Formulasi Masalah Model Matematika

Definisi 9 Graf Berbobot Suatu graf G = V,E atau graf berarah D = V,A dikatakan berbobot jika terdapat fungsi : w E → ℜ atau : A → ℜ l dengan ℜ himpunan bilangan real yang memberikan bobot pada setiap elemen E atau A. Foulds 1992 Gambar 6 Digraf berbobot D=V,A. Fungsi : w A → ℜ untuk digraf berbobot D = V, A pada Gambar 6, dengan: w1,2=2; w1,3=4; w2,3=1; w2,4=4; w2,5=2; w3,5=3; w5,4=3; w4,6=2; w5,6=2 merupakan fungsi bobot pada digraf D. 2.5 Frekuensi pengiriman barang Frekuensi pengiriman barang f adalah ukuran banyaknya putaran ulang pengiriman barang dalam selang periode waktu t yang diberikan. Secara matematis rumus mencari frekuensi adalah f = , dengan kata lain misalnya bila waktu pengiriman barang dua periode maka frekuensi pengiriman adalah setengah. Tipler 2001 III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH

3.1 Deskripsi Masalah

Terjadinya bencana alam akan menyebabkan entitas yang tertimpa bencana kehilangan sumber-sumber daya sehingga mengalami disfungsi. Kondisi seperti ini tentunya akan menimbulkan permintaan terhadap bantuan yang ditujukan kepada masyarakat di luar wilayah bencana. Untuk masyarakat di luar wilayah bencana, bencana alam akan menumbuhkan rasa simpati dan keinginan memberikan bantuan kepada korban bencana alam. Di dalam pendistribusian barang bantuan diperlukan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang bantuan tersebut, sarana transportasi yang digunakan dapat berupa: transportasi darat, laut, udara dan kereta api. Banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan maupun di titik permintaan adalah berbeda. Selain itu kapasitas muat setiap sarana transportasi juga berbeda. Struktur model distribusi barang bantuan penanggulangan bencana alam terdiri atas beberapa komponen yang terlibat, yaitu titik pemasok, titik persinggahan, titik permintaan atau titik tujuan, dan titik tunggu. Deskripsi untuk setiap titik yang terlibat adalah sebagai berikut: 1. Titik pasokan adalah titik penampungan barang bantuan di titik tersebut maupun titik penampungan dari titik pasokan yang lain atau titik yang memiliki komoditas barang bantuan yang diperlukan dan kemudian akan didistribusikan dengan menggunakan sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan maupun titik permintaan. 2. Titik permintaan atau titik tujuan, yaitu titik yang memiliki sejumlah permintaan atau kebutuhan barang bantuan, yang akan dikirim oleh titik pasokan maupun titik persinggahan. 3. Titik persinggahan yaitu titik permintaan yang juga sekaligus berperan sebagai titik pasokan. Bila titik persinggahan dipasok sejumlah barang yang jumlahnya lebih besar dari jumlah kebutuhan, maka akan terdapat sejumlah kelebihan barang yang selanjutnya dapat dikirimkan ke titik permintaan yang lainnya. 4. Titik tunggu yaitu titik yang digunakan seolah-olah untuk menampung sementara komoditas yang dikirim lebih dari satu periode. Misalnya bila pengiriman barang memerlukan waktu selama tiga periode, maka di akhir periode t permintaan belum terpenuhi dan baru terpenuhi setelah pada periode t+3. Dalam proses penghitungan yang dilakukan, barang pasokan tersebut seolah-olah ditampung sementara di titik tunggu, dan akan menunggu di titik tunggu tersebut sampai tiga periode kemudian.

3.2 Formulasi Masalah

Model di kasus ini melibatkan beberapa tempat yang berfungsi sebagai titik pasokan dan titik permintaan. Misalkan tempat A, B dan C terkena bencana alam sehingga membutuhkan barang bantuan dengan kata lain sebagai titik permintaan, sedangkan D, E, F D: 1 6 sebagai tempat pasokan. Model yang dikembangkan dalam kasus ini bertujuan menggambarkan proses pendistribusian barang bantuan yang tersedia di tempat D, E, F dengan menggunakan sarana transportasi dan akses transportasi yang tersedia di titik A, B, C, D, E, F untuk memenuhi kebutuhan barang bantuan di titik A, B, C. Dalam kasus ini banyaknya barang bantuan yang dibutuhkan di titik A, B, C lebih besar daripada banyaknya barang bantuan yang terkumpul di titik D, E, F sehingga memungkinkan terjadinya kekurangan di titik A, B, C. Model ini bertujuan meminimumkan kekurangan barang bantuan di titik permintaan dan menentukan alokasi kendaraan yang dipakai untuk mendistribusikan barang bantuan di setiap titik.

3.3 Model Matematika

Masalah pendistribusian logistik bencana alam dapat dinyatakan dalam model PILP Pure 0 −1 Integer Linear Programming. Tujuan utama dalam model pendistribusian logistik bencana alam ini adalah meminimumkan jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk semua jenis komoditas pada seluruh titik permintaan selama waktu perencanaan. Misalkan T : lamanya waktu pendistribusian barang bantuan C : himpunan semua titik pasokan dan permintaan M : himpunan moda transportasi CD : himpunan titik permintaan logistik CS : himpunan titik pasokan logistik A : himpunan jenis komoditas V m : himpunan tipe kendaraan untuk setiap moda transportasi m. t opm : lama waktu yang direncanakan untuk pendistribusian komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi moda m; t opm = 0 untuk yang tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p f opvm : frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman kurang dari atau sama dengan satu periode, f opvm bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p. g opvm : frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman lebih dari satu periode g opvm bernilai kurang dari satu, karena proses pengiriman lebih dari satu periode, g opvm bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p. d aot : banyaknya komoditas tipe a yang diminta atau yang ditawarkan di titik o pada waktu t unit a ovmt : banyaknya kendaraan transportasi moda m yang tersedia di titik o pada waktu t unit ω a : berat dari komoditas a kg c vm : kapasitas muat transportasi tipe v moda m kg. Z aopvmt : banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p menggunakan transportasi tipe v moda m pada waktu t unit D aot : banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk komoditas tipe a di titik o pada waktu t unit Y opvmt : banyaknya sarana transportasi tipe v, moda m yang tersedia dan dikirim dari titik o ke titik p pada waktu t unit s opvmt : banyaknya transportasi tipe v, moda m yang menunggu di titik o dan akan menuju ke titik p pada waktu t unit S aopvmt : banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p menggunakan transportasi tipe v moda m dan menunggu di titik tunggu pada waktu t unit. Fungsi Objektif Minimumkan ∑ ∑ ∑ ∈ ∈ ∈ A a CD o T t aot D Kendala 1. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama dengan banyaknya komoditas yang diterima oleh titik p. V m apovmt aopvmt aopvmt v m M p C p C p C Z Z S ∈ ∈ ∈ ∈ ∈ ⎡ ⎤ − + + ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ , , aot aot D d a A o CD t T − = ∀ ∈ ∈ ∈ 2. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o. , , V T t CS o A a d S Z Z aot v M m C p aopvmt C p C p aopvmt apovmt m ∈ ∈ ∈ ∀ ≤ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + + − ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∈ ∈ ∈ ∈ ∈ 3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan. V m opvmt vm opvm a aopvmt v a A Y c f Z ω ∈ ∈ × × ≥ ∑ ∑ V m opvmt vm opvm a aopvmt v a A S c g Z ω ∈ ∈ × × ≥ ∑ ∑ , , } , { T t M m C p o ∈ ∈ ∈ ∀ 4. Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o. p ovm t op vm t o p vm t p C p C Y s Y ∈ ∈ − = ∑ ∑ , , , T t M m V v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ 5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan. o p v m t o p v m t o v m t p c Y s a ∈ + ≤ ∑ , , , T t M m V v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ Kendala ketaknegatifan Y opvmt ≥ 0 dan integer Z aopvmt ≥ 0 D aot ≥ 0 dan integer s opvmt ≥ 0 dan integer IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi. Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik kota yang terlibat dalam pendistribusian barang C yaitu kota Bantul, Sleman, Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri. Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan A misalkan terdiri atas makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu ada titik kota yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut akan menjadi titik pasokan CS yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik kota yang kekurangan barang CD yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. Selain perbedaan karakteristik titik kota, dalam kasus ini terdapat juga kendala mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a omt . Setiap sarana transportasi memiliki kapasitas muatan c vm dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain f opvm . Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang digunakan adalah: 1. banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a omt pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya sampai lama pendistribusian T dalam kasus ini misalkan T=5 periode. 2. waktu pendistribusian barang bantuan t dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya barang bantuan yang terkumpul di daerah , , V T t CS o A a d S Z Z aot v M m C p aopvmt C p C p aopvmt apovmt m ∈ ∈ ∈ ∀ ≤ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + + − ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∈ ∈ ∈ ∈ ∈ 3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan. V m opvmt vm opvm a aopvmt v a A Y c f Z ω ∈ ∈ × × ≥ ∑ ∑ V m opvmt vm opvm a aopvmt v a A S c g Z ω ∈ ∈ × × ≥ ∑ ∑ , , } , { T t M m C p o ∈ ∈ ∈ ∀ 4. Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o. p ovm t op vm t o p vm t p C p C Y s Y ∈ ∈ − = ∑ ∑ , , , T t M m V v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ 5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan. o p v m t o p v m t o v m t p c Y s a ∈ + ≤ ∑ , , , T t M m V v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ Kendala ketaknegatifan Y opvmt ≥ 0 dan integer Z aopvmt ≥ 0 D aot ≥ 0 dan integer s opvmt ≥ 0 dan integer IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi. Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik kota yang terlibat dalam pendistribusian barang C yaitu kota Bantul, Sleman, Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri. Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan A misalkan terdiri atas makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu ada titik kota yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut akan menjadi titik pasokan CS yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik kota yang kekurangan barang CD yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. Selain perbedaan karakteristik titik kota, dalam kasus ini terdapat juga kendala mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a omt . Setiap sarana transportasi memiliki kapasitas muatan c vm dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain f opvm . Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang digunakan adalah: 1. banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a omt pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya sampai lama pendistribusian T dalam kasus ini misalkan T=5 periode. 2. waktu pendistribusian barang bantuan t dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya barang bantuan yang terkumpul di daerah pasokan, serta ketersediaan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang bantuan di setiap titik. 3. Permintaan yang tidak terpenuhi dan barang yang tidak terdistribusikan di setiap periode akan diakumulasikan di periode berikutnya. Gambar 7 menjelaskan bahwa akses yang tersedia di setiap kota berbeda. Setiap kota memiliki akses untuk keluar ke kota lain dan juga akses untuk masuk ke kota tersebut. Misalkan akses dari kota Bantul menuju kota Sleman dan sebaliknya adalah memakai moda kereta api dan udara sedangkan dari kota Sleman menuju Klaten dan sebaliknya menggunakan moda darat dan udara. Himpunan moda transportasi M yang digunakan dalam proses pendistribusian barang bantuan adalah transportasi darat dan kereta api. Di dalam moda transportasi M terdapat tipe kendaraan untuk setiap moda V m . Dalam kasus ini transportasi moda darat menggunakan tiga tipe kendaraan sedangkan moda kereta api menggunakan satu tipe kendaraan. keterangan: jalur darat jalur kereta api Gambar 7 Model distribusi barang bantuan. Untuk mengetahui banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik kota di setiap periode sebelum proses pendistribusian atau sebelum diakumulasikan ke periode berikutnya dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1 Banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik di setiap periode Komoditas Kota Periode I II III IV V Makanan BTL −100 −200 −100 −100 −100 Makanan SLM −400 −400 −350 −300 −300 Makanan JOG −100 −150 −150 −200 −200 Makanan KLT 200 200 250 300 250 Makanan SOL 150 200 100 100 200 Makanan WNG 300 250 250 200 250 Obat-obatan BTL −250 −175 −200 −200 −200 Obat-obatan SLM −250 −200 −200 −150 −100 Obat-obatan JOG −100 −125 −150 −200 −100 Obat-obatan KLT 100 200 150 150 150 Obat-obatan SOL 150 200 200 200 150 Obat-obatan WNG 200 200 200 250 100 Keterangan: tanda − berarti titik tersebut kekurangan barang. Berat komoditas ω a 3 ton untuk makanan dan 2 ton untuk obat-obatan per unit barang. Titik C Kota 1 Bantul BTL 2 Sleman SLM 3 Yogyakarta JOG 4 Klaten KLT 5 Solo SOL 6 Wonogiri WNG Klaten Titik Permintaan Titik Pasokan Solo Wonogiri Yogyakarta Sleman Bantul 3 2 4 1 6 5 Dari Tabel 1 dapat diperoleh banyaknya komoditas yang tersedia d aot di setiap titik, baik titik penawaran maupun titik permintaan, pada setiap periode waktu sebelum proses pendistribusian. Data ketersediaan sarana transportasi a omt dan frekuensi pengangkutan antarkota f opvm untuk setiap jenis sarana transportasi di setiap periode untuk uji coba model dapat dilihat di Lampiran 2. Dari studi kasus, notasi yang digunakan adalah sebagai berikut: a ∈ A maka a = 1 untuk obat-obatan a = 2 untuk makanan o ∈ CD maka o = 1 untuk Kota Bantul o = 2 untuk Kota Sleman o = 3 untuk Kota Yogyakarta o ∈ CS maka o = 4 untuk Kota Klaten o = 5 untuk Kota Solo o = 6 untuk Kota Wonogiri v ∈ V m maka v = 1 untuk kendaraan tipe 1 v = 2 untuk kendaraan tipe 2 v = 3 untuk kendaraan tipe 3 m ∈ M maka m = 1 untuk moda darat m = 2 untuk moda kereta api. Fungsi objektifnya adalah meminimumkan ∑∑∑ = = = 2 1 3 1 5 1 a o t aot D terhadap kendala sebagai berikut: 1. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama dengan banyaknya komoditas yang diterima oleh titik p. 3 1 2 1 6 4 3 1 3 1 T CD, t A, o a d D S Z Z aot aot v m p p p aopvmt aopvmt apovmt ∈ ∈ ∈ ∀ = − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + − ∑∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = 2. Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o. 3 1 2 1 6 4 3 1 3 1 T CS, t A, o a d S Z Z aot v m p p p aopvmt aopvmt apovmt ∈ ∈ ∈ ∀ ≤ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + − ∑∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = 3. Kendala kapasitas angkut sarana transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan. aopvmt a a opvm vm v opvmt aopvmt a a opvm vm v opvmt Z g c S Z f c Y 2 1 3 1 2 1 3 1 ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = ≥ × × ≥ × × ω ω , , } , { T t M m C p o ∈ ∈ ∈ ∀ 4. Kendala keseimbangan sarana transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o. ∑ ∑ = = = − 6 1 6 1 p opvmt opvmt p povmt Y s Y , , V , T t M m v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ 5. Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan. ovmt opvmt p opvmt a s Y ≤ + ∑ = 6 1 , , V , T t M m v C o m ∈ ∈ ∈ ∈ ∀ Hasil dari uji coba model dengan menggunakan LINGO 8.0 beserta input data di Lampiran 2 pada periode I dapat dilihat di Lampiran 4 dan Gambar 8. Data komoditas di setiap kota titik pada periode I Kota Kuantitas Awal unit Makanan Obat-obatan Bantul −100 −250 Sleman −400 −250 Yogyakarta −100 −100 Klaten 200 100 Solo 150 150 Wonogiri 300 200 Gambar 8 Ilustrasi pendistribusian barang bantuan pada periode I. Keterangan: : truk tipe 1 : truk tipe 2 : truk tipe 3 : kereta api : 80 unit makanan 100 unit obat-obatan : kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan : kuantitas akhir barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan : kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan : kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan. 2 80 100 x y x y x y x y 1 25 100 2 1 100 100 1 10 6 2 2 125 297 125 3 100 100 −100 −250 Bantul Sleman Yogyakarta Klaten Solo Wonogiri −400 −250 200 100 150 150 300 200 −25 −25 100 47 3 −100 −100 Gambar 8 menunjukkan arus distribusi barang yang berasal dari daerah pasokan, yaitu Klaten, Solo, dan Wonogiri ke daerah permintaan, yaitu Bantul, Sleman, dan Yogyakarta pada periode I. Misalkan, kota Sleman sebagai kota permintaan membutuhkan barang bantuan sebanyak 400 unit makanan dan 250 unit obat-obatan. Sedangkan untuk kota Bantul membutuhkan 100 unit makanan dan 250 obat-obatan. Dalam proses pendistribusian barang bantuan, kota Wonogiri