HUBUNGAN PENERAPAN METODE BERCERITA DENGAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN METODE BERCERITA DENGAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI

Oleh

DWI MARLIAWITA

Masalah dalam penelitian ini adalah belum berkembangnya kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subyek penelitian ini adalah siswa TK Mutiara Bangsaku kelompok A Bandar Lampung tahun ajaran 2014-2015. Pengumpulan data primer menggunakan metode observasi dan pengumpulan data sekunder dengan metode dokumentasi. Hasil penelitian dianalisis dengan Korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Oleh sebab itu hendaknya penggunaan metode bercerita dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di PAUD, terutama dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa.

Kata kunci : Metode Bercerita, Kemampuan Mengungkapkan Bahasa, Anak Usia Dini


(2)

ABSTRACT

RELATED APPLICATION METHOD STORYTELLING WITH ABILITY TO RAISE LANGUAGE EARLY CHILDHOOD

By

DWI MARLIAWITA

Problems in this study are not yet developed the ability to express language in early childhood. This study aims to determine the relationship between the application of the method to tell by the ability to express language in early childhood. This research is a quantitative correlation method. The subjects of this study were students kindergarten Mutiara Bangsaku A group of Bandar Lampung 2014-2015 school year. Primary data collection using the method of observation and secondary data collection methods of documentation. Results were analyzed with Spearman Rank Correlation. The results showed that there was a positive relationship between the application of the method to tell by the ability to express language in early childhood. Therefore, should the use of storytelling can be used as an alternative to learning in early childhood education, especially in developing the ability to express language.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Marliawita lahir di Teluk Betung pada 2 Maret 1994, sebagai anak tunggal, dari Bapak Wardianto Lukman dan Ibu Siti Zanawiyah. Pendidikan penulis dimulai dari TK Widya Karya yang diselesaikan tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1 Sukabumi Indah Kecamatan Sukabumi Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Perintis 1 Bandar Lampung hingga selesai pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa angkatan pertama Program Studi Pendidikan Guru - Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung melalui jalur lokal. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP). Pada tahun 2012-2014 penulis menerima beasiswa PPA.


(7)

MOTO

“ Setiap orang adalah murid sekaligus guru. Pandai-pandailah kita memetik pelajaran dari setiap orang dan setiap kejadian “

(Ipho Santosa)

“ Semangat adalah sebetulnya kepingan-kepingan bara kemauan yang kita sisipkan pada setiap celah dalam kerja keras kita, untuk mencegah masuknya

kemalasan dan penundaan “ (Dwi Marliawita)


(8)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada program studi PG-PAUD di Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Ibu Ari Sofia, M. Psi., selaku Ketua Program Studi S1 PG-PAUD Universitas Lampung

4. Ibu Dra. Sasmiati, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, membantu, serta memberikan saran guna kelancaran skripsi ini.

5. Bapak Drs. Baharuddin, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah bersedia memberi bimbingan, saran, kritik, dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak Dr. Riswandi, M. Pd., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada saat seminar. 7. Seluruh Staf pengajar PG-PAUD FKIP Universitas Lampung, yang telah


(9)

8. Ibu Salyanti, S. Pd., selaku Kepala Sekolah beserta seluruh pengajar dan staf tata usaha TK Mutiara Bangsaku, Kecamatan Langkapura, Bandar Lampung yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Keluarga tercinta yang telah memberikan nasihat, pengertian, semangat, kesabaran, dukungan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan sripsi serta kasih sayang dan do’a yang selalu dihaturkan demi kesuksesan penulis.

10. Sepupuku Vania Albetinsa yang selalu menemaniku lembur disaat menyelesaikan skripsi ini.

11. Martian Sugiarto yang tak henti-hentinya memberikan semangat, dukungan dan motivasi tersendiri kepadaku. Terimakasih telah mendengarkan keluh kesahku selama pembuatan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat tercintaku Wahyu Tri Aprilia, Sulistiana Kartika, Nurul Kartika Setiana, Atika Sari dan Adzani Novita Amalia Rani terimakasih telah menjadi sahabat terbaikku selama kuliah semoga tali silahturahmi kita tetap terjaga selamanya.

13. Teman-teman seperjuanganku mahasiswa PG-PAUD angkatan 2011 kelas A dan B, yang telah sama-sama berusaha dari awal sampai akhir, terimakasih telah memberikan warna baru dalam kehidupanku.

14. Teman-teman KKN dan PPL (DPR, nurul, handis, mb fitri, arfian, gandi, sela, aulia, mb diana) terimakasih telah menjadi keluarga kecilku dinegeri dingin.


(10)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap agar skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 3 Juni 2015 Penulis,


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Metode Bercerita ... 33

2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 33

3 Keterlibatan Penerapan Metode Bercerita ... 35

4 Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 36

5 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 37

6 Data Fasilitas Di TK Mutiara Bangsaku ... 40

7 Data Tenaga Kependidikan TK Mutiara Bangsaku ... 41

8 Distribusi Frekuensi Penerapan Metode Bercerita... 41

9 Distribusi Frekuensi Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Pada Anak ... 43

10 Tabel Silang Persentase Silang Penerapan Metode Bercerita Terhadap Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Pada Anak ... 44


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Kisi-Kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur

Metode Bercerita ... 54

2 Kisi-Kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak ... 55

3 Lembar Observasi Metode Bercerita... 57

4 Lembar Observasi Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak ... 58

5 RKH ... 59

6 RKH ... 63

7 RKH ... 69

8 RKH ... 73

9 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 77

10 Rekapitulasi Hasil Penilaian Penerapan Metode Bercerita ... 79

11 Tabel Penolong Untuk Menghitung Korelasi Spearman Rank ... 81

12 Surat Izin Pra Penelitian ... 82

13 Surat Izin Penelitian ... 83

14 Surat Balasan Izin Penelitian ... 84

15 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 85


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Kerangka Berfikir... 27 2 Grafik Penerapan Metode Bercerita ... 42 3 Grafik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

JUDUL ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

II. KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Hakikat Metode Bercerita ... 8

1. Tujuan Metode Bercerita ... 10

2. Fungsi Metode Bercerita ... 11

3. Manfaat Metode Bercerita ... 11

4. Macam-macam Metode Bercerita ... 12

5. Bentuk-bentuk Metode Bercerita ... 13

B. . Kemampuan Berbahasa ... 14

1. Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 15

2. Tahap Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 17

3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 19

4. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini ... 20

5. Karakteristik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini ... 21

6. Prinsip Pengembangan Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini ... 22


(15)

C. Kerangka Berfikir ... 26

D. Hipotesis ... 27

III. METEDOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Prosedur Penelitian ... 28

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

E. Teknik Pengumpulan Data ... 29

F. Definisi Konseptual dan Oprasional Variabel ... 30

1. Definisi Konseptual ... 30

2. Definisi Oprasional ... 31

G. Instrumen Penelitian ... 33

H. Teknik Analisis Data ... 34

1 Analisis Tabel ... 34

2. Analisis Uji Hipotesis ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... 38

1. Sejarah Singkat TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung ... 38

2. Visi Dan Misi ... 39

3. Situasi Dan Kondisi ... 40

4. Data Penelitian ... 41

a. Data Penerapan Metode Bercerita ... 41

b. Data Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak ... 42

5. Analisis Data ... 44

a. Analisis Tabel Silang ... 44

b. Uji Hipotesis ... 45

B. Pembahasan Penelitian ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1Kesimpulan ... 49

5.2Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu usaha dalam menjawab permasalahan serta berbagai tantangan yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia pendidikan memiliki tujuan yang sangat penting, seperti yang tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 20 yang menjelaskan bahwa :

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.

