ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN
(STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

Oleh :
ZAKIA TIARA FARAGISTA

Tindak pidana pemerasan merupakan perbuatan melanggar hukum yang sangat
merugikan diri sendiri dan orang lain sebagaimana diatur di dalam Pasal 368
KUHP. Kata ‘pemerasan’ tersebut bisa bermakna ‘meminta uang dan jenis lain
dengan ancaman’. Seperti putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih
nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS yang menjatuhkan vonis penjara kepada pelaku
pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana serta apa dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang
dilakukan oleh preman.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
dan pendekatan empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu

dengan cara wawancara terhadap responden yang telah ditentukan. Setelah data
terkumpul, maka diolah dengan cara editing dan sistematisasi, dan dianalisis
dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, berupa putusan nomor
:370/Pid.B/2013/PN.GS, Pelaku telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana, yaitu
adanya kemampuan bertanggungjawab, hubungan batin pembuat dengan
perbuatannya berupa kesengajaan dan memenuhi unsur-unsur Pasal 368 Ayat (2)
tentang Tindak Pidana Pemerasan.

Zakia Tiara Faragista
Akibat perbuatan terdakwa serta kondisi diri terdakwa yang berterus terang dan
menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum. Hakim mengacu pada teori
keseimbangan dan teori pendekatan keilmuan. Hakim menganggap tuntutan jaksa
pidana penjara 5 (lima) tahun kurang tepat dan kurang memenuhi rasa keadilan
terdakwa sehingga hakim memutuskan agar terdakwa dipidana penjara selama 3
(tiga) tahun dan 6 (enam) bulan.
Saran dalam penelitian ini, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik
dalam memutuskan putusannya, serta pemerintah dapat lebih memperketat
penjagaan terhadap pengguna lalu lintas dan mempertegas peraturan yang sudah
ada dengan sanksi yang lebih tegas untuk memberikan efek jera dan rasa takut

bagi seseorang untuk melakukan tindak pidana pemerasan.
Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Pemerasan.

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN
(STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

Oleh
ZAKIA TIARA FARAGISTA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA HUKUM

Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Zakia Tiara Faragista,
penulis dilahirkan di Ternate, Maluku Utara

pada

tanggal 04 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua
dari tiga

bersaudara, dari pasangan bapak Nasron

Husein, S.H dan ibu Dra. Mullyana
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak
(TK) Darmawanita Bandar Lampung pada tahun 1997, penulis melanjutkan ke
Sekolah Dasar di SD N 1 Sukarame pada tahun 1998 hingga tahun 2004, Sekolah
Menengah Pertama di SMP Kartika II-2 Bandar Lampung pada tahun 2004

hingga tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Al Azhar 3 Bandar
Lampung pada Tahun 2007 hingga tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat ( PKAB ) pada tahun 2010.

MOTO

Hidup itu seperti naik sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak.
(Albert Einstein)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
(Thomas Alva Edison)

Life is simple. Just dream, pray and action.
(Penulis)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT ,atas rahmat dan hidayahnya,maka dengan

ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerihpayah, aku persembahkan
sebuah karya nan kecil ini kepada :
Papa dan mama yang kusayangi dan juga kucintai. Terima kasih telah memberikan dukungan,
Cinta dan kasih sayang serta mengiringi
Dengan do’a demi keberhasilanku.
Kakak dan Adikku tersayang dan seluruh keluarga besarku yang selalu
Mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal dalam menggapai cita-cita
Sahabat-sahabatku, terimakasih atas kebersamaan
Dan kesetiaannya selama ini
Almamaterku Universitas Lampung
Yang telah mendewasakan dan membuka pikiranku tentang dunia ini. Tempatku memperoleh
ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban
Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Sopir Truk yang Dilakukan oleh
Preman ( Studi Kasus No. 370/Pid.B/2013/PN.GS)” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari
berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2.

Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., sebagai Pembimbing I atas kesabaran dan kesediaan
meluangkan

waktu


disela-sela

kesibukannya,

mencurahkan

segenap

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah
bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Ibu Marindowati, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas

Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Papa yang
penulis banggakan dan Mama tercinta yang telah banyak memberikan
dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya
semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa
membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

10. Kakakku Novendaria Rosa Anita, S.H., M.H., Kakak iparku Miryanto S.H.,
M.H dan adikku M. Zulfikar Rhomi Prayoga dan M.H Azzam Al Ghifari atas
semua dukungan moril, motivasi, kegembiraan, dan semangatnya.
11. Teman, sahabat dan juga keluarga Toni Adi Saputra, A.Md , Muthia Firda
Sari, Eka Chandre Pratiwi, S.H., Sekar Pramudhita, Venti Azharia, Nur’aini,
Ramita Riska Aldina, Dwi Mutiara Herda, dan seluruh teman-teman Hukum
Pidana ’10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
kerjasamanya. Semoga kita semua sukses, I am gonna miss you guys ..
12. Teman – Teman SMA, Indira Rizki Amalia, S.IP , Nurlia Efendi, Ayu

Camelia, A.Md , Agus Setia Rini, A.Md , Mardia S.Pd , Atika Anggeriyani ,
Uly terima kasih semuanya atas semua nasihat, doa dan motivasinya.
13. Rekan – Rekan KKN Dusun Sabah, Desa Sukadana, Kab. Lampung Timur,
Arief S.T , Ferdita, Devy, Rindi, Amri , Toto, Rafiq, Wikke terima kasih atas
doanya, pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama kalian akan selalu
ada, Good Luck untuk kalian semua,
14. Kakak Rizki Amalia, S.H., M.H , Kak Destia Fauzi Sodri, S.H , Aswan
Radesa Putra yang setia meluangkan waktunya untuk membantu pada saat
penelitian,
15. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku
menuju keberhasilan.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan

ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 04 Juni 2014
Penulis

Zakia Tiara Faragista

DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Permasalahan Masalah dan Ruang Lingkup ......................................... 5
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ......................................... 5
D. Teoritis dan Konseptual ........................................................................ 6
E. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penjatuhan Pidana ............................................................. 15
B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana ......................................... 16
C. Jenis-Jenis Pidana ................................................................................ 18

D. Tujuan Pemidanaan ............................................................................. 23
E. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan ................................................. 24
F. Ketentuan dalam KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan ............... 25
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ........................................................................... 30
B. Sumber dan Jenis Data ....................................................................... 31
C. Narasumber ........................................................................................ 32
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................... 32
F. Analisis Data ....................................................................................... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden .................................................................... 35
B. Gambaran Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih
Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS ......................................................... 36
C.Pertanggungjawaban Pidana terhadap pelaku pemerasan
sopir truk yang dilakukan oleh preman Berdasarkan Putusan
Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS .......................................................... 38

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana
Terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh
preman Berdasarkan Putusan Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS .......... 50
V. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 62
B. Saran ..................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia
tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh
para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi
dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat.Beberapa contoh kasus tindak
pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana pencurian, tindak pidana
pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana penganiayaan.
Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah dan
kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan
orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah
satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan.
Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang
bisa bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.1 Tindak pidana
pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana
Pemerasan yaitu:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
1

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,
Jakarta, 2002, hlm. 855

2

supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu
tindak

pidana

pemerasan

(afpersing) dan

tindak

pidana

pengancaman

(afdreiging).Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama,
yaitu suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya
yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang
sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian,
tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut
mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 368 KUHP.2

Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih
belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat
pelaku tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh
kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah
sebagai berikut:

Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada
hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat di Jalan Raya Lintas
Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama saksi Edwin
berkandara menggunakan truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk
yang dikendarai kedua saksi tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar

2

Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013,
http://kismadi.blogspot.com/2013/01/pemerasanpengancaman.html, 20.00 WIB

3

yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon
dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari
telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan “berhenti!
Berhenti kamu!”.
Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis
Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon “saya tidak
ada duit”, Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto “masa tidak
ada duit” dan dijawab saksi “kalau bisa dikurangi”. Lalu Adon memukul kepala
saksi Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong.
Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp 100.000,kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross V5 dari saku baju
saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto
menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp 100.000,-. Berkaitan dengan
kasus tersebut maka terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun
dan 6 bulan berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3

Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut:
Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP :
1. Barang siapa
2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

3

Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014,
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5e80a45bc4deefe9ed722ff5b054a669, 19.30 WIB.

4

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain).
5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
6. Pada waktu malam dijalan umum.

Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 3 tahun
dan 6 bulan, Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana
maksimal 9 tahun, tetapi dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS terdakwa
hanya memeras uang sebesar Rp 200.000.- dan dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6
bulan. Atas dasar hal tersebut putusan yang dijatuhkan oleh hakim selama 3 tahun
dan 6 bulan penjara maka dianggap terlalu berat dibanding dengan uang yang
diperas oleh pelaku sebesar Rp 200.000.-

Berkaitan dengan kasus di atas maka berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) penelitian ini
membahas mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan
No. 370/Pid.B/2013/PN.GS dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara

tindak

pidana

pemerasan

berdasarkan

putusan

No.

370/Pid.B/2013/PN.GS. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan
menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban
Pidana Terhadap Pelaku Pemerasaan Sopir Truk yang Dilakukan oleh Preman. (
Studi Kasus No. 370/Pid.B/2013/PN.GS )”

5

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan penelitian yang
diangkat dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan
putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS ?
b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman
berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS ?

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana
materiil , khususnya tentang analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku
pemerasaan sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No.
370/Pid.B/2013/PN.GS. yang terkandung dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP
tentang Tindak Pidana Pemerasan. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di
Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Kejaksaan Negeri Gunung Sugih dan Fakultas
Hukum Universitas Lampung, penelitian dilakukan pada tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah :

6

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan
putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.
b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman
berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.

2. Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kegunaan Teoritis
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam mengkaji ilmu hukum
mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan
terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim
dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan. Dapat menjadi pengetahuan
awal untuk penelitian lebih lanjut.

b. Kegunaan Praktis
Penulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan berfikir dan memberikan
informasi bagi para pembaca dan memberikan sumbangan pemikiran pada pihak –
pihak terkait dalam rangka studi yang berhubungan dengan kasus tindak pidana
pemerasan.

D. Teoritis dan Konseptual
1. Teoritis
a. Teori Pertanggungjawaban Pidana
Seseorang akan dipertanggungjawabkan secara pidana apabila ia melakukan suatu

7

tindakan yang terlarang (diharuskan), dimana tindakan tersebut adalah melawan
hukum dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond
atau alasan pembenar untuk itu. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab
(toerekeningsvatbar) bilamana pada umumnya :

1. Keadaan jiwanya :
a. Tidak terganggu oleh penyakit yang terus menerus atau sementara
b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idioot, dan sebagainya) dan
c. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh
bawah sadar/reflexe beweging, melindur, mengigau karena demam, ngidam,
dan lain sebagainya.

2. Kemampuan jiwanya :
a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya
b.Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan
dilaksanakan atau tidak
c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa
dan bukan pada keadaan dan kemampuan berpikir.

Subyek dari tindak pidana adalah manusia sedangkan

badan hukum tidak

dianggap sebagai subyek. Dalam badan hukum yang dipertanggungjawabkan
adalah pengurusnya. Dapat disimpulkan bahwa manusialah yang dianggap sebagai
subyek tindak pidana, dapat dilihat dari :

8

1. Perumusan tindak pidana yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah
barangsiapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri dan lain
sebagainya;
2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana seperti diatur terutama dalam
Pasal 44, 45, 49 KUHP yang antara lain mengisyaratkan kejiwaan dari
petindak. Demikian juga unsur kesalahan yang merupakan hubungan kejiwaan
antara petindak dengan tindakannya;
3. Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP terutama
mengenai pidana mati, pidana penjara, dan pidana kurungan. Hanya
manusialah yang dapat dipidana mati, penjara, dan kurungan.

b. Dasar Pertimbangan Hakim
Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan
bahwa :
(1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab
atas penetapan dan putusan yang dibuatnya.
(2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan
dasar hukum yang tepat dan benar.

Teori tentang Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana antara lain
sebagai berikut:

a.Teori Relatif atau tujuan
Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana.
Pemberian pidana tidak hanya dilihat dari masa lampau melainkan juga ke masa

9

depan. Memidana harus ada tujuan lebih jauh dari pada hanya menjatuhkan
pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk pembalasan atau pengambilan
saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.

Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi sebagai sarana untuk
melindungi kepentingan masyarakat , maka teori ini disebut teori perlindungan
masyarakat. Penjatuhan pidana yang dimaksudkan agar tidak ada perbuatan jahat
sebenarnya tidak begitu bisa dipertanggung jawabkan , karena terbukti semakin
hari kualitas dan kuantitas kejahatan semangkin bertambah, jadi penjatuhan
pidana tidak menjamin berkurangnya kejahatan.

b. Teori Absolut atau teori pembalasan
Teori ini mengatakan bahwa didalam kejahatan itu sendiri terletak pembenaran
dari pemidanaan terlepas dari manfaat yang hendak di capai. Ada pemidanaan
karena ada pelanggaran hukum. Jadi menurut teori ini, pidana dijatuhkan sematamata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Tujuan utama
dari pidana menurut teori absolute adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan,
sedangkan pengaruh-pengaruhnya adalah skunder. Contoh, apabila ada dua orang
pelaku yang seorang menciptakan akibat yang lebih serius dari yang lain, maka
dia di pidana lebih berat.4

c. Teori Gabungan
Kemudian teori gabungan antara pembalasan dan prevensi bervariasi pula. Ada
yang menitikberatkan pembalasan, ada pula yang ingin agar unsur pembalasan

4

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia,Pradnya Paramita, Jakarta,1986,
hlm.3.

10

dan seimbang. Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitikberatkan
keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi
masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai dengan
beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh
apa yang berguna bagi masyarakat.5

d. Teori Pendekatan Seni dan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.
Sebagai diskresi,dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan
keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam
pekara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu
penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut
umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam
penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada
pengetahuan dari hakim.

e. Teori Integratif
Pemilihan teori integratif tentang tujuan pemidanaan ini didasarkan atas alasanalasan, baik yang bersifat sosiologis ideologis, maupun yuridis. Alasan sosiologis
dapat dilihat dari pada pendapat yang dikemukakan oleh Stanley Grupp, bahwa
kelayakan suatu teori pemidanaan tergantung pada anggapan-anggapan seseorang
terhadap hakekat manusia, informasi yang diterima seseorang sebagai ilmu
pengetahuan yang bermanfaat, macam dan luas pengetahuan yang mungkin
dicapai dan penilaian terhadap persyaratan-persyaratan untuk menerapkan teori

5

P.A. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, PT. Armico, Bandung, 1984, hlm 85

11

tertentu

serta

kemungkinan-kemungkinan

yang

dapat

dilakukan

untuk

menemukan persyaratan-persyaratan tersebut. Pendekatan yang mendasar tersebut
melihat permasalahan pidana dan pemidanaan dari aspek ekstrayudisial, yaitu dari
hakekat manusia didalam konteks masyarakatnya sesuaidengan kondisi sosial
masyarakat indonesia.6

2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antara konsep – konsep khusus
yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang berkaitan dengan istilah yang
ingin diteliti atau diketahui.7 Sumber konsep adalah undang – undang, buku/karya
tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa. Konsep ini akan
menjelaskan pengertian pokok dari judul penelitian, sehingga mempunyai batasan
yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan utuk
menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.
Adapun pengertian dasar dari istilah – istilah yang dipergunakan dalam penulisan
proposal ini adalah sebagai berikut :
a. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu
permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai suatu penyelidikan
terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan, dan sebagainya ) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya ( sebab, musabab, duduk perkaranya dan
sebagainya ).8

6

Tri Andrisman, Hukum Pidana; Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,
Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011, hlm. 33
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 125
8
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit, hlm. 32

12

b. Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalamBab XXII Pasal 368 KUHP
tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun”.
c. Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang
bisa bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. Tindak pidana
pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak
Pidana Pemerasan.
d. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang
yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.9
e. Pertanggungjawaban pidana adalah mekanisme hukum yang menggariskan
bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum,
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut
mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.10

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
9

Tri Andrisman, op.cit, hlm. 8
Moeljono, Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara,
Jakarta, 1993, hlm hlm.44.
10

13

militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.

Selain diatur dalam Pasal 18 tersebut di dalam Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang
48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat
pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber
hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Berkaitan dengan tujuan pemidanaan dalam Pasal 183 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Sedangkan dari Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
menyatakan bahwa :
(1) Alat bukti yang sah adalah :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

14

E. Sistematika penulisan
1. PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, ruang
lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan
konseptual serta sistematika penulisan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat
tinjauan mengenai pelaku, serta tindak pidana pemerasan.

3. METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data,
cara penetuan populasi dan sampel,prosedur pengumpulan dan pengolahan data
serta analisis data.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan dari permasalahan yang ada
yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truck yang
dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
penjatuhan pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman
dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.

5. PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan
kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta terdapat beberapa saran
dari penulis sesuai dengan permasalahan yang diangkat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas. Asas
kesalahan yaitu tiada pidana tanpa kesalahan. Walaupun asas ini tidak secara tegas
tercantum dalam KUHP maupun peraturan lainnya, namun berlakunya asas
tersebut sudah tidak diragukan lagi. Jadi Pertanggungjawaban pidana yaitu
menyangkut pada diri “Orang atau Pelaku”.10
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan
suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta
pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari
sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu
bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban .

Pertanggungjawaban
teorekenbaardheid

pidana
atau

dalam

criminal

istilah

asing

responsibility

tersebut
yang

juga

dengan

menjurus

kepada

pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang
10

Tri Andrisman, loc.cit, hlm 91

16

terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan fungsi
preventif hukum pidana.11

B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah :
1. Melakukan perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana.
Unsur pertanggungjawaban pidana dalam bentuk melakukan perbuatan melawan
hukum sebagai syarat mutlak dari tiap-tiap melakukan perbuatan pidana. Jika sifat
melawan hukum perbuatan pidana tersebut tidak dilakukan. Sifat melawan hukum
dari tindak pidana yang terdapat pada KUHP merumuskan delik tersebut secara
tertulis dan juga tidak tertulis. Jika rumusan delik tidak mencantumkan adanya
sifat melawan hukum suatu perbuatan pidana, maka unsur delik tersebut dianggap
dengan diam-diam telah ada, kecuali jika pelaku perbuatan dapat membuktikan
tidak adanya sifat melawan hukum tersebut.

2. Untuk adanya pidana harus mampu bertanggungjawab.
Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur yang diwajibkan guna
memenuhi pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, yang
menjadi dasar adanya kemampuan bertanggungjawab adalah:
a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang
buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.
b. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik
dan buruknya perbuatan tadi.

11

Choerul Huda,
Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 62

17

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan.
Perbuatan manusia dianggap mempunyai kesalahan merupakan bagian dari unsur
pertanggungjawaban pidana. Asas yang dipergunakan dalam pertanggungjawaban
pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Bentuk perbuatan manusia
mempunyai kesalahan terdapat dua sifat dalam hal melaksanakan perbuatan
tersebut, yaitu kesengajaan dan kelalaian Perbuatan dilakukan dengan sengaja
adalah perbuatan yang dikehendaki dan dilakukan dengan penuh kesadaran.
Bentuk kesengajaan ada 3 macam yaitu:
a. kesengajaan dengan maksud
b. kesengajaan sebagai kepastian, keharusan, dan
c. kesengajaan sebagai kemungkinan

4. Tidak adanya alasan pemaaf.
Mengenai alasan pembenar dan pemaaf, sebenarnya pembedaan ini tidak penting
bagi si pembuat sendiri, karena jika ternyata ada alasan penghapusan pidana,
maka teranglah ia tidak akan dipidana. Ketentuan yang mempunyai bentuk
perbuatan sebagai alasan pemaaf pada ketentuan KUHP adalah sebagai berikut:
a. mengenai pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu;
b. mengenai daya memaksa
c. mengenai pembelaan terpaksa
d. mengenai melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah.

