Neutralization : antibodi berikatan dengan patogen dan menetralisir Opsonization: patogen bakteri ditempeli oleh antibodi, sehingga bisa Complement activation : antibodi berikatan dengan permukaan patogen

12 Proteksi terhadap patogen merupakan peranan antibodi dalam sistem imun.Imunoglobulin atau antibodi merupakan produk yang disekresikan oleh sel B. Antibodi ada di beberapa cairan tubuh tetapi bisa cepat dideteksi dari serum darah. Ada 3 mekanisme bagaimana antibodi berperan dalam pertahanan tubuh terhadap patogen, yaitu :

a. Neutralization : antibodi berikatan dengan patogen dan menetralisir

spesifik patogen atau partikel virus, sehingga menghambat penempelan virus pada permukaan organsel target dan mencegah replikasi virus.

b. Opsonization: patogen bakteri ditempeli oleh antibodi, sehingga bisa

dirusak oleh sel fagosit.

c. Complement activation : antibodi berikatan dengan permukaan patogen

sehingga bisa mengaktifkan komplemen. 3. Imunohistokimia Metode Imunohistokimia adalah suatumetode yang digunakan untuk mendeteksi ikatan antigen-antibodi pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang homolog.Antigen yang dideteksi bisa berupa virus atau bakteri ataupun suatu protein tertentu. Ada 2 macam imunohistokimia berdasarkan reaksi yang diterapkan, yaitu Direct immunohistochemistry atau imunohistokimia langsung dan Indirect immunohistochemistry atau imunohistokimia tak langsung. Gambar 3Skema imunohistokimia langsung dan tak langsung Ramos-Vara, 1999 Imunohistokimia tak langsung berbeda dengan imunohistokimia langsung karena adanya antibodi sekunder yang berikatan dengan antibodi primer dan 13 dilabel dengan enzim. Kemudian komplek ini berikatan dengan kromogen dalam proses pewarnaan. Gambar 4Skema imunohistokimia tak langsung dengan metode ABC Avidin Biotin Complex, Vector Laboratories, 2010 Diagnosa IBD dengan menggunakan imunohistokimia telah dilakukan oleh Hamoudet al.pada tahun 2007. Mereka menggunakan blok parafin dan DAKO Envision System, yaitu kit yang berisi antibodi sekunder, yaitu peroxide yang dilabel konjugat antimouse atau antirabbit. Para peneliti juga melakukan berbagai variasi pH formalin, suhu formalin, variasi durasi fiksasi formalin dan konsentrasi formalin. Hasil penelitian ini mereferensikan berbagai hal teknis imunohistokimia. Suhu fiksasi optimal dilakukan pada 4º C, dan pH yang optimal adalah pada kisaran 5 – 9. Dan diluar kisaran pH tersebut bisa menyebabkan tissue alteration dan reactive epitope. 4.PCR Teknik PCR Polymerase Chain Reaction menurut Yuwono 2006 adalah teknik pelipatgandaan DNA secara eksponensial. Untuk melakukan teknik ini ada beberapa komponen yang harus ada, yaitu : pertama DNA cetakan, kedua oligonuklotida primer, ketiga dNTP deoksiribonukleotida trifosfat, yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP dan dTTP, dan yang keempat adalah enzim DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Dalam perkembangannya, PCR tidak hanya dilakukan pada DNA saja, tetapi juga dilakukan untuk RNA.Pada reaksi ini terlebih dahulu dilakukan 14 transkripsi balik reverse transcriptation terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh cDNA. Molekul cDNA inilah yang digunakan sebagai cetakan pada proses PCR. Deteksi virus IBD dengan PCR telah dilakukan oleh Dittal et al. 2005.Mereka melakukan deteksi virus dari infeksi lapangan di India.Hamoud et al . 2007 juga melakukan deteksi IBD dengan PCR, bersamaan dengan imunohistokimia. PCR telah digunakan oleh Barlic-Maganja et. al. 2002 bersamaan dengan metode ELISA dari produk amplifikasi. Mereka menggunakan virus IBD strain vaksin dan isolat lapangan untuk optimalisasi produk PCR dan untuk determinasi kondisi dari hibridisasi mikroplate.Selanjutnya dipakai deteksi colorimetric dari amplikon.MetodePCR juga telah dikembangkan oleh Kusk et al. 2005 untuk membedakan beberapa strain spesifik dari virus IBD. Mereka telah membuat membuat susunan nukleotida untuk primer multiplek PCR. Strain yang dipakai adalah 2 strainvirus tantangDK01 dan F5270 serta 3 strain virus vaksin Bursine-2, 228E dan D78. Vaksin dan Vaksinasi IBD Sampai saat ini vaksin yang ada di pasaran dibedakan ke dalam 4 kategori menurut jenis virus dan efek patologi yang dihasilkan. Berikut ini adalah pembagian golongan vaksin menurut Segal 2009: 1. Mild vaccine: tingkat invasive rendah, dinetralisir ketika level maternal antibodi rendah. 2. Intermediate vaccine : tingkat invasive sedang, merangsang antibodi IBD ketika titer maternal antibodi rata-rata adalah 200 ELISA Idexx dan = 6 log 2 VN. Kadang-kadang tidak efektif untuk melindungi akut IBDV. 3. Intermediate plus vaccine :invasive tinggi, merangsang antibodi IBD ketika titer rata-rata maternal antibodi masih tinggi, yaitu 500 ELISA Idexx dan = 8 log 2 VN. Tidak disarankan untuk diaplikasikan sebelum umur 10 hari broiler dan 15 hari breeder layer. Hal ini untuk mencegah kerusakan pada bursa. Sangat cocok untuk mencegah tipe akut klinis IBDV 15 4. Hot vaccine :invasive sangat tinggi dan juga memberikan residu patogenisitas tinggi pula. Sangat jarang digunakan. Juranovaet.al. 2001menyebutkan beberapa strain virus vaksin dan menggolong-golongkannya. Vaksin yang termasuk dalam golongan mild menurut Juranovayaitu Z 2037, OP 23 dan V2.Sedangkan vaksin golongan intermediate yaitu golongan S706. Vaksin strain V 877, V3 dan LC 75 merupakan vaksin golongan virulen.Vaksin V3 merupakan vaksin intermediate plus, artinya bahwa vaksin ini merupakan vaksin golongan hot tetapi dibuat lebih aman menyerupai vaksin intermediate. Keunggulan dari vaksin golongan intermediate yaitu memiliki efek samping yang kecil, sedangkan golongan hot memiliki efek yang kuat dan sangat agresif terhadap bursa. Maka dari itu vaksin golongan hot jarang digunakan. Pada umumnya vaksinasi IBD dilakukan pada umur muda, mulai telurembrio sampai ayam berumur 5 minggu.Vaksinasi dilakukan dengan tujuanmencegah atau menurunkan masalah infeksi dari lapangan.Tujuan yang kedua adalah untuk menaikkan status kebal dari ayam.Umumnya anak ayam mendapatkan perlindungan sampai umur 2-5 minggu dari antibodi maternal seiring dengan perkembangan sistem imun menjadi lebih matang Saif, 2003. Titerantibodi maternal akan turun hingga 0 secara alamiah mulai dari DOC-ayam berumur 2-5 minggu. Kondisi inilah yang dinamakan dengan decline maternal antibody . Berikut ini adalah grafik yang menjelaskan penurunan maternal antibodi IBD mulai dari DOC sampai ayam berumur 35 hari yang diperoleh dari pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA dan VN Gambar 5. 16 Gambar 5Perbandingan hasil tes ELISA dan VN dari DOC sampai ayam umur 35 hari, ayam tidak divaksinasi Dewell, 2008 Dari grafik tersebut nampak bahwa dengan menggunakan ELISA jenis apapun, pada umur kira-kira 21 hari antibodi maternal akan habis. Sedangkan dengan VN, titer mendekati 4.Mengingat adanya penurunan titer antibodi maternal ini maka dilakukan vaksinasi pada umur muda. Vaksinasi dilakukan supaya seiring dengan turunnya maternal antibodi maka tubuh ayam akan membentuk antibodi hasil vaksinasi. Moura et al. 2007 telah melaporkan aplikasi dari vaksin IBD secara in ovo .Pada aplikasi ini vaksin diinjeksikan pada telur ayam di hatchery umur 18 hari.Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah D78 dan GLS. Kemudian ayam ditantang dengan virus IBD strain klasik dan strain varian. Hasil dari aplikasi in ovo ini adalah bahwa tidak ada efek hatchabilitypersentase telur yang menetas di hatchery dan tidak menimbulkan kematian.Selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan Bursa. Juranovaet al. 2001 juga melaporkan penggunaan beberapa vaksin IBD dan efeknya.Beberapa vaksin golongan mild, beberapa lagi golongan intermediate dan beberapa lagi gologan hot high virulent.Dari golongan mild, didapatkan bahwa titer antibodi bisa lebih tinggi serta timbulnya atropi bursa.Pada vaksin Decline of Maternal Antibodies as measured by ELISA and VN Assay 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 1 4 7 11 14 18 21 25 29 35 Age in Days E L IS A G M T 2 4 6 8 10 12 14 V N L o g 2 C-IBD IBD-XR C-IBD IBD+ EDl8903 GLS 17 golongan intermediate didapatkan adanya titer yang lebihrendah tetapi tidak signifikan terhadap index bursa.Sementara itu pada vaksin golongan high-virulent menimbulkantiter antibodi yang tinggi dan atropi bursa. 19 MATERI DAN METODE Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium riset Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Balai Besar Pengujuan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan BBPMSOH dan di Animal Health Laboratory PT CPJF, Ancol, Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian adalah dari bulan April sampai Oktober 2010. Alat Dan Bahan a. Hewan percobaan Penelitian ini menggunakan ayam broiler yang dibagi menjadi 8 kelompok percobaan.Selain itu juga menggunakan kelinci untuk produksi poliklonal antibodi untuk imunohistokimia. b. Peralatan Delapan set kandang kawat lengkap dengan tempat pakan dan minum. Kemudian satu set peralatan nekropsi pisau bedah, gunting bedah, pinset, formalin 10. Selain itu juga satu set peralatan histologi dan imunohistokimia, yaitu mikrotom, gelas obyek, cover glass, kit DAB, antibodi primer, hematoksilin, entelan, serta mikroskop dan kameral. Peralatan elisa meliputi satu set kit elisa, komputer yang dilengkapi dengan software, reader dan pipet dengan tipnya. Sedangkan peralatan untuk persiapan virus dan vaksin berupa satu set peralatan kultur jaringan, telur ayam berembrio 9 hari, antibiotik, telur ayam SPF yang berembrio 8-9 hari, dan media kultur. Metode Penelitian Ayam dibagi menjadi 8 kelompok percobaan : Kelompok I Infected :kontrol positif, tidak divaksin tetapi diinfeksi. Kelompok NI Not Infected :kontrol negatif, tidak divaksin dan tidak diinfeksi. Kelompok V 1 I Vaccine 1 + Infected :divaksin IBD strain V1, diinfeksi. 20 Kelompok V 1 NI Vaccine 1 + Not Infected : divaksin IBD strain V1, tidak diinfeksi. Kelompok V 2 I Vaccine 2 + Infected :divaksin IBD strain V2, diinfeksi. Kelompok V 2 NI Vaccine 2 + Not Infected : divaksin IBD strain V2, tidak diinfeksi. Kelompok V 3 I Vaccine 2 + Infected :divaksin IBD strain V3, diinfeksi. Kelompok V 3 NI Vaccine 2 + Not Infected : divaksin IBD strain V3, tidak diinfeksi. Vaksin strain V 1 adalah strain W2512, golongan intermediate plus yang diaplikasikan di hatchery. Vaksin strain V 2 adalah strain D78, golongan intermediate yang diaplikasikan pada umur 13 hari. Sedangkan Vaksin strain V 3 adalah strain 228E, golongan intermediate plus yang diaplikasikan pada umur 13 hari. Setiap kelompok diambil 2 macam sampel untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium, yaitu sampel darah dan organ.Organ yang diambil meliputi bursa Fabricius, limpa, timus, seka tonsil dan proventrikulus. Sampel darah diambil 3 kali, yaitu pada DOC, sebelum diinfeksi pada umur 21 hari dan setelah diinfeksi yaitu pada umur 29 hari. Ayam dinekropsi dan diambil organ-organnya pada umur 29 hari dan kemudian difiksasi untuk selanjutnya dipersiapkan sebagai preparat histologiimunohistokimia. Persiapan Antibodi Primer Antibodi primer dibuat dengan mengimunisasikan virus IBD strain Kediri dan vaksin V 3 pada dua kelinci, sementara satu ekor kelinci digunakan sebagai kontrolnegatif. Setelah 3 minggu kemudian kelinci dibooster dengan mengimunisasikan ulang virus vaksin yang sama. Enam minggu kemudian kelinci diambil darahnya untuk diperiksa serumnya, diukur titernya.Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode SN serum neutralization. 21 Persiapan Virus dan Vaksin Persiapan virus dilakukan dengan cara mempropagasi isolat virus IBD strain Kediri-Jawa Timur, kemudian diukur titernya dengan titrasi pada telur dan dengan kultur jaringan. Virus diinokulasikan pada telur ayam bertunas, dan diamati adanya infeksi sampai 7 hari.Infeksi ditandai dengan adanya kematian embrio, bintil-bintil pox dan kekerdilan embrio. Langkah berikutnya adalah menghitung titer dengan melalui angka EID 50 dari virus tersebut, dengan rumus : PD = 50 – 50 50 - 50 EP50 = - Log pengenceran 50 + PD EP50 = - Log EID 50 Titer virus = EID 50 1 inokulum Pada kultur jaringan dapat dilakukan dengan menanam virus pada embrio ayam SPF berumur 8-9 hari dan diamati selama 5 hari. Kultur kemudian diamati adanya CPE-nya Cytopathic effect.Titer didapatkan dengan menghitung angka TCID 50 dari virus. Pemeliharaan, V aksinasi dan I nfeksi B roiler Pemeliharaan ayam dilakukan pada tempat terpisah antara kelompok yang diinfeksi dan yang tidak. Infeksi dilakukan terhadap kelompok I, V 1 I, V 2 I dan V 3 I pada hari ke 21 dengan virus IBD strain Kediridengan dosis infeksi : 10 5 EID 50 Suwarno, 2010, Komunikasi pribadi. Kemudian ayam dinekropsi pada umur 29 hari, untuk kemudian diambil beberapa organnya. Pengambilan darah dilakukan pada umur 1 hari, umur 21 hari sebelum ayam diinfeksi dan 29 hari sebelum ayam dinekropsi. Darah kemudian diamati titer antibodi IBDnya.Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan 2 kali, dengan menggunakan 2 macam antibodi primer yang berbeda. Antibodi primer pertama adalah dari strain virus yang sama dengan yang digunakan untuk menginfeksi virus tantang. Sedangkan antibodi primer kedua adalah dari virus vaksin V 3 . 22 Gambar 6Skema pemeliharaan ayam percobaan dari DOC sampai umur 29 hari. Pemeriksaan ELISA dan Imunohistokimia ELISA dilakukan mengikuti prosedur kit ELISA tersebut. Dalam hal ini kit yang digunakan adalah Biochek Babiker, 2008b. Serum diencerkan dengan perbandingan 1:500 dengan buffer diluent.Kontrol negatif dimasukkan pada lubang A1 dan A2 pada plate yang sudah ditempeli dengan antigen, kemudian diteruskan kontrol positif pada A3 dan A4.Sedangkan Reference Kontrol pada lubang A5. Serum yang telah diencerkan dengan perbandingan1 : 500 kemudian dimasukkan pada lubang A6, A7, A8 dan seterusnya. Plate tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 22-27 C selama 30 menit. Plate kemudian dicuci selama 3-5 kali dan kemudian ditambahkan konjugat pada semua lubangnya. Inkubasi juga dilakukan selama 30 menit pada suhu yang sama. Setelah itu plate dicuci 3-5 kali, dan diteruskan dengan penambahan substrat dan diinkubasi selama 15 menit. Pada saat inkubasi tepat 15 menit, ditambahkan stop solution untuk menghentikan reaksi pada plate. Selanjutnya plate dibaca OD-nya, yang kemudian dikonfersikan ke dalam titer. Imunohistokimia digunakan dengan mengikuti prosedur dari Biocare dan dengan menggunakan DAB Diamino Benzidine sebagai kromogen. Ayam yang telah dinekropsi diambil organ-organnya, kemudian difiksasi dengan buffered Neutral Formalin 10. . Kemudian dilanjutkan dengan 23 proses deparafinisasi dan blocking endogenous activitydengan 3 H 2 O 2 dalam methanoldan snipper block.Penambahan antibodi primer ditambahkan sesudah blocking dan diteruskan dengan antibodi sekunder. Langkah berikutnya adalah dengan penambahan label, dan terakhir dengan pewarna DAB. Untuk memberikan latar belakang maka diwarnai dengan hematoksilin. Langkah terakhir dari pewarnaan ini yaitu dengan cara hidrasi, yaitu dengan mencelupkan slide ke dalam alkohol bertingkat dan kemudian ke dalam xylol. Pengamatan terhadap organ yang telah diwarnai dengan DAB dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.Secara kualitatif dengan menyatakan negatif atau positif. Penilaiankuantitatif dinyatakan dengan : 1. – tidak ditemukan antigen pada semua lapang pandang 2. + jumlah antigen 1-10pada satu lapang pandang 3. ++ jumlah antigen 11-30pada satu lapang pandang 4. +++ jumlah antigen 30pada satu lapang pandang 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Titer antibodi IBD Pemeriksaan serum darah terhadap ayam umur sehari DOC dilakukan terhadap ayam penelitian yang berasal dari hatcherydan breeder yang sama. Sampel DOC yang diambil ada 2 macam, yaitu DOC kelompok Vaksin 1 V 1 I dan V 1 NI dan DOC yang tidak divaksin di hatchery. Titer yang terukur merupakan titer dapatan dari induk antibodi maternal. Karena keduanya berasal dari breeder yang sama maka hasilnya tidak terlalu berbeda jauh dari kedua kelompok. Tabel 1 menunjukkan hasil titer IBD yang diperoleh dengan metode ELISA indirectELISA, dengan menggunakan kit Biochek. Tabel1Hasil Titer ELISA IBD dari semua kelompok Kelompok ELISA DOC 21 hari 29 hari I 9464.5±67.2 a 456±214 a 220±295 a NI 173±215 a V 1 I 442±252 a 127±90 a V 1 NI 123±47 a V 2 I 510±317 a 84±64 a V 2 NI 62±18 a V 3 I 386±137 a 190±116 a V 3 NI 100±35 a Keterangan : Huruf superscribe yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata. Pengambilan darah yang kedua adalah pada umur 21 hari yang merupakan 21 hari pasca pemberian vaksinV 1 dan 8 hari pasca pemberian vaksinV 2 maupunV 3 .Hasil dari keempat kelompok masih belum menunjukkan perbedaan titer yang mencolok.Pada umur ini masih ada titer antibodi maternal, sementara titer pada kelompok V 2 IV 2 NI dan V 3 IV 3 NI belum meningkat maksimal.Analisa statistik menunjukkan bahwa pada umur 21 hari titer antibodi tidak berbeda nyata dari semua kelompok, baik dari 26 kontrol positif, kontrol negatif dan dari kelompok yang menggunakan V 1 , V 2 dan V 3 . Seluruh kelompok kemudian dipecah menjadi 2, dan dipelihara secara terpisah. Kelompok I, V 1 I, V 2 I dan V 3 I yang diinfeksi dengan virus tantang IBD strain Kediri dan kelompok NI, V 1 NI, V 2 NI dan V 3 NI yang tidak dinfeksi. Infeksi dilakukan pada umur 21 hari, dan titer antibodi diperiksa 8 hari sesudah uji tantang.Kelompok I dengan titer 220 nampak lebih tinggi dari kelompok NI dengan titer 173. Namun pada analisa statistik tidak diperoleh perbedaan nyata baik pada kelompok kontrol maupun kelompok-kelompok lain. Hasil ini tetap sama baik dengan mengikut sertakan data pencilan outlayer atau tidak. Pada umur 21 dan 29 hari nampak titer tidak beda nyata diantara semua kelompok. Pada umumnya, infeksi akibat pemberian virus tantang pada ayam yang telah divaksin akan menyebabkan meningkatnya titer antibodi . Namun dalam penelitian ini, sampai dengan umur 29 hari masih belum ada perbedaan mencolok pada ayam yang diinfeksi dan ayam yang tidak diinfeksi Tabel 1 dan Gambar 7. Gambar 7Grafik titer ELISA IBD dari 8 kelompok percobaan. Sumbu vertikal adalah titer IBD dan sumbu horisontal adalah umur ayam. Dari delapan kelompok menunjukkan kemiripan garis. 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 DOC 21 hari 29 hari IBD T it e r Age IBD ELISA Titer on I - V 3 I Group Group I Group NI Group V1I Group V1NI Group V2I Group V2NI Group V3I 27 Berdasarkan Guidelines dari kit yang dipergunakan pada ELISA ini, titer IBD setelah 1x vaksinasi dengan vaksin strain V 2 intermediate memiliki target titer 2500-6500 pada umur 35-45 hari, sedangkan vaksin strain V 3 intermediate plus adalah 6000-10000. Jadi titer antibodi pada umur 29 hari pada penelitian ini kemungkinan masih bisa meningkat sampai ayam berumur 35 hari jika ayam dipelihara lebih lama.Berdasarkan Guidelines Biochek deteksi infeksi IBD dan evaluasi titer target vaksinasi dilakukan pada umur 35 – 45 hari. Pada umur ini, ayam dengan vaksinasi intermediate akan suspectinfeksi dengan titer yang mencapai lebih dari 10000, sedangkan target titer hasil vaksinasi intermediate sampai 2x aplikasi adalah 2500-6500. Ayam dengan vaksin intermediateplus akansuspectinfeksi dengan titer lebih dari 14000. Hasil vaksinasi dengan vaksin intermediate plus 1x aplikasi adalah 6000-10000, dan 2x aplikasi adalah 8000 – 14000. Sementara itu, Saif 2003 memberikan referensi dinamika titer antibodi IBD pada berbagai umur dalam bentuk grafik yang dilengkapi dengan skala titer Gambar 8 . Saif 2003 menggambarkan bahwa pada DOC titer masih tinggi, mencapai grup 8 atau di atas 7000. Tetapi pada umur 14 hari titer akan turun dimana sebagian besar ayam mempunyai titer 2500. Sedangkan pada umur 28 hari umumnya titer antibodi menghilang 0, walaupun masih ada beberapa ekor yang berada pada grup 3 sampai titer 2500. 2 4 6 8 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 DOC 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 60 hari 28 Gambar 8 Grafik titer IBD ELISA menurut Saif 2003 dari broiler-breeder yang divaksinasi. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah sampel, sedangkan sumbu horisontal menunjukkan titer grup. Keterangan : Grup 0 : 0 Grup 1 : 0 - 350 Grup 2 : 351 - 1500 Grup 3 : 1501 - 2500 Grup 4 : 2501 – 3550 dan seterusnya Grup 14 : 12.500 Jika dibandingkan dengan referensi dari Saif 2003 maka titer IBD pada penelitian ini memiliki kecenderungan yang sama. Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi dilakukan 3 kali, yaitu DOC, 21 hari dan 29 hari. Pada umur 1 hari, titer masih tinggi diatas 9000 karena titer yang ada adalah antibodi maternal yang diturunkan dari induknya. Titer turunan dari induk ini akan turun sampai mendekati 0 pada umur 21 hari. Vaksinasi yang telah dilakukan bertujuan untuk mengangkat agar titer naik sehingga diharapkan akan bisa memproteksi jika ada infeksi. Demikian juga dengn hasil pemeriksaan titer antibodi dengan ELISA yang dilakukan Babiker et al. 2008b pada umur 43 hari menunjukkan hasil yang berbeda antar kelompok vaksin. Dalam penelitiannya Babiker melakukan 2 kali vaksinasi, vaksinasi pertama umur 21 hari dan kedua umur 28 hari. Pada kelompok vaksin V 3 intermediat plusdiperoleh hasil 12521 ± 2 4 6 8 10 12 14 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 14 hari 2 4 6 8 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 160 hari 2 4 6 8 10 12 14 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 28 hari 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 300 hari 29 2014. Pada kelompok V 2 intermediatediperoleh hasil 4790 ± 1234,9.Jadi keduanya termasuk dalam titer yang bagus jika dibandingkan dengan Guidelines dari Biochek. Penelitian Babiker et al. 2008b jika dibandingkan dengan hasil penelitian kali ini berbeda dalam beberapa hal. Penelitian kali ini menggunakan hanya 1x vaksinasi, tidak ada booster, sedangkan Babiker et al . 2008b 2x vaksinasi. Selain itu, pada penelitian ini ayam dinekropsi pada umur yang lebih muda yaitu 29 hari, sedangkan Babiker et al. 2008b pada umur 43 hari.Baik dengan 1x vaksinasi maupun 2x vaksinasi, Guidelines Biochek memberikan kriteria standar titer pada umur 35-45 hari. Sesti et al. 2007 melaporkan hasilpercobaan vaksinasi pada broiler dengan strain W2512 dan mengukur titer antibodi menggunakan IBD-XR ELISA yang hasilnya disajikan pada Gambar 9.Garis merah menunjukkan rata-rata titer dari umur 1 hari sampai 41 hari. Pada umur 1 hari titer rata- ratanya ± 5000, umur 21 hari mendekati 0, umur 28 hari ± 500, umur 35 hari ± 6000 dan umur 41 hari ± 7000 Sesti, 2007. Jika dibandingkan dengan data pada gambar 9 maka titer IBD pada penelitian ini mendekati titer pada gambar 9, paling tidak sampai umur 29 hari. Pada umur 28 hari titer masih sangat rendah, di bawah 500. Tetapi 1 minggu kemudian 35 hari, titer melonjak sangat tinggi, mencapai 6000. Dalam waktu 7 hari titer melonjak dari 500 sampai 6000. Gambar 9Grafik titer ELISA IBD dari populasi ayam di Brazil dari umur DOC sampai umur 41 hari. Data titer diperoleh dari ayam dengan menggunakan vaksin W2512 Sesti, 2007. 30 Pemeliharaan ayam pada penelitian ini tidak dilakukan sampai umur 41 hari, tetapi sampai umur 29 hari karena sebagian besar peternak broiler di Indonesia memelihara broiler hanya sampai umur ini. Titer IBD pada umur 29 hari berkisar dari 62 – 220. Dengan melihat grafik 9 di atas akan sangat mungkin titer IBD pada semua kelompok perlakuan melonjak hingga memenuhi target titer 2500 – 6000 untuk intermediate, 6000 – 10000 untuk intermediate plus . Sangat mungkin juga titer akan melonjak hingga lebih dari 14.000 jika ada infeksi.Jadi,seandainya ayam diperiksa lagi pada umur 35-45 hari maka kemungkinan akan bisa dideteksi titer antibodinya, karena infeksi virus tantang atau hasil vaksinasi. Index Bursa Index bursa atau berat relatifbursa Fabriciusdidapatkan ketika nekropsi, dihitung dengan cara membagi berat bursa gram dikalikan 1000 dengan berat badan ayam gram. Index bursa Fabricius ini merupakan kriteria utama yang mengindikasikan perubahan morfologi dan sistem imun. Perubahan ini mengisyaratkan adanya efek imunosupresi broiler Juranova et al . 2001. Tabel 2Index bursa Fabricius dari semua kelompok Kelompok Index Bursa Mean±SD I 1.8 ± 0.8 b NI 2.1 ± 0.2 b V 1 I 1.9 ± 0.5 b V 1 NI 1.6 ± 0.4 ab V 2 I 1.3 ± 0.5 ab V 2 NI 1.6 ± 0.3 ab V 3 I 1.8 ± 1.2 b V 3 NI 0.9 ± 0.4 a Keterangan : Huruf superscribe yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata. Dari tabel tersebut nampak bahwa kelompok kontrol NI dan I memiliki penurunan berat antara yang tidak diinfeksi dan yang diinfeksi walaupun tidak beda nyata. Kelompok I dengan rerata index bursa 1,8 sedangkan kelompok NI memiliki rerata index bursa 2,1.Dapat disimpulkan 31 bahwa tanpa diberikan vaksin, bursa Fabricius mengalami penurunan berat akibat infeksi virus IBD.Hasil pada kelompok yang diberikan vaksin V 1 dan V 2 tidak menunjukkan beda nyata adanya penurunan bursa akibat infeksi. Sedangkan pada penggunaan vaksin V 3 hasilnya beda nyata pada taraf P: 0,05. Babikeret al. 2008b dalam penelitiannya terhadap berbagai strain vaksin mendapatkan hasil index bursa untuk vaksin V 3 yaitu 1,197 ± 0,195, dan untuk vaksin V 2 yaitu 3,772 ± 0,811.Dalam penelitiannya ini Babiker et al . melakukan 2 kali vaksinasi booster. Jika dibandingkan hasil index bursa penelitian ini dengan hasil index bursa penelitian Babiker et al. 2008b maka untuk vaksin V 3 hampir sama. Tetapi untuk hasil pada V 2 sangat berbeda.Hal ini dimungkinkan karena antibodi maternalyang berbeda, jadual vaksinasi yang berbeda dan virus tantang yang berbeda. Penggunaan vaksin in ovo telah diteliti oleh Moura et al. 2007.Dalam penelitiannya Moura menggunakan vaksin strain D78 dan varian GLS.Dosis yang digunakan adalah satu dosis dan setengah dosis, dan kedua macam dosis ini dapat menghasilkan antibodi yang cukup untuk memproteksi virus tantang strain STC. Selain itu juga tidak ditemukan adanya kerusakan pada bursa Fabricius.Index organ seringkali menjadi indikasi imunosupresi pada kasus IBD. Index organ yang terutama dihitung adalah bursa Fabricius, karena merupakan target organ utama dari virus IBD. Selain itu juga karena bursa merupakan organ limfoid primer Saif, 2003. Perjalanan virus IBD sampai ke bursa Fabricius memerlukan waktu yang tidak lama.Ayam yang terinfeksi menyebarkan virus ke lingkungan melalui feses.Feses kemudian mencemarimengkontaminasi pakan, air minum dam litter di dalam kandang.Rute infeksi ayam lain selanjutnya dimulai dari ingesti oral yang tercemar feses atau materi organik lain. Setelah masuk lewat mulut, virus kemudian berada di antara makrofag dan limfosit dari duodenum, jejenum dan sekum.Duodenum, jejenum dan sekum adalah tempat pertama virus bereplikasi. Kemudian melalui vena porta virus menuju hati dalam 5 jam setelah infeksi. Sel-sel kupffer di dalam hati memfagosit 32 partikel-partikel virus.Sebagian partikel virus masuk ke sirkulasi dan kemudian menuju ke seluruh organ, termasuk bursa Fabricius.Virus kemudian menuju folikel-folikel bursa dan bereplikasi.Sehingga limfosit B yang masih immature di dalam folikel menjadi rusak Anonymus, 2009. Pada masa inkubasi 3-4 hari virus menyerang bursa Fabricius, sehingga bursa Fabricius menjadi edema, kongesti dan ukurannya membesar.Pada tahap ini terjadi nekrosis sel Blimfoblas, sehingga populasi sel B menurun.Pada tahap ini juga timbul adanya transudat gelatinous dengan warna kekuningan pada bursa. Dan setelah hari ke lima bursa menjadi atrofi mengecil. Sementara organ limfoid yang lain seperti timus, seka tonsil dan limpa juga mengecil Anonymus, 2009. Imunohistokimia IHK Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan setelah ayam dinekropsi pada umur 29 hari.Organ yang diperiksa meliputi bursa Fabricius, limpa, seka tonsil, timus dan proventrikulus.Adanya kontrolnegatif dari perlakuan vaksin sangat penting untuk membedakan dengan hasil positif.Kontrolnegatif ini ada pada kelompok I, yaitu kelompok yang tidak divaksin apapun.Kontrol negatif terhadap perlakuan infeksi ada pada kelompok NI.Berikut ini adalah tampilan gambar kontrolnegatif. Hasil pengamatan imunohistokimia terhadap bursa Fabricius memperlihatkan bahwa pada kelompok kontrol negatif Kelompok NI tidak ditemukan adanya antigen, baik dilakukan uji dengan antibodi primer V 3 ataupun I. Sedangkan pada kontrol positif Kelompok I ditemukan antigen baik dilakukan tes dengan antibodi primer V 3 ataupun I. Antigen kelompok I ini dipastikan berasal dari virus tantangyang diinfeksikan. 33 Gambar 10 Kontrol negatif IHK Sebelah kiriAadalah bursa Fabricius, dan kanan B adalah limpa. Keduanya tidak divaksin IBD dan tidak diinfeksi, dengan metode IHK tidak ditemukan antigen. Gambar 11Kontrol positif IHK Sebelah kiriA adalah bursa Fabricius, dan kanan B adalah bursa Fabricius perbesaran kuat. Keduanya tidak divaksin IBD dan diinfeksi. Dengan metode IHK ditemukan antigen yang ditunjukkan dengan anak panah. A B 40 µm 40 µm A B 40 µm 40 µm B 5 µm 5 µm 34 Gambar 12Skoring penilaian hasil pembacaan imunohistokimia. Gambar kiri atas adalah IHK negatif A, tidak ada ikatan antigen-antibodi di dalam jaringan. Gambar kanan atas adalah IHK + B, antigen yang terdeteksi jumlahnya di bawah 10.Gambar kiri bawah adalah IHK ++ C, antigen yang terdeteksi jumlahnya 10- 30.Gambar kanan bawah adalah IHK +++ D, antigen yang terdeteksi di atas 30. Berikut ini adalah hasil pemeriksaan bursa Fabriciusselengkapnya yang menggunakan antibodi primer dari vaksin V 3 dan dari virus tantang, tampak pada tabel 3. Tabel 3Hasil IHK bursa Fabriciusdari semua kelompok dengan antibodi primer vaksinV 3 dan antibodi primer virus tantang I. Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V 3 IHK dengan Ab primer I - + ++ +++ - + ++ +++ I 2 1 1 1 1 NI 3 3 V 1 I 2 1 1 2 V 1 NI 2 1 1 2 V 2 I 1 2 1 2 V 2 NI 1 1 1 2 1 V 3 I 3 1 2 V 3 NI 3 3 Pada kelompok V 1 I, V 2 I dan V 3 I didapatkan antigen bervariasi mulai dari positif 1 sampai positif 3.Ketidakadaan antigen negatif bisa dimungkinkan karena virus tidak ada pada bursa.Kelompok yangdivaksin V 1 , V 2 , V 3 semuanya selalu menunjukkan hasil positif jika diuji dengan antibodi primer V 3 , baik positif 1,2 atatu 3. Kelompok V 3 diuji dengan antibodi V 3 didapatkan hasil 100 positif, kelompok V 2 diuji dengan antibodiprimer V 3 C D 40 µm 40 µm 35 kira-kira 60 positif dan kelompok V 1 diuji dengan antibodi primer V 3 kira- kira 30 positif. Pemeriksaan imunohistokimia terhadap limpamenunjukkan hasil bahwa kelompok I bereaksi positif dengan antibodi primer virus I, tetapi negatif dengan antibodi primer vaksin V 3 .Kelompok NI selalu bereaksi negatif baik dengan antibodi primer virus I maupun NI. Baik kelompok- kelompok yang diinfeksi I, V 1 I, V 2 I, V 3 I maupun kelompok-kelompok yang tidak diinfeksi NI, V 1 NI, V 2 NI, V 3 NI semua pemeriksaan organ limpa memiliki hasil yang hampir sama, yaitu bereaksi positif dengan antibodi primer virus I dan bereaksi negatif dengan antibodi primer vaksin V 3 Tabel 4. Tabel 4Hasil IHK limpa dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V 3 dan antibodi primer virus tantang I. Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V 3 IHK dengan Ab primer I - + ++ +++ - + ++ +++ I 2 1 3 NI 3 3 V 1 I 3 3 V 1 NI 2 1 2 1 V 2 I 2 1 2 1 V 2 NI 1 2 2 1 V 3 I 2 1 1 2 V 3 NI 3 1 2 Pemeriksaan imunohistokimia terhadap seka tonsil pada kelompok I menunjukkan hasil bahwa dengan antibodi primer V 3 dan virus I sekitar 50 positif.Pada kelompok NI semuanya bereaksi negatif terhadap antibodi primer virus I maupun vaksin V 3 .Pada kelompok V 3 I didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan dengan antibodi primer vaksin V 3 .Kelompok-kelompok lain menunjukkan hasil hanya sekitar 30 positif dengan antibodi primer virus I dan vaksin V 3 Tabel 5. 36 Tabel 5Hasil IHK seka tonsil dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V 3 dan antibodi primer virus tantang I. Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V 3 IHK dengan Ab primer I - + ++ +++ - + ++ +++ I 1 2 2 1 NI 3 3 V 1 I 2 2 2 1 V 1 NI 2 1 2 1 V 2 I 1 2 1 2 V 2 NI 3 3 V 3 I 3 1 2 V 3 NI 3 3 Pemeriksaan imunohistokimia terhadap timus mendapatkan hasil yang mirip dengan pemeriksaan terhadap bursa Fabricius.Kelompok negatif kontrol Kelompok NI tidak ditemukan adanya antigen, baik dilakukan tes dengan antibodi primer V 3 ataupun I. Sedangkan pada positif kontrol Kelompok I ditemukan antigen baikdilakukan tes dengan antibodi primer V 3 ataupun I.Kelompok yang divaksin V 1 , V 2 , V 3 semuanya selalu menunjukkan hasil positif jika dites dengan antibodi primer V 3 , baik positif 1,2 atatu 3, kecuali pada kelompok V 3 I hampir semua menunjukkan hasil negatif pada pemeriksaan dengan antibodi primer V 3 Tabel 6. Hal ini menjelaskan bahwa pada kelompok V 3 I tidak ditemukan antigen V 3 pada timus. Tabel 6Hasil IHK timus dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V 3 dan antibodi primer virus tantang I. Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V 3 IHK dengan Ab primer I - + ++ +++ - + ++ +++ I 1 1 1 1 2 NI 3 3 V 1 I 2 1 1 2 V 1 NI 2 1 2 1 V 2 I 2 1 2 1 V 2 NI 2 1 2 1 V 3 I 2 1 1 2 V 3 NI 1 2 1 1 1 37 Pemeriksaan imunohistokimia terhadap proventrikulus mendapatkan hasil pada kelompok I semuanya positif baik dengan antibodi primer virus I maupun dengan vaksin V 3 .Pada kelompok kontrol semuanya negative NI.Pada kelompok-kelompok lain didapatkan hasil sekitar 50 positif Tabel 7. Tabel 7 . Hasil IHK proventrikulus dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V 3 dan antibodi primer virus tantang I. Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V 3 IHK dengan Ab primer I - + ++ +++ - + ++ +++ I 2 1 3 NI 3 3 V 1 I 1 2 1 2 V 1 NI 2 1 1 1 1 V 2 I 1 2 2 1 V 2 NI 2 1 2 1 V 3 I 1 1 1 2 1 V 3 NI 3 3 Pada tabel 3 hasil pemeriksaan IHK pada bursa Fabricius nampak bahwa penggunaan antibodi primer V 3 dan I pada kelompok V 3 I dan V 3 NI memberikan hasil reaksi yang berbeda.Jika menggunakan vaksin V 3 dan tidak diinfeksi V 3 NI maka secara imunohistokimia akan positif dalam pemeriksaan dengan antibodi primerV 3 maupun I. Tetapi jika menggunakan vaksin V 3 dan kemudian diinfeksi V 3 I hasil imunohistokimia akan negatif dengan antibodi primer V 3 .Hal ini memberi petunjuk bahwa antibodi V 3 bisa digunakan untuk deteksi penggunaan vaksin V 3 kalau ayam tidak terkena infeksi. Jika ayam terkena infeksi maka imunohistokimia dengan V 3 akannegatif.Hasil ini sama atau konsisten pada pemeriksaan organ lain, yaitu timus.Sedangkan pada limpa tidak demikian, karena pada pemeriksaan limpa kelompok V 3 I dengan antibodi primer V 3 , didapatkan hasil 50 reaksi positif. 38 Berbagai strain vaksin yang digunakan pada penelitian ini belum dapat didiagnosa secara spesifik secara serologi dan imunohistokimia.Secara serologi, penggunaan kit ELISABiochek adalah umum digunakan untuk semua kasus IBD, dimana antigen yang dipakai tidak dijabarkan adanya antigen strain vaksin tertentu.Secara imunohistokimia, pada penelitian kali ini digunakan antibodi primer dari satu strain vaksin saja, yaitu vaksin V 3 .Sementara vaksin V 2 dan V 1 tidak digunakan, sehingga hasil pemeriksaan hanya mewakili untuk 1 strain vaksin tersebut. Antibodi primer V 3 dan I pada penelitian ini adalah poliklonal antibodi.Penggunaan antibodi primer berupa poliklonal antibodi untuk melakukan diagnosa secara imunohistokimia bisamenimbulkan cross- reactivity Zola, 1987. Hal ini berarti adanya reaksi antibodi dengan antigen yang berbeda-beda atau tidak secara spesifik, terutama untuk epitop-epitop yang mirip.Hal inilah yang menjadi masalah terbesar dalam penggunaan poliklonal antibodi.Dalam hal ini, monoklonal antibodi bisa digunakan untuk ikatan antigen-antibodi yang lebih spesifik. Gambar 13 Skema perbedaan poliklonal dan monoklonal antibodi dalam hal menimbulkan cross-reactivity Zola, 1987. Mengingat adanya perbedaan yang besar pada reaksi antigen-antibodi pada poliklonal dan monoklonal antibodi, maka penggunaan monoklonal sangatlah penting untuk kepentingan diagnosa. Akan tetapi karena proses pembuatan yang lebih panjang, maka pemakaian poliklonal antibodi bisa digunakan tetapi tidak spesifik pada strain tertentu. Diagnosa infeksi virus tantang dan vaksinasi IBD bisa dilak ukan dengan monoklonal antibodi dengan klon spesifik pada VP2. VP2 39 hypervariable region mengandung epitop netralisasi, yang penting untuk karakterisasi strain IBD. Sebagai contoh pada vvIBD, yang dinyatakan oleh asam amino alanine, leucine dan isoleucine pada posisi 222,256 dan 294 Paula et al., 2004. Sementara itu Minta et al. 2005 mengatakan bahwa asam amino VP2 posisi 206 – 353 adalah merupakan area penting neutralizing site pada IBDV, yang dinamakan VP2-variable domain vVP2. Organ-organ yang diperiksa pada penelitian kali ini yaitu bursa Fabricius, limpa, seka tonsil, timus dan proventrikulus.Hal ini dimaksudkan untuk melacak penyebaran antigen pada organ-organ limfoid.Ini mengingat virus IBD memiliki target yaitu organ-organlimfoid Saif, 2003.Sementara itu Maganja et al. 2002 menambahkan bahwa dengan menginvestigasi beberapa organ limfoid yang berbeda dan pada waktu yang berbeda, dapat dipelajari beberapa periode infeksi tahap infeksi pada berbagai organ.Maganja et al. 2002 dalam hal ini menggunakan5 macam organ, yaitu bursa Fabricius, seka tonsil, timus, limpa dan leukosit. Sedangkan teknik yang digunakan adalah dengan RT-PCR.Sama halnya dengan Juranova 2001, dalam penelitiannya terhadap patogenesitas isolat virus IBD di Czech menggunakan organ bursa Fabricius, timus dan limpa sebagai organ standar diagnostik IBD. Hasil penelitian Maganja et al. 2002 menunjukkan bahwa pada hari 1 sampai hari ke 22 pada bursa Fabricius didapatkan hasil positif dengan gel elektroforesis RT-PCR.Sedangkan timus, limpa dan seka tonsil hanya sampa hari ke 10 saja.Pada leukosit ditemukan hasil positif pada hari ke 8 saja.Jadi keberadaan RNA virus IBD yang dideteksi dengan gel elektroforesis paling lama ada pada bursa Fabricius. Hasil penelitianJuranova et al. 2001 terhadap bursa Fabricius, timus dan limpa menunjukkan bahwa dengan virus tantang Czech ada peningkatan berat relatif bursa dan timus P0,05.Pada limpa tidak ada peningkatan signifikan.Dengan demikian bisa dikatakan bahwa untuk investigasi dengan index organ, bursa Fabricius dan timus sangat penting untuk diperiksa. 