EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAMPOENG BATIK LAWEYAN DALAM MENUNJANG PARIWISATA KOTA SURAKARTA
KAMPOENG BATIK LAWEYAN DALAM MENUNJANG PARIWISATA KOTA SURAKARTA SKRIPSI
Disusun Oleh : FITRIA APRILIANI DEWI
D 1110008
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Drs. Agung Priyono, M.Si. NIP. 19550423 198103 1 002
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1; dinyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan pengertian wisata sendiri adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Dan kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
Kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Oleh karena itu diperlukanlah langkah-langkah Keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Oleh karena itu diperlukanlah langkah-langkah
Melihat potensi wisata yang dimiliki Indonesia dan peranan penting kepariwisataan tersebut, pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan sektor pariwisata yang dinilai dapat mendatangkan banyak keuntungan dan kemajuan pembangunan negara. Hal tersebut semakin dikuatkan dengan keluarnya Inpres No.16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam Inpres No.16 Tahun 2005 itu Presiden menginstruksikan langkah keterpaduan dalam pembangunan kebudayaan dan pariwisata kepada 17 menteri, 2Â kepala badan, kapolri serta para gubernur, bupati, dan walikota se-Indonesia.
Seperti halnya dengan daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata karena terkenal dengan keindahan alamnya seperti di Bali, Lombok, dan Karimun Jawa yang terkenal dengan keindahan pantainya, Bunaken yang terkenal dengan tempat menyelam, Papua dengan Raja Ampat, dan berbagai taman nasional di Sumatra. Maupun tempat-tempat wisata lain seperti Candi Prambanan dan Borobudur, Toraja, Yogyakarta, Minangkabau, dan Bali yang menjadi tujuan wisata budaya di Indonesia. Kota Surakarta, kota yang terletak di Propinsi Jawa Tengah ini juga memiliki potensi wisata yang tidak kalah
tujuan wisata budaya. Kota Surakarta atau yang dikenal juga dengan kota Solo mendapat predikat sebagai kota budaya dikarenakan apabila berkunjung ke Solo, kita dapat dengan mudah menjumpai tempat-tempat/bangunan bersejarah, produk kesenian, makanan khas, serta pertunjukan tradisional. Selain itu adaya kegiatan-kegiatan kebudayaan ditambah dengan berbagai ritual upacara yang dilaksanakan di Keraton Kasunanan maupun Mangkunegaran memperkuat julukan Solo sebagai kota budaya. Oleh karena itu Keraton Surakarta dan Puri Mangkunegaran dijadikan perwakilan budaya Jawa untuk terus dilestarikan demi kelangsungan warisan dari masa lalu dan sejarah. Kondisi masyarakat Solo masih banyak berpegang pada nilai-nilai tradisonal meskipun perkembangan teknologi juga pesat, membuktikan bahwa kebudayaan Jawa telah mengakar dengan kehidupan masyarakat Solo dan semakin memperkuat julukan kota Surakarta sebagai Kota Budaya.
Selain adanya Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran sebagai pusat kebudayaan di Indonesia, daya tarik wisata tersebut makin menjadi magnet karena keberadaan Pasar Klewer yang
terkenal dengan pusat grosir batik terbesar di Indonesia. Selain itu ada Pusat Grosir Solo dan Beteng Trade Center, sebagai alternatif grosir pakaian dan batik dengan gerai yang lebih modern dan lebih nyaman berlokasi tepat di timur bundaran Gladag (Patung Slamet Riyadi). Di utara pasar klewer juga dapat ditemukan perkampungan yang biasa dikenal dengan Kampoeng Batik
belanja; harganya lebih miring dibandingkan dengan belanja di tempat lain. Selain Kauman, adapula Kampoeng Batik Laweyan yang jaman dulu terkenal sebagai kampung priyayi (orang kaya), juragan batik paling terkenal di Solo. Jika kita melewati dua perkampungan ini, kita seolah-oleh akan dibawa ke masa lampau. Bangunan era kolonial Belanda di kedua perkampungan ini masih dipertahankan hingga sekarang. Dan bagi yang suka dengan benda benda bersejarah, ada Museum Radya Pustaka. Lokasi museum ini ada di tengah kota bersebelahan dengan Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari dan Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari.
Selain tujuan wisata yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi potensi-potensi wisata yang lainnya beserta faktor dan fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata di kota Surakarta, antara lain :
1. Kota Surakarta terletak pada jalur strategis yaitu diantara Yogyakarta – Solo/Surakarta – Semarang – Surabaya – Bali.
2. Terdapatnya Bandara Adi Sumarmo, sehingga akses perjalanan wisatawan (wisman) serta wisatawan (wisnus) untuk berkunjung ke kota Surakarta semakin mudah.
3. Banyaknya lembaga atau sanggar seni dan budaya seprti di ISI (institut Seni Indonesia) di kota Surakarta yang menambah daya tarik wisatawan yang ingin belajar seni budaya Indonesia terutama seni budaya Jawa.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung program kepariwisataan di kota Surakarta seperti tempat penginapan/hotel, tempat- 4. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung program kepariwisataan di kota Surakarta seperti tempat penginapan/hotel, tempat-
5. Kota Surakarta kaya akan kuliner daerah yang memiliki cita rasa khas dan jarang ditemukan di daerah-daerah lain, seperti : intip, serabi solo, nasi liwet, gudeg ceker, cabuk rambak, dan lain sebagainya.
Melihat banyaknya potensi wisata yang dimiliki, pemerintah daerah kota Surakarta terus berupaya untuk mengingkatkan sektor pariwisata dengan memanfaatkan potensi-potensi yang sudah ada tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Surakarta Tahun 1993-2013 Paragraf 7 Pasal 16 tentang Budaya dan Pariwisata yang berbunyi sebagai berikut :
1. Memanfaatkan unsur buatan manusia baik bangunan lama yang penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan maupun bangunan baru (di pusat kota dan sekitarnya) untuk pengembangan budaya, penelitian/ pendidikan dan industri pariwisata sebagai jati diri kota.
2. Memanfaatkan unsur-unsur buatan manusia, unsur alam dan kegiatan tradisional rakyat untuk pengembangan industri pariwisata.
3. Pengembangan wisata terpadu antara wisata dunia usaha, budaya, pendidikan, penelitian, olahraga dan konferensi.
Surakarta, ada beberapa kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah kota Surakarta, antara lain :
1. Melakukan kegiatan promosi wisata kota Surakarta.
2. Membenahi pasar tradisional yang ada di kota Surakarta menjadi lebih rapi, bersih, dan tertata; karena pasar tradisional seperti Pasar Klewer dan Pasar Gede merupakan salah satu tujuan wisata belanja.
3. Melakukan revitalisasi di sejumlah obyek wisata di kota Surakarta seperti revitalisasi Taman Balekambang, THR Sriwedari, Taman Jurug, dan beberapa obyek wisata lainnya.
4. Melakukan acara atau event-event penting secara rutin seperti Solo Batik Carnival (SBC), SIEM (Solo International Etnik Music), SIPA (Solo International Performing Art), dan event lainnya yang menambah daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kota Surakarta.
5. Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pariwisata, seperti hotel, tempat perbelanjaan, perbaikan jalan, akses transportasi, dan sebagainya. Dan beberapa waktu terakhir ini yang paling gencar digalakkan pemerintah kota Surakarta adalah program peningkatan sarana transportasi dalam rangka mendukung pariwisata kota Surakarta seperti diresmikannya Batik Trans Solo (BTS), Seput Kluthuk Jaladara, Kereta Uap, serta Bus Tingkat Werkudoro.
Dari sekian banyak potensi wisata yang ada di kota Surakarta, salah satu potensi warisan budaya yang banyak menarik minat wisatawan baik itu
mengunjungi kota Surakarta adalah kerajinan “Batik”. Batik merupakan satu dari sekian banyak kekayaan budaya Indonesia. Dulu orang mengenal batik sebagai barang kuno, dan kebanyakan digunakan sebagai kain gendongan oleh ibu-ibu atau bahkan nenek kita. Jarang sekali kaum muda yang mengenakan batik. Bahkan batik hanya digunakan untuk acara-acara resmi atau acara tertentu saja. Tapi kini, sejak tahun 2008 batik mengalami perkembangan. Hal tersebut dapat dilihat dari mulai digunakannya batik oleh banyak kalangan, seolah-olah batik sedang berada dipuncak kejayaannya. Orang berlomba-lomba mengenakan batik, pria, wanita, tua, muda. Tidak hanya masyarakat biasa, batik juga sudah merambah kekalangan artis. Dengan berbagai macam alasan mereka menggunakan batik.
Batik merupakan aset budaya Indonesia yang diakui pula sebagai warisan budaya dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan diakui dan disahkannya secara resmi Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia (World Heritage) pada tanggal 2 Oktober 2009 oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) yang kemudian tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Batik.
Kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap ini diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia karena Batik Indonesia memiliki motif yang beragam dan memiliki makna filosofi yang mendalam. Selain itu penghargaan oleh UNESCO menjadikan Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia itu juga didasarkan karena Kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap ini diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia karena Batik Indonesia memiliki motif yang beragam dan memiliki makna filosofi yang mendalam. Selain itu penghargaan oleh UNESCO menjadikan Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia itu juga didasarkan karena
Kata batik konon berasal mula dari kata 'tik' yang berarti titik. Batik ada hubungannya dengan titik, dikarenakan dalam proses pembuatan batik melalui tahapan penetesan lilin ke kain putih yang akan dijadikan batik nantinya. Saat proses penetesan tersebut maka tetesan lilin itu akan berbunyi tik-tik-tik sehingga akhirnya lahirlah istilah kata batik. Di lain sisi, ada pihak yang berpendapat bahwa kata batik bersumber pada sumber-sumber tulis kuno yang dihubungkan dengan tulisan, atau lukisan . Kedua pendapat ini hingga sekarang masih digunakan untuk menjelaskan asal-usul kata batik, dan hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah mendasar dalam upaya pengembangan batik di masa sekarang dan mendatang. Batik merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia, yang juga ditetapkan sebagai warisan dunia. Batik mengakar di kehidupan bangsa, terlihat di setiap jengkal daerah memiliki batik dan menjadikannya identitas. Demikian juga batik Solo yang telah termasyhur bahkan hingga keluar negeri. Selain menjadi busana tradisional khas Solo, batik juga menjadi icon kota Surakarta yang sangat
warisan-budaya-indonesia/29/) Batik Indonesia sejak dahulu hingga sekarang telah dikenal luas oleh masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri. Batik yang semula hanya ada di Jawa khususnya Jawa Tengah kemudian berkembang ke daerah-daerah lain di Indonesia. Setiap daerah memiliki keberagaman corak batik yang menjadi ciri khas setiap daerah. Antara daerah satu dengan yang lain memiliki corak dan motif yang berbeda. Ada batik Yogyakarta, Solo, Cirebon, Madura, Jepara, Tulungagung, Banyumas, Banten Pekalongan, Tasik, bahkan batik juga ada di luar Jawa seperti di Bali, Aceh, Palembang, Ambon, dan daerah lainnya.
Meskipun di daerah-daerah lain juga mempunyai kerajinan batik, tetapi Batik Solo mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa (kombinasi warna coklat muda, coklat tua, coklat kekuningan, coklat kehitaman, dan coklat kemerahan) yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”. Kekhasan batik solo sudah terkenal di seluruh Indonesia dan mancanegara, bahkan sudah menjadi produk eksport andalan.
Batik Solo menguatkan aura megah dan kesan anggun. Tidak semata- mata karena paduan warna dan lekuk motifnya, melainkan makna yang Batik Solo menguatkan aura megah dan kesan anggun. Tidak semata- mata karena paduan warna dan lekuk motifnya, melainkan makna yang
1. Sido Asih Motif geometris berpola dasar bentuk-bentuk segi empat yang memiliki arti keluhuran. Saat mengenakan kain Sido Asih, berarti seseorang mengharapkan kebahagiaan hidup. Motif ini dikembangkan setelah masa pemerintahan SISKS PB IV di keraton Surakarta.
2. Ratu Ratih Nama motif ini diambil dari kata "Ratu Patih" yang berarti seorang raja yang memerintah didampingi oleh perdana menterinya, karena usia yang masih sangat muda. Motif batik yang menggambarkan kemuliaan, dan hubungan penggunanya dengan alam sekitar ini, mulai dibuat pada masa pemerintahan SISKS Pakoeboewono VI di tahun 1824.
3. Parang Kusuma Parang adalah motif diagonal, berupa garis berlekuk-lekuk dari sisi atas ke sisi bawah kain. Sedangkan Kusuma berarti bunga. Motif Parang Kusuma ini menjelaskan penggunanya memiliki darah raja (keturunan 3. Parang Kusuma Parang adalah motif diagonal, berupa garis berlekuk-lekuk dari sisi atas ke sisi bawah kain. Sedangkan Kusuma berarti bunga. Motif Parang Kusuma ini menjelaskan penggunanya memiliki darah raja (keturunan
4. Bokor Kencana Sebuah motif geometris berpola dasar berbentuk lung-lungan yang mempunyai makna harapan dan keagungan, kewibawaan. Motif ini untuk pertama kalinya dibuat untuk dikenakan PB XI.
5. Sekar Jagad Sekar berarti bunga dan jagad adalah dunia. Paduan kata yang tercermin dari nama motif ini adalah “kumpulan bunga sedunia”. Motif ini merupakan perulangan geometris dengan cara ceplok (dipasangkan bersisian), yang mengandung arti keindahan dan keluhuran kehidupan di dunia. Motif ini mulai berkembang sejak abad ke-18.
(http://www.batikcintaku.com/node/70) Solo memang terkenal dengan wilayah penghasil batik. Solo juga merupakan tempat wisata berbelanja batik yang cukup terkenal dan sering dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik. Batik sudah seperti identitas dari kota Solo ini. Hasil produksi batik pun sudah diekspor hingga ke luar negeri. Sebagai sebuah kota yang identik dengan batik, Solo memiliki beberapa daerah sentra penghasil batik. Dua daerah yang cukup terkenal di kalangan pecinta batik adalah Kampoeng Batik Laweyan dan Kampoeng Batik Kauman. Masyarakat di dua daerah tersebut sebagian besar menggantungkan hidupnya dari batik.
perekonomian yang mendorong tumbuhnya perdagangan, seni dan budaya di kota Surakarta. Sebagai pendorong perekonomian yang mendorong tumbuhnya perdagangan, batik banyak ditemukan di pusat-pusat perbelanjaan di kota Surakarta dari tradisional hingga modern. Di pusat perbelanjaan tradisional koleksi batik dapat ditemukan di Pasar Klewer (pusat perdagangan batik), PGS, Beteng, Ngarsopuro, dan pasar-pasar tradisional di kota Surakarta dengan harga yang cukup murah serta masih bisa ditawar. Selain itu batik dapat pula ditemukan di tempat-tempat lain seperti di Kauman, Laweyan, Museum Galeri Batik Danar Hadi, dan sebagainya.
