Hasil dari pengamatan ruang kelas, kinerja siswa telah disajikan dalam bentuk analisis grafis. Hasilnya menunjukkan peningkatan peserta didik dalam
keterampilan berbicara melalui bermain peran dan bagaimana sikap positif guru lebih membantu untuk keterampilan berbicara mereka. Dari respon kuesioner
siswa telah menjadi jelas bahwa role play telah secara antusias diterima oleh siswa karena menantang kreativitas dan kemampuan mereka untuk berpikir kritis,
yang memungkinkan mereka untuk berbicara lebih logis dan percaya diri dalam kelas.
Hasil wawancara kelompok menunjukkan kelebihan dan kekurangan kinerja siswa saat melakukan permainan peran dalam kelompok-kelompok di dalam kelas dan
juga membantu siswa untuk mengatasi hambatan ketika datang untuk berbicara di depan orang lain. Melalui observasi kelas, guru mengidentifikasi kemampuan
siswa untuk beradaptasi dengan faktor-faktor situasional dan juga mengukur kelancaran dan penggunaan bahasa yang akurat dengan merekam penampilan
mereka mereka . Guru juga mencatat kemajuan bertahap siswa untuk pengembangan lebih lanjut dari keterampilan berbicara dan mengetengahkan
bagaimana menguntungkannya bila melakukan role play di kelas besar.
Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Liu 2010. Menurutnya, bahasa Inggris sebagai alat komunikasi telah memainkan bagian penting dalam
memperoleh budaya , ilmiah dan teknis pengetahuan, untuk mengumpulkan informasi di seluruh dunia dan melakukan pertukaran dan kerja sama
internasional, meningkatkan tingkat bahasa Inggris lisan mahasiswa telah menjadi lebih dan lebih penting.
Berdasarkan teori motivasi Mayer dan keuntungan dari bermain peran pada aspek membangkitkan motivasi belajar, penelitiannya tidak hanya mengeksplorasi
beberapa teori metode pengajaran komunikatif, tetapi juga membuktikan pentingnya motivasi belajar. Dua jenis kegiatan pengajaran bahasa Inggris untuk
kelas bahasa Inggris lisan dirancang yang merupakan tes bahasa Inggris lisan dan kegiatan bermain peran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangkitkan
motivasi mahasiswa dalam berbahasa Inggris dan hipotesis proyek ini adalah bahwa dengan menggunakan aktivitas bermain peran lebih efektif dalam
membangkitkan motivasi mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris daripada menggunakan tes bahasa Inggris lisan.
Peneliti membagi siswa yang merupakan mahasiswa dari Beijing City University menjadi dua kelompok: kelompok sasaran dan kelompok kontrol. Dan peneliti
melakukan penelitian dengan menggunakan catatan observasi, kuesioner dan metode pengumpulan data wawancara. Melalui penelitian empat minggu , itu
adalah membuktikan bahwa siswa di Kelompok Sasaran yang menggunakan aktivitas bermain peran menjadi lebih tertarik dalam berbicara bahasa Inggris
daripada siswa di Kelompok Kontrol yang menggunakan tes bahasa Inggris lisan . Jadi dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa di universitas Cina ini, para guru
dapat menggunakan beberapa kegiatan kelas komunikatif seperti bermain peran untuk membangkitkan motivasi berbicara bahasa Inggris siswa. Ada juga
beberapa keterbatasan dari penelitian ini misalnya, karena ukuran sampel kecil, hasilnya mungkin tidak khas, dan saat penelitian itu terlalu pendek , jadi mungkin
ada beberapa data yang tidak stabil
Penelitian lainnya dilakukan oleh Rahimy dan Safarpour 2012. Penelitian ini meneliti efek dari bermain peran sebagai kegiatan kelas pada keterampilan
berbicara siswa EFL di Iran . Penelitian ini mencoba untuk menentukan apakah ada atau tidaknya peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan
aktivitas bermain peran di kelas berbicara dan apakah lebih dapat diterima pada siswa EFL Iran pada tingkat menengah. Untuk menjawab pertanyaan ini, 60
pelajar bahasa intermediate di Institut Bahasa Shokouh di Bandar Anzali dipilih secara acak melalui pemberian sebuah OPT pada 100 pelajar bahasa. Kemudian,
mereka dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kontrol. Sebuah pre-test berbicara terdiri dari 10 pertanyaan diberikan kepada kedua kelompok, dan
peserta diminta untuk menjawab secara lisan. Kelompok eksperimen diajarkan berbicara sebagai pengganti kegiatan bermain peran yang ditargetkan sedangkan
kelompok kontrol diajarkan berbicara dengan metode yang ada . Setelah lima sesi perlakuan, post-test berbicara diberikan di mana peserta di kedua kelompok
diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan posttest.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa role-playing tampaknya memberikan semacam lingkungan yang menyenangkan bagi peserta didik untuk berkembang
masuk. Alasan ini menyebabkan perhatian yang lebih baik dalam belajar dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan bermain peran. Dalam
kegiatan bermain peran, siswa mengambil identitas baru dan belajar menggunakan bahasa asing untuk setiap komunikasi. Sebagai perspektif masa depan tentang
penelitian ini, peneliti menyarankan untuk memperluas ruang lingkup penelitian ini dari tiga kelas peserta menengah terbatas pada kelas yang lebih tinggi dengan
berbagai tingkat kemahiran bahasa. Selain itu , percobaan dapat direplikasi ke wilayah geografis yang berbeda, lembaga dan situasi linguistik. Bahasa Inggris
bukan satu-satunya bahasa yang bisa diteliti dan penelitian ini bisa juga diimplementasikan. Penelitian ini dapat diulang di seluruh jenis kelamin pria dan
wanita dalam hal peserta siswa dan guru peserta. Selain itu, ukuran sampel dalam penelitian ini n = 60 dapat diubah menjadi ukuran yang lebih besar dari
peserta EFL Iran no-Iran untuk mengetahui apakah hasilnya bisa sama atau tidak. Akhirnya, peneliti menyatakan bahwa akan sangat membantu jika guru ,
saat melakukan tugas role-play dalam mengajar berbicara, berbicara tentang berbagai topik termasuk karakteristik manusia.
Dari penelitian-penelitian yang sudah dipaparkan di atas, jelas sekali bahwa penerapan metode role play menghasilkan tidak hanya peningkatan hasil belajar
siswa tetapi juga keaktifan dan juga motivasi siswa dalam proses kegiatan pembelajaran. Penelitian ini menjadi sangat penting karena mengembangkan
kemampuan speaking siswa dengan menggunakan tekx berbentuk narrative sebagai media utama untuk meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam belajar
bahasa yang langsung dipraktikan dalam kegiatan nyata berupa bermain peran yang cuplikan naskah dramanya langsung diambil dari cuplikan-cuplikan dialog
cerita naratif yang sebelumnya jarang dilakukan oleh para peneliti lainnya. Peniliti
berharap dari PTK yang akan dilaksanakan ini, tidak hanya hasil akhir yang baik yang ingin diperoleh, namun juga proses yang baik, aktif dan kreatif. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang sudah disebutkan sebelumnya adalah penggunaan metode role play dalam proses pembelajaran guna meningkatkan
kemampuan speaking siswa pada narrative text.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi metode penelitian yang dilaksanakan, mulai dari penentuan jenis, tempat dan waktu, serta subjek penelitian hingga penentuan indikator
keberhasilannya. Selain itu juga dijelaskan mengenai rancangan penelitian, pelaksanaan penelitian, instrumen yang akan digunakan, teknik pengumpulan data
dan teknik pengolahan datanya.
3.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode penelitian tindakan. Karena ruang lingkupnya adalah pembelajaran di sekolah yang
dilaksanakan guru di dalam kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan Kelas PTK atau Classroom Action Reasearch CAR. PTK merupakan suatu
jenis penelitian yang dilakukan guru untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelasnya. Menurut Arikunto 2002: 3, PTK merupakan paparan gabungan
definisi dari tiga kata, penelitian, tindakan, dan kelas.
Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi
peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periodesiklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam
waktu yang sama dan tempat yang sama menerima materi yang sama dari seorang guru yang sama.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart 1989: 5 meliputi empat tahapan yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas ini bercirikan adanya perubahan yang terus menerus. Penelitian ini berakhir apabila
indikator yang telah ditentukan dapat tercapai atau sudah mencapai tingkat kejenuhan dimana hasil hanya bergeser sedikit atau tidak berubah sama sekali.
Prosedur yang dipakai dalam penelitian ini yaitu berbentuk siklus. Setiap siklus terbagi menjadi empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
observasi, dan tahap refleksi.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMAN 1 Kotabumi Kabupaten Lampung Utara. Lokasi SMAN 1 Kotabumi berada di Jalan Ganesha No. 5A
Tanjung Aman Kotabumi, Lampung Utara. SMAN 1 Kotabumi memiliki 23 kelas yang terdiri dari: 1 kelas X dengan rombongan belajar rombel berjumlah 8
kelas, 2 kelas XI dengan rombel berjumlah 8 kelas, dan 3 kelas XII dengan
rombel berjumlah 7 kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas X IPA 1 dan X IPA 2 pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 20132014.
3.3. Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 2 pada SMAN 1 Kotabumi Tahun Pelajaran 20132014 yang masing-masing kelas terdiri dari 37
siswa. Penelitian ini menekankan pada proses maupun produk. Kelas yang digunakan untuk penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 2. Para
siswa memiliki kemampuan awal yang sama dan proses pembelajaran belum berjalan dengan baik.
Peneliti akan bertindak sebagai pelaku tindakan, dan akan dibantu oleh dua orang dosen bahasa Inggris yang bertindak sebagai mitra penelitian ini.
Kedua mitra ini akan membantu peneliti dalam mengamati proses pembelajaran di dalam kelas
mengenai kekurangan maupun proses pembelajaran yang sudah baik. Hasil pengamatan dan data-data serta hasil diskusi sangat penting karena menjadi
pijakan melakukan siklus berikutnya.
3.4. Lama Tindakan dan Indikator Keberhasilan
Setiap tindakan yang akan dilakukan pada satu kelas berlangsung selama 4 x 45 menit yang terdiri dari dua pertemuan masing-masing 2 x 45 menit. Jadi, lamanya
tindakan yang dilakukan terhadap dua kelas yang menjadi subjek penelitian ini
sebanyak 12 kali pertemuan dengan enam pertemuan pada masing-masing kelas pada jam pembelajaran formal.
Indikator keberhasilan pada penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada dua aspek, yaitu: aspek proses dan produk. Aspek proses menekankan pada proses
pembelajaran dengan menggunakan metode role-play dan aspek produk yang menekankan pada peningkatan kemampuan speaking hasil belajar siswa teks
berbentuk NarrativeText dengan menggunakan metode role play. Penelitian ini akan dikatakan berhasil bila penampilan guru dalam menerapkan pembelajaran
dengan baik menggunakan metode demonstrasi dan siswa aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.
Indikator keberhasilan guru dalam menerapkan metode demonstrasi ini dapat dinilai dari aspek-aspek pengamatan yang terdapat pada APKG 1, terkait dengan
perencanaan pembelajaran, dan APKG 2, terkait dengan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Indikator tercapai apabila kedua mencapai kategori
sangat baik. Sementara indikator peningkatan aktifitas siswa yang diamati adalah bagaimana siswa mengikuti setiap tahapan kegiatan pembelajaran dengan baik.
Terdapat tujuh aspek keaktifan siswa yang diamati dalam penelitian ini. Indikator tercapai apabila siswa yang aktif dalam proses pembelajaran mencapai 81-
100.
Peningkatan kemampuan siswa dalam berbicara dianggap sebagai data produknya, diambil melalui produk berbicara yang dihasilkan pada setiap siklus
pembelajaran narrative text dengan menggunakan metode role play. Indikator tercapai apabila 75 atau lebih siswa mencapai nilai minimal 73.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian tindakan dihentikan apabila telah tercapai indikator-indikator keberhasilan sebagai berikut:
1. meningkatnya kemampuan guru dalam proses pembelajaran;
2. meningkatnya aktivitas siswa pada tiap siklus;
3. terjadi peningkatan kemampuan berbicara siswa pada materi Narrative Text
yang ditandai dengan tingkat ketuntasan belajar siswa dapat mencapai 75 atau lebih.
3.5. Definisi Konseptual dan Operasional
Dalam sub bab ini, peneliti menjabarkan definisi konseptual dan definisi operasional terkait dengan variabel-variabel penelitian.
3.5.1. Definisi Konseptual
Definisi konseptual dalam penelitian ini meliputi definisi konseptual mengenai RPP, Proses Pembelajaran, Sistem Evaluasi Pembelajaran, dan Prestasi Belajar.
3.5.1.1.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP
RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran yang dibuat oleh guru yang merupakan penjabaran dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
siswa dalam upaya mencapai KD. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif.
Komponen-komponen penting yang ada dalam rencana pembelajaran meliputi: Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD, hasil belajar,
indikator pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan
evaluasi.
3.5.1.2.Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah suatu interaksi yang dinamis antara guru yang melaksanakan tugas mengajar dengan siswa yang melaksanakan kegiatan
belajar, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003 Pasal 1 yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses interaksi ini sangat penting dalam kelangsungan proses pembelajaran, karena dalam proses pembelajaran, guru
menyampaikan suatu pesan berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan etika kepada para siswa melalui proses interaksi. Faktor utama yang
mempengaruhi lingkungan belajar adalah perilaku guru. Guru hendaknya
memanipulasi lingkungan belajar bagi siswanya sedemikian rupa dengan menerapkan metode, teknik, dan pemanfaatan media yang sesuai dengan
karakter dan kebutuhan siswa secara maksimal sehingga siswa dapat mengerjakan tugasnya secara maksimal juga.
3.5.1.3.Sistem Evaluasi Pembelajaran
Sistem evaluasi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisa, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan. Tujuannya adalah mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan, dikembangkan di sekolah, dapat
dihayati, diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran
untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran.
3.5.1.4.Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan mengingat dan memecahkan masalah berdasarkan apa yang telah dipelajari siswa. Artinya hal ini mencakup
keterampilan intelektual yang merupakan salah satu tugas dari kegiatan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian prestasi