Bentuk-Bentuk Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Lamongan)

(1)

BENTUK-BENTUK ADAPTASI MASYARAKAT DALAM

MENGHADAPI BENCANA BANJIR

(STUDI KASUS DI DESA PELANGWOT KECAMATAN LAREN LAMONGAN) I m a m Arifa ’ illa h Sya iful H uda

Universitas Gadjah Mada

E-mail:faillah.arif@gmail.com

ABSTRAK -Desa Pelangwot sebagai salah satu desa di Kecamatan Laren Lamongan yang sering terjadi banjir. Adaptasi merupakan salah satu cara dalam menghadapi bencana banjir. Manusia selalu bertahan dari bencana yang menimpa dengan cara beradaptasi. Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang Bentuk-Bentuk Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Lamongan) .Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk adaptasi masyarakat (1) adaptasi aktif dan pasif, (2) adaptasi sosial, (3) adaptasi ekonomi, (4) adaptasi budaya dalam menghadapi bencana banjir. Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian berada di Desa Pelangwot. Teknik pengumpulan data dengan teknik (Snowball Technique). Sedangkan cara memperoleh data (1) observasi; (2) wawancara; (3) dokumentasi. Teknis analisis data menggunakan model interaktif. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir (1) adaptasi aktif meliputi: a) aktivitas masyarakat dalam menambah pendapatan seperti, mencari ikan, ojek perahu, dan menjadi buruh, b) meninggikan perlengkapan rumah tangga seperti meja, kursi, dan meninggikan rumah. Adaptasi pasif meliputi: a) masyarakat memahami fenomena akan terjadinya banjir dengan melihat intensitas hujan yang turun, b) warga memperioritaskan kebutuhan pokok. (2) Adaptasi sosial meliputi: 1) sistem kekerabatan, a) warga mengungsi ke kerabat terdekat jika banjir besar dan saling membantu, b) pembagian kerja berdasarkan berat ringannya suatu pekerjaan. 2) sistem kemasyarakatan meliputi: a) hubungan timbal balik antar warga diwujudkan dalam bentuk tolong menolong, b) norma-norma berjalan dengan baik, c) kerjasama yang dilakukan masyarakat dalam bentuk gotong royong dan tolong menolong karena solidaritas masyarakat tinggi (3) Adaptasi ekonomi meliputi: a) kebutuhan sandang diperoleh dari berbagai bantuan lembaga sosial dan pemerintah b) masyarakat menunggu bantuan berupa sembako atau nasi, air bersih, dan makanan instan, c) menempatkan barang-barang pada posisi yang lebih tinggi yang dinamakan antru. d) apabila hasil tangkapan ikan melimpah, maka ikan dijual untuk menambah pendapatan, e) hewan peliharaan dibawa ke pengungsian yang ada di tanggul, f) pekerjaan sampingan yang dilakukan salah satunya ojek perahu dan mencari ikan, g) beberapa warga tetap berdagang dan bekerja menjadi buruh demi mempertahankan pendapatan. (4) Adaptasi budaya meliputi: a) Adat-istiadat yang dilakukan istighosa dan tahlil b) teknologi yang digunakan dalam menghadapi bencana banjir yakni membuatflood way.


(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kabupaten Lamongan secara geografis terletak pada 6º 51 54 sampai dengan 7º 23 6 Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 112° 4 41 sampai 112° 33 12 bujur timur. Wilayah Kabupaten Lamongan dilewati oleh Sungai Bengawan Solo, sehingga pada saat musim penghujan air melimpah hingga mengakibatkan bencana banjir, namun sebaliknya pada saat musim kemarau disebagian besar wilayah Kabupaten Lamongan relatif berkurang, bahkan mengalami kekeringan. Adapun jumlah kejadian banjir dari tahun 2002-2010 Kabupaten Lamongan berjumlah 20 kali (Suprapto, 2011).

Bencana alam di suatu wilayah memiliki implikasi secara langsung terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat untuk mengurangi dan menghindari resiko bencana penting dilakukan dengan cara meningkatkan\kesadaran dan kapasitas masyarakat (Suryanti dkk, 2010). Respon merupakan awal dari sebuah strategi adaptasi oleh masyarakat yang dihasilkan melalui pemahaman terhadap bencana alam yang terjadi. Pemahaman masyarakat berupa pengetahuan persepsi yang teraktualisasi dalam sikap dan atau tindakan dalam menghadapi bencana. Hasildari sikap dan atau tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana adalah strategi adaptasi yang berarti penyesuaian yang dilakukan akibat dari ancaman lingkungan. Adaptasi merupakan salah satu cara dalam mencapai kelangsungan hidup manusia. Manusia selalu bertahan dari bencana yang menimpa dengan cara beradaptasi. Sesuai dengan teori Darwin Survival of the fittest Bahwa semua hal dalam kehidupan ini memerlukan adaptasi untuk mencapai kelangsungan hidup.

Penelitian dilakukan di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Desa Pelangwot sebagai salah satu desa di Kecamatan Laren yang sering terjadi banjir dan rumah paling banyak terendam banjir. Desa Pelangwot terdiri dari 4 dusun yang rawan banjir, utamanya bila Sungai Bengawan Solo meluap. Banjir terparah terjadi 2007, 2008 dan pada ahkir tahun 2012 yang lalu. Jumlah penduduk di wilayah ini mencapai 7.036jiwa dari 1.277 KK. Kondisi ini dikarenakan luapan air Sungai Bengawan Solo ketika musim hujan sangat tinggi dan mayoritas rumah masyarakat Desa Pelangwot yang tinggal di bantaran sungai jaraknya kurang dari 6 m dari sungai sehingga jumlah rumah yang terkena banjir mencapai 194 rumah. Seharusnya jarak rumah dari sungai baik pada jarak sempadan penyangga antara 6-15 m dan dinyatakan pelanggaran pada sempadan mutlak yaitu pada jarak kurang dari 6 m dari pinggir sungai (Sumarmi dan Amirudin, 2014:73). Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menjelaskan bentuk-bentuk adaptasi masyarakat(1) adaptasi aktif dan pasif, (2) adaptasi sosial, (3) adaptasi ekonomi, (4) adaptasi budaya dalam menghadapi bencana banjir di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

METODE


(3)

mendeskripsikan satu atau beberapa gejala yang timbul seperti apaadanya secara rinci, holistik, dan kontekstual dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus dilakukan di Desa Pelangwot Laren Lamongan. Pengumpulan data/informasi dilakukan dengan teknik dokumentasi, observasi, dan wawancara mendalam. Tahapan-tahapan penelitian ini dimulai dari 1) Observasi awal. 2) Perencanaan dan pengembangan desain penelitian ini meliputi penentuan tujuan, fokus penelitian, menyusun kajian pustaka dan menyusun theoretical framework,jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, prosedur dan teknik pengumpulan data, dan pengecekan keabsahan data. 3) Pelaksanaan penelitian dan analisis data. 4) Penulisan laporan.

