PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

(1)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

Oleh

FITRI DWI YUDHA

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana, terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Pelaku yang dikategorikan anak yaitu AS bin Samijan yang berumur 17 tahun terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana paksaan dan perlawanan terhadap pegawai negeri yang sedang melaksanakan tugas yang sah dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dilakukan bersama-sama. Permasalahan bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang diguanakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif.

Hasil penelitian dari pembahasan ini menunjukkan bahwa Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur- unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : Perbuatan (manusia), Diancam pidana, Dilakukan dengan unsur kesalahan. Hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara


(2)

Fitri Dwi Yudha selama 1 (satu) tahun dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar 2.000 (rupiah) Akan tetapi penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dasar pertimbangan hakim dalam hal ini yaitu dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, motif tindak pidana, akibat yang ditimbulkan dan sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana dan kondisi pelaku yang masih anak-anak. Serta aplikasi teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan.

Saran dalam penelitian ini adalah Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan putusan pemidanaan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih tergolong anak, sebaiknya hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap anak menerapkan sistem pemidanaan yang bersifat mendidik dalam bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus. Dan Hakim dalam mengambil keputusan harus lebih bijak dan adil dalam memberikan vonis terhadap pelaku yang masih dikategorikan anak, sebaiknya putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium) dan hakim hendaknya lebih mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non-penal (preventif) daripada yang bersifat penal (refresif).


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Fitri Dwi Yudha dilahirkan di Bandar Lampung 21 November 1993, yang merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Bambang Joko Dwi Sunarto, S.H., M.H. dan Ibu Dr. (c) Asriani, S.H., M.H.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Aisyah Kedaton Bandar Lampung pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada Tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Kartika II-2 Bandar Lampung pada Tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandar Lampung pada Tahun 2011.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila (2014-2015). Selain itu, pada Tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tanggal 22 Januari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014 Periode I yang dilaksanakan di Kabupaten Lampung Selatan Kecamatan Rajabasa Desa Way Muli Timur.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap

perjuangan, do’a dan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Ayahanda dan Ibunda

yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku kepada kalian

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta

do’a demi keberhasilanku selama ini

Untuk kakakku tersayang yang selalu kubanggakan dan senantiasa menemani saat-saat aku membutuhkan tempat untuk berbagi cerita

Yuris Nastasia Eka Putri BJDS, S.Ip.

Untuk adik-adikku yang selalu kusayangi dan kubanggakan yang selalu menemaniku dan selalu menghiburku disaat aku senang maupun sedih

Khalif Anissa Tri Pertiwi BJDS Dan


(9)

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam bentuk apapun


(10)

MOTO

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang

nyata”

(QS. AL-Ahzab: 58)

“Jangan menyia-nyiakan hidup dengan memberi kekecewaan kepada orang lain, karena 1000

kebaikan yang diberikan akan terhapus dengan 1 kekecewaan saja”

(Fitri Dwi Yudha)

“It is better to be hated for what you are than to be loved for what you are not.”


(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan

Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaan, namun penulis berhasil menyelesaikan dengan baik. Skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heriyandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., selaku Pembimbing Pertama skripsi selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung


(12)

dan Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua skripsi selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. 4. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Pembahas Pertama skripsi selama penulis

menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampungdan Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua skripsi selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademik dan kemahasiswaan atas bantuan selama penyusunan skripsi.

6. Bapak Madison, S.H., selaku Hakim pada Pengadilan Negeri IA Tanjung Karang, Ibu Sayekti Chandra, S.H., selaku Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Bapak Suswanto selaku Polisi pada Polresta Bandar Lampung, Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Telah meluangkan waktu untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Mbak Sri, Mbak Yanti, dan Babe yang telah membantu dari awal kuliah hingga akhir perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku tersayang: Ayahandaku Bambang Joko Dwi Sunarto, S.H., M.H., dan Ibundaku Dr. (c) Asriani, S.H., M.H., yang selalu menjadi inspirasi, menyayangiku dan memberikan dukungan baik materil maupun pemikiran serta selalu mendukung dan memotivasi diriku dalam menggapai cita-citaku.


(13)

9. Kakakku Yuris Nastasia Eka Putri BJDS, S.I.P., yang selalu memberikan motivasi dan selalu menjadi pendengar cerita kehidupanku.

10. Adik-adikku Khalif Anissa Tri Pertiwi BJDS dan Muhammad Catur Lanang Ing Jagad BJDS yang selalu menghiburku dan menemaniku.

11. Seseorang yang selalu memberikan semangat yang luar biasa dalam bentuk apapun terima kasih telah meluangkan waktu dan fikiran. Sincerely, I’m lucky to have you.

12. Sahabat dan saudara ku Danissa Okpitasari yang selalu menemaniku dan memotivasi serta semangat.

13. Sahabat-sahabat Sissy Sarah, Tara, Gracelda, Indah, Zahra, Tiffany, dan Dea yang selalu menemani dan memberikan motivasi serta semangat. Guys, you are totally awesome girls! I believe, we will be successful in our future. 14. Teman-temanku Mute, Anca, Triadhani, Mia Nasya, Almira, Tya Murni,

Shintya Sardi, Mimi, Patrisella, Ruri kemala, dan Oldy terimakasih atas motivasi dan semangat bersama-sama dalam menyelesaikan skripsi.

15. Teman-Teman Brothers Fahmi, Mamed, Odi, Himawan, Danan, Gery, Putera, Tyo, Ferdian, Jordi, Andre, Hilman yang selalu menghiburku dan memotivasiku.

16. Teman-teman sepermainan Ivan Savero, Gilang, Backur, Harry, Egi, Zakky yang selalu memotivasiku.

17. Sahabatku Abdullah (hamba allah) yang selalu membantuku, memotivasi serta semangat.

18. Keluarga besar Hima Pidana, Fima, Ayi, Hindiana, Andika, Gery, Kresna, Ninis, Deswandi Ahda, Dopdon, Ody, Fajar, Sarah, Tiffani, Triadhani,


(14)

Fahmi, Mute, dan Anggota Hima Pidana angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan, doa dan semangat yang diberikan untukku.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Bandar Lampung, 23 Februari 2015 Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E.Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana ... 20

B.Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana ... 24

C.Tindak Pidana Pengancaman ... 28

D.Pengertian Anak………... 29

E.Tinjauan Tentang Polri... 31

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 33

B.Sumber dan Jenis Data ... 34

C.Penentuan Narasumber ... 35

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36


(16)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden... 39 B. Gambaran Umum Putusan Pengadilan Negeri Kelas Ia Tanjung Karang (Studi Kasus Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) ... 41 C. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.).. 45 D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.)... 54

V. PENUTUP

A.Simpulan... 65 B.Saran... 66


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, artinya: “Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”.

Salah satu tujuan hukum adalah keadilan menurut pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya ada kesinambungan diantara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan penguasa. Indonesia sebagai negara hukum menganut asas dan konsep pancasila yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:

1. Asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang anti agama dan anti ajaran agama

2. Asas kemanusiaan mengamanatkan bahwa hukum nasional harus menjamin, melindungi hak asasi manusia

3. Asas kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia, berfungsi sebagai pemersatu bangsa


(18)

2

4. Asas demokrasi mengamanatkan bahwa kekuasaan harus tunduk pada hukum yang adil dan demokratis.

5. Asas keadilan sosial mengamanatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum.

Berdasarkan asas-asas tersebut maka segala tindakan yang melanggar hukum harus segera ditindak lanjuti dengan dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan yang relevan dan tegas untuk mengaturnya, seperti halnya kejahatan pengancaman atau afdreiging yang diatur dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan pengancaman dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pengertian anak sendiri dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas), tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002


(19)

3

tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.1

Anak seyogianya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Akhir-akhir ini fenomena yang terjadi di masyarakat menunjukkan tindak pidana yang dilakukan oleh anak mengalami peningkatan dari waktu-kewaktu sebagaimana seringkali diberitakan baik dalam media cetak maupun media elektronik tentang berbagai peristiwa kejahatan yang pelakunya adalah anak-anak.2 Diketahui bahwa tindakan pengancaman merupakan suatu kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum dari orang atau barang dan cara untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Bandar lampung yaitu pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri pada beberapa bulan lalu di Jl. Agus Salim Gg. Mangga Dua, Kelurahan Kaliawi, Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung. Hal ini diawali dari penangkapan yang akan dilakukan oleh polisi terhadap seorang warga yang diduga sebagai bandar narkoba, dengan melihat kedatangan polisi tersebut memicu AS (17) melakukan tindakan

1

http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul 22.00 wib.