Salah satu pusat pedagangan batik terbesar di kota Surakarta adalah Pasar Batik Klewer. Pasar Batik Klewer merupakan salah satu pasar terbesar di kota Solo tempat dipasarkannya berbagai macam barang dagangan yang mayoritas barang dagangannya berupa kain batik maupun kain tenun. Kondisi perdagangan di Pasar Batik Klewer selalu ramai akan pengunjung sehingga mampu memperoleh omzet milyaran rupiah setiap harinya.
Melihat warisan hasil kerajinan Batik yang sangat berarti, bernilai, dan berpotensi dalam perkembangan sektor pariwisata yang dapat menjadi sumber devisa dan alternatif sumber pendapatan yang menguntungkan bagi kemajuan daerah serta kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat kota Surakarta, pemerintah kota Surakarta terus berupaya untuk mengenalkan dan mempromosikan kerajinan Batik Solo. Salah satu langkah pemerintah yang dijalankan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) kota Melihat warisan hasil kerajinan Batik yang sangat berarti, bernilai, dan berpotensi dalam perkembangan sektor pariwisata yang dapat menjadi sumber devisa dan alternatif sumber pendapatan yang menguntungkan bagi kemajuan daerah serta kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat kota Surakarta, pemerintah kota Surakarta terus berupaya untuk mengenalkan dan mempromosikan kerajinan Batik Solo. Salah satu langkah pemerintah yang dijalankan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) kota
Kegiatan wisata di Kampoeng Batik tidak hanya dalam hal jual beli batik, tetapi juga komponen atau unsur-unsur penunjang lainnya, seperti museum batik, cara pengenalan dan pembuatan batik, tempat untuk belajar membuat batik, serta sarana dan prasarana penunjang lainnya. Di kota Surakarta terdapat 2 (dua) wisata Kampoeng Batik yang cukup terkenal, yaitu Kampoeng Batik Laweyan dan Kampoeng Batik Kauman.
Dalam hal ini peneliti akan terfokus melakukan penelitian di Laweyan karena daerah tersebut merupakan sentra batik yang pertama kali berdiri di Indonesia yang memiliki banyak sejarah dan telah mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Selain itu tujuan lain peneliti lebih memilih memfokuskan penelitian di Laweyan karena telah ditetapkannya Laweyan sebagai “Cagar Budaya” berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No.PM3/PW007/MKP/2010 tentang Penetapan kawasan Laweyan sebagai Benda Cagar Budaya, Situs atau Kawasan Cagar Budaya yang dilindungi UU RI No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tahun 2010.
Kampoeng Batik Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahun 1546 M dan mencapai kejayaan pada era 1970an. Karya seni tradisional batik terus ditekuni masyarakat Laweyan sampai sekarang. Suasana kegiatan membatik di Laweyan tempo dulu banyak didominasi oleh keberadaan para juragan batik Kampoeng Batik Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahun 1546 M dan mencapai kejayaan pada era 1970an. Karya seni tradisional batik terus ditekuni masyarakat Laweyan sampai sekarang. Suasana kegiatan membatik di Laweyan tempo dulu banyak didominasi oleh keberadaan para juragan batik
Sebagai langkah strategis untuk melestarikan seni batik, Kampoeng Laweyan di desain sebagai sebuah perkampungan batik, bahkan secara resmi telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Solo sebagai salah satu objek wisata belanja yang menjadi salah satu andalan kota Solo. Kawasan terpadu ini memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 24 Ha yang terdiri dari 3 blok. Konsep pengembangan terpadu dimaksudkan untuk memunculkan nuansa batik dominan yang secara langsung akan mengantarkan para pengunjung pada keindahan seni batik. Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta untuk mengembangkan kawasan batik di Solo, Pemkot melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) secara rutin menggelar Festival Batik.
Pengelolaan Kampoeng Batik Laweyan diorientasikan untuk menciptakan suasana wisata dengan konsep rumahku adalah galeriku, artinya rumah memiliki fungsi ganda sebagai showroom sekaligus rumah produksi. Tentu ini akan memberikan pengalaman belanja lain dari biasanya. Disepanjang jalan perkampungan ini kita dapat menemukan banyak showroom/galeri batik. Beberapa galeri yang dapat kita temukan diantaranya Batik Merak Manis, Tjokrosumarto, Puspa Kencana, Gress Tenan, Putu Laweyan, Kencana Murni, Cahaya Putra, Marin, Cempaka, Gunawan Design,
Mahkota Laweyan, Cempaka, Surya Pelangi, Doyohadi, dan sebagainya.