Subjek yang diteliti yaitu Perangkat Desa Pelangwot, tokoh (kyai/ustad) Desa Pelangwot, serta beberapa masyarakat Desa Pelangwot yang terkena bencana banjir. Total informan dalam penelitian ini berjumlah 10 informan. Jenis data yang dibutuhkan yaitu data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni teknik bola salju menggelinding(Snowball Technique). Snowball Technique yaitu penentuan informasi dan atau subjek penelitian dengan cara teknik bola salju menggelinding, semakin lama semakin banyak yang menjadi informan. Informan di stop jika informasi yang diperoleh sama/jenuh. Oleh karena itu, jumlah informan tergantung dari kejenuhan informasi yang diperoleh (Fatchan, 2011: 106) Sedangkan cara memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan peneliti antara lain seperti triangulasi data, member check, ketekunan pengamatan, dan audit trail. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif (Miles dan Huberman 1992: 16-21), seperti pada gambar 1.2 berikut

Gambar 1.2Teknik Analisis Data Model Interaktif HASIL DAN PEMBAHASAN

Adaptasi muncul dalam berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk adaptasi dalam penelitian ini merupakan hasil dari proses masyarakat dalam menghadapi tekanan/perubahan lingkungan. Manusia melakukan penyesuaian terhadap lingkungan dengan berbagai cara agar tetap bertahan hidup(survive). Bentuk adaptasi yang dilakukan manusia dapat dilihat ketika manusia mengubah diri


(4)

lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan 1991:55). Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir mencakup beragam tindakan rekayasa, perbaikan, atau perubahan, dibeberapa aspek kehidupan, yang meliputi:

1. Adaptasi Aktif dan Pasif 1) Adaptasi Aktif

Aktivitas masyarakat dalam mempengaruhi atau merubah lingkungan merupakan bentuk adaptasi manusia secara aktif. Seperti yang diungkapkan oleh Sapoetra (1987:50) mengenai adaptasi secara aktif yang berarti pribadi mempengaruhi lingkungan. SedangkanMenurut Gerungan (1996) adalah individu berusaha untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis). Sehingga adaptasi bisa disebut sebagai strategi aktif manusia dalam menghadapi lingkungannya.

a. Aktivitas untuk menambah pendapatan ketika bencana banjir yang dilakukan masyarakat dalam menambah pendapatan seperti mencari ikan di sungai, ojek perahu, dan mencari kayu bakar. Hal ini sesuai informasi dari beberapa informan sebagai berikut:

Lah, banjir nek taun seng saiki masyarakat iku podo kuwater. Lek jaman biyen taun 94 kebanjiran iku dianggep namba rejeki. Kerono seng jenenge iwak iku akeh, dadi oleh tambahan duwek teko nangkep/nebek iwak. Mergane wes biasa. Iku taun 94. Nek taun saiki masyarakat podo kuwater, masalahe iwak wes gak sepiroh akeh, kerono akeh wong nyetrum neng bengawan. Ono seng dolek/nggelek iwak, tapi yo gak sepiro-oh .

Terjemah:

Untuk banjir yang tahun ini masyarakat merasa resah. Kalau zaman sekitar tahun 1994 kebanjiran dianggap sebagai tambahan rejeki soalnya banyak ikan sehingga dapat tambahan penghasilan dari hasil tangkapan ikan. Soalnya masyarakat sudah terbiasa. Itu pada tahun 1994. Kalau tahun sekarang masyarakat merasa resah, masalahnya ikan sudah tidak terlalu banyak karena banyak orang yang menangkap ikan menggunakan setrum-setrum (alat penangkap ikan menggunakan listrik) di Sungai Bengawan Solo. Ada yang masih mencari ikan, tapi tidak terlalu banyak. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Informasi di atas mengungkapkan bahwa kejadian bencana banjir digunakan sebagai momen untuk menambah pendapatan dengan menangkap ikan menggunakan alat seperti jaring, pancing, dan jala. Hal ini sesuai ungkapan dari informan.

Lek banjer mas, ono seng ngojek perau utowo nambang. Biasane ngunu iku ono seng butoh opo-opo, yo antarwarga seng kebanjiran .


(5)

Kalau banjir mas, ada orang yang bekerja sebagai ojek perahu atau nambang. Biasanya dilakukan kalau ada orang yang butuh sesuatu, antar warga yang terkena banjir. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Aktivitas masyarakat di atas termasuk adaptasi aktif dalam menghadapi bencana. Iwan (2009) mengungkapka bahwa strategi adaptasi aktif merupakan adaptasi yang mengutamakan segala potensi diri atau optimalisasi sumber daya manusia dalam menghadapi lingkungan. Sehingga aktivitas-aktivitas yang biasanya dijalankan sehari-hari bisa berubah sesuai dengan kondisi lingkungan.

b. Aktivitas masyarakat untuk mengurangi resiko dampak terjadinya banjir seperti yang di ungkapkan oleh informan sebagai berikut:

Nyegah banjer mek siji. Bayang iki diunggahno, terus diganjel kumbung siji. Munggah maneh diganjel kumbung loro. Lek ganjel wes keduwuren. Di jagak-i. Iku misale banjer terus ndelusup ora iso iku baru wes ngaleh .Terjemah:

Banjir antisipasinya satu, tempat tidur dinaikkan, diganjal dengan satu batu. Jika air semakin tinggi, diganjal lagi dengan dua batu. Kalau ganjal sudah terlalu tinggi, maka akan diberi tiang. Seandainya banjir terus dan sudah tidak bisa masuk rumah maka baru pindah. (Wawancara dengan informan Bapak Udiyanto).