2

Tri Budiardjo,Anak-Anak; Generasi Terpingirkan, (membangun Karakter Generasi Baru Lewat Pelayanan Anak)., Yogyakarta : Penerbit Andi, 2010, hlm. 110.


(20)

4

pengancaman dengan menggunakan senjata tajam terhadap anggota Polresta Bandar lampung yang hendak menangkap tersangka narkoba di Kaliawi.3

Pengertian Pengancaman dapat dilihat pada :

Pasal 214 KUHP. (1) Paksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam Pasal 211 dan Pasal 212, jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) yang bersalah dikenakan :

1. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;

2. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat; 3. pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.

Pengancaman dalam Bentuk Pokok (Pasal 369 KUHP)

(1) “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

a. Unsur obyektif

1. Ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia.

a. Ancaman pencemaran nama baik adalah perbuatan yang disengaja untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan kepadanya telah melakukan suatu perbuatan yang nyata-nyata mempunyai

3

www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/hukum/hukum-a-kriminal/71114-ancam-anggota-divonis-setahun.


(21)

5

maksud untuk menyebarluaskan tuduhan tersebut kepada orang lain atau umum.

b. Ancaman membuka rahasia adalah memberitahukan kepada orang lain atau orang banyak tentang segala hal yang menyangkut diri korban yang disimpannya dan tidak boleh diketahui orang lain.

2. Memaksa

Perbuatan aktif yang sifatnya menekan kehendak pada orang, agar melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak sendiri.

3. Seseorang

Tidak harus pemilik benda/orang yang menyerahkan dan menerima paksaan sama dengan orang yang memberi hutang atau piutang.

4. Tujuan yang sekaligus merupakan akibat b. Unsur subyektif (warna merah)

1. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain Memiliki maksud untuk menambah kekayaan diri sendiri atau orang lain

2. Secara melawan hukum

Bertindak secara sadar dan telah mengetahui bahwa perbuatan mengambil yang dia petindak lakukan merupakan suatu hal yang dilarang oleh hukum.

(2) “Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena

kejahatan” (Pengancaman merupakan tindak pidana aduan)

Pemerasan dalam bentuk pokok (368 KUHP)

(1) “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat orang itu atau


(22)

6

orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam

karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

a. Unsur Obyektif 1. Memaksa

Perbuatan aktif yang sifatnya menekan kehendak pada orang, agar melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak sendiri.

2. Seseorang/orang lain

Tidak harus pemilik benda/orang yang menyerahkan dan menerima paksaan sama dengan orang yang memberi hutang atau piutang.

3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

a. Kekerasan adalah setiap perbuatan melawan hukum, dengan atau tanpa sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau terampasnya kemerdekaan seseorang.

b. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. 4. Untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang.

Merupakan indikator selesainya kejahatan pemerasan (selesainya perbuatan tergantung korban)

a. Unsur benda tidak harus milik korban

b. Penyerahan benda tidak harus oleh korban dan tidak harus diberikan terhadap petindak


(23)

7

c. Memberi hutang berarti mengadakan perjanjian yang menyebabkan korban harus membayar sejumlah uang/memberi prestasi

d. Menghapuskan piutang berarti menghapuskan segala perikatan yang menyebabkan hapusnya kewajiban hukum untuk menyerahkan/menunaikan prestasi kepada korban.

b. Unsur Subyektif (warna merah)

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Memiliki maksud untuk menambah kekayaan bagi dirinya sendiri atau orang lain

2. Secara melawan hukum

Perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum positif.

Tindakan pengancaman yang dilakukan AS (17) terhadap anggota Polri membuatnya ditangkap. Ketua majelis hakim Ahmad Virzha menyatakan, AS (17) bersalah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP. ’’Terdakwa dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Dia dinilai telah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP,”Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Sayekti Chandra, yakni dua tahun penjara.

Hukum merupakan jaminan bagi kepastian perlindungan anak. Sebagaimana Arif Gosita,4 mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.

4


(24)

8

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak

(Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)”. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan atau sasaran sesuai yang dikehendaki.

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk) ?

2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan dengan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian penulis ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, yang membahas pertanggungjawaban


(25)

9

pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk). Sedangkan ruang lingkup penelitian akan dilakukan pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kepolisian Polres Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

b. Untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis :


(26)

10

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana khususnya hukum pidana anak di Indonesia, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan beberapa permasalahan tentang tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengancaman terhadap Polri yang dilakukan oleh anak.

D. Kerangka Teoristis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang relevan oleh peneliti.5 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.6

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1986, hlm.125.

6

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 73.


(27)

11

a. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan kepadanya.7

Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujdkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spiruil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting) dalam melaksanakannya.8

Syarat-syarat elemen yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu :

1) Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak

7

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.

8

Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, hlm. 49.


(28)

12

benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali tidak punya pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya

2) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijakan, kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentu/dalam caranya melakukan perbuatan.9

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan aman yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.10

Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan seseorang dapat setidaknnya ia dipidana harus memenuhi rumusan sebagai berikut:

a. Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan.

b. Hubungan bathin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya, berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).

c. Tidak ada alasan yang menghapus pertanggungjawaban pidana atau kesalahan bagi pembuat.11

9

Ibid, hlm. 49.

10

Soesilo, R. 1999. KUHP Serta Komentar-komentarnyanya Lengkap dengan Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor.

11


(29)

13

Ruslan Saleh menyatakan :

Janganlah jatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan yang tidak bersyarat jika suatu pidana bersyarat dipandang telah cukup, janganlah jatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, sifatnya adalah panjang jika suatu pidana waktunya pendek telah dapat menyelesaikan persoalan itu.12

Penanganan perkara pidana yang pelakunya masih tergolong anak haruslah ditujukan pada :

a. Menjatuhkan Kesejahteraan Anak (the promotion of well being of the juvenile), dan

b. Prinsip proposionalitas (the principle of proportionality).

Bahwa prinsip memajukan kesejahteraan anak untuk menghindari penggunaan sanksi yang semata-mata bersifat pidana atau semata-mata bersifat menghukum. Sedangkan prinsip proposionalitas digunakan untuk mengekang penggunaan sanksi yang bersifat menghukum dalam arti membalas semata-mata.13

b. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut :

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbanngan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan

12

Samosir, Djusman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta Bandung.

13


(30)

14

dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan Putusan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan denga keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu tergugat pang penggugat dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan hakim.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitan dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan


(31)

15

dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.14

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6. Teori Kebijaksanaan

Sebenarnya teori ini berkeneen dengan putusan hakim dalam perkara dipengadilan anak. Landasan dari teori kebijakan ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina. Selanjutnya teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat dan orangtua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.15

Hakim dalam menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis dan hal-hal yang bersifat non-yuridis, yaitu :

14

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 105-106.

15


(32)

16

1. Hal-hal yang bersifat yuridis

a) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) b) Keterangan saksi dan terdakwa

c) Barang bukti

d) Pasal-pasal yang bersangkutan

2. Hal-hal yang bersifat non yuridis maksudnya pertimbangan dari luar aspek hukumnya, misalnya keadaan terdakwa, umur terdakwa, sikap dan pribadi terdakwa, termasuk teori pertimbangan hakim.

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian.Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui.16

Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pertanggungjawaban pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secra pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.17

16

Soerjono Soekanto, 1986, Op.Cit., hlm.132. 17

Roeslan saleh, perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, 1999, Jakarta: Akasara Baru, hlm 75.


(33)

17

b. Pelaku

Pengertian pelaku telah dirumuskan dalam Pasal 55 Ayat (1) KUHP sebagai berikut:

“Pelaku adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”.

c. Pengancaman

Pengancaman adalah tindak pidana yang dilakukan untuk menguasai suatu barang dengan cara menista atau mengancam akan membuka rahasia dengan kata atau tulisan. Pengancaman diancam dengan hukuman penjara paling lama empat tahun berdasarkan pasal 369 KUHP

d. Anak

Anak menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa :

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah

anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18


(34)

18

E. Anggota Polri

Polri adalah Kepolisian Nasional diIndonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Badan pemerintah yg bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yg melanggar undang-undang, anggota badan pemerintah atau pegawai negara yg bertugas menjaga keamanan. 18

E. Sistematika Penulisan

Sistematika ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, manfaat penulisa, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan umum mengenai pengertian penegakan hukum, pengertian tinjuan umum tindak pidana, tinjauan umu tentang pengancaman dan pengertian anak

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas suatu masalah yang menggunakan metode ilmiah secara sistematis, yang meliputi pendekatan masalah, sumber, jenis data, prosedur pengumpulan dan pengelolaan. Sehingga dengan demikian memerlukan suatu

18

http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/, diakses pada tanggal 11 desember 2014 pada pukul 12:12.


(35)

19

metode yang jelas dan efektif agar hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan bab yang menguraikan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan yang memuat tentang karakteristik responden, Pertanggungjawaban pidana pelaku pengancaman terhadap POLRI yang dilakukan oleh anak dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi terpidana tersebut.

V. PENUTUP

Merupakan bab yang berisikan kesimpulan yang dapat diambil penulis dan saran-saran yang diberikan penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.


(36)

20

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajrkan berpasangan dengan asa legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasrkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaanya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatanya itu patut dipersalahkan.1

Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa), sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut :

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai.

1

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.


(37)

21

Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian

kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetatpi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu

d. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian

kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang mengahasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya.2

Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipanjang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.3

Syarat-syarat elemen yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu :

1. Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya

2. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenai hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijaksaan,

2

Moeljatno, Op. Cit, hlm. 46.

3


(38)

22

kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentu/cara melakuka perbuatan4

Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suata tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Seseorang dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, harus mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan yang melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan yang melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan.5

Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu :

a. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si pembuat.

b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu sikap psikis pelaku yang terkait dengan kelakuannya yaitu disengaja dan kurang hati-hati atau lalai.

c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. 6

Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44 Ayat 1

KUHP yang berbunyi : “Barang siapamelakukan perbuatan yang tidak dapat

4

Ibid, hlm. 48

5

Moeljatno, Op. Cit, hlm. 49.

6


(39)

23

dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau

terganggu karena cacat, tidak dipidana”. Menurut Moeljatno, bila tidak

dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan. Apabila hakim menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat yaitu :

a. Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berupa akal, yaitu keadaan kegilaan (idiot), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa keadaan ini harus terus menerus. b. Syarat psikologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si pelaku melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu gangguan jiwa yang timbul sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat dikenai hukuman.7

Berdasarkan uraian diatas maka diketahui bahwa pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut denganpidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut

7


(40)

24

B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

1. Pengertian Pidana

Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai arti dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebuttidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya.

Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada

pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas.Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut: Menurut Prof. Sudarto, SH:8

Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam dua jenis:9

a. Pidana pokok, yaitu : 1. Pidana mati

2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan

8

Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan Ke-2, Bandung: Alumni, 1998, hlm. 2 – 4.

9

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1988, hlm. 34.


(41)

25

4. Pidana denda

5. Pidana tutupan (ditambah berdasarkan UU No. 20 tahun 1946)

b. Pidana tambahan, yaitu : 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim

2. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda yaitu “Straftbaar Feit”, Strafbar Feit terdiri dari 3 (tiga) kata yakni Straf, Baar dan Feit. Straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, perkataan baar diterjemahkan sebagai dapat dan boleh sedangkan kata feit diterjemahkan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Tindak menunjuk pada hak kelakuan manusia dalam arti positif (handelen). Padahal pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun pasif.10 Perbuatan aktif maksudnya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkannya diperlukan atau diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia, misalnya mengambil sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP atau merusak yang diatur dalam Pasal 406 KUHP. Sedangkan perbuatan pasif adalah suatu bentuk tidak melakukan suatu bentuk perbuatan fisik apapun, dimana seseorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misal perbuatan tidak menolong sebagaimana diatur dalam Pasal 531 KUHP atau perbuatan membiarkan yang diatur dalam Pasal 304 KUHP.

10

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 67.


(42)

26

Simon mengatakan bahwa straftbaar feit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa straftbaar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.11

Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. Terdapat pemisahan antara pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana, yang dikenal dengan paham dualisme, yang memisahkan antara unsur yang mengenai perbuatan dengan unsur yang melekat pada diri orangnya tentang tindak pidana.

Tindak pidana berisi rumusan tentang akibat-akibat yang terlarang untuk diwujudkan. Dengan demikian, rumusan tentang tindak pidana berisi kewajiban, yang apabila tidak dilaksanakan pembuatnya diancam dengan pidana. Kewajiban disini, menurut Wilson bukan hanya bersumber dari ketentuan undang-undang, dapat kewajiban tersebut timbul dari suatu perjanjian ataupun kewajiban yang timbul di luar perjanjian, atau kewajiban yang timbul dari hubungan-hubungan yang khusus, atau kewajiban untuk mencegah keadaan bahaya akibat perbuatannya, bahkan kewajiban-kewajiban lain yang timbul dalam hubungan sosial.12

11

Chairul huda,Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Prenada Media, 2006, hlm. 28.

12Ibid


(43)

27

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan dari dua sudut pandang yaitu Menurut Moeljatno, unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan

b.Yang diarang (oleh aturan hukum)

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)13

Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah aturan hukum. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan benar-benar dipidana. Pengertian diancam adalah pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Tresna menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan c. Diadakan tindakan penghukuman14

Dari unsur ketiga terdapat diadakan tindakan penghukuman, yaitu pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan Moeljatno, karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertenttangan dengan undang-undang selalu diikuti dengan pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihak syarat-syarat (subyektif) yang melekat pada orangnya untuk dijatuhkannya pidana.

13

Chazawi, Op.Cit., hlm. 79


(44)

28

C. Tindak Pidana Pengancaman

Pasal 211. Barang siapa dengan kekerasan, ancaman kekerasan, memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan jabatan atau tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 212. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam, karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pasal 213. Pemaksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam pasal 211-212, diancam :

ke-1 dengan pidana penjara paling lama lima tahun, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;

ke-2 dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika mengakibatkan luka-luka berat;

ke-3 dengan pidana penjara paling lama dua tahun jika mengakibatkan matinya orang.

Pasal 214. (1) Paksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam Pasal 211 dan 212, jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) yang bersalah dikenakan :

1. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-lika;

2. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat; 3. pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.


(45)

29

2. Unsur Objektif :

1. Memaksa orang dengan ancaman : a. Menista

b. Menista dengan senjata tajam c. Perlawanan

2. Agar supaya orang itu :

a. Memberikan kepadanya sesuatu barang kepunyaan orang itu atau orang lain b. Menghapuskan utang

c. Membuat piutang

D. Pengertian Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI),yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau manusiayang masih kecil.15 Sedangkan dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan anak-anak adalah yang belum mencapaiusia tertentu atau belum kawin, pengertian ini seringkali dipakai sebagai pedoman umum.

Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif

Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali.16 Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Anak. Anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8

15

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1990. Hal. 81.

16

LiLik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia( Teori Praktek dan permasalahannya), Bandung: CV. Mandar Maju, 2005, hlm. 3-4.


(46)

30

(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologi seseorang telah sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah anak. Pengaturan batas usia anak dalam beberapa ketentuan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut:17

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), KUHP tidak memberikan rumusan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi pembatasan usia anak dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun.

2. KUHAP (UU No.8 Tahun 1981), tidak secara eksplisit mengatur batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 Ayat (5) memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk mengahdiri sidang.

3. Menurut Pasal 1 angka (2) UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

17


(47)

31

E. Tinjauan tentang Polri

Polri adalah Kepolisian Nasional diIndonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.Badan pemerintah yg bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yg melanggar undang-undang, anggota badan pemerintah atau pegawai negara yg bertugas menjaga keamanan.

Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri meruapakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeligharanya keamanan dalam negeri. agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah negera Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negra Republik Indonesia.

Sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres


(48)

32

yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya.18

18

http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/, diakses pada tanggal 11 desember 2014 pada pukul 12:12.


(49)

33

III. METODE PENELITAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukandengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.1

Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara obyektif di lapangan baik berupa data, informasi, dan pendapat yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan akademisi yang berkompeten terkait dengan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini.

1

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13-14.


