82 3.5 Increasing Resistant Starch Type III on the Modified Cassava Flour ( Mocaf ) through Heating-Cooling Cycles and Its Application on Production of Dried Noodles.

Tabel 3 Perlakuan rasio tepung-air dan suhu berdasarkan RSM No. Running Rasio Tepung:Air bb Suhu Pemanasan o C 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 : 2.50 1 : 1.50 1 : 2.50 1 : 3.50 1 : 3.91 1 : 2.50 1 : 1.09 1 : 1.50 1 : 3.50 1 : 2.50 1 : 2.50 1 : 2.50 1 : 2.50 64.26 67.30 74.65 67.30 74.65 74.65 74.65 82.00 82.00 85.04 74.65 74.65 74.65 Modifikasi Mocaf Pembuatan Mocaf termodifikasi dengan siklus pemanasan – pendinginan dilakukan dengan 3 perlakuan berbeda. Perlakuan tersebut adalah modifikasi rasio tepung-air dan suhu terpilih dengan variasi 1, 2, dan 3 siklus pemanasan – pendinginan. Modifikasi Mocaf dengan 1 siklus pemanasan dan pendinginan dilakukan dengan tahapan proses seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. 2 dan 3 siklus Disimpan pada suhu 4 o C selama 24 jam Mocaf Disuspensikan dalam air rasio Tepung-air terpilih 1:3.44 bb Dipanaskan pada suhu terpilih 79.93 o C Didinginkan pada suhu ruang selama 1jam Dikeringkan dengan drum dryer 3 rpm, suhu 130±5 o C Dihaluskan dan diayak 100 mesh Mocaf modifikasi 1, 2, 3 siklus Gambar 6 Pemanasan-pendinginan berulang Modifikasi Sugiyono et al. 2009 Untuk pembuatan Mocaf termodifikasi 2 dan 3 siklus, prosesnya sama dengan proses modifikasi 1 siklus, dengan mengulang pemanasan dan pendinginan sebanyak 2 dan 3 kali. Masing-masing siklus diulang sebanyak 2 kali ulangan, sehingga pada hasil akhir didapatkan enam Mocaf termodifikasi. Hasil modifikasi pada tahap ini selanjutnya dilakukan analisis daya cerna pati in vitro, analisa pati resisten, analisa fisik sineresis, amilosa leaching, morfologi SEM dan mikroskop polarisasi, karakteristik pasta pati dan derajat putih. Pembuatan Mi Kering Haryanto et al. 2011 Pada pembuatan mi dari Mocaf native dan mi Mocaf substitusi dengan kandungan pati resisten tertinggi, dilakukan proses pregelatinisasi sehingga terbentuk adonan dan selanjutnya dicetak dalam ekstruder. Setelah adonan masuk, maka oleh ulir adonan akan ditekan dan masuk dalam cetakan dan akan keluar berbentuk seperti tali . Selanjutnya untaian mi ini dipotong dibentuk menjadi mi, kemudian dikering-anginkan selama 1 minggu untuk mendapatkan mi kering. Produk mi kering yang dihasilkan dilakukan analisis berupa analisis sensori kesukaan secara keseluruhan, kekerasan, kelengketan, dan elastisitas oleh 79 panelis tidak terlatih dan analisa sifat fisik elongasi, kekerasan, kelengketan dan elastisitas. Gambar 7 menunjukkan tahapan proses pembuatan mi dengan metode ekstruder. Mocaf native + Mocaf termodifikasi Air 22.5 Garam 2 Pencampuran bahan Pregelatinisasi pada suhu 100 o C, 30 menit Adonan Ekstrusi Pengeringan pada suhu ruang selama 1 minggu Mi Mocaf kering Gambar 7 Diagram alir pembuatan mi Mocaf Prosedur Analisis Karakteristik Pasta Pati Cai et al. 2011, modifikasi Profil gelatinisasi Mocaf dianalisis dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer RVA. Sebanyak 3,0 g sampel berat kering ditimbang dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25,0 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan 160 rpm. Pada fase pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari suhu 50 o C hingga 95 o C dengan kecepatan 6 O Cmenit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut holding selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95 O C menjadi 50 O C dengan kecepatan 6 O Cmenit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas cP pada sumbu y dengan perubahan suhu O C selama fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x Gambar 8. Data yang diperoleh dari pengukuran RVA adalah suhu awal gelatinisasi SAG, viskositas puncak atau maximum viscosity PV, viskositas pada 95 o C atau hot paste viscosity HPV, viskositas breakdown BD, viskositas setelah mencapai suhu 50 o C, viskositas akhir setelah dipertahankan di 50 o C atau cold paste viscosity CPV, viskositas setback atau setback viscosity SB, dan stabilitas pengadukan pada 50 o C. SAG o C adalah suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca yang menandakan pati mulai mengalami gelatinisasi. PV diukur saat pasta pati mencapai viskositas maksimum selama fase pemanasan. BD menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan yang dihitung dari selisih Gambar 8 Profil kurva gelatinisasi dengan RVA antara PV dengan HPV. SB menunjukkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi yang dihitung sebagai selisih antara CPV dengan HPV. Derajat Putih Kett Electric Laboratory 1981 Derajat putih tepung Mocaf diukur dengan menggunakan alat Kett Electric Laboratory C-100-3 Whitenessmeter . Sebelum digunakan alat dikalibrasi dengan standar derajat putih yaitu BaSO 4 yang memiliki derajat putih 100 81.6. Setelah dikalibrasi, derajat putih sampel diukur dengan memasukkan sejumlah sampel dalam wadah sampel yang tersedia sampai benar-benar padat, kemudian wadah ditutup. Wadah yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar A. Derajat putih dihitung dengan cara sebagai berikut: DP = x 100 DP = Derajat putih A = Nilai yang terbaca pada alat Morfologi dengan Mikroskop Polarisasi Faridah 2011 Mocaf dibuat suspensi encer dengan melarutkan 1 sudip sampel dalam ± 20 ml air. Selanjutnya beberapa tetes suspensi diambil dan diletakkan di atas sebuah gelas objek. Gelas penutup dipasang, lalu preparat diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya pada skala pembesaran 200 kali dan gambar yang teramati dipotret dengan kamera dan foto granula pati yang dihasilkan dicetak pada film. Ukuran granula pati dibaca dari gambar dalam satuan µm. Kadar Abu AOAC 1995 Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 550 o C sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu dan beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu bb = x 100 Kadar abu bk = x 100 Kadar Air AOAC 1995 Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 4-5 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 o C selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan. Kadar air bb = Kadar Protein 960.52 AOAC 1998 Ditimbang sejumlah kecil sampel 0.2 g dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1.9 + 0.1 g K 2 SO 4 , dan 2.0 + 0.1 ml H 2 SO 4 pekat. Sampel didestruksi selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Cairan didinginkan, ditambah 8-10 ml NaOH-Na 2 S 2 O 3 dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan beberapa tetes indikator merah metil. Ujung selang kondensor harus terendam larutan untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Distilat dititrasi dengan HCl 0.0235 N sampai terjadi warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko tanpa sampel. Jumlah titran sampel a dan titran blanko b dinyatakan dalam ml HCl 0.0235 N. Kadar N = x 100 Kadar protein bb = Kadar N x 6.25 faktor konversi Kadar protein bk = x 100 Kadar Lemak SNI 01-2891-1992 Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang. Kadar lemak = x 100 Kadar lemak bk = x 100 Kadar Karbohidrat by difference Kadar karbohidrat bk pada sampel dihitung secara by difference, yaitu dengan cara mengurangkan 100 dengan nilai total dari kadar abu bk, kadar protein bk dan kadar lemak bk. Kadar karbohidrat bk = 100 - kadar abu bk - kadar protein bk - kadar lemak bk Kadar Pati Total AOAC 1970 Hidrolisis pati dengan asam Sampel tepung sebanyak 0.5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan 50 ml etanol dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu yang terdapat pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan menguap dari residu, kemudian dicuci kembali dengan 150 ml alkohol 10 untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air ditambah 20 ml larutan HCl 25 . Erlenmeyer ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2.5 jam untuk menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25 dan diencerkan sampai volume 500 ml dan dihomogenkan dan disaring untuk kemudiandisebut sebagai larutan stok. Penentuan total gula pereduksi dengan metode Anthrone Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0.1 dengan melarutkan 0.1 g bubuk Anthrone dalam 100 ml asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Larutan stok sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 ml pereaksi Anthrone. Untuk kurva standar, sampel diganti dengan larutan glukosa murni 0.2 mgml sebanyak 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata. Tabung ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100ºC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar glukosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni. Penentuan kadar pati sampel Nilai kadar gula pereduksi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran. Kadar pati total bb dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor konversi 0.9. Kadar pati total bk = x 100 Kadar Amilosa dan Kadar Amilopektin Apriyantono et al. 1989 Pembuatan kurva standar amilosa Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera sebagai larutan stok standar. Dari larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dipindahkan masingmasing ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N. Dalamsetiap labu ditambahkan 2 ml larutan iod 0.2 g I dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi. Analisis sampel Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Gel pati dipipet 5 ml larutan, dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh. Kadar amilosa bk = x 100 Kadar amilopektin bk = Pati total – kadar amilosa Kadar Serat Kasar SNI-01-2891-1992 Sampel ditimbang 2-4 gram, dibebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi soxklet dengan menuangkan sampel dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Ke dalam Erlenmeyer ditambahkan 50 ml larutan H 2 SO 4 1.25 kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Ditambahkan 50 ml NaOH 3.25 dan didihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas, sampel disaring dengan corong buchner yang berisi kertas saring tak berabu whatman 54 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan H 2 SO 4 1.25, air panas dan etanol 96. Kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105 o C, kemudian dinginkan dan timbang sampai tercapai bobot tetap. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1, kertas saring beserta isinya diabukan, timbang sampai bobot tetap. Perhitungan : Serat kasar  1, maka serat kasar = x 100 Serat kasar  1, maka serat kasar = x 100 Persentase Sineresis Wattanachant et al. 2003, modifikasi Pasta tepung ditimbang sebanyak 20 g ke dalam 2 buah tabung sentrifuse yang telah diketahui beratnya, ditutup dengan rapat, kemudian disimpan pada suhu 4 o C selama 24 jam diikuti dengan pembekuan pada suhu -20 o C selama 48 jam. Tepung dikeluarkan dari freezer kemudian di thawing pada suhu ruang selama 4 jam. Sampel yang telah mendapatkan perlakuan satu siklus freeze-thaw disentrifusi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm. Selama sentrifusi berlangsung, air yang keluar dari matriks gel selama perlakuan freeze-thaw akan berada di bagian atas tabung dan gel tepung akan berada di bagian bawah tabung. Air yang berada diatas tabung dipisahkan kemudian diukur beratnya. Persentase sineresis dinyatakan dengan perbandingan antara air yang keluar terhadap berat awal pasta pati. Daya Cerna Pati Anderson et al. 2002, modifikasi Sebanyak 1 g sampel tepung atau pati murni dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam waterbath hingga mencapai suhu 90 ºC sambil diaduk. Setelah suhu 90 ºC tercapai, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan 3 ml air destilata dan 5 ml buffer fosfat pH 7. Masing- masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasikan dengan suhu 37 ºC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase 1 mgml dalam buffer fosfat pH 7 untuk sampel dan 5 ml buffer fosfat pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit. Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan DNS asam dinitrosalisilat. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 ml air destilata dan dibuat homogen dengan vortex, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNS terhadap 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan maltosa murni 0.5 mgml yang ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata. Daya cerna pati = x 100 Dimana A = kadar maltosa sampel a = kadar maltosa blanko B = kadar maltosa pati murni b = kadar maltosa blanko pati murni Tekstur Profil Analisis dengan TA-XT2 i Mishra dan Rai 2006, modifikasi Pengukuran tekstur mi dilakukan setelah mi direhidrasi sesuai dengan waktu optimum pemasakan, sehingga data karakteristik tekstur yangdihasilkan merupakan kondisi siap untuk dikonsumsi. Mi sekitar 10 cm sebanyak 50 g dimasukan kedalam 700 ml air yang telah didihkan selama 3 menit. Waktu pemasakan disesuaikan dengan waktu optimum pemasakan. Mi yang telah masak disiram dengan 100 ml air dingin 2 kali dan ditiriskan, kemudian dengan cepat dilakukan pengukuran tekstur. Probe yang digunakan adalah berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. TA-XT2i diset dengan pre test speed 2.0 mms, tes speed 1 mms, post tes speed 2.0 mms, repture test distance 1, distance 50, force 5 gf, time 5 detik, dan count 2. Sampel yang telah direhidrasi diletakan pada probe tersebut, kemudian alat dijalankan. Hasil analisis TPA akan memproleh nilai kekerasan dengan satuan gram force gf, elastisitas dengan satuan gram second gs, dan kelengketan dengan satuan gram force gf. Contoh kurva TPA dapat dilihat pada Gambar 9 Kekerasan digambarkan sebagai gaya gf yang dibutuhkan untuk menggigit mi. Tingkat kekerasan diperoleh dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanan pertama H1. Elastisitas diartikan sebagai kemampuan sampel untuk dapat kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama. Penentuan tingkat elastisitas berdasarkan rasio antara jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya maksimum D2 dengan jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan pertama sehingga tercapai gaya maksimum D1 atau D2D1. Kelengketan ditentukan berdasarkan nilai puncak dibawah kurva A3. Kekenyalan diukur dari rasio antara luas area kurva 2 A2 terhadap kurva 1 A1 atau A2A1. Gambar 9 Kurva texture profile analysis TPA H1 H2 Tinggi kurva pertama A2 A1 Area penekanan I Area penekanan II D1 A3 Area penekanan negatif D2 Analisis Morfologi dengan Scanning Electron Miscroscope SEM Hodges 2008 Morfologi permukaan granula Mocaf sebelum dan setelah modifikasi diamati di bawah Scanning Electron Microscope SEM. Serbuk pati diletakkan di atas tempat sampel dengan menggunakan isolasi double-side. Sampel kemudian dilapisi dengan emas, lalu dimasukkan ke dalam instrumen SEM. Struktur pati diamati di layar monitor dengan menggunakan skala pembesaran 500 dan 800 kali. Analisa Kadar Pati Resisten 32.1.17 AOAC 1995 Ditimbang terlebih dahulu kertas saring kosong yang telah dioven selama 15 menit W1. Sebanyak 0.5 gram sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer, tambahkan 25 ml buffer fosfat 0.08 M pH 6.0 dan termamyl sebanyak 50 µl dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 95 o C selama 15 menit yang diaduk setiap 5 menit. Sampel didinginkan dan ditambahkan 5 ml NaOH 0.275 N dan 50 µl protease, diinkubasi lagi pada suhu 60 o C selama 30 menit. Dinginkan, atur pH 4.5 dengan HCL 0.325 N dan tambahkan 150 µl AMG,diinkubasi kembali pada suhu 60 o C selama 30 menit. Saring dengan kertas whatman no. 42 dengan pompa vakum, cuci kertas saring yang berisi residu 2x10 ml aseton, 2x10 ml etanol 95, lalu 2x10 ml aquades, keringkan kertas saring dalam oven suhu 105 o C semalam. Timbang kertas saring beserta residunya W2. Lakukan koreksi terhadap kadar abu dalam residu. Kadar pati resisten = X 100 Catatan : Kadar abu residu dapat dihitung dengan cara menghitung selisih antara berat abu dari kertas saring+residu terhadap berat abu dari kertas saring kosong. Analisa Amylose Leaching Gunaratne dan Hoover 2001, modifikasi Amylose leaching atau jumlah amilosa yang terlarut setelah pemanasan diukur dengan prinsip analisis adalah mengukur jumlah amilosa pada supernatant dari sejunlah tepung yang telah dilarutkan dalam air, dipanaskan, dan disentrifuse. Oleh karena itu satuan dari amylose leaching adalah persentase per gram sampel tepung. Sampel sebanyak 0.25 g basis kering [0.25100-kadar airx100] ditempatkan dalam tabung sentrifuse bertutup, kemudian disuspensikan dalam 7.5 ml akuades. Vorteks sampel hingga merata dan dipanaskan pada suhu 95 o C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada ice water selama 1 menit dan 25 o C bath selama 5 menit. Sampel disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil sebanyak 1 ml, kemudian dilakukan analisa kandungan amilosa. Analisis Waktu Optimum Pemasakan Collado et al. 2001 Mi kering ditimbang sebanyak 5 g. Air sebanyak 150 ml dididihkan pada gelas piala bertutup dan dibiarkan mendidih selama 3 menit. Sampel mi dimasukan kedalam gelas piala dan ditutup kembali. Stop watch dinyalakan tepat pada saat sampel dimasukkan dalam air yang telah didihkan. Setiap satu menit dilakukan pengambilan satu untaian mi dan dilakukan penekanan dengan dua buah kaca. Pemasakan dikatakan optimum bila sudah tidak terbentuk garis putih ketika mi ditekan dengan dua potong kaca. Analisia Kehilangan Padatan Selama Pemasakan KPAP dan Berat Rehidrasi BR Collado et al. 2001 Kehilangan padatan selama pemasakan KPAP diukur berdasarkan pada kehilangan berat mi setelah mi dimasak pada waktu pemasakan sesuai dengan waktu optimum pemasakan, sehingga satuan dari KPAP adalah persentase berat mi yang hilang selama pemasakan. Persentase berat mi yang hilang selama pemasakan tersebut dianggap sebagai jumlah padatan yang keluar selama pemasakan KPAP. Tingginya nilai KPAP tidak diharapkan karena menandakan semakin tinggi jumlah padatan mi yang terlarut selama pemasakan, sehingga menyebabkan air pemasakan menjadi lebih keruh. Mi kering sebanyak 5 g direndam dalam 150 ml air yang telah dididihkan selama 3 menit hingga mencapai waktu optimum pemasakan, kemudian mi disiram dengan air dingin sebanyak 50 ml 2 kali untuk menghentikan pemanasan dan melarutkan padatan yang berada pada permukaan mi. Mi ditiriskan selama 5 menit, lalu ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105 o C sampai mencapai berat konstan. KPAP = 1 – x 100 BR = x 100 Daya Serap Air Oh et al. 1985 Perhitungan didasarkan pada hasil penetapan kadar air sebelumnya. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven 105 °C selama 10 detik, lalu didinginkan di dalam desikator. Sampel sebanyak 3 gram direbus dalam air selama 7 menit pada suhu 90-100 °C. Kemudian sampel ditiriskan, lalu ditimbang A. Sampel yang telah ditiriskan dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama 6 jam sampai diperoleh berat konstan B. Daya adsorbsi air dihitung berdasarkan perhitungan : DSA = X 100 Dimana : A = Berat sampel sebelum dikeringkan B = Berat sampel setelah dikeringkan Uji Organoleptik Meilgaard et al. 1999 Mi untuk uji organoleptik merupakan mi yang telah mengalami rehidrasi. Pemasakan dilakukan sesuai dengan penentuan waktu optimum pemasakan, dimana waktu pemasakan yang digunakan adalah waktu yang diperoleh dari hasil uji waktu optimum pemasakan. Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik, dengan memberikan tanda check list  terhadap intensitas masing-masing kriteria pada kolom yang telah tersedia. Penilaian dilakukan terhadap tingkat kekerasan, elastisitas kekenyalan, dan kelengketan terdiri dari lima skor. Contoh untuk kekerasan, skor 1 tidak keras, 2 sedikit keras, 3 keras moderat, 4 sangat keras, dan 5 amat sangat keras, sedangkan untuk tingkat kesukaan, panelis diminta untuk memberikan skor dari 1 sangat tidak suka hingga 7 sangat suka. Panelis yang melakukan uji organoleptik adalah mahasiswa strata satu jurusan ilmu dan teknologi pangan sebanyak 79 orang. Analisis Statistika Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS17. Uji beda nyata pada taraf kepercayaan 95 atau α=0.05. Uji lanjut Tukey digunakan untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap parameter uji yang relevan, kecuali pada uji organoleptik digunakan uji lanjut Duncan. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Mocaf Native Komposisi Kimia Tabel 4 menunjukkan hasil analisis proksimat dari Mocaf native. Kadar karbohidrat by difference dari Mocaf native adalah 87.55 dan kadar lemak relatif rendah yaitu 0.13. Kadar lemak yang rendah sangat diharapkan dalam pembuatan RS3, karena lemak dapat menghambat proses pembentukan RS3 dengan membentuk kompleks dengan amilosa sehingga terbentuk kompleks lemak-amilosa. Kadar pati dari Mocaf native adalah 67.47. Kadar tersebut sedikit lebih rendah dari kadar pati Mocaf produksi koperasi Loh Jinawi yang tertera pada CoA Certificate of Analysis dan yang dilaporkan oleh Panikulata 2008, dengan kadar pati masing-masing sebesar 82.60 dan 74.30. Perbedaan kadar pati disebabkan oleh perbedaan varietas singkong. Kadar pati pada tapioka dari empat varietas singkong yaitu Adira 2, Adira 4, Valenca dan Manggu masing-masing adalah 88.78, 89.08, 89.14 dan 86.90 Pangestuti 2010. Kadar pati Mocaf native mengandung amilosa 36.73 dan amilopektin 30.74 Tabel 4. Kadar amilosa yang tinggi dari Mocaf native berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pati resisten tipe III RS3. Tabel 4 Komposisi kimia Mocaf native Komponen Kadar Proksimat Air Abu Protein Lemak KH by difference Pati Amilosa Amilopektin Pati Resisten Serat Kasar 11.26±0.21 0.24±0.01 0.82±0.05 0.13±0.00 87.55 67.47±0.00 36.73±0.84 30.74 0.79±0.14 1.14±0.02 Bentuk dan Ukuran Granula Pengamatan dengan mikroskop polarisasi Gambar 10 menunjukkan bentuk granula Mocaf native yang memperlihatkan penampakan birefringence yang menandakan bahwa Mocaf native belum mengalami gelatinisasi. Menurut Taggart 2004 di bawah mikroskop, granula pati merefleksikan cahaya terpolarisasi dan memperlihatkan pola ‘maltose cross’ pola silang, yang dikenal dengan sifat birefringence. Pola ini ditunjukkan warna biru-kuning sebagai indeks bias refraksi granula pati. Ukuran granula Mocaf native adalah 5 – 60 µm dengan bentuk bulat, hasil yang didapatkan ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian terdahulu, karena belum adanya peneliti yang pernah melaporkan hal tersebut. Moorthy 2004 Gambar 10 Struktur granula Mocaf native di bawah mikroskop polarisasi pembesaran 200x menyatakan ukuran granula tapioka sekitar 5- 40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh varietas tanaman singkong dan periode pertumbuhan pada musim yang berbeda. Numfor et al. 2009 menyatakan diameter rata-rata granula pati singkong jenis redskin adalah 41 µm, sedangkan diameter granula pati dari jenis yang sama tapi telah melalui proses fermentasi spontan dan fermentasi campuran lebih rendah, masing-masing 37 dan 35 µm. Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa granula masih terlihat utuh dengan bentuk yang bulat, yang menunjukkan bahwa struktur granula dari Mocaf native belum mengalami kerusakan. Pengamatan lain yang mendukung hal tersebut adalah hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy SEM yang juga menunjukkan struktur granula yang utuh dan masih halus Gambar 11. Profil Gelatinisasi Mocaf Native Profil gelatinisasi pada Mocaf native dipelajari dengan mengukur sifat-sifat amilograf sampel menggunakan alat rapid visco analizer RVA. Gambar 12 menunjukkan profil gelatinisasi Mocaf yang diukur dengan menggunakan RVA. Profil yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan profil gelatinisasi yang memperlihatkan viskositas puncak peak viscosity yang cukup tinggi pada Mocaf yaitu 3113 cP dan kemudian diikuti oleh penurunan viskositas breakdown yang cukup tajam yaitu sekitar 1930 cP. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Panikulata 2008. Berdasarkan hal tersebut, maka Mocaf native memiliki profil gelatinisasi tipe A, sehingga Mocaf memiliki profil gelatinisasi satu kelompok dengan tapioka, kentang, ubi jalar, sagu, waxy corn dan waxy barley Faridah, 2011. Profil gelatinisasi pati tipe A ini ditandai dengan a b Gambar 11 Struktur granula Mocaf native di bawah Scanning Electron Microscope SEM. a Pembesaran 200x ; b Pembesaran 400x. viskositas yang cukup tinggi dan diikuti oleh viskositas breakdown yang sangat tajam. Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati tergelatinisasi atau mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutkan akan pecah, sedangkan viskositas breakdown penurunan viskositas menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas Widianingrum dan Purwani, 2006. Hasil pengukuran dengan RVA juga memberikan informasi tentang pasting temperature suhu awal gelatinisasi, hot paste viscosity viskositas pada saat suhu dipertahankan 95 o C, cold paste viscosityfinal viscosity viskositas akhir pada saat suhu dipertahankan 50 o C, dan setback perubahan viskositas selama pendinginan. Tabel 5 menunjukkan data-data lengkap hasil pengukuran profil gelatinisasi Mocaf native. Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Suhu awal gelatinisasi pada Mocaf native adalah 67.3 o C, data suhu awal ini dibutuhkan sebagai suhu terendah yang dimasukkan dalam software DX7, sedangkan suhu tertinggi adalah 82 o C, yang merupakan suhu pada saat pasta mencapai viskositas puncak, sehingga rentang suhu yang ditetapkan adalah 67.3 o C - 82 o C. Setback atau perubahan selama pendinginan, yang diperoleh dari selisih antara cold paste viscosity dengan hot paste viscosity. Nilai setback pada Mocaf adalah 557 cP. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecendrungan untuk terjadinya retrogradasi. Winarno 2002, menyatakan bahwa retrogradasi yaitu terbentuknya jaringan mikrokristal dan molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan. Adanya kecendrungan retrogradasi dari Mocaf ini sangat diharapkan untuk terbentuknya pati resisten yang diharapkan dalam penelitian ini. Gambar 12 Profil gelatinisasi Mocaf native yang diukur dengan RVA Tabel 5 Profil gelatinisasi Mocaf native dari hasil pengukuran RVA Parameter Nilai Suhu awal gelatinisasi o C Viskositas puncak cP Waktu mencapai viskositas puncak menit Suhu saat mencapai viskositas puncak o C Viskosiatas saat suhu dipertahankan 95 o C cP Viskositas breakdown cP Viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 o C cP Viskositas setback cP 67.3±0.42 3113±18.38 5.8±0.28 82±0.70 1183±4.24 1930±14.14 1740±36.76 557±32.52 Pola Difraksi Sinar X Karakteristik kristalit granula pati yang diamati dengan difraksi sinar X menunjukkan tiga tipe kristal yaitu tipe A, B dan C. Double heliks kristal A dan B disusun secara heksagonal, tetapi susunan dari tipe A lebih padat dari tipe B. Struktur tipe C merupakan kombinasi tipe A dan B. Tipe V ditemukan pada pati yang tergelatinisasi, karena pembentukan kompleks amilosa-lipid Sajilata et al. 2006. Gambar 13 menunjukkan pola difraksi sinar X kristalin Mocaf. Mocaf native yang diamati memiliki tiga puncak utama strongest peaks pada sudut difraksi 2Ө yaitu 17.19 o , 17.95 o dan 23.17 o . Terbentuknya puncak utama pada sudut-sudut tersebut menandakan bahwa Mocaf native yang diamati memiliki tipe kristal dengan tipe A. Charoenkul et al. 2011, melaporkan bahwa pola kirstal dengan tipe A ditandai oleh adanya dua puncak yang sama pada 17 o dan satu puncak pada 23 o . Selain itu terdapat juga puncak pada 15.19 o yang menguatkan bahwa tipe kristal pada Mocaf native adalah tipe A, seperti yang dilaporkan oleh Syamsir 2012 bahwa tapioka yang diamati memiliki kristal tipe A dengan empat puncak utama pada sudut difraksi 2Ɵ 15.06-15.2 o ; 17.1-17.2 o ; 17.8-18.1 o dan 23.18-23.2 o . Hasil analisa pola difraksi sinar X dengan XRD juga memberikan data tentang kristanilitas relatif X c . X c pada Mocaf native dari hasil pengukuran pola difraksi sinar X adalah sebesar 27.25. Hasil ini tidak jauh berbeda dari X c tapioka yang dilaporkan oleh Syamsir 2012, yaitu berkisar 25.96- 27.60. Gambar 13 Pola difraksi sinar X kristalin Mocaf native Daya Cerna Mocaf Native in vitro Daya cerna pati dapat diartikan sebagai kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan semakin tinggi pula pati untuk diubah menjadi glukosa, sehingga semakin tinggi pula kemampuan pati untuk menaikkan glukosa darah Lestari 2009. Penentuan daya cerna pati sampel dilakukan secara in vitro dengan metode yang dikembangkan Muchtadi et al. 1993 . Sampel dihidrolisis oleh enzim α- amilase menjadi unit sederhana seperti maltosa. Hasil daya cerna Mocaf native secara in vitro adalah 86.30. Syamsir 2012, melaporkan daya cerna dari lima tapioka yang diamati berkisar 81.99-93.32. Daya cerna pati pada Mocaf native dapat dijadikan sebagai parameter awal keberadaan pati resisten. Semakin rendah daya cerna pati maka kemungkinan pati resisten dalam bahan semakin tinggi. Derajat Putih Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan Meilgaard et al. 1999. Pengukuran derajat putih Mocaf native dilakukan dengan menggunakan Whitenessmeter yang derajat putihnya dikalibrasi dengan BaSO 4 . Hasil pengukuran derajat putih dari BaSO 4 adalah 81.6, sedangkan derajat putih dari Mocaf native adalah 93.85±0.07 115.01±0.09 atau 15.01 lebih putih dari standar BaSO 4 . Derajat putih Mocaf yang diproduksi oleh koperasi Loh Jinawi Trenggalek adalah 88-91. Syarat mutu tepung Mocaf belum ditetapkan oleh SNI. Sebagai pembanding adalah syarat mutu tapioka yang telah ditetapkan oleh SNI nomor 01-3451-1994 yang mensyaratkan derajat putih tapioka sebesar minimum 94.5 mutu I, minimum 92 mutu II dan 92 mutu III. Amylose Leaching Pengukuran amylose leaching atau pelepasan amilosa digambarkan sebagai keluarnya amilosa pada saat proses gelatinisasi. Amylose leaching pada Mocaf native adalah 4.25. Hal ini memberikan gambaran jumlah amilosa yang lepas dari Mocaf native selama proses gelatinisasi. Sineresis Pengeluaran molekul air dari matriks gel pati dinamakan dengan sineresis. Sineresis semakin cepat terjadi bila gel pati disimpan pada suhu rendah maupun beku dan dapat diketahui dengan mengukur jumlah air yang keluar dari gel pati setelah thawing. Persen sineresis pada Mocaf native yang diamati adalah sebesar 28.04. Persentase sineresis ini dapat memberikan gambaran bahwa Mocaf native akan mengalami retrogradasi jika diberikan perlakuan pemanasan dan kemudian dilanjutkan dengan pendinginan. Chen 2003 menyatakan bahwa pengukuran kecendrungan pati untuk mengalami retrogradasi adalah freezethaw stability dan pengukuran nisbah viskositas setback pasta. Kecendrungan terjadinya retrogradasi pada Mocaf native diharapkan karena akan lebih mudah dalam pembentukan RS3, karena semakin banyak jumlah pati yang mengalami retrogradasi, maka semakin meningkat kandungan pati resisten RS3 yang dihasilkan. Kekuatan Gel Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang mempengaruhi adalah retrogradasi. Oleh sebab itu banyaknya kandungan amilosa pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama pendinginan. Kekuatan gel hasil pengamatan pada Mocaf native adalah sebesar 190.7 gf suspensi 20. Rasio Tepung-Air dan Suhu Rancangan rasio tepung-air dan suhu Dalam penelitian ini, peranti lunak Design Expert 7.0 DX7 digunakan sebagai alat utama untuk mendapatkan kombinasi optimal dari rasio tepung-air dan suhu. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah response surface dengan rancangan central composite. Tabel 6 Rancangan rasio tepung-air dan suhu dari program DX7 Running Perlakuan Rasio Tepung – Air bb S u h u o C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 : 2.5 1 : 1.5 1 : 2.5 1 : 3.5 1 : 3.91 1 : 2.5 1 : 1.09 1 : 1.5 1 : 3.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 64.26 67.30 74.65 67.30 74.65 74.65 74.65 82.00 82.00 85.04 74.65 74.65 74.65 Rancangan rasio tepung-air yang digunakan adalah 1:1.5, 1:2.5 dan 1:3.5, sedangkan suhu yang digunakan adalah yang berasal dari hasil analisis RVA terhadap Mocaf native. Suhu awal gelatinisasi dan suhu pada saat Mocaf native mencapai puncak gelatinisasi peak viscosity, masing-masing 67.3 o C dan 82 o C. Parker Ring 2001 menjelaskan bahwa suhu pemanasan dan air berlebih yang dapat menyebabkan gelatinisasi sehingga granula pati membengkak dan bersifat irreversible adalah pada suhu diatas suhu gelatinisasi suhu karakteristik dengan perbandingan pati dengan air yang berlebih 90 bb. Setelah rancangan rasio tepung-air dan suhu telah ditetapkan, maka angka- angka tersebut dimasukkan dalam rancangan penelitian peranti lunak DX7. Tabel 6 menunjukkan 13 running kombinasi rasio tepung-air dan suhu hasil olah peranti lunak. Hasil pengukuran respon pati resisten Pada penelitian ini salah satu tujuan yang ingin dilihat adalah pengaruh rasio tepung-air dan suhu terhadap peningkatan pati resisten pada Mocaf native. Oleh karena itu respon yang diinginkan dari ke 13 perlakuan yang ditawarkan oleh program adalah kadar pati resisten yang dihasilkan. Pembentukan RS3 pada penelitian ini dilakukan dengan cara menggelatinisai tepung dengan cara memanaskan suspensi tepung pada suhu yang telah ditetapkan kemudian didinginkan pada suhu 4 o C selama 24 jam, dimana suspensi tepung dan suhu berdasarkan hasil rancangan dari program DX7 yaitu sebanyak 13 perlakuan. Tabel 7 menunjukkan hasil analisis kadar pati resisten terhadap ke-13 perlakuan tersebut. Tabel 7 Hasil analisis pati resisten Mocaf pada setiap perlakuan Running Perlakuan Pati Resisten Rasio Tepung – Air bb S u h u o C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 : 2.5 1 : 1.5 1 : 2.5 1 : 3.5 1 : 3.91 1 : 2.5 1 : 1.09 1 : 1.5 1 : 3.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 64.26 67.30 74.65 67.30 74.65 74.65 74.65 82.00 82.00 85.04 74.65 74.65 74.65 3.05±0.02 cde 2.16±0.02 bc 3.56±0.16 de 3.20±0.03 cde 3.85±0.05 e 3.52±0.03 de 1.72±0.46 ab 2.30±0.24 bcd 4.28±0.91 e 4.06±0.02 e 3.72±0.44 e 3.76±0.05 e 3.96±0.21 e Mocaf Alami 0.79±0.14 a Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata p0.05 Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar RS Mocaf dari ke-13 perlakuan mengalami peningkatan secara signifikan bila dibandingkan dengan Mocaf native tanpa perlakuan. Peningkatan kadar RS ke-13 perlakuan dibandingkan dengan Mocaf native, disebabkan perlakuan gelatinisasi dan retrogradasi yang diberikan. Menurut Escarpa et al. 1997 untuk membentuk RS3 dari granula pati alami raw starch, pati harus tergelatinisasi dan sesudahnya diikuti oleh proses retrogradasi. Fenomena yang terjadi dari ke-13 perlakuan dalam penelitian ini adalah, perlakuan dengan rasio tepung air 1:2.5 dengan suhu pemanasan 74.65 o C running 3, 6, 11, 12, 13, kadar RS tidak berbeda nyata secara statistik p0.05. Hal ini disebabkan karena perlakuannya sama. Pada running 7, perlakuan dengan rasio tepung-air yang sedikit lebih rendah 1:1.09 dengan suhu yang sama 74.65 o C, menghasilkan kadar RS yang lebih rendah 1.722 dibandingkan dengan kadar RS yang dihasilkan pada running 3, 6, 11, 12 dan 13 dengan perbedaan yang nyata secara statistik p0.05. Pada running 5, perlakuan dengan rasio tepung-air yang lebih tinggi 1:3.91 dengan suhu pemanasan yang sama 74.65 o C, dihasilkan kadar RS yang lebih tinggi 3.850. Hal sama terjadi pada running 2 dan 4, pada suhu pemanasan yang sama 67.30 o C dengan rasio tepung-air running 4 yang lebih tinggi 1:3.5 dari rasio tepung-air running 2 1:1.5 menghasilkan kadar RS yang lebih tinggi yang berbeda nyata secara statistik p0.05. Perlakuan dengan rasio tepung-air yang sama 1:1.5 dengan suhu yang berbeda yaitu 67.30 o C dan 82 o C, menghasilkan kadar RS yang tidak berbeda nyata secara statistik p0.05. Hal yang sama terjadi pada rasio tepung-air 1:2.5 pada suhu pemanasan 64.26 o C, 74.65 o C dan 85.04 o C serta pada rasio tepung-air 1:3.5 pada suhu pemanasan 67.30 o C dan 82 o C juga menghasilkan kadar RS yang tidak berbeda nyata secara statistik p0.05. Dari fenomena tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan kadar RS pada Mocaf dengan gelatinisasi dan retrogradasi pada penelitian ini sangat dipengaruhi oleh rasio tepung-air. Jumlah air yang ditambahkan dalam suspensi pati akan mempengaruhi konsentrasi pati dan berpengaruh dalam proses autoclaving-cooling. Hal ini karena nisbah pati dan air sangat mempengaruhi proses ekspansi matriks pati dan gelatinisasi granula Raja dan Shindu 2000. Penambahan air yang terlalu sedikit ke dalam suspensi pati menyebabkan jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak optimum. Hal ini dapat mengurangi kadar RS yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya reasosiasi amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin Sajilata et al. 2006. Analisis respon pati resisten Hasil pengukuran dan perhitungan respon RS dari ke-13 perlakuan, selanjutnya diinput didalam program DX7 dan dianalisis lanjut dengan program tersebut. Selanjutnya, model yang dianggap paling sesuai tersebut akan ditampilkan di dalam sebuah contour-plot berupa grafik dua dimensi 2-D atau tiga dimensi 3-D. Selain itu, program Design Expert 7.0 juga memberikan grafik plot kenormalan residual normal plot residual yang mengindikasikan apakah residual selisih atau perbedaan antara respon aktual dengan yang diprediksikan untuk setiap respon mengikuti garis kenormalan garis lurus. 1. Kenormalan data Pada tahap analisis respon, program DX7 memberikan fasilitas plot kenormalan residual normal plot residual. Plot ini mengindikasikan apakah residual selisih antara respon aktual dengan nilai respon yang diprediksikan mengikuti garis kenormalan garis lurus. Gambar 14 memperlihatkan bahwa titik-titik berada dekat disepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon pati resisten menyebar normal yang berarti nilai aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan oleh program DX7. 2. Grafik Countour Plot Grafik countour plot Gambar 15 menggambarkan bagaimana kombinasi antara rasio tepung-air dengan suhu mempengaruhi nilai respon pati resisten. Warna hijau menunjukkan nilai respon pati resisten terendah, sedangkan perubahan warna kearah warnah merah menunjukkan nilai respon pati resisten tertinggi. Design-Expert® Software Pati Resisten Color points by value of Pati Resisten: 4.28 1.72 ls N or m al P ro ba bi lit y Norm al Plot of Res iduals -1.50 -0.72 0.05 0.83 1.60 1 5 10 20 30 50 70 80 90 95 99 Gambar 14 Grafik kenormalan respon pati resisten e 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 67.30 70.98 74.65 78.33 82.00 Pati Res is ten A: R as io Pat i air B: S uh u 2.58372.94622 3.30875 3.67128 4.0338 5 5 5 5 5 Gambar 15 Grafik countour plot respon pati resisten Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang terbentuk Gambar 16. Perbedaan ketinggian permukaan menunjukkan nilai respon yang berbeda pada setiap kombinasi rasio tepung-air dengan suhu. 3. Hasil-hasil analisis DX7 pendukung. Lack of fit F-Value adalah sebesar 0.23 dengan nilai p “ProbF” lebih besar dari 0.05 yang menunjukkan bahwa lack of fit tidak signifikan relative terhadap pure error. Lack of fit yang tidak signifikan merupakan syarat untuk model yang baik, juga menunjukkan adanya kesesuaian data respon pati resisten dengan model. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon RS berturut-turut adalah 0.9177 dan 0.9719, yang menunjukkan bahwa data-data yang diprediksikan dan data-data aktual untuk respon RS tercakup ke dalam model sebesar 91.77 dan 97.19. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan mendukung nilai adjusted R-squared yang dihasilkan karena selisihnya lebih kecil dari 0.2. Adequate precision untuk respon RS adalah 31.05 yang menunjukkan besarnya sinyal terhadap noise ratio. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 mengindikasikan sinyal yang baik sehingga model dapat digunakan sebagai pedoman design space. 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 67.30 70.98 74.65 78.33 82.00 1.7 2.375 3.05 3.725 4.4 P at i R es is te n A: Rasio Pati air B: Suhu Gambar 16 Grafik tiga dimensi respon pati resisten Optimasi rasio tepung-air dan suhu Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kombinasi rasio tepung-air dan suhu dengan respon RS yang optimal. Respon yang paling optimal diperoleh jika nilai desirability mendekati satu. Output hasil olah data respon RS pada program DX7 untuk penentuan rasio tepung-air dan suhu terpilih yang akan digunakan pada modifikasi Mocaf native selanjutnya adalah : 1. Kriteria optimasi yang terpilih Pada tahap optimasi Tabel 8, komponen yang dioptimasi sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk rasio tepung-air ditargetkan untuk berada di dalam kisaran in range yaitu 1.5 - 3.5, demikian halnya untuk suhu ditargetkan untuk in range. Kriteria optimasi tersebut diharapkan menghasilkan kadar RS tertinggi, sehingga variable RS pada optimasi ditargetkan untuk menjadi setinggi mungkin maximize. Tabel 8 Kriteria optimasi yang terpilih Variabel Goal Batas bawah Batas atas Rasio tepung-air bb Suhu o C Pati resisten in range in range Maximize 1 : 1.5 67.3 1.72 1 : 3.5 82 4.28 2. Rasio tepung-air dan suhu yang terpilih Tabel 9 menunjukkan bahwa rasio tepung-air dan suhu yang ditawarkan oleh program DX7 adalah 1:3.44 bb dengan suhu pemanasan 79.93 o C. Dari kombinasi perlakuan rasio tepung-air dan suhu tersebut diprediksikan akan mendapatkan kadar RS sebesar 4.28 dengan range prediksi kadar RS antara 4.09 - 4.47. Tabel 9 Rasio tepung-air dan suhu terpilih Rasio tepung-air bb Suhu o C Prediksi pati resisten Range prediksi Desirability 1:3.44 79.93 4.28 4.09 – 4.47 1.00 Verifikasi Setelah didapatkan rasio tepung-air dan suhu serta prediksi kadar RS didapatkan, maka dilanjutkan dengan verifikasi yaitu melakukan percobaan dengan rasio tepung-air dan suhu terpilih. Hasil percobaan dilanjutkan dengan analisis kandungan pati resistennya, dimana diharapkan kadar RS yang dihasilkan masuk ke dalam kisaran kadar RS yang diprediksikan. Pada tahap verifikasi ini kadar RS yang terukur adalah 4.14. Hasil ini lebih rendah dari kadar RS yang diprediksikan 4.28, namun kadar RS hasil verifikasi tersebut masih masuk ke dalam kisaran RS yang diprediksikan 4.09 - 4.47. Modifikasi Mocaf Modifikasi pada Mocaf native untuk meningkatkan kadar RS3 pada penelitian ini adalah dengan memanaskan suspensi tepung Mocaf native 1:3.44 bb sampai mencapai suhu 79.93 o C, kemudian didinginkan pada suhu ± 4 o C. Modifikasi Mocaf native dengan pemanasan-pendinginan ini dilakukan sebanyak 3 siklus. Siklus 1, suspensi Mocaf native dipanaskan dan didinginkan sebanyak satu kali. Siklus 2, suspensi dipanaskan dan didinginkan sebanyak 2 kali, sedangkan siklus 3 dipanaskan dan didinginkan sebanyak masing-masing 3 kali. Masing-masing siklus dikeringkan dengan drum drayer, dikecilkan ukurannya dengan diblender dan ayakan 100 mesh. Perlakuan modifikasi Mocaf native ini didapatkan 3 jenis tepung hasil modifikasi, yang kemudian dianalisis berupa : 1 Karakteristik pasta pati profil gelatinisasi dengan rapid visco analyzer RVA; 2 kekuatan gel dengan TA- XT2i; 3 sineresis; 4 derajat putih dengan whitenessmeter, 5 morfologi pati dengan scanning electron microscope SEM dan mikroskop polarisasi; 6 perubahan daerah kristalin dengan X-ray diffraction XRD; 7 amylosa leaching; 8 daya cerna dan 9 pati resisten. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Profil Gelatinisasi Mocaf. Profil gelatinisasi Mocaf native yang telah diberi perlakuan pemanasan- pendinginan berulang diamati dengan menggunakan rapid visco analizer RVA. Modifikasi Mocaf native berupa pemanasan suspensi tepung 1:3.44 bb pada suhu 79.93 o C yang kemudian didinginkan pada suhu 4 o C secara berulang, menghasilkan tepung termodifikasi dengan profil gelantisasi yang berbeda dari tepung nativenya Gambar 17. Gambar 17 Profil gelatinisasi Mocaf diukur dengan RVA. a Mocaf native, b Mocaf 1 siklus, c Mocaf 2 siklus, d Mocaf 3 siklus. a c b d a. Waktu Pt dan suhu awal gelatinisasi PT Analisis ANOVA Tabel 10 terhadap suhu awal gelatinisasi PT, menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan-pendinginan berulang tidak berpengaruh terhadap suhu awal gelatinisasi tidak berbeda nyata, p0.05, walaupun terlihat bahwa suhu awal gelatinisasi pada Mocaf termodifikasi lebih rendah dari suhu awal gelatinisasi dari Mocaf native. Waktu Pt yang dibutuhkan untuk mencapai suhu awal gelatinisai berbeda nyata p0.05 antara Mocaf native dengan Mocaf termodifikasi, dimana semakin semakin banyak siklus pemanasan-pendinginan, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu awal gelatinisasi semakin sedikit. Penurunan waktu dan suhu awal gelatinisasi pada Mocaf termodifikasi disebabkan oleh pemanasan yang membuat Mocaf sudah tergelatinisasi terlebih dahulu sehingga membutuhkan waktu yang lebih cepat dan suhu yang lebih rendah untuk mulai tergelatinisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Suriani 2008 yang tidak menemukan waktu dan suhu awal gelatinisasi pada pati garut yang mengalami pemanasan pada suhu 120 o C. Hal yang sama dilaporkan oleh Reddy et al. 2013 yang tidak menemukan tidak terdeteksi suhu gelatinisasi pada pati kacang merah yang dihidrolisis dengan enzim pullunnase dan digelatinisasi pada autoclave pada suhu 121 o C, karena hancurnya granula akibat pemanasan tersebut. Tabel 10 Data hasil analisis profil gelatinisasi Mocaf native dan Mocaf termodifikasi. Data hasil RVA Perlakuan pada Mocaf native 1 siklus 2 siklus 3 siklus PV cP 3113±18.38 a 2441.5±156.27 b 2209±128.69 bc 1724±145.66 c HPV cP 1183±4.24 a 649.5±161.9 b 432.5±0.71 b 331.5±7.7 b BD cP 1930±14.14 a 1792±318.2 a 1776.5±129.4 a 1392.5±153.4 a FV cP 1740±36.76 a 1044±162.6 b 712±9.9 c 571±5.66 c SB cP 557±32.56 a 394.5±0.0 b 279.5±0.0 c 239.5±0.0 d Pt menit 5.8±0.28 a 3.97±1.27 ab 3.40±0.28 ab 3.07±0.0 b PT o C 67.3±0.42 a 61.65±16.3 a 57.25±10.1 a 64.5±20.3 a BD-R 1 62.00±0.08 a 73.13±8.35 ab 80.38±1.17 b 80.68±2.08 b SB-R 2 47.08±2.58 a 62.67±15.52 a 64.62±2.02 a 72.27±2.34 a Huruf yang berbeda pada baris yang sama dari setiap parameter menunjukkan perbedaan nyata p0.05 1 BD-R = BDPV X 100, 2 SB-R = SBHPV X 100, BD-R Breakdown relative, SB-R Setback Relative, PV Peak Viscosity, HPV Hot Paste Viscosity, BD Berakdown, FV Final Viscosity, SB Setback, Pt Peak time, PT Peak Temperature. b. Viskositas Puncak PV Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati tergelatinisasi sampai mencapai pengembangan maksimum yang pada akhirnya akan pecah. Secara umum PV dari tepung termodifikasi lebih rendah dari Mocaf native dan berbeda secara nyata p0.05 Tabel 10. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan puncak pada Mocaf setelah diberi perlakuan pemanasan-pendinginan berulang. Penurunan PV pada Mocaf termodifikasi berkaitan dengan granula pati dimana semakin banyak siklus pemanasan-pendinginan yang diberikan maka granula pati semakin rusak dan mengakibatkan granula pati tidak terbentuk lagi karena tergelatinisasi sempurna. Ukuran granula yang ukurannya relatif kecil berdampak pada daya serap air yang lebih rendah, sehingga PV-nya lebih rendah. Hipotesis ini juga dibuktikan dengan pengamatan granula pati menggunakan mikroskop polarisasi dan scanning electron microscope SEM. Reddy et al. 2013, melaporkan bahwa turunnya viskositas puncak dan kekuatan gel pada pati kacang merah yang dimodifikasi secara enzimatis dan pemanasan pada suhu 121 o C dibandingkan dengan pati kacang merah alaminya dikaitkan dengan ukuran granula pati. Menurut Lestari 2009 penurunan viskositas puncak mengindikasikan terjadi pula penurunan kemampuan untuk mengembang dan polimer yang lepas selama pemanasan. Berdasarkan hal tersebut maka terjadinya penurunan viskositas puncak merupakan salah satu karakteristik yang diharapkan untuk memperbaiki karakteristik fisik mi jagung kering, yaitu kehilangan padatan selama pemasakan KPAP. c. Breakdown relative BD-R Breakdown mencerminkan stabilitas granula pati terhadap pemanasan dan pengadukan secara terus menerus Singh et al. 2011. Untuk melihat tingkat perubahan viskositas breakdown supaya lebih jelas terlihat, maka digunakan parameter perubahan relatif viskositas breakdown terhadap viskositas puncak PV yang disebut dengan viskositas breakdown relatif dan berlaku jika PV tidak sama pada hasil pengukuran Syamsir 2012. Breakdown Mocaf termodifikasi lebih rendah dibandingkan dengan Mocaf native, tapi karena VP yang berbeda, perubahan breakdown karena pelakuan dilihat dari nila breakdown relatif BD-R Tabel 10 Nilai BD-R pada Mocaf termodifikasi lebih tinggi dari nilai BD-R tepung Mocaf native dan berbeda secara nyata p0.05. Peningkatan nilai BD-R ini juga terkait dengan ketaraturan didalam granula,dimana perlakuan pemanasan-pendinginan berulang membuat tepung modifikasi yang dihasilkan tidak teratur lagi. Menurut Adebowale et al. 2009 menyatakan bahwa viskositas breakdown mengukur kemudahan terjadinya disintegrasi dari granula pati yang membengkak dan menjadi indikasi dari tingkat keteraturan di dalam granula. Lestari 2009, melaporkan bahwa nilai breakdown yang diharapkan sebagai bahan baku mi jagung adalah yang memiliki nilai rendah. Breakdown yang rendah diharapkan dapat memperbaiki karakteristik fisik mi jagung diantaranya adalah kekompakan tekstur mi selama pemasakan, yang diharapkan dapat menghasilkan mi dengan KPAP dan kelengketan yang rendah dan lebih elastis. d. Setback relative SB-R Viskositas setback SB akan terjadi apabila proses pemanasan dihentikan, kemudian dilakukan proses pendinginan, pasta pati akan berangsur-ansur meningkat viskositasnya. Proses ini terjadi oleh adanya pembentukan kembali reasosiasi ikatan-ikatan hidrogen yang telah terputus diantara molekul amilosa dan amilopektin. Keseluruhan fenomena reasosiasi tersebut dalam gel pati disebut retrogradasi. Viskositas SB Mocaf termodifikasi lebih rendah dari viskositas SB Mocaf native Tabel 10. tapi karena viskositas panas HPV berbeda, maka kecendrungan retrogradasi dilihat dari nilai setback relative SB-R. Nilai SB- R tepung termodifikasi tidak berbeda nyata p0.05 dengan nilai SB-R Mocaf native. Viskositas setback sangat dibutuhkan dalam produk mi karena viskositas ini akan mempengaruhi kekerasan mi. Oleh sebab itu viskositas setback pati untuk produk mi diharapkan tidak terlalu tinggi karena semakin tinggi viskositas setback yang dihasilkan maka tekstur mi akan semakin keras. Hasil analisis RVA pati jagung menunjukkan bahwa viskositas setback pati jagung hasil modifikasi HMT lebih rendah dari pati jagung tanpa modifikasi Ahmad 2009. Kecendrungan peningkatan retrogradasi ini sangat diharapkan dalam penelitian ini, karena hal tersebut menandakan bahwa Mocaf termodifikasi yang dihasilkan dapat ditingkatkan pati resisten tipe III RS3. RS3 sendiri didefinisikan sebagai hasil dari pati yang teretrogradasi. RS3 yang dihasilkan dari modifikasi pada penelitian ini dihasilkan dari pati yang mengalami gabungan proses gelatinisasi dan retrogradasi dimana struktur granula pati dirusak melalui pemanasan pada suhu 79.93 o C dan kristalisasi kembali komponen pati amilosa dan amilopektin pada saat pendinginan pada suhu 4 o C, yang dikombinasi dengan perlakuan perulangan siklus. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus terhadap Granula Mocaf Pengamatan terhadap bentuk dan ukuran granula pati bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses modifikasi terhadap sturuktur granula pati. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk granula dan sifat birefringence sebelum dan setelah proses modifikasi Gambar 18. Pengamatan dengan mikroskop polarisasi Gambar 18a menunjukkan bentuk granula Mocaf native yang masih memperlihatkan penampakan birefringence pola silang yang menandakan bahwa Mocaf native belum mengalami gelatinisasi. Gambar 18b, 18c dan 18d merupakan gambar dari granula Mocaf yang telah mengalami perlakuan pemanasan dan pendinginan berulang. Ketiga gambar tersebut memperlihatkan bahwa, perlakuan telah membuat granula Mocaf tidak berbentuk lagi menyebar dan kehilangan sifat birefringence-nya. Granula Mocaf yang mengembang tersebut yang disertai hilangnya pola birefringence disebabkan oleh karena pemberian suhu yang tinggi saat perlakuan, yaitu 79.93 o C yang lebih tinggi dari suhu awal gelatinisasi Mocaf yang didapatkan dari analisis profil gelatinisasi dengan RVA yaitu 67.3 o C. Proses pemanasan yang tinggi tersebut membuat Mocaf tergelatinisasi secara sempurna. Lamberti et al. 2004, melaporkan bahwa pati kentang tergelatinisasi sempurna dengan kondisi pemanasan 63 – 78 o C. Hal tersebut ditandai dengan hilangnya birefringence yang dilihat dengan mikroskop polarisasi dan dengan tidak adanya transisi endotermik setelah pemanasan awal yang diamati dengan differential scanning calorimetry DSC. Perubahan permukaan dan bentuk granula Mocaf dilihat juga dengan menggunakan scanning electron microscopy SEM. Proses perlakuan pemanasan-pendinganan berulang menyebabkan terjadinya perubahan struktur granula bila dibandingkan dengan Mocaf native Gambar 19, proses pemasana- pendingan pada semua siklus, menyebabkan granula tepung hancur tidak membentuk granula yang utuh. Bilbao-Sainz et al. 2007 menyatakan pemanasan suspensi pati dengan jumlah air berlebih menyebabkan terjadinya pengembangan granula, polimer pati keluar dari granula, dan pada akhirnya granula pati pecah hancur. Menurut Kusnandar 2010 sebelum mengalami gelatinisasi, granula pati akan memberikan pola Maltese cross. Bila suspensi pati dipanaskan secara berangsur-angsur, energi kinetik dari molekul air akan melemahkan dan memecah ikatan hidrogen antarmolekul amilosaamilopektin sehingga kekompakan kristal granula terganggu. Air berangsur-angsur berpenetrasi ke dalam granula pati dan membuat granula pati mengembang. Pada saat pati mulai mengembang, suspensi pati akan mengalami peningkatan viskositas. Setelah melewati suhu awal gelatinisasi, granula pati akan berangsur- angsur kehilangan sifat birefringence atau maltese crossnya. Selain suhu yang tinggi, hal lain yang menyebabkan terjadinya gelatinisasi sempurna adalah keberadaan air yang berlebih pada proses perlakuan. Rasio antara tepung dan air pada perlakuan adalah 1:3.44 bb. Pemanasan pati dalam air berlebih pada suhu gelatinisasi menyebabkan granula kehilangan kristalinitas a b c d Gambar 18 Struktur granula Mocaf di bawah mikroskop polarisasi pembesaran 200x. a Mocaf native, b Mocaf 1 siklus, c Mocaf 2 siklus, d Mocaf 3 siklus. dan sifat birefringence-nya yang sifatnya tidak dapat balik dan dikenal sebagai proses gelatinisasi Chen 2003. Pada penelitian ini, proses gelatinisasi memang sangat diharapkan dengan pemberian perlakuan berupa pemanasan pada suhu tinggi dengan air berlebih pada Mocaf native. Proses gelatinisasi tersebut dibuktikan dengan perubahan granula Mocaf native yang telah diberi perlakuan Gambar 18 dan 19. Salah satu modifikasi fisik yang sering dilakukan yang bertujuan meningkatkan kadar RS3 pada pati adalah dengan perlakuan pemanasan dan pendinginan atau proses gelatinisasi-retrogradasi. Proses pemanasan-pendinginan merupakan gabungan proses gelatinisasi dan retrogradasi, selama proses pemanasan struktur granula pati akan mengalami kerusakan dan saat pendinginan akan terjadi kristalisasi kembali komponen pati baik amilosa maupun amilopektin retrogradasi Perez et al. 2005. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Perubahan Daerah Kristalin dan Amorf Mocaf. Spektrum FT-IR telah terbukti peka terhadap perubahan struktur pati pada tingkat molekuler, seperti konformasi rantai pati, kristalinitas, dan retrogradasi. Gambar 19 Struktur granula Mocaf di bawah SEM pembesaran 200x. a Mocaf native, b Mocaf 1 siklus, c Mocaf 2 siklus, d Mocaf 3 siklus. a b c d FT-IR merupakan cara yang mudah untuk menentukan struktur rantai pendek pada pati secara kuantitatif. Absorbansi IR infrared pada bilangan gelombang 1047 cm -1 dikaitkan dengan daerah kristal pada pati dan bilangan gelombang pada 1022 cm -1 sensitif terhadap daerah amorf. Rasio bilangan gelombang 10471022 cm -1 menunjukkan rasio daerah kristal terhadap daerah amorf pada granula pati van soest et al, 1995. Bilangan gelombang 1045-1047 cm -1 dan 1020-1022 cm -1 merupakan band untuk daerah kristalin dan daerah amorf pada granula pati. Nisbah intensitas 10451022 dan 1022995 digunakan untuk menentukan perubahan konformasi pati terutama pada daerah kistralin dan amorf. Peningkatan nisbah 10451022 mengindikasikan peningkatan susunan daerah kristalin Chung et al. 2009. Rasio bilangan gelombang 10451022 cm -1 pada tepung Mocaf termodifikasi lebih tinggi dari Mocaf native, sebaliknya rasio bilangan gelombang 1022995 cm -1 pada Mocaf termodifikasi lebih tinggi dari tepung Mocaf native Tabel 11. Peningkatan daerah amor pada tepung termodifikasi disebabkan oleh karena adanya proses pemanasan yang menyebabkan hirolisis amilosa dan amilopektin bagian terluar. Sebagai perbandingan, hasil penelitian yang dilaporkan oleh Faridah 2011 menunjukkan bahwa pemanasan dengan autoclave meyebabkan meningkatnya daerah amorf dan penurunan daerah kristalin pada pati garut. Chung et al. 2009 menunjukkan bahwa proses modifikasi pada HMT menyebabkan terjadinya penuruan daerah kristalin. Hal ini disebabkan oleh pemutusan beberapa ikatan hidrogen yang berdekatan dengan double helix atau terjadi reorientasi struktur double helix di daerah kristalin. Tabel 11 Perubahan daerah kristalin dan daerah amorf dari Mocaf akibat modifikasi berdasarkan hasil pengukuran dengan FTIR Perlakuan Absorbansi cm -1 Kristalin 10451022 Amorf 10221045 995 1022 1045 Mocaf native 0.6138 0.6441 0.6536 1.014 1.050 Mocaf 1 siklus 0.4614 0.4982 0.4435 0.916 1.076 Mocaf 2 siklus 0.5185 0.5650 0.5097 0.902 1.093 Mocaf 3 siklus 0.6306 0.7091 0.7102 0.995 1.124 Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Pola Difraksi Sinar X Mocaf. Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan apakah pati tergolong dalam tipe kristal tipe A, B atau C, demikian pula dengan kristalinitas relatif pati dapat ditentukan dengan melihat pola sinar X secara keseluruhan dan berapa kontribusi pada bagian amorf Wang et al. 1998. Gambar 20 menunjukkan difraktogram sinar X dan kristalinitas relatif X c dari Mocaf native dan Mocaf termodifikasi. Mocaf native yang diamati memiliki tiga puncak utama strongest peaks pada sudut difraksi 2Ө yaitu 17.19 o , 17.95 o dan 23.17 o . Terbentuknya puncak utama pada sudut-sudut tersebut menandakan bahwa Mocaf native yang diamati memiliki tipe kristal dengan Tipe A. Perlakuan pemanasan dan pendinginan pada semua siklus menyebabkan perubahan tipe kristal pada Mocaf native yang bertipe A menjadi tipe B. Proses pemanasan dan pendinginan berulang menyebabkan menurunnya intensitas pada puncak 15 o walaupun puncaknya masih ada dan tidak hilang, sementara puncak 23 o menjadi hilang, sehingga dapat dikatakan bahwa proses pemanasan dan pendinginan berulang mengubah kristalin Mocaf native dari kristalin tipe A menjadi tipe B. Hal ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Faridah 2011 yang melihat berubahnya tipe kristalin pada pati garut dari kristalin tipe A menjadi tipe B, dengan hilangnya puncak pada 15 o dan 23 o . Perubahan tipe kristalin pada Mocaf native tersebut disebabkan oleh proses pemanasan dan pendinginan berulang. Proses pemanasan menyebabkan terbukanya struktur double helix pada daerah kristalin yang terutama terdiri dari amilopektin yang ditandai dengan hilang sifat birefringence. Pada saat pendinginan terjadi kristalisasi kembali dari amilosa rantai pendek yang membentuk struktur double helix sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi kristalin. Proses gelatinisasi pati juga menyebabkan terjadinya diasosiasi double helix dari amilopektin dan peluruhan daerah kristalin. Disosiasi double helix dari rantai amilopektin menyebabkan hilangnya sifat birefringence dan kristalinitas granula pati Faridah 2011. Pola difraksi sinar X memperlihatkan difraktogram yang berbeda antara Mocaf native dengan difraktogram Mocaf termodifikasi Gambar 20. Pada difraktogram Mocaf termodifikasi terlihat seolah-olah kehilangan puncak-puncak kristalin, padahal dari basic data process Lampiran 2 masih dapat terbaca tiga puncak utama pada masing-masing Mocaf termodifikasi. Pada Mocaf termodifikasi 1 siklus terbentuk pada sudut difraksi 2Ө 18.01 o , 18.75 o dan 19.73 o , Gambar 20 Pola difraksi sinar X kristalin Mocaf native dan Mocaf termodifikasi. a. MOCAF native b. MOCAF 1 Siklus c. MOCAF 2 Siklus d. MOCAF 3 Siklus a b c d Mocaf termodifikasi 2 siklus pada sudut 18.07 o , 19.37 o dan 20.65 o , sedangkan Mocaf termodifikasi 3 siklus pada sudut 17.63 o , 18.71 o dan 20.19 o . Terbentuknya sudut difraksi 2Ө 20 o pada Mocaf termodifikasi mengindikasikan terjadinya interaksi antara amilosa-lemak. Kadar lemak Mocaf native adalah 0.13 Tabel 4. Menurut Lorenz et al. 1983 kristalit hasil interaksi amilosa-lemak ditunjukkan oleh keberadaan puncak difraksi pada sudut 2Ө = 20 o . Jiranuntakul et al. 2011 melaporkan bahwa peningkatan intensitas puncak pada 20 o mengindikasikan pembentukan kompleks amilosa-lemak selama HMT dan pembentukan kompleks tersebut menggantikan hilangnya daerah kristalin pati alami. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Kekuatan Gel Mocaf. Kekuatan gel merupakan besarnya beban gram yang diperlukan untuk memecah gel yang umumnya diukur dengan menggunakan texture analyzer. Menurut Elliasson 1986, kekuatan gel merupakan besarnya beban untuk melakukan deformasi gel sebelum terjadi pemecahan atau perusakan. Semakin besar kekuatan gel semakin sulit gel tersebut untuk melakukan deformasi atau semakin besar beban yang dibutuhkan. Gambar 21 menunjukkan hasil pengukuran kekuatan gel Mocaf native dan termodifikasi. Analisis ragam Anova untuk kekuatan gel menunjukkan perbedaan yang nyata p0.05 antara Mocaf native dengan Mocaf termodifikasi. Kekuatan gel Mocaf native 190.7±9.3 gf lebih tinggi dari semua Mocaf termodifikasi. Gambar 21 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap kekuatan gel. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b b b 50 100 150 200 250 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus K e ku atan g e l gf Perlakuan Kekuatan gel pada Mocaf termodifikasi 1 siklus, 2 siklus dan 3 siklus masing- masing adalah 106.1±20.8 gf, 101.8±8.7 gf dan 78.5±10.4. Hal ini disebabkan oleh struktur granula Mocaf native belum pecah karena tidak diberi perlakuan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan tepung untuk membentuk gel. Kemampuan membentuk gel pada Mocaf termodifikasi cenderung lebih rendah dari tepung Mocaf native. Rendahnya kekuatan gel disebabkan karena Mocaf termodifikasi telah diberikan perlakuan panas yang tinggi dan pendinginan secara berulang menyebabkan struktur molekul dalam tepung semakin rusak, sehingga kemampuan membentuk gel pada Mocaf termodifikasi semakin menurun. Hal yang sama dilaporkan oleh Suriani 2008 ketika semua perlakuan modifikasi yang diberikan pada pati garut berupa pemanasan-pendinginan berulang, mengalami penurunan kekuatan gel seiring dengan semakin banyaknya siklus yang diberikan. Dengan pemanasan yang dilakukan berulang-ulang membuat granula pati rusak. Granula pati yang rusak dibuktikan dengan gambar dari mikroskop polarisasi. Pecahnya granula pati yang sudah mengalami modifikasi dapat mempengaruhi kemampuannya untuk membentuk gel. Bila proses pemanasan dilakukan pada suhu tinggi, maka granula pati akan pecah dan keadaan yang seperti ini akan menyebabkan viskositas pati menurun. Pada pati yang dimodifikasi dengan perlakuan HMT, rata-rata melaporkan nilai kekuatan gel yang meningkat dibandingkan dengan pati alaminya. Peningkatan kekuatan gel pada modifikasi pati dengan HMT dilaporkan oleh Herawati 2009; Ahmad 2009; dan Wulansari 2010. Modifikasi pati dengan HMT tidak menyebabkan granula menjadi rusak, walaupun pada HMT menggunakan pemanasan yang tinggi, namun jumlah air yang diberikan terbatas sehingga pati tidak mengalami gelatinisasi sempurna atau hanya tergelatinisasi parsial sebagian. Hasil analisis dengan mikroskop polarisasi memperlihatkan sifat birefringence yang sedikit masih memperlihatkan warna biru dan kuning, selain itu berdasarkan bentuk dan ukuran granula proses modifikasi dengan HMT tidak mengubah bentuk dan ukuran patinya. Syamsir 2012, menyatakan bahwa proses HMT tidak mengubah bentuk dan ukuran granula pati tapioka, namun sebagian pati kehilangan sifat birefringence di bagian tengah granulanya. Sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Herawati 2009, bahwa pati sagu termodifikasi HMT mengalami perubahan sifat birefringence. Maltose cross yang terletak pada daerah hylum granula pati mulai memudar tapi masih tampak membentuk warna biru kuning yang menandakan integritas granula masih terjaga. Cham dan Prisana 2010 dan Singh et al. 2011, melaporkan peningkatan kekuatan gel pada modifikasi pati dengan HMT dan Annealing. Pada HMT yang memodifikasi pati dengan suhu tinggi dengan air yang terbatas, sedangkan Annealing memodifikasi pati dengan suhu yang rendah dengan air yang berlebih. Kedua modifikasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada granula pati yang diamati dengan SEM. Zavareze dan Alvaro 2011 mereviu beberapa penelitian tentang HMT dan Annealing. Kisaran suhu yang digunakan pada HMT adalah 90 o C – 130 o C dan kisaran kadar air 10 - 30, sedangkan kisaran suhu pada Annealing adalah 10 o C – 65 o C dengan suspensi pati-air berkisar 1:2 bb – 1:10 bb. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Derajat Putih Mocaf. Analisis ragam Anova menunjukkan bahwa derajat putih Mocaf native berbeda sangat nyata p0.05 dengan Mocaf termodifikasi Lampiran 4b. Modifikasi Mocaf native dengan pemanasan-pendinginan berulang menyebabkan penurunan derajat putih pada Mocaf termodifikasi Gambar 22. Semua nilai derajat putih Mocaf termodifikasi lebih rendah dari tepung Mocaf native 115.01±0.09. Derajat putih Mocaf termodifikasi pada siklus 1 adalah 94.06±1.30, pada siklus 2 dan 3 masing-masing adalah 97.18±2.95 dan 98.47±0.63. Perlakuan pemanasan pada proses modifikasi menyebabkan berubahnya derajat putih dari Mocaf native. Pemanasan menyebabkan reaksi browning, sehingga Mocaf termodifikasi mengalami penurunan derajat putih. Reaksi browning pada pati dikenal dengan reaksi maillard yaitu reaksi antara gugus hidroksil dari gula pereduksi dengan gugus amino dari protein, peptida atau asam amino menghasilkan polimer berwarna coklat melanoidin Winarno, 2002. Penurunan derajat putih pada Mocaf termodifikasi tidak menyebabkan penurunan derajat putih yang terlalu tajam. Hasil pengukuran dengan whitnessmeter, menujukkan derajat putih tepung termodifikasi adalah 94.06 – 98.47. Persyaratan derajat putih untuk pati tapioka SNI 01-3451-1994 yaitu 92- 94.5 serta persyaratan derajat putih untuk tepung singkong SNI 01-2997- 1992 yaitu minimum 85. Gambar 22 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap derajat putih. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b b b 20 40 60 80 100 120 140 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus D er aj at p u ti h te rh adap B aS O4 Perlakuan Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Amylose Leaching Mocaf. Amylose leaching pelepasan amilosa merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan keluarnya amilosa pada saat proses gelatinisasi. Jumlah amilosa yang lepas pada Mocaf sebelum dan sesudah perlakuan, adalah persentase amilosa berdasarkan berat Mocaf native dan Mocaf termodifikasi Gambar 23. Amylose leaching dari Mocaf native adalah 4.25±0.00, sedangkan pada Mocaf termodifikasi pada siklus 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 2.43±0.06, 2.11±0.04 dan 2.08±0.09 Lampiran 5, dari data ini terlihat bahwa terjadi penurunan amylose leaching setelah Mocaf diberi perlakuan pemanasan dan pendinginan berulang berbeda nyata p0.05, yang memberikan gambaran terjadinya penurunan jumlah amilosa yang lepas akibat perlakuan tersebut. Proses pemanasan menyebabkan Mocaf tergelatinisasi, yang diikuti pendinginan yang menyebabkan berlangsungnya proses retrogradasi, yang berdampak pada terbentuknya kompleks antara amilosa-amilosa, amilosa- amilopektin dan amilosa-lemak. Terbentuknya ikatan kompleks tersebut menyebabkan tepung termodifikasi memiliki ikatan yang lebih kompak dan rapat, sehingga jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan lebih rendah. Penurunan jumlah amilosa yang lepas, karena proses HMT disebabkan bertambahnya interaksi antara amilosa, amilosa dengan amilopektin dan amilosa dengan lemak Hoover dan Manuel 1996; Perera et al. 1997; Chung et al. 2009; Gunaratne dan Hoover 2001; Chung et al. 2010; Singh et al. 2011; Rocha et al. 2012. Gambar 23 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap Amylose leaching. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b b b 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus A m y lo se le ac h in g Perlakuan Selain karena kompleks antara amilosa-amilosa dan atau amilosa- amilopektin, maka yang berpengaruh terhadap penurun tersebut disebabkan oleh terbentuknya kompleks antara amilosa-lemak pada tepung termidifikasi 2 siklus dan 3 siklus dibuktikan dengan terbentu k sudut difraksi 2Ө pada 20 o . Sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Chung et al. 2011 menyatakan bahwa kompleks antara amilosa-lemak bisa menurunkan amylose leaching pada Arborio Italian short-grain rice dan calrose japonica medium-grain rice. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Sineresis Mocaf. Sineresis atau keluarnya air yang pada awalnya terperangkap didalam sistem gel, bisa terjadi akibat proses retrogradasi yang berlangsung secara intensif. Pengukuran sineresis setelah satu kali siklus pembekuan bertujuan untuk mengestimasi selama penyimpanan beku. Jumlah air yang keluar merupakan akibat dari terjadinya peningkatan ikatan hidrogen antar dan inter molekuler akibat terjadinya agregasi retrogradation selama penyimpanan beku Syamsir 2012. Proses pemanasan-pendinginan dan siklus pada Mocaf meningkatkan adanya kecendrungan retrogradasi yang diikuti terjadinya peningkatan sineresis Gambar 24. Gel Mocaf termodifikasi menunjukkan peningkatan persentase sineresis dibandingkan dengan Mocaf native setelah perlakuan satu siklus pembekuan-pencairan. Gel Mocaf termodifikasi menunjukkan persentase sineresis pada 1, 2, dan 3 siklus berturut-turut 43.64±0.65, 52.42±0.12 dan 58.42±0.18, sedangkan pada Mocaf native sebesar 28.04±0.00 dan analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata p0.05 Lampiran 6. Gambar 24 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap sineresis. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b c d 10 20 30 40 50 60 70 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus Si n e re sis Perlakuan Retrogradasi Mocaf native terjadi ketika molekul pati yang telah mengalami gelatinisasi karena proses pemanasan membentuk struktur kristal kembali melalui interaksi hidogen antar sesamanya setelah pendinginan dan berakibat molekul air yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar sineresis. Katekhong dan Charoenrein 2012 mengatakan bahwa sineresis terjadi karena terjadinya peningkatan asosiasi molekul antara rantai pati, khususnya amilosa yang menyebabkan keluarnya air dari struktur gel. Jumlah air yang keluar karena sineresis adalah indikator yang berguna dari kecendrungan pati untuk teretrogradasi. Peningkatan persantese sineresis meningkat seiring dengan jumlah siklus pemanasan dan pendingian yang diberikan, akibatnya gel dari Mocaf native berubah menjadi lebih tidak stabil terhadap pembekuan. Menurut Yadav 2013, bahwa semakin tingginya persentase sineresis mengindikasikan semakin rendahnya stabilitas pati terhadap pembekuan. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Daya Cerna Mocaf Pengukuran daya cerna pati in vitro dilakukan untuk melihat tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Daya cerna pati yang rendah menunjukkan bahwa pati sulit untuk dicerna yang kemungkinan pada pati tersebut terdapat komponen yang sulit atau tidak dapat dicerna. Komponen bahan pangan yang tidak dicerna tersebut dapat berupa pati resisten atau serat pangan Faridah 2011. Gambar 25 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap daya cerna. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b c d 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus D ay a c e rn a Perlakuan Gambar 25 menunjukkan pengaruh pemanasan-pendinginan berulang terhadap daya cerna Mocaf. Tepung Mocaf native yang tidak diberi perlakuan memiliki daya cerna sebesar 86.30±0.33, sedangkan Mocaf termodifikasi mengalami penurunan daya cerna dibandingkan native-nya dan berbeda nyata secara statistik p0.05, penurunan daya cerna seiring peningkatan jumlah siklus yang diberikan yaitu 70.56±1.17, 66.78±0.83 dan 63.05±0.25, masing- masing pada 1, 2 dan 3 siklus pemanasan-pendinginan Lampiran 3. Mocaf termofikasi mengalami penurunan daya cerna kemungkinan karena pembentukan kompleks antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin dan amilosa-lemak selama proses proses pemanasan-pendinginan berulang. Pembentukan kompleks tersebut menyebabkan Mocaf termodifikasi yang dihasilkan lebih sulit untuk diserang oleh enzim, sehingga terjadi daya cerna menjadi menurun. Sejalan dengan peneltian yang dilaporkan oleh Faridah 2011, bahwa jumlah siklus autoclaving-cooling berperan terhadap penurunan daya cerna pati garut, daya cerna pati garut alami 84.35 turun menjadi 70.81, 48.44 dan 28.35 masing-masing pada autoclaving-cooling 1 siklus, 3 siklus dan 5 siklus. Siklus autoclaving-cooling yang lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi amilosa atau amilopektin rantai terluar dibagian kristalin. Penurunan daya cerna pati karena autoclaving-cooling diakibatkan terjadinya penyusunan ulang molekul-molekul pati antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin dan amilopektin-amilopektin yang berakibat pada penguatan ikatan pada pati sehingga pati lebih sulit dicerna Shin 2004. Proses heat-moisture treatment HMT juga menyebabkan penurunan daya cerna pada jagung Lestari 2009, sagu Satriawan 2010 dan pada tapioka Syamsir 2012. Lestari 2009, menyatakan bahwa perlakuan HMT meningkatkan interaksi antara amilosa dan amilosa, amilosa dan amilopektin, serta pembentukan kompleks amilosa dan lemak. Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Kadar Pati Resisten Mocaf. Pati resisten didefinisikan sebagai sejumlah pati dan hasil degradasi pati yang tidak diserap oleh usus halus. RS3 adalah pati hasil retrogradasi yang terbentuk akibat pemanasan suhu tinggi yang disusul dengan penyimpanan pada suhu rendah. Peningkatan pati resisten Mocaf native pada penelitian ini dilakukan dengan cara pemanasan suspensi tepung Mocaf 1:3.44 bb pada suhu 79,93 o C kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu 4 o C. Proses pemanasan-pendinginan diulang sebanyak tiga kali, kemudian suspensi dikeringkan dengan drum dryer dan dikecilkan ukurannya dengan ayakan 100 mesh sehingga didapatkan tepung termodifikasi. Pada Mocaf termodifikasi yang diberi perlakuan pemanasan-pendinginan berulang 3 siklus mengalami peningkatan kadar RS Gambar 26. Mocaf native memiliki kadar RS sebesar 0.79±0.15. Kadar RS pada Mocaf native ini adalah pati resisten tipe II RS2 yang merupakan pati resisten yang secara alami terdapat dalam bahan pangan dan tahan terhadap enzim pencernaan seperti yang terdapat dalam pisang mentah dan kentang mentah. Mocaf yang diberi perlakuan pemanasan-pendinginan berulang mengalami peningkatan kadar RS seiring dengan peningkatan jumlah siklus yang diberikan dan berbeda sangat nyata p0.05. Perlakuan pemanasan-pendinginan berulang meningkatkan kadar RS Mocaf native menjadi 5 – 10 kali lipat Lampiran 9. Peningkatan kadar RS tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 3 siklus pemanasan- pendinginan yaitu sebesar 8.73±0.04. Sebagai perbandingan adalah penelitian yang dilaporkan oleh Faridah 2012 dengan perlakuan autoclaving-cooling 3 siklus meningkatkan kadar RS pada pati garut dari 2.12 menjadi 13.80. Granula pati yang dipanaskan menyebabkan pati tergelatinisasi yang menyebabkan granula membengkak sehingga amilosa didalamnya keluar leaching. Proses pendinginan menghasilkan gel, dimana amilosa akan saling berinteraksi sesamanya retrogradasi. Adanya interaksi antar rantai amilosa membentuk struktur yang relatif lebih tahan terhadap proses hidolisis enzim. Siklus pemanasan yang semakin banyak menyebabkan semakin banyak fraksi amilosa yang terhidrolisis membentuk fraksi amilosa rantai pendek. Jumlah fraksi amilosa rantai pendek ini semakin banyak memberikan peluang terjadinya retrogradasi atau rekristalisasi seiring dengan banyaknya siklus pendinginan yang diberikan. RS3 yang dihasilkan karena gelatinisasi menyebabkan gangguan struktur granula pati karena pemanasan dengan air yang berlebih dan retrogradasi merupakan rekristalisasi lambat pada komponen pati amilosa dan amilopektin pada saat pendinginan Milasinovic et al. 2010. Jenis pati resisten yang dihasilkan dari hasil modifikasi Mocaf native dengan perlakuan pemanasan gelatinisasi dan pendinginan retrogradasi pada penelitian ini adalah RS3. RS3 adalah jenis pati resisten yang terbentuk dari amilosa yang teretrogradasi selama pendinginan dari pati yang tergelatinisasi Escarpa et al. 1997, Sajilata et al. 2006, Milasinovic et al. 2010, Subaric et al. 2012. Gambar 26 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap pati resisten. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b c d 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus Pati r e si ste n Perlakuan Mocaf modifikasi 3 siklus digunakan sebagai bahan substitusi pembuatan mi Mocaf. Hal ini dilakukan karena Mocaf modifikasi 3 siklus memiliki kadar RS tertinggi. Dengan demikian diharapkan kadar RS pada mi yang dihasilkan lebih tinggi. Aplikasi Mocaf Termodifikasi pada Formulasi Mi Mocaf Pada penelitian ini dibuat tiga jenis mi kering yaitu mi dengan bahan 100 Mocaf tanpa substitusi, mi dengan 85 Mocaf native yang disubstitusi 15 Mocaf termodifikasi 3 siklus substitusi 15 dan mi dengan 75 Mocaf native yang disubstitusi 25 Mocaf termodifikasi 3 siklus substitusi 25 Gambar 27. Setelah didapatkan produk mi yang diinginkan, selanjutnya dilakukan analisa terhadap Kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP, waktu optimum pemasakan, daya serap air, berat rehidrasi, elongasi, kekerasan, kelengketan, elastisitas, kekenyalan dan nilai organoleptik. Gambar 27 Mi kering Mocaf subtitusi dan tanpa subtitusi ulangan 1A dan ulangan 2 B Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan KPAP dan Waktu Optimum Pemasakan KPAP adalah banyaknya padatan yang terlarut dalam air seduhanrebusan mi, setelah mi direbus sesuai dengan waktu optimum pemasakannya.Mi yang dianggap baik adalah mi yang mempunyai nilai KPAP yang rendah. Charles et al. 2006 melaporkan nilai KPAP dari mi yang terbuat dari 100 tepung terigu sebesar 11.2. Nilai KPAP dari tiga jenis mi Mocaf yang dihasilkan Tabel 12, terlihat terjadi peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah tepung termodifikasi yang ditambahkan Lampiran 10. Terjadinya peningkatan nilai KPAP pada mi yang disubtitusi dengan Mocaf termodifikasi sangat berhubungan dengan nilai breakdown relatif BD-R dari Mocaf termodifikasi yang dijadikan pensubstitusi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai BD-R Mocaf termodifikasi lebih tinggi dari Mocaf native, sedangkan nilai breakdown yang diharapkan sebagai bahan baku dalam pembuatan mi adalah nilai breakdown yang rendah. Seperti yang dilaporkan oleh Lestari 2009 breakdown yang rendah dapat memperbaiki karakteristik fisik mi jagung diantaranya adalah kekompakan tekstur mi selama pemasakan. Tekstur yang kompak atau tidak hancur selama pemasakan dapat menghasilkan mi dengan KPAP yang rendah. Tabel 12 KPAP dan waktu pemasakan optimum pada mi Mi kering Mocaf KPAP Waktu Optimum Pemasakan menit Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 16.50 a ±0.65 16.50 a ±2.91 23.07 b ±0.69 13.01 a ±0.01 12.00 b ±0.01 12.01 b ±0.01 Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata p0.05 Waktu optimum pemasakan adalah waktu yang dibutuhkan mi untuk mengabsorbsi air sehingga tekstur menjadi kenyal dan elasti yang ditandai dengan hilangnya garis putih ketika ditekan dengan dua lempeng potongan kaca. Tabel 12 menunjukkan waktu optimum pemasakan pada mi Mocaf. Mi Mocaf yang disubstitusi dengan Mocaf termodifikasi memiliki waktu optimum pemasakan yang lebih singkat dibandingkan dengan mi Mocaf tanpa substitusi, dengan hasil analisis ragam yang berbeda sangat nyata p0.01 Lampiran 11. Penurunan waktu optimum pemasakan pada mi Mocaf yang disubstitusi berkaitan dengan perbedaan suhu awal gelatinisasi, seperti yang telah dijelaskan pada bagian pembahasan tentang profil gelatinisasi dari Mocaf native dan Mocaf termodifikasi. Suhu awal gelatinisasi pada Mocaf native adalah 67.3 o C, sedangkan Mocaf termodifikasi adalah 64.5 o C, hal ini memberikan gambaran waktu yang dibutuhkan untuk mencapai masing-masing suhu tersebut akan berbeda untuk mencapai awal gelatinisasi dari Mocaf, oleh karena itu mi Mocaf yang disubstitusi dengan Mocaf termodifikasi mempunyai waktu pemasakan yang lebih singkat. Hal yang sama dilaporkan oleh Herawati 2009 bahwa terjadinya penurunan waktu optimum pemasakan rehidrasi terkait dengan kisaran suhu awal gelatinisasi yang lebih rendah pada pati sagu HMT, yang menyebabkan waktu rehidrasi bihun yang lebih rendah. Daya Serap Air DSA dan Berat Rehidrasi Daya serap air DSA menunjukkan kemampuan mi untuk menyerap air secara maksimal selama proses pemasakan. Pengukuran DSA dilakukan dengan memasak mi dalam air mendidih. Nilai DSA dihitung dari banyaknya air yang diserap per berat kering sampel. DSA secara umum menggambarkan perubahan bentuk mi selama proses pemasakan. Semakin tinggi nilai DSA, maka akan semakin banyak air yang mampu diserap oleh mi dan mi semakin mengembang. DSA dan berat dehidrasi mi biasanya berkolerasi positif, seperti yang ditunjukkan pada DSA dan berat rehidrasi dari mi Mocaf Tabel 13. Tabel 13 DSA dan berat rehidrasi pada mi Mi Mocaf DSA Berat rehidrasi gr Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 169.63 a ±4.33 149.46 b ±6.67 126.66 c ±7.54 233.01 a ±3.46 214.78 b ±5.94 189.79 c ±6.77 Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata p0.05 Analisis ragam Anova menunjukkan adanya pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap DSA pada mi Mocaf. Uji lanjut Tukey menunjukkan semakin banyak Mocaf termodifikasi yang disubstitusikan semakin menurunkan DSA mi Mocaf tersebut yang berbeda secara nyata p0.05. Demikian halnya dengan berat rehidrasi pada mi Mocaf, yang semakin menurun dengan penambahan jumlah Mocaf yang disubstitusikan Lampiran 12, yang penurunannya berbeda secara nyata p0.05. Mi Mocaf yang dapat menyerap lebih banyak air akan mempunyai yang lebih tinggi dan sebalikanya Mi Mocaf yang menyerap air lebih sedikit memiliki berat rehidrasi yang lebih rendah. Elongasi Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Pengukuran elongasi biasanya dilakukan dengan alat khusus TA-XT2i maupun dengan cara manual, yaitu dengan menggunakan alat penggaris. Hasil pengukuran dinyatakan dalam elongasi. Gambar 28 menunjukkan pengaruh subtitusi Mocaf termodifikasi terhadap persentase elongasi mi Mocaf kering yang dihasilkan. Analisis ragam Anova untuk persentase elongasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p0.01 antara mi Mocaf tanpa substitusi dengan mi Mocaf substitusi. Persantase elongasi mi Mocaf kering tanpa substitusi, substitusi 15 dan 25 berturut-turut adalah 347.02±19.86, 312.18±10.28 dan 262.10±20.6 Lampiran 14. Persentase elongasi terlihat semakin menurun dengan bertambahnya persentase Mocaf termodifikasi yang disubstitusikan. Penurunan persentase elongasi pada mi Mocaf yang disubstitusi dengan Mocaf termodifikasi, baik yang disubtitusi 15 maupun 25 disebabkan karena Mocaf termodifikasi yang disubtitusikan memiliki BD-R yang lebih tinggi dibandingkan BD-R tepung Mocaf native. Peningkatan persantase elongasi dilaporkan oleh Indrawuri 2010, yaitu bahwa tepung jagung yang disubtitusi dengan tepung jagung termodifikasi HMT akan meningkatkan persentase elongasi dari mi jagung yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena tepung jagung HMT tidak memiliki breakdown. Nilai breakdown menunjukkan tingkat kestabilan pati selama pemanasan, sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown dapat meningkatkan kekompakan serta meningkatkan elastisitas mi jagung. Tekstur Kekerasan, Kelengketan, Elastisitas dan Kekenyalan Beberapa sifat reologi yang penting pada produk mi diantaranya adalah kekerasan, kekenyalan, elongasi dan kekuatan tarik tensile strength. Reologi mi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bahan baku, proses pengolahan, bahan tambahan terutama garam dan garam basa yang digunakan dan proses pemasakan Muhandri 2012. Pengukuran kekerasan, kelengketan dan elastisitas mi Mocaf yang dihasilkan pada penelitian ini menggunakan alat texture profile analyser TPA TA-XT2i. Kekerasan berdasarkan alat ini didefinisikan sebagai gaya maksimum yang diperlukan untuk menekan sampel mi Mocaf yang telah direhidrasi sesuai waktu pemasakannya sampai terjadi perubahan bentuk yang telah ditetapkan. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute + peak yaitu gaya maksimal. Kelengketan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menarik sampel mi dan memisahkannya dari lempeng kompresi ditunjukkan dengan absolute - peak. Gambar 28 Pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap elongasi. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b c 50 100 150 200 250 300 350 400 Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 E lo n g asi Mi kering Mocaf Satuan dari kekerasan dan kelengketan adalah gram force gf. Elastisitas adalah gaya yang diperlukan untuk menarik mi Mocaf hingga putus, sedangkan kekenyalan adalah kemampuan mi Mocaf untuk kembali kebentuk semula jika diberi gaya,dan gaya tersebut dilepas kembali, kekenyalan ditunjukkan dengan perbandingan perbandingan luas area peak kedua terhadap peak pertama, satuan yang digunakan untuk menyatakan kekenyalan adalag gram second gs Tabel 14 menunjukkan nilai pengukuran kekerasan, kelengketan, elastisitas dan kekenyalan dari mi Mocaf. Kekerasan mi Mocaf yang disubstitusi dengan Mocaf termodifikasi terjadi penurunan. Analisis ragam Anova menunjukkan adanya pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap kekerasan pada mi Mocaf. Uji lanjut Tukey menunjukkan semakin banyak Mocaf termodifikasi yang disubstitusikan semakin menurunkan kekerasan mi Mocaf tersebut yang berbeda sangat nyata p0.01. Tabel 14 Tekstur mi kering Mocaf Parameter Mi kering Mocaf Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 Kekerasan gf Kelengketan gf Elastisitas gs Kekenyalan gs 432.9 a ±59.8 -33.00 a ±-3.47 0.92 a ±0.05 0.77 a ±0.44 357.7 b ±8.7 -29.13 ab ±-3.18 0.90 a ±0.02 0.75 a ±0.33 266.8 c ±20.8 -25.38 b ±-3.43 0.89 a ±0.05 0.72 a ±0.55 Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata p0.05 Penurunan kekerasan mi Mocaf pada mi Mocaf yang disubstitusi berkaitan dengan nilai Viskositas setback Mocaf termodifikasinya. Viskositas setback dari tepung termodifikasi lebih rendah dari viskositas setback tepung Mocaf native Tabel 10. Viskositas setback sangat dibutuhkan dalam produk mi karena viskositas ini akan mempengaruhi kekerasan mi. Oleh sebab itu viskositas setback tepung untuk produk mi diharapkan tidak terlalu tinggi karena semakin tinggi viskositas setback yang dihasilkan maka tekstur mi akan semakin keras. Kelengketan adalah salah satu atribut dari mi yang dipertimbangkan. Mi dengan karakteristik yang terlalu lengket tidak diinginkan dalam produk mi. Analisis ragam Anova untuk nilai kelengketan menunjukkan perbedaan nyata antara mi Mocaf tanpa substitusi dengan mi Mocaf substitusi. Kelengketan pada mi Mocaf Tabel 14 yang dihasilkan terlihat menurun dengan adanya substitusi Mocaf termodifikasi terhadap Mocaf native. Mi dengan kelengketan yang rendah pada mi Mocaf substitusi 25 memang diharapkan agar memiliki eating quality yang baik. Elastisitas mi Mocaf tanpa substitusi, mi Mocaf substitusi 15 dan mi Mocaf substitusi 25, masing-masing adalah 0.92 gs, 0.90 gs dan 0.89 gs. Elastisitas mi Mocaf yang disubstitusi mengalami penurunan, namun penurunannya tidak berbeda secara nyata p0.05 dan nilai-nilai elastisitasnya masih mendekati nilai 1 gs. Menurut Lestari 2009 pengukuran elastisitas diartikan sebagai kemampuan mi matang untuk kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama, dimana pengukurannya adalah berdasarkan ketebalan awal mi yang dibandingkan dengan ketebalan mi setelah diberi tekanan pertama. Berdasarkan hal tersebut maka nilai elastisitas akan semakin bagus apabila nilainya mendekati 1 satu, yang artinya mi dapat kembali kekondisi ketebalan awal setelah diberi tekanan. Substitusi Mocaf termodifikasi ternyata menyebabkan penurunan nilai kekenyalan pada mi Mocaf. Hasil analisis ragam Anova menunjukkan bahwa substitusi Mocaf termodifikasi sebanyak 15 dan 25 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kekenyalan pada mi Mocaf p0.05. Pengaruh Mocaf Termodifikasi Terhadap Nilai Organoleptik Mi Kering Mocaf Selain penilaian mi Mocaf secara obyektif dengan texture analyser TA- XT2i seperti yang telah dibahas sebelumnya, mi Mocaf juga dinilai secara subyektif terhadap nilai organoleptik mi Mocaf berupa penilaian terhadap kekerasan, elastisitas, kelengketan dan tingkat kesukaan secara keseluruhan Lampiran 15. Hasil pengujian organoleptik merupakan salah satu analisis untuk mengetahui penilaian panelis terhadap fisik dan selera konsumen. Pengujian ini melibatkan 79 orang mahasiswa sebagai panelis yang akan memberikan penilaian terhadap parameter atribut yang telah ditentukan. Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kekerasan Tingkat penilaian panelis disajikan pada Gambar 29. Analisis ragam Anova menunjukkan adanya pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi pada penilaian panelis terhadap tingkat kekerasan pada mi Mocaf. Uji lanjut Duncan menunjukkan panelis memberikan penilaian yang berbeda sangat nyata p0.01 terhadap mi Mocaf tanpa substitusi dan mi Mocaf yang disubstitusi. Gambar 29 Rata-rata penilaian terhadap kekerasan mi. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b b 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Tanpa substitusi Substitusi 25 Substitusi 15 S ko r ke ke rasan Mi kering Mocaf Rata-rata penilaian panelis terhadap kekerasan pada mi Mocaf masuk dalam rentang skala sedikit keras 2 sampai tidak keras 1. Mi Mocaf tanpa substitusi rata-rata dinilai oleh penelis kearah sedikit keras dibandingkan dengan mi Mocaf yang disubstitusi, dan penambahan Mocaf termodifikasi dinilai panelis kekerasannya menurun mendekati skala tidak keras. Penilaian ini sejalan dengan pengukuran kekerasan secara ojektif dengan texture analyser, yang menunjukkan penurunan tingkat kekerasan yang disebabkan oleh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap Mocaf native. Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Elastisitas Penilaian terhadap elastisitas yang dimaksud pada pengujian organoleptik adalah bagaimana kekenyalan mi saat dikunyah Gambar 30. Hasil analisis ragam Anova untuk skor hedonik kekenyalan menunjukkan perbedaan sangat nyata p0.01 antara mi Mocaf tanpa substitusi dengan mi Mocaf yang disubstitusi. Rata-rata penilaian panelis terhadap kekenyalan masuk dalam rentang moderat 3 hingga sedikit elastis 2. Dari rata-rata penilain panelis terlihat bahwa kekenyalan mi Mocaf akan menurun jika disubstitusi dengan tepung Mocaf termodifikasi. Penilaian panelis ini sejalan dengan nilai kekenyalan mi Mocaf yang diukur secara obyektif dengan teksture analyser, yang memperlihatkan penurunan kekenyalan pada mi Mocaf yang dihasilkan jika Mocaf native disubstitusi dengan Mocaf termodifikasi. Gambar 30 Rata-rata penilaian terhadap elastisitas mi. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b b 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 S ko r e lasti si tas Mi kering Mocaf Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kelengketan Secara obyektif nilai kelengketan pada mi Mocaf yang diukur dengan texture analyser menunjukkan penurunan. Kelengketan menurun dengan semakin banyaknya Mocaf yang disubstitusikan. Penilaian kelengketan oleh panelis secara subyektif menunjukkan hal yang berbeda Gambar 31. Hasil analisis ragam Anova untuk skor hedonik kelengketan menunjukkan perbedaan sangat nyata p0.01 antara mi Mocaf tanpa subtitusi dengan mi Mocaf substitusi. Mi Mocaf yang disubstitusi 25 dinilai oleh panelis memiliki kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan mi Mocaf tanpa substitusi dan mi Mocaf yang disubstitusi 15. Peningkatan kelengketan ini berhubungan dengan nilai KPAP dari Mi Mocaf. Nilai KPAP dari mi Mocaf substitusi 25, lebih tinggi dari nilai KPAP mi Mocaf tanpa substitusi dan substitusi 15. Tingginya nilai KPAP ini menujukkan jumlah padatan yang keluar dari untaian mi Mocaf selama proses pemasakan. Padatan yang keluar menyebabkan kelengketan pada mi. Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kesukaan Secara Keseluruhan Selain penilaian oleh panelis terhadap kekerasan, kekenyalan dan kelengketan, panelis juga diminta untuk memberikan penilaian terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan dari mi Mocaf Gambar 32. Rata-rata penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan pada mi Mocaf berada diantara rentang skala netral 4 sampai skala agak suka 5. Tingkat kesukaan panelis terhadap mi Mocaf tanpa substitusi dan mi Mocaf yang disusbtitusi tidak berbeda nyata p0.05, berarti bahwa penambahan Mocaf Gambar 31 Rata-rata penilaian terhadap kelengketan mi. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a a b 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 S ko r ke le n g ke tan Mi kering Mocaf termodifikasi tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap produk mi yang dihasilkan. Jika penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan pada produk mi yang tanpa substitusi dan dengan substitusi tidak berbeda, maka pilihan untuk mengkonsumsi bisa berdasarkan pada sifat fungsionalnya. Produk mi Mocaf yang disubstitusi memiliki sifat fungsional karena kadar RS yang dikandungnya lebing tinggi dari mi Mocaf tanpa subtitusi. Kadar RS tersebut dapat memberikan dampak yang baik bagi kesehatan. Pati resisten memiliki sifat dan fungsi seperti serat pangan, yaitu mengandung nilai energi yang rendah, dapat menurunkan indeks glikemik, menurunkan level kolesterol dalam darah dan menurunkan risiko kanker kolon dengan cara memperbanyak produksi asam lemak rantai pendek, terutama asam butirat. Pengaruh Mocaf Termodifikasi Terhadap Kadar Pati Resisten Mi Kering Mocaf. Seperti telah dijelaskan bahwa produk mi Mocaf yang dibuat pada penelitian ini adalah mi Mocaf tanpa substitusi, mi Mocaf substitusi 15 dan 25. Mocaf yang menjadi pensubstitusi adalah Mocaf yang telah dimodifikasi dengan pemanasan-pendinginan sebanyak tiga kali 3 siklus yang selanjut disebut dengan Mocaf termodifikasi. Kadar RS pada Mocaf termodifikasi yang menjadi pensubstitusi adalah sebesar 8.73. Selanjutnya setelah menjadi mi Mocaf, maka masing-masing mi Mocaf yang dihasilkan dianalisa lagi kadar RS yang dikandung Gambar 33. Kadar RS mi Mocaf tanpa substitusi, mi Mocaf substitusi 15 dan mi Mocaf substitusi 25 berturut-turut adalah 2.83±0.29, 3.73±0.11 dan Gambar 32 Rata-rata penilaian terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a a a 1 2 3 4 5 6 7 Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 S ko r ke su kaan sec ar a k e sel u ru h an Mi kering Mocaf 4.43±0.61 Lampiran 16. Kadar RS mi Mocaf yang disubstitusi dengan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kadar RS mi Mocaf tanpa substitusi dengan peningkatan yang berbeda secara nyata p0.05. Peningkatan kadar RS pada mi Mocaf yang disubstitusi disebabkan karena adanya penambahan RS dari Mocaf termodifikasi. Selain itu peningkatan kadar RS tersebut diduga dipengaruhi oleh proses selama pembuatan mi Mocaf Gambar 34. Peningkatan kadar RS karena proses pembuatan mi, dibuktikan pada meningkatnya kadar RS pada mi Mocaf tanpa substitusi dibandingkan dengan kadar RS pada Mocaf native sebagai bahan pembuatan mi Mocaf tanpa substitusi. Kadar RS pada Mocaf native adalah 0.79, meningkat menjadi 2.83 setelah dibuat mi Mocaf tanpa substitusi. Proses pembuatan mi Mocaf yang berpengaruh terhadap peningkatan kadar RS adalah pada proses pragelatinisasi Mocaf, ektrusi pencetakan dan pengeringan. Sebelum Mocaf dimasukkan dalam ekstruder, Mocaf native maupun Mocaf yang disubstitusi terlebih dahulu harus dipregelatinisai dengan dikukus pada suhu ±100 o C selama 30 menit, setelah itu dimasukkan dalam ekstruder ulir tunggal hingga terbentuk untaian mi yang selanjutnya dipotong dengan gunting kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Proses pregelatinisasi menyebabkan sebagian dari Mocaf tergelatinisai, selain itu proses gelatinisasi juga terjadi pada saat Mocaf diekstrusi karena timbulnya panas yang diakibatkan oleh gesekan ulir pada ekstruder, selanjutnya untaian mi dikering anginkan selama seminggu yang menyebabkan berlangsungnya retrogradasi. Proses gelatinisasi-retrogradasi ini menyebabkan Gambar 33 Kadar pati resisten pada mi Mocaf. Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05. a b c 1 2 3 4 5 6 Tanpa substitusi Substitusi 15 Substitusi 25 Pati r e si ste n Mi kering Mocaf meningkatnya kadar RS3 pada mi Mocaf disamping karena adanya substitusi termodifikasi yang mengandung pati resisten. Subaric et al. 2012, melaporkan bahwa RS3 adalah jenis umum dari pati resiten dan terutama terbentuk dari amilosa yang teretrogradasi selama pendinginan dari pati yang tergelatinisasi. Proses pemanasan menyebabkan molekul granula pati terhidrasi dan menyebabkan amilosa keluar dari granula, pendinginan menyebabkan amilosa dari pati yang tergelatinisasi berikatan kembali menjadi ikatan heliks ganda. Penelitian ini juga mencoba untuk melihat berapa besar perubahan kadar RS pada mi Mocaf substitusi 25 yang telah direhidrasi direbus sesuai dengan waktu optimum pemasakannya. Mi Mocaf yang telah direhidrasi mengalami penurunan kadar RS sekitar 0.390, Menurut Hodsagi 2011, RS3 adalah sangat menarik karena sifatnya yang tahan terhadap pemanasan. Dalam proses pemasakan yang normal, RS3 sangat stabil sehingga memungkinkan penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam berbagai makanan konvensional. Konsumsi mi Mocaf sebanyak 100 gr, sudah bisa memenuhi 15 kebutuhan pati resisten per hari dengan asumsi kadar pati resisten 4.040 pada mi yang telah direbus. Konsumsi pati resisten yang direkomendasikan untuk memperoleh keuntungan kesehatan adalah sekitar 20 gr per hari Muchtadi 2011. 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa karakteristik Mocaf native yang menjadi sampel penelitian ini adalah kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, ukuran granula, daya cerna, pati resisten, derajat putih, amylose leaching, persen sineresis dan kekuatan gel masing-masing adalah 67.47, 36.73, 30.74, 5 - 60 µm, 86.30, 0.79, 115.01, 4.25, 28.04, dan 190.7 gf. Selain itu bentuk granula dari Mocaf native adalah berbentuk bulat, profil gelatinisasi dan pola kristal tipe A. Kondisi proses modifikasi tepung Mocaf dengan pemanasan-pendinginan yang terbaik menurut response surface methodology RSM adalah pada suhu A B C Gambar 34 Proses pregelatinisasi. A Mocaf, B Pengukusan, C Mocaf yang telah dikukus. pemanasan 79.93 o C dan suspensi tepung-air 1:3.44 bb 29.06 bb. Perlakuan modifikasi tersebut memberikan hasil verifikasi yang masuk dalam kisaran kadar RS yang diprediksikan. Perlakuan modifikasi tersebut dapat meningkatkan kadar RS Mocaf native dari 0.79 menjadi, 4.16 pada 1 siklus pemanasan-pendinginan, 6.30 pada 2 siklus pemanasan-pendinginan dan 8.73 pada 3 siklus pemanasan-pendinginan. Mocaf termodifikasi 3 siklus dengan kadar RS3 sebesar 8.73 dijadikan bahan pensubstitusi pada pembuatan mi kering Mocaf. Mi kering Mocaf yang disubstitusi 15 dan 25 mengalami peningkatan kadar pati pati resisten berturut-turut menjadi menjadi 3.73 dan 4.43, sedangkan mi kering Mocaf tanpa substitusi hanya 2.88. Penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan pada uji organoleptik adalah mengarah kepada agak suka pada semua mi Mocaf yang dihasilkan, dengan rata-rata penilain yang tidak berbeda nyata. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini antara lain : 1 Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang optimasi yang melibatkan faktor pendinginan dan siklus, 2 untuk mempersingkat waktu optimum pemasakan perebusan mi diperlukan pengecilan ukuran, 3 diperlukan kajian tentang penambahan bahan pengikat untuk memperkecil kehilangan padatan akibat pemasakan mi. DAFTAR PUSTAKA Adebowale KO, Henle T, Schwarzenbolz U, Doert T. 2009. Modification and properties of African yam bean Sphenostylis stenocarpa Hochst Ex. A. Rich harms starch I: heat moisture treatments and annealing. Food Hydrocolloids 23:1947-1957.doi:10.1016j.foodhyd.2009.01.002 Affy S. 2007. Produksi mie kering dari ubi jalar Ipomea batatas varietas unggulan [Skripsi]. Bogor ID; Institut Pertanian Bogor. Ahmad L. 2009. Modifikasi fisik pati jagung dan aplikasinya untuk perbaikan kualitas mi jagung [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Anderson AK, Guraya HS, James C, Salvaggio L. 2002. Digestibility and pasting properties of rice starch heat-moisture treated at the melting temperature Tm. StarchStärke 54:401-409.doi: 10.10021521-379X20020954 Anonim a . 2009. Sekilas Tentang Mocaf. http:Mocaf-indonesia.com AOAC. 1995. Official Methods and Analysis of The Association Analitycal Chemists. Inc. Washington DC. AOAC. 1970. Official Method and Analysis of The Association Analytical Chemists. 11th Edition. Washington DC. AOAC. 1998. Official Methods of Analysis of the Association Analytical Chemistry Inc, Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor ID: IPB Press. Bilbao-Sainz C, Butler M, Weaver T, Bent J. 2007. Wheat starch gelatinization under microwave irradiation and conduction heating. Carbohydrate Polym 69:224-232.doi: 10.1016j.carbpol.2006.09.026. BeMiller JN, Whistler RL. 1996. Carbohydrates. Di dalam : OR Fennema, editor. Food Chemistry. Ed k-3. New York : Marcel Dekker. Cai X, Hong Y, Gu Z, Zhang Y. 2011. The effect of electrostatic interactions on pasting properties of potato starchxanthan gum combinations. Food Res Int. 44:3079-3086. doi:10.1016j.foodres.2011.07.036 Cham S, Prisana S. 2010. Effect of hydrothermal treatment of rice flour on various rice noodles quality. J cer sci. 51:284-291. doi:10.1016j.jcs.2010.01.002 Charles AL, Huang TC, Lai PY, Chen, Lee PP and Chang YH. 2006. Study of wheat flour-cassava starch composite mix and the function of cassava mucilage in Chinese noodles. Food Hidrocolloids 21:368-378. doi:10.1016j.foodhyd.2006.04.008 Charoenkul N, Dudsadee U, Worayudh P, Yasuhito T. 2011. Physicochemical characteristics of starches and flours from cassava varieties having different cooked root textures. Food Scie Technol. 44:1774-1781. doi:10.1016j.lwt.2011.03.009 Chen Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starches and Their Application in Noodle Products [Thesis]. Netherland NL: The Netherland Wageningen University. Chung HJ, Liu Q, Hoover R. 2009. Impact of annealing and heat-moisture treatment on rapidly digestible, slowly digestible and resistant starch levels in native and gelatinized corn, pea and lentil starches. Carbohydrate Polymers 75: 436-447.doi:10.1016j.carbpol.2008.08.006. Chung HJ, Liu Q, Hoover R. 2010. Effect of single and dual hydrothermal treatment on the crystalin structure, thermal properties, and nutritional fractions of pea, lentil,and navy bean starches. Food Res Int. 43:501-508. doi:10.1016j.foodres.2009.07.030. Chung HJ, Liu Q, Laurence L, Dongzhi W. 2011. Relationship between the structure, physicochemical properties and in vitro digestibility of rice starches with different amylose contents. Food Hydrocolloids 25:968-975. doi:10.1016j.foodhyd.2010.09.011. Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001. Bihon-type noodles from heat-moisture-treated sweet potato starch. Journal of Food Science 66:604- 609. doi:10.1111j.1365-2621.2001. Cooke D, Gidley MJ. 1992. Loss of crystalline and molecular order during starch gelatinization: origin of the enthalpy transition. Carbohydrate Research 227:103-112.doi:10.10160008-62159285063-6 Ekafitri R. 2009. Karakterisasi tepung lima varietas jagung kunig hibridadan potensinya untuk dibuat mie jagung [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Escarpa A, Gonzales MC, Morales MD, Saura-Calixto F. 1997. An approach to the influence of nutrients and other food constituents on resistant starch formation. Food Chem 60:527-532.doi:10.1016S0308-8146.97.00025.3. Fahmi A. 2007. Optimasi proses produksi mie basah berbasis tepung jagung dengan teknologi ekstrusi [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Farida DN. 2011. Perubahan karakteristik kristalin pati Garut Maranta arundinaceae L. dalam pengembangan pati resisten tipe III [Disertasi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Greenwood GT. 1979. Starch and glycogen. Di dalam : W Pigmen dan D Horton, editor. The Carbohydrate Chemistry and Biochemistry. London GB: Academic Press. Gudmundsson M. 1994. Retrogradation of starch and the role of its components. Thermochimica Acta 246:329-341.doi:10.10160040-6031.94.80100.2 . Gunaratne A, Hoover R. 2001. Effect of heat moisture treatment on the structure and physicochemical properties of tuber and root starches. J Carbo Polymer. 49:425-437.doi:10.1016144-8617.01.00354 . Haralampu SG. 2000. Resistant starch —a review of the physical properties and biological impact of RS3. J Carbo Polymer. 41:285-92.doi:10.1016SO144- 8617.99.00147.2. Haryanto B, Munarso SJ. 2004. Perkembangan teknologi pengolahan Mie. www.iptek.net.id...PTP18_Bambanghar-Pengolahan_mie_patpi.pdf [4 April 2012]. Haryanto B, Anggraeni D, Cahyana PT. 2011. Kajian pengembangan mie sagu dengan metode ekstruder. Di dalam: Montolalu RI, Andarwulan N, Tooy D, Djarkasi GSS, Mentang F, Makapedua DM, editor. Peran Teknologi dalam Pengembangan Pangan yang Aman, Bermutu dan Terjangkau bagi Masyarakat. Seminar Nasional Perhimpunan Teknologi Pangan Indonesia; 2011 Sept 15-17; Manado, Indonesia. Manado ID: Patpi, hlm 34-37. Herawati D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan teknik heat moisture-treatment HMT dan aplikasinya dalam memperbaiki kualitas bihun [Tesis]. Bogor ID: Intitut Pertanian Bogor. Hodges E. 2008. Standard Operating Procedure 043. Zeiss Evo 50 Scanning Electron Microscope. Centre for Nanoscale System. Cambridge, Massachusetts US: Harvad University. Hodsagi M. 2011. Recents results of investigations of resistant starch [thesis]. Budapest HU: Budapest University of Technology and Economics. Hoover R, Manuel H. 1996. Effect of heat-moisture treatment on the structure and physicochemical properties of legume starches. Food Res Int. 29:731- 750.doi:10.10160008-6215.96.90004.3. Indrawuri I. 2010. Peranan tepung jagung termodifikasi terhadap mutu dan penerimaan konsumen mi jagung [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Jane JL. 2004. Starch Structure and Properties. England : CRC press CLC. Jiranuntakul W, Chureerat P, Vilai R, Santhanee P, Dudsadee U. 2011. Microstructural and physicochemical properties of heat-moisture treated waxy and normal starches. J Food Eng. 104:246-258.doi:10.1016j.jfoodeng.2010.12.016. Katekhong W, Charoenrein S. 2012. The effect of aging on the freeze-thaw stability of rice flour gels. J Carbo polymer. 