Aktivitas masyarakat demi mengurangi resiko terjadinya banjir yakni dengan cara (1) meninggikan perlengkapan dan peralatan rumah tangga dengan beberapa teknik seperti, memberikan tumpuhan pada tempat tidur, meja, kursi, dan lain-lain agar lebih tinggi, serta

menempatkan barang-barang di bagian yang lebih tinggi. (2) Meninggikan rumah bagi warga yang mampu

2) Adaptasi pasif

Adaptasi secara pasif menurutGerungan (1996) adalahmengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis), misalnya seorang warga desa yang baru harus dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa setempat.

a. Masyarakat memahami fenomena akan terjadinya banjir dengan beberapa cara berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal ini juga sesuai yang diungkapkan oleh informan Bapak Surur yang menyatakan bahwa:

Tondone banjer iku udan, lek udan terus iku langsung kenek banjer


(6)

Terjemah:

Tandanya banjir hanya hujan, ketika hujan turun, hujan yang sering itu otomatis kena banjir . (Wawancara dengan informan Bapak Surur selaku guru).

Selain tanda di atas, masyarakat memahami akan datangnya bencana banjir melalui pengamatan waktu tanam. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Markumah yakni:

Ulan papat teko iku wes mulai kate tandur, nah biyen ora ono wong iso tandur ngenteni banyu mundur, nek apan banyu mundur kasatan ora iso tandur. Sak iki enak ono areal/ desel .

Terjemah:

Bulan empat datang itu sudah mulai menanam padi. Kalau dulu tidak ada yang bisa menanam padi soalnya nunggu air surut, kalau air sudah surut tidak bisa menanam padi. Sekarang mudah mengambil air karena ada desel (alat penyedot air). (Wawancara dengan informan Ibu Markumah sekaligus warga yang terkena banjir)

Makna ungkapan dari informan di atas menandakan bahwa masyarakat memahami datangnya banjir melalui perhitungan bulan tanam yang menyatakan bahwa pada bulan 4 sudah mulai siap-siap musim tanam karena air sudah mulai surut. Pada bulan sebelumnya tentu air masih terlalu tinggi dan masih kemungkinan akan terjadinya banjir. Masyarakat memahami dengan perkiraan bulan yang sering terjadi banjir. Biasanya banjir mulai terjadi antara bulan oktober hingga januari. Hal ini juga berdasarkan kalender musim Desa Pelangwot.

b. Mengurangi/menekan pengeluaran kebutuhan konsumsi sehari-hari ketika terjadi banjir

Ketika bencana banjir terjadi, masyarakat berusaha menekan kebutuhan sehari-hari agar dapat bertahan selama bencana banjir. Hal ini sesuai ungkapan Ibu Ahsana seperti kalimat di bawah ini:

Yoo hemat, lah piye mane kanggo kebutuhan sesok . Ora tuku seng aneh-aneh.

Terjemah:

Ya hemat, mau gimana lagi buat kebutuhan yang akan datang. Tidak beli yang tidak perlu. (Wawancara dengan informan Ibu Ahsana)

Penekanan pengeluaran merupakan strategi yang bersifat pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainya). Seperti yang dikemukakan Scoot (1981) yang mengatakan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat petani (korban banjir) meletakkan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsipsafery frist(dahulukan selamat).


(7)

2. Adaptasi sosial

1) Sistem kekerabatan

a. Hubungan kerabat ketika terjadi banjir tetap terjalin dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Markumah mengunkapkan sebagai berikut:

Ngungsing kadang nang Blimbing, ngungsi nang Pesisir. Dulurku nang kono. Lah sak iki onok embong neng mburi yo ngungsi neng kene wae. Biyen ora ono embonge.

Terjemah:

Mengungsi kadang ke Blimbing, mengungsi ke Pesisir. Saudaraku di sana. Kalau sekarang sudah ada tanggul yang dibuat jalan di belakang jadi ya mengungsi di sini aja. Dulu tidak ada tanggul jalan. (Wawancara dengan informan Ibu Markumah sekaligus warga yang terkena banjir)

Bencana banjir yang terjadi juga meningkatkan solidaritas kerabat yang dekat, para kerabat korban banjir biasanya menjenguk dengan membawa beberapa makanan untuk oleh-oleh sebagai rasa persaudaraan yang terjalin. Menurut Soetjipto (1995) dalam masyarakat tiap-tiap orang merasa ada pertalian karena merasa sama asal keturunannya atau sama leluhurnya.

b. Pembagian kerja ketika terjadi banjir dalam keluarga, seperti hasil wawancara terhadap informan sebagai berikut:

Kerjo iku bagiane wong lanang. Lek pancen kerjoe abot. Paling yo tonggo-tonggo podo ngewangi

Terjemah:

Pembagian kerja ditumpukan pada lelaki. Kalau memang pekerjaan berat. Paling-paling ya saling membantu dengan tetangga terdekat . (Wawancara dengan informan Bapak Udiyanto sekaligus guru).

Pembagian kerja dalam keluarga berdasarkan pada jenis pekerjaan yang dikerjakan atau berdasarkan berat ringannya suatu pekerjaan. Jika ada beberapa pekerjaan yang dianggap terlalu berat, maka meminta tolong dengan tetangga.

2) Sistem kemasyarakatan

a. Interaksi antara tetangga dan warga setempat ketika terjadi bencana banjir tetap terjalin dengan baik, hal ini dapat dilihat ketika masyarakat saling tolong menolong. Sesuai hasil wawancara dengan Bapak Udiyanto yang mengungkapkan bahwa:

Hubungan karo tonggo iku apik. Justru iku seng gawe kito tetep manggon neng kene. Iso gawe keraket. iso bertahan perkoro teko kebersamaane. Kebersamaan sampek seprene iki maleh ilang. Sak-iki maleh nurun.


