40 e. Nilai akhir, yaitu manfaat yang didapat dari pelatihan terutama untuk
organisasi, tetapi juga untuk individu. f. Ada beberapa cara untuk menilai hasil akhir pelatihan, yaitu:
g. Kuesioner sebelum dan sesudah pelatihan untuk mengetahui peningkatan pengetahun.
h. Melakukan observasi terhadap peserta pelatihan pada saat mereka dalam memberikan reaksi terhadap pelatihan.
i. Menguji segala sesuatu termasuk kemungkinan penggunaan pusat pengembangan.
j. Mewawancarai peserta pelatihan. k. Mengukur perubahan dalam kinerja, terutama pada aplikasinya pada
pekerjaannya dibandingkan dengan target yang sudah ditetapkan sebagai bagian dari proses menjamin kinerja.
Dari tinjauan tentang pelatihan, pengembangan ini merupakan bagian dari langkah sistematis sebuah pelatihan bagi sumber daya manusia masyarakat
Yogyakarta yang bergerak pada kelompok atau organisasi yang memberi perhatian pada persoalan seputar kehidupan berkeluarga.
C. Fasilitator Keluarga
Dalam konajar pembelajaran, istilah fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa andragogi, khususnya dalam
lingkungan pendidikan nonformal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas peserta belajar, belakangan ini di
Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal
41 di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi
belajar mengajar. Wina Sanjaya, 2008:201 menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru
berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan peserta belajar dalam kegiatan proses pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator membawa
konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-peserta belajar, yang semula lebih bers
ifat “topdown” ke hubungan kemitraan. Lebih lanjut Wina Sanjaya menegaskan bahwa hubungan kemitraan antara guru dengan peserta belajar, guru
bertindak sebagai pendamping belajar para peserta belajarnya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan.
Sementara Dalam literatur pekerjaan sosial, Huvat, 2015:87 mengemukanan bahwa
peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” enabler. Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Seperti dinyatakan Parsons,
Jorgensen dan Hernandez 1994:188 , “The traditional role of enabler in social
work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.” Selanjutnya Barker 1987 memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai
tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Lebih lanjut Huvat, 2015:87 memaparkan bahwa sebagai seorang “fasilitator”, pendamping harus mampu memfasilitasi terjadinya proses dinamis
dalam pengembangan masyarakat menuju pada perubahan yang lebih baik. Dalam perannya inilah seorang pendamping sering disebut sebagai process provider.
Sebagai process provider seorang pendamping harus mampu memberikan motivasi
42 motivator kepada kelompok masyarakat yang putus asa, pasrah,
“nrimo”, bahkan pesimis dan apatis supaya menjadi lebih bersemangat dan berpengharapan untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Ada kalanya kelompok masyarakat mengalami stagnasi dan pasif, untuk itu pendamping harus mampu mendinamisasi
dinamisator supaya proses transformasi dan pemberdayaan terjadi secara berdaya guna sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Lebih lanjut Huvat menegaskan bahwa pendamping juga harus mampu memfasilitasi kebutuhan kelompok dalam hubungannya dengan pihak luar. Baik
dalam hal menemukan akses sumberdaya, pasar, maupun dalam mempromosikan kelompok agar mendapatkan pengakuan dari pihak luar. Dalam hal ini peran
melakukan mediasi atau sebagai mediator bridging. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitator keluarga merupakan
pendamping belajar bagi peserta belajar yang mendudukkan dirinya secara sejajar dengan peserta. Pada sisi berikutnya fasilitator memiliki peran membantu
mengatasi kesulitan belajar serta menciptakan proses dinamis ke arah perubahan yang lebih baik pada diri peserta belajar.
Sehingga dalam konajar keluarga, fasilitator keluarga merupakan pendamping sekaligus mitra bagi keluarga yang memiliki fungsi sebagai motivator, mediator,
dinamisator, serta membantu mengatasi masalah keluarga dalam rangka mewujudkan tujuan berkeluarga.
43
D. Pranikah dalam Tinjauan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa