Budaya Jawa dalam Serat Wedhatama

14. Lebih-lebih yang berbeda pendapat itu, kita ketahui bukan pengetahuannya sendiri, tetapi di luar mengalah, agar terlihat sesuai. Hanya menyenangkan hati orang lain. Jangan sakit hati dan dendam. 15. Demikianlah saratnya wahyu, bila demikian selamanya, itu jalan menambah pahala, dari sabda Tuhan, diikat di ujung cipta, tidak akan lepas anakku. 16. Begitulah biasanya, mendapat anugerah Tuhan. Oleh karena itu anakku agar kau dapat pura-pura menjadi orang bodoh terhadap kata orang lain, hasilnya lahir batin, iyalah budi yang baik. 17. Pantas jadi tauladan dan diikuti, cara-cara mencapai kebaikan-kebaikan itu permulaan dari kemuliaan. Kemulyaan jiwa raga, walaupun tidak persis, seperti nenek moyang dahulu. 18. Tetapi harus ikhtiar, sekedarnya saja, jangan melupakan tauladancontoh, apabila tidak demikian anakku, itu berarti rugi hidup ini. Oleh karena itu jalankanlah anakku.

B. Budaya Jawa dalam Serat Wedhatama

Serat Wedhatama sebagai bagian dari kebudayaan Jawa, di dalamnya mengandung unsur- unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1979: 218, yaitu: 1 bahasa, 2 sistem pengetahuan, 2 organisasi sosial, 4 sistem peralatan hidup dan teknologi, 5 sistem mata pencaharian hidup, 6 sistem religi, dan 7 kesenian. Jika dilihat dari tiga sisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat 1979:200-201, yaitu pertama , wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, dedua , wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan ketiga , wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, apa yang ada dalam Serat Wedhatama mengandung wujud pertama dan kedua. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan- gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai sebuah aktivitas dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkrit, terjadi di sekeliling dalam kehidupan sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. Serat Wedhatama merupakan hasil budi daya manusia Jawa yang disebut kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa didasarkan atas peta kewilayahan yang meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa, dengan pusat kebudayaan wilayah bekas kerajaaan Mataram sebelum terpecah pada tahun 1755, yaitu Yogyakarta dan Surakarta Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2007: 329. Kamajaya 2007:84-85 menjelaskan bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pangejawantahan budi manusia Jawa, yang merangkum kemauan, cita-cita, ide, maupun semangatnya dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan lahir batin. Kebudayaan Jawa telah ada sejak zaman prahistori. Datangnya bangsa Hindu-Jawa dan dengan masuknya agama Islam dengan kebudayaannya, maka kebudayaan Jawa menjadi filsafat sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam. Arif 2010:35 mengatakan filsafat menempatkan kebudayaan pada aras metafisis yang merujuk pada penempatan nilai sebagai aspek formal intrinsik.

C. Filsafat Jawa dalam Serat Wedhatama