(8)

Terjemah:

Interaksi antar tetangga bagus. Justru mala itu yang membuat kita itu bisa bertahan, membuat kita bisa kuat bisa bertahan ya itu karena kebersamaan. Justru kebersamaan semakin ke sini mala sekarang memudar. (Wawancara dengan informan Bapak Udiyanto sekaligus)

Hubungan timbal balik antar warga yang terkena bencana banjir diwujudkan dalam bentuk tolong menolong. Interaksi yang dijalin warga sangat baik sehingga memberikan pengaruh positif terhadap aktivitas sehari-hari dalam menghadapi permasalahan yang disebabkan bencana banjir.

b. Norma-norma yang dibentuk masyarakat Desa Pelangwot sama dengan norma-norma yang sudah berlaku pada masyarakat pada umumnya. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya norma yang dilanggar ketika bencana banjir. Seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut:

Sak suwene iki yo gak ono seng kelangan, aman-aman Terjemah:

Selama ini belum ada yang kehilangan. Aman-aman. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot, tanggal 08 September 2014)

Kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai dan norma sosial telah menjadi pedoman setiap warga. Sejalan dengan hal di atas Koentjaraningrat (1996:77) menyatakan bahwa manusia dalam kehidupannya dengan manusia yang lainnya ada semacam pedoman yang mengatur perilaku atau aturan tertentu.

c. Kerjasama

1. Solidaritas masyarakat Desa Pelangwot sangat tinggi, artinya hubungan yang dijalin masyarakat menjelma menjadi cinta, persahabatan, dan simpati sesama manusia, menghargai orang lain, dan merasakan kepuasan ketika membantu. Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan sebagai berikut:

Hubungan karo tonggo pol antusiase neng kegiatan podo nulung karo tonggo

Terjemah:

Hubungan antar tetangga sangat antusias dalam aktivitas saling membantu antar tetangga . (Wawancara dengan informan Bapak Surur sekaligus guru).

Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat Desa Pelangwot berimplikasi pada kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat telah menjalin kerjasama dan keterlibatan dalam


(9)

Johnson, (1980: 181) solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.

2. Bentuk gotong royong yang masyarakat lakukan dalam menghadapi bencana banjir Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sahari Selaku Kepala Desa:

Sak tonggo podo nulung lan gotong royong lan aku dewe selaku pimpinan deso Pelangwot. Langsung ngerahno pemuda, LINMAS lan perangkat deso. Ono BPD, LPM pisan kabeh tak ajak langsung mudun nang lapangan kanggo bantu masyarakat Terjemah:

Sesama tetangga saling membantu dan gotong royong dan saya sendiri selaku pimpinan Desa Plangwot. Langsung ngerahkan pemuda, LINMAS dari perangkat desa. Ada juga BPD, LPM, semuanya tak ajak langsung turun ke lapangan untuk membantu masyarakat . (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Bentuk gotong royong yang muncul ketika terjadi bencana banjir yakni (1) membantu mengevakuasi; (2) Gotong royong dalam membetulkan rumah maupun fasilitas umum sekitar; (3) Gotong royong dalam membersihkan lingkungan sekitar; (4) Gotong royong dalam membuat posko pengungsian; (5) Masyarakat bergotong royong membuat dapur umum, membagikan makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain. Sejalan dengan hal tersebut, Bintarto (1980:11) mengungkapkan bahwa manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa, dan selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dengan sesamanya dalam komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah.

3. Kelompok-kelompok sosial atau organisasi sosial yang bergerak untuk membantu masyarakat terkena bencana banjir. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sahari sebagai berikut:

Aku dewe selaku pimpinan deso. Langsung ngarahno pemuda, LINMAS, teko perangkat deso ono BPD, LPM, kabeh tak jak langsung mudun nang lapangan kanggo bantu masyarakat

Terjemah:

Saya sendiri selaku pimpinan desa. Langsung mengerahkan pemuda, LINMAS, dari perangkat desa ada BPD, LPM, semuanya saya ajak langsung turun kelapangan untuk membantu masyarakat . (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa


(10)

Kelompok sosial dan Badan Pemerintah Daerah yang bergerak untuk membantu masyarakat terkena bencana banjir diantaranya Karang Taruna Desa Pelangwot, Perangkat Desa Pelangwot, Perlindungan Masyarakat (LINMAS), Badan Pemerintah Daerah Laren, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lamongan. Kelompok sosial dan Badan Pemerintah Daerah ini saling bekerjasama dalam membantu masyarakat yang terkena banjir. Kegiatan yang dilakukan diantaranya membantu masyarakat membuat tenda atau posko pengungsian, mendistribusikan sumbangan dari berbagai relawan, menginformasikan pasang surutnya air, dan berbagai kegiatan lainnya. Menurut Sherif (dalam Gerungan 1991: 84) menjelaskan bahwa kelompok sosial terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu.

3. Adaptasi Ekonomi

1) Aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sandang ketika bencana banjir diperoleh dari berbagai bantuan lembaga sosial dan lembaga pemerintah. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Bapak Yahya sebagai berikut:

Teko lembaga sosial, teko sekolah-sekolah. Teko iku yo gowo selimut, kelambi lan liyane pusate neng bale desa .

Terjemah:

Dari badan-badan sosial, dari sekolah-sekolah. Dari situ ya membawa selimut, baju-baju pusatnya di Balai Desa Pelangwot. (Wawancara dengan informan Bapak Yahya sekaligus sekertaris Desa Pelangwot)

Bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga sosial berupa selimut, baju, tas, dan lain sebagainya yang masih layak untuk dipakai. Adanya bantuan ini merupakan suatu berkah tersendiri bagi masyarakat karena mendapatkan pakaian secara gratis.

2) Aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan ketika bencana banjir. Kebutuhan masyarakat yang terkena bencana banjir sangat penting untuk dipenuhi secara teratur. Hal ini juga menghindarkan dari beberapa penyakit yang ditimbulkan bencana banjir. Seperti pemenuhan air bersih. Hal ini juga sesuai dari hasil wawancara dengan Ibu Markumah sebagai berikut:

Biasa wes kulino kebanjiran kok, pancen wes gawane banyu Bengawan Solo. Sak iki yo arep-arep antren. Onok antren banyu, bantuan teko pemerintah .

Terjemah:

Sudah terbiasa kebanjiran, memang sudah bawaan air dari Sungai Bengawan Solo. Sekarang ya berharap antren (sumbangan berupa makanan dan air dari beberapa tetangga desa, atau dari pemerintah).


(11)

Ada antren air, bantuan dari pemerintah. (Wawancara dengan informan Ibu Markumah sekaligus warga yang terkena banjir).

Masyarakat biasanya menunggu bantuan berupa sembako atau nasi dari tetangga desa, pemerintah daerah, dan berbagai organisasi yang ada di masyarakat. Bantuan yang sudah ada akan di salurkan oleh kelompok-kelompok sosial ke tempat pengungsian. Hal ini biasanya masyarakat menyebutnya antren. Antren merupakan suatu kegiatan kepedulian kepada masyarakat yang terkena bencana banjir dengan menyumbangkan kebutuhan pangan atau sandang seperti sarimi, beras, air mineral, selimut, baju, dan lain sebagainya. Sedangkan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan ketika bencana banjir dengan mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga sosial.

3) Aktivitas masyarakat dalam memelihara perlengkapan rumah tangga ketika terjadi bencana banjir

Ketika bencana banjir datang dan masuk ke dalam rumah, maka masyarakat tentu akan memelihara perlengkapan rumah tangga yang ada. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Bapak Sahari yang menyatakan sebagai berikut:

Antru iku digawe teko pring, iku gawe teko gedek, dinding teko pring. Iku lak gawe panggon turu. Masak lek gawe gedek, iku iso gawe masak. Tapi lampine gawe gedang. Ditumpok. Jaman bien kan isek gawe pring. Jare wong bien gete an. Yo iku ngikuti mundak mudune banyu. Lah lek banyune mungga, iku melu mungga. Bedone wong saiki gawe antru ora susah, kerono roto-roto omahe wes gawe tembok. Bien sek gawe pring dadi sek enak, lek banyu mungga melu mungga. Barang-barang melu antru Terjemah:

Antruitu terbuat dari bambu atasnya menggunkan alas yang dari bambu. Itu digunakankan untuk tempat tidur, kalau pake dinding itu bisa digunkan memasak. Tapi alasnya menggunakan pelepah pisang yang di tata secara vertical. Zaman dulu masih menggunakan bambu katanya orang dulu gete an. Antru itu mengikuti perkembangan air. Kalau airnya naik, antru ikut naik. Bedanya orang sekarang bikin antru agak susah, karena rata-rata rumahnya sudah terbuat dari tembok. Kalau dulu masih menggunakan bambu jadi masih enak kalau ada air otomatis naik. Barang-barang mengikuti antru. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot, tanggal 08 September 2014).

Kegiatan masyarakat untuk mengurangi kerugian dan kerusakan pada perlengkapan rumah yang di akibatkan banjir, masyarakat menempatkan barang-barang yang di anggap penting pada posisi tempat yang lebih tinggi agar tidak tergenang air. Biasanya masyarakat


(12)

rumah tangga yang ingin di tempatkan pada posisi yang lebih tinggi, setelah semua masuk dalam kain, kain yang berisi barang-barang tersebut akan diikatkan pada atap rumah atau ditaruh di atas lemari. Hal ini masyarakat menyebutnyaantru. Antrumerupakan tempat barang-barang yang diposisikan pada tempat yang lebih tinggi. Antrujuga bisa diartikan sebagai jembatan kecil yang ada di dalam rumah, berfungsi untuk menghubungkan satu tempat ke tempat yang lain. Selain itu, masyarakat juga membuat tempat dari pelepah pisang sebagai tempat meletakkan perlengkapan rumah tangga ketika bencana banjir. Pembuatan tempat dari pelepah pisang ini bertujuan agar menyesuaikan naik turunnya air. Ketika air naik, maka tempat yang terbuat dari pelepah pisang tersebut ikut naik.

4) Bentuk aktivitas masyarakat dalam mengelolah hasil budidaya ikan ketika bencana banjir

Berkah banjir salah satunya yakni melimpahnya ikan dan dijadikan masyarakat sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah pendapat serta memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Bapak Surur yang menyatakan sebagai berikut:

Iwak iku didol nang pasar Maduran, nang kene gak ono tengkulak terus digowo nang Lamongan. Kadang oleh kadang yo gak oleh. Nek nambah yo ora. Nangkep iwak kerono ora ono pekerjaan liyo , dadi yo nangkep iwak

Terjemah:

Ikan dijual dipasar sekaran Maduran, di sini ada tengkulak trus di bawa ke Lamongan. Kadang dapat kadang ndak dapat. Nek bertambahnya ya tidak. Menangkap ikan karena tidak ada pekerjaan lain jadi ya menangkap ikan . (Wawancara dengan informan Bapak Surur sekaligus guru).

Jika hasil tangkapan ikan melimpah, maka ikan-ikan yang didapat dari sungai akan dijual untuk menambah pendapatan. Namun, jika hasil tangkapan ikan cuma sedikit biasanya ikan-ikan tersebut dibuat untuk lauk makan.

5) Aktivitas masyarakat dalam menyelamatkan hewan peliharaan ketika bencana banjir dilakukan dengan cara membawa hewan peliharaan ke pengungsian yang ada di tanggul sekaligus sebagai jalan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak Yahya sebagai berikut:

Karek nontok gede jilik e banjir. Kasarane yo neng tanggul-tanggul. Opo iku wonge, opo iku sapine, opo iku pitek, opo wedus dikumpulno neng tanggul-tanggul kono. Yo pancene yo parek keamanane enak

Terjamah:

Tinggal lihat besar kecilnya banjir. Biasanya ya di tanggul-tanggul. Apa itu orangnya, sapinya, ayamnya, kambingnya dikumpulkan di tanggul-tanggul. Memang dekat jadi keamanannya terjamin.


(13)

(Wawancara dengan informan Bapak Yahya selaku sekertaris desa).

Gambar.Kondisi Warga yang Mengungsi dengan Membawa Hewan Peliharaan dalam Satu Tenda

Hewan ternak yang ditempatkan di dekat tempat tidur atau posko pengungsian warga yang terkena banjir sangat terjamin keamanannya karena hampir setiap saat masyarakat dapat mengawasi. Perilaku di atas bertujuan untuk bertahan dari ancaman bencana banjir, serta untuk menyelamatkan binatang peliharaan (rojokoyo). Masyarakat lebih memilih pindah di lereng tanggul karena lebih dekat dengan rumah, dan dapat melihat perkembangan naik turunnya air. Ketika air sudah surut, masyarakat segera kembali ke rumah untuk membersihkan dari sisa-sisa lumpur dan kotoran yang disebabkan bencana banjir.

6) Bentuk pekerjaan sampingan yang masyarakat lakukan ketika terjadi bencana banjir

Banjir tidak selalu membawa dampak yang negatif, namun di balik bencana banjir tentu ada berkah. Salah satu berkah yang muncul ketika bencana banjir yakni melimpahnya ikan di sungai. Hal ini menjadi peluang dalam menambah pendapatan masyarakat. Berikut ini merupakan beberapa pekerjaan sampingan yang diungkapkan oleh beberapa informan:

Kerjo sampingan yo ngojek perahu utowo nambang. Ono wong seng butoh opo antarwarga seng kenek banjer .

Terjemah:

Kerja sampingan ojek menggunakan perahu. Ada orang yang butuh apa, antar warga yang terkena banjir. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot, tanggal 08 September 2014)

Kerja sampingan yang dilakukan warga seperti ojek perahu dilakukan ketika ada orang yang ingin meminta bantuan untuk mengambilkan air bersih di tempat yang cukup jauh, sehingga masyarakat


(14)

menggunakan jasa transportasi perahu. Bapak Surur menyatakan sebagai berikut:

Nangkap iwak kerono ora ono pekerjaan liyo yo nangkap iwak Terjemah:

Menangkap ikan karena tidak ada pekerjaan lain jadi ya menangkap ikan . (Wawancara dengan informan Bapak Surur)

7) Bentuk aktivitas masyarakat dalam mempertahankan tingkat pendapatan ketika bencana banjir

Bencana banjir yang menimpah masyarakat membuat masyarakat harus mempertahankan tingkat pendapatannya. Hal ini karena beberapa sektor pekerjaan dalam kehidupan bermasyarakat terganggu. Sejalan dengan itu beberapa warga melakukan adaptasi ekonomi sebagai berikut: Yo dodolan nang tangkis, lah piye mane wong panggonane kebanjiran .

Terjemah:

Ya jualan di tanggul, mau gimana lagi tempatnya jualan kebanjiran.(Wawancara dengan informan Ibu Siti)

Adaptasi ekonomi yang dilakukan Ibu Siti merupakan adaptasi secara aktif dengan tetap berdagang meskipun tempat berdagang yang sebelumnya telah terendam banjir. Selain aktivitas berdagang, ada cara lain demi mempertahankan tingkat pendapatan serta mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Wiwik sebagai berikut:

Yo ngandalno anakku seng lungo, yo njok kirim anakku utowo dulurku seng lungo .

Terjemah:

Ya mengandalkan anak saya yang merantau, ya saya minta kirim anak saya atau sadara saya yang merantau. (Wawancara dengan informan Ibu Wiwik)

Bagi warga yang mempunyai keluarga merantau di luar kota, warga tersebut akan meminta kiriman uang ketika bencana banjir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai ungkapan Suharno (2003) menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dengan cara menerapkan strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan (misalnya: meminjam uang tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya). 4. Adaptasi budaya

1) Adat-istiadat (keyakinan) yang dilakukan masyarakat ketika bencana banjir yang masih ada diantaranya tahlilan dan istighosa. Sesuai hasil wawancara informan sebagai berikut:


(15)

Terjemah:

Sedekah bumi sudah tidak. Sedekah bumi sekarang sudah kami alihkan ke masjid-masjid dalam bentuk tahlilan, istighosa. Intinya doa bersama (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Kegiatan istighosa dan tahlil merupakan suatu adat yang dijalankan masyarakat dengan tujuan untuk keselamatan bersama. Sehingga sampai sekarang kegiatan tersebut masih dilaksanakan.

2) Teknologi yang masyarakat gunakan dalam mengurangi resiko, ancaman, dan bahaya ketika bencana banjir

Sampai saat ini, teknologi yang digunakan masyarakat desa pelangwot dalam menghadapi bencana banjir yakni dengan cara membuat flood way (sudetan). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa informan yang menyatakan sebagai berikut:

Kanggo nangani banjer, digawekno tanggul sudetan lan iku wes disiapno pelebaran sudetan

Terjemah:

Untuk menangani banjir, dibuat tanggul sudetan dan ini sudah disiapkan pelebaran sudetan (flood way).(Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Flood wayatau sudetan yang telah dibuat pemerintah telah memberikan pengaruh positif terhadap intensitas luapan air Sungai Bengawan Solo sehingga mengurangi resiko terjadinya bencana banjir.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, masyarakat melakukan adaptasi/penyesuaian terhadap lingkungan dengan berbagai cara agar tetap bertahan hidup(survive). Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dapat dilihat ketika manusia mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir mencakup beragam tindakan rekayasa, perbaikan, atau perubahan, dibeberapa aspek kehidupan, yang meliputi adaptasi aktif, adaptasi pasif, adaptasi sosial meliputi sistem kekerabatan dan kemasyarakatan, adaptasi ekonomi, dan adaptasi budaya meliputi adat-istiadat.


(16)

REFERENSI

Bintarto. 1980. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit PT. Bina Ilmu

Fatchan. 2011.Metode Penelitian Kualitataif. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama Surabaya

Gerungan,W.A. 1991.Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.

Iwan, Edi. 2009. Strategi Adaptasi Petani Rakyat dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit. Medan: Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sumatra

Johnson, Doyle Paul. 1980. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT. Gramedia. Diterjemahkan oleh Robert M. Z. Lawang

Koentjaraningrat. 1996. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakayat

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Scott, James .C. 1981. Moral Ekonomi Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara.Terjemahan. Jakarta. LP3ES

Soetjipto. 1995.Konsep dan Teori Sosiologi. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang

Suharno, Edi. 2003. Artikel coping strategies dan keberfungsian sosial, Aloyius Gunata Brata, (Online) pikiranrakyat.com di akses 25 Agustus 2014 Suprapto, 2011. Statistik Pemodelan Bencana Banjir Indonesia (Kejadian

2002-2010). Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 2 Nomer 2, Tahun 2011, Hal 34 43.

Suryanti, E.D., Rahayu, L., dan Retnowati, A. 2010. Motivasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Multirisiko Bencana di Kawasan Kepesisiran Parangtritis dalam Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis, Yogyakarta, PSBA UGM.


(1)

Ada antren air, bantuan dari pemerintah. (Wawancara dengan informan Ibu Markumah sekaligus warga yang terkena banjir).

Masyarakat biasanya menunggu bantuan berupa sembako atau nasi dari tetangga desa, pemerintah daerah, dan berbagai organisasi yang ada di masyarakat. Bantuan yang sudah ada akan di salurkan oleh kelompok-kelompok sosial ke tempat pengungsian. Hal ini biasanya masyarakat menyebutnya antren. Antren merupakan suatu kegiatan kepedulian kepada masyarakat yang terkena bencana banjir dengan menyumbangkan kebutuhan pangan atau sandang seperti sarimi, beras, air mineral, selimut, baju, dan lain sebagainya. Sedangkan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan ketika bencana banjir dengan mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga sosial.