Bukti pengembangan kampung batik Laweyan dalam rangka menunjang pariwisata di kota Surakarta adalah dengan memperluas wilayah Kampoeng Batik Laweyan. Wilayah Kampoeng Batik Laweyan mulai diperluas menjadi empat kelurahan yakni Laweyan, Bumi, Sondakan dan Pajang. Hal ini ditandai dengan dipasangnya papan nama di simpang empat Purwosari. Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), Alpha Febela Priyatmono mengungkapkan, pengembangan ini adalah dampak dari semakin berkembangnya perekonomian batik di Solo. ”Memang secara historis, Laweyan lah sebagai pusatnya. Namun tidak dipungkiri denyut batik Laweyan ikut menggetarkan wilayah di sekitarnya”, kata Alpha. Perkembangan itu, tambahnya, akan semakin membangkitkan usaha batik dan menyerap banyak tenaga kerja. Saat ini, di empat kelurahan itu ada 200-an pengusaha batik. Diperkirakan, jumlah tersebut akan semakin bertambah. Alpha menjelaskan, kawasan itu akan dibagi sesuai keistimewaan dan potensi masing-masing. Setiap kelurahan atau kampung memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Hal itu akan diatur agar saling mendukung dan tidak saling menjatuhkan. ”Ini memberikan banyak pilihan bagi pengunjung untuk menikmati wisata batik,” katanya. (http://eka.web.id/wilayah-kampung-batik- laweyan-diperluas.html)
Kampoeng Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Pada jaman sebelum kemerdekaan Kampoeng Kampoeng Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Pada jaman sebelum kemerdekaan Kampoeng
Soedarmono dalam Argyo yang dikutip oleh Ema (2010: 6) menjelaskan bahwa kultur atau budaya batik sangat mewarnai kehidupan masyarakat Laweyan. Macam pekerjaan yang ada dalam kehidupan masyarakat Laweyan adalah homogen yaitu industri batik. Dalam stratifikasi kelompok masyarakat Laweyan, boleh dikatakan hanya mengenal dua lapisan, yaitu juragan (pengusaha) dan buruh. Kampoeng dagang adalah sebutan yang tepat bagi daerah itu, sedang sebutan “Wong Laweyan” terasa akrab menunjuk individu-individu Laweyan sebagai pengusaha batik.
Dulu terdapat pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat Laweyan, yaitu kelompok wong saudagar (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan wong priyayi
(bangsawan atau pejabat). Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut dengan istilah mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami disebut mas nganten sebagai pelengkap utuhnya keluarga. Sebagian masyarakat Laweyan masih tampak (bangsawan atau pejabat). Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut dengan istilah mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami disebut mas nganten sebagai pelengkap utuhnya keluarga. Sebagian masyarakat Laweyan masih tampak
Di perkampungan ini kita juga dapat menjumpai beberapa situs sejarah masa lalu diantaranya makam Kyai Ageng Anis (tokoh yang menurunkan raja-raja Mataram), bekas rumah Kyai Ageng Anis dan Sutowijoyo (Panembahan Senopati), bekas pasar Laweyan, bekas Bandar Kabanaran, makam Jayengrana (Prajurit Untung Suropati), Langgar Merdeka, Langgar Makmoer dan rumah H. Samanhudi pendiri Serikat Dagang Islam. Keberadaan situs ini semakin menambah kekentalan nuansa sejarah kejayaan masa lalu. Selain itu Laweyan juga terkenal dengan bentuk bangunan khususnya arsitektur rumah para juragan batik yang dipengaruhi arsitektur tradisional Jawa, Eropa, cina dan Islam. Maka tak salah jika Kampoeng Laweyan pada masa lalu mendapatkan julukan sebagai ”Kampoeng Juragan Batik”. Bangunan-bangunan tersebut dilengkapi dengan pagar tinggi atau “beteng” yang menyebabkan terbentuknya gang-gang sempit spesifik seperti kawasan Town Space. Kelengkapan khasanah seni dan budaya Kampoeng Batik Laweyan tersebut menjadi sebab tingginya frekuensi kunjungan wisatawan dari dinas dan institusi pendidikan, swasta, mancanegara.
pung-batik-laweyan/) Dari hal tersebut dapat dilihat Laweyan memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Namun Laweyan pernah mengalami penurunan industri yaitu kurang berminatnya wisatawan untuk berkunjung ke Laweyan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya promosi untuk memperkenalkan potensi yang ada di Kampoeng Batik Laweyan. Selain itu penurunan juga terjadi karena timbulnya kelesuan pasaran batik akibat munculnya pengusaha- pengusaha bermodal besar serta peralatan-peralatan dan teknik-teknik yang lebih maju.
Melihat kemunduran yang terjadi di Kampoeng Batik Laweyan, perlu diadakannya suatu program yang bertujuan untuk menghidupkan kembali potensi-potensi yang ada disana. Untuk itu pada tanggal 25 September 2004 didirikanlah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang didirikan oleh Alpha Febela Priyatmono beranggotakan seluruh masyarakat Laweyan. Pengurus FPKBL terdiri dari berbagai unsur masyarakat Laweyan baik dari para pengusaha batik, para pemuda dan para wirausaha sektor lainnya. Tujuan dibentuknya FPKBL adalah membangun serta mengoptimalkan seluruh potensi Kampoeng Laweyan untuk bangkit kembali dan menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Ainun (2011: 3-4) mengatakan bahwa usaha penyelamatan kawasan Laweyan oleh FPKBL tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta dan membuahkan hasil yang sangat baik. Ekonomi di Laweyan
63 pengusaha batik. Selain itu, sejak tahun 2004 secara resmi Laweyan ditetapkan oleh Walikota Solo pada saat itu, yakni Slamet Suryanto, sebagai daerah tujuan wisata dan kawasan urban heritage dengan nama Kampoeng Batik Laweyan.
Ainun (2011: 4) juga menjelaskan bahwa lewat FPKBL, kawasan Laweyan ditata kembali menjadi kawasan yang lebih ‘apik’. Hal ini tentunya membuat warga Laweyan semakin mempunyai rasa memiliki akan kawasan itu, mengingat pentingnya menjaga Laweyan dari kepunahan. Pihak FPKBL sendiri juga membuat semacam grand desain untuk menentukan wilayah mana yang dapat diubah maupun yang tetap dipertahankan keutuhannya. Semua kegiatan yang dilakukan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik dalam upaya menghidupkan kembali Laweyan ini mengalir melalui pendekatan partisipatif dan kerelaan warganya. Mereka bergerak dengan hati untuk mengupayakan masyarakat kian berdaya secara ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa anggota dari FPKBL ini juga berasal dari masyarakat Laweyan baik dari para pengusaha batik, para pemuda dan para wirausaha sektor lainnya. Alpha melibatkan semua elemen dalam hal ini warga Laweyan sendiri untuk menghidupkan kembali kawasan ini.
Melihat kebijakan dalam rangka pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Evaluasi Program Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam Menunjang Pariwisata Kota Surakarta”. Subarsono (2006: 119) Melihat kebijakan dalam rangka pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Evaluasi Program Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam Menunjang Pariwisata Kota Surakarta”. Subarsono (2006: 119)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas, agar dalam pembahasan lebih terarah pada inti penulisan maka Peneliti membuat suatu rumusan masalah, yaitu : “ Bagaimanakah Keberhasilan Program Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan Dalam Menunjang Pariwisata Kota
Surakarta ?”
C. Tujuan Penelitian
Penulis melakukan penelitian ini dengan beberapa tujuan, antara lain :
1. Untuk mengetahui gambaran rencana program pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam menunjang pariwisata kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam menunjang pariwisata kota Surakarta.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat serta harapan dari pelaksanaan program pengembangkan Kampoeng Batik Laweyan.
1. Mendiskripsikan keberhasilan program pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam menunjang pariwisata Kota Surakarta yang dilakukan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) dengan bantuan Pemerintah kota Surakarta khususnya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) kota Surakarta sebagai fasilitator.
2. Dari segi pemerintah, dari penelitian ini diharapkan agar Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) beserta pemerintah kota Surakarta terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) yang berkaitan langsung dengan kegiatan pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dapat menganalisis hal-hal apa sajakah yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, serta lebih memaksimalkan kinerjanya agar tujuan dari kegiatan pengembangan tersebut dapat tercapai.
3. Sebagai bentuk tambahan dalam penelitian dari penerapan teori Ilmu Administrasi Negara terhadap permasalahan mengenai evaluasi program, terutama evaluasi program dalam rangka pengembangan wisata, sehingga diharapkan penelitian ini dapat melengkapi dan memperbaiki penelitian yang ada sebelumnya.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Program
Dalam penelitian ini kebijakan yang akan diteliti adalah mengenai Kebijakan Program Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam Menunjang Pariwisata Kota Surakarta. Disini, penelitian lebih difokuskan pada evaluasi/penilaian keberhasilan dari program kebijakan tersebut. Di dalam studi evaluasi mencoba menilai sejauh mana suatu kebijakan/program tertentu mencapai keberhasilan dan membuahkan hasil. Kebijakan yang menyangkut rakyat atau masyarakat banyak (publik) sering disebut dengan kebijakan publik atau dapat juga disebut kebijakan program.
Ada banyak variasi definisi kebijakan publik dalam berbagai literatur. Thomas R. Dye dalam Subarsono (2010 : 2) menyatakan, “public policy is whatever governments choose to do or not to do ”. Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Dari definisi tersebut mengandung makna bahwa (1) Kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.
dikemukakan oleh Edward III dan Sharkansky dalam Joko Widodo (2008:
12) yang mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah “what government say and do, or not to do. It is the goals or purpose or government programs ”. Kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah.
Lebih lanjut Kartasasmitra dalam Joko Widodo (2008: 12-13) mengatakan bahwa kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan : (1) apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya, dan (3) apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut.
Anderson dalam Joko Widodo (2008: 13) mengartikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah, walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dan Friedrich dalam Joko Widodo (2008: 13) mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
5), mengatakan bahwa studi kebijakan publik memiliki tiga manfaat penting, yakni untuk pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan profesionalisme praktisi, dan untuk tujuan politik.
Dengan demikian, Kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan berkenaan dengan publik (masyarakat) dari suatu daerah tertentu dan merupakan kewenangan dari aktor politik. Program pengembangan Kampoeng Batik Laweyan merupakan salah satu kebijakan publik yang bertujuan untuk menunjang atau memajukan potensi pariwisata di kota Surakarta. Hal ini dikarenakan Kampoeng Batik Laweyan merupakan salah satu aset pariwisata budaya yang dimiliki oleh pemerintah kota Surakarta yang perlu dijaga, dilestarikan, dan dikembangkan. Dalam pelaksanaan program kebijakan tersebut perlu adanya kegiatan evaluasi untuk memberikan penilaian mengenai sejauh mana keberhasilan program tersebut dapat dilaksanakan dan dampak dari pelaksanaan program tersebut.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam proses kebijakan program atau kebijakan publik hingga sampai kepada tahap evaluasi program/kebijakan. Berikut merupakan beberapa gambaran proses kebijakan hingga sampai pada tahapan evaluasi :
Proses Kebijakan Publik menurut William N. Dunn
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Sumber : Subarsono, 2010: 9
Monitoring Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Tahapan Kebijakan Publik menurut Ripley
Hasil
Hasil
Sumber : Subarsono, 2010: 11
B. Evaluasi Program
1) Pengertian
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing- masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian
Mengarah ke
Evaluasi thd implementasi,
kinerja, &
dampak Kebijakan
Kebijakan
Baru
Agenda Pemerintah
Kebijakan
Tindakan Kebijakan
Kinerja & Dampak Kebijakan
Hasil
hasil program dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil program. Ketika hasil program pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan program dibuat jelas atau diatasi. (Dunn, 2000: 608)
Lebih lanjut Subarsono (2010: 119) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Hal tersebut senada dengan pendapat Mustofadijaja dalam Joko Widodo (2008: 111) yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas sesuatu “fenomena” yang di dalamnya terkandung pertimbangan nilai (value judgment) tertentu.
Muhadjir dalam Joko Widodo (2008: 112) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu
dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan.
Jones dalam Joko Widodo (2008: 113), mengartikan evaluasi sebagai “... an activity designed to judge the merits of government policies which varies significantly in the specification of object, the Jones dalam Joko Widodo (2008: 113), mengartikan evaluasi sebagai “... an activity designed to judge the merits of government policies which varies significantly in the specification of object, the
Husein Umar merangkum pendapat-pendapat dari beberapa ahli dan kemudian mendefinisikan evaluasi sebagai berikut :
“Suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah seliish diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu dibandingkan dengan harapan- harapan yang ingin diperoleh.” (Husein, 2002: 36)
Carol Weiss dalam jurnal internasional “What is Program Evaluation” mengatakan bahwa evaluasi program adalah :
“... the systematic assessment of the operation and/or outcomes of a program or policy, compared to a set of explicit or implicit standards as a means of contributing to the improvement of the program or policy ...”
Evaluasi program adalah penilaian sistematis dari operasi dan/atau hasil dari program atau kebijakan, dibandingkan dengan satu set standar eksplisit atau implisit sebagai cara memberikan kontribusi bagi
perbaikan program atau kebijakan. (Gene Shackman, 2010: 2)
Dalam jurnal internasional “Basic Guide to Program Evaluation (Including Outcomes Evaluation)” memberikan definisi evaluasi program sebagai berikut :
“Program evaluation is carefully collecting information about a program or some aspect of a program in order to make “Program evaluation is carefully collecting information about a program or some aspect of a program in order to make
Evaluasi program secara cermat mengumpulkan informasi tentang program atau beberapa aspek dari sebuah program untuk membuat keputusan yang diperlukan tentang suatu program. Evaluasi program dapat mencakup salah satu atau berbagai setidaknya 35 jenis evaluasi, seperti untuk penilaian kebutuhan, akreditasi, biaya / manfaat analisis, efektivitas, efisiensi, formatif, sumatif, tujuan-based, proses, hasil, dll.
2) Tujuan Evaluasi
Subarsono (2010: 120-121) mengatakan bahwa evaluasi mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut :
a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.
c. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan.
d. Megukur dampak suatu kebijakan
e. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan.
f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Weiss dalam Joko Widodo (2008: 114) menyatakan “the purpose of evaluation research is to measure the effects of a program against the goals it set out to accomplish as a means of contributing to subsequent decision making about the program and improving future f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Weiss dalam Joko Widodo (2008: 114) menyatakan “the purpose of evaluation research is to measure the effects of a program against the goals it set out to accomplish as a means of contributing to subsequent decision making about the program and improving future
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Weiss, kemudian Joko Widodo (2008: 115) memberikan suatu kesimpulan bahwa tujuan utama evaluasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Setelah diketahui tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan, tujuan kebijakan berikutnya adalah memberikan rekomendasi kebijakan berupa keputusan tentang masa depan dari kebijakan tadi.
Dalam jurnal internasional “What is Program Evaluation” mengatakan bahwa tujuan utama dari evaluasi program adalah : “assessment of the operation and/or outcomes of a program or
policy” (Memberikan kontribusi bagi perbaikan program atau kebijakan).
3) Fungsi Evaluasi
Dunn (1999: 609-611) menyebutkan bahwa evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan, antara lain :
a. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam a. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam
b. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
c. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Subarsono (2010: 123-124) juga menyebutkan sejumlah fungsi dari evaluasi, antara lain :
a. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya.
b. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
c. Memenuhi aspek akuntabiltas publik.
d. Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan.
e. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Dalam jurnal internasional “Basic Guide to Program Evaluation (Including Outcomes Evaluation)” dikatakan bahwa dalam perusahaan nirlaba, evaluasi program mempunyai fungsi sebagai berikut :
“Program evaluation can:
1. Understand, verify or increase the impact of products or services on customers or clients. These "outcomes" evaluations are increasingly required by nonprofit funders as verification that the nonprofits are indeed helping their constituents.
2. Improve delivery mechanisms to be more efficient and less costly. Over time, product or service delivery ends up to be an inefficient collection of activities that are less efficient and more 2. Improve delivery mechanisms to be more efficient and less costly. Over time, product or service delivery ends up to be an inefficient collection of activities that are less efficient and more
3. Evaluations can verify if the program is really running as originally planned.
4. Facilitate management's really thinking about what their program is all about, including its goals, how it meets it goals and how it will know if it has met its goals or not.
5. Produce data or verify results that can be used for public relations and promoting services in the community.
6. Produce valid comparisons between programs to decide which should be retained, e.g., in the face of pending budget cuts.
7. Fully examine and describe effective programs for duplication elsewhere.”
Evaluasi program dapat :
1. Memahami, memverifikasi atau meningkatkan dampak dari produk atau jasa pada pelanggan atau klien. “Hasil” evaluasi ini semakin dibutuhkan oleh penyandang dana nirlaba sebagai verifikasi bahwa organisasi nirlaba memang membantu konstituen mereka.
2. Meningkatkan mekanisme pengiriman menjadi lebih efisien dan lebih murah. Seiring waktu, produk atau jasa pengiriman berakhir menjadi koleksi yang tidak efisien dari kegiatan yang kurang efisien dan lebih mahal daripada yang diperlukan. Evaluasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan Program untuk meningkatkan program.
3. Evaluasi dapat memverifikasi apakah program ini benar-benar berjalan sesuai rencana.
4. Memfasilitasi manajemen untuk benar-benar berpikir tentang apa program mereka mencakup semua, termasuk tujuannya, bagaimana 4. Memfasilitasi manajemen untuk benar-benar berpikir tentang apa program mereka mencakup semua, termasuk tujuannya, bagaimana
5. Menghasilkan data atau memverifikasi hasil yang dapat digunakan untuk hubungan masyarakat dan layanan mempromosikan di masyarakat.
6. Menghasilkan perbandingan antara program untuk memutuskan yang harus dipertahankan, misalnya dalam menghadapi pemotongan anggaran tertunda.
7. Sepenuhnya memeriksa dan menjelaskan program yang efektif untuk duplikasi tempat lain.
Carter McNamara (2)
4) Sifat Evaluasi
Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif. Karena itu evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode- metode analisis lainnya (Dunn, 1999: 608), yaitu:
a. Fokus Nilai
Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi
b. Interdependensi Fakta-Nilai
Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok, atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
c. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau
Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-
aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis- premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya, kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) atau ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
5) Tahapan Evaluasi
Husein (2002: 38-40) memaparkan salah satu tahapan evaluasi yang sifatnya umum digunakan, antara lain sebagai berikut :
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi Mengacu pada program kerja perusahaan, aspek-aspek apa saja yang kiranya dapat dan perlu dievaluasi.
2. Merancang (desain) kegiatan evaluasi Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan terlebih dahulu desain evaluasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, serta apa saja yang akan dihasilkan menjadi jelas.
Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif dan efisien, yaitu sesuai dengan kaidah- kaidah ilmiah yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
4. Pengolahan dan analisis data Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, dibandingkan antara fakta dan harapan/rencana untuk menghasilkan gap. Besar gap akan disesuaikan dengan tolak ukur tertentu sebagai hasil evaluasinya.