89:777- 782.doi:10.1016j.carbpol.2012.04.007. Kett Electric Laboratory, 1981. Operating Instruction Kett Digital Whitenessmeter. Tokyo. http:www.kett.co.jpenglish . Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. Jakarta ID: Dian Rakyat. Lamberti M, Geiselmann A, Conde-Petit B, Escher, F. 2004. Starch transformation and structure development in production and reconstitution of potato flakes. LWT. 37:417-427.doi:10.1016j.lwt.2003.10.015. Leong YH, Karim AA, Norziah MH. 2007. Effect of pullulanase debranching of sago Metroxylon sagu starch at subgelatinization temperature on the yield of resistant starch. StarchStarke 59:21-32.doi:10.1002star.200790005. Lestari OA. 2009. Karakterisasi sifat fisiko-kimia dan evaluasi nilai gizi biologis mi jagung kering yang disubtitusi tepung jagung termodifikasi [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Li S, Ward R, Gao Q. 2011. Effect of heat-moisture treatment on the formation and physicochemical properties of resistant starch from mung bean Phaseolus radiatus starch. Food Hidrocolloid. 25:1702-1079. doi:10.1016j.foodhyd.2011.03.009. Liu Q. 2005. Understanding Starches and their Role in Foods. Di dalam: Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties and Applications. Cui SW, editor. Boca Raton, FL US: CRC Press. Lorenz K, Collins F, Kulp K. 1983. Physico-chemical properties of defatted heat- moisture treated starches. StarchStarke 35:123 –129. doi:10.1002star.19830350405 Meilgaard M. 1999. Sensory Evaluation Techniques. London GB. CRC Pr. Meyer LH. 2003. Food Chemistry. Textbook Publisher, New York. Milasinovic MS, Radasavljevic MM, Dokic LP. 2010. Effects of autoclaving and Pullulanase debranching on the resistant starch yield of normal maize starch. J Serb Chem Soc. 75:449-458.doi: 10.2998JSC090904027M. Mishra S, Rai T. 2006. Morphology and functional properties of corn, potato and tapioca starches. Food Hidrocolloid 20:557-566.doi: 10.1016j.foodhyd.2005.01.001. Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson ed. Starch in Food: Structure, Function, and Application. Boca Raton, FL US: CRC Press. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi : Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta ID. Pustaka Sinar Harapan. Muhandri T. 2012. Karakteristik reologi mi jagung dengan proses ekstrusi pemasak – pencetak [Disertasi]. Bogor ID. Institut Pertanian Bogor. Munthe, Ginting M. 2008. Tepung MOCAL ditargetkan Gantikan Terigu Impor. http:www.bumn.go.id. [23 Februari 2012] Nugent AP. 2005. Health properties of resistant starch. Nutr Bulletin 30:27-54. Numfor FA, William MW, Steven JS. 2009. Effect of emulsifiers on the physical properties of native and fermented cassava starches. J Agric Food Chem 44: 2595-2599.doi:10.1021jf950610w Oh NH, Seib PA, Deyoe CW, Word AB. 1985. Noodle II, the surface firmness of cooked noodles from soft and hard wheat flour. Cereal Chem 62:431-436. Ohr ML. 2004. Fortifying with fiber. Food Tech 58 2:71-75. Okafor N. 1998. An integrated bio-system for the disposal of cassava wastes, integrated bio-systems in zero emissions applications. Food Chemistry 82:599-602. Pagani M. 1986. Pasta products from non conventional raw materials. Di dalam: Pasta and Extrusion Cooked Foods, Mercier Ch dan Cantarelli C, editor. Proceedings of an International Symposium in Milan Italy. London GB: Elsevier Applied Science Publishers Ltd. hlm 52-68. Pangestuti BD. 2010. Karakterisasi tapioka dari beberapa varietas ubi kayu Manihot esculenta crantz [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Panikulata G. 2008. Potensi Modified cassava flour Mocaf sebagai subtituen tepung terigu pada produk kacang telur [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Parker R, Ring GS. 2001. Aspects of the physical chemistry of starch [Mini Review]. J Cer Sci. 34:1-17.doi:10.1006jcrs.2000.0402. Perera C, Hoover R, Martin AM. 1997. The effect of hydroxypropylation on the structure and physicochemical properties of native, defatted and heat- moisture treated potato starches. Food Res Int. 30:234- 247.doi:10.1016SO963-9969.97.00041.0. Perez LA, Meraz FG, Suarez FG, Tovar J, Huicochea EF, Saguilan AA. 2005. Resistant starch-rich powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: Partial Characterization. J Starch. 57:405-412. Prabawati S, Richana N, Suismono. 2011. Inovasi pengolahan singkong meningkatkan pendapatan dan diversifikasi pangan. Sinar Tani 3404:1-5. www.litbang.deptan.go.iddownloadone104Manfaat-Singkong.p df [ 3 Maret 2012]. Prihatman K. 2000. Ketela PohonSingkong Manihot utilissima pohl. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan. www.warintek.ristek.go.idpertaniansingkong.pdf [3 Maret 2012]. Purba SF. 2010. Pendugaan komposisi kimia Modified cassava flour Mocaf dengan metode Near Infra Red NIR [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Purwani EY, Setiawaty Y, Setianto H,Widaningrum. 2006. Karakterisasi dan studi kasus penerimaan mi sagu oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian vol. XVI No. 1: 24 – 33. Raja MKC, Shindu P. 2000. Properties of steam-treated arrowroot Marantha arundinacea starch. StarchStarke 52: 471-476.doi: 10.10021521-379X. Reddy CK, Suriya M, Haripriya S. 2013. Physico-chemical and functional properties of resistant starch prepared from red kidney beans phaseolus vulgaris.L starch by enzymatic method. Carbohydrate Polymers 95:220- 226.doi:10.1016j.carbpol.2013.02.060. Rocha TS, Suelen GF, Jay-lin J, Celia MLF. 2012. Effect annealing on the semicrystalline structure of normal and waxy corn starches. Food Hydrocolloids 29:93-99.doi:10.1016j.foodhyd.2012.02.003. Rohadi. 2005. Karakteristik mi kering yang dihasilkan dari subtitusi terigu Triticum vulgare dengan pati sukun Artocarpus communi linn.. JTPHP. Vol.3 No.2; 107 – 115. Sajilata MG, Singhal RS, Kulkarni PR. 2006. Resistant starch: a review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 5:1-17. doi: 10.1111j.1541-4337.2006.tb00076.x Satriawan E. 2010. Pengaruh metode heat-moisture treatment HMT terhadap kandungan pati resisten tipe III dan daya cerna pati sagu [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Schwartd BJ, Zelinskie AJ. 1978. The binding and disintegrant properties of the corn starch fractions amylose and amylopectin. Pharma Res Lab West Point 45:463 –483.doi:10.310903639047809055654 Sha XS, Zhang J, Xiang, Bin L, Jing L, Bin Z, Jiao YJ, Kun SR. 2012. Preparation and physical characteristics of resistant starch type 4 in acetylated indica rice. Food Chem. 134:149-154. doi:10.1016j.foodchem.2012.02.081. Shin SI, Byun J, Park KH, Moon TW. 2004. Effect of partial acid hydrolysis and heat-moisture treatment on formation of resistant tuber starch. Cereal Chem. 81:194-198.doi:10.1094CCHEM.2004.81.2.194. Simanjuntak FFLMT. 2001. Pemanfaatn ubi jalar Ipomea batatas L. sebagai bahan dasar pembuatan mi kering [Skripsi]. BogorID: Institut Pertanian Bogor. Singh H, Yung HC, Jheng-hua L, Navdeep S, Narpinder S. 2011. Influence of heat-moisture treatment and annealing on functional properties of sorghum starch. Food Res Int. 44:2949-2954.doi:10.1016j.foodres.2011.07.005. SNI. 1992. Cara uji makanan dan minuman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Soetanto E. 2001. Membuat Patila dan Kerupuk Ketela. Yogyakarta: Kanisius. Steenis van. 1998. Flora. Moesa Surjowinoto, Penerjemah; Jakarta ID: Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Flora. Subagio A, Windrati WS, Witono Y, Fahmi F. 2008. Prosedur Operasi Standar POS Produksi Mocal Berbasis Klaster. Bogor ID: SEAFAST Center IPB. Subaric D, Ackar D, Babic J, Milicevic B. 2012. Starch for health [ulas balik]. Med Glas Ljek komore Zenicko-doboj kantona. 91:17-22. Sudarmonowati E, Hartati NS, Hartati, Sukmarini L. 2007. Amylose content variation of Indonesian cassava genotypes and its correlation with RAPD and AFLP Markers. Research Centre for Biotechnology-LIPI. Bogor. Sugiyono, Pratiwi R, Faridah DN. 2009. Modifikasi pati garut Marantha arundinacea dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan Autoclaving-Cooling Cycling untuk menghasilkan pati resisten tipe III. J.Teknol. dan Industri Pangan, vol. XX No. 1. hlm 17-61 Suriani AI. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan berulang terhadap karakteristik sifat dan fungsional pati garut Marantha arundinacea termodifikasi [skripsi]. BogorID: Institut Pertanian Bogor. Syah D, Hariyadi RD, Firlieyanti AS, Koswara S. 2009. Potensi Pengembangan Ubijalar dalam Mendukung Diversifikasi Pangan. Bogor ID. SEAFAST Centre Pr. Syah D. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor ID: IPB Pr. Syamsir E. 2012. Mempelajari fenomena perubahan karakteristik fisikokimia tapioka karena Heat Moisture Treatment dan model kinetikanya [Disertasi]. Bogor ID. Institut Pertanian Bogor. Taggart, P. 2004. Starch as an ingredient : manufacture and applications. Di dalam: Eliasson A.C, editor. Starch in Food : Structure, Function, and Applications. CRC Press, Boca Raton. Tarwotjo S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo. Topping DL, Bajka BH, Bird AR, Clarke JM, Cobiac L, Conlon MA, Morell MK, Toden S. 2008. Resistant starches as a vehicle for delivering health benefits to the human large bowel. Microb Eco Health Dis 20: 103- 108.doi:10.108008910600802106541. Van Soest JJG, Tournois H, de Wit D, Vliegenthart JFG. 1995. Short-range structure in partially crystalline potato starch determined with attenuated total reflectance Fourier-transform IR spectroscopy. Carb Res. 279:201- 214.doi:10.10160008-6215.95.00270.7. Wang TL, Tanya YB, Cliff LH. 1998. Starch : as simple as A, B,C?. J Exp Bot. 49:481-502.doi:10.1093jxb49.320.481. Wattanachant S, Muhammad K, Hasyim DM, Rahman RA. 2003. Effect of crosslink reagent and hydroxypropilation levels on dual-modified sago starch properties. Food Chem. 80:463-471.doi:10.1016S0308-8146.02.00314.X. Widaningrum, Purwani EY. 2006. Karakteristik serta studi pengaruh perlakuan panas Annealing dan Heat Moisture Treatment HMT terhadap sifat fisikokimia pati jagug. J Pascapanen 3:109-118 Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wulansari D. 2010. Karakteristik fisik pati sagu Metroxylon sp yang dimodifikasi dengan teknik heat-moisture treatment HMT [Thesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Yadav BS, Prixit G, Ritika BY. 2013. Hydrothermal modification of Indian water chestnut starch: influence of heat-moisture treatment and annealing on the physicochemical, gelatinization and pasting characteristics. LWT. 53:211- 217.doi:10.1016j.lwt.2013.02.007. Yadav BS, Sharma A, Yadav RB. 2010. Effect of storage on resistant starch content and in vitro starch digestibility of some pressure-cooked cereals and legumes commonly used in India. Int J Food Scie Tech. 45:2449- 2455.doi:10.1111j.1365-2621.2010.02214.x Yuan RC, Thompson DB, Boyer CD. 1993. Fine structure of amylopectin in relation to gelatinization and retrogradation behavior of maize starches from three wx-containing genotypes in two inbred lines. Cereal Chem. 70:81-89. Zavareze EdR, Alvaro Renato Guerra Dias. 2011. Impact of heat-moisture treatment and annealing in starch : A Review. Carbohidrate Polymers 83:317-328.doi:10.1016j.carbpol.2010.08.064 Zhao XH, Lin Y. 2009. The impact of coupled acid or pullulanase debranching on the formation of resistant starch from maize starch with autoclaving –cooling cycles. Eur Food Res Technol 230:179-184.doi:10.1007s00217-009-1151-8. Lampiran 1 Analisys of variance dan uji lanjut Tukey profil gelatinisasi Rata-rata dan standar deviasi : Mean Std. Deviation Peak Viskosity Mocaf native 3113.00 .000 Mocaf 1 Siklus 2441.50 156.271 Mocaf 2 Siklus 2209.00 128.693 Mocaf 3 Siklus 1724.00 145.664 Total 2371.88 542.872 Hot Paste Viskosity Mocaf native 1183.00 .000 Mocaf 1 Siklus 649.50 161.927 Mocaf 2 Siklus 432.50 .707 Mocaf 3 Siklus 331.50 7.778 Total 649.13 356.962 Breakdown Mocaf native 1930.00 .000 Mocaf 1 Siklus 1792.00 318.198 Mocaf 2 Siklus 1776.50 129.401 Mocaf 3 Siklus 1392.50 153.442 Total 1722.75 256.611 Final Viskosity Mocaf native 1740.00 .000 Mocaf 1 Siklus 1044.00 162.635 Mocaf 2 Siklus 712.00 9.899 Mocaf 3 Siklus 571.00 5.657 Total 1016.75 486.588 Setback Mocaf native 557.00 .000 Mocaf 1 Siklus 394.50 .707 Mocaf 2 Siklus 279.50 9.192 Mocaf 3 Siklus 239.50 2.121 Total 367.63 131.814 Peak time Mocaf native 5.8000 .00000 Mocaf 1 Siklus 3.9700 1.27279 Mocaf 2 Siklus 3.4000 .28284 Mocaf 3 Siklus 3.0700 .00000 Total 4.0600 1.23073 Peak Temperature Mocaf native 67.300 .0000 Mocaf 1 Siklus 61.650 16.3342 Mocaf 2 Siklus 57.250 10.1116 Mocaf 3 Siklus 64.500 20.3647 Total 62.675 11.3022 Breakdown Relative Mocaf native 61.99800 .000000 Mocaf 1 Siklus 73.13000 8.352345 Mocaf 2 Siklus 80.38650 1.174504 Mocaf 3 Siklus 80.68350 2.083844 Total 74.04950 8.750403 Mean Std. Deviation Setback Relative Mocaf native 47.08400 .000000 Mocaf 1 Siklus 62.67350 15.516044 Mocaf 2 Siklus 64.62250 2.020204 Mocaf 3 Siklus 72.27450 2.335574 Total 61.66363 11.465137 Anova Sum of Squares df Mean Square F Sig. Peak Viskosity Between Groups 2000768.375 3 666922.792 42.889 0.002 Within Groups 62200.500 4 15550.125 Total 2062968.875 7 Hot Paste Viskosity Between Groups 865669.375 3 288556.458 43.918 0.002 Within Groups 26281.500 4 6570.375 Total 891950.875 7 Breakdown Between Groups 319404.500 3 106468.167 3.009 0.157 Within Groups 141539.000 4 35384.750 Total 460943.500 7 Final Viskosity Between Groups 1630797.500 3 543599.167 81.806 0.000 Within Groups 26580.000 4 6645.000 Total 1657377.500 7 Setback Between Groups 121534.375 3 40511.458 1810.568 0.000 Within Groups 89.500 4 22.375 Total 121623.875 7 Peak time Between Groups 8.903 3 2.968 6.983 0.046 Within Groups 1.700 4 .425 Total 10.603 7 Peak Temperature Between Groups 110.405 3 36.802 .188 0.900 Within Groups 783.770 4 195.943 Total 894.175 7 Breakdown Relative Between Groups 460.503 3 153.501 8.134 0.035 Within Groups 75.484 4 18.871 Total 535.987 7 Setback Relative Between Groups 669.862 3 223.287 3.569 0.125 Within Groups 250.284 4 62.571 Total 920.146 7 UJI LANJUT Tukey

a. Peak Viskosity

Tukey HSD a SAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 Mocaf 3 siklus 2 1724.00 Mocaf 2 siklus 2 2209.00 2209.00 Mocaf 1 siklus 2 2441.50 Mocaf native 2 3113.00 Sig. .058 .367 1.000

b. Hot Paste Viskosity

Tukey HSD a SAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 Mocaf 3 siklus 2 331.50 Mocaf 2 siklus 2 432.50 Mocaf 1 siklus 2 649.50 Mocaf native 2 1183.00 Sig. .056 1.000

c. Brekadown tidak diuji lanjut karena p0.05 d. Final Viskosity

Tukey HSD a SAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 Mocaf 3 siklus 2 571.00 Mocaf 2 siklus 2 712.00 Mocaf 1 siklus 2 1044.00 Mocaf native 2 1740.00 Sig. .416 1.000 1.000

e. Setback

Tukey HSD a SAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 4 Mocaf 3 siklus 2 239.50 Mocaf 2 siklus 2 279.50 Mocaf 1 siklus 2 394.50 Mocaf native 2 557.00 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

f. Peak time

Tukey HSD a SAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 Mocaf 3 siklus 2 3.0700 Mocaf 2 siklus 2 3.4000 3.4000 Mocaf 1 siklus 2 3.9700 3.9700 Mocaf native 2 5.8000 Sig. .569 .069

g. Peak temperature tidak diuji lanjut karena p0.05 h. Breakdown Relative

Tukey HSD a KODESAMPEL N Subset for alpha = 0.05 1 2 Mocaf native 2 61.99800 Mocaf 1 siklus 2 73.13000 73.13000 Mocaf 2 siklus 2 80.38650 Mocaf 3 siklus 2 80.68350 Sig. .187 .413

i. Setback relative tidak diuji lanjut karena p0.05