Definisi 9 Graf Berbobot
Suatu graf G = V,E atau graf berarah D = V,A dikatakan berbobot jika terdapat fungsi
: w E
→ ℜ atau : A → ℜ l
dengan ℜ himpunan bilangan real yang memberikan
bobot pada setiap elemen E atau A. Foulds 1992
Gambar 6 Digraf berbobot D=V,A. Fungsi
: w A
→ ℜ untuk digraf berbobot D = V, A pada Gambar 6, dengan:
w1,2=2; w1,3=4; w2,3=1; w2,4=4; w2,5=2; w3,5=3;
w5,4=3; w4,6=2; w5,6=2 merupakan fungsi bobot pada digraf D.
2.5 Frekuensi pengiriman barang Frekuensi pengiriman barang f adalah
ukuran banyaknya putaran ulang pengiriman barang dalam selang periode waktu t yang
diberikan. Secara matematis rumus mencari frekuensi adalah f =
,
dengan kata lain misalnya bila waktu pengiriman barang dua
periode maka frekuensi pengiriman adalah setengah.
Tipler 2001
III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH
3.1 Deskripsi Masalah
Terjadinya bencana alam akan menyebabkan entitas yang tertimpa bencana
kehilangan sumber-sumber daya sehingga mengalami disfungsi. Kondisi seperti ini
tentunya akan menimbulkan permintaan terhadap bantuan yang ditujukan kepada
masyarakat di luar wilayah bencana. Untuk masyarakat di luar wilayah bencana, bencana
alam akan menumbuhkan rasa simpati dan keinginan memberikan bantuan kepada korban
bencana alam. Di dalam pendistribusian barang bantuan diperlukan sarana transportasi untuk
mendistribusikan barang bantuan tersebut, sarana transportasi yang digunakan dapat
berupa: transportasi darat, laut, udara dan kereta api. Banyaknya sarana transportasi yang
tersedia di titik pasokan maupun di titik permintaan adalah berbeda. Selain itu kapasitas
muat setiap sarana transportasi juga berbeda.
Struktur model distribusi barang bantuan penanggulangan bencana alam terdiri atas
beberapa komponen yang terlibat, yaitu titik pemasok, titik persinggahan, titik permintaan
atau titik tujuan, dan titik tunggu. Deskripsi untuk setiap titik yang terlibat adalah sebagai
berikut:
1. Titik pasokan adalah titik penampungan
barang bantuan di titik tersebut maupun titik penampungan dari titik pasokan yang
lain atau titik yang memiliki komoditas barang bantuan yang diperlukan dan
kemudian akan didistribusikan dengan
menggunakan sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan maupun titik
permintaan. 2.
Titik permintaan atau titik tujuan, yaitu titik yang memiliki sejumlah permintaan
atau kebutuhan barang bantuan, yang akan dikirim oleh titik pasokan maupun titik
persinggahan.
3. Titik persinggahan yaitu titik permintaan
yang juga sekaligus berperan sebagai titik pasokan. Bila titik persinggahan dipasok
sejumlah barang yang jumlahnya lebih besar dari jumlah kebutuhan, maka akan
terdapat sejumlah kelebihan barang yang selanjutnya dapat dikirimkan ke titik
permintaan yang lainnya.
4. Titik tunggu yaitu titik yang digunakan
seolah-olah untuk menampung sementara komoditas yang dikirim lebih dari satu
periode. Misalnya bila pengiriman barang memerlukan waktu selama tiga periode,
maka di akhir periode t permintaan belum terpenuhi dan baru terpenuhi setelah pada
periode t+3. Dalam proses penghitungan yang dilakukan, barang pasokan tersebut
seolah-olah ditampung sementara di titik tunggu, dan akan menunggu di titik tunggu
tersebut sampai tiga periode kemudian.
3.2 Formulasi Masalah
Model di kasus ini melibatkan beberapa tempat yang berfungsi sebagai titik pasokan
dan titik permintaan. Misalkan tempat A, B dan C terkena bencana alam sehingga
membutuhkan barang bantuan dengan kata lain sebagai titik permintaan, sedangkan D, E, F
D:
1 6
sebagai tempat pasokan. Model yang dikembangkan dalam kasus ini bertujuan
menggambarkan proses pendistribusian barang bantuan yang tersedia di tempat D, E, F dengan
menggunakan sarana transportasi dan akses transportasi yang tersedia di titik A, B, C, D,
E, F untuk memenuhi kebutuhan barang bantuan di titik A, B, C. Dalam kasus ini
banyaknya barang bantuan yang dibutuhkan di titik A, B, C lebih besar daripada banyaknya
barang bantuan yang terkumpul di titik D, E, F sehingga memungkinkan terjadinya
kekurangan di titik A, B, C. Model ini bertujuan meminimumkan kekurangan barang
bantuan di titik permintaan dan menentukan alokasi kendaraan yang dipakai untuk
mendistribusikan barang bantuan di setiap titik.
3.3 Model Matematika
Masalah pendistribusian logistik bencana alam dapat dinyatakan dalam model PILP
Pure 0 −1 Integer Linear Programming.
Tujuan utama dalam model pendistribusian logistik bencana alam ini adalah
meminimumkan jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk semua jenis komoditas pada
seluruh titik permintaan selama waktu perencanaan. Misalkan
T : lamanya waktu pendistribusian
barang bantuan C : himpunan semua titik pasokan dan
permintaan M : himpunan moda transportasi
CD : himpunan titik permintaan logistik CS : himpunan titik pasokan logistik
A : himpunan jenis komoditas
V
m
: himpunan tipe kendaraan untuk setiap moda transportasi m.
t
opm
: lama waktu yang direncanakan untuk pendistribusian komoditas dari titik o
sampai di titik p menggunakan transportasi moda m; t
opm
= 0 untuk yang tidak ada jaringan atau akses
dari titik o ke titik p f
opvm
: frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan
transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman kurang dari atau
sama dengan satu periode, f
opvm
bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari titik o ke titik p.
g
opvm
: frekuensi pengiriman komoditas dari titik o sampai di titik p menggunakan
transportasi tipe v moda m dengan periode pengiriman lebih dari satu
periode g
opvm
bernilai kurang dari satu, karena proses pengiriman lebih
dari satu periode, g
opvm
bernilai nol jika tidak ada jaringan atau akses dari
titik o ke titik p. d
aot
: banyaknya komoditas tipe a yang diminta atau yang ditawarkan di titik
o pada waktu t unit a
ovmt
: banyaknya kendaraan transportasi moda m yang tersedia di titik o pada
waktu t unit ω
a
: berat dari komoditas a kg c
vm
: kapasitas muat transportasi tipe v
moda m kg. Z
aopvmt
: banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p
menggunakan transportasi tipe v moda m pada waktu t unit
D
aot
: banyaknya permintaan yang tidak
terpenuhi untuk komoditas tipe a di titik o pada waktu t unit
Y
opvmt
: banyaknya sarana transportasi tipe v, moda m yang tersedia dan dikirim dari
titik o ke titik p pada waktu t unit s
opvmt
: banyaknya transportasi tipe v, moda m yang menunggu di titik o dan akan
menuju ke titik p pada waktu t unit S
aopvmt
: banyaknya komoditas tipe a yang dikirim dari titik o ke titik p
menggunakan transportasi tipe v moda m dan menunggu di titik tunggu
pada waktu t unit.
Fungsi Objektif
Minimumkan
∑ ∑ ∑
∈ ∈
∈ A
a CD
o T
t aot
D
Kendala 1.
Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan,
yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama
dengan banyaknya komoditas yang
diterima oleh titik p.
V
m
apovmt aopvmt
aopvmt v
m M p C
p C p C
Z Z
S
∈ ∈
∈ ∈
∈
⎡ ⎤
− +
+ ⎢
⎥ ⎣
⎦
∑ ∑ ∑ ∑
∑
, ,
aot aot
D d
a A o CD t T
− =
∀ ∈ ∈
∈ 2.
