Sejarah Perkembangan Pengingkar Sunnah

D. Sejarah Perkembangan Pengingkar Sunnah

Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas hijriyah, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat pemikiran pemikiran untuk menolak sunnah sebagai salah satu sumber syari’at Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak sunnah yang muncul pada abad 1 hijriyah inkar as-Sunnah klasik sudah lenyap ditelan masa pada akhir abad III hijriyah. Pada abad ke empat belas hijriyah pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari inkar as-sunnah klasik. Apabila inkar as-sunnah klasik muncul di basrah, irak akibat ketidak tahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan sunnah, inkar as- sunnah modern muncul di kairo mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam. Setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi sunnah dalam Islam bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya secara diam diam, meskipun penguasa setempat mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut. [8] Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berfaham inkar as-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman as syafi’I maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu ada yang berupa argumen-argumen naqli dan non naqli. Yang dimaksud dengan argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat al qurán saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham inkar as-sunah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka. Cukup banyak argumen yang mereka naqli yang mereka ajukan diantaranya al qurán surah an-nahl 89: ءيث لكلانيبت بتكلا كيلعانلزنو ….dan kami turunkan kepadamu alkitab al qurán untuk menjelaskan segala sesuatu.. Surah al an’am 38 ءىث نم بتكلا ىفانطرفام …tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam alkitab… Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Alqur’án telah mncakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalkan dari sunnah. 4 Menurut mereka shalat lima waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat al qurán misalnya al-baqarah 238, hud 144, al-isra’ 78 dan 110, taha 130, al hajj:77, an-nur 58, ar-rum: 17-18 [9] Dalam kaitannya dengan tatacara shalat, kasim ahmad pengingkar sunnah dari malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia” kita telah membuktikan bahwa perintah sembayang telah diberi oleh tuhan kepada nabi ibrahim dan kaumnya, dan amalan ini telah diperturunkan, generasi demi generasi hingga kepada nabi Muhammad dan ummat nya. Dengan demikian menurut pengingkar sunnah tatacara shalat tidaklah penting, jumlah rakaat,cara duduk, cara sujud, ayat dan bacaan yang dibaca diserahkan kepada masing-masing pelaku shalat. Jadi, ibadah sholat boleh aja dilakukan dengan bahasa daerah. Dari argumen diatas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan al-qurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menympaikan wahyu itu kepada para pengikutnya; di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang. Dalam alqurán dinyatakan bahwa orang- orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulluloh. Hal itu menurut para pengingkar sunnah hanyalah berlaku tatkala Rasulluloh masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ulul amri berada di tangan beliau, setelah beliau wafat maka jabatan ulul amri berpindah kepada orang lain ; dan karenanya, kewajiban patuh menjadi gugur Menurut pengingkar sunnah sesuatu yang zhann sangkaan tidak dapat dijadikan hujjah, hadits pada umumnya berstatus zhann dan hanya sedikit saja yang berstatus qath’I, kalau agama didasarkan pada sesuatu yang zhann maka berarti agama berdiri diatas dasar yang tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi. Karenanya hadits atau sunnah bukan sumber ajaran agama Islam. Sumber ajaran Islam haruslah berstatus pasti qath’i saja yakni al-quran. [10] Yang dimaksud dengan argumen non naqli adalah argumen yang berupa ayat al qurán atau hadits. Walaupun sebagian dari argumen-argumen itu ada yang menyinggung sisi tertentu dari ayat al qurán ataupun hadits, namun karena yangdibahasnya bukan lah ayat ataupun matan haditsnya secara khusus, maka argumen-argumennya non naqli juga. Diantaranya: a. al qurán diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril dalam bahasa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan 4 bahasa arab mampu memahami al qurán secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits nabi. Dengan demikian hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán. b. Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena terpecah-pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits nabi jadi menurut para pengingkar sunnah hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam. c. Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata. d. Menurut dokter taufiq sidqi tiada satupun hadits nabi yang dicatat pada zaman nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi. e. Menurut pengingkar sunnah kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits dengan alasan pertama, dasar kritik sanad itu yang dalam ilmu hadits dikenal dengan ilmu jarh wa at-ta’dil baru muncul setelah satu setengah abad nabi wafat, dengan demikian, para periwayat generasi sahabat nabi, at-tabi’in dan atba’at-tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi. Kedua, seluruh sahabat nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama di nilai adil oleh para ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad keempat hijriyah. [11]

E. Bantahan Terhadap Kaum Inkar As-Sunnah