I. Tujuan
1. Praktikan mengetahui contoh-contoh senyawa organik yang memiliki gugus fungsional
2. Praktikan mengetahui macam gugus fungsi yang penting sebagai pembentuk senyawa organik
3. Praktikan memahami konsep dasar dari uji kualitatif gugus fungsional 4. Praktikan mengetahui proses oksidasi alkohol
5. Praktikan mengetahui proses pembentukan ester 6. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus hidroksil
7. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus fenol 8. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus karbonil
9. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus karboksil 10. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus amina
11. Praktikan mengetahui reagen yang digunakan untuk menguji gugus amida
II. Dasar Teori
Gugus fungsional dalam kimia organik adalah suatu kelompok gugus khusus pada atom dalam molekul-molekul, yang berperan dalam memberi karakteristik reaksi kimia
pada molekul tersebut baik karateristik fisis maupun karateristik kimiawi. Senyawa yang memiliki gugus fungsional yang sama memiliki reaksi kimia yang hampir sama atau mirip.
Macam-macam gugus fungsional yang penting sebagai pembentuk gugus organic seperti: gugus hidroksil, fenol, karbonil, karboksil, amina, dan amida Hart, 2003.
Gugus Hidroksil Gugus hidroksil adalah gugus fungsional -OH yang dapat digunakan sebagai
subsituen di sebuah senyawa organik. Molekul yang mengandung gugus hidroksil dikenal dengan sebutan alkohol. Alkohol adalah senyawa yang memiliki gugus hidroksil dalam
rantai hidrokarbon baik alkana ataupun alkena Hart, 2003. Senyawa lainnya yang mengandung gugus hidroksil adalah fenol. Fenol ArOH
ialah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatic. Gugus OH merupakan activator kuat dalam substitusi aromatic elektrofilik. Karena ikatan karbon sp2
lebih kuat daripada ikatan oleh karbon sp3, maka ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah diputuskan. Meskipun demikian, ikatan OH dalam fenol mudah putus. Fenol dengan
pKa=10, merupakan asam yang lebih kuat daripada lakohol atau air. Suatu fenoksida
mudah dibuat dengan mereaksikan suatu fenol dengan NaOH dalam air. Fenoksida berguna dalam pembuatan aril alkil eter Hart, 2003.
Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi karena pembentukan suatu gugus fungsional akan mengakibatkan dikorbankannya penstabilan aromatic. Namun, 1,4-dihidroksibenzena,
yang disebut hidrokuinon dapat dioksidasi menjadi kuinon. Oksidasi berlangsung dengan bahan oksidator yang sangat lembut, seperti Ag
+
atau Fe
3+
dan mudah balik Hart, 2003.
Gugus Karbonil Dalam kimia organik, gugus karbonil adalah sebuah gugus fungsi yang terdiri dari sebuah
atom karbon yang berikatan rangkap dengan sebuah atom oksigen: C=O. Istilah karbonil juga dapat merujuk pada karbon monoksida sebagai sebuah ligan pada senyawa anorganik
atau kompleks organologam misalnya nikel karbonil dimana dalam situasi ini, karbon berikatan rangkap tiga dengan oksigen C≡O Siswoyo, 2009.
Aldehida dan keton adalah dua dari sekian banyak kelompok senyawa organic yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton mempunyai 2 gugus alkil aril yang terikat pada
karbon karbonil, sedangkan aldehida mempunyai sekurang-kurangnya satu atom hydrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam suatu aldehida R dalam rumus di
bawah ini dapat berupa alkil, aril, atau hidrogen. Banyak aldehida dan keton mempunyai bau khas yang membedakannya umumnya aldehida berbau merangsang dan keton berbau
harum. Misalnya, trans-sinamaldehida adalah komponen utama minyak kayu manis dan enatiomer-enantiomer karbon yang menimbulkan bau jintan dan tumbuhan permen
Fessenden, 1992. Dalam system IUPAC, nama suatu aldehida diturunkan dari nama alkana induknya
dengan mengubah huruf akhir-a menjadi –al. Tak diperlukan nomor; gugus –CHO selalu memiliki nomor 1 untuk karbonnya. Berbeda dari itu, keton diberi nama dengan mengubah
–a alkana menjad –on dan biasanya perlu digunakan nomor. Baik aldehida dan keton, nama trivialnya lazim digunakan secara luas di dunia perdagangan. Aldehida diberi nama
menurut asam karboksilat induknya dengan mengubah akhiran asam –oat atau asam –at menjadi akhiran aldehida Fessenden, 1992.
Gugus Karboksil Gugus karboksil adalah gugus aldehida yang ikatan dengan atom H nya digantikan
dengan gugus OH. Gugus karboksil biasanya dilambangkan dengan –COO–. Contoh senyawa organic yang dibentuk dari gugus karboksil adalah asam karboksilat. Asam
karboksilat mengandung gugus pergi yang terikat pada karbon asil, sedangkan aldehida
dan keton tidak. Biasanya reagensia mengadisi pada gugus karbonil dari keton dan aldehida, tetapi mensubstitusi untuk gugus pergi tersebut dalam derivat asam Fessenden,
1992. Senyawa karboksilat memiliki beberapa turunan, salah satu yang terkenal contohnya
adalah ester. Ester adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi esterifikasi dari alkohol dan asam karboksilat dalam lingkungan asam. Ester merupakan salah satu dari kelas-kelas
senyawa organic yang berguna, dapat diubah menjadi anekaragam senyawa lain. Ester lazim dijumpai dalam alam. Lemak dan lilin adalah ester. Ester juga digunakan untuk
polimer sintetik; dakron misalnya, adalah suatu poliester Fessenden, 1992. Ester atsiri menyebabkan aroma yang sedap dalam banyak buah dan parfum. Citarasa
buah alamiah merupakan ramuan rumit bermacam-macam ester bersama dengan senyawa organic lain. Citarasa buah sintetik biasanya hanya merupakan ramuan sederhana dari
beberapa ester dengan beberapa zat lain; oleh karena itu, citarasa sintetik jarang dapat menyamai citarasa alamiah yang sesungguhnya Hart, 2003.
Nama suatu ester disusun dari dua kata, dimana kata pertama ialah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ster dan kata kedua berasal dari nama asam karboksilatnya,
dengan membuang kata asam. Nama ester mirip dengan garam karboksilat. Esterifikasi alkohol dengan suatu alkohol merupakan reaksi reversible. Bila asam karboksilat
diesterkan, digunakan alkohol berlebih. Untuk membuat reaksi kebalikannya – yakni hidrolisis berkataliskan asam dari ester menjadi asam karboksilat digunakan air berlebihan
Hart, 2003.
Gugus Amina Amina merupakan senyawa organik yang mengandung atom-atom nitrogen trivalen,
yang terikat pada suatu atom karbon atau lebih. Rumus molekul yang memungkinkan adalah RNH
2
, R
2
NH, dan R
3
N. Amina tersebar luas dalam tumbuhan dan hewan, dan banyak amina mempunyai keaktivan faali. Misalnya, dua stimulant alamiah tubuh dari
system syarat simpatetik adalah norepinafrina dan epinafrina. Amina dapat dikelompokkan sebagai primer, sekunder, dan tersier, menurut banyaknya substituent alkil atau aril yang
terikat pada nitrogen Siswoyo, 2009.
Gugus Amida Suatu amida adalah suatu senyawa yang mempunyai suatu nitrogen trivalent yang
terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama dari nama asam karboksilat
induknya, dengan mengubah imbuhan asam –oat menjadi –amida. Amida dengan substituent alkil pada nitrogen diberi tambahan N-alkil di depan namanya, dengan N
merujuk pada atom nitrogen. Amida disentesis dari derivate asam karboksilat dan ammonia atau amina yang sesuai Fessenden, 1992
Suatu amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang electron menyendiri dalam suatu orbital terisi. Cukup masuk akal untuk mengharapkan amida bereaksi dengan
asam, seperti amina; namun amida tidak bereaksi dengan asam. Amida merupakan basa sangat lemah dengan pK
b
bernilai 15-16. Struktur-struktur resonansi untuk suatu amida menunjukkan mengapa nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun nukleofilik
Fessenden, 1992. Seperti ester, amida dapat dihidrolisis dalam larutan asam ataupun basa. Dalam
kedua hal ini, asam dan basa adalah pereaksim bukan katalis, dan harus digunakan dengan angka banding molar 1:1, atau berlebih. Kedua macam reaksi hidrolisis baik di dalam asam
ataupun basa tidak reversibel. Hidrolisis suatu amida dalam larutan asam berlangsung dalam suatu cara yang serupa dengan hidrolisis suatu ester. Oksigen karbonil diprotonasi,
karbon karbonil diserang oleh H2O, proton diserah terimakan, dan suatu amina dibuang. Amina ini kemudian bereaksi dengan H+ dan menghasilkan garam amina. Pembentukan
garam amina menjelaskan mengapa H+ dalam reaksi asam bersifat pereaksi, dan reaksi dalam basa menjelaskan mengapa reaksi kebalikannya tidak terjadi Fessenden, 1992.
III. Alat dan Bahan