40 Moura et al. 2007, yang telah melakukan penelitian aplikasi vaksin in ovo dan ditantang dengan virus IBD, organ yang diambil untuk diperiksa adalahbursa Fabricius. Demikian juga Babiker 2008a dan 2008b, dalam penelitiannya untuk investigasi virus IBD di Sudan dan mengevaluasi vaksin-vaksin komersial IBD terhadap virus IBD Sudan, mereka menggunakan bursa Fabricius saja untuk membuat preparat histopatologi.Hamoud et al. 2007 melakukan penelitian deteksi virus IBDdengan imunohistokimia dan PCR, dan organ yang diambil untuk diperiksa imunohistokimia dan PCR hanya bursa Fabricius saja. Pada penelitian kali ini diambil berbagai macam organ supaya bisa dilihat penyebaran antigen di berbagai organ limfoid.Organ limfoid utama yang harus diperiksa yaitu bursa Fabricius, timus dan limpa.Sedangkan seka tonsil dan proventrikulus merupakan organ tambahan Juranova et al., 2001. Dalam kondisi keterbatasan maka diagnosa IBD bisa secara cepat diambil organ bursa Fabriciussaja.Hal ini mengingat dengan RT-PCR didapatkan hasil keberadaan RNA virus IBD paling lama pada bursa Fabricius. Selain itu, secara index organ juga signifikan, ditambah lagi secara imunohistokimia paling mudah diwarnaidiamati dibanding organ lain seperti limpa atau proventrikulus. Proventrikulus bukan merupakan organ limfoid, tetapi diperiksa imunohistokimia. Pantin-Jackwood dan Brown 2003 melaporkan bahwa virus IBD merupakan salah satu penyebab proventrikulitis. Viremia maupun replikasi virus IBD membuat sel limfosit B terkumpul di proventrikulus. Mereka melaporkan bahwa 9 dari 28 kasus proventrikulitis dideteksi IBDV pada 6 hari pasca infeksi. Pada penelitian kali ini hasil reaksi positif imunohistokimia pada proventrikulus cukup banyak, hampir 50. Hasil ini mirip dengan penelitian Pantin-Jackwood dan Brown 2003, yaitu 9 dari 28 sekitar 32. Lebih lanjut Jackwood dan Brown melaporkan bahwa strain virus yang menyebabkan proventrikulitis ini antara lain adalah STC, GLS dan varian A. 41 Berdasarkanprogram vaksinasi IBD dan infeksi eksperimental pada penelitian kali ini dapat ditarik beberapa hal yang bisa diaplikasikan di lapangan. Pertama yaitu bahwa vaksinasi strain W2512 dan D78 yang dilanjutkan dengan infeksi eksperimental dapat didiagnosa pada 8 hari pasca infeksi secara imunohistokimia. Imunohistokimia bisa dilakukanbaik dengan antibodi primer virus vaksin ataupun virus tantang. Kedua yaitu bahwa vaksinasi strain 228E dan infeksi eksperimental dapat didiagnosa 8 hari pasca infeksi. Hasil imunohistokimia akan bereaksi positif hanya dengan antibodi primer virus tantang. 43 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pelaksanaan vaksinasi IBD di hatchery dan umur 13 hari yang dikaji tidak menunjukkan perbedaan titer antibodi hingga umur 29 hari. 2. Infeksi eksperimental IBD menggunakan virus IBD strain Kediri tidak menunjukkan perbedaan titer antibodi pada 8 hari pasca infeksi. 3. Vaksinasi dengan strain W2512atau228E dan dilanjutkan dengan infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih besar dibandingkan hasil vaksinasi, sedangkan vaksinasi dengan strain D78yang diikuti dengan infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih kecil dibandingkan dengan hasil vaksinasi. 4. Vaksinasi strain W2512 dan D78 yang diikuti infeksi IBD pada broiler secara imunohistokimiabereaksi positifditemukan antigen pada 8 hari pasca infeksi. Imunohistokimia bisa dengan menggunakan antibodiprimer virus tantang dan 228E. Vaksinasi dengan strain 228Eyang diikuti infeksi akan bereaksi negatif dengan antibodi primer 228E. Saran 1. Penggunaan vaksin pada broiler, terutama vaksin D78 memberikan index bursa Fabricius yang mengecil pada ayam yang terinfeksi. Sedangkan dengan vaksinW2512 dan 228E menghasilkan bursa Fabricius membesar pada ayam terinfeksi.Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi pada broiler perlu memperhatikan virus tantangyang bisa menginfeksi, titer maternal antibodi dan waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi. 44 2. Mengingat dengan antibodi primer 228E dan virus tantang tidak bisa membedakan reaksi antigen-antibodi dari virus yang berbeda strain, maka perlu dilakukan diagnosa lanjut yang lebih spesifik.Perlu dikembangkan teknik Multiplex-PCR atau imunohistokimia dengan monoklonal antibodi untuk diagnosa lebih lanjut, agar diagnosa bisa lebih spesifik pada strain virus yang ada pada bursa Fabricius. 3. Dengan fasilitas kandang yang memadai, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan virus tantang yang berbeda dan program vaksinasi yang berbeda untuk mempelajari vaksinasi yang tepat untukkondisidiIndonesia. DAFTAR PUSTAKA Anonymus, 2009, http:www.gumboro.comdiseasesymptoms.asp BabikerMAA., I.E Yahia, K.Noura, dan E.M Tawfeeg, 2008a, Investigation on Nine Flocks Infected with Infectious Bursal Disease Virus IBDV in Kartoum State Sudan, International Journal of Poultry Science 7 3 : 285-288. BabikerMAA., I.E Yahia, K.Noura, dan M.E Manal, 2008b, Evaluation of Commercial Anti- Infectious Bursal Disease IBD Vaccines under Sudan Condition, International Journal of Poultry Sciece 7 6 : 570-573. Barlicˇ-Maganja D., Olga Zorman-Rojs dan Jozˇe Grom, 2002, Detection of infectious bursal disease virus in different lymphoid organs by single- stepreverse transcription polymerase chain reaction and microplate hybridization assay, Journal of Veterinary Diagnostiks Invest 14:243 – 246. BurgessGW., 1995, Teknologi ELISA dalam Diagnosa dan Penelitian, Gadjah Mada University Press Butcher G.D dan Miles R.D., 2009,Infectious Bursal Disease Gumboro in CommercialBroilers, http:edis.ifas.ufl.edu . Ceribaci A.O, Bulut H., Ürem G.LA.TI, Yesari ER.KS.Zdan Yusuf BOLA, 2007, Presence of a Very Virulent Genotype of Infectious Bursal DiseaseVirus in Vaccinated Layer Hens in Turkey,Turkey Journal of Veterinay Animal Science , 312: 105-111. Coletti. M., E. Del Rossi, M.P. Franciosini, F.Passamonti, G. Tacconi dan G. Marini, 2001, Efficacy and Safety of an Infectious Bursal Diseases Virus Intermediate Vaccine In Ovo, Avian Deseases 45 : 1036-1043. El-Kady M. F, Dahshan H.A.M, Madbouly H.M, 2007, Studies on susceptibility of native and white Lohmann layerchickens breeds to infectious bursal disease virus isolate FY.97, BS. VET. MED. J. OVEMBER , 5 TH , SCIENTIFIC CONFERENCE : 110-119. Hamoud MM., Villegas P., S.M. Williams, 2007, Detection of Infection Bursal Diseases From Formalin-Fixed Paraffin Embedded Tissue By Immunohistochemistry and Reverse Trancriptation-Polymerase Chain Reaction,J Vet Diagn Invest 19 : 35-42. 46 Inoue M., M.Fukuda and K. Miyano, 1994, Thymic Lesions in Chicken Infected with Infectious Bursal Disease Virus, Journal of Avian Disease 38 : 839-846. Islam M.N., Rashid S.M.H., Hoque M.F., Juli M.S.B. dan Khatun M., 2008, Pathogenicity of IBDV Related to Outbreaks in The Vaccinated Flocks and The Causes of Vaccination Failure, Journal Innov.dev.Strategy. 2 3: 22-30. Juranova. R, Nguyen Thi Nga, L.Kulinova, V. Jurajda, 2001, Pathogenicity of Czech Isolates of Infectious Bursal Disease Virus , ACTA Vet , BRNO, 70 : 425 – 431. Ho Park J., Haan Woo Sung, Byung Il Yoon, Hyuk Moo Kwon , 2009, Protection of Chicken Against Very Virulent IBDV Provided by in ovo Primingwith DNA Vaccine and Boosting with Killed Vaccine and The Adjuvant Effectsof Plasmid-encoded Chicken Interleukin-2 and Interferon- γ, Journal of Veterinay Science102, 131-139. Kusk M., S. Kabell, P.H. Jorgensen, K.J. Handberg, 2005, Differentiation of Five Strain of Infectious Bursal Disease Virus : Development of a strain- spescific Multiplex PCR,Veterinary Microbiology 109 : 159-167. Maganja D.B, Rojs O.Z.,dan Grom J., 2002, Detection of Infection Bursal Disease Virus in Different Lymphoid Organs by Single-Step Reverse Transcriptation Polymerase Chain Reaction and Microplate Hybridization, Journal of Veterinary Investigation 14 : 243-246. Martinez- Torrecuadrada J.L., Beatriz La’zaro, Jose F. Rodriguez dan Ignacio J Casal, 2000, Antigenic Properties and Diagnostik Potential of Baculovirus-Expressed Infectious Bursal Disease Virus Proteins VPXand VP3, Clinical and Diagnostik Laboratory Immunology, 1071- 412X0004.0010, Vol. 7, No. 4, halaman 645 –651 Minta Z., Katarzyna Domanska-Bicharz, Barbara Bartnicka, Krzysztof Smietanka, 2005, Production and Characterization of Monoclonal antibodies against early Polish Strain of Infectiosu Bursal Disease Virus, Bull Vet Inst Pulawy 49 : 361-366. Mittal D., Jindal N., Gupta S.L , Kataria1S.L.,dan Tiwari A.K., 2005, Detection of Infectious Bursal Disease Virus in Field Outbreaks in BroilerChickens by Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction,International Journal of Poultry Science 4 4: 239-243. 47 Moura L., Vakharia V., M. Liu dan H. Song, 2007, In Ovo Vaccine Against Infectious Bursal Disease, International Journal of Poutry Science 6 11 : 770-775. Muller H., Md. Rafiqul Islam and Rudiger Raue, 2003, Review : Research on Infectious Bursal Disease – The Past, The Present and The Future,Journal of Veterinary Microbiology 97: 153 – 165. Paula M.B.C, Jonny Yokosawa, Márcio Danilo Botrel Coutinho, Paulo Lourenço Silva, Rogério Avelar Ferraz, Thelma Fátima Mattos Oliveira1 dan Divina Aparecida Oliveira Queiróz1, 2004, Identification and Molecular Charactrization of The Infectious Bursal Disease Virus IBDV from an outbreak in a Broiler Flock in Midwestern Brazil, Brazilian Journal of Microbiology 35:352-358. Pantin-Jackwood M.J dan Brown T.P, 2003, Infectious Bursal Disease Virus and Proventriculitis in Broiler Chickens, Avian Diseases 47:681 – 690. Peighambari S.M. dan Razmyar J., 2008, Rapid differentiation between very virulent and classicalinfectious bursal disease viruses isolated in Iran by RTPCRREA, Journal of Veterinay Res. 63,2:43-49. Ramos-Vara, 1999, Diagnosing infectious porcine diseases using immunohistochemistry, http:www.aasv.orgshapissuesv7n2v7n2p85.ht ml RuddMF., H.G. Heine, S.I. Sapats, L. Parede and J. Ignjatovic , 2002, Characterization of an Indonesian Very Virulent Strain of Infectious Bursal Disease, http:www.springerlink.comcontenthlwqcvmqnfvyree1 fulltext.pdf?page=1 Saif YM., 2003, Diseases of Poultry, Iowa state Press, Iowa Sareyyupoglu B., 2005, Recent Research and Development in The Molecular Diagnosis and Characterization of Infectious Bursal Disease Virus IsolatesStrain, http:www.veterinertavukculuk.orguploadimgdosyalar2005_istanbulk eynotessareyyupoglu.pdf Sesti L., 2007, Cevac Transmune IBD Field Trials Data in Brazil-2006-2007, Cevac Tour 2007. Suwarno, A.P. Rahardjo, 2005, Imunogenitas Protein VP2 Virus Infectious Bursal Disease IBD Isolat Lokal Sebagai Dasar Pengembangan Vaksin Sub Unit, Media Kedokteran HewanVol 21 No 1, Halaman 1-5. 48 Tabbu C.R., 2000, Penyakit Ayam dan Penanggulangannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Yuwono T., 2006, Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction, Penerbit Andi, Yogyakarta. Zola. H., 1987, MonoclonalAntibodies : A Manual of Techniques, CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida. LAMPIRAN Lampiran 1: Gambar IHK dari ayam kontrol, ayam yang divaksin dan ayam divaksin serta ditantang.

1. Ayam kontrol

Gambar A dan B :Kontrolnegatif, reaksi negatif dari ayam yang tidak divaksin dan tidak diinfeksi, IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 A dan antibodi primer virus I B. Gambar C dan D :Kontrol positif, reaksi positif dari ayam yang divaksin dan diinfeksi V 2 , IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 C danantibodi primer virus I D. Anak panah menunjuk pada antigen yang ditandai dengan warna coklat dari kromogen DAB. A B C D 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 50

2. Ayam divaksin

Gambar A dan B : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V 1 , IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 A dan antibodi primer virus I B.Gambar C dan D : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V 2 , IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 C dan antibodi primer virus I D.Gambar E dan F : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V 3 , IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 E dan antibodi primer virus I F. Anak panah menunjuk pada antigen yang ditandai dengan warna coklat dari kromogen DAB. A B C D E F 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 51

3. Persilangan : ayam divaksin dan ditantang

Gambar A dan B :Reaksi positif dari ayam yang divaksin strain V 1 dan ditantang, IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 A dan antibodi primer virus I B.Gambar C dan D : reaksi positif dari ayam yang divaksin strain V 2 dan ditantang, kemudian IHK dengan antibodi primer vaksin V 3 Cdan antibodi primer virus I D.Gambar E dan F : Reaksi negative dari ayam yang divaksin strain V 3 dan ditantang, kemudian IHK dengan antibodiprimer vaksin V 3 E dan antibodi primer virus I F. Anak panah menunjuk pada antigen yang ditandai dengan warna coklat dari kromogen DAB. A B C D E F 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 40 µm 52 Lampiran 2: Perhitungan EID 50 Rumus Reed and Muench PD = PD = = = 0,48 EP 50 = - Log dilution 50 + PD = - Log 10 -9 + 0,48 = 9,48 EP 50 = - Log EID 50 EID 50 = 10 9,48 Titer = 10 9,48 0,1 ml inokulum Titer = 10 9,48 1 ml inokulum Dosis infeksi 10 5 , maka diencerkan 10 -4 I NI Cum I Cum NI I 10 -5 5 25 2525 = 100 10 -6 5 20 2020 = 100 10 -7 5 15 1515 = 100 10 -8 5 10 1010 = 100 10 -9 3 2 5 2 57 =71,4 10 -10 2 3 2 5 27 = 28,5