Analisis Deduktif vs Induktif Proses vs Produk

sebesar mungkin sampel, instrumen pengumpul datanya yang juga hanya satu macam, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif hanya satu macam; misalnya, dengan angket saja, dengan pengamatan saja, atau dengan wawancara saja. Kalau lebih dari satu macam teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif, hal itu dilakukan sekedar untuk validasi data secukupnya saja. Dalam penelitian kualitatif, karena data diambil dari berbagai sumber, dengan peneliti sendiri yang berfungsi sebagai instrumen pengumpul data human instrument yang boleh dilengkapi dengan berbagai macam instrumen, maka pengumpulan data yang harus dilakukan sendiri oleh peneliti walaupun boleh dibantu oleh orang lain dilakukan dengan berbagai macam teknik sekaligus, misalnya wawancara dan observasi.

6. Analisis Deduktif vs Induktif

Dalam penelitian Kuantitatif, informasi tentang sistem, aturan, configuation, causal flows, atau pola yang diperoleh dari sumber data dianggap benar apabila informasi itu bersumber dari semua atau mendekati semua atau mendekati semua yang mewakili sumber yang menjadi populasi. Pola pikir ini disebut dengan analisis Deduktif. Sebaliknya dalam penelitian Kualitatif, informasi tentang sistem, aturan, atau pola yang diperoleh dari sumber data dianggap benar apabila informasi itu bersumber dari orang atau obyek yang memiliki autoritas paling tinggi berkompeten sebagai sumber data. Pola pikir ini disebut dengan analisis Induktif.

7. Proses vs Produk

Obyek penelitian Kuantitatif adalah suatu kondisi, fenomena, atau hasil dari suatu proses. Lihat contoh 1 tentang aliran behavioristic psychology atau contoh 6 tentang aliran Linguistik Surface Structure. Obyek penelitian Kuantitatif, misalnya, berupa kemampuan berbahasa Inggris para mahasiswa pada akhir semester 5, hasil experimen, hasil belajar. Yang merupakan produk dari suatu penelitian. Penelitian Kualitatif lebih memfokuskan kajiannya pada proses terbentuknya peristiwa, kondisi, fenomena, atau hasil.

B. Statistik nonparametik dan statistik parametik

Pada perkembangan statistika inferensial, metode-metode penafsiran yang berasal dari generasi awal, menetapkan asumsi-asumsi yang sangat ketat dari karakteristik populasi yang diantara anggota-anggota populasinya diambil sebagai sampel. Di bawah asumsi-asumsi tersebut, diharapkan angka-angka atau statistik dari sampel, betul-betul bisa mencerminkan angka atau parameter dari populasi. Oleh karena itu, dikenal dengan istilah Statistika Parametrik. Asumsi-asumsi tersebut antara lain: data sampel harus diambil dari suatu populasi yang berdistribusi normal. Seandainya sampel diambil dari dua atau lebih populasi yang berbeda, maka populasi tersebut harus memiliki varians S 2 yang sama. Selain itu, statistika parametrik hanya boleh digunakan jika data memiliki nilai dalam bentuk numerik atau angka nyata. Ketatnya asumsi dalam statistika parametrik, secara metodologis sulit dipenuhi oleh peneliti-peneliti dalam bidang ilmu sosial. Sebab dalam kajian sosial, sulit untuk memenuhi asumsi distribusi normal maupun kesamaan varians S 2 , selain itu banyak data yang tidak berbentuk numerik, tetapi hanya berupa skor rangking atau bahkan hanya bersifat nilai kategori. Oleh karenanya, statistika inferensial saat ini banyak berkembang kepada teknik yang tidak berlandaskan pada asumsi-asumsi di atas, yang dikenal sebagai Statistika Nonparametrik.