Kendala keseimbangan aliran barang pada titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas
yang didistribusikan dari titik o harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya
komoditas yang tersedia oleh titik o.
, ,
V
T t
CS o
A a
d S
Z Z
aot v
M m
C p
aopvmt C
p C
p aopvmt
apovmt
m
∈ ∈
∈ ∀
≤ ⎥
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎢ ⎣
⎡ +
+ −
∑ ∑ ∑
∑ ∑
∈ ∈
∈ ∈
∈
3. Kendala kapasitas angkut sarana
transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama
dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan.
V
m
opvmt vm
opvm a
aopvmt v
a A
Y c
f Z
ω
∈ ∈
× ×
≥
∑ ∑
V
m
opvmt vm
opvm a
aopvmt v
a A
S c
g Z
ω
∈ ∈
× ×
≥
∑ ∑
, ,
} ,
{ T
t M
m C
p o
∈ ∈
∈ ∀
4. Kendala keseimbangan sarana
transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama
dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o.
p ovm t op vm t
o p vm t p C
p C
Y s
Y
∈ ∈
− =
∑ ∑
, ,
, T
t M
m V
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀
5. Banyaknya sarana transportasi yang
mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama
dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan.
o p v m t o p v m t
o v m t p c
Y s
a
∈
+ ≤
∑
, ,
, T
t M
m V
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀
Kendala ketaknegatifan Y
opvmt
≥ 0 dan integer Z
aopvmt
≥ 0 D
aot
≥ 0 dan integer s
opvmt
≥ 0 dan integer
IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM
Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini
mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi.
Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan
Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di
luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang
memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian
bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik
kota yang terlibat dalam pendistribusian barang C yaitu kota Bantul, Sleman,
Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri.
Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan A misalkan terdiri atas
makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik
yang berbeda, yaitu ada titik kota yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut
akan menjadi titik pasokan CS yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik kota
yang kekurangan barang CD yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta.
Selain perbedaan karakteristik titik kota, dalam kasus ini terdapat juga kendala
mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a
omt
. Setiap sarana
transportasi memiliki kapasitas muatan c
vm
dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain f
opvm
. Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang
digunakan adalah: 1.
banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a
omt
pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya
sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan
banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya
sampai lama pendistribusian T dalam kasus ini misalkan T=5 periode.
2. waktu pendistribusian barang bantuan t
dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa
banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya
barang bantuan yang terkumpul di daerah
, ,
V
T t
CS o
A a
d S
Z Z
aot v
M m
C p
aopvmt C
p C
p aopvmt
apovmt
m
∈ ∈
∈ ∀
≤ ⎥
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎢ ⎣
⎡ +
+ −
∑ ∑ ∑
∑ ∑
∈ ∈
∈ ∈
∈
3. Kendala kapasitas angkut sarana
transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama
dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan.
V
m
opvmt vm
opvm a
aopvmt v
a A
Y c
f Z
ω
∈ ∈
× ×
≥
∑ ∑
V
m
opvmt vm
opvm a
aopvmt v
a A
S c
g Z
ω
∈ ∈
× ×
≥
∑ ∑
, ,
} ,
{ T
t M
m C
p o
∈ ∈
∈ ∀
4. Kendala keseimbangan sarana
transportasi, yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama
dengan kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o.
p ovm t op vm t
o p vm t p C
p C
Y s
Y
∈ ∈
− =
∑ ∑
, ,
, T
t M
m V
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀
5. Banyaknya sarana transportasi yang
mengirimkan barang ke titik-titik permintaan harus lebih kecil atau sama
dengan banyaknya sarana transportasi yang tersedia di titik pasokan.
o p v m t o p v m t
o v m t p c
Y s
a
∈
+ ≤
∑
, ,
, T
t M
m V
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀
Kendala ketaknegatifan Y
opvmt
≥ 0 dan integer Z
aopvmt
≥ 0 D
aot
≥ 0 dan integer s
opvmt
≥ 0 dan integer
IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM
Dalam permasalahan ini misalkan terjadi bencana letusan gunung Merapi. Bencana ini
mengakibatkan kerusakan di setiap wilayah yang berdekatan dengan gunung Merapi.
Wilayah yang terkena dampak letusan gunung Merapi antara lain kota Bantul, Sleman dan
Yogyakarta. Bencana letusan gunung merapi menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat di
luar wilayah bencana untuk memberikan bantuan ke korban bencana. Daerah yang
memberikan bantuan adalah kota Klaten, Solo dan Wonogiri. Masalah pendistribusian
bantuan letusan gunung Merapi dapat dimodelkan sebagai berikut. Himpunan titik
kota yang terlibat dalam pendistribusian barang C yaitu kota Bantul, Sleman,
Yogyakarta, Klaten, Solo, Wonogiri.
Himpunan barang atau komoditas yang didistribusikan A misalkan terdiri atas
makanan dan obat-obatan. Enam kota yang ada dalam permasalahan ini memiliki karakteristik
yang berbeda, yaitu ada titik kota yang kelebihan barang, dalam hal ini titik tersebut
akan menjadi titik pasokan CS yaitu kota Klaten, Solo, Wonogiri. Dan ada titik kota
yang kekurangan barang CD yaitu kota Bantul, Sleman, dan Yogyakarta.
Selain perbedaan karakteristik titik kota, dalam kasus ini terdapat juga kendala
mengenai banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a
omt
. Setiap sarana
transportasi memiliki kapasitas muatan c
vm
dan frekuensi pengiriman dari titik satu ke titik yang lain f
opvm
. Dalam model ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi yang
digunakan adalah: 1.
banyaknya sarana transportasi yang tersedia di setiap titik a
omt
pada setiap periode adalah tetap, artinya banyaknya
sarana transportasi yang tersedia di setiap titik pada periode I sama dengan
banyaknya sarana transportasi yang tersedia di periode II, dan seterusnya
sampai lama pendistribusian T dalam kasus ini misalkan T=5 periode.
2. waktu pendistribusian barang bantuan t
dimulai pada hari kelima karena pada hari kelima baru diketahui secara pasti berapa
banyak barang yang dibutuhkan di daerah yang terkena bencana dan banyaknya
barang bantuan yang terkumpul di daerah
pasokan, serta ketersediaan sarana transportasi untuk mendistribusikan barang
bantuan di setiap titik. 3.
Permintaan yang tidak terpenuhi dan barang yang tidak terdistribusikan di setiap
periode akan diakumulasikan di periode berikutnya.
Gambar 7 menjelaskan bahwa akses yang tersedia di setiap kota berbeda. Setiap
kota memiliki akses untuk keluar ke kota lain dan juga akses untuk masuk ke kota tersebut.
Misalkan akses dari kota Bantul menuju kota Sleman dan sebaliknya adalah memakai moda
kereta api dan udara sedangkan dari kota Sleman menuju Klaten dan sebaliknya
menggunakan moda darat dan udara. Himpunan moda transportasi M yang
digunakan dalam proses pendistribusian barang bantuan adalah transportasi darat dan
kereta api. Di dalam moda transportasi M terdapat tipe kendaraan untuk setiap moda
V
m
. Dalam kasus ini transportasi moda darat menggunakan tiga tipe kendaraan sedangkan
moda kereta api menggunakan satu tipe kendaraan.
