PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN (Studi pada Kontributor Televisi Swasta Nasional di Malang (TV Group MNC, Metro TV, Trans TV, TV One)

(1)

i PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN (Studi pada Kontributor Televisi Swasta Nasional di Malang (TV Group

MNC, Metro TV, Trans TV, TV One)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Mahisa Ayu Kusuma Wardani NIM : 08220145

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

(3)

(4)

iv PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Mahisa Ayu Kusuma Wardani

Tempat, tanggal lahir : Kediri, 07 Oktober 1988 Nomor Induk Mahasiswa : 08220145

Fakultas : FISIP

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN (Studi Pada Kontributor Televisi Swasta Nasional di Malang (TV Group MNC, Metro

TV, Trans TV, TV One)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 25 Januari 2013 Yang Menyatakan,


(5)

(6)

vi MOTTO

“... Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. Yusuf [12] 87)


(7)

vii

L E M BAR PE RSE M BAH AN

U capan syukur adalah kata terindah untuk segala rahmat dan karunia yang Engkau berikan Ya Allah... Sehingga aku bisa menyelesaikan tugas yang menjadi kewajiban terakhirku sebagai mahasiswa. Semoga ilmu yang ku dapatkan bisa bermanfaat untuk khalayak luas,

khususnya orang-orang disekitarku.. amiin K arya ini kupersembahkan unt uk:

Ayahanda tersayang, M asyhuri dan ibunda terkasih, Endah Setyo Wardani. Terima kasih telah membimbingku hingga seperti sekarang, terima kasih atas curahan kasih sayang yang

kalian berikan, terima kasih telah menghadirkan aku ke dunia ini.

U ntuk narasumber dalam penelitianku yang telah bersedia meluangkan wakt unya untuk wawancara maupun diskusi. Tanpa bapak-bapak & mas-mas media khususnya kontributor TV Groups M NC, M etro TV, Trans TV, TV One, TVRI , K ompas TV, skripsi ini tidak akan


(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas rahmat, hidayah dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN (Studi pada Kontributor Televisi Swasta Nasional di Malang (TV Group MNC, Metro TV, Trans TV, TV One). Guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

. Peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana peran koresponden Dalam Kegiatan Jurnalisme TV Ditinjau Dari Perspektif Profesionalisme Wartawan. Koresponden memiliki peran penting dalam kegiatan produksi berita pada media. Akan tetapi mereka seringkali diabaikan oleh perusahaan media dan posisinya dalam media juga lemah, meskipun mereka sudah melaksanakan tugas dengan profesional.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan disusun untuk memenuhi tugas akhir skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana strata 1 (S-1). Harapan terbesar dan terbaik oleh peneliti adalah semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan pihak terkait. Dengan disusunnya penelitian ini, tentu masih banyak hal terkait kajian olmu komunikasi yang perlu dipelajari secara lebih mendalam oleh peneliti.

Pada kesempatan kali ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini diantaranya:

1. Bapak Nasrullah, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Tutik Sulistyowati, M.Si yang dengan sabar menyampaikan ilmu, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi dapat berjalan dengan baik dan terselasaikan.


(9)

ix 2. Bapak Masyhuri, M.pdi dan Ibu Endah Setyo Wardani, Spd selaku orang tua penulis yang telah memberikan semangat dan do’a untuk mengiringi langkah penulis selama melakukan penelitian skripsi. Tidak lupa 3 saudara perempuanku Lina, Fia, dan Eris yang juga memberikan semangat dan bantuan untuk kelancaran penelitian ini. Serta pengisi hatiku “Bee” yang sudah sabar menghadapiku dan dengan setia mendampingiku

3. Keempat subjek dalam penelitian ini pak Edy, pak Wahyu, pak Deny, dan mas Malik yang telah meluangkan waktu untuk wawancara dan diskusi sehingga penulis mendapatkan informasi, ilmu, dan wawasan. 4. Teman-teman dari media lain, pak Buang, pak Cucuk, pak Hasan, pak

Priyono, pak Sobari, pak Rocky, pak Arif, dan Bapak Zainudin H Mahmud yang telah memberikan buku secara Cuma-Cuma.

5. Serta kepada seluruh teman-teman dan sahabat-sahabatku Lea, Ayu, Eugene, Dimas, Faris, Dody, Zaid, Rama, Wahyu, Adit, Try, Agam, Dadang, Dendy, dan pihak lain yang juga turut memberikan bantuan dan belum sempat saya sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang berlipat

Akhir kata dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisan skripsi ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Malang, 25 Januari 2013


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... ... iii

PERNYATAAN ORISINILITAS ... ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... . v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ... vi

ABSTRAKSI ... ... vii

KATA PENGANTAR . ... ix

DAFTAR ISI . ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN. ... 1

1.1. Latar Belakang . ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 8

1.4.1. Manfaat Praktis ... ... 8

1.4.2. Manfaat Akademis ... ... 8

1.5. Tinjauan Pustaka ... ... 9

1.5.1. Peran ... ... 9

1.5.2. Jurnalistik ... ... 10

1.5.2.1. Pengertian Jurnalistik ... .... 10

1.5.2.2. Element Jurnalistik ... ... 11

1.5.2.3. Unsur-unsur Kelayakan Berita ... .. 12

1.5.3. Jurnalisme Televisi ... ... 14

1.5.4. Wartawan ... ... 16


(11)

xi

1.5.4.2. Jenis-jenis Wartawan ... ... 17

1.5.4.3. Klasifikasi Wartawan ... ... 20

1.5.4.4. Profesionalisme Wartawan ... .. 25

1.5.4.5. Ciri-ciri Profesionalisme Wartawan ... . 28

1.5.4.6. Standart profesi Wartawan ... .. 29

1.5.4.7. Syarat Wartawan Profesional ... .. 31

1.5.4.8. Kompetensi Jurnalism ... .. 34

1.5.4.9. Macam-macam Kompetensi... .. 35

1.5.5. Teori Tanggung Jawab Sosial ... ... 39

1.6. Fokus Penelitian ... ... 41

1.7. Metode Penelitian ... ... 41

1.7.1. Jenis Penelitian ... ... 41

1.7.2. Sumber Data ... ... 42

1.7.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 42

1.7.4. Subjek Penelitian ... ... 43

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data ... ... 43

1.7.6. Teknik Analisis Data ... ... 45

1.7.7. Teknik Keabsahan Data ... ... 46

BAB II : GAMBARAN UMUM . ... 48

2.1. Sejarah ke-Wartawanan Indonesia . ... 48

2.2. Malang Dalam Dunia Jurnalistik ... ... 52

2.3. Kontributor sebagai Wartawan Daerah ... ... 53

2.3.1. TV Group MNC ... 54

2.3.2. Metro TV ... 56

2.3.3. Trans Corp ... 57

2.3.4. TV One ... 58

BAB III : PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN ... ... 60

3.1. Deskripsi Subjek Penelitian . ... 60


(12)

xii

3.2.1. Makna Koresponden dan Kontributor ... .. 61

3.2.2. Tugas dan Wewenang Kontributor dalam Media ... 67

3.2.3. Proses menjadi Kontributor Televisi ... .. 69

3.2.4. Proses Kerja Seorang Kontributor ... ... 73

3.2.5. Pembagian Wilayah Liputan Kontributor ... . 76

3.2.6. Jumlah berita yang harus dikirim Kontributor pada Media ... ... 78

3.3. Profil Profesionalisme Kontributor Stasiun Televisi Nasional di Malang ... ... 80

3.3.1. Peran Kontributor dalam menentukan Nilai Berita... . 82

3.3.2. Peran Kontributor dalam Menentukan Sudut Pandang Berita ... ... 86

3.3.3. Menjaga Sikap Objektifitas Dalam Menulis berita ... 89

3.3.4. Menjaga Keakuratan Berita bagi Kontributor ... 92

3.3.5. Ketrampilan Yang Harus di Kuasai Seorang Kontributor ... ... 95

3.3.6. Pentingnya Pendidikan atau Pelatihan Ke-Wartawanan bagi Kontributor ... ... 97

3.3.7. Kode Etik Jurnalistik bagi Kontributor ... .. 100

3.3.8. Asosiasi Profesi Wartawan ... .... 103

BAB IV: PENUTUP ... ... 107

4.1. Kesimpulan ... ... 107

4.2. Saran ... ... 109

4.2.1. Saran akademis... ... 110


(13)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Deskripsi Subjek Penelitian... 60

Tabel 3.2 Perbedaan Koresponden dan Kontributor... 67

Tabel 3.3 Tugas dan Wewenang Kontributor TV... 69


(14)

xiv DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Proses perekrutan terbuka wartawan kontributor... 72 Bagan 3.2 Alur kerja kontributor TV... 75 Bagan 3.3 Gambaran Profesionalisme Wartawan... 81


(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Draf Wawancara Lampiran II Jawaban Narasumber Lampiran III Foto Dokumentasi Lampiran IV Biodata Narasumber

Lampiran V Kode Etik Jurnalisme Televisi Lampiran VI Kode Etik Wartawan Indonesia


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan, Publik, dan Ilmu Sosial lainnya). Jakarta: Kencana

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana

Djuroto, Totok. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT. Remaja Rosda karya.

