Kinerja Pertumbuhan Gelondongan Ikan

kontribusi retensi protein yang bebeda nyata P0,05. Ikan kecil yang hanya memanfaatkan bioflok memberikan kontribusi retensi protein yang tertinggi, diikuti ikan yang diberi pakan buatan 2,5 dan bioflok. Sementara ikan kecil yang diberi pakan buatan 5 baik dengan bioflok maupun tanpa bioflok konvensional memberikan kontribusi retensi protein terendah Gambar 14. Gambar 15. Kepadatan populasi bakteri heterotrof cfumL dalam epibranchial dan usus depan ikan bandeng Hasil pengamatan kepadatan bakteri heterotrof dalam isi epibrancheal organ dan usus depan ikan bandeng disajikan pada Gambar 15 dan Lampiran 60. Pada gambar tersebut terlihat bahwa ikan yang tidak diberi pakan buatan memiliki kepadatan bakteri yang tertinggi, baik pada isi epibrancheal organ maupun pada isi usus depan, selanjutnya menurun dengan meningkatnya jumlah pemberian pakan buatan. Hal ini menunjukkan bahwa bioflok tersebut dapat dikonsumsi oleh ikan bandeng dan selanjutnya dimanfaatkan untuk pertumbuhannya, namun peranannya semakin menurun dengan meningkatnya pemberian pakan buatan. Hasil penelitian yang dilakukan Ekasari 2008 juga menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan masih sangat berperan terhadap pertumbuhan udang vanname dan bioflok hanya dapat mensubtitusi sekitar 30 dari pakan buatan tersebut. Selain itu, tingkat palatabilitas bioflok untuk ikan bandeng ini juga relatif rendah dan lebih menyukai pakan buatan. Hal ini terlihat pada saat pemberian pakan buatan, ikan bandeng tersebut cepat melakukan respon pada perlakuan bioflok+2,5 pakan dan perlakuan bioflok+5 pakan kemungkinan karena masih membutuhkan energi untuk pertumbuhannya, meskipun kelimpahan bioflok dalam media budidaya sangat tinggi. Davies Wareham 1988 juga melaporkan bahwa konsumsi pakan harian ikan Oreochromis mossambicus menurun ketika diberi pakan yang menggunakan single cell protein lebih dari 40 untuk menggantikan penggunaan tepung ikan. Kepadatan bakteri heterotrof di dalam epibrancheal cenderung lebih tinggi dibandingkan di dalam usus. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya beberapa bakteri yang telah mati dalam usus tersebut akibat oksigen yang telah berkurang, lamanya proses transit dalam saluran pencernaan dan beberapa faktor lainnya dalam usus tersebut. B. Kualitas Air Secara umum, parameter kualitas air seperti salinitas berkisar antara 25 –27 ppt, suhu air antara 26,4–30,6 o C, oksigen terlarut 4,11 –5,96 mgL, pH 7,61 –8,12 dan fosfat antara 0,097–2,433 mgL. Kisaran nilai kualitas air tersebut cukup baik bagi pertumbuhan ikan bandeng. 1. Total Ammonia Nitrogen TAN Kadar TAN dalam media budidaya cenderung meningkat hingga sekitar 0,9 mgL pada hari ke- 9 pemeliharaan, kemudian menurun dan berfluktuasi kecil Gambar 16 dan Lampiran 61. Kadar TAN dalam media penumbuhan bioflok relatif tidak beda jauh dengan kadar TAN dalam media budidaya ikan bandeng yang mengalami pergantian air sebanyak 30hari. Hal ini menunjukkan bahwa kadar TAN dalam media budidaya ikan bandeng dengan teknologi bioflok ini relatif dapat terkontrol dengan baik melalui assimilasi populasi mikroba heterotrof yang kemudian membentuk bioflok. Ray et al. 2010 masih mendapatkan kadar TAN sekitar 1,8 mgL pada budidaya udang vannamei superintensif dengan teknologi bioflok. Bahkan Azim Little 2008 mendapatkan kadar TAN mencapai 8 mgL pada budidaya ikan nila dengan teknologi bioflok. TAN yang dikeluarkan oleh ikan budidaya diupayakan untuk dikonversi secepatnya menjadi biomassa bakteri bioflok sehingga TAN tidak terakumulasi mencapai kadar yang membahayakan ikan budidaya serta menekan proses nitrifikasi Ebeling et al. 2006; Hargreaves 2006; Avnimelech 2009. Bioflok ini mulai terbentuk dengan baik sekitar hari ke-10, sehingga ikan uji yang berukuran sekitar 1,6 g tersebut ditebar pada hari ke-15 dalam bak di luar jaring. 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 K a d a r T A N m g L Waktu pemeliharaan hari A Bioflok B Bioflok + 2,5 pakan buatan C Bioflok + 5 pakan buatan D Pakan buatan 5 tanpa bioflok Gambar 16. Pola dinamika TAN dalam media budidaya ikan bandeng 2. Nitrit Kadar nitrit dalam media budidaya juga cenderung dapat terkontrol dengan baik selama pemeliharaan hewan uji Gambar 17 dan Lampiran 62. Kadar nitrit tertinggi terjadi pada hari ke-51 yaitu sekitar 0,19 mgL. Dinamika kadar nitrit dalam media budidaya dengan teknologi bioflok masih relatif sama dengan kadar nitrit dalam media budidaya secara konvensional kontrol. Kadar nitrit dalam media bioflok ini masih aman bagi kehidupan ikan bandeng, dan masih lebih rendah dari pada yang dilaporkan oleh Azim Little 2008 yaitu sekitar 2,25 mgL dan Ray et al. 2010 sekitar 5,4 mgL dalam media bioflok. Kadar nitrit yang aman bagi pertumbuhan ikan bandeng adalah kurang dari 0,30 mgL Ahmad et al. 1993. Kadar nitrit yang relatif terkontrol ini dapat terjadi karena 2 kemungkinan yaitu 1 TAN yang terbentuk khususnya dari ekskresi ikan budidaya secara cepat diassimilasi oleh bakteri heterotrof, dan 2 proses nitrifikasi tahap kedua yaitu proses oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrite oxidizing bacteria NOB seperti Nitrobacter, Nitrococcus, Nitrospira dan Nitrospina berjalan lancar. 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 K a d a r ni tr it m g L Waktu pemeliharaan hari A Bioflok B Bioflok + 2,5 pakan buatan C Bioflok + 5 pakan buatan D Pakan buatan 5 tanpa bioflok Gambar 17. Pola dinamika nitrit dalam media budidaya ikan bandeng.