Jika memenuhi dari salah satu ketentuan tersebut di atas, maka perbuatan yang
dilakukan merupakan tindak pidana, namun harus dibebaskan dari segala tuntutan
hukum atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

18

C. Jenis – Jenis Pidana
Pidana merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan negara kepada seseorang
yang hendak melanggar larangan. Pidana itu sebagai reaksi atas delik yang
dijatuhkan dan harus berdasarkan pada vonis hakim melalui sidang peradilan atas
terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan.12

Perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:
a. Pidana tambahan dapat ditambahkanpada pidana pokok dengan perkecualian
perampasan barang-barang tertentu dapat dilakukan terhadap anak yang
diserahkan kepada pemerintah tetapi hanya mengenai barang-barang yang
disita. Sehingga pidana tambahan itu ditambahkan pada tindakan, bukan pada
pidana pokok.

b. Pidana tambahan bersifat fakultatif, artinya jika hakim yakin mengenai tindak
pidana dan kesalahan terdakwa, hakim tersebut tidak harus menjatuhkan pidana
tambahan, kecuali untuk Pasal 250 bis, Pasal 261 dan Pasal 275 KUHP yang
bersifat imperative, sebagai mana hakim harus menjatuhkan pidana pokok bila
tindak pidana dan kesalahan terdakwa terbukti.

Adapun mengenai bentuk pidana yang dijatuhkan utamanya mengacu pada KUHP
Pasal 10. Ada beberapa jenis hukuman yaitu sebagai berikut:
1. Pidana Pokok yang terdiri atas:
a. Pidana Mati

12

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,Sinar Grafika,Jakarta,2004, hlm 25

19

Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang dicantumkan terhadap
berbagai kejahatan yang sangat berat, Hukuman mati adalah hukuman atau vonis
yang diputuskan oleh pihak pengadilan atau tanpa pihak pengadilan melibatkan
pelaku atas segala perbuatannya. Hukuman mati ini dihukum secara pancung,
tembak, gantung, suntik mati dan sengatan listrik dan rajam.

b.Pidana Penjara
Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa
hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari kurungan
karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan
karena diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena
kelalaian.13 Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup.
Hal ini diatur dalam Pasal 12 KUHP yang berbunyi:

1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling
lama lima belas tahun berturut-turut.
3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun
berturut-turutdalam hal yang pidananya Hakim boleh memilih antara Pidana
Mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antar
pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas
tahun dapat dilampaui karena pembarengan (concursus), pengulangan
(residive) atau karena yang telah ditentukan dalam Pasal 52 KUHP.

13

Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik:Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta,2008, hlm.108

20

4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua
puluh tahun.

c. Pidana Kurungan
Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada
yang ditentukan kepada pidana penjara.14

Ketentuan tersebut ialah :
1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole, yang artinya mempunyai
hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas
biaya sendiri (Pasal 23 KUHP).

2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wajib yang lebih ringan
dibandingkan dengan para terpidana penjara (Pasal 19 KUHP).

3. Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun, maksimum
sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena
perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 atau 52a ( Pasal 18
KUHP).

4. Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana
masing-masing dalam satu tempat pemasyarakatan, maka para terpidana
kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP).

14

S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta,2002, hlm. 471

21

5. Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri (Biasanya
tidak di luar daerah Kabupaten yang bersangkutan).

d. Pidana Denda
Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan
terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif. Jumlah
yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua puluh sen,
sedang jumlah maksimum, tidak ada ketentuan.15 Mengenai hukuman denda
diatur dalam Pasal 30 KUHP, yang berbunyi:
1. Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
2. Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti
dengan hukuman kurungan.
3. Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya
satu hari dan selama-lamanya enam bulan.
4. Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga
setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga lebih tinggi
bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya
sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah juga.
5. Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam
hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan kejahatan,
karena mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52.
6. Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.

15

Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar
Grafika,Jakarta,1996, hlm 12.

22

Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluarga atau
kenalan dapat melunasinya.

2. Pidana Tambahan yaitu sebagai berikut :
a. Pencabutan hak – hak tertentu, Hal ini diatur didalam KUHP Pasal 35 yaitu
sebagai berikut :

1. Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal
yang ditentukan dalam KUHP atau dalam aturan umum lainnya yaitu :

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu
b. Hak memasuki Angkatan Bersenjata
c. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena undangundang umum
d. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampu atau
pengampu pengawas atas orang lain yang bukan anaknya sendiri
e. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri
f. Melakukan pekerjaan tertentu

2. Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila
dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-mata
berkuasa melakukan pemecatan itu.

b. Perampasan Barang Tertentu
Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang
dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang

23

dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang
digunakan untuk melaksanakan kejahatannya:

1. Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau
dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas.
2. Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan
sengaja atau karena melakukan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan,
tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang.
3. Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang bersalah yang
oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang
telah disita

c. Pengumuman Putusan Hakim
Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak
umum agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si
terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau
berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhukum.

D. Tujuan Pemidanaan
1. Pemidanaan bertujuan untuk16 :
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat.
b.Memasyarakatkan

terpidana

dengan

mengadakan

pembinaan

sehingga

menjadikan orang yang baik dan berguna

16

Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana, Unila, Bandar Lampung, 2012,
hlm. 41

24

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana

2. Pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan
merendahkan martabat manusi.

E. Pengertian Tindak Pidana Pemerasaan
Kata „pemerasan” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “peras” yang
bisa bermakna leksikal “meminta uang dan jenis lain dengan ancaman”.17 Tindak
pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak
Pidana Pemerasan yaitu:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu
tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging).
Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu
perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama
itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu
“pemerasan” serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah
kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai

17

Loq.cit, Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 855

25

sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal
368 KUHP.

F. Ketentuan dalam KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan
Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP dan 369 KUHP .Dalam
ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan
sebagai berikut :

1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus
piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.

2. Ketentuan Pasal 365 Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) berlaku dalam tindak
pidana ini.
Berdasarkan sanksi tindak pidana pemerasan berdasarkan unsur – unsur yang ada
di dalam Pasal 368 adalah sebagai berikut :
Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (1) Pasal 368 KUHP :
Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur :

1. Memaksa .
2. Orang lain.
3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

26

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain).
5. Supaya memberi hutang.
6. Untuk menghapus piutang.

Unsur subyektif, yang meliputi unsur - unsur :
1. Dengan maksud.
2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Unsur "memaksa". Dengan istilah "memaksa" dimaksudkan adalah melakukan
tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan
dengan kehendaknya sendiri

2. Unsur "untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang". Berkaitan
dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada
penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila
barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan
orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar - benar
dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah
terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang
dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya.
Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang
diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan
dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas.

27

3. Unsur "supaya memberi hutang". Berkaitan dengan pengertian "memberi
hutang" dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman
yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras
memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu
perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah
uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini
bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang
yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya
kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada
pemeras atau orang lain yang dikehendaki.

4. Unsur "untuk menghapus hutang". Dengan menghapusnya piutang yang
dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada
dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki
oleh pemeras.

5. Unsur "untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain". Yang dimaksud
dengan "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" adalah menambah baik
bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah
kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat
dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain. Dengan cara memaksa, pelaku ingin korban menyerahkan
barang atau membayar utang atau menghapus piutang. Jika yang terjadi
penyerahan barang, maka berpindahnya barang dari tangan korban menjadi
peristiwa penting melengkapi unsur pasal ini.

28

Berdasarkan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) KUHP tindak pidana pemerasan
diperberat ancaman pidananya apabila :

1. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah
rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau apabila pemerasan
dilakukan dijalan umum atau diatas kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Ketentuan ini berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-1
KUHP dengan ancaman pidana selama dua belas tahun penjara.

2. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat
(2) ke-2 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun
penjara.

3. Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan kejahatan
dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat, memakai anak
kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-3 KUHP dengan pidana
penjara sembilan tahun.

a. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan terjadinya luka berat,
sebagaimana diatur dalam Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-4
KUHP ancaman pidananya sama dengan yang diatas, yaitu sembilan tahun
penjara.

29

b. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur dalam
ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (3) KUHP dengan
ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara.
c. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau
kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN WARGA NEGARA ASING (STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 1014/Pid.B/2010/PN.TK)

3 91 53

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Nomor: 791/Pid.A/2012/PN.TK)

2 26 62

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI (Nomor Putusan: 355/PID.B/2011/PN.GS.,86/PID/2012/PT.TK)

0 9 48

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU ANAK YANG MELAKUKAN PERBUATAN CABUL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 1056/PID/A/2012/PN.TK)

2 38 55

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

0 16 59

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

0 2 53

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

1 4 54

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

0 10 59

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.)

3 26 61

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

0 0 12