(50)

34

B. Sumber Dan Jenis Data

Jenis data dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan kepustakaan.2

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.3 Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulis akan mengakaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara narasumber, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam perkara tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Jenis data sekunder dalam skripsi ini dari bahan hukum primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur, yaitu: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, seperti berikut:

2

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2007, hlm. 11.

3


(51)

35

1. Undang- Undang No. 1 Tahun 1946 juncto Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesjahteraan Anak. 5. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang meliputi peraturan pelaksana, Kepres dan Peraturan Pemerintah.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan merupakan bahan hukum, melainkan secara signifikan dapat dijadikan bahan analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti hasil penelitian, artikel, berita, serta berbagai keterangan media masa sebagai pelengkap.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah pihak-pihak yang menjadi sumber informasi dalam suatu penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber dalam penelitian ini sebagai berikut :


(52)

36

1. Hakim pada Pengadilan Negeri IA Tanjung Karang : 1 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 orang 3. Kepolisian pada Polres Bandar Lampung : 1 orang 4. Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung : 1 orang +

Jumlah : 4 orang

D. Metode Pengumupulan Dan Pengolahan Data

1. Metode pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media masa dan bahan ahukum tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut:


(53)

37

1. Identifikasi

Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

2. Editing

Editing yaitu memeriksa data yang diperoleh untuk segera mengetahui apakah data yang diperoleh itu relevan dan sesuai dengan masalah. Selanjutnya apabila ada data yang salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan diadakan penambahan.

3. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. 4. Sistematika data

Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematik kemudian diinterpretasikan dengan bentuk kalimat yang disusun secara sistematik, kemudian diinterpretasikan dengan melandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sehingga akan mendapatkan gambaran yang jelas dan terang dalam pokok bahasan sehingga akhirnya akan menuju pada suatu kesimpulan. Kesimpulan akan ditarik dengan menggunakan


(54)

38

metode induktif yaitu suatu cara penarikan kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum.


(55)

66

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : Perbuatan (manusia), Diancam pidana, Dilakukan dengan unsur kesalahan. Akan tetapi penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga penerapan Pasal 214 Ayat (1) yang dijatuhkan kepada anak dirasakan belum tepat.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. yaitu


(56)

67

dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, serta memperhatikan teori keseimbangan, teori seni dan intuisi dan teori yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan korban dan kepentingan terdakwa.

Hakim juga dengan melihat motif tindak pidana, akibat yang ditimbulkan dan sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana dan kondisi pelaku yang masih anak-anak. Serta aplikasi teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. sebagai berikut:

1. Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan putusan pemidanaan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih tergolong anak, sebaiknya hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap anak menerapkan sistem pemidanaan yang bersifat mendidik dalam bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus. Sehubungan dengan ini, sebaiknya konsep keadilan restoratif dan upaya diversi sebagaimana yang telah diatur didalam Undang- undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu untuk diterapkan bagi penyelesaian kasus anak untuk kedepannya.


(57)

68

2. Hakim dalam mengambil keputusan harus lebih bijak dan adil dalam memberikan vonis terhadap pelaku yang masih dikategorikan anak, sebaiknya putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium) dan hakim hendaknya lebih mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non-penal (preventif) daripada yang bersifat penal (refresif).


(58)

69

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Budiardjo,Tri. 2010, Anak-Anak; Generasi Terpingirkan, (membangun Karakter Generasi Baru Lewat Pelayanan Anak).,Yogyakarta: Penerbit Andi Chazawi, Adami. 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo..

Huda,Chairul. 2006,Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Prenada Media.

Husni, 2006,“Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif”, Jurnal Equality.

Djusman, Samosir, 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta Bandung.

Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara,

Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1998, “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”, Cetakan Ke-2, Bandung: Alumni.

---, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung,: Alumni.

Mulyadi, Lilik. 2005, Pengadilan Anak di Indonesia( Teori Praktek dan permasalahannya), Bandung: CV. Mandar Maju.


(59)

70

Nawawi Arief, Barda. 2005, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan

Pengembangan Hukum Pidana,” Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

---, 2011, Pembahruan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam buku Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) Di Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

---, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.

Prasetyo, Teguh dan Abdul HalimBarkatullah, 2005. “Politik Hukum

Pidana”,Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

R. Soesilo, 1988. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi PasalBogor: Politeia.

Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika.

Saleh, Roeslan, 1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Akasara Baru.

Seokanto, Soerjono. 1983.“Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan

Hukum”,Jakarta : Rajawali Press.

---, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press.

---, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudarto. 1997, Hukum pidana. Yayasan Sudarto. Fakultas Hukum UNDIP. Semarang

Lain-lain

http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/, diakses pada tanggal 11 desember 2014 pada pukul 12:12.

http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul 22.00 wib.

www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/hukum/hukum-a-kriminal/71114- ancam-anggota-divonis-setahun.


(1)

(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : Perbuatan (manusia), Diancam pidana, Dilakukan dengan unsur kesalahan. Akan tetapi penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga penerapan Pasal 214 Ayat (1) yang dijatuhkan kepada anak dirasakan belum tepat.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. yaitu


(3)

Hakim juga dengan melihat motif tindak pidana, akibat yang ditimbulkan dan sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana dan kondisi pelaku yang masih anak-anak. Serta aplikasi teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. sebagai berikut:

1. Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan putusan pemidanaan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih tergolong anak, sebaiknya hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap anak menerapkan sistem pemidanaan yang bersifat mendidik dalam bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus. Sehubungan dengan ini, sebaiknya konsep keadilan restoratif dan upaya diversi sebagaimana yang telah diatur didalam Undang- undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu untuk diterapkan bagi penyelesaian kasus anak untuk kedepannya.


(4)

2. Hakim dalam mengambil keputusan harus lebih bijak dan adil dalam memberikan vonis terhadap pelaku yang masih dikategorikan anak, sebaiknya putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium) dan hakim hendaknya lebih mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non-penal (preventif) daripada yang bersifat penal (refresif).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Budiardjo,Tri. 2010, Anak-Anak; Generasi Terpingirkan, (membangun Karakter Generasi Baru Lewat Pelayanan Anak).,Yogyakarta: Penerbit Andi Chazawi, Adami. 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo..

Huda,Chairul. 2006,Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Prenada Media.

Husni, 2006,“Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif”, Jurnal Equality.

Djusman, Samosir, 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta Bandung.

Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara,

Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1998, “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”, Cetakan Ke-2, Bandung: Alumni.

---, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung,: Alumni.

Mulyadi, Lilik. 2005, Pengadilan Anak di Indonesia( Teori Praktek dan permasalahannya), Bandung: CV. Mandar Maju.


(6)

Nawawi Arief, Barda. 2005, “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana,” Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. ---, 2011, Pembahruan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam buku Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) Di Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

---, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.

Prasetyo, Teguh dan Abdul HalimBarkatullah, 2005. “Politik Hukum Pidana”,Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

R. Soesilo, 1988. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi PasalBogor: Politeia.

Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika.

Saleh, Roeslan, 1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Akasara Baru.

Seokanto, Soerjono. 1983.“Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum”,Jakarta : Rajawali Press.

---, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press.

---, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudarto. 1997, Hukum pidana. Yayasan Sudarto. Fakultas Hukum UNDIP. Semarang

Lain-lain

http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/, diakses pada tanggal 11 desember 2014 pada pukul 12:12.

http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul 22.00 wib.

www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/hukum/hukum-a-kriminal/71114- ancam-anggota-divonis-setahun.


Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus terhadap Putusan Nomor 1003/PID/(A)/2010/PN.TK)

0 11 59

PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Putusan Nomor: 43/Pid.B.(A)/2012/PN.GS)

1 6 70

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Nomor: 791/Pid.A/2012/PN.TK)

2 26 62

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI (Nomor Putusan: 355/PID.B/2011/PN.GS.,86/PID/2012/PT.TK)

0 9 48

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA OLEH ANGGOTA POLRI (Studi Putusan No : 283/pid.B./2011/PN.Menggala)

2 36 55

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114/Pid./2012/PT.TK)

0 5 48

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

0 10 59

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

0 0 12

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114Pid.2012PT.TK) Oleh: FERRY ADTIA HUTAJULU ABSTRAK - PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA PO

0 0 14

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (Studi putusan PN Nomor 500/Pid.B/2016/Pn.Tjk)

0 0 15