3. Nitrat

Kandungan nitrat dalam media budidaya dengan teknologi bioflok mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan dalam media budidaya secara konvensional kontrol dengan meningkatnya periode pemeliharaan Gambar 18 dan Lampiran 63. Terjadinya peningkatan kandungan nitrat dalam media budidaya ini menunjukkan aktifitas oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh nitrite oxidizing bacteria berjalan dengan baik. Laju pemanfaatan nitrat oleh mikroorganisme plankton dan bakteri tidak secepat laju pembentukan nitrat, sehingga terjadi peningkatan nitrat secara perlahan seiring dengan bertambahnya periode pemeliharaan. Pola yang sama juga dilaporkan oleh Avnimelech 2009, namun nilainya mencapai 40 mgL setelah 50 hari pemeliharaan. Menurut Montoya Velasco 2000, selain fitoplankton, beberapa jenis mikroba termasuk bakteri juga dapat memanfaatkan nitrat ini sebagai sumber N bagi kehidupannya. 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 K a d a r Ni tr a t m g L Waktu pemeliharaan hari A Bioflok B Bioflok + 2,5 pakan C Bioflok + 5 pakan D Pakan buatan 5 tanpa bioflok Gambar 18. Pola dinamika nitrat dalam media budidaya ikan bandeng 4. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting dalam proses penumbuhan bakteri heterotrof bioflok. Dinamika oksigen terlarut pada awal, pertengahan dan akhir penelitian disajikan pada Gambar 19. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kandungan oksigen terlarut pada awal penelitian relatif cukup tinggi yaitu rata-rata masih di atas 5,0 mgL. Namun kelarutan oksigen ini semakin menurun dengan semakin bertambahnya periode pemeliharaan pada budidaya teknologi bioflok. Hal ini disebabkan terjadinya pertumbuhan populasi bakteri yang membentuk bioflok. Hal ini terlihat pada peningkatan kandungan total suspended solid TSS, volatile suspended solid VSS, dan total bakteri heterotrof dalam media budidaya dengan teknologi bioflok Gambar 20, 21 dan 23. 1 2 3 4 5 6 7 7 9 11 13 15 17 19 21 23 1 3 5 K a d a r o ks ig e n te rl a ru t m g L Waktu jam A0 B0 C0 D0 A30 B30 C30 D30 A60 B60 C60 D60 Gambar 19. Kandungan oksigen terlarut selama 24 jam pada awal A0, B0, C0, D0, hari ke-30 A30, B30, C30, D30, dan hari ke-60 A60, B60, C60, D60 dalam media budidaya ikan bandeng.

C. Produksi dan Karakteristik Bioflok

Gambaran produksi bioflok dapat dilihat pada perkembangan kandungan total suspended solid TSS, volatile suspended solid VSS, dan jumlah bakteri heterotrof dalam media budidaya. Kandungan TSS dan VSS meningkat dengan meningkatnya periode pemeliharaan Gambar 20 dan 21 serta Lampiran 64. Peningkatan kandungan TSS dan VSS ini terjadi karena biokonversi limbah N dari kegiatan budidaya ikan bandeng dan penambahan C-organik dari molase menjadi mikroorganisme heterotrof yang selanjutnya membentuk bioflok. Bentuk dan ukuran bioflok yang terbentuk cukup beragam dengan ukuran berkisar antara 50 –1700 m. 50 100 150 200 250 300 350 400 1 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 K a d a r T S S m g L Waktu pemeliharaan hari A Bioflok B Bioflok + 2,5 pakan C Bioflok + 5 pakan D Pakan buatan 5 tanpa bioflok Gambar 20. Pola dinamika TSS dalam media budidaya ikan bandeng selama penelitian 50 100 150 200 250 300 350 400 1 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 K a d a r V S S m g L Periode pemeliharaan hari A Bioflok B Bioflok + 2,5 pakan C Bioflok + 5 pakan D Pakan buatan 5 tanpa bioflok Gambar 21. Pola dinamika VSS dalam media budidaya ikan bandeng selama penelitian Gambar 22. Bioflok yang terbentuk dalam media budidaya ikan bandeng Floc volume index FVI merupakan salah satu indikator untuk melihat laju endap VSS. Semakin rendah nilai FVI, maka semakin mudah flok itu mengendap. Pada penelitian ini, nilai floc volume index FVI berkisar antara 92 - 188 mLg dengan nilai rata-rata 159±29 mLg. Nilai indeks ini lebih rendah dibandingkan yang diperoleh Ekasari 2008 yaitu 519720 mLg. Menurut De Schryver 2008, FVI yang baik untuk akuakultur memiliki nilai 200 mLg. Hal ini menunjukkan bahwa nilai FVI yang didapatkan pada penumbuhan bioflok ini masih lebih rendah dari yang disarankan. Nilai FVI yang agak rendah pada penelitian ini disebabkan karena komponen penyusun bioflok tampak tidak banyak didominasi oleh bakteri filamentus Gambar 22. Bioflok merupakan campuran heterogen dari mikroba bakteri, plankton, fungi, protozoa, ciliata, nematoda, partikel, koloid, dan polimer organik yang saling berintegrasi cukup baik dalam air untuk tetap bertahan dari agitasi goncangan air yang moderat Jorand et al. 1995. Pembentukan bioflok diinisiasi oleh bakteri heterotrof ketika mencapai suatu kepadatan tertentu yang cukup tinggi. Pada awal penelitian, media budidaya penumbuhan bioflok diinokulasi dengan bakteri komersil berupa Bacillus sp masing-masing sebanyak 1x10 6 cfumL, sehingga kepadatan bakteri relatif tinggi pada perlakuan tersebut dibandingkan pada perlakuan konvensional kontrol, pergantian air setiap hari sekitar 30. Berdasarkan hasil pengamatan dinamika perkembangan kepadatan bakteri heterotrof dalam media budidaya Gambar 23 dan Lampiran 65 tampak bahwa kepadatan bakteri pada perlakuan media bioflok mengalami