serta pihak-pihak swasta untuk memberikan masukan maupun saran terhadap kebijakan-kebijakan dan keputusan yang diambil oleh
Pemerintah merupakan wujud nyata dari demokrasi partisipasi. Pembentukan
Naskah Akademik
undang-undang dalam
pembentukan Rancangan Undang-Undang di Indonesia merupakan gambaran aspek demokrasi partisipatif yang dilakukan oleh masyarakat
untuk menuangkan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat sehingga dapat menjadi landasan dalam pengambilan keputusan untuk
selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang.
2.6.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang- undangan adalah turut berperan sertanya masyarakat dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan
pengundangan. Partisipasi masyarakat sebenarnya sudah diakomodasi oleh
negara dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa
“kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang”.
Partisipasi masyarakat secara tegas dinormakan dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 96 1
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan danatau
tulisan dalam
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. 2
Masukan secara lisan danatau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan melalui:
a. rapat dengar pendapat umum;
b. kunjungan kerja;
c. sosialisasi; danatau
d. seminar, lokakarya, danatau diskusi.
3 Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
adalah orang perseorangan atau kelompok yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan
Peraturan Perundang-undangan.
4 Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan
masukan secara lisan danatau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setiap Rancangan Peraturan
Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Wisnu Indaryanto dalam artikel ilmiah yang berjudul Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Public Involvement in The Process of Formation of Legislation, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 10, No. 3: 231-235
menyimpulkan makna isi Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut:
a. Ketentuan Pasal 96 ayat 1 bermakna masukan
masyarakat disampaikan mulai tahap perencanaan sampai dengan pengundangan sesuai dengan definisi
pembentukan peraturan perundang-undangan. Pada tahap pembahasan, masukan masyarakat terbatas pada
pembicaraan tingkat I saja, karena pembicaraan tingkat
II merupakan tahap pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. Selanjutnya pada tahap pengesahan atau
penetapan kemudian pengundangan, masyarakat jelas tidak
mungkin berpartisipasi
sesuai ketentuan
sebagaimana ayat 1 tersebut; b.
Ketentuan Pasal 96 ayat 2 bermakna kegiatan dari ketentuan pada ayat ini masuk dalam domain
pemerintah. Rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, dan seminar, lokakarya danatau
diskusi adalah kegiatan yang hanya terjadi apabila pemerintah ingin melaksanakan agenda tersebut hal ini
berkaitan dengan anggaran pemerintah;
c. Ketentuan Pasal 96 ayat 3 bermakna kegiatan dari
pemerintah dapat berupa kunjungan kerja secara efektif untuk mendapatkan masukan dari masyarakat secara
langsung serta melihat kondisi riil dari masyarakat atau kelompok yang mempunyai kepentingan atas substansi
rancangan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk; dan
d. Ketentuan Pasal 96 ayat 4 bermakna pemerintah harus
menyediakan sarana
danatau media
untuk menyebarluaskan rancangan peraturan perundang-
undangan. Indaryanto, 2013: 233-234 Kebijakan tentang partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan merupakan gambaran adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas suatu undang-undang. Hal ini bertujuan untuk
memberi ruang yang lebih akomodatif bagi masyarakat agar dapat menuangkan aspirasi dan pendapatnya melalui Naskah Akademik yang
merupakan media nyata untuk menampung pendapat-pendapat dan aspirasi dari masyarakat untuk selanjutnya dijadikan dasar serta acuan
dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang.
2.7 Tugas dan Fungsi Badan Pembinaan Hukum Nasional