keterangan: jalur
darat jalur
kereta api
Gambar 7 Model distribusi barang bantuan. Untuk mengetahui banyaknya barang
yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik kota di setiap periode sebelum proses
pendistribusian atau sebelum diakumulasikan ke periode berikutnya dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Banyaknya barang yang diminta dan ditawarkan oleh setiap titik di setiap periode Komoditas
Kota Periode
I II III IV V Makanan BTL
−100 −200
−100 −100
−100 Makanan SLM
−400 −400
−350 −300
−300 Makanan JOG
−100 −150
−150 −200
−200 Makanan
KLT 200
200 250 300 250 Makanan
SOL 150
200 100 100 200 Makanan
WNG 300
250 250 200 250 Obat-obatan BTL
−250 −175
−200 −200
−200 Obat-obatan SLM
−250 −200
−200 −150
−100 Obat-obatan JOG
−100 −125
−150 −200
−100 Obat-obatan
KLT 100 200 150 150 150
Obat-obatan SOL 150
200 200 200 150 Obat-obatan
WNG 200 200 200 250 100
Keterangan: tanda − berarti titik tersebut kekurangan barang.
Berat komoditas ω
a
3 ton untuk makanan dan 2 ton untuk obat-obatan per unit barang.
Titik C Kota 1
Bantul BTL 2
Sleman SLM 3
Yogyakarta JOG 4
Klaten KLT 5
Solo SOL 6
Wonogiri WNG Klaten
Titik Permintaan Titik Pasokan
Solo Wonogiri
Yogyakarta Sleman
Bantul
3
2 4
1 6
5
Dari Tabel 1 dapat diperoleh banyaknya komoditas yang tersedia d
aot
di setiap titik, baik titik penawaran maupun titik permintaan,
pada setiap periode waktu sebelum proses pendistribusian. Data ketersediaan sarana
transportasi a
omt
dan frekuensi pengangkutan antarkota f
opvm
untuk setiap jenis sarana transportasi di setiap periode untuk uji coba
model dapat dilihat di Lampiran 2. Dari studi kasus, notasi yang digunakan
adalah sebagai berikut: a
∈
A maka a = 1 untuk obat-obatan a = 2 untuk makanan
o
∈
CD maka o = 1 untuk Kota Bantul o = 2 untuk Kota Sleman
o = 3 untuk Kota Yogyakarta o
∈
CS maka o = 4 untuk Kota Klaten o = 5 untuk Kota Solo
o = 6 untuk Kota Wonogiri v
∈
V
m
maka v = 1 untuk kendaraan tipe 1 v = 2 untuk kendaraan tipe 2
v = 3 untuk kendaraan tipe 3 m
∈
M maka m = 1 untuk moda darat m = 2 untuk moda kereta api.
Fungsi objektifnya adalah meminimumkan
∑∑∑
= =
= 2
1 3
1 5
1 a
o t
aot
D
terhadap kendala sebagai berikut: 1.
Kendala keseimbangan aliran barang pada titik permintaan dan titik persinggahan,
yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus sama
dengan banyaknya komoditas yang
diterima oleh titik p.
3 1
2 1
6 4
3 1
3 1
T CD, t
A, o a
d D
S Z
Z
aot aot
v m
p p
p aopvmt
aopvmt apovmt
∈ ∈
∈ ∀
= −
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ +
−
∑∑ ∑ ∑
∑
= =
= =
=
2. Kendala keseimbangan aliran barang pada
titik pasokan, yaitu banyaknya komoditas yang didistribusikan dari titik o harus lebih
kecil atau sama dengan banyaknya komoditas yang tersedia oleh titik o.
3 1
2 1
6 4
3 1
3 1
T CS, t
A, o a
d S
Z Z
aot v
m p
p p
aopvmt aopvmt
apovmt
∈ ∈
∈ ∀
≤ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎣
⎡ +
+ −
∑∑ ∑ ∑
∑
= =
= =
=
3. Kendala kapasitas angkut sarana
transportasi, yaitu kapasitas angkut dari kendaraan harus lebih besar atau sama
dengan total berat komoditas yang akan didistribusikan.
aopvmt a
a opvm
vm v
opvmt aopvmt
a a
opvm vm
v opvmt
Z g
c S
Z f
c Y
2 1
3 1
2 1
3 1
∑ ∑
∑ ∑
= =
= =
≥ ×
× ≥
× ×
ω ω
, ,
} ,
{ T
t M
m C
p o
∈ ∈
∈ ∀
4. Kendala keseimbangan sarana transportasi,
yaitu banyaknya kendaraan yang tiba atau masuk di titik o harus sama dengan
kendaraan yang menunggu dan keluar dari titik o.
