Tinjuan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

G. Tinjuan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Acara Pemeriksaan Perkara dalam Peradilan Pidana Perkara yang diajukan kepada mengadilan terdiri dari 3 jenis: a. Acara pemeriksaan biasa, yang diatur dalam Pasal 152 sd 202, 1 Tata Cara Pemeriksaan Terdakwa a pemeriksaan dilakukan oleh Hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan Pasal 152 KUHAP. b pemeriksaan dilakukan secara lisan dalam Bahasa Indonesia, secara bebas dan terbuka untuk umum. Pasal 153 KUHAP. c anak di bawah umur tujuh belas tahun dapat dilarang menghadiri sidang. d pemeriksaan dilakukan dengan hadirnya terdakwa, dan dapat dipanggil secara paksa. e pemeriksaan dimulai dengan menanyakan identitas terdakwa. f pembacaan surat dakwaan. 2 Keberatan Eksepsi terdakwa atau penasihat hukum Pasal 156 KUHAP Macam atau jenis eksepsi diantaranya : a Eksepsi tidak berwenang mengadili b Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima c Keberatan surat dakwaan batal demi hukum 3 Pembuktian pemeriksaan alat-alat bukti a Sistem Pembuktian 1 Sistem pembuktian semata-mata berdasar keyakinan hakim convictim in time. 2 Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis la conviction raisonnee convictim raisonee. commit to user 24 3 Sistem pembuktian berdasar UU secara positif. 4 Sistem pembuktian undang-undang secara negatif. b Alat-alat bukti Pasal 184 KUHAP menentukan, alat bukti yang sah adalah : 1 Keterangan saksi 2 Keterangan ahli 3 Surat 4 Petunjuk 5 Keterangan terdakwa Sebagai perbandingan Pasal 295 HIR memuat, sebagai upaya bukti menurut UU hanya mengakui hal berikut : 1 Kesaksian-kesaksian 2 Surat-surat 3 Pengakuan 4 Isyarat-isyarat petunjuk Dalam Pasal 184 KUHAP ada penambahan alat bukti, yaitu tentang keterangan ahli. Selanjutnya dapat dijelaskan mengenai alat bukti sebagai berikut : 1 Keterangan Saksi Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu Pasal 1 butir 27 KUHAP, juga Pasal 1 butir 28 UU No.311997 tentang peradilan militer. Kewajiban memberi kesaksian menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. commit to user 25 Tata Cara Pemeriksaan Saksi sebagai berikut : a Saksi dipanggil seorang demi seorang Pasal 160 ayat 1 b Memeriksa identitas saksi Pasal 160 ayat 1 b c Saksi wajib mengucapkan sumpah, Pasal 160 ayat 3- 4. d Sumpah dapat diucapkan di luar sidang Pasal 233 1 e Penolakan sumpah dapat dikenakan sandera Pasal 161 f Keterangan saksi di sidang berbeda dengan berita acara. Pasal 185 ayat 1 g Terdakwa dapat membantah atau membenarkan keterangan saksi. Pasal 164 ayat 1 h Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa. Pasal 165 i Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat.Pasal 166 KUHAP j Saksi yang telah memberi keterangan tetap hadir di sidang Pasal 167 KUHAP. k Yang tidak dapat didengar sebagai saksi.Pasal 168 a KUHAP l Mereka yang dapat minta dibebaskan menjadi saksi.Pasal 170 ayat 1 dan 2 m Mereka yang boleh memberi keterangan tanpa sumpah Pasal 171 KUHAP n Pemeriksaan saksi dapat didengar tanpa hadirnya terdakwa.Pasal 173 KUHAP o Keterangan saksi palsu Pasal 174 KUHAP. p Pemeriksaan saksi dan terdakwa dapat dilakukan dengan juru bahasa dan penerjemah. Pasal 177 KUHAP commit to user 26 q Syarat sahnya keterangan saksi nilai pembuktian kesaksian yang tidak disumpah dan kesaksian yang disumpah. 2 Keterangan Ahli Pengertian keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 butir 28 KUHAP, juga Pasal 1 butir 29 UU No.311997 tentang peradilan militer. Kewajiban memberikan keterangan ahli Pasal 179 KUHAP . Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli Pasal 183, Pasal 185 ayat 2 3 Surat Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan adalah : a berita acara b surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. c surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan eahliannya. d surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain Pasal 187 KUHAP. Nilai kekuatan pembuktian surat, secara formal alat bukti surat sebagaimana disebut pada Pasal 187 huruf a,b,c adalah alat bukti sempurna. 4 Petunjuk Mengandung pengertian , KUHAP Pasal 188 ayat 1 adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. commit to user 27 Cara memperoleh alat bukti petunjuk, menurut Pasal 188 ayat 2 , petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari : a keterangan saksi, b surat, c keterangan terdakwa. 5 Keterangan Terdakwa Adalah keterangan yang diberikan oleh terdakwa. istilah baru sebagai alat bukti yang terdapat dalam KUHAP. 4 Penuntutan oleh penuntut umum Penuntutan atau dikenal juga dengan istilah requisitoir adalah langkah selanjutnya yang diberikan kepada jaksa penuntut umum dalam lanjutan sidang pengadilan suatu perkara pidana setelah pemeriksaan alat-alat bukti atau pembuktian. Secara sederhana isi tuntutan pidana itu : a identitas terdakwa b dakwaan ; primair, subsidair dst. c pemeriksaan pengadilan : 1. saksi-saksi 2 keterangan terdakwa 3 surat 4 pemeriksaan ditempat kejadian d fakta-fakta hukum e hal-hal yang memberatkan f hal-hal yang meringankan g tuntutan hukuman h Pembelaan pleidoi terdakwa penasihat hukum. Setelah penuntutan dilakukan oleh penuntut umum, maka kemudian kepada terdakwa atau penasihat hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi . Pasal 182 ayat 1 b mengatakan, selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi. commit to user 28 b. Acara pemeriksaan singkat, Pasal 203-204, 1 Syarat Pemeriksaan Singkat Pasal 203 KUHAP menentukan, 1 yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2 Tata Cara Pemeriksaan Singkat a Penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti. lihat Pasal 203 ayat 2 KUHAP b Waktu, tempat, dan keadaan melakukan tindak pidana diberitahukan lisan, dicatat dalam berita acara sebagai pengganti surat dakwaan. lihat Pasal 203 ayat 3 KUHAP c Dapat diadakan pemeriksaan tambahan paling lama empat belas hari. Pasal 203 ayat 3 b KUHAP d Terdakwa dan atau penasihat hukum dapat minta tunda sidang paling lama tujuh hari. lihat Pasal 203 ayat 3c KUHAP. e Putusan tidak dibuat secara khusus, melainkan dalam berita acara sidang putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut, isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa Pasal 203 ayat 3 d , e dan f KUHAP . c. Acara Pemeriksaan cepat, yang diatur dalam Pasal 205 sd 216. Acara Pemeriksaan Cepat dibagi terdapat 2 kriteria yaitu : 1 Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pasal 205-210, Pasal 205 1 Yang diperiksa rnenurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak- banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini. 2 Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara commit to user 29 pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. 3 Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. Pasal 206 Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Pasal 207 I a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggaI, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. 2 a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya. b. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya. Pasal 208 Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. Pasal 209 1 Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan seIanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera. 2 Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. Pasal 210 Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini. Paragraf 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Pasal 211 sd 216. Pasal 211 commit to user 30 Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang- undangan lalu lintas jalan. Pasal 212 Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat 1 huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Pasal 213 Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang. Pasal 214 I Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan. 2 Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana. 3 Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register. 4 Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan 5 Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu. 6 Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur. 7 Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara. 8 Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding. Pasal 215 Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan. Pasal 216 Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini. commit to user 31 2. Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah Perkara ROL. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan Pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini bab 16 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini”. Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf : a. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan. 1 Batasan Pelaksanaan Pemeriksaan Cepat Undang – undang tidak menjelaskan mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan hanya menentukan ”patokan” dari segi ancamannya. Jadi, untuk menentukan suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan bertitik tolak dari ancaman tindak pidana yang didakwakan. Adapun ancaman pidana yang menjadi ukuran acara pemeriksaan tindak pidana ringan diatur dalam Pasal 205 ayat 1 yakni : a. tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan, atau b. denda sebanyak – banyaknya Rp. 7.500,00, dan c. penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun, Penghinaan ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan pengecualian dari ketentuan dalam Pasal 205 ayat 1. Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 205 ayat 1 yang menyebutkan; Tindak Pidana ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana paling empat bulan. commit to user 32 Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, Pengadilan Negeri menetukan hari – hari tertentu yang khusus untuk melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 206 KUHAP yakni hari tertentu dalam tujuh hari, hari – hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan. Penetapan hari ini dimaksudkan agar pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan. 2 Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pada pemeriksaan tindak pidana ringan Penyidik langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum yang mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan penyidikan kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut umum yang berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam kedudukannya sebagai aparat penuntut. Dengan adanya Pasal 205 ayat 2 KUHAP, prosedur ketentuan umum ini dikesampingkan dalam perkara pemeriksaan tindak pidana ringan. Dengan kata lain, Penyidik mengambil alih wewenang penuntut umum, atau wewenang penuntut sebagai aparat penuntut umum dilimpahkan undang – undang kepada penyidik. Pelimpahan ini adalah ” Demi Hukum “, yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 205 ayat 2 alinea 1 ; ” yang dimaksud dengan ‘atas kuasa‘ dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum”. Oleh karena itu pelimpahan ini berdasar ketentuan undang-undang, dengan demikian penyidik dalam hal ini bertindak atas kuasa undang- undang” dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut umum untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasar penjelasan Pasal 205 ayat 2 alinea 2 ; ” dalam hal penuntut umum hadir, commit to user 33 tidak mengurangi nilai atas kuasa tersebut“. Dengan kata lain, tidak ada larangan oleh undang-undang penuntut umum menghadiri proses pemeriksaan, namun kehadirannya tidak mempunyai arti apa – apa, seperti pengunjung biasa tanpa wewenang apapun mencampuri jalannya pemeriksaan. Pasal 205 ayat 2 menegaskan dalam waktu tiga hari, terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat oleh penyidik, maka terdakwa, barang bukti, saksi ahli, dan juru bahasa dihadapkan ke pengadilan. Tenggang waktu 3 hari ini merupakan batas minimum, undang – undang tidak menegaskan hal ini. Namun, berdasarkan Pasal 146 ayat 2 dan penjelasan Pasal 152 ayat 2; menegaskan bahwa panggilan terhadap terdakwa dan saksi harus diterima dalam jangka waktu sekurang – kurangnya 3 hari sebelum sidang dimulai. Dengan demikian tenggang waktu menghadapkan terdakwa dan saksi yang disebut dalam Pasal 205 ayat 2 adalah batas minimum. Penyidik tidak dibenarkan menghadapkan terdakwa dan saksi dalam pemeriksaan dengan acara tindak pidana ringan kurang dari 3 hari sebelum sidang dimulai. Menghadapkan terdakwa dan saksi dalam waktu 1 atau 2 hari sebelum sidang dimulai, adalah bertentangan dengan jiwa yang terkandung dalam ketiga Pasal diatas Pasal 205 ayat 2, jo Pasal 146 ayat 2, jo penjelasan Pasal 152 ayat 2. Dalam Pasal 207 ayat 1 huruf b, ditegaskan bahwa semua perkara tindak pidana ringan yang diterima pengadilan hari itu, segera disidangkan pada hari itu juga. Ketentuan ini bersifat imperatif, karena dalam ketentuan ini terdapat kalimat ” harus segera ” disidangkan pada hari itu. Akan tetapi, dalam Pasal ini tidak menyebut sanksi dan tidak mengatur tata cara penyelesaian tindak pidana ringan yang tidak disidangkan atau yang kebetulan tidak dapat disidangkan pada hari itu juga. commit to user 34 Mengenai cara pemberitahuan sidang kepada terdakwa diatur dalam Pasal 207 ayat 1 huruf a, yakni dilakukan : 1 Dengan pemberitahuan secara tertulis 2 Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang: hari, tanggal, jam, dan tempat sidang pengadilan 3 Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim yang bertugas memeriksa perkara memerintahkan panitera mencatat dalam buku register. Berdasarkan penjelasan Pasal 207 ayat 2 huruf a KUHAP; ” oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan”, maka untuk perkara – perkara yang tidak dapat disidangkan pada hari itu juga karena alasan perkaranya belum memenuhi syarat formal atau perkaranya tidak lengkap, sebaiknya jangan di register agar dapat dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Akan tetapi, jika menganut pandangan yang memperbolehkan pemeriksaan tindak pidana ringan dapat diputus dengan verstek pemeriksaan acara tindak pidana ringan dapat diputus di luar hadirnya terdakwa, maka bisa langsung di register, karena hadir atau tidaknya terdakwa perkaranya dapat diputus. Sesuai dengan Pasal 207 ayat 2 huruf b KUHAP, buku register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan memuat: nama lengkap, tempat lahir, umur tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa, tindak pidana yang didakwakan. Karenanya pengajuan dan pemeriksaan perkara dengan cara tindak pidana ringan tanpa surat dakwaan, dalam hal ini surat dakwaan dianggap tercakup dalam catatan buku register. Alasan pembuat undang – undang mencukupkan register sebagai pengganti surat dakwaan, dapat commit to user 35 dibaca dalam penjelasan Pasal 207 ayat 2 huruf b yang berbunyi ; ” ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlakukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a “ Untuk pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding Pasal 205 ayat 3 KUHAP. Hal ini berarti jika tidak dijatuhkan pidana penjara atau kurungan, maka terpidana tidak dapat melakukan upaya hukum berikutnya yakni banding. Selain itu, saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu Pasal 208 KUHAP Pasal 209 ayat 2 KUHAP menyebutkan ; ” Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik “. Dengan demikian panitera tidak diwajibkan membuat berita acara sidang. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan tanpa membuat berita acara sidang. Hal ini mungkin didasarkan pada tata cara pemeriksaan yang sifatnya adalah cepat atau expedited procedure, disamping perkaranya hanya tindak pidana ringan. Putusan dalam acara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tersendiri seperti putusan perkara dengan acara biasa. Putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam berita acara sidang seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan dengan acara singkat. Putusannya cukup berupa bentuk ‘catatan‘, yang sekaligus berisi amar putusan berbentuk ”catatan dalam daftar catatan perkara”. commit to user 36 Sifat putusan dalam acara ini, disebutkan dalam Pasal 205 ayat 3, yang menegaskan antara lain: ” pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir “, yang berarti : 1 Putusan pengadilan negeri bersifat putusan ” tingkat terakhir “ 2 Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan banding. Oleh karena sifat putusan merupakan putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir maka : 1 Upaya hukum banding dengan sendirinya tertutup 2 Upaya hukum yang dapat ditempuh terdakwa mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, sebagai instansi yang berwenang memeriksa perkara putusan pidana yang dijatuhkan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung b. Acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas. Acara pemeriksaan ini diatur dalam Paragraf 2 bagian keenam Bab XVI, sehingga dapat dikatakan acara ini merupakan lanjutan dari acara tindak pidana ringan. Walaupun keduanya diatur dalam bagian yang sama, namun terdapat ciri dan perbedaan diantara keduanya, a.n pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan; 1 Jenis perkara yang diperiksa tertentu, yakni khusus pelanggaran lalu lintas jalan 2 Terdakwa ” dapat diwakili “ 3 Putusan dapat dijatuhkan ” di luar hadirnya terdakwa “, dan terhadap putusan itu terdakwa dapat melakukan perlawanan dalam tenggang waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa commit to user 37 Berdasarkan Pasal 211 KUHAP, yang diperiksa menurut acara pemeriksaan ini ialah perkara tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan. Perkara lalu lintas jalan adalah perkara tertentu terhadap pelanggaran peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan”. Sedangkan ‘perkara pelanggaran tertentu’ terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan, diperjelas dengan penjelasan Pasal 211 itu sendiri, sbb : 1 Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan 2 Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi SIM, surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kedaluarsa 3 Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi 4 Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendara lain 5 Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan 6 Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu – rambu atau tanda yang ada dipermukaan jalan 7 Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang dizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang, dan atau cara memuat dan membongkar barang. 8 Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan commit to user 38 Jika dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik membuat berita acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan. Adapun proses pemeriksaan dan pemanggilan menghadap persidangan pengadilan : 1 Dibuat berupa catatan, bisa merupakan model formulir yang sudah disiapkan demikian oleh penyidik 2 Dalam formulir catatan itu penyidik memuat : a pelanggaran lalu lintas yang didakwakan kepada terdakwa, b sekaligus dalam catatan itu berisi pemberitahuan hari, tanggal, jam, tempat sidang pengadilan yang akan dihadiri terdakwa 3 Tanpa adanya hal – hal diatas maka pemberitahuan itu ” tidak sah “ Berdasarkan Pasal 213 KUHAP, terdakwa dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya menghadap pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini seolah-olah memperlihatkan corak pelanggaran lalu lintas jalan sama dengan proses pemeriksaan perkara perdata. Terdapat suatu ‘quasi‘ yang bercorak perdata dalam pemeriksaan perkara pidana, karena menurut tata hukum dan ilmu hukum umum, perwakilan menghadapi pemeriksaan sidang pengadilan, hanya dijumpai dalam pemeriksaan yang bercorak keperdataan. Ada beberapa hal yang terkandung dalam Pasal 213 yang memperbolehkan terdakwa diwakili menghadap dan menghadiri sidang, a.n : a. Undang-undang tidak mewajibkan terdakwa menghadap in person di sidang pengadilan selain sebagai Quasi perdata juga sebagai pengecualian terhadap asas in absentia b. Terdakwa dapat menunjuk seseorang yang mewakilinya c. Penunjukan wakil dengan surat. Ketentuan Pasal 214 KUHAP, membenarkan pemeriksaan perkara dan putusan dapat diucapkan ” di luar hadirnya terdakwa “, ketentuan ini menunjukkan quasi perdata dalam perkara pidana serta merupakan penyimpangan dari asas in absensia. commit to user 39 a. Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terdakwa bunyi Pasal 214 ayat 2 . Dalam proses perkara perdata, perlawanan terhadap putusan verstek disebut verzet, verzet dalam perdata hampir sama dengan proses perlawanan yang diatur dalam Pasal 214 ayat 4; Pasal 214 ayat 5 mengatur tentang waktu mengajukan perlawanan yakni 7 hari terhitung sejak putusan diberitahukan penyidik kepadanya. Apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka dengan sendirinya ‘gugur’ hak terpidana mengajukan perlawanan. Apabila terpidana mengajukan perlawanan dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 214 ayat 5 maka menurut ketentuan Pasal 214 ayat 6 dengan sendirinya mengakibatkan putusan verstek menjadi gugur, dan perkara kembali kepada keadaan semula, seolah-olah perkara tersebut belum pernah diperiksa di sidang pengadilan. Status tedakwa sebagai terpidana pulih kembali menjadi terdakwa. a. Pada prinsipnya terhadap putusan perkara lalu lintas tidak dapat diajukan upaya banding. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 67 bahwa ”terhadap putusan pengadilan dalam acara cepat tidak dapat dimintakan banding”, inilah prinsip umum yang diatur dalam UU, namun terdapat pengecualian walaupun hanya terbatas untuk hal – hal yang sangat tertentu saja. a. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat 1, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri, jika tidak penyitaan tersebut merupakan tindakan penyitaan yang tidak sah. Masalahnya adalah ketentuan ini menghambat tugas penegakan hukum bagi aparat penyidik dilapangan, sebab mereka harus bolak – balik ke pengadilan untuk meminta surat izin kepada ketua PN. Namun berdasarka pedoman angka 10 lampiran keputusan Menteri Kehakiman No. 14-PW.07.03 Tahun 1983, dihubungkan dengan Pasal 4010 dan Pasal 4111 KUHAP. commit to user 40 3. Asas Peradilan Cepat Dalam mengadakan hubungan hukum untuk memenuhi kebutuhannya, manusia membawa kepentingan masing-masing. Kepentingan tersebut beraneka ragam, ada yang sama, saling memenuhi, ada yang berbeda dan bahkan ada yang saling bertentangan. Keanekaragaman kepentingan manusia itu tidak mustahil dapat menimbulkan konflik atau bentrokan kepentingan. Konflik kepentingan dapat terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingan seseorang merugikan orang lain. Menurut J Van Kan dalam Kansil 1992:17, keberadaan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia daro bahaya yang mengancamnya. Untuk menjaga agar kepentingan seseorang dalam melaksanakan hubungan hukum tidak terganggu oleh orang lain, maka diperlukan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam suatu hubungan hukum. Jadi, apabila seseorang dirugikan orang lain, ia daat menggugat orang yang menimbulkan kerugian itu ke pengadilan. Tidak boleh main hakim sendiri, yaitu bertindak melaksanakan hak secara sewenang-wenang atas kehendak sendiri dan merugikan orang lain. Penegakan hukum law enforcement merupakan penerapan suatu undang-undang dengan maksud untuk menjaga keseimbangan antara hukum dan etika. Proses penegakan hukum juga merupakan penerapan peraturan yang berakibat pada jatuhnya putusan hakim yang didasarkan pada kebenaran dan keadilan. Satjipto Rahardjo, 1992:68. Dengan demikian maka penegakan hukum dapat dilakukan oleh lembaga peradilan melalui suatu proses tertentu guna mencari keadilan yang diberikan kepada pencari keadilan justitiabelen Ahmad Ali, 1996:2. Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, undang-undang telah mengariskan bahwa pemeriksaan perkara harus dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Yang dimaksud sederhana adalah acara pemeriksaan perkara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. commit to user 41 Makin sedikit dan sederhana formalitas yang diwajibkan dan diperlukan dalam beracara di muka pengadilan, maka akan semakin baik. Terlalu formalitas yang sukar dipahami akan kurang menjamin kepastian hukum, sehingga tidak mustahil menimbulkan keengganan dan ketakutan masyarakat pencari keadilan justitiabelen untuk berperkara di depan pengadilan Sudikno Mertokusumo, 1999:2. Suatu peradilan dikatakan murah jika masyarakat mampu membayar biaya perkara di semua tingkat pengadilan. Bagaimanapun juga, hak atas keadilan menjadi milik semua orang, baik kaya atau miskin. Bagi mereka yang berkualifikasi sebagai warga negara miskin tetap berhak memperoleh keadilan dari istitusi peradilan makala dirugikan orang lain. Apabila mereka tidak mampu membayar, peraturan perundang-undangan telah memberikan hak berperkara secara prodeo gratis atas biaya negara Suatu perkara dikatakan “cepat” jika dilaksanakan sesegera mungkin. Cepat artinya proses peradilan dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi waktu, sehingga pencari keadilan tidak terkatung- katung nasibnya. Kecepatan dalam proses peradilan tidak hanya tertuju pada pemeriksaan di muka sidang, tetapi juga dalam penyelesaian berita acara pemeriksaan BAP sidang, sampai pada penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaan eksekusi putusan tersebut Sudikno Mertokusumo, 1995:25. Sepatnya proses pemeriksaan perkara akan memninggikan penghormatan masyarakat kepada institusi peradilan. Hukum berserta segenap aparatnya akan mempunyai wibawa. Masyarakat akan semakin percaya kepada peradilan. Sebaliknya, lambatnya proses pemriksanaan perkara akan memerosotkan kewibawaan hukum dan pengadilan dimata masyarakat Bachtiar Effendi, 2003:18. Keterlambatan penyelesaiaan perkara merupakan suatu ketidakadilan tersendiri yang terjadi pada institusi peradilan. Menghadapi kenyataan masih sering terjadi terlambatnya pemeriksaan perkara oleh pengadilan, maka Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran yang commit to user 42 ditujukan kepada semua hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Surat Edaran itu No. 61992 diterbitkan untuk dijadikan pedoman oleh para hakim agar dalam memeriksa dan mengadili perkara dilaksanakan dalam waktu peling lama 6 bulan. Penerbitan SEMA No. 61992 dimaksudkan untuk menanggapi keluhan pencari keadilan terhadap lambatnya kinerja pengadilan dalam memeriksa perkara. Karena, keterlambatan proses peradilan menimbulkan keengganan masyarakat berperkara di pengadilan. Pada skala Makro, keengganan itu dapat menimbulkan apatisme masyarakat terhadap lembaga peradilan. Ujung-ujungnya institusi peradilan tidak lagi dapat dijadikan tumpuhan harapan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat. Tidak jarang kondisi seperti ini mengimbas pada munculnya perbuatan main hakim sendiri oleh sebagian kecil masyarakat dalam menyelesaikan perkara. 4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Ringan a. Pengertian Tindak Pidana Pemberian definisi tentang pengertian hukum atau pengertian dalam ilmu-ilmu sosialnya pastilah terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, maka dalam pemberian pengertian terhadap definisi tindak pidana juga terdapat bermacam-macam pendapat yang diberikan oleh para sarjana. Mengenai hal ini ada beberapa pendapat yang antara lain : “ Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak pidana” Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55. Menurut pendapat Simons dalam Wirjono Prodjodikoro, 1986 : 56 : “Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”. Menurut pendapat Moeljatno : “Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukun, larangan mana disertai ancaman atau commit to user 43 sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar”Moeljatno,1983: 54 Sedangkan menurut Van Hammel dalam Wirjono Prodjodikoro,1983:54, “ Strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”. Istilah pidana dan istilah hukuman sering dipakai saling bergantian sebagai kata yang mempunyai makna yang sama atau sinonim. Kedua arti istilah tersebut adalah sanksi yang mengakibatkan nestapa, penderitaan ataupun sengsara Martiman, 1997: 57. Namun cakupan kedua istilah ini mempunyai perbedaan. “Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah ini dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya digunakan dalam bidang hukum, tapi juga dalam istilah sehari-hari dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas” Muladi, 1998: 2. Ciri atau sifatnya yang khas disini maksudnya adalah bahwa istilah pidana ditujukan hanya untuk perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum pidana. Jadi istilah pidana mempunyai pengertian yang lebih sempit atau spesifik jika dibandingkan dengan istilah hukuman yang mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas. Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang pengertian pidana Martiman, 1997: 57: Menurut Pompe pengertian Strafbaarfeit dibedakan : 1 Definisi menurut teori memberikan pengertian “ Strafbaarfeit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 2 Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “ Strafbaarfeit adalah suatu kejadian fekt yang oleh peraturan Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan commit to user 44 sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab. Simons dalam Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 4. Pengertian tindak pidana atau Strafbaarfeit yang diberikan oleh beberapa ahli tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang yaitu melanggar suatu aturan hukum pidana atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh suatu aturan aturan hukum positif serta perbuatan yang apabila melanggar diancam dengan pidana oleh karena itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana apabila ada suatu kenyataan bahwa ada aturan yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut, dalam larangan dan ancaman tersebut terdapat hubungan yang erat. Oleh karena itu antara peristiwa dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada suatu kemungkinan hubungan yang erat dimana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Guna menyatakan hubungan yang erat itu maka digunakan perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit yaitu : a. Adanya kejadian yang tertentu, serta b. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu Moeljatno,1982, 39. b. Macam-macam Tindak Pidana Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut Moeljatno, 1987: 54 Titik berat dari pernyataan ini adalah perbuatan. Semua peristiwa apapun hanya menunjuk sebagai kejadian yang konkret belaka. Suatu peristiwa yang merugikan seseorang akan menjadi urusan hukum apabila ditimbulkan oleh perbuatan orang lain. Suatu perbuatan pidana otomatis juga melanggar hukum pidana. Menurut commit to user 45 Moeljatno 1987: 1 hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar aturan untuk: 1 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa tindak pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2 Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melakukan pelanggaran larangan tersebut. c. Unsur-unsur dalam Tindak Pidana Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur- unsur pidana yaitu : 1 Subyek Tindak pidana Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana dikemukakan oleh Moeljatno dalam bukunya yaitu : “Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku hal ini terdapat di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada wujud hukumnya yang tercantum dalam Pasal KUHP yaitu hukuman penjara dan hukuman denda.” 1982:54. KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam commit to user 46 pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang terlibat, seperti contohnya badan hukum, sehingga yang dapat memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan hukum yang bersangkutan. 2 Harus Ada Perbuatan Manusia Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yaitu : a Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib. b Tidak bersedia menjadi saksi c Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari perbuatan atau tindak pidana. 3 Bersifat Melawan Hukum Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi persoalan hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti yang dikemukakan oleh Moeljatno : a. Melawan hukum formil, yaitu : Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan Undang-undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan commit to user 47 hukumnya perbuatan sudah nyata, dan sifat melanggarnya ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh Undang-undang. b. Melawan hukum materiil, yaitu : Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang sesuai dengan larangan undang-undang itu bersifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, tetapi di samping undang-undang tedapat hukum tertulis, yaitu norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 1993:130 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum formil adalah telah memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan dari dalam Undang- undang dan sifat melawan hukumnya harus berdasar undang- undang. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum material adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak dilihat dari undang-undang dan juga aturan-aturan yang hukum tertulis. 4 Kesalahan Seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau melakukan perbuatan yang sesuai dengan rumusan delik dalam undang-undang hukum pidana belum tentu dapat dipidana. Untuk dapat dipidananya perbuatan melawan hukum harus memenuhi dua syarat yang menjadi satu keadaan yaitu bersifat melawan hukum sebagai tindak pidana dan suatu perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kesalahan. Pengertian kesalahan menurut beberapa ahli hukum antara lain : Menurut Vos ada tiga ciri khusus kesalahan yaitu : a Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan tersebut. commit to user 48 b Hubungan batin tertentu dari orang yang berniat yang perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan. c Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban atas perbuatannya itu 1950:83-84. 5 Kesengajaan Op Zet KUHP tidak memberikan pengertian definisi kesengajaan secara tegas, sehingga untuk mendapatkan batasanmenentukan pengertian kesengajaan diambilkan dari Memory Van Toelichting M.V.T. Dari Memory Van Toelichting ini diperoleh petunjuk bahwa pidana pada umumnya hendaklah dikenakan pada barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang : a Dikehendaki Willens maksudnya orang yang berbuat mempunyai niat atau kemauan menghendaki untuk melakukan perbuatan yang dilarang. b Diketahui Wittens maksudnya orang yang melakukan perbuatan sudah memperhitungkan akibat yang akan terjadi. Dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja apabila seseorang yang melakukan perbuatan di samping menghendaki perbuatannya juga mengetahui akan akibat yang tejadi atau timbul. Dalam hukum pidana ada dua teori kesengajaan yaitu : a Teori kehendak adalah teori yang menitikberatkan pada apa yang dikehendaki pada apa yang diperbuat. Maksudnya orang yang melakukan perbuatan tertentu menghendaki akibat tertentu pula. berkehendak mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. b Teori pengetahuan adalah teori yang menitikberatkan pada apa yang diketahui dan apa yang terjadi pada waktu berbuat. Jadi kesengajaan yang terjadi disini jika akibat yang terjadi tidak sesuai dengan tindakan yang dibayangkan. commit to user 49 Selain dua teori diatas, dalam teori biasanya diajarkan bahwa dalam kesengajaan ada tiga corak yaitu : a Kesengajaan sebagai maksud dolus directus Merupakan kesengajaan yang biasanya dan sederhana, disini pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang terlarang. b Kesengajaan dengan sadar kepastian Dalam hal ini perbuatan mempunyai dua akibat yang ditimbulkan yaitu : satu, akibat yang memang ditimbulkan si pembuat dapat merupakan delik tersendiri atau tidak. Dua, akibat yang tidak dikehendaki atau diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapai maksud atau tujuan yang pertama tadi, akibat ini pasti terjadi atau timbul, misalnya, Ahmad hendak membunuh seseorang dengan menggunakan pistolnya, sedangkan yang menjadi sasarannya adalah Sidik, yang kebetulan sedang berada dibalik kaca jendela sebuah hotel tersebut. Jadi rusaknya kaca jendela hotel tersebut ada kesengajaan dengan sadar kepastian keharusan sesuai dengan Pasal 406 KUHP. c Kesengajaan dengan sadar kemungkinan Dalam hal ini ada kesengajaan tertentu yang semula mungkin terjadi, kemudian benar-benar terjadi. Misalnya X hendak membalas dendam kepada Z yang bertempat tinggal di Horn. X mengirim roti atau kue tar yang dibubuhi racun dengan maksud membunuh Z. X tahu dan sadar bahwa kemungkinan istri Z yang tidak berdosa juga akan memakan roti atau kue tersebut oleh karena itu kesengajaan dianggap tertuju pula pada matinya istri Z. dalam batin X, kematian tersebut tidak menjadikan persoalan baginya. Jadi dalam kasus tersebut diatas ada kesengajaan sebagai tujuan terhadap matinya Z dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan terhadap kematian istri Z Soedarto: 17-18. Penggolongan kesengajaan lainnya adalah : commit to user 50 a Kesengajaan berwarna Bahwa kesengajaan disini berarti sengaja melakukan perbuatan, jadi untuk adanya kesengajaan pembuat perlu menyadari perbuatannya yang dilarang. b Kesengajaan tidak berwarna Bahwa untuk adanya kesengajaan tidak berwarna cukup bila pembuat menghendaki perbuatan yang dilarang tetapi tidak perlu tahu bahwa perbuatan itu bersifat melawan hukum. Disamping teori-teori kesengajaan diatas ada beberapa teori yang menjelaskan macam-macam sengaja yaitu : a Dolus Generalis Kesengajaan di tujukan orang banyak. b Dolus Indirectus Perbuatan yang dilakukan secara tidak langsung . c Dolus Directus Perbuatan yang dilakukan secara langsung d Dolus Determinatus Sengaja yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu e Dolus Alternatives Kesengajaan yang ditujukan dengan memiliki akibat tertentu f Dolus Premeditatus Kesengajaan yang direncanakan d. Tindak Pidana Ringan 1 Perkara yang termasuk Tipiring Pasal 205 Ayat 1KUHAP: a Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 tiga bulan dan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 7500 tujuh ribu lima ratus rupiah;dan b Penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 Bagian ini Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu lintas Pasal 205 Ayat 1KUHAP commit to user 51 c Terhadap perkara yang diancam pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda lebih dari Rp 7500, juga termasuk wewenang pemeriksaan Tipiring SEMA No. 18 Tahun 1983 Catatan: untuk menentukan suatu perkara termasuk Tipiring atau bukan, dilihat Ancaman Hukuman yang diatur dalam bunyi Pasal tersebut. 2 Dasar Hukum Pemeriksaan Tipiring a Dasar Hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal 205-210 KUHAP; b Bagian Kesatu Panggilan dan dakwaan, Bagian Kedua Memutus sengketa wewenang mengadili, dan Bagian Ketiga Acara Pemeriksaan BiasaBab XVI sepanjang tidak pertentangan dengan paragraf 1 diatas; c Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau kurungan paling lama 3 tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 tujuh ribu lima ratus rupiah, Pasal 205 Ayat 1 KUHP; d Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHAP jo SEMA No 18 Tahun 1983; SEMA No. 9 Tahun 1983: sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu situasi serta kondisi masyarakat belum memungkinkan apabila untuk semua perkara Tipiring terdakwa diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara cepat baik Tipiring maupun Lantas dapat diputus diluar hadirnya Terdakwa verstek dan “pasal 214 KUHAP” berlaku untuk semua perkara yang diperiksa dengan Acara Cepat. commit to user 52

H. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di Lingkungan TNI (Studi Pada Pengadilan Militer Medan)

2 80 77

ANALISIS PENERAPAN KETENTUAN PIDANA MINIMAL OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM PERSIDANGAN PERKARA KORUPSI

0 4 84

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 2 13

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 3 13

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Wonogiri ).

0 3 4

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DISPARITAS PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN Tinjauan Yuridis Terhadap Disparitas Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian.

0 1 17

PELAKSANAAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA.

0 2 13

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

0 0 135

KEKUATAN KETERANGAN SAKSI DALAM PERKARA PIDANA DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG (STUDI KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG) - Unika Repository

0 0 9