis Anggur Putih.. dari tindakan ini terdakwa Suratno terbukti berdasarkan putusan secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : menjual minuman keras tanpa surat ijin dari instansi yang berwenang.”

Pada kasus di atas putusan diterbitkan dengan acara pemeriksaan cepat yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Boyolali. Acara Pemeriksaan Cepat dilakukan karena pada kasus ini masuk ke dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) sesuai dengan nomor register perkara yaitu TPR pada nomor putusannya.


(16)

commit to user

Pentingnya masalah ini dikaji, diharapkan penelitian ini memberikan pembelajaran bahwa perkara-perkara ringan yang masuk ke dalam register TPR dapat diselesaikan melalui proses acara pemeriksaan cepat yang tentunya perkara pidana dapat diselesaikan dengan cepat sehingga tidak perlu berlarut-larut dengan proses yang panjang. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 2 (2) UU No. 4 Tahun 2004).

Cepatnya proses pemeriksaaan perkara akan meninggikan penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum berserta segenap aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin percaya kepada pengadilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemeriksaaan perkara akan memerosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang acara pemeriksaan tindak pidana ringan bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ACARA

PEMERIKSAAN CEPAT DALAM PERSIDANGAN PERKARA

TINDAK PIDANA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (Studi Kasus Putusan Nomor: 08/TPR/2010/PN BI)”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang masalah dimana perumusan tersebut yaitu :

1. Bagaimana penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI ?

2. Hambatan apa yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusan nomor : 08/TPR/2010/PN BI ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :


(17)

commit to user

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI

b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusn nomor : 08/TPR/2010/PN BI. 2. Tujuan Subyektif

a. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan guna penulisan penelitian, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum.

b. Menambah pengetahuan penulis dalam penulisan ilmu hukum acara pidana.

c. Membandingkan materi di perkuliahan dengan kenyataan sehari-hari.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu hukum terutama hukum pidana.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan Pengadilan Negeri Boyolali.

c. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan hambatan yang dialami dalam penerapan acara pemeriksaan cepat terhadap putusan nomor : 08/TPR/2010/PN BI.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan saran bagi pihak terkait dengan masalah acara pemeriksaan penangganan pelaku pidana dengan pemeriksaan tindak pidana ringan.


(18)

commit to user

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris, penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1986:43). Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13-14). Dalam penelitian ini mengkaji tentang penerapan acara pemeriksaan cepat dalam persidangan perkara tindak pidana ringan di Pengadilan Negeri Boyolali dengan Putusan Nomor: 08/TPR/2010/PN BI.

2. Sifat Penelitian

Menurut bidangnya penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto (1986:10), adalah :

“Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan teori baru.”

Dalam penelitian ini, Penulis ingin memperoleh gambaran yang lengkap tentang pemeriksaan cepat yang dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali serta hambatan-hambatan yang ada dalam pemeriksanaan cepat perkara kasus tindak pidana ringan (Tipiring).

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh


(19)

commit to user

subyek penelitian. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 1986:250).

Pendekatan kualitatif ini penulis gunakan karena beberapa pertimbangan antara lain :

a. Metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan.

b. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yang berupa : a. Sumber data Primer

Data primer, berupa data yang langsung diperoleh dari lapangan. Yaitu data yang didapati dari Pengadilan Negri Boyolali. Diantaranya adalah hasil wawancara dengan Hakim yang menanggani perkara pemeriksaan cepat dengan Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer, yang diperoleh tidak langsung di lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi, yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Srimamudji,1985:14), yaitu yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan


(20)

komentar-commit to user

komentar atas putusan pengadilan dan hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan atau terkait dalam penelitian ini. Adapun yang juga mengunakan adalah :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Perda No. Nomor 22 Tahun 2001 tentang Larangan Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

4) Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Metode pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang diteliti.

Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum sekunder yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 08/TPR/2010/PN BI. Peneliti juga mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.


(21)

commit to user

6. Teknik Analisa Data

Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu penelitian. Karena dalam penelitian ini data yang diperoleh akan diproses dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai didapat suatu kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kualitatif.

Analisis data secara kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono Soekanto, 1986, 250).

Ketiga komponen tersebut saling berkaitan sehingga dengan aktivitas yang dilakukan melalui siklus antara komponen-komponen akan diperoleh data yang mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Sehingga apabila dianggap kurang penulis dapat atau wajib kembali melakukan pengumpulan data khusus bagi dukungan yang diperlukan. Hal tersebut tergambar dalam bagan berikut ini :

Sumber data : Heribertus Sutopo (2004 : 34).

Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif PENGUMPULAN

DATA

KESIMPULAN

SAJIAN DATA REDUKSI DATA


(22)

commit to user

Proses analisis interaksi dimulai pada waktu pengumpulan data. Penelitian selalu memuat reduksi data dan sajian data. Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya peneliti mulai melaksanakan usaha penarikan kesimpulan berdasarkan apa yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Apabila data yang ada dalam reduksi data dan sajian data kurang lengkap, maka kembali ke pengumpulan data. Sehingga antara tahap satu dan tahap yang lainnya harus terus barhubungan dengan membuat suatu siklus.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya pada sub bab ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari dari sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dikemukakan kerangka teori yang mendasari masalah yang akan dibahas yaitu Tinjauan tentang Acara Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Negeri, Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan, Asas Pemeriksaaan Cepat dan Tinjauan Tentang Tindak Pidana Ringan.


(23)

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan diuraikan mengenai penerapan pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan No. 08/TPR/2010/PN.BI dan Hambatan yang dialami dalam pemeriksaaan cepat dalam Penerapan Acara Pemriksaan Cepat terhadap Putusan No. 08/TPR/2010/PN.BI.

BAB IV PENUTUP


(24)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

G. Tinjuan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Acara Pemeriksaan Perkara dalam Peradilan Pidana Perkara yang diajukan kepada mengadilan terdiri dari 3 jenis: a. Acara pemeriksaan biasa, yang diatur dalam Pasal 152 s/d 202,

1) Tata Cara Pemeriksaan Terdakwa

a) pemeriksaan dilakukan oleh Hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan (Pasal 152 KUHAP).

b) pemeriksaan dilakukan secara lisan dalam Bahasa Indonesia, secara bebas dan terbuka untuk umum. (Pasal 153 KUHAP). c) anak di bawah umur tujuh belas tahun dapat dilarang

menghadiri sidang.

d) pemeriksaan dilakukan dengan hadirnya terdakwa, dan dapat dipanggil secara paksa.

e) pemeriksaan dimulai dengan menanyakan identitas terdakwa. f) pembacaan surat dakwaan.

2) Keberatan (Eksepsi) terdakwa atau penasihat hukum (Pasal 156 KUHAP)

Macam atau jenis eksepsi diantaranya : a) Eksepsi tidak berwenang mengadili b) Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima c) Keberatan surat dakwaan batal demi hukum 3) Pembuktian / pemeriksaan alat-alat bukti

a) Sistem Pembuktian

(1) Sistem pembuktian semata-mata berdasar keyakinan hakim (convictim in time).

(2) Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis (la conviction raisonnee / convictim raisonee).


(25)

commit to user

(3) Sistem pembuktian berdasar UU secara positif. (4) Sistem pembuktian undang-undang secara negatif.

b) Alat-alat bukti Pasal 184 KUHAP menentukan, alat bukti yang sah adalah :

(1) Keterangan saksi (2) Keterangan ahli (3) Surat

(4) Petunjuk

(5) Keterangan terdakwa

Sebagai perbandingan Pasal 295 HIR memuat, sebagai upaya bukti menurut UU hanya mengakui hal berikut :

(1) Kesaksian-kesaksian (2) Surat-surat

(3) Pengakuan

(4) Isyarat-isyarat / petunjuk

Dalam Pasal 184 KUHAP ada penambahan alat bukti, yaitu tentang keterangan ahli.

Selanjutnya dapat dijelaskan mengenai alat bukti sebagai berikut :

(1) Keterangan Saksi

Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 butir (27) KUHAP, juga Pasal 1 butir (28) UU No.31/1997 tentang peradilan militer). Kewajiban memberi kesaksian menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang.


(26)

commit to user

Tata Cara Pemeriksaan Saksi sebagai berikut :

(a) Saksi dipanggil seorang demi seorang (Pasal 160 ayat 1)

(b) Memeriksa identitas saksi (Pasal 160 ayat (1) b) (c) Saksi wajib mengucapkan sumpah, (Pasal 160 ayat

3-4).

(d) Sumpah dapat diucapkan di luar sidang (Pasal 233 (1) ) (e) Penolakan sumpah dapat dikenakan sandera (Pasal

161)

(f) Keterangan saksi di sidang berbeda dengan berita acara. (Pasal 185 ayat 1)

(g) Terdakwa dapat membantah atau membenarkan keterangan saksi. (Pasal 164 ayat 1)

(h) Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa. (Pasal 165)

(i) Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat.(Pasal 166 KUHAP)

(j) Saksi yang telah memberi keterangan tetap hadir di sidang (Pasal 167 KUHAP).

(k) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi.(Pasal 168 a KUHAP)

(l) Mereka yang dapat minta dibebaskan menjadi saksi.(Pasal 170 ayat 1 dan 2)

(m) Mereka yang boleh memberi keterangan tanpa sumpah (Pasal 171 KUHAP)

(n) Pemeriksaan saksi dapat didengar tanpa hadirnya terdakwa.(Pasal 173 KUHAP)

(o) Keterangan saksi palsu (Pasal 174 KUHAP).

(p) Pemeriksaan saksi dan terdakwa dapat dilakukan dengan juru bahasa dan penerjemah. (Pasal 177 KUHAP)


(27)

commit to user

(q) Syarat sahnya keterangan saksi nilai pembuktian kesaksian yang tidak disumpah dan kesaksian yang disumpah.

(2) Keterangan Ahli

Pengertian keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 butir 28 KUHAP, juga Pasal 1 butir 29 UU No.31/1997 tentang peradilan militer). Kewajiban memberikan keterangan ahli (Pasal 179 KUHAP ). Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli (Pasal 183, Pasal 185 ayat 2) (3) Surat

Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan adalah :

(a) berita acara

(b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

(c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan eahliannya.

(d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain (Pasal 187 KUHAP).

Nilai kekuatan pembuktian surat, secara formal alat bukti surat sebagaimana disebut pada Pasal 187 huruf a,b,c adalah alat bukti sempurna.

(4) Petunjuk

Mengandung pengertian , KUHAP Pasal 188 ayat (1) adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.


(28)

commit to user

Cara memperoleh alat bukti petunjuk, menurut Pasal 188 ayat (2) , petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a) keterangan saksi, b) surat, c) keterangan terdakwa.

(5) Keterangan Terdakwa

Adalah keterangan yang diberikan oleh terdakwa. istilah baru sebagai alat bukti yang terdapat dalam KUHAP.

4) Penuntutan oleh penuntut umum

Penuntutan atau dikenal juga dengan istilah requisitoir adalah langkah selanjutnya yang diberikan kepada jaksa penuntut umum dalam lanjutan sidang pengadilan suatu perkara pidana setelah pemeriksaan alat-alat bukti atau pembuktian.

Secara sederhana isi tuntutan pidana itu : a) identitas terdakwa

b) dakwaan ; primair, subsidair dst. c) pemeriksaan pengadilan :

(1). saksi-saksi

(2) keterangan terdakwa (3) surat

(4) pemeriksaan ditempat kejadian d) fakta-fakta hukum

e) hal-hal yang memberatkan f) hal-hal yang meringankan g) tuntutan hukuman

h) Pembelaan (pleidoi) terdakwa / penasihat hukum.

Setelah penuntutan dilakukan oleh penuntut umum, maka kemudian kepada terdakwa atau penasihat hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi . Pasal 182 ayat (1) b mengatakan, selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi.


(29)

commit to user

b. Acara pemeriksaan singkat, Pasal 203-204, 1) Syarat Pemeriksaan Singkat

Pasal 203 KUHAP menentukan, (1) yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

2) Tata Cara Pemeriksaan Singkat

a) Penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti. (lihat Pasal 203 ayat 2 KUHAP) b) Waktu, tempat, dan keadaan melakukan tindak pidana

diberitahukan lisan, dicatat dalam berita acara sebagai pengganti surat dakwaan. (lihat Pasal 203 ayat 3 KUHAP) c) Dapat diadakan pemeriksaan tambahan paling lama empat

belas hari. (Pasal 203 ayat 3 (b) KUHAP)

d) Terdakwa dan atau penasihat hukum dapat minta tunda sidang paling lama tujuh hari. (lihat Pasal 203 ayat 3(c) KUHAP). e) Putusan tidak dibuat secara khusus, melainkan dalam berita

acara sidang putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut, isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa (Pasal 203 ayat 3 (d) , (e) dan (f) KUHAP ).

c. Acara Pemeriksaan cepat, yang diatur dalam Pasal 205 s/d 216. Acara Pemeriksaan Cepat dibagi terdapat 2 kriteria yaitu : 1) Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pasal 205-210,

Pasal 205

(1) Yang diperiksa rnenurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.

(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara


(30)

commit to user

pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. (3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding.

Pasal 206

Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Pasal 207

(I) a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggaI, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga.

(2) a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya. b. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya. Pasal 208

Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. Pasal 209

(1) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan seIanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera.

(2) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.

Pasal 210

Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini. Paragraf 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan

2) Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Pasal 211 s/d 216.


(31)

commit to user

Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.

Pasal 212

Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.

Pasal 213

Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.

Pasal 214

(I) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.

(2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.

(3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.

(4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan

(5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.

(6) Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur.

(7) Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara.

(8) Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding.

Pasal 215

Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.

Pasal 216

Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini.


(32)

commit to user

2. Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri

Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah Perkara ROL. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan Pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini (bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini”.

Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf :

a. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan.

1) Batasan Pelaksanaan Pemeriksaan Cepat

Undang – undang tidak menjelaskan mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan hanya menentukan ”patokan” dari segi ancamannya. Jadi, untuk menentukan suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan bertitik tolak dari ancaman tindak pidana yang didakwakan. Adapun ancaman pidana yang menjadi ukuran acara pemeriksaan tindak pidana ringan diatur dalam Pasal 205 ayat (1) yakni :

a. tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan, atau

b. denda sebanyak – banyaknya Rp. 7.500,00, dan

c. penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun, Penghinaan ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan pengecualian dari ketentuan dalam Pasal 205 ayat (1). Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 205 ayat (1) yang menyebutkan; Tindak Pidana ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana paling empat bulan.


(33)

commit to user

Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, Pengadilan Negeri menetukan hari – hari tertentu yang khusus untuk melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 206 KUHAP yakni hari tertentu dalam tujuh hari, hari – hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan. Penetapan hari ini dimaksudkan agar pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan.

2) Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan

Pada pemeriksaan tindak pidana ringan Penyidik langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum yang mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan penyidikan kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut umum yang berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam kedudukannya sebagai aparat penuntut. Dengan adanya Pasal 205 ayat (2) KUHAP, prosedur ketentuan umum ini dikesampingkan dalam perkara pemeriksaan tindak pidana ringan. Dengan kata lain, Penyidik mengambil alih wewenang penuntut umum, atau wewenang penuntut sebagai aparat penuntut umum dilimpahkan undang – undang kepada penyidik. Pelimpahan ini adalah ” Demi Hukum “, yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 205 ayat (2) alinea 1 ; ” yang dimaksud dengan ‘atas kuasa‘ dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum”. Oleh karena itu pelimpahan ini berdasar ketentuan undang-undang, dengan demikian penyidik dalam hal ini bertindak atas kuasa undang-undang” dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut umum untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasar penjelasan Pasal 205 ayat (2) alinea 2 ; ” dalam hal penuntut umum hadir,


(34)

commit to user

tidak mengurangi nilai atas kuasa tersebut“. Dengan kata lain, tidak ada larangan oleh undang-undang penuntut umum menghadiri proses pemeriksaan, namun kehadirannya tidak mempunyai arti apa – apa, seperti pengunjung biasa tanpa wewenang apapun mencampuri jalannya pemeriksaan.

Pasal 205 ayat (2) menegaskan dalam waktu tiga hari, terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat oleh penyidik, maka terdakwa, barang bukti, saksi ahli, dan juru bahasa dihadapkan ke pengadilan. Tenggang waktu 3 hari ini merupakan batas minimum, undang – undang tidak menegaskan hal ini. Namun, berdasarkan Pasal 146 ayat (2) dan penjelasan Pasal 152 ayat (2); menegaskan bahwa panggilan terhadap terdakwa dan saksi harus diterima dalam jangka waktu sekurang – kurangnya 3 hari sebelum sidang dimulai. Dengan demikian tenggang waktu menghadapkan terdakwa dan saksi yang disebut dalam Pasal 205 ayat (2) adalah batas minimum. Penyidik tidak dibenarkan menghadapkan terdakwa dan saksi dalam pemeriksaan dengan acara tindak pidana ringan kurang dari 3 hari sebelum sidang dimulai. Menghadapkan terdakwa dan saksi dalam waktu 1 atau 2 hari sebelum sidang dimulai, adalah bertentangan dengan jiwa yang terkandung dalam ketiga Pasal diatas Pasal 205 ayat (2), jo Pasal 146 ayat (2), jo penjelasan Pasal 152 ayat (2).

Dalam Pasal 207 ayat (1) huruf b, ditegaskan bahwa semua perkara tindak pidana ringan yang diterima pengadilan hari itu, segera disidangkan pada hari itu juga. Ketentuan ini bersifat imperatif, karena dalam ketentuan ini terdapat kalimat ” harus segera ” disidangkan pada hari itu. Akan tetapi, dalam Pasal ini tidak menyebut sanksi dan tidak mengatur tata cara penyelesaian tindak pidana ringan yang tidak disidangkan atau yang kebetulan tidak dapat disidangkan pada hari itu juga.


(35)

commit to user

Mengenai cara pemberitahuan sidang kepada terdakwa diatur dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a, yakni dilakukan :

1) Dengan pemberitahuan secara tertulis

2) Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang: hari, tanggal, jam, dan tempat sidang pengadilan

3) Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim yang bertugas memeriksa perkara memerintahkan panitera mencatat dalam buku register. Berdasarkan penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf a KUHAP; ” oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan”, maka untuk perkara – perkara yang tidak dapat disidangkan pada hari itu juga karena alasan perkaranya belum memenuhi syarat formal atau perkaranya tidak lengkap, sebaiknya jangan di register agar dapat dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Akan tetapi, jika menganut pandangan yang memperbolehkan pemeriksaan tindak pidana ringan dapat diputus dengan verstek (pemeriksaan acara tindak pidana ringan dapat diputus di luar hadirnya terdakwa), maka bisa langsung di register, karena hadir atau tidaknya terdakwa perkaranya dapat diputus.

Sesuai dengan Pasal 207 ayat (2) huruf b KUHAP, buku register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan memuat: nama lengkap, tempat lahir, umur (tanggal lahir), jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa, tindak pidana yang didakwakan. Karenanya pengajuan dan pemeriksaan perkara dengan cara tindak pidana ringan tanpa surat dakwaan, dalam hal ini surat dakwaan dianggap tercakup dalam catatan buku register. Alasan pembuat undang – undang mencukupkan register sebagai pengganti surat dakwaan, dapat


(36)

commit to user

dibaca dalam penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf b yang berbunyi ; ” ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlakukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a “

Untuk pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding (Pasal 205 ayat (3) KUHAP). Hal ini berarti jika tidak dijatuhkan pidana penjara atau kurungan, maka terpidana tidak dapat melakukan upaya hukum berikutnya yakni banding. Selain itu, saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP )

Pasal 209 ayat (2) KUHAP menyebutkan ; ” Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik “. Dengan demikian panitera tidak diwajibkan membuat berita acara sidang. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan tanpa membuat berita acara sidang. Hal ini mungkin didasarkan pada tata cara pemeriksaan yang sifatnya adalah cepat atau expedited procedure, disamping perkaranya hanya tindak pidana ringan.

Putusan dalam acara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tersendiri seperti putusan perkara dengan acara biasa. Putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam berita acara sidang seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan dengan acara singkat. Putusannya cukup berupa bentuk ‘catatan‘, yang sekaligus berisi amar putusan berbentuk ”catatan dalam daftar catatan perkara”.


(37)

commit to user

Sifat putusan dalam acara ini, disebutkan dalam Pasal 205 ayat (3), yang menegaskan antara lain: ” pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir “, yang berarti :

1) Putusan pengadilan negeri bersifat putusan ” tingkat terakhir “ 2) Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan

banding.

Oleh karena sifat putusan merupakan putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir maka :

1) Upaya hukum banding dengan sendirinya tertutup

2) Upaya hukum yang dapat ditempuh terdakwa mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, sebagai instansi yang berwenang memeriksa perkara putusan pidana yang dijatuhkan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung

b. Acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas.

Acara pemeriksaan ini diatur dalam Paragraf 2 bagian keenam Bab XVI, sehingga dapat dikatakan acara ini merupakan lanjutan dari acara tindak pidana ringan. Walaupun keduanya diatur dalam bagian yang sama, namun terdapat ciri dan perbedaan diantara keduanya, a.n pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan;

1) Jenis perkara yang diperiksa tertentu, yakni khusus pelanggaran lalu lintas jalan

2) Terdakwa ” dapat diwakili “

3) Putusan dapat dijatuhkan ” di luar hadirnya terdakwa “, dan terhadap putusan itu terdakwa dapat melakukan perlawanan dalam tenggang waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa


(38)

commit to user

Berdasarkan Pasal 211 KUHAP, yang diperiksa menurut acara pemeriksaan ini ialah perkara tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan. Perkara lalu lintas jalan adalah perkara tertentu terhadap pelanggaran peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan”. Sedangkan ‘perkara pelanggaran tertentu’ terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan, diperjelas dengan penjelasan Pasal 211 itu sendiri, sbb :

1) Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan

2) Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kedaluarsa

3) Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi 4) Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan lalu

lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendara lain

5) Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan

6) Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu – rambu atau tanda yang ada dipermukaan jalan

7) Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang dizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang, dan atau cara memuat dan membongkar barang.

8) Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan


(39)

commit to user

Jika dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik membuat berita acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan. Adapun proses pemeriksaan dan pemanggilan menghadap persidangan pengadilan :

1) Dibuat berupa catatan, bisa merupakan model formulir yang sudah disiapkan demikian oleh penyidik

2) Dalam formulir catatan itu penyidik memuat : a) pelanggaran lalu lintas yang didakwakan kepada terdakwa, b) sekaligus dalam catatan itu berisi pemberitahuan hari, tanggal, jam, tempat sidang pengadilan yang akan dihadiri terdakwa

3) Tanpa adanya hal – hal diatas maka pemberitahuan itu ” tidak sah “ Berdasarkan Pasal 213 KUHAP, terdakwa dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya menghadap pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini seolah-olah memperlihatkan corak pelanggaran lalu lintas jalan sama dengan proses pemeriksaan perkara perdata. Terdapat suatu ‘quasi‘ yang bercorak perdata dalam pemeriksaan perkara pidana, karena menurut tata hukum dan ilmu hukum umum, perwakilan menghadapi pemeriksaan sidang pengadilan, hanya dijumpai dalam pemeriksaan yang bercorak keperdataan. Ada beberapa hal yang terkandung dalam Pasal 213 yang memperbolehkan terdakwa diwakili menghadap dan menghadiri sidang, a.n :

a. Undang-undang tidak mewajibkan terdakwa menghadap in person di sidang pengadilan (selain sebagai Quasi perdata juga sebagai pengecualian terhadap asas in absentia )

b. Terdakwa dapat menunjuk seseorang yang mewakilinya c. Penunjukan wakil dengan surat.

Ketentuan Pasal 214 KUHAP, membenarkan pemeriksaan perkara dan putusan dapat diucapkan ” di luar hadirnya terdakwa “, ketentuan ini menunjukkan quasi perdata dalam perkara pidana serta merupakan penyimpangan dari asas in absensia.


(40)

commit to user

a. Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terdakwa (bunyi Pasal 214 ayat 2 ).

Dalam proses perkara perdata, perlawanan terhadap putusan verstek disebut verzet, verzet dalam perdata hampir sama dengan proses perlawanan yang diatur dalam Pasal 214 ayat (4);

Pasal 214 ayat (5) mengatur tentang waktu mengajukan perlawanan yakni 7 hari terhitung sejak putusan diberitahukan penyidik kepadanya. Apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka dengan sendirinya ‘gugur’ hak terpidana mengajukan perlawanan.

Apabila terpidana mengajukan perlawanan dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 214 ayat (5) maka menurut ketentuan Pasal 214 ayat (6) dengan sendirinya mengakibatkan putusan verstek menjadi gugur, dan perkara kembali kepada keadaan semula, seolah-olah perkara tersebut belum pernah diperiksa di sidang pengadilan. Status tedakwa sebagai terpidana pulih kembali menjadi terdakwa.

a. Pada prinsipnya terhadap putusan perkara lalu lintas tidak dapat diajukan upaya banding. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 67 bahwa ”terhadap putusan pengadilan dalam acara cepat tidak dapat dimintakan banding”, inilah prinsip umum yang diatur dalam UU, namun terdapat pengecualian walaupun hanya terbatas untuk hal – hal yang sangat tertentu saja.

a. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1), penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri, jika tidak penyitaan tersebut merupakan tindakan penyitaan yang tidak sah. Masalahnya adalah ketentuan ini menghambat tugas penegakan hukum bagi aparat penyidik dilapangan, sebab mereka harus bolak – balik ke pengadilan untuk meminta surat izin kepada ketua PN. Namun berdasarka pedoman angka 10 lampiran keputusan Menteri Kehakiman No. 14-PW.07.03 Tahun 1983, dihubungkan dengan Pasal 4010 dan Pasal 4111 KUHAP.


(41)

commit to user

3. Asas Peradilan Cepat

Dalam mengadakan hubungan hukum untuk memenuhi kebutuhannya, manusia membawa kepentingan masing-masing. Kepentingan tersebut beraneka ragam, ada yang sama, saling memenuhi, ada yang berbeda dan bahkan ada yang saling bertentangan. Keanekaragaman kepentingan manusia itu tidak mustahil dapat menimbulkan konflik atau bentrokan kepentingan. Konflik kepentingan dapat terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingan seseorang merugikan orang lain.

Menurut J Van Kan dalam Kansil (1992:17), keberadaan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia daro bahaya yang mengancamnya. Untuk menjaga agar kepentingan seseorang dalam melaksanakan hubungan hukum tidak terganggu oleh orang lain, maka diperlukan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam suatu hubungan hukum. Jadi, apabila seseorang dirugikan orang lain, ia daat menggugat orang yang menimbulkan kerugian itu ke pengadilan. Tidak boleh main hakim sendiri, yaitu bertindak melaksanakan hak secara sewenang-wenang atas kehendak sendiri dan merugikan orang lain.

Penegakan hukum (law enforcement) merupakan penerapan suatu undang-undang dengan maksud untuk menjaga keseimbangan antara hukum dan etika. Proses penegakan hukum juga merupakan penerapan peraturan yang berakibat pada jatuhnya putusan hakim yang didasarkan pada kebenaran dan keadilan. (Satjipto Rahardjo, 1992:68). Dengan demikian maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh lembaga peradilan melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang diberikan kepada pencari keadilan justitiabelen (Ahmad Ali, 1996:2).

Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, undang-undang telah mengariskan bahwa pemeriksaan perkara harus dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Yang dimaksud sederhana adalah acara pemeriksaan perkara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.


(42)

commit to user

Makin sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan dalam beracara di muka pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu formalitas yang sukar dipahami akan kurang menjamin kepastian hukum, sehingga tidak mustahil menimbulkan keengganan dan ketakutan masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) untuk berperkara di depan pengadilan (Sudikno Mertokusumo, 1999:2).

Suatu peradilan dikatakan murah jika masyarakat mampu membayar biaya perkara di semua tingkat pengadilan. Bagaimanapun juga, hak atas keadilan menjadi milik semua orang, baik kaya atau miskin. Bagi mereka yang berkualifikasi sebagai warga negara miskin tetap berhak memperoleh keadilan dari istitusi peradilan makala dirugikan orang lain. Apabila mereka tidak mampu membayar, peraturan perundang-undangan telah memberikan hak berperkara secara prodeo (gratis) atas biaya negara

Suatu perkara dikatakan “cepat” jika dilaksanakan sesegera mungkin. Cepat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi waktu, sehingga pencari keadilan tidak terkatung-katung nasibnya. Kecepatan dalam proses peradilan tidak hanya tertuju pada pemeriksaan di muka sidang, tetapi juga dalam penyelesaian berita acara pemeriksaan (BAP) sidang, sampai pada penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaan (eksekusi) putusan tersebut (Sudikno Mertokusumo, 1995:25).

Sepatnya proses pemeriksaan perkara akan memninggikan penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum berserta segenap aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin percaya kepada peradilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemriksanaan perkara akan memerosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata masyarakat (Bachtiar Effendi, 2003:18).

Keterlambatan penyelesaiaan perkara merupakan suatu ketidakadilan tersendiri yang terjadi pada institusi peradilan. Menghadapi kenyataan masih sering terjadi terlambatnya pemeriksaan perkara oleh pengadilan, maka Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran yang


(43)

commit to user

ditujukan kepada semua hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Surat Edaran itu (No. 6/1992) diterbitkan untuk dijadikan pedoman oleh para hakim agar dalam memeriksa dan mengadili perkara dilaksanakan dalam waktu peling lama 6 bulan.

Penerbitan SEMA No. 6/1992 dimaksudkan untuk menanggapi keluhan pencari keadilan terhadap lambatnya kinerja pengadilan dalam memeriksa perkara. Karena, keterlambatan proses peradilan menimbulkan keengganan masyarakat berperkara di pengadilan. Pada skala Makro, keengganan itu dapat menimbulkan apatisme masyarakat terhadap lembaga peradilan. Ujung-ujungnya institusi peradilan tidak lagi dapat dijadikan tumpuhan harapan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat. Tidak jarang kondisi seperti ini mengimbas pada munculnya perbuatan main hakim sendiri oleh sebagian kecil masyarakat dalam menyelesaikan perkara.

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Ringan a. Pengertian Tindak Pidana

Pemberian definisi tentang pengertian hukum atau pengertian dalam ilmu-ilmu sosialnya pastilah terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, maka dalam pemberian pengertian terhadap definisi tindak pidana juga terdapat bermacam-macam pendapat yang diberikan oleh para sarjana. Mengenai hal ini ada beberapa pendapat yang antara lain :

“ Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak pidana” (Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55).

Menurut pendapat Simons (dalam Wirjono Prodjodikoro, 1986 : 56) : “Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”. Menurut pendapat Moeljatno : “Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukun, larangan mana disertai ancaman atau


(44)

commit to user

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar”(Moeljatno,1983: 54)

Sedangkan menurut Van Hammel (dalam Wirjono Prodjodikoro,1983:54), “Strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”.

Istilah pidana dan istilah hukuman sering dipakai saling bergantian sebagai kata yang mempunyai makna yang sama atau sinonim. Kedua arti istilah tersebut adalah sanksi yang mengakibatkan nestapa, penderitaan ataupun sengsara (Martiman, 1997: 57). Namun cakupan kedua istilah ini mempunyai perbedaan.

“Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah ini dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya digunakan dalam bidang hukum, tapi juga dalam istilah sehari-hari dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas” (Muladi, 1998: 2).

Ciri atau sifatnya yang khas disini maksudnya adalah bahwa istilah pidana ditujukan hanya untuk perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum pidana. Jadi istilah pidana mempunyai pengertian yang lebih sempit atau spesifik jika dibandingkan dengan istilah hukuman yang mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas. Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang pengertian pidana (Martiman, 1997: 57):

Menurut Pompe pengertian Strafbaarfeit dibedakan :

1) Definisi menurut teori memberikan pengertian “ Strafbaarfeit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

2) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian

“Strafbaarfeit adalah suatu kejadian (fekt) yang oleh peraturan Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan


(45)

commit to user

sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab. Simons (dalam Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 4).

Pengertian tindak pidana atau Strafbaarfeit yang diberikan oleh beberapa ahli tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang yaitu melanggar suatu aturan hukum pidana atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh suatu aturan aturan hukum positif serta perbuatan yang apabila melanggar diancam dengan pidana oleh karena itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana apabila ada suatu kenyataan bahwa ada aturan yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut, dalam larangan dan ancaman tersebut terdapat hubungan yang erat. Oleh karena itu antara peristiwa dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada suatu kemungkinan hubungan yang erat dimana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Guna menyatakan hubungan yang erat itu maka digunakan perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit yaitu :

a. Adanya kejadian yang tertentu, serta

b. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu (Moeljatno,1982, 39).

b. Macam-macam Tindak Pidana

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1987: 54)

Titik berat dari pernyataan ini adalah perbuatan. Semua peristiwa apapun hanya menunjuk sebagai kejadian yang konkret belaka. Suatu peristiwa yang merugikan seseorang akan menjadi urusan hukum apabila ditimbulkan oleh perbuatan orang lain. Suatu perbuatan pidana otomatis juga melanggar hukum pidana. Menurut


(46)

commit to user

Moeljatno (1987: 1) hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar aturan untuk:

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa tindak pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melakukan pelanggaran larangan tersebut.

c. Unsur-unsur dalam Tindak Pidana

Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur pidana yaitu :

1) Subyek Tindak pidana

Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana dikemukakan oleh Moeljatno dalam bukunya yaitu :

“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku hal ini terdapat di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada wujud hukumnya yang tercantum dalam Pasal KUHP yaitu hukuman penjara dan hukuman denda.” (1982:54).

KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam


(47)

commit to user

pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang terlibat, seperti contohnya badan hukum, sehingga yang dapat memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan hukum yang bersangkutan.

2) Harus Ada Perbuatan Manusia

Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yaitu :

a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib. b) Tidak bersedia menjadi saksi

c) Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari perbuatan atau tindak pidana.

3) Bersifat Melawan Hukum

Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi persoalan hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti yang dikemukakan oleh Moeljatno :

a. Melawan hukum formil, yaitu :

Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan Undang-undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan


(1)

commit to user

mencatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim dan panitera ybs. (Pasal 209 Ayat (1) KUHAP);

Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan apabila ada permohonan dari Terdakwa; Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim yang didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184 KUHAP).

Bagan pemeriksaan cepat yang dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali sesuai dengan keterangan Sri Indah Rahmawati, S.H dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Urutan Acara Pemeriksaan Cepat Di Pengadilan Negeri Boyolali

HAKIM

Membuka Acara Pemeriksaan Cepat

PENYIDIK

Membaca Uraian Singkat Perkara

TERDAKWA

ditanya oleh hakim benar atau tidak perkara

Barang Bukti Dicocokkan

PUTUSAN

Pemeriksaan Cepat Perkara Tindak Perkara Ringan


(2)

commit to user

Keterangan :

1. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum;

2. Terdakwa dipanggil masuk, lalu diperiksa identitasnya;

3. Beritahukan / Jelaskan perbuatan pidana yang didakwakan kepada

terdakwa dan pasal undang- undang yang dilanggarnya; ( dapat dilihat dari bunyak surat pengantar pelimpahan perkara Penyidik)

4. Perlu ditanya apakah terdakwa ada Keberatan terhadap dakwaan (

maksudnya menyangkal atau tidak terhadap dakwaan tsb), jika ada, putuskan keberatan tersebut apakah diterima atau ditolak , dengan pertimbangan misalnya:”… oleh karena keberatan terdakwa tersebut sudah menyangkut pembuktian, maka keberatannya ditolak dan sidang dilanjutkan dengan pembuktian…”

5. Terdakwa disuruh pindah duduk, dan dilanjutkan dengan memeriksa

saksi-saksi; Jika Hakim memandang perlu ( misal, karena terdakwa mungkir), maka sebaiknya saksi disumpah; Penyumpahan dapat dilakukan sebelum atau pun sesudah saksi memberikan keterangan.

6. Hakim memperlihatkan barang bukti (jika ada) kepada saksi dan terdakwa

dan kemudian dilanjutkan dengan Pemeriksaan terdakwa;

7. Sesudah selesai, hakim memberitahukan ancaman pidana atas tindak

pidana yang didakwakan kepada terdakwa; ( hal ini dilakukan karena tidak ada acara Requisitoir Penuntut Umum)

8. Hakim harus memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan

pembelaan ( atau permintaan) sebelum menjatuhkan putusan;

9. Hakim menjatuhkan putusannya.

Jika terbukti bersalah, rumusannya tetap berbunyi: “…terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana…”. Jika dihukum denda, maka biasanya juga dicantumkan subsidernya atau hukuman pengganti apabila denda tidak dibayar ( bentuknya pidana kurungan). (wawancara tanggal 24 Maret 2011)

Dari hasil wawancara hakim Sri Indah Rahmawati, S.H dapat diungkapkan proses pemeriksaan acara cepat yang dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali dengan Putusan No. 08/TPR/2010/PN.Bi. sebagai berikut :

”……..dalam pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada, maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara pemeriksaan biasa. Hal ini sesuai dengan dengan pasal 351-352 KUHAP.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011)

Selanjutnya diungkapkan juga :

“…….selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa,penyidik) tinggal mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011)


(3)

commit to user

2. Hambatan Yang Dialami Dalam Penerapan Acara Pemeriksaan

Cepat Terhadap Putusan Nomor : 08/TPR/2010/PN BI

Mengingat Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan yang diatur dalam Pasal 205 s/d Pasal 210 KUHAP termasuk dalam Bagian Keenam mengenai Acara Pemeriksaan Cepat, sedang sifat "cepat" itu sendiri menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu juga mempertimbangkan situasi serta kondisi masyarakat.

Kondisi tersebut diatas memang sebagian komitmen dari Pengadilan untuk menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana ringan (tipiring) untuk diselesaikan dengan pemeriksaan cepat yang dilakukan di Pengadilan Negeri sehingga tidak ada perkara Tipiring yang menunggak.

Hambatan dalam pemeriksaan cepat perkara Tipiring khususnya pada Putusan No. 08/TPR/2010/PN.Bi. berdasarkan keterangan dari hakim Sri Indah Rahmawati, S.H yang menjadi hakim tunggal pada kasus tersebut adalah :

“…….hambatan sebenarnya tidak ada, pada kasus itu dan kasus-kasus lain dalam pemeriksaan cepat berjalan lancar, akan tetapi kita juga harus mempertimbangkan beberapa hal yang berhubungan dengan kasus.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011) Selanjutnya diungkapkan juga :

“……..sekali lagi mengenai hambatan tidak ada, namun dalam setiap kasus harus mempertimbangkan tentang kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda.” (wawancara tanggal 24 Maret 2011)

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001 tentang larangan, pengawasan dan pengendalian minuman keras berbunyi :


(4)

commit to user

“Dilarang memproduksi, memperdagangkan, mengedarkan,

menyimpan, meoplos, menjamu, dan atau meminum,-minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 (dua) Peraturan daerah ini (PERDA). Larangan sebagaiman di maksud ayat 1 (satu).”

Pasal ini, berlaku disetiap daerah (Pasal 3 Peraturan Daerah). Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud Pasal 5 Peraturan daerah ini, hnya boleh diperjualbelikan di tempat tertentu dan harus dengan seijin Bupati. empat tertentu sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu) Pasal ini, dilarang berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit, tempat umum dan okasi lainnya yang ditetapkan Bupati (Pasal 6 Peraturan Daerah).

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001 tentang larangan, pengawasan, dan pengendalian minuman keras, juga terdapat sanksi bagi masyarakat yang pelanggarnya yaitu sebagai berikut:

“Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 3 dan Pasal 5 Peraturan daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (bulan) atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,-(lima juta rupiah).”

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) Pasal ini adalah pelanggaran. Tanpa mengurangi ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu). Pasal ini, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainya (Pasal 8 Peraturan daerah).

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001 tentang larangan, pengawasan, dan pengendalian minuman keras inilah yang menjadi dasar pertimbangan dalam mengambil putusan No. 08/TPR/2010/PN.Bi yang melibatkan Suratno sebagai terdakwa.


(5)

commit to user

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pemeriksaan cepat dalam perkara pidana dengan putusan No.

08/TPR/2010/PN/Bi.tTermasuk kategori acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan.

1. Penerapan acara pemeriksaan cepat dalam putusan tindak pidana ringan

Nomor : 08/TPR/2010/PN BI.

Pemeriksaan cepat semua terdakwa, saksi, penyidik, barang bukti ada, maka dapat dilangsungkan dengan pemeriksaan cepat, pada pokoknya hanya kesesuaian alat bukti, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Pembuktiannya tidak susah dan tidak berbelit-belit seperti acara pemeriksaan biasa. Hal ini sesuai dengan dengan pasal 351-352 KUHAP. selanjutnya jika semua sudah ada (saksi, bukti, terdakwa, penyidik) tinggal mencocokkan dengan alat bukti yang ada kemudian terdakwa ditanya benar atau tidak kemudian tinggal diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada.

2. Hambatan dalam acara pemeriksaan cepat terhadap putusn nomor :

08/TPR/2010/PN BI

Secara nyata memang tidak ada hambatan pada pemeriksaan kasus Tipiring ini tetapi yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan ini adalah kehidupan keluarga terdakwa, sosial masyarakat, dan pada kasus Tipiring ini adalah pemahaman Perda Peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2001 tentang larangan, pengawasan dan pengendalian minuman keras.


(6)

commit to user

B. Saran

Dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Hendaknya hakim yang melakukan pemeriksaan cepat selalu

meningkatkan pengetahuan terutama masalah yang berhubungan dengan sosial masyarakat yang komplek sehingga pertimbangan hakim dapat mendekati kebenaran.

2. Hendaknya dalam pelaksanaan pemeriksaan cepat tetap berlandaskan asas

dan prinsip proses peradilan cepat, murah, dan efisien namun juga harus berpegangan pada rasa keadilan yang hidup di masyarakat, yang seharusnya dijunjung tinggi.


Dokumen yang terkait

Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan TNI (Studi Pada Pengadilan Militer Medan)

2 80 77

ANALISIS PENERAPAN KETENTUAN PIDANA MINIMAL OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM PERSIDANGAN PERKARA KORUPSI

0 4 84

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 2 13

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 3 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 3 4

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DISPARITAS PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN Tinjauan Yuridis Terhadap Disparitas Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian.

0 1 17

PELAKSANAAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA.

0 2 13

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

0 0 135

KEKUATAN KETERANGAN SAKSI DALAM PERKARA PIDANA DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG (STUDI KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG) - Unika Repository

0 0 9