∑ ∑
= =
= −
6 1
6 1
p opvmt
opvmt p
povmt
Y s
Y
, ,
V ,
T t
M m
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀ 5.
Banyaknya sarana transportasi yang mengirimkan barang ke titik-titik
permintaan harus lebih kecil atau sama dengan banyaknya sarana transportasi yang
tersedia di titik pasokan.
ovmt opvmt
p opvmt
a s
Y ≤
+
∑
= 6
1
, ,
V ,
T t
M m
v C
o
m
∈ ∈
∈ ∈
∀ Hasil dari uji coba model dengan
menggunakan LINGO 8.0 beserta input data di Lampiran 2 pada periode I dapat dilihat di
Lampiran 4 dan Gambar 8. Data komoditas di setiap kota titik pada periode I
Kota Kuantitas Awal unit
Makanan Obat-obatan
Bantul −100
−250 Sleman
−400 −250
Yogyakarta −100
−100 Klaten
200 100 Solo
150 150 Wonogiri
300 200
Gambar 8 Ilustrasi pendistribusian barang bantuan pada periode I. Keterangan:
: truk tipe 1 : truk tipe 2 : truk tipe 3
: kereta api
: 80 unit makanan 100 unit obat-obatan
:
kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
:
kuantitas akhir barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik pasokan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sebelum proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan
: kuantitas awal barang bantuan atau kuantitas sesudah proses pendistribusian untuk titik permintaan, x unit makanan dan y unit obat-obatan.
2
80 100
x y
x y
x y
x y
1 25
100 2
1
100 100
1 10
6 2
2 125
297 125
3 100
100
−100 −250
Bantul
Sleman
Yogyakarta Klaten
Solo
Wonogiri
−400 −250
200 100
150 150
300 200
−25
−25
100
47
3 −100
−100
Gambar 8 menunjukkan arus distribusi barang yang berasal dari daerah pasokan, yaitu
Klaten, Solo, dan Wonogiri ke daerah permintaan, yaitu Bantul, Sleman, dan
Yogyakarta pada periode I. Misalkan, kota Sleman sebagai kota permintaan membutuhkan
barang bantuan sebanyak 400 unit makanan dan 250 unit obat-obatan. Sedangkan untuk
kota Bantul membutuhkan 100 unit makanan dan 250 obat-obatan. Dalam proses
pendistribusian barang bantuan, kota Wonogiri mengirimkan barang bantuan sebanyak 297
unit makanan menggunakan enam unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Selain kota Wonogiri,
kota Solo dan kota Klaten juga mengirimkan barang bantuan ke kota Sleman. Kota Solo
mengirimkan barang bantuan sebanyak 125 unit obat-obatan dan tiga unit makanan
menggunakan dua unit truk tipe 1 ke kota Sleman. Kota Klaten mengirimkan barang
bantuan ke kota Sleman sebanyak seratus unit makanan dan seratus unit obat-obatan
menggunakan dua unit truk tipe 1 dan satu unit kereta api.