Selanjutnya menurut Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Bab 1, pasal 1, butir 14, tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan

Bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Usia ini disebut dengan usia emas (golden age) yang merupakan masa peka dan hanya datang sekali. Masa peka adalah suatu masa yang menuntut pengembangan


(17)

seluruh aspek perkembangan yang sesuai dengan tahapan usia anak agar dapat terstimulus secara baik, aspek-aspek yang harus dikembangkan adalah nilai dan moral agama, kognitif, fisik motorik, sosial emosional serta bahasa. Hal ini penting bagi anak karena dengan menggembangkan kemampuan tersebut akan mempermudah anak untuk melanjutkan ketahap pendidikan selanjutnya.

Salah satu dari kemampuan yang harus dikembangkan oleh anak adalah bahasa, karena kemampuan berbahasa merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh manusia terutama bagi anak. Dengan bahasa seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Selain itu bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak menjalin hubungan dengan orang lain.

Dalam Depdiknas (2007:1) dijelaskan bahwa kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai tahap perkembangannya.

Anak usia dini berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Jamaris (2004:27) menjelaskan bahwa pada fase ini anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut kemampuan berbahasa pada anak usia 4-5 tahun mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.58 Tahun 2009 meliputi 3 lingkup perkembangan yaitu menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan.


(18)

pencapaian perkembangan anak yang harus dicapai yaitu mengulangi kalimat sederhana, mengutarakan pendapat kepada orang lain, menjawab pertanyaan sederhana, mengungkapkan perasaan dengan kata sifat, menyebutkan kata-kata yang dikenal, menyatakan alasan terhadap sesuatu dan dapat menceritakan kembali sesuatu yang diperdengarkan. Maka dari itu sebagai seorang guru harus mampu menstimulasi kemampuan anak dalam mengungkapkan bahasa secara optimal.

Namun berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di TK Mutiara Bangsaku kelompok A yang terdiri dari usia 4-5 tahun. Dapat dikatakan bahwa kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia 4-5 tahun belum berkembang secara optimal. Rendahnya kemampuan tersebut dapat terlihat dari sebagian besar anak di kelas belum mampu mengulangi kalimat sederhana yang diberikan guru, banyak anak belum berani mengutarakan pendapatnya kepada orang lain, anak masih terlihat malu-malu ketika menjawab pertanyaan sederhana yang guru berikan, dan lebih dari sebagian anak di kelas belum berani ketika diminta untuk menceritakan kembali sesuatu peristiwa atau kejadian.

Kondisi tersebut nampak pembelajaran yang terjadi di kelas masih mengedepankan kegiatan Calistung yang tidak sesuai dengan kebutuhan Pendidikan anak usia dini dimana pembelajaran yang seharusnya dilakukan yaitu melalui bermain, akibatnya anak tidak fokus dalam pembelajaran, pembelajaran yang dilakukan masih monoton sehingga anak lebih cepat merasa jenuh dan bosan. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu kurangnya media pembelajaran yang


(19)

dapat mendukung kemampuan mengungkapkan bahasa, hal ini menyebabkan anak tidak termotivasi untuk belajar secara aktif, kreatif dan menyenangkan.

Metode pembelajaran ialah suatu cara atau sistem yang digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan agar anak didik dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik, tujuan pembelajaran dan kebutuhan anak usia dini. Dari beberapa metode atau kegiatan yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa salah satunya yaitu dengan penggunaan metode bercerita. Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Pendidikan Anak Usia Dini.

Dengan penerapan metode bercerita diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak. Melalui sebuah penelitian diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan yang kerap dihadapi di masyarakat maupun di lembaga anak usia dini terkait dengan kegiatan pembelajaran atau stimulasi berbahasa bagi anak usia dini.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka diperolehlah identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Pembelajaran yang dilakukan masih monoton.

2. Sebagian anak belum berani dalam mengutarakan pendapatnya kepada orang lain.


(20)

mengungkapkan bahasa anak usia dini.

4. Kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak belum berkembang secara optimal.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka perlu adanya pembatasan masalah, maka peneliti membatasi masalah yaitu sebagai berikut :

1. Kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak belum berkembang secara optimal

2. Subjek penelitian terfokus pada anak usia 4-5 tahun

3. Penelitian dilakukan di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung

4. Penelitian berlangsung pada semester genap tahun pelajaran 2014-2015

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung ?


(21)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki 2 manfaat yaitu manfaat teoritis dan praktis.

1. Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berkontribusi dalam pengembangan bahasa terutama pada kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi Anak

Mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia usia dini.

b. Bagi Guru

Dengan penggunaan metode bercerita guru diharapkan dapat menggunakan metode ini sebagai salah satu rujukan untuk proses pembelajaran dikelas.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi positif kepada lembaga penyelenggara pendidikan.


(22)

Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam melakukan penelitian pendidikan, khususnya tentang penerapan metode bercerita terhadap kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.


(23)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Metode Bercerita

Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan hal ini dikemukakan oleh Fadillah (2012:161). Metode pembelajaran ialah suatu cara atau sistem yang digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan agar anak didik dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu.

Dalam pendidikan penggunaan metode pembelajaran sangat diperlukan, sebab dapat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Terkait Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), ada beberapa metode yang dapat diterapkan dan digunakan dalam proses pembelajaran. Metode-metode ini sudah disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik anak usia dini. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode bercerita

Bercerita menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian disekelilingnya. Berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan


(24)

diperoleh.

Tarigan (1981:35) menyatakan bahwa cerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian atau makna dengan jelas. Dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan suatu informasi kepada orang lain.

Tokoh lain berpendapat bercerita adalah sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain menurut Bachtiar (2005:10). Sedangkan metode bercerita merupakan salah satu pemberian rangsangan pengalaman belajar bagi anak usia dini dengan membawakan cerita secara lisan.

Menurut Moeslichatoen (2004:157), bahwa metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakanpun harus menarik dan mengundang perhatian tetapi tidak terlepas dari tujuan pembelajaran anak usia dini.

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di PAUD metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberi keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai aspek pada anak.

Pendapat lain dikemukakan oleh Fadlillah (2012:172), metode bercerita ialah metode yang mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian kepada peserta didik. Kejadian atau peristiwa tersebut disampaikan melalui tutur kata, ungkapan dan mimik wajah yang unik. Metode bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara


(25)

bertutur yang membedakan antara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa metode bercerita adalah salah satu strategi pembelajaran dimana penyampaiannya melalui tutur kata secara lisan dengan menceritakan kisah atau suatu peristiwa dan informasi tanpa meninggalkan tujuan dari pembelajaran tersebut.

1. Tujuan Metode Bercerita

Kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberikan pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik.

Menurut Moeslichatoen (2004:170) tujuan kegiatan bercerita bagi anak adalah sebagai berikut :

a. Memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

b. Anak menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. c. Anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan

oleh orang lain.

d. Anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya. e. Anak dapat menjawab pertanyaan.

f. Anak dapat menceritakan dan mengekspresikan terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya,sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada orang lain.

Pendapat lain dikemukakan Abdul Aziz (2002:64), bahwa ada tujuan dari metode bercerita yaitu untuk menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan bercerita yang baik, menambah pengetahuan anak.

Berdasarkan uraian diatas maka metode bercerita bertujuan untuk melatih anak berkomunikasi dengan baik, mendengarkan apa yang disampaikan dengan


(26)

pengetahuan secara luas.

2. Fungsi Metode Bercerita

Metode bercerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pembelajaran yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami oleh anak.

Tampubolon (1991:50) menjelaskan bahwa bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah memberikan stimulasi pada aspek perkembangan anak.

Pendapat diatas menegaskan bahwa metode bercerita dapat membantu mengoptimalkan kemampuan mengungkapkan bahasa, dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai tahap perkembangannya, dan selanjutnya anak dapat mengekspresikan dirinya.

3. Manfaat Metode Bercerita

Metode bercerita dalam kegiatan pengajaran anak di TK mempunyai beberapa manfaat yang dikemukakan oleh Moeslichatoen (2004:168) tujuan pendidikan TK antara lain:

a. Dapat memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral, dan keagamaan.

b. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan.

c. Anak memperoleh bermacam informasi tentang pengetahuan, nilai dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(27)

d. Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor yang dimiliki oleh anak.

e. Melatih anak untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis, sehingga anak kreatif dalam melakukan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan apa yang didengar.

f. Kegiatan bercerita dapat memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik, serta dapat menggetarkan perasaan, membangkitkan semangat dan dan menimbulkan keasyikan tersendiri maka kegiatan bercerita memungkinkan mengembangkan dimensi perasaan anak.

g. Melatih daya serap anak h. Melatih daya pikir anak i. Melatih daya konsentrasi anak

Berdasarkan penjelasan tersebut ada banyak manfaat dari metode bercerita. Maka dari itu metode bercerita dijadikan salah satu referensi dalam pemilihan metode pembelajaran pada anak usia dini, karena banyak nilai positif yang terkandung.

4. Macam-Macam Metode Bercerita

Ada beberapa macam teknik bercerita yang dikemukakan oleh Moeslichatoen (2004:158-160) yang dapat dipergunakan antara lain sebagai berikut :

a. Membaca langsung dari buku cerita

b. Bercerita degan menggunakan ilustrasi gambar dari buku c. Menceritakan dongeng

d. Bercerita dengan menggunakan papan flannel e. Bercerita dengan menggunakan media boneka f. Dramatisasi suatu cerita

g. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan

Berdasarkan penjelasan tokoh tersebut, macam-macam metode bercerita dapat dijadikan salah satu pilihan, sehingga penggunaan metode ini tidak membosankan bagi anak.


(28)

Penggunaan metode bercerita di Pendidikan anak usia dini dapat disajikan dengan berbagai cara. Media pembelajaran yang digunakan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian materi pembelajaran.

Menurut Surtati dan Rejeki dalam Nurbiana (2009:6.12) media pendidikan dalam pengertian luas adalah semua benda, tindakan atau keadaan yang dengan sengaja diusahakan/diadakan untuk memenuhi kebutuhan anak usia dini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan sarana adalah merupakan media pendidikan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Salah satu sari sarana tersebut adalah alat peraga atau alat bermain.

Oleh karena itu metode bercerita dibagi menjadi 2 bentuk dalam penyajiannya agar anak tidak bosan dalam mendengarkan cerita dan juga lebih bervariatif.

Bentuk-bentuk metode bercerita tersebut terbagi dua, yaitu : a. Bercerita tanpa alat peraga

Bercerita tanpa alat peraga adalah bentuk cerita yang mengandalkan kemampuan pencerita dengan menggunakan mimik (ekspresi muka), pantomin (gerak tubuh), dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan dapat menghidupkan kembali dalam fantasi dan imajinasinya.

b. Bercerita dengan alat peraga

Bercerita dengan menggunakan alat peraga adalah bentuk bercerita yang mempergunakan alat peraga bantu untuk menghidupkan cerita. Fungsi alat peraga ini untuk menghidupkan fantasi dan imajenasi anak sehingga terarahsesuai dengan yang diharapkan si pencerita. Bentuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua, yaitu alat peraga langsung dan alat peraga tak langsung.


(29)

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa metode bercerita merupakan salah satu metode yang dilakukan dalam menyampaikan informasi, peristiwa atau kejadian secara lisan dengan membawakan cerita kepada anak tanpa meninggalkan tujuan dari pembelajaran tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode bercerita. Cerita yang disampaikan harus dikemas secara menarik sehingga dapat memberi kesempatan anak untuk bertanya dan menanggapi isi dari cerita tersebut.

B. Kemampuan Berbahasa

Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Seorang anak akan mudah mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain melalui komunikasi yang dilakukannya. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa.

Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui bahasa, komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.

Selanjutnya Badudu dalam Nurbiana (2005:1) berpendapat bahwa bahasa adalah alat penghubung atau merupakan komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan dan


(30)

serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang.

Bahasa merupakan alat berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Belajar bahasa yang sangat krusial terjadi pada anak sebelum enam tahun. Oleh karena itu, Pendidikan anak usia dini merupakan wahana yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak.

Dalam mengembangkan kemampuan tersebut hendaknya guru memperhatikan sifat-sifat kegiatan belajar PAUD yang berlangsung dengan cara-cara sederhana, kongkrit, dan kontekstual. Optimalisasi penguasaan kemampuan berbahasa ini tentunya akan sangat didukung dengan metode pembelajaran yang tepat sehingga apa yang diinginkan akan berkembang sesuai dengan perkembangan anak.

1. Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini

Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan kemampuan dasar di Pendidikan anak usia dini adalah pengembangan bahasa. Dalam Depdiknas (2007:1) dijelaskan bahwa kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang disiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

Bahasa merupakan landasan bagi seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat


(31)

mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. Pada aspek pengembangan bahasa, kompetensi dan hasil yang diharapkan adalah anak mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar dengan baik.

Anak usia dini berada dalam fase perkembangan bahasa ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan. Pemerolehan bahasa pada anak-anak memang merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan sangat menakjubkan, dimana kita bisa mengetahui bagaimana anak-anak berbicara, mengerti dan menggunakan bahasa tetapi sangat sedikit sekali yang kita ketahui adalah bahwa pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif dan sosial.

Jamaris (2004:27) menjelaskan bahwa pada tahap ini bahasa lisan sudah dapat digunakan anak sebagai alat berkomunikasi. Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa pada anak yang meliputi penggunaan kosa kata, sintak (tata bahasa), semantik (penggunaan kata sesuai tujuannya) dan fonem (bunyi kata).

Berbahasa mencakup 4 aspek terpisah tetapi saling berhubungan satu sama lain. Karena saling berkaitan, kegagalan menguasai salah satunya akan membahayakan keseluruhan pola berbahasa anak.

Berdasarkan pendapat para tokoh maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa anak usia dini yaitu bahasa lisan yang digunakan seseorang untuk menyampaikan, mengekspresikan, menyatakan atau mengkomunikasikan keinginan, pikiran, pendapat, penolakan kepada orang lain dengan tujuan lawan


(32)

diarahkan agar anak mampu menggunakan dan mengekspresikan pemikirannya dengan menggunakan kata-kata.

2. Tahap Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini

Kemampuan bahasa anak tidak saja dipengaruhi oleh perkembangan neurologis tetapi juga oleh perkembangan biologisnya. Ada keterkaitan antara perkembangan biologi dengan kemampuan berbahasa.

Lenneberg dalam Yamin,dkk (2013:103) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap dalam bahasa ekspresif anak yaitu: Ketika bayi, ia ‘bicara’ dalam bahasa tangis. Pada usia 6 minggu-3 bulan, bayi mulai mengembangkan sistem komunikasinya menjadi cooing (ocehan tanpa arti yang jelas). Babbling, atau keluarnya suara mirip suku kata, tampak pada usia 6-10 bulan. Memasuki usia 1 tahun, anak telah dapat mengucapkan kata pertamanya. Tidak lama setelah itu, mereka mulai menggabungkan dua kata untuk berbicara. Anak usia 2 tahun telah dapat melakukan komunikasi engan kalimat sederhana. Di usianya yang ketiga anak telah mampu menceritakan tentang kejadian pada saat itu. Anak usia 4-6 tahun telah berbicara dan berbahasa seperti layaknya orang dewasa.

Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri dan khas kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata lebih rumit. Dengan demikian, bahasa termasuk hal esensial di dalam perkembangan anak untuk mengoptimalkan potensi dan beradaptasi dengan dunia sekitar.

Sedangkan Vygosky dalam Yamin (2010:145), bahwa ada 3 tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir, yaitu tahap eksternal, egosentris dan internal. Tahap eksternal yaitu tahap berfikir anak berasal dari luar dirinya, sumber eksternal tersebut terutama berasal dari orang dewasa yang memberi pengarahan kepada anak dengan cara tertentu. Tahap


(33)

egosentris merupakan suatu tahap ketika pembicaraan orang dewasa tidak lagi persyaratan, dengan suara khas, anak berbicara seperti jalan pikirannya. Selanjutnya tahap internal adalah suatu tahap ketika anak dapat menghayati proses berfikir.

Menurut Steinberg dan Gleason dalam Suhartono (2005: 49) bahwa perkembangan bicara atau bahasa ekspresif anak dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: perkembangan pra sekolah, perkembangan kombinatori, dan perkembangan masa sekolah.

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap penamaan bicara pra sekolah, disebut juga dengan perkembangan bicara anak sebelum memasuki masa sekolah, terbagi menjadi tiga, yaitu 1) Tahap penanaman, anak baru mulai mampu mengujarkan urutan bunyi kata

tertentu dan ia belum mampu memaknainya. Urutan bunyi yang diucapkannya biasanya terbatas dalam satu kata

2) Tahap telegrafis, anak sudah mulai dapat menyampaikan peran yang diinginkannya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud tertentu dan ada hubungannya dengan makna.

3) Tahap transformasial, anak mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam

b. Pekembangan bicara kombinatori, pada tahap ini anak sudah mulai mampu berbicara secara teratur dan terstruktur. Bicara anak dapat dipahami oleh orang lain dan anak sanggup merespon dengan baik positif maupun negatif atas pembicaraan lawan bicaranya.


(34)

sejak memasuki sekolah dasar. Perkembangan bicara ini sudah dapat dibedakan menjadi tiga bidang, yakni struktur bahasa, pemakaian bahasa dan kesadaran metalinguistik.

Dengan melihat beberapa tahap perkembangan tersebut, maka anak harus selalu mendapatkan stimulus sesuai dengan tahap perkembangannya, agar kemampuan berbahasa anak dapat memenuhi target yang sesuai dengan usia perkembangannya. Guru juga harus memberikan stimulus berupa pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini

Bahasa dapat berkembang cepat jika anak memiliki kemampuan dan didukung oleh lingkungan yang baik. kemampuan berbahasa dapat berkembang dengan baik apabila ada faktor yang dapat mendukungnya.

Yamin (2010:144) menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan bahasa yaitu :

1. Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan.

Lingkungan yang positif akan menstimulasi perkembangan bahasa anak. Stimulasi tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak yang mengalami tekanan dapat menghambat kemampuan berbicaranya.

2. Menunjukkan sikap dan minat yang tulus pada anak.

Anak usia dini emosinya masih kuat karena itu guru harus menunjukkan minat dan perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa perlu memberikan respon kepada anak yang tulus.

3. Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan nonverbal.

4. Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti dengan gerakan, mimik muka dan intonasi yang sesuai sehingga anak dapat mengetahui dengan jelas apa yang dimaksudkan.

5. Melibatkan anak dalam berkomunikasi.

Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi. Kita menghargai ide-idenya dan memberikan respon yang baik terhadap bahasa anak.


(35)

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam kemampuan berbahasa anak usia dini, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Lingkungan sekitar anak sangat menentukan dalam keberhasilan anak, selain itu komunikasi yang dilakukan anak dengan orang dewasa akan menstimulasi kemampuan berbahasa anak usia dini.

4. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini

Kemampuan berbahasa untuk anak usia dini berdasarkan acuan standar pendidikan anak usia dini yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.58 Tahun 2009, terdapat tiga lingkup perkembangan yaitu menerima bahasa (represif), mengungkapkan bahasa (ekspresif) dan keaksaraan.

Anak usia dini berada dalam fase bahasa ekspresif. Hal ini sesuai dengan pendapat Moeslichatoen (2004:55) bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Anak-anak dapat berbicara sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa, dapat memahami kosa kata yang didengarkan dalam percakapan yang umum dikenal. Anak-anak belajar berbahasa, sebagaimana mereka memperoleh pengetahuan lainnya, yakni melalui pengalaman.

Sejalan dengan pendapat tersebut maka kemampuan mengungkapkan bahasa termasuk kedalam bahasa ekspresif. Pada kemampuan mengungkapkan bahasa ada beberapa tingkat pencapaian perkembangan yang harus dicapai oleh anak yang meliputi mengulang kalimat sederhana, menjawab pertanyaan sederhana,


(36)

mengutarakan pendapat kepada orang lain, menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidak setujuan dan menceritakan kembali sesuatu yang diperdengarkan. Standar inilah yang dijadikan tolak ukur keberhasilan anak terhadap kemampuan mengungkapkan bahasa.

Dikarenakan keterbatasan waktu dan beberapa faktor lainnya maka dari beberapa tingkat pencapaian perkembangan tersebut penelitian ini memfokuskan pada aspek mengulang kalimat sederhana, menjawab pertanyaan sederhana dan mengutarakan pendapat kepada orang lain.

Dengan demikian kemampuan mengungkapkan bahasa sangat berperan penting dalam menyiapkan anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang disekitarnya maka perlu adanya stimulus yang diberikan agar dapat berkembang secara optimal sesuai tahapan usia anak. Pada kemampuan mengungkapkan bahasa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan landasan dalam mengukur sejauh mana kemampuan yang anak miliki.

5. Karakteristik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini

Pada bahasa ekspresif terdapat beberapa karakteristik yang harus diketahui sehingga mampu menstimulus kemampuan bahasa ekspresif secara optimal. Menurut Jamaris (2004:29) bahwa terdapat beberapa karateristik dalam kemampuan bahasa ekspresif anak pada usia 4-6 tahun yaitu:

a. Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak ia telah dapat mengemukakan pendapat kepada orang lain.

b. Telah menguasai 90% dari fonem dan sintak bahasa yang digunakan.

c. Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. d. Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosa kata.


(37)

e. Lingkup kosa kata yang diucapkan anak menyangkut: warna, rasa, bau, kecantikan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan (kasar dan halus).

f. Dapat berpartisipasi dalam sebuah percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain, berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. g. Percakapan yang dilakukan anak usia 4-6 tahun telah menyangkut

komentarnya terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain serta apa yang dilihatnya.

Karakteristik dalam kemampuan bahasa ekspresif dapat dijadikan landasan untuk mengukur sejauh mana perkembangan yang telah dicapai oleh anak. Sehingga tujuan dari pembelajaran dapat menstimulus kemampuan bahasa ekspresif yang anak miliki secara optimal. Karakteristik dari bahasa ekspresif inilah yang dapat dijadikan sebagai landasan dari kemampuan mengungkapkan bahasa.

Dengan kata lain karakteristik kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu kemampuan yang memiliki tahap-tahap tersendiri yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya sehingga pengembangan bahasanya sesuai dengan tahapan usia anak. Tahapan tersebut dijadikan landasan dalam upaya menstimulus kemampuan mengungkapkan bahasa. Sehingga stimulus yang diberikan tidak terlepas dari tujuan pembelajaran.

6. Prinsip Pengembangan Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini

Ada beberapa prinsip kemampuan berbahasa yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan kemampuan mengungkapkan bahasa sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (2001:14), sebagai berikut :

1. Sesuai dengan tema kegiatan dan lingkungan terdekat.

2. Pembelajaran harus berorientasi pada kemampuan yang hendak dicapai sesuai dengan potensi anak.

3. Tumbuh kebebasan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan dikaitkan dengan spontanitas.

4. Diberikan alternatif pikiran dalam mengungkapkan isi hatinya. 5. Komunikasi guru dan anak akrab dan menyenangkan.


(38)

7. Guru bersikap normatif, model, contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar.

8. Bahan pembelajaran membantu pengembangan kemampuan dasar anak. 9. Tidak menggunakan huruf satu-satu secara formal.

Selanjutnya Vygotsky dalam Santrock (2002:241) menjelaskan bahwa terdapat kaitan antara kognitif dengan bahasa. pada awalnya pikiran dan bahasa berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran, lalu pada tahap berikutnya keduanya saling bertemu dan bekerjasama serta saling mempengaruhi. Menurut Vygotsky pikiran dan berbahasa berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula anak mengucapkan kata untuk dipahami. Kemudian bergerak ke arah untuk dimengerti. Langkah selanjutnya adalah mampu memisahkan kata-kata yang berarti dan tidak berarti.

Sesuai dengan pendapat Vygotsky yang dikutip dalam Jamaris (2004:28) tersebut diatas relevan dengan prinsip zone of proximal yaitu zona yang berkaitan dengan perubahan dari potensi yang dimiliki oleh anak menjadi kemampuan aktual maka prinsip-prinsip pengembangan bahasa anak berupa interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya dapat membantu anak memperluas kosa katanya dan memperoleh contoh-contoh dalam menggunakan kosa kata tersebut secara tepat, selanjutnya mengekspresikan kemampuan berbahasa. Ekspresi kemampuan berbahasa anak dapat disalurkan melalui pemberian kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tepat.

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa adalah bahasa lisan yang digunakan untuk menyampaikan


(39)

keinginan, pendapat, gagasan, ide, maupun penolakan kepada orang lain sehingga apa yang disampaikan dapat dipahami oleh lawan bicara. Dalam kemampuan berbahasa terdapat 3 lingkup perkembangan salah satunya yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa. Kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu kemampuan yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Kemampuan ini digunakan untuk menjalin komunikasi secara lisan dengan baik kepada orang lain.

7. Teori Belajar Bahasa

Teori belajar bahasa merupakan penjelasan sistematis tentang fakta belajar sesuai dengan asumsi, penalaran, dan bahan bukti yang diberikan. Konsep belajar tersebut dapat dijadikan landasan dalam proses pembelajaran. Ada beberapa teori belajar yang dapat dikemukakan berkaitan dengan yaitu sebagai berikut :

a. Teori Behaviorisme

Behaviorisme dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa stimulus yang dilihat juga dapat menyebabkan adanya respons yang dapat dilihat. Stimulus yang bermakna dapat menghasilkan respons yang bermakna pula. untuk memperoleh respons yang bermakna diperlukan kondisi tertentu. Pemberian kondisi tersebut perlu memperhitungkan kesesuaian antara stimulus dengan gambaran pembiasaan yang dihasilkan. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) memperluas psikologi belajar ke dalam teori belajar, bagi nya pemahaman sebagai hasil belajar berlangsung melalui pengamatan dan pemerolehan pengalaman secara langsung. Belajar bahasa merupakan bentuk


(40)

pada aspek tertentu yang juga menuntut pemberian tanggapan dan keterampilan.

b. Teori Kognitivisme

Kognitivisme dalam psikologi Gestal dipelopori oleh Jean Piaget (1896-1980). Dalam wawasan kognitivisme dunia pengalaman dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya dimanfaatkan untuk menerima pengetahuan baru. Untuk memperoleh pengetahuan, anak dapat saja tidak harus mengatur dan mengubah skematanya karena sudah ada sehingga pengetahuan dapat dipahami dan terjadilah proses asimilasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan, anak harus mengubah dan menyesuaikan skematanya ketika pengetahuan baru datang terjadilah proses akomodasi.

Ditinjau dari sudut pandang kognitivisme, belajar juga dapat disikapi sebagai asimilasi dan akomodasi yang bermakna, sehingga dapat menghasilkan pemahaman, penghayatan dan keterampilan.

Berdasarkan teori belajar bahasa yang dipaparkan, dalam penelitian ini mengacu pada teori belajar behaviorisme dan kognitivisme. Hal ini dikarenakan melalui penerapan metode bercerita anak mendapatkan pengetahuan baru, pengalaman langsung dan membangun rasa ingin tahu anak yang tinggi terhadap sesuatu sehingga adanya respons yang baik yang membuat kemampuan mengungkapkan bahasa dapat terstimulus.


(41)

C. Kerangka Berfikir

Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang berada di sekelilingnya. Salah satu kemampuan berbahasa yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa. Kemampuan mengungkapkan bahasa yang dimaksud meliputi menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan, mengungkapkan pendapatnya tentang cerita sehingga nantinya anak dapat mengulangi kembali isi dari cerita yang diperdengarkan.

Pada umumnya dalam proses belajar mengajar guru lebih aktif bertindak dalam memberi informasi sedangkan anak hanya menerima informasi dengan cara menyimak dan mendengarkan, sehingga anak cenderung tidak aktif dan merasa bosan. Anak tidak diberi kesempatan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya, terlihat dari banyaknya anak yang masih malu-malu dalam menjawab pertanyaan. Bahkan ada anak yang hanya diam saja saat diminta untuk bercerita didepan kelas. Sehingga kemampuan mengungkapkan bahasa anak belum berkembang secara optimal.

Upaya guru dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa anak yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan komunikatif agar tercipta suasana yang menyenangkan dan mampu mencapai tujuan dalam proses belajar mengajar tersebut. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik, tujuan pembelajaran dan kebutuhan anak usia dini, untuk itu peran guru sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Dari beberapa metode atau kegiatan yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa salah satunya yaitu dengan metode bercerita. Cerita


(42)

mengungkapkan pikiran dan perasannya dan guru tak lupa melibatkan peran serta anak dalam pembelajaran dengan metode bercerita. Anak yang terlibat secara langsung dapat dilihat dari bagaimana cara anak mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain sehingga anak dapat menyimak isi dari cerita, dan kemudian dapat menceritakan kembali isi cerita yang diperdengarkan.

Dengan demikian kegiatan bercerita yang dilakukan dalam proses pembelajaran berkaitan dengan indikator pencapaian perkembangan anak yang sesuai dengan tahapan usia. Cerita yang akan disampaikan pun disesuaikan dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Sehingga penerapan metode bercerita dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia 4-5 tahun sesuai dengan standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Gambar 1 Kerangka Berfikir Penelitian

D. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.

Ha : Ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.

Penerapan Metode Bercerita

Kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia 4-5 tahun


(43)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau teknik utama yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian dengan melalui metode-metode ilmiah. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang bersifat non eksperimental dengan metode korelasional. Penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya (Nana Syaodih, 2007:56). Hubungan antara satu dengan variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikasi) secara statistik. Adanya korelasi antara dua variabel atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari suatu variabel terhadap variabel lainnya.

B. Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahapan, yaitu prapenelitian dan tahap pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari setiap penelitian tersebut, adalah :

1. Penelitian Pendahuluan

Terdiri dari langkah-langkah berikut :

a. Membuat surat izin penelitian ke sekolah tempat dilakukannya penelitian. b. Observasi ke sekolah tempat dilakukannya penelitian untuk mengumpulkan


(44)

a. Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Kegiatan Harian (RKH).

b. Membuat instrumen evaluasi yaitu berupa lembar observasi 3. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan penelitian sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang telah disusun.

b. Mengevaluasi menggunakan lembar observasi. c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. d. Membuat laporan hasil penelitian.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung pada semester genap Tahun Pelajaran 2014-2015.

D. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah anak TK Mutiara Bangsaku kelompok A Bandar Lampung tahun ajaran 2014-2015. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 30 anak. Dalam penelitian ini semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian dan akan mendukung suatu penelitian.


(45)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi (Sugiyono, 2010:203-204) merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan observasi secara terstruktur dengan menggunakan pedoman observasi dalam bentuk cheklist, baik penerapan metode bercerita maupun kemampuan mengungkapkan bahasa. Proses kegiatan anak di buat dalam daftar penilaian yang sudah dikelompokkan berdasarkan ciri – ciri yang akan dinilai sesuai dengan indikator yang diajarkan dan yang sudah berisi lajur cek list dalam kisi-kisi instrumen penelitian.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pelengkap dari hasil penelitian ini. Hasil penelitian akan lebih kredibel/ dapat dipercaya kalau didukung oleh foto-foto atau karya tulis yang ada. Maka dari itu dokumentasi sebagai penunjang dari penelitian mengenai hubungan penerapan metode bercerita terhadap kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.

F. Definisi konseptual dan oprasional variabel 1. Definisi Konseptual

Variabel bebas : Metode bercerita

Definisi Konseptual : Metode bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar bagi anak dengan


(46)

perhatian untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Variabel terikat : Kemampuan mengungkapkan bahasa

Definisi Konseptual : Kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu kemampuan yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Kemampuan ini digunakan untuk menjalin komunikasi secara lisan dengan baik kepada orang lain.

2. Definisi Operasional

Variabel bebas : Metode bercerita

Definisi Oprasional : Metode bercerita adalah metode pembelajaran dengan memberikan pengalaman belajar melalui kegiatan bercerita dalam menstimulus kemampuan anak secara optimal. Adapun indikator dari penerapan metode bercerita, meliputi :

1. Menyimak isi cerita yang disampaikan

2. Mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain

3. Menceritakan kembali isi cerita secara sederhana kepada orang lain

4. Menceritakan kembali berdasarkan alur cerita secara berurutan sesuai dengan cerita tersebut


(47)

Variabel terikat : Kemampuan mengungkapkan bahasa

Definisi Oprasional : Kemampuan mengungkapkan bahasa adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya sesuai dengan aturan berbahasa dan dapat memahami kosa kata yang didengar dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Ada beberapa indikator penilaian dalam kemampuan mengungkapkan bahasa, meliputi :

1. Menyebutkan nama tokoh yang terdapat dalam cerita

2. Menunjukkan keterangan tempat sesuai dengan kejadian dalam cerita 3. Menyatakan keterangan waktu yang terdapat pada cerita

4. Menyebutkan jumlah tokoh yang terdapat dalam cerita 5. Menirukan kembali suara tokoh yang ada dalam cerita 6. Mengungkapkan kembali isi dari cerita

7. Mengungkapkan pendapatnya tentang tokoh dalam cerita tersebut 8. Menyatakan pendapatnya tentang isi cerita

9. Menyatakan alasan pendapatnya tentang isi cerita 10. Mendeskripsikan tokoh yang diminta dalam cerita

Standar inilah yang dijadikan tolak ukur keberhasilan anak terhadap kemampuan mengungkapkan bahasa dengan menggunakan kriteria penilaian yang berupa Berkembang Sangat Baik (BSB), Berkembang Sesuai Harapan (BSH), Mulai Berkembang (MB) dan Belum Berkembang (BB).


(48)

Instrumen penelitian yang peneliti buat berupa indikator-indikator yang diturunkan berdasarkan variabel-variabel penelitian. Adapun kisi-kisi instrumennya sebagai berikut :

Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penerapan Metode Bercerita

Variabel Aspek Indikator

Penerapan Metode bercerita

I. Mendengarkan perkataan orang lain

1. Menyimak isi cerita yang disampaikan 2. Mendengarkan

dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain II. Menceritakan kembali isi cerita 3. Menceritakan

kembali isi cerita secara sederhana kepada orang lain 4. Menceritakan

kembali berdasarkan alur cerita secara berurutan sesuai dengan cerita tersebut 5. Memerankan tokoh yang dipilih dalam cerita

Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Mengungkapkan Bahasa

Variabel Aspek Indikator

Kemampuan mengungkapkan bahasa anak usia

4-5 Tahun

I. Menjawab pertanyaan sederhana mengenai cerita

1. Menyebutkan nama tokoh yang terdapat dalam cerita

2. Menunjukkan

keterangan tempat sesuai dengan kejadian dalam cerita 3. Menyatakan

keterangan waktu yang terdapat pada cerita


(49)

4. Menyebutkan jumlah tokoh yang terdapat dalam cerita II. Mengulangi kalimat sederhana yang terdapat pada cerita

5. Menirukan kembali suara tokoh yang ada dalam cerita

6. Mengungkapkan kembali isi dari cerita 7. Mendeskripsikan

tokoh yang diminta dalam cerita III. Mengutarakan pendapat kepada orang lain mengenai cerita tersebut 8. Mengungkapkan pendapatnya tentang tokoh dalam cerita tersebut

9. Menyatakan

pendapatnya tentang isi cerita

10. Menyatakan alasan pendapatnya tentang isi cerita

Berdasarkan kisi-kisi instrumen maka peneliti telah membuat lembar observasi yang akan digunakan dalam proses penelitian yang berupa lembar observasi penerapan metode bercerita (lampiran 3) dan lembar observasi kemampuan mengungkapkan bahasa anak (lampiran 4).

H. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dilakukan meliputi analisis tabel dan analisis uji hipotesis.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis tabel

Data yang diperoleh dibuat menjadi 3 kategori untuk penerapan metode bercerita dan 4 kategori untuk kemampuan mengungkapkan bahasa. Selanjutnya dari hasil


(50)

dengan proses sebagai berikut :

a. Skor yang diperoleh dari masing-masing anak adalah jumlah skor dari setiap indikator.

b. Nilai yang diperoleh dengan rumus :

Nilai =

100

Selanjutnya hasil perhitungan data tersebut kemudian digolongkan dalam kriteria yang telah ditentukan berdasarkan Pendekatan Acuan Patokan, adapun kategorinisasi dari penerapan metode bercerita dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3 Keterlibatan Penerapan Metode Bercerita (X)

No. Keterlibatan Interval

1 Sangat Tinggi (ST) 84,00–100,00

2 Tinggi (T) 51,00–83,00

3 Sedang (S) 34,00–50,00

4 Rendah (R) ≤ 33,00

Sumber : Nurgiyantoro (2001:35) Keterangan :

1. Sangat Tinggi (ST) : Apabila anak mampu melakukan lebih dari 8 indikator. 2. Tinggi (T) : Apabila anak mampu melakukan 6 sampai 8 indikator.

3. Sedang (S) : Apabila anak mampu melakukan 3 sampai 5 indikator. 4. Rendah (R) : Apabila anak mampu melakukan kurang dari 3 indikator.


(51)

Selanjutnya pada kategorinisasi kemampuan mengungkapkan bahasa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4 Kemampuan Mengungkapkan Bahasa (Y) No. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Interval 1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 76,00–100,00 2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 51,00–75,00

3 Mulai Berkembang (MB) 26,00–50,00

4 Belum Berkembang (BB) 0,00–25,00

Sumber : Depdiknas (2014:25) Keterangan :

1. Berkembang Sangat Baik (BSB) : Apabila anak mampu melakukan lebih dari 7 indikator.

2. Berkembang Sesuai Harapan (BSH) : Apabila anak mampu melakukan 6 sampai 7 indikator.

3. Mulai Berkembang (MB) : Apabila anak mampu melakukan 3 sampai 5 indikator.

4. Belum Berkembang (BB) : Apabila anak hanya mampu melakukan kurang dari 3 indikator.

2. Analisis Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan untuk menguji asosiatif (hubungan) diuji dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank. Untuk menguji hubungan kedua variabel tersebut di gunakan rumus sebagai berikut :

= 1

( )


(52)

= Koefisien Spearman Rank =selisih peringkat setiap data = jumlah data

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak.

Ho : µ = 0 Ha : µ ≠ 0

Selanjutnya dari hasil tersebut untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini, maka untuk memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan antar variabel digunakan pedoman sebagai berikut :

Tabel 5 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Kategori Tingkat Keeratan

0,81–1,00 Sangat Erat

0,61–0,80 Erat

0,41–0,60 Cukup Erat

0,21–0,40 Kurang Erat

0,00–0,20 Sangat Kurang Erat

Sumber : Sugiyono (2010:257)

Selanjutnya untuk mengetahui korelasi dua variabel menghasilkan variansi dapat diketahui melalui besarnya koefisien determinasi, sebagai berikut :

Koefisien determinasi = r2x 100% Sumber : Sugiyono (2011:246) Keterangan :


(53)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini Kelompok A di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung. Hal ini terlihat dari analisis data dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank yang menjelaskan hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini sebesar 0,91. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum anak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan metode bercerita maka kemampuan mengungkapkan bahasanya dapat berkembang lebih baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Bagi guru, penerapan metode bercerita dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan alternatif dalam pembelajaran di PAUD terutama untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.


(54)

kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasanya.

3. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sebaiknya menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga anak merasa senang, dan pengelolaan kelas lebih terorganisir dan lebih terencana.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Adul Majid. 2002. Mendidik Dengan Cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Bachtiar S. Bachri. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita dan Teknik

Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2001. Didaktik Metodik di Taman

Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan

Menengah.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Dapartemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang

Pengembangan Berbahasa di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat

Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2009.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 58. Jakarta: Balai Pustaka.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2014. Pedoman Penilaianpembelajaran PAUD. Jakarta: Balai Pustaka.

.

Fadillah, M. 2012.Desain Pembelajaran Paud.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Jamaris Martinis. 2004. Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia Taman

Kanak-Kanak.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:Rineka Cipta.

Nurbiana Dkk. 2005.Metode Pengembanagan Bahasa. Jakarta: Depdiknas. Nurbiana Dkk. 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:Universitas


(56)

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta :Gajah Mada University Press.

Santrock John W. 2002. Life-Spain Development Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kuantitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabet.

Sugiyono. 2011.Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.

Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta: Dapertemen Pendidikan Nasional.

Syaodih Nana. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minat Dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Aksara.

Tarigan Henry G. 1981.Berbicara Sebagai Suatu Keterampilam Berbahasa.

Bandung: Angkasa

Yamin Martinis , J. S. 2010. Panduan PAUD. Jakarta: Gaung Persada Press Group.

Yamin Martinis , J. S.. 2013.Panduan PAUD referensi .Jakarta: Gaung Persada. Press Group.


(1)

36

Selanjutnya pada kategorinisasi kemampuan mengungkapkan bahasa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4 Kemampuan Mengungkapkan Bahasa (Y) No. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Interval 1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 76,00–100,00 2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 51,00–75,00

3 Mulai Berkembang (MB) 26,00–50,00

4 Belum Berkembang (BB) 0,00–25,00

Sumber : Depdiknas (2014:25) Keterangan :

1. Berkembang Sangat Baik (BSB) : Apabila anak mampu melakukan lebih dari 7 indikator.

2. Berkembang Sesuai Harapan (BSH) : Apabila anak mampu melakukan 6 sampai 7 indikator.

3. Mulai Berkembang (MB) : Apabila anak mampu melakukan 3 sampai 5 indikator.

4. Belum Berkembang (BB) : Apabila anak hanya mampu melakukan kurang dari 3 indikator.

2. Analisis Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan untuk menguji asosiatif (hubungan) diuji dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank. Untuk menguji hubungan kedua variabel tersebut di gunakan rumus sebagai berikut :

= 1

( )


(2)

37

Keterangan :

= Koefisien Spearman Rank =selisih peringkat setiap data

= jumlah data

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak.

Ho : µ = 0 Ha : µ ≠ 0

Selanjutnya dari hasil tersebut untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini, maka untuk memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan antar variabel digunakan pedoman sebagai berikut :

Tabel 5 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Kategori Tingkat Keeratan

0,81–1,00 Sangat Erat

0,61–0,80 Erat

0,41–0,60 Cukup Erat

0,21–0,40 Kurang Erat

0,00–0,20 Sangat Kurang Erat

Sumber : Sugiyono (2010:257)

Selanjutnya untuk mengetahui korelasi dua variabel menghasilkan variansi dapat diketahui melalui besarnya koefisien determinasi, sebagai berikut :

Koefisien determinasi = r2x 100% Sumber : Sugiyono (2011:246) Keterangan :


(3)

✁ ✂

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini Kelompok A di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung. Hal ini terlihat dari analisis data dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank yang menjelaskan hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini sebesar 0,91. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum anak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan metode bercerita maka kemampuan mengungkapkan bahasanya dapat berkembang lebih baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Bagi guru, penerapan metode bercerita dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan alternatif dalam pembelajaran di PAUD terutama untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.


(4)

✄0

2. Bagi anak, anak memiliki kesempatan untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasanya.

3. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sebaiknya menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga anak merasa senang, dan pengelolaan kelas lebih terorganisir dan lebih terencana.


(5)

☎ ✆

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Adul Majid. 2002. Mendidik Dengan Cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Bachtiar S. Bachri. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita dan Teknik Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2001. Didaktik Metodik di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Dapartemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Berbahasa di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2009.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58. Jakarta: Balai Pustaka.

Dapertemen Pendidikan Nasional. 2014. Pedoman Penilaianpembelajaran PAUD. Jakarta: Balai Pustaka.

.

Fadillah, M. 2012.Desain Pembelajaran Paud.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Jamaris Martinis. 2004. Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia Taman

Kanak-Kanak.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:Rineka Cipta.

Nurbiana Dkk. 2005.Metode Pengembanagan Bahasa. Jakarta: Depdiknas. Nurbiana Dkk. 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:Universitas


(6)

✝ ✞

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta :Gajah Mada University Press.

Santrock John W. 2002. Life-Spain Development Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kuantitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabet.

Sugiyono. 2011.Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.

Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta: Dapertemen Pendidikan Nasional.

Syaodih Nana. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minat Dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Aksara.

Tarigan Henry G. 1981.Berbicara Sebagai Suatu Keterampilam Berbahasa. Bandung: Angkasa

Yamin Martinis , J. S. 2010. Panduan PAUD. Jakarta: Gaung Persada Press Group.

Yamin Martinis , J. S.. 2013.Panduan PAUD referensi .Jakarta: Gaung Persada. Press Group.