MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA (STORYTELLING).

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA

(STORY TELLING)

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Jl. Patrol II No 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

Oleh:

YULI YULIANTI

NIM. 1007595

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PEDAGOGIK

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA

(STORY TELLING)

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Jl. Patrol II No. 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)

Oleh :

Yuli Yulianti

1007595

SebuahSkripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan

@Yuli Yulianti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA (STORY TELLING) (Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur

Jl. Patrol II No. 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)

Oleh :

Yuli Yulianti

1007595

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI

Penguji I

Rudiyanto,S.Pd., M.Si NIP. 197406171999031003

Penguji II

Dr. Aan Listiana, M.Pd NIP. 197208032001122002

Penguji III

Leli Kurniawati, S.Pd., M.Mus NIP. 132252248

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan


(4)

ABSTRAK

Yuli Yulianti. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita (Storytelling) di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Baleendah. Penelitian ini dilakukan atas dasar permasalahan yang muncul pada anak kelompok B umumnya kemampuan berbicara anak masih rendah. Maka peneliti melakukan penelitian pada kelompok B sebanyak 8 orang siswa. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk memperoleh informasi tentang kondisi obyektif kemampuan berbicara anak TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (2) Untuk mengetahui penerapan metode bercerita (storytelling) dalam meningkatkan kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (3) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur setelah menggunkan metode bercerita (storytelling). Metode yang digunakan adalah metode bercerita (storytelling) dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui 2 siklus. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi, wawancara, studi dokumentasi, catatan anekdot, dan instrument penelitian. Hasil penelitian kemampuan berbicara anak kelompok B setelah diberikan tindakan melalui pemberian metode bercerita (storytelling)

terbukti meningkat. Rekomendasi bagi guru anak usia dini (PAUD) diharapkan menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak seperti halnya metode bercerita (storytelling). Bagi peneliti diharapkan selalu berusaha mencari alternatif metode sehingga dapat menambah masukan khususnya PAUD.


(5)

ABSTRACT

Yuli Yulianti. Improve early childhood speech through use of storytelling in kindergarten Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Baleendah. The research was conducted on the basis of the problems that arise in group B children generally speaking skills the child is still low. So the researchers conducted a study in group B as many as 8 students. The objectives of this study were: (1) To obtain information about the state objectively speaking skills of kindergarten children Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (2) To determine the application of the method of storytelling (storytelling) in improving speaking skills in kindergarten Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (3) To determine the improvement of speaking skills in kindergarten children Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur after use the method of storytelling (storytelling). Method used is the method of storytelling (storytelling)

with Classroom Action Research (CAR) through 2 cycles. Collecting data in this study is the observation, interviews, document study, anecdotal notes, and research instruments. The results of the study child's ability to speak in group B after a given action through the provision of storytelling (storytelling) proved to be increased. Recommendation for early childhood teachers (ECD) is expected to use a variety of methods to enhance the child's ability to speak as well as methods of storytelling. For researcher expected always trying to find alternative methods that can add input especially ECD.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAKSI ... iv

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Struktur Organisasi Penulisan Skripsi ... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Anak Usia Dini ... 11

1. Pengertian Anak Usia Dini ... 11

2. Karakteristik Anak Usia Dini ... 12

B. Kemampuan Berbicara ... 14

1. Pengertian Berbicara ... 14

2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Kemampuan Berbicara... 15

3. Karakteristik Kemampuan Berbicara ... 16


(7)

1. Pengertian Bercerita (Storytellling) ... 19

2. Sejarah dan Perkembangan Bercerita (Storytelling) ... 22

3. Karakteristik Cerita (Storytelling) untuk Anak Usia Dini ... 23

4. Jenis dan Sumber Bercerita (Storytellling) ... 24

5. Manfaat Metode Bercerita (Storytellling)... 29

D. Teknik Penyajian Cerita ... 33

a. Memilih dan Mempersiapkan Tepat ... 33

b. Bercerita Tanpa Alat Peraga ... 36

c. Mengekspresikan Karakter Tokoh ... 37

d. Menirukan Bunyi dan Karakter Suara ... 37

e. Menghidupak Suasana Cerita ... 37

f. Memilih Diksi dan Struktur Kalimat ... 38

E. Penelitian Terdahulu... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 40

1. Pengertian Tindakan Kelas (PTK) ... 40

2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41

3. Alasan Penulis Menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41

4. Langkah –Langkah Tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 42 B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

C. Penjelasan Istilah dalam Judul ... 44

D. Instrument Penelitian ... 46

1. Teknik Pengumpulan Data ... 46

a. Observasi ... 46

b. Wawancara ... 46

c. Studi Dokumentasi ... 47

d. Catatan Anekdot ... 47

e. Alat Tes Kemampuan Berbicara ... 48


(8)

b. Mendeskripsikan Data ... 54

c. Kesimpulan ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 55

2. Kondisi Objektif Kemampuan Berbicara Anak Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur ... 67

3. Penerapan Metode Bercerita (Storytelling) Untuk Meningkatkan Berbicara ... 72

4. Temuan Penelitian Tentang Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 108

B. Pembahasan Penelitian ... 103

1. Kondisi Objektif Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 113

2. Penerapan Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Dengan Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur ... 116

3. Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 124

B. Rekomendasi ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(9)

DAFTAR TABEL

3.1. Tabel Kisi-Kisi Instrument Penelitian Kemampuan Berbicara Anak ... 49

4.1. Tabel Kepala Sekolah dan Guru-Guru TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur ... 57

4.2 Tabel Keadaan Jumlah Siswa Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur ... 57

4.3.Tabel Rencana Kegiatan Harian TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur... 62

4.4. Tabel Hasil Observasi Pra Siklus ... 70

4.5. Tabel Skenario Pembelajaran Siklus I ... 73

4.6. Tabel Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Siklus I ... 80

4.7. Tabel Kemampuan Berbicara Anak pada Siklus I ... 85

4.8. Tabel Skenario Pembelajaran Siklus II ... 93

4.9. Tabel Skenario Cerita Siklus II ... 92


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penataan tempat duduk model paruh bangun untuk ruang besar ... 3.3

Gambar 2.2 Penataan bercerita model letter U ... 34

Gambar 3.1. Tahapan siklus PTK ... 40

Gambar 4.1. Latar cerita “Kancil dan Buaya” ... 76

Gambar 4.2. Kegiatan evaluasi/review setelah bercerita (Storytelling) ... 79

Gambar 4.3. Anak sedang menggambarkan cerita kancil dan buaya ... 80

Gambar 4.4. Foto anak ABK ... 81

Gambar 4.5. Kegiatan Evaluasi setelah Siklus II ... 95

Gambar 4.6. Kegiatan storytelling Siklus II ... 95

Gambar 4.7. Kegiatan menggambar cerita yang telah diperdengarkan pada Siklus II ... 96


(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Kemampuan berbicara anak kelompok B sebelum tindakan ... 68 Grafik 4.2. Kemampuan berbicara anak kelompok B setelah Siklus I ... 85 Grafik 4.3. Kemampuan berbicara anak kelompok B Setelah Siklus II... 102 Grafik 4.4. Perbandingan kemampuan berbicara anak kelompok B Pra Siklus,

Siklus I dan Siklus II ... 104 Grafik 4.5. Peningkatan kemampuan berbicara anak Kelompok B Pasca Siklus ... 106


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

3.1 Kisi Kisi Instrument Peneilitian 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara 3.3 Dokumentasi Penelitian 3.4 Kisi-Kisi Instrument Penelitian

4.1 Instrument Penelitian Observasi Tingkat Pencapaian Perkembangan Berbicara Anak Kelompok B

4.2 Catatan Anekdot Pra Siklus

4.3 Pedoman Wawancara Guru Kelas Pra Siklus 4.4 Skenario Pembelajaran Siklus I

4.5 Skenario Cerita Kancil dan Buaya 4.6 Catatan Anekdot Siklus 1

4.7 Pedoman Wawancara Guru Kelas Siklus I

4.8 Lembar Observasi Aktifitas Guru Dalam Kegiatan Bercerita (Storytelling)

Siklus I

4.9 Skenario Pemeblajaran Sikuls II 4.10 Skenario Cerita “Harimau Yang Setia” 4.11 Catatan Anekdot Siklus II

4.12 Pedoman Wawancara Guru Kelas Siklus II

4.13 Lembar Observasi Aktifitas Guru Dalam Kegiatan Bercerita (Storytelling) Siklus II

4.14 Rencana Kegiatan Minggun (RKM) 4.15 Rencana Kegiatan Harian


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau symbol untuk mengungkapkan pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. (Syamsu Yusuf, 2000:118)

Di dalam sebuah jurnal hasil penelitian yang ditulis oleh Dewi (2013) diungkapkan bahwa:

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi pada khususnya. Demikia pula peran bahasa bagi anak. Membaca memberi sumbangan yang besar dalam perkembangan anak menjadi dewasa. Perkembangan TK/RA masih jauh dari sempurna. Namun demikian, potensinya bisa dirangsang melalui membaca yang aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan bahasa anak dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara seperti: bermain tebak-tebak kata, bercerita, mendongeng dengan alat peraga, atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh anak. Keterampilan membaca dan bercerita harus dikembangkan sejak dini.

Berangkat dari hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa bahasa memiliki peranan penting bagi anak usia dini sehingga mereka mampu berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan tahap perkembangannya. Hal ini senada dengan apa yang ditulis oleh Hurlock (1997:175) bahwa:

Usia tiga sampai enam tahun anak sedang dalam masa peralihan dari masa egosentris menuju kemasa social. Pada usia ini anak mulai berkembang rasa sosialnya. Anak mulai banyak berhubungan dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosialnya. Anak mulai bertanya segala macam yang dihayatinya. Disamping itu juga anak mulai banyak mengeluarkan pendapat dan menanggapi hal-hal yang dapat diamati atau didengarnya.


(14)

2

Anak usia dini merupakan individu yang mengalami suatu proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia ini anak berada dalam keadaan yang sangat peka untuk menerima rangsangan dari lingkungannya. Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian, hubungan anak dengan lingkungan bersifat timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologis,fisik, motorik, intelektual, emosi, bahasa dan social.

Fungsi dari bahasa menurut Rochmah (2005:128) adalah sebagai sarana komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu harus menguasai dua fungsi yang berbeda yaitu: kemampuan menangkap maksud yang ingin dikomunikasikan orang lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh orang lain.

Bahasa sebagai alat komunikasi yang penting didalam kehidupan sehari-hari, baik bahasa tulisan maupun lisan. Namun, bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efektif dan efisien Karena kemungkinan terjadinya salah faham sangat kecil. Tanpa bahasa setiap individu tidak mungkin dapat mengungkapkan perasaan sendiri kepada orang lain sehingga mungkin tidak akan dapat dimengerti oleh orang lain.

Di dalam mempelajari perkembangan bahasa maka semakin tinggi penguasaan bahasa anak maka semakin baik pula kemampuan berbicara anak dalam komunikasi. Pada saat ini, anak usia dini memerlukan berbagai rangsangan yang dapat meningkatkan perkembangan bahasanya, sehingga perkembangan bahasa anak usia dini dapat berkembang lebih optimal sesuai dengan standar tingkat pencapaian perkembangan yang telah tertuang dalam Permen Diknas No. 58 tahun 2009 tanggal 17 September 2009. Standar tingkat pencapaian perkembangan dalam kemampuan mengungkapkan bahasa anak pada kelompok B (usia 5-6 tahun) diantaranya mampu menceritakan pengalaman/kejadian secara sederhana, mampu mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara urut,


(15)

3

berani bertanya secara sederhana, mampu meniru kembali 4-5 urutan kata dan dapat menjawab pertanyaan tentang keterangan /informasi.

Namun, pada kenyataannya situasi yang terjadi di dalam kelas di TK Tresna Bhakti Mulia AlMabrur, setelah di observasi ternyata tidak seluruh anak dapat menguasaai perbendaharaan kata dan belum mampu untuk bertutur kata sesuai dengan tahap perkembangan berbicaranya. Dari hasil observasi di TK tersebut penulis menemukan bahwa kemampuan berbicara anak pada kelompok B belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan). Hal ini, dapat terlihat dari sebagian anak masih belum jelas di dalam mengucapkan kata-kata seperti huruf l, r, t dan k. Selain itu pula, dapat terlihat ada anak yang belum mampu untuk menjawab pertanyaan siapa, mengapa, dimana, bagaimana, dan sebagainya. Dapat dilihat pula pada kemampuan didalam mengungkapkan kejadian/pengalaman sederhana dan juga ada anak yang kurang berani untuk mengungkapkan pendapatnya serta mengalami kesulitan ketika menceritakan kembali isi cerita yang sudah di bacakan oleh guru. Hal ini disebabkan karena selama ini guru menggunakan metode pembelajaran yang belum tepat didalam menstimulus kemampuan berbicara anak di kelompok B. Apalagi masa ini, menjadi guru TK itu penuh dengan tantangan baik tantangan dari luar maupun dari orang tua murid. Sekarang ini orang tua murid senantiasa menginginkan anaknya setelah menyelesaikan sekolahnya di TK, anak tersebut harus bisa membaca, menulis dan berhitung. Akhirnya apa yang terjadi? Guru menjadi dilema.

Di satu sisi gurupun memahami bahwa pendidikan anak usia dini itu bukanlah salahsatu wadah untuk persiapan anak belajar Calistung (membaca, menulis dan berhitung) hingga anak tersebut siap melanjutkan sekolahnya ke SD. Dan disisi lain tuntutan orang tua terlalu tinggi dan kurangnya pemahaman orang tua terhadap pendidikan anak usia dini, apalagi bagi orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk berbicara dengan anaknya. Semakin maju tekhnologi yang mengakibatkan anak hanya dapat bermain game saja didepan


(16)

4

pendidik/guru harus memilih metode yang tepat/relevan di dalam proses pembelajaran di kelas sesuai dengan tumbuhkembang anak sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan berbicaranya sesuai tingkat pencapaian perkembangannya.

Kemampuan berbicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang di gunakan untuk menyampaikan maksud. Karena berbicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling efektif. Sehingga dengan kemampuan berbicara maka anak dapat berkomunikasi dengan orang lain yang dapat dipahami pentingnya untuk menjadi anggota kelompok sehingga dapat diterima dengan baik oleh teman-temannya, dan anak dapat berkembang secara optimal dan tidak mengalami hambatan.

Moeslichatoen (2004: 18) mengungkapkan bahwa menurut Vygotsky ada tiga tahap perkembangan bicara anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir dengan bahasa, diataranya tahap eksternal, egosentris dan internal. Tahap ekternal merupakan tahap berfikir dengan bahasa yang datang dari luar dirinya, sumber utamanya adalah orang dewasa misalnya orang dewasa bertanya kepada

anak: “apa judul cerita yang telah ibu bacakan? Anak menjawab: “serigala dan babi kecil” dan seterusnya. Tahap egosentris merupakan tahap di mana pembicaraan orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan, missal “serigalanya

lapar..babinya takut”. Tahap ketiga merupakan tahapan dimana anak menghayati sepenuhnya proses berfikirnya, maksudnya anak memproses pikirannya dengan

pemikirannya sendiri: misalnya “apa yang harus saya gambar? Saya tahu saya menggambar serigala lapar”.

Seperti telah dikemukakan tentang tahapan perkembangan berbicara menurut Vygotsky di atas maka pada kenyataan di kelas sebagian anak mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tentang keterangan yang lebih kompleks seperti didalam menjawab pertanyaan apa, mengapa, di mana, berapa, bagaimana dan sebagainya. dan didalam menirukan kalimat sederhana sebagian anak masih


(17)

5

Hildebrand ( 1990) mengungkapkan bahwa perkembangan bicara anak itu adalah untuk menghasilkan bunyi verbal. Kemampuan mendengar dan membuat bunyi-bunyi verbal merupakan hal paling utama untuk menghasilkan bicara. Kemampuan berbicara anak juga akan meningkat melalui pengucapan suku kata yang berbeda-beda dan diucapkan secara jelas. Karena pengucapan merupakan factor penting didalam berbicara. (Moeslichatoen, 2004:19)

Sehingga masalah yang terjadi di dalam kelas tersebut menjadi bahan penelitian bagi penulis, Penelitian ini menggunakan metode bercerita (storytelling), metode ini dilakukan tanpa alat peraga, berawal dari guru sebagai pencerita di depan anak-anak kelompok B. Namun, sebelum bercerita guru terlebih dulu menghias kelas menjadi tempat sesuai tema/judul cerita yang akan dibawakan. Setelah guru bercerita anak-anak ditugaskan untuk menggambarkan cerita yang telah diceritakan oleh guru di kertas yang sudah disediakan dan setelah itu anak bercerita di depan kelas sambil menunjukkan hasil gambarnya.

Penelitian dengan menggunakan metode bercerita (storytelling) ini melatih daya pikir anak usia dini untuk terlatih memahami proses cerita, melatih anak untuk dapat menceritakan kembali cerita yang telah diceritakan guru dan juga melatih anak-anak untuk memilih kata-kata sehingga mampu berbicara dengan jelas. Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya. Tak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. Dari proses storytelling kepada anak ini banyak manfaat yang dapat dipetik. Menurut Josette Frank yang dikutip oleh (Asfandiyar 2007: 98), seperti halnya orang dewasa, anak-anak memperoleh pelepasan emosional melalui pengalaman fiktif yang tidak pernah mereka alami dalam kehidupan nyata. Storytelling ternyata merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek bahasa, kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan) anak-anak.


(18)

6

dalam kelas dengan pembelajaran yang lebih tepat dan menyenangkan. Menurut Froebel di ungkapkan bahwa pembelajaran di Taman Kanak-Kanak adalah bermain. Karena kekuatan permainan merupakan kendaraan bagi perkembangan social, emosi dan pikiran maupun sebagai cerminan perkembangan mereka. (Carol Seefeldt, 2008:23). Teori Piaget (1952) menunjukkan bahwa permainan adalah proses berfikir. Permainan adalah jalan bagi anak-anak mengembangkan kemampuan menggunakan lambang dan memahami lingkungan mereka. (Carol Seefeldt, 2008:24). Sedangkan menurut Mulyasa (2012:166) di ungkapkan bahwa bermain merupakan cara belajar yang paling penting bagi anak usia dini, karena bermain bagi anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, tolenransi, kerjasama dan menjunjung tunggi sportivitas.

Berangkat dari hal tersebut di atas menegaskan bahwa pembelajaran di Taman Kanak-Kanak tidak terlepas dari bermain sambil belajar. Karena bermain dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengungkapkan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan. (Isjoni, 2011:59).

Berkenaan dengan masalah yang berkaitan dengan perkembangan berbicara pada anak usia dini diatas, maka hal itu perlu mendapat perhatian dari para pendidik/guru di dalam kelas sehingga dapat memperkecil kesalahpahaman antara anak yang satu dengan anak lainnya. Dengan demikian, dalam pendidikan anak usia dini guru harus pandai memilih permainan yang dibutuhkan dan paling tepat menjadi sarana pembelajaran, terutama didalam memilih metode pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini.

Dalam membantu mengembangkan keterampilan berbicara pada anak usia dini, guru TK banyak menggunakan metode bercerita, penugasan, praktek langsung, bercakap-cakap, tanya jawab, menyanyi, deklarasi, karya wisata, demonstrasi dan bermain peran. Itadz (2008:21) mengungkapkan bahwa sampai


(19)

7

detik ini, bercerita (storytelling) masih menjadi salah satu pilihan orang tua dan guru dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini.

Moeslichatoen (2004: 157) mengungkapkan bahwa: “metode bercerita

(storytelling) merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak usia dini secara lisan, sehingga kegiatan bercerita (storytelling) dapat memberikan pengalaman belajar anak untuk berlatih mendengarkan informasi tentang pengetahuan,nilai dan sikap untuk dihayati dan diterapkandalam kehidupan sehari-hari. Isjoni (2011:90) mengungkapkan bahwa: bercerita (storytelling) merupakan media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sehingga akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak.

Itadz (2008:48) juga mengungkapkan bahwa bercerita (storytelling) dapat meningkatkan aspek perkembangan bahasa anak usia dini, cerita dalam kontelasi ini dimaksudkan sebagai stimulus perkembangan bahasa anak secara komprehensif, karena bahasa merupakan aspek yang cukup penting untuk melihat perkembangan lain. Selain itu juga, bercerita dapat meningkatkan perkembangan kosakata, perkembangan struktur (ujaran kata) dan perkembangan pragmatif (bertutur kata) bahasa anak usia dini.

Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh para ahli di atas tentang betapa pentingnya metode bercerita (storytelling) terhadap kemampuan berbicara anak usia dini, maka hal itu menjadikan bahan penelitian bagi penulis.

Berdasarkan hasil observasi dan latar belakang masalah di atas, maka penulis akan mencoba menelaah dan menelitinya dalam sebuah skripsi yang

berjudul: “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita (Storytelling).”

B. Identifikasi Masalah Penelitian


(20)

8

Mulia Al-Mabrur Baleendah. Dari hasil observasi di TK tersebut penulis menemukan permasalahan sebagai berikut, diantaranya:

1. Tidak semua anak pada kelompok B dapat menguasai perbendaharaan kata dan belum mampu untuk bertutur kata sesuai dengan tahap perkembangan berbicaranya.

2. Kemampuan berbicara anak pada kelompok B belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan).

3. Guru belum mengetahui strategi/metode pembelajaran yang tepat didalam menstimulus kemampuan berbicara anak di kelompok B.

4. Orang tua terlalu sibuk bekerja sehingga tidak ada cukup waktu untuk berbicara dengan anak-anaknya, apalagi ditunjang dengan semakin maju teknologi yang mengakibatkan anak untuk memilih bermain game di depan computer/Ipad dibanding bermain dengan teman sebayanya.

5. Guru TK penuh dengan tantangan baik tantangan dari luar maupun dari orang tua murid. Sekarang ini orang tua murid senantiasa menginginkan anaknya setelah menyelesaikan sekolahnya di TK, anak tersebut harus bisa membaca, menulis dan berhitung (Calistung).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil observasi dan latar belakang di atas maka penelitian skripsi ini akan difokuskan pada masalah-masalah berikut:

1. Bagaimana kondisi obyektif kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur ?

2. Bagaimana penerapan metode bercerita (Storytelling) dalam meningkatkan kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (Storytelling)?


(21)

9

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini secara umumnya adalah untuk mengetahui apakah metode bercerita (Storytelling) itu dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak usia dini. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh informasi tentang kondisi obyektif kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur.

2. Untuk mengetahui penerapan metode bercerita (storytelling) dalam meningkatkan kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur 3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna

Bhakti Mulia Al-Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (storytelling). E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Bagi bidang keilmuan: Penelitian ini dapat menambah referensi mengenai penelitian khususnya tentang bercerita.

b. Bagi guru: menjadi tolak ukur di dalam menggunakan metode yang tepat untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak usia dini yaitu salahsatunya dengan bercerita (storytelling).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti: untuk menambah wawasan tentang metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini dengan metode bercerita (Storytelling).

b. Bagi guru, dapat menambah pengalaman baru mengenai kegiatan bercerita (Storytelling) sebagai metode di dalam pengembangan kemampuan berbicara anak usia dini.

c. Bagi peneliti selanjutnya: penelitian ini diharapkan dapat memberikan rujukan untuk peneliti selanjutnya dalam upaya mengembangkan kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak.


(22)

10

F. Struktur Organisasi Penulisan Skripsi

Adapun sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang di tentukan oleh UPI tahun 2013 dan melalui bimbingan dengan Dosen Pembimbing. Skripsi ini terdiri dari:

1. Bab 1 yaitu Pendahuluan diantaranya: latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi.

2. Bab II yaitu kajian pustaka diantaranya: konsep perkembangan bahasa pada anak usia dini, kemampuan berbicara, pengertian dan karakteristik anak usia dini, pengertian bercerita (storytelling) , metode-metode bercerita.

3. Bab II yaitu metode penelitian diantaranya: subyek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian, prosedur penelitian, tekhnik pengumpulan data dan analisis data.

4. Bab IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan diantaranya: hasil penelitian dan pembahasan hasil analisis data.

5. Bab V yaitu: kesimpulan dan saran diantaranya: kesimpulan, saran, daftar pustaka dan lampiran- lampiran.


(23)

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Metode yang akan dikembangkan pada penelitian di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur adalah dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun tekhnik di dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan praktek langsung, observasi dan dokumentasi.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang terkumpul bisa berupa kuantitatif. Menurut Hidayah (2013:6) diungkapkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dikenal dengan istilah Classroom Research (CAR). Kemmis (1983) dalam Hidayah (2013:6) juga mengungkapkan bahwa PTK adalah sebuah bentuk penelitian inkuiri reflektif yang dilakukan untuk meneliti masalah sosial termasuk pembelajaran.

Sedangkan menurut Hasley (1972) dalam Sanjaya (2009:24) mengungkapkan penelitian tindakan kelas adalah intervensi dalam dunia nyata serta pemeriksaan terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari intervensi tersebut. Kemudian Burns (1999) yang dikutip oleh Sanjaya (2009: 25) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk memecahkan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti dan praktisi.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan intervensi dalam dunia nyata dengan berbagai perlakuan tertentu dan fakta yang ditemukan untuk memecahkan masalah dalam situasi sosial/kelas.


(24)

41

2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

PTK sangat berbeda dengan penelitian umumnya yang bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori secara umum (general). PTK lebih menekankan pada perbaikan kinerja, bersifat kontekstual dan hasilnya tidak bisa digenaralisir. Menurut Sanjaya (2009:33) tujuan utama PTK adalah peningkatan kualitas proses hasil belajar, meningkatkan kualitas pembelajaran secara praktis, sehingga kadang pelaksanaannya sangat situasional dan kondisional yang kadang-kadang kurang memerhatikan kaidah-kaidah ilmiah.

Sedangkan menurut Ardiana dan Kisyani-Laksono (2006) yang dikutip oleh Hidayah (2013:7) mengungkapkan bahwa tujuan dari PTK adalah untuk menemukan masalah yang dihadapi oleh guru di kelas. Sehingga dengan melakukan PTK maka guru dapat memperoleh model-model pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan, kreatif dan efektif.

Dari beberapa tujuan penelitian tindakan kelas di atas, maka dapat diketahui bahwa dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) maka guru dapat menemukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi didalam kelas dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara praktis dengan model pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan, kreatif dan efektif.

3. Alasan Penulis Menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Menurut Sanjaya (2009: 32) diungkapkan bahwa “PTK adalah salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk menguji dan sekaligus memanfaatkan berbagai rekayasa teknologi untuk meningkatkan kualitas mengajar.

Dari paparan diatas, maka hal itu menjadikan inspirasi bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Karena dengan alasan sebagai berikut:

a) Untuk mengembangkan keterampilan mengajar penulis di dalam kelas b) Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada didalam kelas

c) Untuk menyelesaikan masalah secara praktis yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Karena dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas, secara


(25)

42

meningkatkan perkembangan anak usia dini. Terutaman untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini, yang merupakan bahan penelitian penulis.

4. Langkah-Langkah Tindakan Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) ada langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, ada beberapa pendapat, namun penulis menggunakan tahapan penelitian menurut Hidayah (2013:18), tahapan- tahapan penelitian tindakan kelas diantara lain:

a) Tahap 1 adalah perencanaan

b) Tahap 2 adalah pelaksanaan tindakan c) Tahap 3 adalah pengamatan

d) Tahap 4 adalah refleksi

Senada dengan tahapan-tahapan atau siklus menurut pendapat Kemmis, Mc. Taggart (1988), sebagai berikut:

PELAKSANAAN PERENCANAAN

REFLEKSI

PENGAMATAN

PERENCANAAN PENGAMATAN

REFLEKSI

PELAKSANAAN SIKLUS -I

SIKLUS -II


(26)

43

Dari tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas di atas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan a. Studi Pendahuluan

Melakukan tindakan persiapan awal sebagai langkah untuk melakukan wawancara dan observasi dan sebagai dasar untuk mengembangkan pelaksanaan tindakan pembelajaran siklus I selanjutnya siklus II.

b. Rencana Tindakan

Rencan tindakan ini diharapkan anak dapat menceritakan kembali cerita yang telah diceritakan oleh gurunya di depan kelas. Dengan metode ini guru dapat mengukur sejauhmana kemampuan anak-anak setelah mendengar cerita. Menurut Hidayah (2013:21) kegiatan didalam rencana tindakan diantaranya: menyusun RKH, merancang pengorganisasian kelas, menyusun dan mempersiapkan instrument, dan membuat kesepakatan terhadap persepsi tindakan yang akan dilakukan dalam tindakan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Menurut Sanjaya (2009:79) mengungkapkan bahwa pelaksanaan tindakan merupakan perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun.

Kegiatan pokoknya diantaranya: melaksanakan sesuai dengan rencana, selama berlangsung peneliti melakukan observasi, merekam proses pembelajaran berlangsung dan melakukan analisis data dan evaluasi (hidayah, 2013:21).

Maka, kegiatan pelaksanaan tindakan ini diharapkan guru dapat melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana, tentunya dibarengi dengan kegiatan observasi sehingga pelaksanaan tindakan ini dapat dianalisis dan dievaluasi.

3. Pengamatan


(27)

44

Dengan adanya kegiatan pengamatan ini, secara langsung dapat membantu guru untuk merekam semua proses pembelajaran yang berlangsung. 4. Refleksi

Hidayah (2013:22) mengungkapkan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan analisis interpretasi, penjelasan informasi dari selama proses kegiatan pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat dari Sonjaya (2009:80) mengungkapkan bahwa refleksi merupakan aktifitas melihat berbagai kekurangan yang dilakukan guru selama tindakan.

Maka dari itu, dengan adanya kegiatan refleksi maka guru dapat menemukan berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki didalam melaksanakan rencana kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, kekurangan-kekurangan yang terjadi dapat dijadikan sebagai dasar dalam penyususnan rencana /siklus ulang sehingga peneliti (dalam hal ini guru sebagai peneliti) dapat melakukan kegiatan pembelajaran/siklus II dengan lebih baik lagi.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur yang beralamat di Jln. Patrol II No 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung.

Adapun subjek dari penelitian ini adalah anak-anak Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

C. Penjelasan Istilah dalam Judul 1. Bahasa

Bahasa merupakan kemampuan untuk mengekspresikan apa yang dialami dan dipikirkan anak untuk menangkap pesan dari lawan bicara. Dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak lainnya dan mampu berkreativitas melalui kegiatan bercerita, menceritakan kembali cerita yang telah diperdengarkan, berbagi pengalaman ataupun bersajak/puisi.

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran


(28)

45

mengungkapkan pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. (Syamsu Yusuf, 2000:118)

Maka dapat diketahui bahwa bahasa merupakan hal yang penting bagi anak, karena dengan bahasa anak dapat mengekspresikan keinginannya dan mampu berkomunikasi dengan orang lain sehingga kesalahpahaman diantara teman sebayanya dapat diminimalisir.

2. Berbicara

Berbicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Bicara juga merupakan keterampilan mental- motorik yang tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.

Ada dua criteria yang dapat digunakan untuk memutuskan apakah anak berbicara dengan artian yang benar atau hanya “membeo”. Pertama anak harus mengetahui arti kata yang digunakannya dan mengaitkannya dengan objek yang

diwakilinya. Sebagai contoh, kata “bola” harus mengacu pada bola, bukan pada mainan umumnya. Kedua anak harus melafalkan kata-katanya sehingga orang memahaminya dengan mudah.

Berbicara merupakan sarana berkomunikasi dengan individu lainnya yang dapat dilakukan dalam setiap bentuk bahasa-tulis, lisan, isyarat tangan, ungkapan musik dan artistik. Namun, bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efektif dan efisien karena kemungkinan terjadinya salah paham sangat kecil. (Rochmah, 128:2005).

Berangkat dari pengertian berbicara diatas, maka dengan berbicara anak akan mampu mengeluarkan pendapat dengan mudah, efektif dan efisien.

3. Metode Bercerita

Metode bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan dari satu generasi berikutnya (Isjoni 2011). Bercerita juga dapat menjadi media untuk


(29)

46

berkomunikasi, mengembangkan fantasi anak, sebagai dimensi kognitif dan bahasa anak usia dini.

D. Instrument Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Menurut Nasution (1987) mengungkapkan bahwa metode observasi merupakan metode yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Sedangkan menurut Sanjaya (2009:86) diungkapkan bahwa observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung.

Dalam observasi ini hal yang akan diamati adalah:

1) Kondisi obyektif kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur

2) Proses pembelajaran di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur

3) Pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita (storytelling) di kelompok B

4) Proses peningkatan kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (storytelling).

Maka dengan observasi maka penulis dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kemampuan anak usia dini di dalam berbicara.

(Adapun Kisi-Kisi Instrument Observasi lebih jelas lihat lampiran 3.1)

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. (Nasution 1987).

Sedangkan menurut Sanjaya (2009:96) diungkapkan bahwa wawancara atau interviu dapat diartikan sebagai teknik mengumpulkan data dengan menggunakan bahasa lisan secara tatap muka ataupun melalui saluran media tertentu.


(30)

47

Dalam hal ini wawancara yang dilakukan termasuk kedalam wawancara bebas, yakni pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi mengingat data apa yang akan dikumpulkan. Pihak yang diwawancara adalah guru kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur.

Dengan demikian, teknik wawancara ini diharapkan peneliti dapat mengetahui sejauhmana kemampuan anak usia dini didalam kemampuan berbicara.

(Adapun Kisi-Kisi Instrument Wawancara lihat pada lampiran 3.2)

c. Study Dokumentasi

Menurut Arikunto (1998:149) diungkapkan bahwa dokumentasi, dari asal katanya dokumentasi, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notula rapat, catatan harian dan sebagainya.

Dalam hal ini yang dilakukan oleh penulis adalah memotret seluruh keadaan dan proses pembelajaran pada kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur.

Kegiatan studi dokumentasi ini dilakukan untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai kepada kegiatan refleksi. Sehingga kegiatan ini menjadi bukti fisik didalam melakukan kegiatan penelitian.

(Untuk lebih jelas Dokumentasi Kegiatan Penelitian lihat lampiran 3.3)

d. Catatan Anekdot

Catatan anekdot adalah suatu tekhnik pengumpulan data yang bersifat pengamatan (observasi), karena guru sebagai pengamat hanya mencatat berbagai peristiwa yang terjadi selama proses kegiatan belajar berlangsung. (Agustin, 2010:54)

Catatan anekdot akan menjadi bukti fisik kejadian yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini yang dilakukan oleh penulis adalah


(31)

48

kepada kegiatan refleksi. Dengan demikian, catatan anekdot didalam penelitian tindakan kelas penting dilakukan sebagai bahan evaluasi peneliti.

e. Alat Tes Kemampuan Berbicara

Di dalam proses pengumpulan data peneliti membuat alat tes kemampuan berbicara atau sering disebut dengan instrument penelitian. Dibawah ini merupakan bagan kisi-kisi instrument penelitian kemampuan berbicara anak usia dini yang diambil dari Kurikulum 2004, Program Kegiatan Belajar (PKB) Taman Kanak-Kanak dan Kurikulum Permen Diknas No 58 Tahun 2009.


(32)

49

Table 3.1 Kisi-Kisi Instrument Penelitian Kemampuan Berbicara Anak

Variable Sub Variable Deskripsi Indicator Item

Kemampuan berbicara Mengucapkan kata Menggambarkan Kemampuan anak didalam mengujarkan bunyi-bunyi bahasa yang diungkap kan secara tepat

Menyebutkan berbagai bunyi/suara tertentu

Menggunakan dan dapat menjawab pertanyaan apa, mengapa,dimana,b erapa, kenapa dan bagaimana

1. Anak dapat menyebutkan suara atau bunyi dalam cerita

2. Anak dapat menirukan kembali 4-5 urutan kata.

3. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata

“apa”

4. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata

“mengapa”.

5. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata

“dimana”

6. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata

“berapa”

7. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata

“kenapa”

8. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata


(33)

50

Kosakata Menggambar kan tingkat penguasaan kosakata yang sudah dimiliki anak

Mau

mengungkapkan pendapat secara sederhana

Menyebutkan

sebanyak-banyaknya nama tokoh dalam cerita

yang sudah

diceritakan guru Menyebutkan

sebanyak-banyaknya nama benda

Menyebutkan

sebanyak-banyaknya kata sifat

9. Anak dapat mengungkapkan pendapat secara sederhana

10.Anak mampu menyebutkan sebanyak-banyaknya nama tokoh dalam cerita yang sudah diceritakan guru

11.Anak mampu menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda

12.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang berhubungan dengan warna.


(34)

51

Membentuk kalimat

Menggambarkan kemampuan

anak dalam

menyusun kalimat

Menyebutkan

sebanyak-banyaknya kata kerja

Memberi keterangan tentang suatu hal

Mengikuti

kalimat perintah secara berurutan dengan benar Melengkapi

kalimat sederhana

yang sudah

dimulai dengan

13.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang berhubungan dengan ukuran

14.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang berhubungan dengan rasa

15.Anak dapat menyebutkan kata-kata kerja yang

misalnya “memanjat”, mengatur,

menangkap.

16.Anak dapat Bercerita menggunakan kata ganti aku, saya, kamu, dia dan mereka

17.Anak dapat memberi keterangan tentang suatu hal 18.Anak mau mengungkapkan pendapat secara sederhana 19. Anak dapat mengikuti perintah secara berurutan

dengan benar.

20.Anak dapat Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara utuh.

21.Anak mampu melanjutkan cerita yang telah didengar sebelumnya.


(35)

52

(untuk lebih jelas lihat lampiran 3.4)

guru..

Bercerita tentang gambar yang dibuat sendiri

22.Anak dapat mengulang kalimat yang telah didengarnya 23.Anak dapat menceritakan gambar yang dibuat sendiri


(36)

53

2. Analisis Data

Menurut Sanjaya (2009:106) mengungkapkan bahwa menganalisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian.

Analisis data didalam PTK dapat dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar khususnya berbagai tindakan yang dilakukan guru, maksudnya peneliti sebagai instrument penelitian, peneliti mengadakan penelitian sendiri dengan teknik yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu wawancara, observasi dan lainnya.

Sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan peningkatan hasil belajar siswa sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru. Data penelitian kuantitatif ini dianalisis dengan tekhnik persentase. Maksudnya untuk mengetahui tingkat perkembangan berbicarara anak setelah mendengarkan cerita dan menceritakan kembali cerita yang telah didengar. Rumus yang digunakan untuk mencari persentase adalah:

P , dimana : P = persentase

F = jumlah anak yang mencapai tingkat perkembangan tertentu n = jumlah anak yang di jadikan sampel penelitian

100 = konstanta

Analisis data menurut Sanjaya dalam bukunya yang berjudul Penelitian Tindakan Kelas merumuskan tiga tahapan analisis data, sebagai berikut:


(37)

54

a. Reduksi Data

Yakni kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus masalah. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data kemudian dikumpulkan berdasarkan focus masalah.

b. Mendeskripsikan Data

Maksudnya agar data yang telah terorganisir menjadi bermakna. Mendeskripsikan data bisa dilakukan dalam bentuk naratif, membuat grafik atau table.

c. Kesimpulan

Membuat kesimpulan berdasarkan deskripsi data. Pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci dan pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori lain.


(38)

124

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kemampuan berbicara anak usia dini melalui penggunaan metode bercerita (storytelling) pada kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur, setelah dilaksanakannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengalami peningkatan. Maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi objektif kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur peneliti menemukan bahwa kemampuan berbicara anak pada kelompok B belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan). Berdasarkan pada observasi awal pada umumnya kemampuan anak di dalam berbicara sebelum dilakukan penerapan metode bercerita (storytelling) masih rendah.

2. Penerapan metode bercerita (storytelling) untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini kelompok B di TK Tresna bhakti Mulia Al Mabrur dilakukan dengan 2 siklus. Siklus I peneliti bercerita tentang fabel (cerita binatang) yaitu cerita “Kancil dan Buaya”dan siklus II peneliti juga bercerita tentang fabel (cerita binatang) yang berisi tentang cerita legenda. Metode bercerita (storytelling) yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bercerita secara langsung sehingga guru sangat mengandalkan kualitas suara, ekspresi wajah, serta gerak tangan dan tubuh. Sehingga kegiatan bercerita (storytelling) ini lebih fleksibel dan sangat menarik membuat anak bebas berimajinasi dan menemukan pendapat/gagasan sendiri tentang cerita yang telah didengar dan disampaikan.


(39)

125

kemampuan berbicara. Terlihat dari hasil yang ditunjukkan oleh anak dalam menjawab pertanyaan yang diajukan guru secara sederhana, dapat mengungkapkan pendapat/gagasan, pikiran, perasaan melalui serangkaian kalimat secara lisan dan dapat menceritakan cerita secara utuh.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan kegiatan bercerita (storytelling), antara lain:

1. Pihak Sekolah

Kemampuan berbicara pada anak usia dini (PAUD) hendaknya ditanamkan sejak mereka lahir dan mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih berkembang lagi ketika mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.

Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana sebagai penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan ketersediaannya fasilitas sarana prasarana, buku-buku sumber lainnya yang tersedia dan juga tidak lepas dari guru dan peserta didik itu sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan bercerita (storytelling) yang berjalan dengan baik.

2. Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Penerapan metode bercerita (storytelling) sebaiknya direncanakan oleh guru sematang mungkin, mulai dari strategi, bagaimana menggunakan media maupun sumber yang baik, pola belajar, sehingga dalam pelaksanaannya tidak mendapatkan hambatan yang berarti.

Guru senantiasa meningkatkan wawasan profesionalisme, sehingga dapat mengelola kelas dengan baik dan maksimal, yang pada akhirnya menghasilkan


(40)

126

sesuai tahap perkembangannya. Keadaan itu tidak terlepas dari pada peran serta guru itu sendiri dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. 3. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini

Bagi prodi pendidikan pendidikan anak usia dini perlu memperhatikan pembelajaran yang memberikan arahan kepada mahasiswanya dalam menanggapi siswanya. Lebih menanamkan pembelajaran yang mampu membantu mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini, kelak nanti sudah menjadi guru PAUD.

4. Universitas Pendidikan Indonesia

Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan universitas dengan begitu banyak jurusan yang ditujukan untuk menjadi guru. Sehingga diharapkan dapat menanamkan pembelajaran yang menjadikan guru lebih kreatif dan inovatif didalam mendidik anak-anak bangsa sehingga mereka dapat meningkatkan aspek perkembangannya terutama perkembangan bahasa anak yang sangat perlu untuk di kaji lebih dalam lagi. Karena dengan berkomunikasi yang baik dapat membantu anak-anak bangsa untuk menjelajahi dunia.

5. Peneliti Selanjutnya

Peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai penggunaan metode bercerita (storytelling) serta dampaknya pada kemampuan berbahasa yang lain, seperti kemampuan menyimak, membaca dini atau keaksaraan.


(41)

127

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, A.A. (2008). Mendidik dengan Dongeng. Bandung: PT ROSDA KARYA.

Asmani, et al. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Purwakarta: Alma Pustaka Sejahtera.

Asfandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng, Jakarta: Mizan.

Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in elaboration and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo 1563253.html [18 Agustus 2013].

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2010). Undang-undang Nomor 20 tahun 2003. Tentang Pendidikan Anak Usia Dini.

Hurlock, E.B. (1997). Perkembangan Anak. Jakarta: PT ERLANGGA.

Isjoni, H. (2011). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: ALFABETA

Itadz. (2008). Memilih, Menyusun Dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini. Yogyakarata: TIARAWACANA.

Masitoh. (2010). Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia:

http://www.kompas.com. [10 januari 2009].

MariyanA, Rita. Nugraha, Ali. dan Rachmawati, Y. (2010). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: KENCANA.

Mulyana. (2012). Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: ROSDAKARYA.


(42)

128

Moeleong, L.J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT ROSDA KARYA.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: TARSITO.

Nasution, S (1987). Metode Riset. Bandung: JEMMARS.

Patmonodewo, S. (1995). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: RINEKA CIPTA.

Purboyo, Kunto. (2004). Bermain dan Kreatifitas. Jakarta: PAPAS SINAR SINANTI.

Papalia, D.E. Wendoks, S. dan Feldman, R.D. (2008). Human Development. Jakarta: KENCANA

Rachmawati, Y. dan kurniati, Euis.(2010) Strategi Pengembangan Kreatifitas Pada Anak. Jakarta: KENCANA.

R, Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: RINEKA CIPTA.

Rahayu, Y.A,. (2013). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita. Jakarta. PT Indeks.

Rokayah, S. (2003). Bermain, Bernyanyi dan Bercerita. Bandung: BKPRMI

Rochmah, YR. (2015). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:

Seefeldt, C. dan Wasik, B.A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT INDEKS.

Serrat, O. (2008). Storytelling. United States of America: Reed Elsevier.

Suhartono, (2005). Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.


(43)

129

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Yuliani, E. (2005). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: TERAS

Yusuf, S. (2000). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: ROSDAKARYA.

Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: KENCANA


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kemampuan berbicara anak usia dini melalui penggunaan metode bercerita (storytelling) pada kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur, setelah dilaksanakannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengalami peningkatan. Maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi objektif kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur peneliti menemukan bahwa kemampuan berbicara anak pada kelompok B belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan). Berdasarkan pada observasi awal pada umumnya kemampuan anak di dalam berbicara sebelum dilakukan penerapan metode bercerita (storytelling) masih rendah.

2. Penerapan metode bercerita (storytelling) untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini kelompok B di TK Tresna bhakti Mulia Al Mabrur dilakukan dengan 2 siklus. Siklus I peneliti bercerita tentang fabel (cerita binatang) yaitu cerita “Kancil dan Buaya”dan siklus II peneliti juga bercerita tentang fabel (cerita binatang) yang berisi tentang cerita legenda. Metode bercerita (storytelling) yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bercerita secara langsung sehingga guru sangat mengandalkan kualitas suara, ekspresi wajah, serta gerak tangan dan tubuh. Sehingga kegiatan bercerita (storytelling) ini lebih fleksibel dan sangat menarik membuat anak bebas berimajinasi dan menemukan pendapat/gagasan sendiri tentang cerita yang telah didengar dan disampaikan.

3. Peningkatan kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (storytelling) diperoleh temuan bahwa secara keseluruhan terdapat peningkatan dalam


(2)

kemampuan berbicara. Terlihat dari hasil yang ditunjukkan oleh anak dalam menjawab pertanyaan yang diajukan guru secara sederhana, dapat mengungkapkan pendapat/gagasan, pikiran, perasaan melalui serangkaian kalimat secara lisan dan dapat menceritakan cerita secara utuh.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan kegiatan bercerita (storytelling), antara lain:

1. Pihak Sekolah

Kemampuan berbicara pada anak usia dini (PAUD) hendaknya ditanamkan sejak mereka lahir dan mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih berkembang lagi ketika mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.

Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana sebagai penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan ketersediaannya fasilitas sarana prasarana, buku-buku sumber lainnya yang tersedia dan juga tidak lepas dari guru dan peserta didik itu sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan bercerita (storytelling) yang berjalan dengan baik.

2. Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Penerapan metode bercerita (storytelling) sebaiknya direncanakan oleh guru sematang mungkin, mulai dari strategi, bagaimana menggunakan media maupun sumber yang baik, pola belajar, sehingga dalam pelaksanaannya tidak mendapatkan hambatan yang berarti.

Guru senantiasa meningkatkan wawasan profesionalisme, sehingga dapat mengelola kelas dengan baik dan maksimal, yang pada akhirnya menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, berkualitas dan mampu berbicara dengan baik


(3)

sesuai tahap perkembangannya. Keadaan itu tidak terlepas dari pada peran serta guru itu sendiri dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. 3. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini

Bagi prodi pendidikan pendidikan anak usia dini perlu memperhatikan pembelajaran yang memberikan arahan kepada mahasiswanya dalam menanggapi siswanya. Lebih menanamkan pembelajaran yang mampu membantu mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini, kelak nanti sudah menjadi guru PAUD.

4. Universitas Pendidikan Indonesia

Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan universitas dengan begitu banyak jurusan yang ditujukan untuk menjadi guru. Sehingga diharapkan dapat menanamkan pembelajaran yang menjadikan guru lebih kreatif dan inovatif didalam mendidik anak-anak bangsa sehingga mereka dapat meningkatkan aspek perkembangannya terutama perkembangan bahasa anak yang sangat perlu untuk di kaji lebih dalam lagi. Karena dengan berkomunikasi yang baik dapat membantu anak-anak bangsa untuk menjelajahi dunia.

5. Peneliti Selanjutnya

Peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai penggunaan metode bercerita (storytelling) serta dampaknya pada kemampuan berbahasa yang lain, seperti kemampuan menyimak, membaca dini atau keaksaraan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, A.A. (2008). Mendidik dengan Dongeng. Bandung: PT ROSDA KARYA.

Asmani, et al. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Purwakarta: Alma Pustaka Sejahtera.

Asfandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng, Jakarta: Mizan.

Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in

elaboration and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo

1563253.html [18 Agustus 2013].

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2010). Undang-undang Nomor 20

tahun 2003. Tentang Pendidikan Anak Usia Dini.

Hurlock, E.B. (1997). Perkembangan Anak. Jakarta: PT ERLANGGA.

Isjoni, H. (2011). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: ALFABETA

Itadz. (2008). Memilih, Menyusun Dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini. Yogyakarata: TIARAWACANA.

Masitoh. (2010). Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia:

http://www.kompas.com. [10 januari 2009].

MariyanA, Rita. Nugraha, Ali. dan Rachmawati, Y. (2010). Pengelolaan

Lingkungan Belajar. Jakarta: KENCANA.

Mulyana. (2012). Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: ROSDAKARYA.


(5)

Moeleong, L.J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT ROSDA KARYA.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: TARSITO.

Nasution, S (1987). Metode Riset. Bandung: JEMMARS.

Patmonodewo, S. (1995). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: RINEKA CIPTA.

Purboyo, Kunto. (2004). Bermain dan Kreatifitas. Jakarta: PAPAS SINAR SINANTI.

Papalia, D.E. Wendoks, S. dan Feldman, R.D. (2008). Human Development. Jakarta: KENCANA

Rachmawati, Y. dan kurniati, Euis.(2010) Strategi Pengembangan Kreatifitas

Pada Anak. Jakarta: KENCANA.

R, Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: RINEKA CIPTA.

Rahayu, Y.A,. (2013). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan

Bercerita. Jakarta. PT Indeks.

Rokayah, S. (2003). Bermain, Bernyanyi dan Bercerita. Bandung: BKPRMI

Rochmah, YR. (2015). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:

Seefeldt, C. dan Wasik, B.A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT INDEKS.

Serrat, O. (2008). Storytelling. United States of America: Reed Elsevier.

Suhartono, (2005). Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.


(6)

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Yuliani, E. (2005). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: TERAS

Yusuf, S. (2000). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: ROSDAKARYA.

Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: KENCANA