Setelah kota Wonogiri, Solo, dan Klaten mengirimkan barang bantuan pada
periode I, kuantitas permintaan barang bantuan yang ada di kota Sleman menjadi 0 unit
makanan dan masih membutuhkan 25 unit obat-obatan. Artinya kebutuhan kota Sleman
terhadap makanan telah terpenuhi, sedangkan permintaan yang tidak terpenuhi terhadap
obat-obatan di kota Sleman akan diakumulasikan di periode II. Kota Bantul
mendapatkan bantuan dari kota Klaten sebanyak 100 unit makanan yang dikirim
menggunakan truk tipe 2 sebanyak dua unit dalam dua kali pengiriman. Kota Bantul juga
mendapat bantuan 225 unit obat-obatan dengan rincian 125 unit obat-obatan dikirim
menggunakan sepuluh unit truk tipe 3 dan seratus unit obat-obatan dikirim menggunakan
satu unit kereta api. Setelah proses pendistribusian pada periode I kota Bantul
masih membutuhkan bantuan berupa obat- obatan sebanyak 25 unit. Banyaknya
permintaan yang tidak terpenuhi pada periode I di kota Sleman selanjutnya akan
diakumulasikan pada permintaan di periode II.
Data awal komoditas di periode II diperoleh dengan cara mengakumulasi data
kuantitas akhir dari periode I dengan data yang ada di Tabel 1 periode II yang dapat dijelaskan
pada Tabel 2. Data awal komoditas semua periode pendistribusian dapat dilihat di
Lampiran 2. Untuk gambar proses pendistribusian barang bantuan pada periode II
sampai periode V dapat dilihat di Lampiran 3.
Tabel 2 Data komoditas di setiap kota titik pada periode II
Kota Kuantitas Akhir
periode I unit Data Tabel 1 periode II
unit Kuantitas awal
periode II unit
Makan an
Obat- obatan
Makanan Obat-
obatan Makanan
Obat- obatan
Bantul BTL 0 −25
−200 −175
−200 −200
Sleman SLM 0 −25
−400 −200
−400 −225
Yogyakarta JOG −100
−150 −125
−150 −225
Klaten KLT 0 200
200 200
200 Solo SOL
47 0 200 200
247 200
Wonogiri WNG 3
250 200
253 200
Keterangan: tanda − berarti titik tersebut kekurangan barang.
Setelah proses penghitungan dilakukan dengan cara serupa untuk setiap periode sampai
periode V, kuantitas akhir setiap periode pendistribusian barang bantuan dapat diketahui
lihat Lampiran 4. Dari data kuantitas akhir, dapat diketahui kota-kota yang kekurangan
barang bantuan beserta banyaknya barang bantuan yang tidak terpenuhi di titik
permintaan di setiap periode. Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk
setiap jenis komoditas dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3 Banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi per kota untuk setiap jenis komoditas
Periode Kota Banyaknya permintaan yang tidak
terpenuhi Unit Jumlah
Makanan Obat-obatan A B
Bantul BTL
25 25
1 Sleman SLM
25 25
Yogyakarta JOG
100 100
TOTAL 0 150
150
Bantul BTL
2 Sleman SLM
50 50
100 Yogyakarta
JOG TOTAL 50
50 100
Bantul BTL
3 Sleman SLM
50 50
100 Yogyakarta
JOG TOTAL 50
50 100
Bantul BTL
32 32
4 Sleman SLM
18 18
Yogyakarta JOG
TOTAL 50 50
Bantul BTL
5 Sleman SLM
Yogyakarta JOG
TOTAL 0
Dengan menggunakan input data yang ada di Tabel 1 dan dengan menggunakan LINGO
8.0 yang ada di Lampiran 4, diperoleh hasil seperti yang tampak pada Tabel 3. Berdasarkan
tabel tersebut dapat dilihat bahwa banyaknya permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap
kota yang terkena bencana mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena
banyaknya bantuan yang terkumpul di daerah luar bencana yang kemudian disalurkan ke
daerah bencana mengalami peningkatan, sedangkan kebutuhan para korban bencana
alam mengalami penurunan. Pada periode V seluruh kebutuhan para korban bencana alam
telah terpenuhi.
Dari hasil uji coba model dengan menggunakan progam LINGO 8.0, selain
mendapatkan hasil jumlah permintaan yang tidak terpenuhi untuk setiap kota yang
memerlukan barang bantuan, juga akan didapatkan hasil pengalokasian sarana
transportasi di setiap kota.
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan