untuk  pertemuan  kaum  pergerakan.  Perundingan  antara  Gerilyawan  RI  dengan Belanda juga berlangsung dirumah ini  12 November 1949.
Memasuki tahun 1990 –an Industri batik di Laweyan kian memrihatinkan, Laweyan masih bisa mengumandangkan Batik dengan pembatiknya yang semakin
susut, masih banyak pecinta batik yang mau berkunjung ke Laweyan mencari atau memesan batik yang eksklusif apalagi para Kolektor Batik, tidak mau ketinggalan
berburu  koleksi  batik  di  Laweyan.  Tak  ingin  Laweyan  tenggelam  diterpa  jaman maka  pada  tanggal  25  September  2004  dicanangkanlah  Laweyan  menjadi
Kampung Batik dan sekaligus sebagai daerah tujuan wisata di kota Solo.
D. FORUM PENGEMBANGAN KEMPOENG BATIK LAWEYAN FPKBL
D.1. Sejarah  Berdirinya  Forum  Pengembangan  Kampoeng  Batik  Laweyan
FPKBL
Laweyan  adalah    suatu  kawasan  yang  unik,  spesifik  dan  bersejarah.  Sejak jaman  kerajaan  Pajang  tahun  1546  Laweyan  telah  dikenal  sebagai  suatu  kawasan
penghasil  tenun  dan  batik.  Desa  Laweyan  keberadaannya  jauh  ada  sebelum  tahun 1546, dan baru berkembang setelah Kyai Ageng Henis bermukim di Laweyan tahun
1546.  Kyai  Ageng  Henis  adalah  nenek  moyang  yang  menurunkan  raja-raja Mataram.  Dari  Laweyan  pula  kita  kenal  adanya  tokoh  penggerak  Kebangkitan
Nasional  yaitu  Kyai  Haji  Samanhudi.  Dari  Kyai  Haji  Samanhudi  inilah  terbentuk adanya SDI Serikat Dagang Islam.
Sebagai    kawasan  penghasil  batik,  Laweyan  pernah  mengalami  masa kejayan  di  awal  tahun  1900-an  sampai  dengan  tahun  1960-an.  Dengan  munculnya
batik  printing  pada  tahun  1970-an,  serta  kurang  adanya  manajemen  yang  baik  di kalangan  pengusaha  batik,  mengakibatkan  industri  batik  tradisional  di  Laweyan
gulung  tikar.  Kondisi  ini  dapat  dilihat  dari  jumlah  pengusaha  yang  semakin  tahun semakin  menyusut.  Semula  di  tahun  1960-an  hampir  90  penduduk  Laweyan
adalah pengusaha batik. Seiring dengan berkembangnya jaman pada tahun 2000-an yang aktif tinggal 20 persenya atau berjumlah 18 perusahaan.
Seiring dengan perubahan fungsi kawasan yang semula didominasi industri batik  menjadi  non  batik  berakibat  pula  pada  perubahan  bentuk  kawasannya.
Laweyan  yang  semula  dikenal  sebagai  kawasan  yang  kaya  akan  bentuk  arsitektur rumah  tinggal  dan  lingkungannya  yang  unik  dan  indah  bangunan  Jawa,  Indische,
art  Deco  lambat  laun  berubah  disesuaikan  dengan  perubahan  fungsi  kawasan. Kondisi  ini  jika  dibiarkan  berlarut-larut  dikawatirkan  keunikan  Laweyan  akan
hilang yang berarti hilang pula salah satu identitas kota Surakarta. FPKBL  adalah  suatu  lembaga  berbasis  masyarakat  yang  didirikan  pada
tanggal  21  September  2004.  Forum  ini  terbentuk  atas  kepedulian  masyarakat Laweyan  untuk  ikut  serta  melestarikan    dan  mengembangkan  batik,  budaya
Laweyan khususnya dan budaya Jawa pada umumnya agar tetap eksis, berkembang dan  lestari.  Tugas  pokok  FPKBL  adalah  mempelopori  terbentuknya  Kampoeng
Batik Laweyan dan mengorganisir semua unsur atau elemen  yang ada di Laweyan agar  Kampoeng  Batik  Laweyan  yang  sudah  terbentuk  pada  tanggal  25  September
2004 dapat berkembang dengan baik.
B.2. Struktur Organisasi dan Manajemen FPKBL
1. Tujuan