Iskandar, deddy. 2005. Jurnalistik Televisi (Menjadi Reporter Profesional), Bandung: Rosdakarya.

Kusumaningrat, Hikmat, Purnama. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: Rosdakarya.

Moloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta : Rajawali Pers

Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


(17)

Yunus, syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Bogor : Ghalia Indonesia

Zaenuddin. 2011. The Jurnalist: bacaan wajib wartawan, redaktur, editor & para mahasiswa jurnalistik, Bandung: simbiosa rekatama media.

Buku online: Badudu Yus, 2003.

http://books.google.co.id/books?id=wxLhS0YVe8UC&pg=PA198&dq=korespon

den&hl=id&sa=X&ei=lsaqT9qhKcLIrQf4s-2CAg&ved=0CFUQ6AEwBzgK#v=onepage&q=koresponden&f=false(diakses pada 10 Mei 2012, pukul 02:40)

Riuhnya persimpangan itu: profil dan pemikiran para penggagas kajian ilmu komunikasi

By Antoni

http://books.google.co.id/books?id=3DZ-kodoWeUC&pg=PA23&lpg=PA23&dq=masuknya+ilmu+komunikasi+di+indone

sia&source=bl&ots=-UUr81aiFH&sig=omadeAVTF_3eBnP6rGDBPu3A4j8&hl=en&sa=X&ei=7wXb ULnzEITSrQe9mYDwBw&redir_esc=y#v=onepage&q=masuknya%20ilmu%20k omunikasi%20di%20indonesia&f=false (diakses pada 26 Desember 2012, pukul 21:19)


(18)

Internet:

www.romeltea.com (diakses pada 03 Maret 2012,pukul 11:30)

http://rfpareno.wordpress.com/2008/07/06/profile-tv-one/ (diakses pada 14 April 2012, pukul 04:41)

http://grahamediajombang.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-wartawan.html

(diakses pada 09 Mei 2012, pukul 18:34)

http://mediaindependen.com/uncategorized/2012/05/02/melawan-penindasan-si-gurita.html (diakses pada 10 Mei 2012, pukul 09:42)

http://bennyaziz.wordpress.com/antara-jurnalis-dan-buruh-tak-beda/ (diakses pada 12 Mei 2012, pukul 23:45)

http://id.wikipedia.org/wiki/Wartawan (diakses pada 26 Desember 2012, pukul 17:40)

http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme (diakses pada 26 Desember 2012, pukul 17:45)

http://anganqt.blogspot.com/2012/07/sejarah-kewartawan-di-indonesia.html (diakses pada 26 Desember 2012, 20:56)

http://blog.umy.ac.id/ucihaklan/ilmu-komunikasi/sejarah-masuknya-ilmu-komunikasi-di-indonesia/ (diakses pada 26 Desember 2012, 21:26)


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan media massa di Indonesia sangat pesat. Masyarakat pun menyambut dengan antusias. Kebebasan menerima dan menyampaikan informasi membuka lebar cakrawala mereka. Informasi, kini bukan lagi sebuah kebutuhan, tetapi sudah menjadi komoditi bagi masyarakat luas. Media massa merupakan sesuatu yang penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi ini. Masyarakat akan terfasilitasi oleh media massa, baik media cetak, media elektronik, maupun media online dalam mendapatkan informasi jenis apapun: politik, ekonomi, seni, budaya, hobi, life style, dan lain-lain.

Meskipun media Online saat ini mulai menggeser media elektronik khususnya televisi, namun keberadaan televisi tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat. Dampak pemberitaan melalui televisi bersifat lebih power full, karena melibatkan aspek suara dan gambar yang dapat dilihat secara langsung sehingga pemirsa mendapat sajian informasi berita yang lebih realistik, yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Perkembangan televisi yang diawali sejak tahun 1989 ini, menjadikan kebutuhan akan sumber daya manusia untuk pertelevisian terus meningkat. Dengan tujuan untuk memperoleh tenaga yang handal, profesional dan


(20)

2 mumpuni dalam memenuhi kebutuhan perkembangan tuntutan zaman di bidang pertelevisian yang terus berubah.

Segala bentuk informasi yang dapat dinikmati dari media-media tersebut, tak lepas dari perjuangan para pemburu berita yang mencari berita kapanpun dan di mana pun terjadinya sebuah peristiwa. Setiap harinya, para pemburu berita ini menyajikan informasi-informasi terbaru sesuai dengan fakta yang ada secara lugas dan dapat di percaya. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi masyarakat.

Untuk mendapatkan informasi-informasi yang berbobot diperlukan sumber daya manusia yang berkompeten. Sebuah karya jurnalistik tidak terlepas dari seorang wartawan. Wartawan merupakan tokoh sentral, ia yang mencari, mengolah serta merumuskan suatu peristiwa sehingga tampil sebagai sebuah produk jurnalistik atau berita yang enak dan layak untuk di konsumsi publik.Berita yang berkualitas tentunya dihasilkan dari tangan wartawan yang berkualitas pula. Begitupun sebaliknya, berita yang buruk, hanya datang dari wartawan yang “buruk” juga. Karenanya, guna mempertahankan kualitas dan nilai berita, seorang wartawan dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya sebagai seorang pemburu berita.

Dulu, ada polemik yang mempersoalkan apakah wartawan itu sebuah profesi atau pekerja biasa. Bahkan, ada yang menganggap wartawan adalah buruh. Lebih ekstrem lagi, ada yang menyamakan dengan kuli. Tak heran jika kemudian muncul istilah kuli tinta atau kuli disket. Meskipun jurnalis dapat


(21)

3 disebut sebagai seorang kuli atau buruh, ternyata jurnalis memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda dengan kuli bangunan atau buruh-buruh yang lain. Karena pekerjaan jurnalis membutuhkan sebuah keahlian terntentu, dan jurnalis bertanggung jawab atas keahliannya secara profesional. Selain itu, dalam menjalankan pekerjaannya, jurnalis juga diikat dan terikat oleh sebuah kode etik tertentu. Sehingga sejalan dengan perkembangan dunia jurnalistik yang semakin pesat, modern dan teknologis, akhirnya wartawan masuk kategori kaum profesional. (http://bennyaziz.wordpress.com/antara-jurnalis-dan-buruh-tak-beda/).

Wartawan sama dengan kaum profesional lainnya seperti dokter, pengacara, akuntan dan dosen. Untuk menekuni profesi-profesi tersebut, harus memiliki keahlian khusus yang didasari pada ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Khusus wartawan, disyaratkan memiliki kemampuan dan ketrampilan menulis (bagi wartawan media cetak dan media online) serta kemampuan berbicara (bagi media elektronik).

Pada awal perkembangan pers, perusahaan media menggunakan istilah koresponden yang berstatus pegawai tetap untuk wartawan daerahnya. Namun seiring berjalannya waktu, perusahaan pers mengganti istilah koresponden dengan kontributor yang berstatus kontrak per satu tahun untuk wartawan daerahnya. Kontributor sendiri menurut Solihin Bahari, Produser Program News MNC Grup / Sindo TV merupakan penyumbang naskah/tulisan yang secara struktural tidak tercantum dalam srtuktur organisasi redaksi, mereka terlibat dibagian redaksi secara fungsional.


(22)

4 Hampir sama dengan wartawan freelance akan tetapi juga tidak bisa disamakan karena kontributor tidak bisa mengirimkan berita ke media lain selain media yang yang menaunginya. Mereka hanya menerima honorarium atas berita yang dimuat. Beralihnya penggunaan istilah koresponden ke kontributor ini didasari oleh ketakutan perusahaan media jika wartawan daerahnya tidak bertanggung jawab untuk melakukan liputan, mengingat pengalaman dari trans TV yang semua wartawan daerahnya dijadikan pegawai tetap namun mereka malah malas-malasan tidak liputan / tidak menghasilkan berita. Namun hal itu seharusnya bukan menjadi alasan dengan mengorbankan kesejahteraan wartawan daerah itu sendiri. Hal ini akan terselesaikan jika ada perjanjian atau kesepakatan kerja antara kedua belah pihak.

Salah satu fenomena dunia industri di negara kita adalah banyaknya industri penerbitan atau media massa yang telah mempekerjakan orang, hampir tidak ada yang tunduk dan mematuhi hukum ketenagakerjaan yang ada. Baik dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, serta hasil ratifikasi ILO yang ada dan berlaku di Negara kita. Semua seakan berlalu dimata industri media massa.

Hampir semua kekentuan yang ada dalam hukum perburuhan, apapun jenis usahanya wajib untuk membuat perjanjian kerja bersama/ kesepakatan kerja bersama. Dalam proses pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja ini, tidak boleh sepihak. Melainkan antara perwakilan buruh dan pengusaha, duduk bersama dalam satu meja untuk membahas kesepakatan kerja bersama


(23)

5 ini. Hasil kesepakatan kerja ini, baru dapat dianggap sah dan berkekuatan kekuatan hukum tetap, jika sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak (antara majikan dan buruh), kemudian diketahui dan ditandatangani oleh perwakilan dari unsur pemerintahan (dinas tenaga kerja).

Melihat sepintas dari dasar hukum sistem kerja kontrak, tentu kita tidak bisa menyebut bahwa kontributor sebuah media massa sebagai buruhnya media itu. Apalagi bagi kontributor yang tidak pernah diajak berunding dan merundingkan kerjanjian atau kesepakatan kerja. Bahkan disebut sebagai buruh kontrak pun tidak bisa, karena tidak pernah menerima penawaran dan menandatangani surat perjanjian kontrak kerja.

Disebut sebagai sebagai wartawan freelance atau lepas, mungkin juga kurang tepat. Karena kontributor, tidak memiliki kebebasan mengirimkan atau menawarkan hasil liputannya ke media lain, Selain kepada media itu. Sebagai wartawan freelance, jika sewaktu-waktu kontributor kebobolan berita atau dibobol oleh wartawan dari media lain, ternyata juga dipersoalkan oleh perusahaan media itu. Minimal akan kena tegur dan dimarahi.

Sebagai jurnalis, posisi kontributor dalam hubungan industrial media massa, memang sangat lemah. Selain berada diposisi terbawah, di negara-negara yang mementingkan kapital seperti Amerika, kontributor juga sering disebut sebagai stringer atau pembantu dari sebuah media massa tertentu. Oleh kalangan jurnalis televisi di negara kita, stringer sering dimaknai sebagai pembantunya kontributor atau koresponden.


(24)

6 Bagi pengusaha media tentu menjadi wajar jika kontributor atau daerah, diposisikan sangat lemah dalam hubungan industrial ini. Sekalipun dalam menjalankan aktifitas pekerjaannya, kontributor sebagai jurnalis juga diikat oleh sebuah kode etik tertentu sesuai dengan profesinya. Namun posisinya tetap lemah seperti buruh yang ada di Indonesia saat ini. Sehingga ketika atasan-nya sudah merasa tidak cocok tinggal diputus dalam hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa pesangon.

Profesi wartawan dulu, masih dipandang sebelah mata. Tidak banyak orang tertarik memilih profesi ini, kecuali karena minat dan bakat yang sangat kuat atau lantaran ada kesempatan “panggilan hidup”. Namun seiring berkembangnya teknologi informasi, profesi ini menjadi sangat diminati dan merupakan profesi bergengsi.

Sementara itu, AJI Indonesia juga menyorot nasib yang tak kunjung membaik yang terjadi pada kontributor di berbagai kota. “Saat ini sebagian besar perusahaan media yang mempekerjakan koresponden tanpa kontrak, atau dengan kontrak jangka pendek, tanpa memberi kejelasan status dan upah layak Seringkali, kontrak hanya berbentuk ucapan/lisan antara pemberi dan penerima pekerjaan,” kata Ketua AJI Indonesia Eko Maryadi.

Ia juga menekankan, bahwa banyak perusahaan media abal-abal membiarkan jurnalis menjadi pemeras dimana-mana dengan berbekal kartu pers. Sementara itu, perusahaan media mapan mempraktekkan eksploitasi perburuhan sambil menabrak UU Tenaga Kerja, tidak memenuhi standar upah layak dan kesejahteraan jurnalis, termasuk mengabaikan hak-hak dasar


(25)

7 atau kontributor. (http://mediaindependen.com/uncategorized/2012/05/02/melawan-penindasan-si-gurita.html).

Mengingat wartawan merupakan ujung tombak sebuah media, maka keberadaannya tidak bisa di abaikan. Karena karya jurnalistik dari pencari-pencari berita itu adalah sebuah ukuran media tersebut berkredibilitas tinggi atau rendah. Karya jurnalistik sangat berperan dalam mengispirasi publik, mendidik, dan mencerdaskan masyarakat. Oleh sebab itu seorang koresponden juga tidak boleh asal-asalan dalam menghasilkan karya jurnalistik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang hendak dibahas adalah: Bagaimana peran kontributor dalam kegiatan jurnalisme TV ditinjau dari persepektif profesionalisme wartawan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran kontributor dalam kegiatan jurnalisme TV ditinjau dari persepektif profesionalisme wartawan.


(26)

8 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul peran kontributor dalam kegiatan jurnalisme TV ditinjau dari perspektif profesionalisme wartawan ini, diharapkan dapat memberi manfaat kepada mahasiswa dan para pembaca secara luas. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Praktis

penelitian ini diharapkan menambah kontribusi wacana dan evaluasi bagi para jurnalis muda serta bagi siapapun yang ingin terjun ke dunia jurnalistik pada khususnya. Serta memberikan informasi baru bagi masyarakat pada umumnya.

1.4.2 Manfaat Akademis

penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana keilmuan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya konsentrasi jurnalistik mengenai peran kontributor bagi media.


(27)

9 1.5 TINJAUAN PUSTAKA

1.5.1 Peran

Menurut Soekaton dalam Bungin (2006:273), peran adalah aspek dinamis dari suatu kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peran dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Peran aktif, adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya dalam kelompok sebagai aktivis kelompok. Seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya.

2. Peran partisipatif, adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberi sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. 3. Peran pasif, adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif,

dimana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik.

Dengan cara bersifat pasif, seseorang telah memberi sumbangan kepada terjadinya kemajuan dalam kelompok atau memberi sumbangan kepada kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-peran yang kontradiktif. Peran juga mencakup tiga hal: (a) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dengan demikian peran berfungsi membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan; (b) peran adalah suatu konsep


(28)

10 tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; (c) peran juga menyangkut perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. (Bungin, 2006: 274).

1.5.2 Jurnalistik

1.5.2.1 Pengertian jurnalistik

Secara etimologi, istilah jurnalistik berasal dari journalism, yang berasal dari bahasa prancis; journal, yang berarti catatan harian. Catatan harian pada dasarnya dilakukan melalui berbagai tahapan, seperti proses mengumpulkan, mengolah, dan menyiarkannya. Jurnalistik dapat dimaknakan sebagai ihwal tentang pemberitaan dan kewartawanan. Karena itu, orang yang bekerja untuk jurnalistik disebut jurnalis atau journalist.

Dari segi implementasi, jurnalistik dapat dikategorikan dalam dua garis besar, yaitu 1) jurnalistik, yang pengertian dan prosesnya sebagai bagian dari ilmu publisistik atau ilmu komunikasi dan 2) jurnalistik, yang pengertian dan prosesnya sebagai profesi dan ketrampilan. Di sisi lain, jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. jurnalistik identik dengan media massa atau alat untuk menyampaikan berita kepada publik. Secara fungsional, jurnalistik memiliki kaitan yang erat dengan pres karena keduanya memiliki kesamaan objek (Yunus 2010:17).


(29)

11 Untuk memperjelas perbedaan \jurnalistik dan pers dapat disimak dalam ilustrasi di bawah ini:

Istilah : Journalism : Press

Asal kata : Journal : Press

Arti : Catatan harian : Tekanan Subjek pelaku : Jurnalis : Wartawan

Substansi : Aktivitas komunikasi : Media atau sarana berita Dan isi berita dipublikasikan

1.5.2.2. Element Jurnalistik

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam The Element of journalism: What Newspeopel Should know and the Public Should Expect (2001) merumuskan sembilan elemen jurnalisme. Berbagai element ini merupakan dasar jurnalisme agar dapat dipercaya masyarakat (santana, 2005:6-10). Di jabarkan sebagai berikut:

a. Menyampaikan kebenaran

b. Memiliki loyalitas kepada masyarakat c. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi d. Memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya e. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan f. Menjadi forum bagi kritik dan kesempatan publik


(30)

12 h. Membuat berita serta komprehensif dan proporsional

i. Memberi keleluasaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka

1.5.2.3. Unsur-unsur Kelayakan Berita

Disebutkan dalam pasal 5 kode etik jurnalistik wartawan Indonesia, bahwa:

“wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisanya”.

Pasal 5 kode etik tersebut menjadi penjelasan bahwa berita harus cermat dan tepat atau dalam istilah jurnalisriknya disebut dengan akurat. Selain itu berita juga harus lengkap, adil, dan berimbang. Dalam sebuah berita mencampur adukkan antara fakta dan opini sangat tidak diperbolehkan, jadi berita harus objektif. Syarat praktis tentang penulisan berita juga harus dipenuhi, yaitu berita harus jelas, ringkas, dan hangat. Berikut penjelasan unsur kelayakan berita:

a. Akurat

Wartawan dituntut untuk selalu berhati-hati dalam kinerjanya, mengingat dampak luas dalam pemberitaan yang disampaikan. Kehati-hatian disini meliputi ejaan nama, angka, tanggal, usia serta kedisiplinan dalam pemeriksaan ulang atas keterangan dan fakta yang ditemukan.


(31)

13 b. Lengkap, Adil dan Berimbang

Yang dimaksud berimbang adalah wartawan harus menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi. Menyampaikan sebuah pemberitaan secara adil dan berimbang sama sulitnya dengan mencapai keakuratan dalam menyampaikan berita. Seorang wartawan harus menempatkan kumpulan-kumpulan fakta menurut proporsinya secara wajar, lalu mengkaitkannya dengan unsur-unsur yang lain dan membangun segi pentingnya berita secara keseluruhan. Berita yang disajikan tidak mengalami berat sebelah atau hanya menonjolkan satu pihak saja namun juga harus menyeimbangkannya.

c. Objektif

Selain menyajikan harus memiliki ketepatan dan kecepatan, seorang wartawan dituntut untuk mampu bersikap objektif dalam menulis berita. Sikap tersebut akan membuat pemberitaan yang ditulis akan sesuai dengan kenyataan , tidak berat sebelah, dan bebas dari prasangka. Wartawan diharuskan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan pandangan secara subjektif.

d. Ringkas dan jelas

Sebuah pemberitaan yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan mudah oleh khalayak. Tulisan berita harus ringkas (tidak menggunakan banyak kata), langsung dan sesuai. Penulisan berita


(32)

14 yang efektif akan memberikan efek yang mengalir, ringkas terarah, tepat, dan menggugah minat pembaca maupun penikmat berita. e. Hangat

Pemberitaan yang disajikan merupakan kasus maupun peristiwa yang hangat. Meskipun suatu peristiwa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pemberitaan dalam media dituntut untuk menyajikan berita yang hangat atau baru saja terjadi dan menghindari kata basi. Media berita mengejar kecepatan untuk mendapatkan berita yang tengah hangat ditengah masyarakat (Kusumaningrat, 2005: 47-57).

1.5.3 Jurnalisme Televisi

Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu negara dengan negara lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi. Inilah yang disebut sebagai globalisasi di bidang informasi. Peristiwa yang terjadi di daratan Eropa atau Amerika, pada saat yang sama dapat pula diketahui di negara-negara lain dan sebaliknya. Melalui bantuan satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke berbagai penjuru dunia tanpa ada hambatan goegrafis yang berarti. (Iskandar, 2005:4)

Televisi merupakan media massa paling hebat dibanding semua pendahulunya. Televisi tidak mengenal batas. Televisi adalah fenomena


(33)

15 yang muncul dari fenomena gelombang kemajuan teknik abad ke-20, di dalam penyempurnaan teknologi dan kemudian keragaman fungsinya. Televisi melipatgandakan efek media dalam menjalankan tugas memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan bimbingan. Jurnalisme pun juga terkena dampak, terutama di dalam penyajian format laporannya. Meskipun pada awalnya merasa enggan, karena pengaruh koran dan majalah yang mensakralkan kata-kata tercetak. Namun tak berapa lama akhirnya berita pun masuk ke dalam siaran-siaran televisi. (Santan, 2005:121)

Stasiun televisi Amerika mulai menyiarkan berita sejak masa awal munculnya televisi, yaitu pada akhir tahun 1940-an. Ketika itu, komisi Komunikasi federal mencoba memanfaatkan stasiun televisi. Berbagai informasi dikemas ke dalam format siaran berita televisi. Siaran berita televisi awalnya dibuat untuk itu. Siaran ini awalnya hanya 15 menit, namun berkembang menjadi 1,5 jam. Liputan berita televisi hampir sama dengan yang diberitakan di koran. Bedanya, berita televisi lebih singkat, dan lebih, menekankan pada gambar di lokasi pemberitaan yang akan membawa pemirsa berada didepan suatu peristiwa. (Santana, 2005:121)


(34)

16 1.5.4 Wartawan

1.5.4.1 Pengertian Wartawan

Wartawan adalah seseorang yang bertugas mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui media massa (Djuroto, 2004:22).

Sedangkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1996 pasal 1 dan 3 juga dengan jelas disebutkan bahwa:

“Kewartawanan ialah pekerjaan/kegiatan/usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain-lain sebagainya untuk perusahaan, radio, televisi dan film”.

Dalam pengertian sempitnya, kewartawanan bisa dipahami sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan bentuk penulisan untuk media komunikasi massa (media of mass communication).

Dengan demikian, seorang wartawan adalah seseorang yang bekerja mencatat berbagai kejadian di masyarakat. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya, dan mereka di harapkan untuk menulis laporannya yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.

Merujuk pada definisi jurnalistik, yakni “catatan harian”, seorang wartawan mengerjakan pencarian fakta dan data dari peristiwa yang terjadi. Semua catatannya dijadikan berita. Karenanya, peristiwa yang berlangsung di masyarakat belum berarti menjadi sebuah berita jika belum dilaporkan oleh wartawan.


(35)

17 Wartawan adalah sebuah profesi yang penuh dengan etika dan tata cara maupun aturan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, setiap orang yang melanggar aturan maupun kode etik tersebut dapat dikatakan bukan sebagai wartawan dan hasil karyanya pun bukan merupakan karya jurnalistik.

Istilah wartawan baru muncul di indonesia setelah masuknya pengaruh Ilmu Komunikasi yang berkiblat ke Amerika. Istilah ini berimbas pada penamaan seputar posisi kewartawanan, misalnya redaktur menjadi editor.

1.5.4.2 Jenis-jenis Wartawan

Berdasarkan karakter dari tugas kejurnalistikannya, seorang wartawan sedikitnya dapat dibedakan atas:

1. Wartawan profesional

Adalah wartawan yang menjadikan kegiatan kewartawanan sebagai profesi utamanya. Ia harus memahami tugasnya dengan baik untuk memaksimalkan isi berita sesuai dengan fakta yang ada dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tugas kejurnalistikannya tersebut dilaksanakan sebagai profesi atau pekerjaan, yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan memenuhi etika.


(36)

18 2. Wartawan freelance

Adalah wartawan yang tidak terikat pada satu media pers saja. Ia melakukan kegiatan kejurnalistikannya, namun karya yang dihasilkan dapat dikirimkan ke berbagai media. Karenanya, ia tidak terikat pada satu media pers saja. 3. Koresponden

Istilah ini sering digunakan untuk menyebut wartawan yang berada di daerah-daerah dan tidak berada dalam satu wilayah kota dengan pusat media pers tempat mereka bekerja. Berita yang dibuat oleh koresponden biasanya dikirimkan melalui pos, faksimili, telepon, e-mail, streaming maupun sarana komunikasi modern lainnya melalui jaringan internet.

Dalam kamus kata-kata serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia Koresponden /korèsponden/, (Per) wartawan, juru berita yang tinggal dan bertugas di tempat lain dan mengirimkan laporannya/ berita ke redaksi. (Badudu Yus, 2003:198)

Tugas dan wewenang koresponden sama dengan wartawan tetap di suatu perusahaan penerbitan pers. Mereka mendapatkan fasilitas yang sama dan berhak mewakili penerbitannya dalam kegiatan-kegiatan kewartawanan. Sistem pengiriman beritanya dilakukan dengan surat


(37)

19 menyurat (korespondensi). Itu sebabnya wartawan yang bertugas di daerah tersebut mendapatkan sebutan koresponden. Namun seiring perkembangan teknologi, para koresponden beralih menggunakan fasilitas komunikasi berupa handphone, modem, atau faksimile untuk mempercepat proses pengirimannya (Djuroto, 2004:24).

Menurut Djuroto juga dalam bukunya Manajemen Penerbitan Pers ini, Pada Era Industrialisasi pers ini, sebutan koresponden lebih menitik beratkan pada kredibilitas suatu perusahaan penerbitan pers. Jadi jika perusahaan itu memiliki banyak koresponden di daerah-daerah yang memang padat dengan informasi maka kredibilitas perusahaan itu tinggi. Jumlah koresponden antara satu penerbitan dengan penerbitan lainnya berbeda. Ada penerbitan yang memiliki koresponden di setiap daerah, tetapi ada juga yang hanya pada beberapa daerah besar saja. Biasanya penempatan koresponden ini dilakukan berdasarkan potensi pasar dari penerbitan itu serta banyaknya berita yang bisa diperoleh.


(38)

20 4. Wartawan kantor berita

Adalah wartawan dari suatu kantor berita atau press news agency. Wartawan kantor berita mencari berita untuk suatu kantor berita kemudian berita tersebut disalurkan atau dijual ke lembaga penerbitan atau media pers lain yang membutuhkan.

(http://grahamediajombang.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-wartawan.html)

1.5.4.3 Klasifikasi Wartawan

Klasifikasi wartawan menurut Zainuddin HM dalam bukunya the journalist (2012:31-39) ada tujuh, yaitu:

1. Wartawan Koran

Pada dasarnya wartawan terbagi dalam dua klasifikasi, yakni wartawan media cetak dan wartawan media elektronik. Namun dalam perkembangannya sekarang ini, berlaku pula sebutan yang lebih spesifik: wartawan koran, yakni wartawan yang secara khusus hanya bekerja untuk koran atau surat kabar. Misalnya, wartawan Kompas, wartawan Media Indonesia, wartawan Rakyat Merdeka, wartawan Pikiran Rakyat, dan wartawan Republika. Tugas wartawan koran relatif cukup berat, sebab mereka harus mencari atau meliput berita setiap hari. Itupun bukan


(39)

21 satu berita saja, melainkan bisa dua atau tiga berita terbaru atau pengembangan berita. Ini konsekuensi logis yang harus mereka jalani sebagai wartawan media cetak yang tebit setiap hari. Kalau tidak begitu, halaman bisa kosong dan korannya terancam tidak terbit.

2. Wartawan Majalah & Wartawan Tabloid

Para wartawan yang bekerja di majalah, entah majalah berita, hiburan, wanita atau keluarga, juga mendapat sebutan khusus, yakni wartawan majalah, misalnya wartawan majalah Tempo, wartawan majalah Gatra, dan wartawan majalah Femina.

Karena majalah umumnya terbit mingguan (sekali seminggu), pola kerja wartawan majalah agak berbeda dengan wartawan koran. Wartawan majalah mungkin datang ke kantor setiap hari dan mencari berita juga setiap hari, tetapi tidak wajib membuat berita setiap hari. Yang terpenting mereka melaksanakan tugas liputan, dan biasanya ada tenggang waktu (deadline) tertentu, kapan berita harus selesai ditulis dan diserahkan ke redakturnya. Hal ini bergantung pada media (majalah) masing-masing. Tantangan bagi setiap wartawan majalah adalah jangan sampai berita yang ditulisnya sama persis dengan yang telah ditulis wartawan koran atau yang dimuat di surat


(40)

22 kabar. Bila itu terjadi, berarti beritanya basi, tidak ada kemajuan, bahkan ketinggalan, maka dari itu, harus ada pendalaman materi, atau bisa juga dengan cara menampilkan sudut pandang (angel) lain yang berbeda dengan berita koran.

3. Wartawan Radio

Keberadaan wartawan radio sama dengan wartawan koran atau wartawan majalh. Hanya saja, wartawan radio lebih menitik beratkan pada kemampuan berbicara atau melaporkan berita secara lisan. Apalagi untuk laporan-laporan berita yang disampaikan secara langsung, sang wartawan radio harus menguasai bahasa tutur yang baik dan benar agar laporannya dapat dimengerti pendengar. 4. Wartawan Televisi

Para jurnalis yang bekerja di televisi mendapat sebutan khusus: wartawan televisi. Bahkan, wartawan televisi kini memiliki kebanggaan tersendiri jika dibandingkan dengan wartawan-wartawan media cetak. Karena wartawan televisi selalu disorot kamera dan saat bertugas menyiarkan berita dirinya pasti tampil di televisi. Tidak heran bila kemudian banyak wartawan televisi yang menjadi terkenal.


(41)

23 Yang membedakan wartawan televisi dengan wartawan lain adalah wartawan televisi selalu didampingi juru kamera atau kamerawan. Tekanan berita yang diliputnya terletak pada gambar dan sedikit narasi. Untuk menjadi wartawan televisi, diperlukan ketrampilan khusus di samping kompeten jurnalistik, di antaranya: terampil berbicara di depan publik; mahir berbahasa indonesia maupun asing secara benar, baik dan efektif; memiliki suara dan pelafalan kata atau kalimat secara jelas; juga tampil memikat.

5. Wartawan Infotainment

Sejak maraknya acara infotainment di TV, muncul pula sebutan wartawan infotainment, yakni mereka yang bertugas meliput informasi dunia hiburan yang dikemas untuk tayangan tersebut. Tayangan infotainment hingga saat ini mencapai belasan, di antaranya: Insert, Silet, Kabar-kabari, G-spot, Waswas, dan Espresso. Tayangan Cek & Ricek yang di gagas ilham Bintang mengklaim sebagai pelopor jurnalisme infotainment dan sekaligus mengawali kelahiran wartawan-wartawan infotainment di Indonesia.

Sebutan wartawan infotainment sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan insan pers. Masalahnya, tayangan


(42)

24 infotainmen lebih dominan menyiarkan gosip ketimbang fakta atau berita. Padahal gosip cenderung di anggap bukan berita sebab kurang memiliki unsur-unsur jurnalisme. Namun, karena tayangan infotainment sangat marak dan fenomenal, akhirnya sebutan wartawan infotainment diterima sebagai kelaziman.

6. Wartawan Online

Kini juga berlaku sebutan wartawan online, yakni para jurnalis yang bekerja untuk media atau situs-situs berita di internet. Sejak tahun 1990-an, jumlah wartawan online terus meningkat seiring tumbuhnya situs berita. Wartawan online juga meliput berita di lapangan dan kemudian menuliskannya. Karena itu, kemampuan atau ketrampilan menulis berita menjadi syarat mutlak bagi setiap wartawan online. Termasuk di dalamnya adalah kemahiran berbahasa (Indonesia) jurnalistik serta memahami pemakaian ejaan dan tanda baca. Tanpa tahu semua aspek itu, kita tidak akan menjadi wartawan online yang baik dan handal.

7. Wartawan Foto/Fotografer

Fotografer memiliki peranan yang sangat penting, bahkan tidak dapat dipisahkan bagi produk jurnalistik, khususnya jurnalistik media cetak dan online. Fotograferlah yang


(43)

25 merekam setiap kejadian atau peristiwa ke dalam gambar/foto, dan foto-foto itulah yang menjadi fakta paling auntentik. Tanpa foto, kadang berita menjadi hambar dan kurang bermakna. Dengan adanya foto, sebuah berita menjadi sempurna dan istimewa. Bahkan, sebuah foto bisa mengalahkan berita. Foto berbicara banyak mengenai suatu peristiwa. Itulah yang disebut foto berita atau lebih dikenal sebagai foto jurnalistik.

1.5.4.4 Profesionalisme Wartawan

Pekerjaan seperti pemimpin redaksi, redaktur, wartawan atau reporter disebut sebagai profesi. Seperti juga dokter, pengacara, akuntan, dan pendeta, profesi wartawan adalah profesi yang bukan sekedar mengandalkan ketrampilan seorang tukang. Ia adalah profesi yang watak, semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan tukang. Oleh karena itu, masyarakat memandang wartawan sebagai profesional.

Dalam persepsi diri para wartawan sendiri, istilah ‘profesional” memiliki tiga arti: pertama, profesional adalah kebalikan dari amatir; kedua, sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus; ketiga, norma-norma yang menggatur perilakunya dititik beratkan pada kepentingan khalayak pembaca. Selanjutnya, terdapat dua norma yang dapat diidentifikasikan, yaitu: pertama, norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis dan


(44)

26 menyunting, dan sebagainya.), dan kedua, norma etis (kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggungjawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain-lain yang semuanya harus tercermin dalam produk penulisannya) (Kusumanigrat, 2005:115).

Usaha-usaha untuk memperbaiki pendidikan kewartawanan menunjukkan bahwa “profesionalisasi” dapat diharapkan semakin meningkat dalam lapangan pekerjaan jurnalistik. Profesionalisasi akan menimbulkan dalam diri wartawan sikap menghormati martabat individual dan hak-hak pribadi dan personal warga masyarakat yang diliputnya. Demikian pula ia akan menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan profesional. Untuk mencapai hal itu, wartawan perlu memiliki kedewasaan pandangan dan kematangan pikiran. Ini berarti wartawan harus memiliki landasan unsur-unsur yang sehat tentang etika dan rasa tanggungjawab atas perkembangan budaya masyarakat di mana wartawan itu bekerja. Landasan unsur-unsur yang sehat ini tidak hanya terdapat dalam norma-norma yang tercantum dalam Kode Etik saja, tetapi juga terdapat dalam norma-norma teknis profesi wartawan itu sendiri. Misalnya, dalam mempertimbangkan layak tidaknya suatu berita untuk dimuat, terdapat persyaratan harus dipenuhinya unsur-unsur layak berita yang selalu harus diperhatikan oleh setiap wartawan profesional (Kusumanigrat, 2005:115).


(45)

27 Wartawan adalah profesi, karena setidaknya memenuhi dua unsur profesi, yakni pekerjaannya didedikasikan untuk masyarakat umum, dan dinaungi oleh sebuah organisasi profesi. Karenanya, seorang wartawan adalah seorang yang profesional di bidangnya, karena terdapatnya asosiasi wartawan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), dan masih banyak asosiasi wartawan lainnya. Selain itu, juga terdapatnya kode etik wartawan.

Profesionalitas wartawan sendiri sudah di atur dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang dilandasi oleh Undang-Undang Pers no. 40 tahun 1999. Merujuk pada KEWI tersebut, maka yang dimaksud dengan wartawan profesional adalah wartawan yang mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku baik Undang-Undang Pers maupun kode etik yang dikeluarkan oleh asosiasi wartawan atau kesepakantan berbagai asosiasi wartawan. Selain itu, untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas jurnalistik maka diperlukan keahlian jurnalistik yang didapatkan dari pendidikan khusus.

Jadi wartawan profesional adalah yang memahami tugasnya, yang memiliki skill (ketrampilan), seperti melakukan reportase, wawancara, dan menulis berita atau feature yang bagus dan akurat, dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


(46)

28 1.5.4.5 Ciri Profesionalisme Wartawan

Arti sebutan profesional itu hanya bisa diukur setelah wartawan melewati masa percobaan (magang) yang ditentukan oleh perusahaan media tempatnya bekerja. Bahkan untuk profesional, tak jarang seorang wartawan harus melewati pengalaman kerja selama bertahun-tahun.

Bagi wartawan yang profesional, akan bisa dikenali keprofesionalanya ketika berada di lapangan. Pertanyaan atau konfirmasi yang diajukan kepada narasumber tidak melenceng jauh dari konteksnya. Selain itu, seorang wartawan profesional dibekali dengan kartu pers atau tugas dari perusahaan tempatnya bekerja.

Profesionalisme wartawan dituntut bukan hanya karena idealisme yang melekat pada profesi itu, tetapi efek media yang begitu besar terhadap masyarakat luas. Media massa menghadirkan pesona yang menyedot perhatian khalayak dalam tiga hal. Pertama, isolasi sosial. Khalayak yang mengkonsumsi media setiap saat akan menjadi eksklusif. Misalnya, ia akan lebih mengenal artis yang tampil di layar kaca ketimbang tetangga rumahnya. Kedua, pasar konsumsi. Khalayak akan mudah tergoda oleh gambar-gambar hidup yang menawarkan barang konsumsi dan membentuk pasar eksklusif. Ketiga, sumber kebijakan. Media lebih mudah diacu pembuat kebijakan dan pilihan-pilihan sosial-politik.


(47)

29 Pengukuran profesionalisme jurnalis adalah memiliki kemampuan jurnalistik yang memadai, memiliki integritas moral yang baik, selalu mengembangkan pengetahuan, mengutamakan objektifitas dan akurasi, serta menjunjung tinggi independensi. Kriteria tersebut merupakan kriteria normatif yang harus dimiliki setiap jurnalis dalam menjalankan fungsinya sebagai penyampai informasi. Karenanya, profesi jurnalis sangat mengutamankan kepercayaan masyarakat. Karena itu seringkali kita mendengar ungkapan bahwa jurnalis mewakili mata dan telinga masyarakat.

1.5.4.6 Standart profesi wartawan

Asep Syamsul Romli dalam situsnya, (www.romeltea.com) menyebutkan, wartawan profesional memiliki beberapa karakteristik yang menjadi standart atas profesinya tersebut, antara lain:

a. Menguasai keterampilan Jurnalistik

Seorang wartawan harus memiliki keahlian (expertise) menulis berita sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Ia harus menguasai teknik menulis berita, feature serta artikel. Karenanya, seorang wartawan sejatinya adalah orang yang pernah menempuh pendidikan kejurnalistikan secara khusus.

Ia harus well trained, terlatih dengan baik dalam keterampilan jurnalistik yang meliputi, teknik pencarian berita dan penulisannya, di samping pemahaman yang baik tentang makna sebuah berita. Ia


(48)

30 harus memahami apa itu berita, nilai berita, macam-macam berita, bagaimana mencarinya, dan kaidah umum penulisan berita.

b. Menguasai bidang Liputan (Beat)

Idealnya, seorang wartawan harus menjadi seorang “generalis”, yakni memahami dan menguasai segala hal, sehingga mampu menulis dengan baik dan cermat tentang apa saja. Namun yang terpenting, ia harus menguasai bidang liputan dengan baik.

Wartawan ekonomi misalnya, ia harus menguasai istilah-istilah dan teori-teori ekonomi. Wartawan kriminal, ia harus memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia kriminalitas, seperti sebutan-sebutan, istilah atau kasus-kasus kriminal, demikian seterusnya.

c. Memahami Serta Mematuhi Etika Jurnalistik

Wartawan yang profesional memegang teguh etika jurnalistik. Di Indonesia sendiri, etika jurnalistik tersebut sudah terangkum dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang sudah ditetapkan Dewan Pers sebagai Kode Etik Jurnalistik bagi para wartawan di Indonesia.

Kepatuhan pada kode etik merupakan salah satu ciri profesionalisme, di samping keahlian, keterikatan, dan kebebasan. Dengan pedoman kode etik tersebut diharapkan seorang wartawan tidak mencampuradukkan fakta dan opini dalam menulis berita, tidak akan menulis berita fitnah, sadis, dan cabul. Dan yang paling


(49)

31 utama tidak “menggadaikan kebebasannya” dengan menerima amplop. Seorang wartawan profesional hanya akan menginformasikan suatu peristiwa atau kejadian yang benar dan faktual, tidak lebih dari itu.

1.5.4.7 Syarat Wartawan Profesional

Ada beberapa persyaratan kemampuan profesional yang perlu dikuasai seorang wartawan. Yancheff (2000) melihat ukuran profesionalisme jurnalis di era milenium, menurutnya pada fase milenium, profesionalisme wartawan membutuhkan multi-kompetensi. Karakteristik perfomanya menekankan kekuatan penulisan dan kemampuan oral, ketekunan kerja, dan pemikiran dasar pengetahuan yang mengkombinasikan aplikasi lintas disiplin, dengan kata lain menguasai berbagai format media cetak, siaran, interaktif, dan multimedia) yang dibutuhkan dalam dunia kerja produksi berita secara profesional.

Ada sepuluh kemampuan wartawan profesional menurut Yancheff, yang terdiri dari:

1. Writing competencies, ialah kapasitas untuk melaporkan secara akurat, jelas, kredibel (dapat dipercaya), dan realibel. Kemampuan menulis yang dapat dipahami oleh pembaca. Penguasaan dalam memakai tata bahasa, kata-kata, dan


(50)

32 tanda-tanda baca, serta pemahaman terhadap kosakata (vocabulary). Selain itu kapasitas menyusun dan menulis paragraf-paragraf lead, kelengkapan data-data sumber berita harus dapat dikuasai.

2. Oral Performance Competencies, ialah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik, secara percaya diri dan bertanggung jawab. Kemampuan wawancara memerlukan berbagai teknik dan metode ketika mewawancarai anak-anak, kelompok etnik, korban kekerasan, dan sebagainya. Selain itu, kemampuan mengenali nuansa dari wacana publik.

3. Research and Investigative Competencies, ialah kemampuan menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi kisah atau mengidentifikasi topik-topik potensial; melalui sumber kepustakaan, referensi virtual online, dan catatan-catatan publik.

4. Broad-based Knowledge Competencies, kemampuan memiliki pengetahuan dasar seperti ekonomi, statistik, matematika, sejarah, sains, perawatan kesehatan, bisnis, dan struktur pemerintahan. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan lintas disiplin. 5. Web-Based Competencies, ialah kemampuan menguasai


(51)

33 dalam format on the Web. Khususnya pemberitaan yang bersifat breaking news and information, yang memiliki nilai otentisitas, akurasi, dan reliabilitas informasi on the web.

6. Audio Visual Competencies, kemampuan menggunakan peralatan seperti kamera 35mm, kamera video, men-scan foto ke dalam komputer, serta audio tape recorder.

7. Skill-Based Computer Aplication Competencies, kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan; seperti: Word Processing, pengembangan database (terutama bagi investigative reports), dan aplikasi multimedia, termasuk pagemaker, Quark Xpress, Printshop, dan sebagainya bagi kerja kewartawanan.

8. Ethics Competencies, ialah kemampuan memahami tanggung jawab profesi, seperti: kode etik, pertimbangan nilai-nilai etika, pelanggaran, dan plagiarisme.

9. Legal Competencies, kemampuan memahami undang-undang kebebasan berpendapat, seperti yang tercantum dalam the freedom of information Act (FOIA), the first Amandement, hak cipta, dan sebagainya. Serta kaitannya dengan tugas-tugas profesi kewartawanan dan dampaknya terhadap masyarakat.


(52)

34 10. Career Competencies, ialah kemampuan memahami dunia karir profesional di dalam jurnalisme. Kemampuan bekerja di dalam manajemen pers, dan bersikap positif di dalam kegiatan peliputan. Termasuk aspek-aspek dari komponen manajerial pasar, analisis khalayak, dan producing and editing the news. Serta keterlibatan dalam berbagai asosiasi dan jaringan profesional dari dunia jurnalism.(Santana, 2005:207-208)

1.5.4.8 Kompetensi Jurnalis

Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam L. Batubara dalam diskusi “Standar Kompetensi Wartawan” di Pontianak, awal Mei 2007 pernah mengatakan, bahwa nasyarakat yang cerdas terbentuk dari wartawan yang cerdas. Sementara itu, wartawan yang cerdas ada jika standar kopentensi wartawan tercapai. Apa yang dikatakan S.L. Batubara itu tentu bukan tanpa alasan. Pers sangat punya pengaruh hebat di masyarakat. Sementara itu, pers yang baik akan sangat tergantung pada bagaimana kualitas wartawannya. Wartawan dengan kualitas pas-pasan tentu akan memengaruhi kualitas pemberitaannya. Artinya, kualitas beritanya juga sangat pas-pasan, begitu juga sebaliknya. (Nurudin, 2009:161).


(53)

35 1.5.4.9 Macam-macam kompetensi

Berdasarkan Rumusan Dewan Pers (Luwarso dan Gayatri,2006) dalam buku jurnalisme masa kini yang ditulis oleh Nurudin: ada setidaknya tiga kategori kompetensi yang harus dipunyai seorang jurnalis antara lain:

1. Kesadaran (awareness); yang dimaksud kesadaran disini adalah jurnalis menyadari bahwa setiap tindakan jurnalistiknya itu dipengaruhi oleh hukum, etika, dan norma-norma. Dengan kata lain, jurnalis itu bukan orang bebas yang bisa berbuat seenaknya saja. Ia harus sadar ada beberapa hal yang memengaruhi seorang jurnalis. Kesadaran dapat dibagi tiga yaitu:

a. Kesadaran etika

Dengan kesadaran etika diharapkan setiap perilaku jurnalis akan mengacu pada kode perilaku yang berlaku. Sehingga setiap tindakannya akan dipertimbangkan secara matang. Tanpa kemampuan menerapkan kesadaran etika ini, jurnalis akan rentan terhadap kesalahan. Akibatnya kerja jurnalistiknya bisa tidak akurat, bias kepentingan, melanggar privasi, tidak menghargai narasumber berita, dan kerja kejurnalistikannya akan buruk. Untuk menghindarinya maka wartawan wajib:

 memiliki integritas, tegas dalam prinsip, kuat dalam nilai-nilai.


(54)

36  Melayani kepentingan publik, memantau mereka yang berkuasa agar bertanggung jawab, menyuarakan mereka yang tidak bersuara.

 Berani dalam keyakinan dan bersikap independen mempertanyakan otoritas, dan menghargai perbedaan.

b. Kesadaran hukum

Seorang jurnalis juga harus punya kesadaran hukum. Hukum yang selama ini harus dipegang teguh adalah UU pokok Pers (nomor 40/1999). Dengan UU itu, wartawan tidak hanya memahami tetapi melaksanakan, menjaga kehormatan, dan melindungi hak-haknya. Jika wartawan merasa secara hukum benar, maka tidak ada alasan lain ia takut memberitakan sebuah kejadian yang riskan sekalipun. Tentu saja, ini demi kepentingan masyarakat umum.

c. Kesadaran karier

Bekerja menjadi jurnalis itu juga ada jenjang karir. Artinya, seorang wartawan harus sadar bahwa dia harus merintis dari reporter dahulu untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi seperti redaktur. Jenjang yang lebih tinggi itu akan didapatkan apabila dia rajin dan tekun. Jurnalis juga perlu sadar dengan tugas masing-masing pihak dalam


(55)

37 media (hak dan kewajiban). Ini penting, karena jurnalis tidak bekerja sendiri, ia harus terbiasa kerja tim. Ia tidak bisa tumbuh menjadi individu yang egois. Kemampuan menerima kritik dan masukan orang lain menjadi modal berharga dalam kerja menjadi jurnalis yang handal.

Tak ketinggalan, mengenali siapa dan apa dalam manajemen perusahaan. Wartawan perlu menyadari bahwa bekerja di satu perusahaan media perlu dilandasi bahwa Surat kesepakatan Kerja Bersama (SKKB) antara perusahaan dan karyawan menyadari yang tertuang didalamnya.

2. Pengetahuan (knowledge);seorang jurnalis jelas dituntut punya pengetahuan yang layak. Ia tidak saja tahu dan paham tentang pengetahuan dasar tetapi juga pengetahuan khusus, serta pengetahuan teknis. Wartawan perlu mengetahui perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan sebagai informasi untuk memerankan fungsi pers sebagai pendidik dan informasif. Tanpa pengetahuan, seorang wartawan hanya akan menghasilkan karya jurnalistik yang berisi informasi dangkal dan tidak memberikan pencerahan bagi masyarakat.

a. Pengetahuan Umum

Pengetahuan umum mencakup pengetahuan dasar, seperti ilmu budaya, politik, sejarah, sosial, atau ekonomi.


(56)

38 b. Pengetahuan Khusus

Kompetensi ini diperlukan bagi wartawan yang memilih atau ditugaskan pada liputan isu-isu spesifik. Misalnya wartawan peliput masalah ekonomi dituntut memahami ekonomi mikro, masalah keuangan, statistik dan sejenisnya. Begitu juga wartawan peliput masalah politik dan olahraga, mereka harus memahami seluk beluk serta istilah-istilah yang ada dalam kajian tersebut.

c. Pengetahuan Teori Jurnalistik dan Komunikasi

pengetahuan tentang teori jurnalistik dan komunikasi ini sangat diperlukan karena jurnalisme tidak sekedar mencari berita dan informasi, didalamnya mencakup juga etika, tanggung jawab sosial.

3. Keterampilan (skills); mencakup keterampilan menulis, wawancara, riset, investigasi, menggunakan berbagai peralatan, seperti komputer, kamera, mesin scanned, faksimili, dan sebagainya.

a. Keterampilan Reportase

Kompetensi ini mencakup kemampuan menulis, wawancara, dan melaporkan informasi secara akurat, jelas bisa dipertanggungjawabkan, dan layak.


(57)

39 b. Keterampilan Menggunakan Alat

Keterampilan penggunaan alat disini meliputi kamera foto atau kamera video, kemampuan mengoperasikan komputer yang bukan hanya sekedar mengetik tulisan tetapi juga menyusun database, aplikasi multimedia (pagemaker (untuk layout), ptintshop, photoshop, audio visual), kemampuan mengoperasikan kamera foto atau kamera video, alat scan dan lain-lainnya.

c. Keterampilan Riset dan Investigasi

Keterampilan ini mencakup kecakapan wartawan dalam mewawancarai narasumber, mencari narasumber yang sulit dilacak, mencari data relevan untuk mendukung laporan dan lain-lain.

d. Kemampuan Teknologi Informasi

Di antaranya adalah kemampuan akses internet seperti mengoperasikan e-mail, mailing list, atau newsgroup. Selain itu kemampuan menyusun laporan dalam format internet juga sangat perlu dimiliki wartawan.

1.5.7 Teori Tanggung jawab sosial (Social Responsibility)

Penelitian ini menggunakan teori tanggung jawab sosial (Social Responsibility), dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers harus disertai


(58)

40 tanggung jawab kepada masyarakat, aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat.

Prinsip utama teori tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut: 1. Pers semestinya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada

masyarakat.

2. Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan keseimbangan.

3. Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, pers seharusnya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada.

4. Pers sebaiknya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama. Pers secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab.

5. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum. 6. Wartawan dan pers profesional seharusnya bertanggungjawab terhadap


(59)

41 Hal ini ingin ditekankan sebagai orientasi yang utama dari pers. Penekanan tanggung jawab moral kepada masyarakat dengan usaha untuk menghindari kemungkinan terjadinya keadaan yang membahayakan kesejahteraan umum.

1.6 Fokus Penelitian

Agar dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka peneliti membuat beberapa batasan yang terdiri dari:

a. Peran kontributor dalam jurnalisme televisi

b. Profesionalisme kontributor dalam menjalankan tugasnya.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif berangkat dari sebuah permasalahan, dimana masalah yang dibawa peneliti masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah penelitian ada di lapangan. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomenarealitas yang ada dalam masyarakat sebagai objek penelitian, serta berupaya menarik realitas tersebut kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran mengenai suatu kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2010:68 ).


(60)

42 1.7.2 Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder yang keduanya menjadi bagian yang penting dalam penelitian ini.

1. Data Primer

Data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara mendalam (in-depth interview) antara peneliti dengan subyek penelitian

2. Data Sekunder

Data sekunder ini peneliti dapatkan dari sumber tidak langsung, berupa literatur-literatur atau buku serta website yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti konsep kewartawanan, perkembangan jurnalistik, data tentang kesejahteraan wartawan dan lain-lain.

1.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat yang telah disepakati subyek penelitian (wartawan daerah/kontributor televisi swasta nasional di Malang) untuk memperoleh data. Sedangkan waktu penelitian dilakukan dengan pertimbangan penyesuaian terhadap kesediaan subyek penelitian.

Adapun penelitian ini dilakukan pada 29 Agustus 2012 – 19 Desember 2012. Berikut adalah tempat wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian:


(61)

43 1. Kantor AJI

2. Warung depan Rindam (tempat wartawan-wartawan di Malang menunggu berita)

3. Dinoyo net

1.7.4 Subjek Penelitian

Subyek adalah orang pertama yang akan kita teliti. Pada penelitian ini subjek adalah wartawan daerah dari televisi swasta nasional di Malang. Untuk menentukan subjek, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan pengambilan sampel secara sengaja sesuai persyaratan sampel yang diperlukan, dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2012:52). Adapun Syarat sebagai subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Merupakan wartawan daerah televisi swasta Nasional di Malang yang masih aktif,

2. Menggeluti profesi ke-Wartawanan minimal 2 tahun 3. Bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui tiga tahap:

Observasi

Tahap pertama yang dilakukan adalah observasi. Dari observasi ini peneliti akan mendapatkan banyak informasi dan data dari informan.


(62)

44 Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian ( Moleong, 2010: 132). Dengan berbekal data sebelumnya yang diberikan oleh beberapa informan, peneliti turun ke lapangan dan mengkroscek kebenaran identitas subyek. Apabila kriteria-kriteria sudah terpenuhi maka peneliti akan menuju tahap ke dua.

Wawancara terstruktur

Pada tahap kedua ini peneliti melakukan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam hal ini peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis. Setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatat jawabannya (Sugiyono, 2012:73). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara face to face dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya diharapkan dapat menggali informasi yang mendalam.

Dokumentasi

Sedangkan untuk pengumpulan data dokumentasi, peneliti mengumpulkan dokumen berbentuk tulisan, foto, dan rekaman sebagai pelengkap dari penggunaan teknik wawancara dan observasi.


(63)

45 1.7.6 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model analisis data dari Miles dan Hubberman (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. (Sugiyono, 2012:91)

Aktivitas dalam analisis data yaitu: 1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang sesuai dengan penelitian, memfokuskan pada hal-hal yang penting dari data yang diperoleh. Atau dapat di artikan sebagai proses pemilihan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. 2. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian ini data disajikan dengan uraian singkat berbentuk narasi. Penyajian data merupakan alur penting yang kedua dari kegiatan analisis. Dengan mendisplay data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang difahami. Selain teks naratif, penyajian data berupa grafik, matrix, ataupun chart juga disarankan untuk disajikan dalam laporan penelitian sebagai data pendukung.


(64)

46 3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing / Verification)

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiono, 2012:99).

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

1.7.7 Teknik Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang dluar data itu untuk keperluan pembanding atau pengecekan data tersebut (Moleong, 2012:330).

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data.


(65)

47 Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret objek tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias atau ketidak jelasan data yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber. Triangulai sumber, dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber. Kemudian data-data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik dari beberapa sumber tadi. Data yang dianalisis oleh peneliti akan menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber (Sugiyono, 2012:127).


(1)

1.7.2 Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder yang keduanya menjadi bagian yang penting dalam penelitian ini.

1. Data Primer

Data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara mendalam (in-depth interview) antara peneliti dengan subyek penelitian

2. Data Sekunder

Data sekunder ini peneliti dapatkan dari sumber tidak langsung, berupa literatur-literatur atau buku serta website yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti konsep kewartawanan, perkembangan jurnalistik, data tentang kesejahteraan wartawan dan lain-lain.

1.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat yang telah disepakati subyek penelitian (wartawan daerah/kontributor televisi swasta nasional di Malang) untuk memperoleh data. Sedangkan waktu penelitian dilakukan dengan pertimbangan penyesuaian terhadap kesediaan subyek penelitian.

Adapun penelitian ini dilakukan pada 29 Agustus 2012 – 19 Desember 2012. Berikut adalah tempat wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian:


(2)

1. Kantor AJI

2. Warung depan Rindam (tempat wartawan-wartawan di Malang menunggu berita)

3. Dinoyo net

1.7.4 Subjek Penelitian

Subyek adalah orang pertama yang akan kita teliti. Pada penelitian ini subjek adalah wartawan daerah dari televisi swasta nasional di Malang. Untuk menentukan subjek, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan pengambilan sampel secara sengaja sesuai persyaratan sampel yang diperlukan, dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2012:52). Adapun Syarat sebagai subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Merupakan wartawan daerah televisi swasta Nasional di Malang yang masih aktif,

2. Menggeluti profesi ke-Wartawanan minimal 2 tahun 3. Bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui tiga tahap:

Observasi


(3)

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian ( Moleong, 2010: 132). Dengan berbekal data sebelumnya yang diberikan oleh beberapa informan, peneliti turun ke lapangan dan mengkroscek kebenaran identitas subyek. Apabila kriteria-kriteria sudah terpenuhi maka peneliti akan menuju tahap ke dua.

Wawancara terstruktur

Pada tahap kedua ini peneliti melakukan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam hal ini peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis. Setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatat jawabannya (Sugiyono, 2012:73). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara face to face dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya diharapkan dapat menggali informasi yang mendalam.

Dokumentasi

Sedangkan untuk pengumpulan data dokumentasi, peneliti mengumpulkan dokumen berbentuk tulisan, foto, dan rekaman sebagai pelengkap dari penggunaan teknik wawancara dan observasi.


(4)

1.7.6 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model analisis data dari Miles dan Hubberman (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. (Sugiyono, 2012:91)

Aktivitas dalam analisis data yaitu: 1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang sesuai dengan penelitian, memfokuskan pada hal-hal yang penting dari data yang diperoleh. Atau dapat di artikan sebagai proses pemilihan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. 2. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian ini data disajikan dengan uraian singkat berbentuk narasi. Penyajian data merupakan alur penting yang kedua dari kegiatan analisis. Dengan mendisplay data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang difahami. Selain teks naratif, penyajian data berupa grafik, matrix, ataupun chart juga disarankan untuk disajikan dalam laporan penelitian sebagai data pendukung.


(5)

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing / Verification)

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiono, 2012:99).

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

1.7.7 Teknik Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang dluar data itu untuk keperluan pembanding atau pengecekan data tersebut (Moleong, 2012:330).

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data.


(6)

Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret objek tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias atau ketidak jelasan data yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber. Triangulai sumber, dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber. Kemudian data-data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik dari beberapa sumber tadi. Data yang dianalisis oleh peneliti akan menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber (Sugiyono, 2012:127).


Dokumen yang terkait

Program Termehek-Mehek di Trans TV dan Kepuasan Pemirsa (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Program Termehek-Mehek di Trans TV Terhadap Kepuasan Pemirsa di Kalangan Mahasiswa FISIP USU Medan).

3 76 113

PENGARUH TAYANGAN REPORTASE INVESTIGASI TRANS TV TERHADAP MOTIVASI BELAJAR JURNALISME INVESTIGASI (Studi pada Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Ilmu KomunikasiUniversitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2005)

0 33 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG BENCANA KABUT ASAP (Analisis Framing Pemberitaan Bencana Kabut Asap di Televisi Nasional Metro TV dan Televisi Lokal Duta TV)

0 7 23

PERAN KONTRIBUTOR DALAM KEGIATAN JURNALISME TV DITINJAU DARI PERSPEKTIF PROFESIONALISME WARTAWAN (Studi pada Kontributor Televisi Swasta Nasional di Malang (TV Group MNC, Metro TV, Trans TV, TV One)

15 42 65

Analisis program acara Kick Andy di Metro TV

22 128 84

Laporan Praktek kerja Lapangan (PKL) PT. Media Televisi Indonesia Metro TV

9 106 94

PERAN EDITOR BERITA TV DALAM MENYAJIKAN BAHAN BEITA (Studi pada bahan berita Radar Malam stasiun Radar TV Lampung)

7 34 68

Melalui Media TV: 6 TV Lokal Jawa Barat (TV Spot Di TVRI Jabar, Bandung TV, PJTV, Garuda Channel TV, IMTV dan Dialog Interaktif di STV Kompas TV)- Melalui Media Koran : 3 Koran Jawa Barat (Pikiran Rakyat, Tribun Jabar dan Radar Group) - Melalui Media Kora

0 0 31

Melalui Media TV: 6 TV Lokal Jawa Barat (TV Spot Di TVRI Jabar, Bandung TV, PJTV, Garuda Channel TV, IMTV dan Dialog Interaktif di STV Kompas TV)- Melalui Media Koran : 3 Koran Jawa Barat (Pikiran Rakyat, Tribun Jabar dan Radar Group) - Melalui Media Kora

0 0 31

Melalui Media TV: 6 TV Lokal Jawa Barat (TV Spot Di TVRI Jabar, Bandung TV, PJTV, Garuda Channel TV, IMTV dan Dialog Interaktif di STV Kompas TV)- Melalui Media Koran : 3 Koran Jawa Barat (Pikiran Rakyat, Tribun Jabar dan Radar Group)- Melalui Radio Spot

0 0 39