3) Aktivitas masyarakat dalam memelihara perlengkapan rumah tangga ketika terjadi bencana banjir

Ketika bencana banjir datang dan masuk ke dalam rumah, maka masyarakat tentu akan memelihara perlengkapan rumah tangga yang ada. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Bapak Sahari yang menyatakan sebagai berikut:

Antru iku digawe teko pring, iku gawe teko gedek, dinding teko pring. Iku lak gawe panggon turu. Masak lek gawe gedek, iku iso gawe masak. Tapi lampine gawe gedang. Ditumpok. Jaman bien kan isek gawe pring. Jare wong bien gete an. Yo iku ngikuti mundak mudune banyu. Lah lek banyune mungga, iku melu mungga. Bedone wong saiki gawe antru ora susah, kerono roto-roto omahe wes gawe tembok. Bien sek gawe pring dadi sek enak, lek banyu mungga melu mungga. Barang-barang melu antru Terjemah:

Antruitu terbuat dari bambu atasnya menggunkan alas yang dari bambu. Itu digunakankan untuk tempat tidur, kalau pake dinding itu bisa digunkan memasak. Tapi alasnya menggunakan pelepah pisang yang di tata secara vertical. Zaman dulu masih menggunakan bambu katanya orang dulu gete an. Antru itu mengikuti perkembangan air. Kalau airnya naik, antru ikut naik. Bedanya orang sekarang bikin antru agak susah, karena rata-rata rumahnya sudah terbuat dari tembok. Kalau dulu masih menggunakan bambu jadi masih enak kalau ada air otomatis naik. Barang-barang mengikuti antru. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot, tanggal 08 September 2014).

Kegiatan masyarakat untuk mengurangi kerugian dan kerusakan pada perlengkapan rumah yang di akibatkan banjir, masyarakat menempatkan barang-barang yang di anggap penting pada posisi tempat yang lebih tinggi agar tidak tergenang air. Biasanya masyarakat


(2)

rumah tangga yang ingin di tempatkan pada posisi yang lebih tinggi, setelah semua masuk dalam kain, kain yang berisi barang-barang tersebut akan diikatkan pada atap rumah atau ditaruh di atas lemari. Hal ini masyarakat menyebutnyaantru. Antrumerupakan tempat barang-barang yang diposisikan pada tempat yang lebih tinggi. Antrujuga bisa diartikan sebagai jembatan kecil yang ada di dalam rumah, berfungsi untuk menghubungkan satu tempat ke tempat yang lain. Selain itu, masyarakat juga membuat tempat dari pelepah pisang sebagai tempat meletakkan perlengkapan rumah tangga ketika bencana banjir. Pembuatan tempat dari pelepah pisang ini bertujuan agar menyesuaikan naik turunnya air. Ketika air naik, maka tempat yang terbuat dari pelepah pisang tersebut ikut naik.

4) Bentuk aktivitas masyarakat dalam mengelolah hasil budidaya ikan ketika bencana banjir

Berkah banjir salah satunya yakni melimpahnya ikan dan dijadikan masyarakat sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah pendapat serta memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Bapak Surur yang menyatakan sebagai berikut:

Iwak iku didol nang pasar Maduran, nang kene gak ono tengkulak terus digowo nang Lamongan. Kadang oleh kadang yo gak oleh. Nek nambah yo ora. Nangkep iwak kerono ora ono pekerjaan liyo , dadi yo nangkep iwak

Terjemah:

Ikan dijual dipasar sekaran Maduran, di sini ada tengkulak trus di bawa ke Lamongan. Kadang dapat kadang ndak dapat. Nek bertambahnya ya tidak. Menangkap ikan karena tidak ada pekerjaan lain jadi ya menangkap ikan . (Wawancara dengan informan Bapak Surur sekaligus guru).

Jika hasil tangkapan ikan melimpah, maka ikan-ikan yang didapat dari sungai akan dijual untuk menambah pendapatan. Namun, jika hasil tangkapan ikan cuma sedikit biasanya ikan-ikan tersebut dibuat untuk lauk makan.

5) Aktivitas masyarakat dalam menyelamatkan hewan peliharaan ketika bencana banjir dilakukan dengan cara membawa hewan peliharaan ke pengungsian yang ada di tanggul sekaligus sebagai jalan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak Yahya sebagai berikut:

Karek nontok gede jilik e banjir. Kasarane yo neng tanggul-tanggul. Opo iku wonge, opo iku sapine, opo iku pitek, opo wedus dikumpulno neng tanggul-tanggul kono. Yo pancene yo parek keamanane enak

Terjamah:

Tinggal lihat besar kecilnya banjir. Biasanya ya di tanggul-tanggul. Apa itu orangnya, sapinya, ayamnya, kambingnya dikumpulkan di tanggul-tanggul. Memang dekat jadi keamanannya terjamin.


(3)

(Wawancara dengan informan Bapak Yahya selaku sekertaris desa).

Gambar.Kondisi Warga yang Mengungsi dengan Membawa Hewan Peliharaan dalam Satu Tenda

Hewan ternak yang ditempatkan di dekat tempat tidur atau posko pengungsian warga yang terkena banjir sangat terjamin keamanannya karena hampir setiap saat masyarakat dapat mengawasi. Perilaku di atas bertujuan untuk bertahan dari ancaman bencana banjir, serta untuk menyelamatkan binatang peliharaan (rojokoyo). Masyarakat lebih memilih pindah di lereng tanggul karena lebih dekat dengan rumah, dan dapat melihat perkembangan naik turunnya air. Ketika air sudah surut, masyarakat segera kembali ke rumah untuk membersihkan dari sisa-sisa lumpur dan kotoran yang disebabkan bencana banjir.

6) Bentuk pekerjaan sampingan yang masyarakat lakukan ketika terjadi bencana banjir

Banjir tidak selalu membawa dampak yang negatif, namun di balik bencana banjir tentu ada berkah. Salah satu berkah yang muncul ketika bencana banjir yakni melimpahnya ikan di sungai. Hal ini menjadi peluang dalam menambah pendapatan masyarakat. Berikut ini merupakan beberapa pekerjaan sampingan yang diungkapkan oleh beberapa informan:

Kerjo sampingan yo ngojek perahu utowo nambang. Ono wong seng butoh opo antarwarga seng kenek banjer .

Terjemah:

Kerja sampingan ojek menggunakan perahu. Ada orang yang butuh apa, antar warga yang terkena banjir. (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot, tanggal 08 September 2014)

Kerja sampingan yang dilakukan warga seperti ojek perahu dilakukan ketika ada orang yang ingin meminta bantuan untuk mengambilkan air bersih di tempat yang cukup jauh, sehingga masyarakat


(4)

menggunakan jasa transportasi perahu. Bapak Surur menyatakan sebagai berikut:

Nangkap iwak kerono ora ono pekerjaan liyo yo nangkap iwak Terjemah:

Menangkap ikan karena tidak ada pekerjaan lain jadi ya menangkap ikan . (Wawancara dengan informan Bapak Surur)

7) Bentuk aktivitas masyarakat dalam mempertahankan tingkat pendapatan ketika bencana banjir

Bencana banjir yang menimpah masyarakat membuat masyarakat harus mempertahankan tingkat pendapatannya. Hal ini karena beberapa sektor pekerjaan dalam kehidupan bermasyarakat terganggu. Sejalan dengan itu beberapa warga melakukan adaptasi ekonomi sebagai berikut:

Yo dodolan nang tangkis, lah piye mane wong panggonane kebanjiran .

Terjemah:

Ya jualan di tanggul, mau gimana lagi tempatnya jualan kebanjiran.(Wawancara dengan informan Ibu Siti)

Adaptasi ekonomi yang dilakukan Ibu Siti merupakan adaptasi secara aktif dengan tetap berdagang meskipun tempat berdagang yang sebelumnya telah terendam banjir. Selain aktivitas berdagang, ada cara lain demi mempertahankan tingkat pendapatan serta mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Wiwik sebagai berikut:

Yo ngandalno anakku seng lungo, yo njok kirim anakku utowo dulurku seng lungo .

Terjemah:

Ya mengandalkan anak saya yang merantau, ya saya minta kirim anak saya atau sadara saya yang merantau. (Wawancara dengan informan Ibu Wiwik)

Bagi warga yang mempunyai keluarga merantau di luar kota, warga tersebut akan meminta kiriman uang ketika bencana banjir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai ungkapan Suharno (2003) menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dengan cara menerapkan strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan (misalnya: meminjam uang tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya).

4. Adaptasi budaya

1) Adat-istiadat (keyakinan) yang dilakukan masyarakat ketika bencana banjir yang masih ada diantaranya tahlilan dan istighosa. Sesuai hasil wawancara informan sebagai berikut:


(5)

Terjemah:

Sedekah bumi sudah tidak. Sedekah bumi sekarang sudah kami alihkan ke masjid-masjid dalam bentuk tahlilan, istighosa. Intinya doa bersama (Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Kegiatan istighosa dan tahlil merupakan suatu adat yang dijalankan masyarakat dengan tujuan untuk keselamatan bersama. Sehingga sampai sekarang kegiatan tersebut masih dilaksanakan.

2) Teknologi yang masyarakat gunakan dalam mengurangi resiko, ancaman, dan bahaya ketika bencana banjir

Sampai saat ini, teknologi yang digunakan masyarakat desa pelangwot dalam menghadapi bencana banjir yakni dengan cara membuat flood way (sudetan). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa informan yang menyatakan sebagai berikut:

Kanggo nangani banjer, digawekno tanggul sudetan lan iku wes disiapno pelebaran sudetan

Terjemah:

Untuk menangani banjir, dibuat tanggul sudetan dan ini sudah disiapkan pelebaran sudetan (flood way).(Wawancara dengan informan Bapak Sahari selaku kepala Desa Plangwot)

Flood wayatau sudetan yang telah dibuat pemerintah telah memberikan pengaruh positif terhadap intensitas luapan air Sungai Bengawan Solo sehingga mengurangi resiko terjadinya bencana banjir.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, masyarakat melakukan adaptasi/penyesuaian terhadap lingkungan dengan berbagai cara agar tetap bertahan hidup(survive). Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dapat dilihat ketika manusia mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir mencakup beragam tindakan rekayasa, perbaikan, atau perubahan, dibeberapa aspek kehidupan, yang meliputi adaptasi aktif, adaptasi pasif, adaptasi sosial meliputi sistem kekerabatan dan kemasyarakatan, adaptasi ekonomi, dan adaptasi budaya meliputi adat-istiadat.


(6)

REFERENSI

Bintarto. 1980. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit PT. Bina Ilmu

Fatchan. 2011.Metode Penelitian Kualitataif. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama Surabaya

Gerungan,W.A. 1991.Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.

Iwan, Edi. 2009. Strategi Adaptasi Petani Rakyat dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit. Medan: Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sumatra

Johnson, Doyle Paul. 1980. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT. Gramedia. Diterjemahkan oleh Robert M. Z. Lawang

Koentjaraningrat. 1996. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakayat

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Scott, James .C. 1981. Moral Ekonomi Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara.Terjemahan. Jakarta. LP3ES

Soetjipto. 1995.Konsep dan Teori Sosiologi. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang

Suharno, Edi. 2003. Artikel coping strategies dan keberfungsian sosial, Aloyius Gunata Brata, (Online) pikiranrakyat.com di akses 25 Agustus 2014 Suprapto, 2011. Statistik Pemodelan Bencana Banjir Indonesia (Kejadian

2002-2010). Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 2 Nomer 2, Tahun 2011, Hal 34 43.

Suryanti, E.D., Rahayu, L., dan Retnowati, A. 2010. Motivasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Multirisiko Bencana di Kawasan Kepesisiran Parangtritis dalam Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis, Yogyakarta, PSBA UGM.


Dokumen yang terkait

BENTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TEKTONIK DI DESA DENGKENG Bentuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Tektonik di Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.

0 3 15

PENDAHULUAN Bentuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Tektonik di Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.

0 4 8

BENTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TEKTONIK DI DESA DENGKENG Bentuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Tektonik di Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.

0 3 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 2 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI DESA NGOMBAKAN KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

1 14 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI DESA NGOMBAKAN KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 1 18

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN GANDEKAN KECAMATAN JEBRES Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Dikelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 1 14

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI DESA LANGENHARJO KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Desa Langenharjo Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 4 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI DESA LANGENHARJO KECAMATAN GROGOL Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Desa Langenharjo Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 2 9

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN GANDEKAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 1 13