mengirimkan barang bantuan sebanyak 297 unit makanan menggunakan enam unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Selain kota Wonogiri, kota Solo dan kota Klaten juga mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman. Kota Solo mengirimkan barang bantuan sebanyak 125 unit obat-obatan dan tiga unit makanan menggunakan dua unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Kota Klaten mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman sebanyak seratus unit makanan dan seratus unit obat-obatan menggunakan dua unit truk tipe 1 dan satu unit kereta api. Setelah kota Wonogiri, Solo, dan Klaten mengirimkan barang bantuan pada periode I, kuantitas permintaan barang bantuan yang ada di kota Sleman menjadi 0 unit makanan dan masih membutuhkan 25 unit obat-obatan. Artinya kebutuhan kota Sleman terhadap makanan telah terpenuhi, sedangkan permintaan yang tidak terpenuhi terhadap obat-obatan di kota Sleman akan diakumulasikan di periode II. Kota Bantul mendapatkan bantuan dari kota Klaten sebanyak 100 unit makanan yang dikirim menggunakan truk tipe 2 sebanyak dua unit dalam dua kali pengiriman. Kota Bantul juga mendapat bantuan 225 unit obat-obatan dengan rincian 125 unit obat-obatan dikirim menggunakan sepuluh unit truk tipe 3 dan seratus unit obat-obatan dikirim menggunakan satu unit kereta api. Setelah proses pendistribusian pada periode I kota Bantul masih membutuhkan bantuan berupa obat- obatan sebanyak 25 unit. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi pada periode I di kota Sleman selanjutnya akan diakumulasikan pada permintaan di periode II. Data awal komoditas di periode II diperoleh dengan cara mengakumulasi data kuantitas akhir dari periode I dengan data yang ada di Tabel 1 periode II yang dapat dijelaskan pada Tabel 2. Data awal komoditas semua periode pendistribusian dapat dilihat di Lampiran 2. Untuk gambar proses pendistribusian barang bantuan pada periode II sampai periode V dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 2 Data komoditas di setiap kota titik pada periode II Kota Kuantitas Akhir periode I unit Data Tabel 1 periode II unit Kuantitas awal periode II unit Makan an Obat- obatan Makanan Obat- obatan Makanan Obat- obatan Bantul BTL 0 −25 −200 −175 −200 −200 Sleman SLM 0 −25 −400 −200 −400 −225 Yogyakarta JOG −100 −150 −125 −150 −225 Klaten KLT 0 200 200 200 200 Solo SOL 47 0 200 200 247 200 Wonogiri WNG 3 250 200 253 200 Keterangan: tanda − berarti titik tersebut kekurangan barang. Setelah proses penghitungan dilakukan dengan cara serupa untuk setiap periode sampai periode V, kuantitas akhir setiap periode pendistribusian barang bantuan dapat diketahui lihat Lampiran 4. Dari data kuantitas akhir, dapat diketahui kota-kota yang kekurangan barang bantuan beserta banyaknya barang bantuan yang tidak terpenuhi di titik permintaan di setiap periode. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3 Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas Periode Kota Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi Unit Jumlah Makanan Obat-obatan A B Bantul BTL 25 25 1 Sleman SLM 25 25 Yogyakarta JOG 100 100 TOTAL 0 150 150 Bantul BTL 2 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 3 Sleman SLM 50 50 100 Yogyakarta JOG TOTAL 50 50 100 Bantul BTL 32 32 4 Sleman SLM 18 18 Yogyakarta JOG TOTAL 50 50 Bantul BTL 5 Sleman SLM Yogyakarta JOG TOTAL 0 Dengan menggunakan input data yang ada di Tabel 1 dan dengan menggunakan LINGO 8.0 yang ada di Lampiran 4, diperoleh hasil seperti yang tampak pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang terkena bencana mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena banyaknya bantuan yang terkumpul di daerah luar bencana yang kemudian disalurkan ke daerah bencana mengalami peningkatan, sedangkan kebutuhan para korban bencana alam mengalami penurunan. Pada periode V seluruh kebutuhan para korban bencana alam telah terpenuhi. Dari hasil uji coba model dengan menggunakan progam LINGO 8.0, selain mendapatkan hasil jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang memerlukan barang bantuan, juga akan didapatkan hasil pengalokasian sarana transportasi di setiap kota. V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan