Uji kinerja Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aktifitas antioksidan Analisis nilai tambah produk. Analisis nilai tambah agroindustri aditif

29 tertinggi dan C=O terendah dari base line spektrum IR-nya, yang kemudian digunakan untuk pembuatan fattyamina sekunder selanjutnya. Pada tahap ini akan dihasilkan 9 jenis varian produk fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamida sekundernya.

4. Pembuatan dan pemantauan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aditif

Zn-difattyalkyldithiocarbamat e dibuat dengan mereaksikan fattyamina sekunder dengan CS 2 membentuk ligan difattyalkyldithocarbamate yang selanjutnya membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan penambahan ZnCl 2 pada medium eter dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Keberhasilan pembuatan dipantau menggunakan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier Shimadzu IRPrestige 21 dengan cara membandingkan pita serapan produk dan bahan bakunya pada bilangan gelombang 1450-1550 cm -1 untuk serapan tioureida C-N, pada bilangan gelombang 950-1050 cm -1 untuk serapan C-S, pada bilangan gelombang 952-957 cm -1 untuk serapan ligan C-S, dan pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh 400 – 300 cm -1 untuk regangan ikatan logam- sulfur Zn-S. Selain menggunakan spektrum serapan IR, monitoring keberhasilan pembuatan juga dilakukan melalui uji temu balik dengan menganalisis kandungan Zn dalam produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, dan dalam larutan pengekstraknya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA6300. Sementara itu konfirmasi tingkat kemurnian produk dilakukan dengan analisis HPLC. Pada tahap ini diharapkan akan dihasilkan 9 jenis varian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamina sekundernya.

5. Uji kinerja

produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate . Produk Zn- difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh, selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode Rancimat dengan menambahkannya kedalam minyak RBDPO sebagai pelumas dasar, sedangkan aktifitas antiwear-antifriksi diuji dengan metode four ball dengan menambahkannya kedalam pelumas dasar HVI 60 produksi Pertamina. Daya antioksidan diukur dari waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan sampel uji akibat perlakuan pemanasan 30 dan pengaliran udara, sedangkan daya antiwear-antifriksi diukur dari besarnya pemberian tekanan terhadap sampel uji yang menghasilkan gesekan dan pengelasan bola baja dalam alat fourball melalui indikator kinerja welding point, dan load wear index.

6. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aktifitas antioksidan

dan antiwear-antifriksi dari seluruh produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate diranking dari aktifitas tertinggi sampai terendah. Evaluasi terhadap varian yang menunjukkan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik serta untuk melihat pengaruh faktor panjang rantai dan kejenuhan gugus fattyalkil terhadap kinerja antioksidan dan antiaus dilakukan menggunakan program “Statistica versi 6:2” dengan melihat kontur permukaan dalam kurva tiga dimensi. Varian produk dengan kinerja terbaik ditetapkan sebagai aditif terpilih untuk selanjutnya dilakukan analisis nilai tambahnya.

7. Analisis nilai tambah produk. Analisis nilai tambah agroindustri aditif

pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan untuk mengukur nilai tambah produk yang diperoleh sebagai manfaat dari pengolahan. Meskipun pembuatannya dimulai dari bahan baku fattyamina primer, namun nilai tambahnya dihitung dari CPO sebagai bahan baku awal seperti ditampilkan pada Gambar 10. Metode yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah metode Hayami dan Kawagoe 1993. Tatalaksana Penelitian Pada penelitian ini, fattyamida sekunder sebagai produk antara dibuat dari fattyamina primer, yang selanjutnya ditransformasikan menjadi fattyamina sekunder. Pembuatan fattyamida sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamina sekunder dilakukan menggunakan 4 empat cara yakni metode tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 bertahap, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 kontinyu, dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keempat cara pembuatan tersebut kemudian dievaluasi untuk menetapkan cara terbaik dalam membuat fattyamina sekunder. Fattyamina sekunder yang diperoleh selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat senyawa target kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. 31 Keberhasilan pembuatan fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder dimonitor dengan mengambil dan mengukur sample masing-masing produk menggunakan FTIR, sedangkan keberhasilan pembuatan kompleks Zn- difattyalkyldithiocarbamate dimonitor dengan FTIR, HPLC, dan AAS. Perubahan pola pita serapan spektrum IR yang diperoleh merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder, fattyamina sekunder, dan kompleks Zn- difattyalkyldithiocarbamate yang dibuat, sedangkan uji temu balik keberadaan logam Zn dengan AAS dalam produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate merupakan indikator keberhasilan pembuatan senyawa tersebut, sementara itu uji HPLC digunakan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan tingkat kemurnian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan. 32 Gambar 10a Diagram alir pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 10b Cakupan analisis nilai tambah produk aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate a b Gliserol Degumming, Bleaching, Column Separating, Deodorizing CPO RBDPO As. Lemak Hidrolisis As. Palmitat Rancangan produksi aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate Analisis Nilai Tambah Produk Fattyamina primer Fattyamida sekunder Fattyamina sekunder Aditif Pelumas Zn- difattyalkyldithiokarbamate Uji kinerja antiwear, antioksidan Aditif Pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate dengan performa terbaik Aditif pelumas Zn- difattyalkyldithiokarbamate tidak terseleksi Pencampuran dan Pemisahan Pencampuran dan Pemisahan Pencampuran dan Pemisahan Pencampuran dan Pemisahan 33 Pembuatan fattyamida 2 o dengan variasi rantai alkyl fattyamina 1 o dan asil klorida Produk fattyamida 2 o yang rendemennya tertinggi Hasil pembuatan fattyamida 2 o bervariasi bergantung rantai alkyl bahan baku fattyamina 1 o dan asilklorida Hasil pembuatan fattyamina 2 o bervariasi bergantung kondisi cara pembuatan Pembuatan fattyamina 2 o dalam reaktor terbuka, tertutup, dan reactor syncore Cara terbaik pembuatan fattyamina 2 o HipotesisLatar belakang Output yang diharapkan Proses Hasil pembuatan fattyamina 2 o bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamida 2 o Pembuatan fattyamina 2 o dengan variasi rantai alkyl fattyamida 2 o Produk fattyamina 2 o yang rendemennya tertinggi Hasil pembuatan Zn- dithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamina 2 o Pembuatan Zn- dithiokarbamat dengan variasi rantai alkyl fattyamina 2 o Produk Zn- dithiokarbamat yang rendemennya tertinggi Daya antioksidan dan antiaus Zn-dithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl penyusunnya Uji dan seleksi daya antioksidan dan daya antiaus Zn- dithiokarbamat Produk aditif Zn- dithiokarbamat yang kinerjanya terbaik Pengembangan produk Zn- dithiokarbamat perlu informasi aspek nilai tambah Analisis nilai tambah produk aditif Zn- dithiokarbamat Tingkat komersialisasi produk aditif Zn- dithiokarbamat Gambar 11 Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 34 Pembuatan dan pemisahan fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Schotten-Baumann dalam Carey et al. 2002 yang dimodifikasi Masing-masing sebanyak 0.14 mol fattyamine primer dodesilamin, heksadesilamin, stearilamin dilarutkan dalam 100 mL diklorometana yang mengandung 10 mL piridin dalam labu reaktor 500 mL. Campuran disetimbangkan pada suhu 10°C dalam bak campuran air-es, kemudian masing- masing ditambahkan tetes demi tetes 0.15 mol fattyacidklorida laurylklorida, palmitoilklorida, dan oleylklorida selama sekitar 5 menit sambil diaduk. Pengadukan dilanjutkan selama 60 menit untuk menyempurnakan reaksi. Campuran dicuci dengan air sampai netral dan pemisahan fase organik yang mengandung produk hasil sintesis. Fase organik netral selanjutkan dilewatkan ke dalam kolom florisil untuk memisahkan produk reaksi samping. Filtrat hasil pemisahan pada kolom florisil ditambahkan tetes demi tetes NaOH 0.1N sampai pH sedikit basa untuk menyabunkan residu asam lemak bebas yang masih tersisa dan dilanjutkan dengan pemisahan fase, dan pencucian fase organik dengan air. Fase organik dikristalisasi pada 0°C untuk memisahkan produk fattyamida sekunder, dikeringkan, dan ditimbang. Keberhasilan pembuatan dan pemisahan dimonitor dengan cara mengambil sampel setiap produk, kemudian diukur dengan FT-IR. Cara uji sampel produk dengan FTIR disajikan pada Lampiran 1. Produk fattyamida sekunder yang diperoleh digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan fattyamina sekunder. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Affani Dugat 2007 Sebanyak 0.001 mol fattyamida sekunder dalam 10 mL THF kering ditambahkan secara perlahan melalui corong tetes pada labu reaktor leher tiga yang telah berisi 37.5 mmol LiAlH 4 dalam 20 mL THF kering dengan pengaliran gas nitrogen sambil diaduk. Pengaliran nitrogen dilakukan dengan dua cara, secara bertahap dan kontinyu. Campuran reaksi direfluks selama 3 jam pada suhu 60 C untuk proses reduksi, dan diteruskan pada suhu ruang selama 1 malam untuk menyempurnakan reaksi. Campuran produk reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 20 mL larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan dipisahkan. Fase air ditambah 2x20 mL eter dikocok dan dipisahkan. Fase eter digabungkan dengan fase THF dicuci ulang dengan 20 mL larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan 35 dipisahkan. Fase organik selanjutnya dikeringkan dengan MgSO 4 anhidrat, pelarut diuapkan dengan rotapavour pada 50 °C, 50 mmHg, produk yang diperoleh ditimbang. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder metode reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro Sebanyak 2.5 mmol fattyamida sekunder yang dilarutkan dalam 10 mL THF kering dicampur dengan 12.5 mmol LiAlH 4 dalam 10 mL THF kering dalam labu reaktor teflon tertutup. Campuran kemudian dipanaskan dalam Oven microwave pada posisi switch suhu medium. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk Metode yang digunakan sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, tetapi bahan baku yang digunakan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaktor yang ada pada alat Büchi Syncore Reactor Gambar 12 dan dilakukan purging gas nitrogen sesaat sebelum reaksi dilakukan. Waktu pembuatan dilakukan selama 12.5; 24 dan 48 jam dengan suhu reaksi 75 ° C untuk mengetahui lamanya waktu produksi yang menghasilkan kualitas fattyamina sekunder terbaik. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk. Gambar 12 Reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk 36 Pembuatan dan pemisahan produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Metode yang digunakan adalah metode modifikasi yang mengacu pada metode O’Brien 1983, Nakanishi, et al 2000, Kaludjerovic, et al 2002, dan Zhang, et al. 2003 . Sebanyak 1 mmol fattyamina sekunder ditimbang dan dilarutkan dengan 30 mL dietileter dalam labu reaktor bulat 500 mL. Larutan ditambah dengan 0.2 mL CS 2 dan 1 mmol NaOH kemudian diaduk selama 17 jam. Larutan ditambah dengan ZnCl 2 sejumlah ekivalen reaksinya Zn = 0.5 mmol dan diaduk selama 7 jam. Fase eter dipisahkan dan dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali kemudian pelarut eter diuapkan dengan penguap putar pada suhu 30 ºC. Residu sisa penguapan yang merupakan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate kemudian ditimbang. Monitoring keberhasilan reaksi Peralatan yang digunakan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder adalah seperangkat alat Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier FTIR, sedangkan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate adalah FTIR, Spektrofotometer Serapan Atom AAS, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi HPLC. FTIR digunakan untuk memantau perubahan gugus fungsi dalam reaksi konversi yang dilakukan. Setiap perubahan gugus fungsi akan terlihat jelas pada pita serapan spektra produk dan dapat dibandingkan dengan spektra reaktan serta didukung kajian teoritis. Pemantauan secara kualitatif tujuannya untuk menjaga agar proses sintesis tetap berada dalam koridor desain sintesis kompleks Zn- difattyalkyldithiocarbamate yang telah direncanakan. Untuk mendukung data kualitatif, dilakukan monitoring dengan AAS untuk mengetahui persen temu balik dari Zn dalam produk yang dihasilkan, sehingga rendemen produksi dapat ditentukan, sedangkan HPLC digunakan untuk mengukur tingkat kemurnian dan tingkat konversi fattyamina sekunder ke produk akhir Zn- difattyalkyldithiocarbamate . Cara uji masing-masing sampel produk dengan FTIR, AAS, dan HPLC disajikan pada Lampiran 1. Uji anti oksidasi Metode Rancimat Sejumlah tertentu gr produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate ditambahkan kedalam minyak RBDPO, diaduk selama 30 menit sampai homogen. Sebanyak 3.0 gr dari masing-masing campuran yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke sampel 37 sel dan dilakukan pengujian pada suhu 120 ºC selama 24 jam dengan pengaliran udara pada alat Rancimat Model Metrhom 743. Uji antiwear-antifriksi metode fourball ASTM D 2783 Sampel pelumas dituangkan ke dalam mangkuk alat four ball sampai ketiga bola baja terendam, suhu sampel didalam mangkuk dipertahankan antara 18°C sampai 35°C. Bola keempat diturunkan ke dalam mangkuk, diberi beban tertentu kg kemudian diputar pada kecepatan 1760 ± 40 rpm selam 10 detik. Pengujian diulang dengan meningkatkan beban secara bertahap sampai diperoleh beban maksimal yang mengakibatkan pengelasan welding antara keempat bola baja tersebut. Pada setiap pengulangan pemberian beban, diameter goresan pada ketiga baja dalam mangkuk sampel diukur mm. Beban terakhir yang mengakibatkan welding dinyatakan sebagai welding point kg, sedangkan data diameter goresan digunakan untuk menghitung load wear index LWI. Analisis Nilai Tambah Meskipun pembuatan aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dalam penelitian ini masih dalam skala laboratorium, dan dimulai dari bahan baku fattyamina sekunder, namun untuk keperluan analisis nilai tambahnya dilakukan pada asumsi skala produksi 50 kghari dan dihitung dari bahan baku awal CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dalam perhitungan nilai tambah dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu CPO ke produk hilir aditif pelumas Zn- difattyalkyldithiocarbamate . Jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan 50 kg Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada neraca bahan yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan fattyamine primer dari asam lemak, dan asam lemak dari CPO mengacu ke hasil penelitian Amaludin 2007 yang tergabung dalam payung penelitian yang sama, dan Gregorio C.G2005. Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawage 1993 seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pengukuran nilai tambah dengan metode ini dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan. Selain nilai tambah yang besarnya dihitung 38 dalam rupiahkg produk, juga dihitung rasio nilai tambah , imbalan tenaga kerja Rpkg, bagian tenaga kerja , keuntungan Rpkg, tingkat keuntungan , marjin keuntungan Rpkg, pendapatan tenaga kerja , persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan. Beberapa asumsi lain yang diterapkan dalam analisis nilai tambah diantaranya adalah: bahan baku yang digunakan berkualitas teknisindustrial grade, produk aditif yang dihasilkan diterima langsung oleh pengguna sehingga tidak ada biaya pemasaran, tingkat harga jual produk aditif lebih tinggi dari aditif impor sejenis karena berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH 2 Cl 2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer. Indikator terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm -1 untuk vibrasi regang gugus N- H, dan pada 1639 cm -1 untuk vibrasi regang gugus C=O Pavia 2001. Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm -1 dan pada 3301 cm -1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm -1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm -1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301 cm -1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak oily kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder yang dihasilkan bervariasi dari 10 sampai 87, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder adalah senyawa yang 40 berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi emulsi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan. Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Rantai alkil Fattyamina 1º Rantai alkil Acylklorida Rendemen Fattyamida 2º,bb Penampakkan Fisik C12:0 C18:1 50 n= 11 Oily , kuning C16:0 C18:1 59 n= 8 Serbuk padat kasar, kuning C18:0 C18:1 51 n= 7 Serbuk padat kasar, kuning C12:0 C16:0 17 n= 6 Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 87 n= 6 Serbuk padat halus, putih C18:0 C16:0 83 n= 8 Serbuk padat halus, putih C12:0 C12:0 60 n= 8 Serbuk padat halus, putih C16:0 C12:0 20 n= 17 Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 10 n= 4 Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan produksi . Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder. Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH 4 . Sebagai reduktor, LiAlH 4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH 4 41 Newman Fukunaga 1960. Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH 4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH 4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR. Mekanisme proses reduksi fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH 4 ditampilkan pada Gambar 14. Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakanmengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder diantaranya dapat dilihat dari menghilangnya pita serapan vibrasi regang gugus 42 C=O pada bilangan gelombang 1639 cm -1 , munculnya vibrasi regang ikatan N-H pada 3300 cm -1 , dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada 1544-1555 cm -1 Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm -1 dianggap penting karena gugus ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan gugus N-H pada daerah 3300 cm -1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm -1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda Pavia 2001. Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 – 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul Whittaker 1994 1997. Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga 43 waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 1639-1645 cm -1 ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A 45 menit, B 60 menit, dan C 90 menit 44 Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 yang menandakan penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang 1544-1555 cm -1 vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 dari produk fattyamina sekunder yang diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor. Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani Dugat 2007 menggunakan reduktor LiAlH 4 , yang juga diadopsi oleh Sidik 2007, dan Khotib 2010. Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu 45 reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm -1 dan bilangan 3334 cm -1 . Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang 1639- 1645 cm -1 vibrasi regang C=O menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH 4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang 1544-1555 cm -1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang 1639-1645 cm -1 dan 1544-1555 cm -1 yang diukur dengan metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa cara reaksi dengan pengaliran nitrogen kontinyu menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan. 46 Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N 2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Serapan Vibrasi T Metode Pembuatan C=O 1639-1645 cm -1 NH 1544-1555 cm -1 Purging N 2 Kontinyu 3.6 18.9 Purging N 2 Bertahap 11.1 6.3 Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara campuran N 2 dan O 2 akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH 4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif. Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75°C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk. Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik. Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1639 47 cm -1 , dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm -1 , ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm -1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya. Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk 48 Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH 4 , kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21. Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan. 49 Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm -1 , dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm -1 . Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah 1.8 T dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi 3.3 T dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22. Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Vibrasi T Metode Pembuatan C=O 1639 cm -1 NH3300cm -1 Bahan baku fattyamida sekunder 13,5 24.9 Tumpak terbuka purging kontinyu 5.4 0.9 Tumpak tertutup microwave 4.5 3.0 Tumpak tertutup syncore 1.8 3.3 Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan 50 Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat. Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan, juga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk purging udara pada saat memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak oily kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk 51 fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17 sampai 96. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamida sekunder menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 75 C waktu reaksi 24 jam Rantai alkil Fatty Amina 1º Rantai alkil Acylklorida Rendemen Fattyamina 2º , bb Penampakkan Fisik C12:0 C18:1 17 n= 15 Oily , kuning C16:0 C18:1 84 n= 27 Oily , kuning C18:0 C18:1 54 n= 17 Oily , kuning C12:0 C16:0 96 n= 9 Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 18 n= 27 Serbuk padat kasar, putih C18:0 C16:0 36 n= 11 Serbuk padat kasar, putih C12:0 C12:0 63 n= 15 Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 53 n= 5 Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan sintesis . Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn ZnCl 2 dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Komponen reaktan senyawa kompleks Zn- difattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi dengan ZnCl 2 untuk membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat. 52 Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Fattyamina Sekunder Produk yang Dihasilkan Penampakkan Fisik Rendemen Dilaurilamina Zn-bisdilaurilditiokarbamat oily ,kecoklatan 78 n=8 Laurilpalmitilamina Zn-bislaurilpalmitilditiokarbamat oily ,kekuningan 87 n=3 Lauriloleilamina Zn-bislauriloleilditiokarbamat oily ,kekuningan 79 n=3 Laurilstearilamina Zn-bislaurilstearilditiokarbamat oily , jernih 85 n=3 Palmitiloleilamina Zn-bispalmitiloleilditiokarbamat oily ,kekuningan 77 n=4 Palmitilstearilamina Zn-bispalmitilstearilditiokarbamat serbuk padat, kekuningan 81n=4 Steariloleilamina Zn-bissteariloleilditiokarbamat oily ,kekuningan 80 n=7 Keterangan: n adalah ulangan sintesis Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl 2 . Selain itu, penggunaan suasana basa NaOH akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur dalam bentuk ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23. Gambar 23 Reaksi pembentukan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamate. 53 Identifikasi keberhasilan pembuatan aditif pelumas Zn- difattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam Awang et al. 2006, yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang 1450-1550 cm -1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 950-1050 cm -1 . Pita serapan yang tajam pada bilangan gelombang 1471-1478 cm -1 merupakan hasil regangan ikatan C - N . Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 952-957 cm -1 juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh 400 – 300 cm -1 diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logam- sulfur M-S. Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang 2800-2950 cm -1 yang merupakan serapan regangan CH 3 asimetri, pada 1454-1462 cm -1 yang menunjukkan serapan C - N, dan pada bilangan gelombang 968 cm -1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm -1 dan 387 cm -1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder. Gambar 24 Spektrum IR fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate. 54 Gambar 25 Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif Zn-bisdilauryldithiocarbamate dan Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate ditampilkan pada Tabel 11, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji temu balik Zn dengan AAS ini menunjukkan bahwa kompleks Zn- bisdilauryldithiocarbamate dan Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate terkonversi dengan baik, sebagaimana juga dinyatakan oleh spektrum serapan IR- nya. Rendahnya kandungan Zn dalam fase air bekas proses pencucian 0.030 mGram menunjukkan sebagian besar Zn sudah terkomplekkan, dan masuk ke fase minyak sebagai produk Zn-difattyalkylditiocarbamate. Tabel 11 Hasil uji temu balik Zn dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Rantai alkil dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Zn ZnCl 2 awal Gram Zn dalam Produk Gram Recovery C12:0-C12:0 65,2 48,41 74,13 C12:0-C16:0 65,2 48,48 74,25 Konfirmasi tingkat kemurnian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dilakukan dengan metode HPLC berdasarkan perbedaan waktu retensi dan luas puncak kromatogramnya. Luas pita kromatogram HPLC produk Zn- difattyalkylditiocarbamate dan bahan baku fattyamina sekunder ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan beberapa contoh kromatogramnya disajikan pada Lampiran 6. 55 Seperti tampak pada Tabel 12, produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamate memiliki tingkat kemurnian rerata 92, sehingga tidak memerlukan pemurnian lanjutan. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pada kondisi reaksi yang dijalankan, fattyamina sekunder terkonversi dengan baik dan hanya menyisakan rerata 5.9 fattyamina yang belum terkonversi dan masih bercampur dalam produknya. Tabel 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Senyawa tR menit Luas Puncak Komposisi Dilaurylamine 2.93 8747733 3.3 Zn-bisdilauryldithiocarbamate 3.51 23895097 90.6 Lauryloleylamine 2.46 4168534 9,9 Zn-bislauryloleyldithiocarbamate 3,72 37745228 89,6 Laurylpalmitylamine 2,60 1712654 4,5 Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate 3,83 36042224 95,9 Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Stabilitas oksidasi merupakan kriteria penting untuk performa yang baik dari suatu minyak pelumas. Udara dan lingkungan yang lembab dan disertai panas yang ditimbulkan oleh proses friksi pada saat perputaran mesin merupakan penyebab oksidasi. Produk dari proses oksidasi minyak pelumas mencakup asam karboksilat, keton, alkohol dan bahan polimer lainnya yang berkumpul membentuk lumpur, komponen tak jenuh dan tingkat keasaman yang menyebabkan meningkatnya viskositas dan akhirnya menurunkan performa mesin. Telaah literatur menyatakan bahwa saat oksidasi dimulai, pembentukan karbonil dipercepat. Bilangan asam terbentuk oleh pembentukan asam karboksilat setelah perpanjangan proses oksidasi dan meningkat dengan meningkatnya pembentukan senyawa karbonil. Untuk mencegah atau menunda oksidasi pelumas, aditif antioksidan ditambahkan sehingga pembentukan lumpur dihambat, mesin tetap bersih yang berdampak positif pada peningkatan performa mesin. Banyak macam senyawa yang telah digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina dan senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat Gogoi Sonowal 2005 . 56 Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah metode Rancimat. Prinsip ujinya adalah proses oksidasi sampel yang dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas suhu 120°C. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan waktu induksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya oksidasi bahan uji dalam sel sampel. Makin lama waktu induksi suatu bahan, makin stabil bahan tersebut, makin tahan bahan tersebut terhadap oksidasi. Hasil uji dengan Rancimat ditunjukkan dengan waktu induksi jam Tensiska et al. 2003. Sebelum dilakukan uji daya antioksidan terhadap produk aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate , terlebih dahulu dilakukan verifikasi kemampuan rentang pengukuran dari alat yang digunakan untuk mendapatkan interval konsentrasi yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik. Hasil verifikasi kemampuan rentang pengukuran diperoleh pada kisaran konsentrasi 0 – 200 ppm sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Dari rentang kemampuan pengukuran yang diperoleh, dipilih konsentrasi 125 ppm sebagai dosis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melakukan uji daya antoksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan 7 varian produk aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate ditunjukkan pada Gambar 27, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Gambar 26 Rentang kemampuan ukur daya antioksidan Zn-difattyalkyldithiocabamate metode rancimat Kurva pada Gambar 26 mengikuti pola regresi linear menurut persamaan Y = 0.029X + 12.95 dengan koefisien korelasi r 2 = 0.996. Selain menjelaskan kemampuan rentang pengukuran, kurva tersebut juga menjelaskan kenaikan daya 57 antioksidan senyawa Zn-difattyalkyldithiocabamate yang makin tinggi dengan kenaikan dosis-konsentrasinya. Gambar 27 Daya antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan metode rancimat model metrhom 743 Semakin lama waktu periode induksi, maka semakin lama produk tersebut menahan laju oksidasi, sehingga daya-aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dengan melihat waktu induksi waktu oksidasi dimana diperoleh kenaikan kurva secara tiba-tiba yang dihasilkan tersebut, maka kompleks Zn- difattyalkylditiocarbamate yang berasal dari bahan baku dodesilamin-lauril klorida C12:C12, oktadesilamin-lauril klorida C18:C12, dan heksadesilamin-lauril klorida C16:C12, merupakan aditif yang memiliki daya antioksidan terbaik dari tujuh jenis aditif yang dihasilkan, dengan daya aktivitas antioksidan tertinggi dipenuhi oleh Zn-bisdilaurylditiocarbamate yang berasal dari fattyamina dodesillaurilamin. Aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate juga dibandingkan dengan zat aditif komersil, yaitu BHA, BHT, aditif 1, aditif 2, dan aditif 3. Pada dosis konsentrasi pengujian 125 ppm, aktifitas antioksidan tertinggi dari keempat jenis zat aditif pembanding dihasilkan oleh BHT. Nilai aktivitas antioksidan BHT lebih baik dibandingkan BHA dikarenakan BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik terhadap lemak hewani dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak nabati. Penggunaan BHA dan 58 BHT cukup berbahaya untuk tubuh sehingga terdapat ambang batas pemakaian yang aman. Batasan penggunaan suatu bahan berdasarkan resiko adalah ADI acceptable daily intake yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko atau bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, ADI penggunaan BHA dan BHT per kg bobot tubuh, yaitu 0-0,3 mg dan 0-0,125 mg, sedangkan ADI penggunaan BHT menurut PERMENKES sebesar 100-1000 mg per kg makanan. Pada dosis 125 ppm yang diujikan, kecuali Zn- bisstearylpalmitylditiocarbamate , seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate mempunyai daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding BHT, dan seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate memiliki daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding aditif pelumas 1 aditif antioksidan, dan aditif pelumas 2 aditif anti friksi, dan aditif pelumas 3 aditif extreme pressure. Hasil uji anova dan uji Tukey menggunakan program SPSS 10.00 yang disajikan pada Lampiran 11, diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 95 aditif Zn-bisdilauryldithiocarbamate dan Zn-bislaurylstearyldithiocarbamate keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dan bebeda nyata dari blanko serta aditif komersial lainnya. Selain itu, varian aditif yang lainnya juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari blanko serta berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95. Dari ketujuh varian produk Zn-difattyalkylditiocarbamate yang diuji, gugus alkillauryl ternyata menunjukkan karakter daya antioksidan yang baik, dibanding rantai alkil lainnya. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada kompleks ditiokarbamat, nilai aktivitas antioksidannya semakin rendah. Kehadiran ikatan rangkap ternyata lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil pada senyawa kompleks yang diujikan. Faktor simetri panjang rantai karbon tampak memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. Zn- bisdilaurylditiocarbamate yang panjang rantai karbonnya simetri mempunyai daya antioksidan terbaik dibanding dua kompleks linear asimetrinya Zn- bislaurylpalmitylditiocarbamate , dan Zn bislaurylstearylditiocarbamate. Hasil ini menyatakan prospek aplikasi Zn-difattyalkylditiocarbamate yang sangat menjanjikan sebagai aditif antioksidan dalam sistem pelumasan, karena ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibanding aditif 1, padahal aditif 1 merupakan aditif antioksidan komersil untuk sistem pelumas motor. Selain itu, 59 dengan dosis penggunaan yang rendah 125 ppm, Zn-difattyalkylditiocarbamate juga sangat prospektif dijadikan aditif antioksidan dalam sistem pangan, farmasi dan kosmetik karena berpeluang lolos jika diuji toksisitasnya. Mekanisme antioksidan dalam pelumas dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer penangkapan radikal dan antioksidan sekunder penguraian peroksida. Menurut Rudnick 2009 kerja dari antioksidan diawali dengan reduksi alkil hidroperoksida untuk menurunkan reaktifitasnya menjadi alkohol, dengan sulfida yang teroksidasi menjadi intermediet sulfoksida. Mekanisme yang lebih disukai untuk reaksi subsekuen dari intermediet sulfoksida adalah eliminasi intramolekuler beta-hidrogen, yang terpenting untuk pembentukan asam sulfenik RSOH, yang selanjutnya dapat bereaksi dengan hidroperoksida untuk membentuk asam sulfur-oksi. Pada suhu yang dinaikkan, asam sulfinik RSO 2 H mungkin terurai menjadi bentuk sulfurdioksida SO 2 , yang terutama sekali membantu dekomposisi asam lewis hidroperoksida melalui pembentukan sulfur trioksida aktif dan asam sulfat. Penelitian sebelumnya menunjukkan satu ekuivalen SO 2 dapat mengkatalisis pembentukan kembali sampai 20.000 ekuivalen dari kumena hidroperoksida. Dengan meningkatkan antioksidasi dari komponen sulfur ini, pada kondisi tertentu, intermediet asal sulfur oksi RSOxH dapat mencari radikal peroksi, hal ini memberikan petunjuk bahwa senyawa sulfur termasuk golongan ditiokarbamat memberikan karakteristik antioksidan primer. Faktor pendukung lain tingginya efektifitas daya antioksidan senyawa Zn- difattyalkylditiocarbamate adalah struktur molekulnya yang berkarakteristik surfaktan. Gugus Zn-ditio yang merupakan bagian hidrofilik akan teradsorpsi ke permukaan cairan minyakpelumas atau ke antarmuka cairan minyakpelumas- logam, sementara gugus alkil asam lemak yang merupakan bagian lipofilik akan masuk ke badan cairan minyakpelumas. Model orientasi adsorpsi molekul Zn- difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyakpelumas ditampilkan pada Gambar 28. Orientasi adsorpsi kedua gugus molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam cairan minyak dan permukaan logam akan bertindak sebagai pelindung permukaan cairan minyak yang efektif dari proses oksidasi yang berdampak positif pada kinerjanya yang lebih baik dari mekanisme penangkapan radikal yang ditunjukkan oleh BHA dan BHT. Molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate akan membentuk barisanlapisan monolayer yang massive pada antar muka 60 minyakpelumas-logam, sehingga akan merupakan pelindung yang efektif bagi antarmuka logam tersebut, sekaligus akan menghalangi interupsi oksigen ke bulk minyak pelumas sehingga kontak permukaan logam dan pelumas dasar dengan oksigen diminimalisir, sehingga proses oksidasi terhadap permukaan logam dan terhadap pelumas dapat diminimalisir. Dengan orientasi adsorpsi molekul seperti itu, senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate juga diharapkan akan berfungsi sebagai bantalan pada sistem pelumasan dengan pembebanan sehingga akan memiliki aktifitas lain sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan pembebanan. Gambar 28 Model orientasi adsorpsi molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak pelumas Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Ada dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kemampuan antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate yaitu welding point , dan load wear index. Weld point adalah bebantekanan tertinggi yang diberikan kepada pelumas Kg yang menghasilkan pengelasan bola baja yang berputar diantara ketiga bola baja yang stasioner, sedangkan load wear index adalah indek kemampuan pelumas untuk meminimalisasi keausan permukaan bola baja pada saat diberikan beban dalam mesin fourball. Load wear index merupakan nilai beban rata-rata yang diperoleh dari deretan variasi pengulangan pembebanan yang dihitung dengan mengukur diameter goresan bola baja yang ditimbulkan oleh setiap beban yang diberikan. Makin tinggi nilai kedua parameter tersebut, makin tinggi aktifitas antiwear-antifriksinya, makin efektif pelumas tersebut sebagai aditif tekanan ekstrim. 61 Seperti halnya pada uji aktifitas antioksidan, tahap awal yang dilakukan dalam uji antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate adalah verifikasi rentang konsentrasi pengukuran dari alat four ball untuk mendapatkan rentang konsentrasi yang memberikan respon-sensitifitas pengukuran terbaik untuk produk aditif yang diuji. Pada kondisi pengukuran tersebut, sekecil apapun perbedaan respon yang dihasilkan diharapkan akan terekam, sehingga pengaruh perbedaan panjang rantai alkyl dalam produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate terhadap aktifitasnya sebagai antiwear-antifriksi dapat dipetakan secara akurat. Data lengkap hasil verifikasi nilai weld point, dan load wear index pada kisaran konsentrasi 0 – 2.5 ditampilkan pada Lampiran 8, sedangkan kurva welding point , dan load wear index ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan kenaikan angka weld point, dan load wear index yang makin besar dengan meningkatnya konsentrasi-dosis aditif yang digunakan. Namun demikian respon kedua parameter uji tersebut sehubungan dengan kenaikan konsentrasi aditif tidak menghasilkan hubungan linear seperti kurva antioksidan. Pada konsentrasi rendah, respon aktifitas antiwear-antifriksi naik dengan kenaikan konsentrasi mencapai konsentrasi kritis tertentu, namun setelah mencapai konsentrasi kritis tersebut, kenaikan konsentrasi selanjutnya tidak memberikan peningkatan daya antiwear yang signifikan. Tampak ada nilai konsentrasi efisien yang efektif memberikan respon daya antiwear-antifriksi. Gambar 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear-antifriksi Zn-difattyalkylditio carbamate Metode Four Ball 62 Mintorogo 2000 menyatakan dosis efisien yang efektif menghasilkan daya antiwear dari aditif Zn-dialkilditiofosfat adalah 0.5 bb. Fenomena yang sama terjadi pada aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Dari kurva weld point pada Gambar 29 tampak bahwa konsentrasi kritis yang efisien dan efektif memberikan respon antiwear-antifriksi adalah 1.2 bb. Meskipun kurva load wear index tidak terlalu jelas memperlihatkan konsentrasi kritis tersebut, namun kurva tersebut juga tidak mengikuti pola regresi linear. Uji linearitas kurva weld point, dan load wear index berturut-turut menghasilkan persamaan Y=1541X+127, dan Y=408X+16, dengan koefisien korelasi r 2 = 0.73, dan 0.93 yang belum memenuhi kriteria linear karena r 2 0.99. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi 1.2 dipilih sebagai dosis konsentrasi kritis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya dipilih sebagai dosis untuk melakukan uji daya antiwear- antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Diagram nilai welding point dan load wear index dari 6 varian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dan pembanding aditif komersil 2 dan aditif komersil 3 ditampilkan pada Gambar 30 dan Gambar 31, sedangkan data lengkap hasil pengujian kurva weld point, dan load wear index disajikan pada Lampiran 9, dan Lampiran 10. Gambar 30 Welding point aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Seperti tampak pada Gambar 30 dan Gambar 31, seluruh varian aditif Zn- difattyalkyldithiocarbamate menunjukkan aktifitas antiwear-antifriksi yang ditunjukkan dengan nilai load wear index dan welding point yang lebih tinggi 63 dibanding blanko pelumas dasar HVI 60. Dari dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kinerja, hanya load wear index yang memberikan perbedaan respon terhadap perbedaan panjang rantai alkil dalam produk aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate yang diuji. Welding point dari seluruh varian aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate dan aditif komersil yang diuji memberikan nilai yang sama, yaitu 160 kg, dan hanya berbeda lebih tinggi dari blanko pelumas dasar HVI 60 yaitu 126 kg. Dari Gambar 31 tampak bahwa Zn- bislaurilpalmitylditiocarbamate C12-C16 memiliki nilai load wear index tertinggi dibanding lima varian Zn-difattyalkylditiocarbamate lainnya, meskipun nilainya masih lebih rendah dibanding 2 produk aditif komersil sebagai pembanding. Jika dibandingkan dengan standar US Steel 136 yang merupakan salah satu standar aditif hidraulik tekanan ekstrem yang menetapkan batas minimal load wear index dan welding point 30 kg dan 150 kg, maka dua variant adititif Zn- bislaurylpalmitylditiocarbamate , dan Zn-bislauryloleylditiocarbamate memenuhi standar tersebut. Gambar 31 Load wear index aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18-C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, 64 tampaknya kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index sehingga C16-C18 memiliki nilai load wear indek lebih tinggi dari C16-C18:1, sementara pengaruh faktor simetri molekul tidak terekam dari uji kinerja yang diperoleh. Load wear index keenam varian aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari 2 produk aditif komersil pada tingkat kepercayan 95 berdasarkan uji Tukey menggunakan SPSS 10.00 sebagaimana disajikan pada Lampiran 12. Namun demikian, keenam varian produk aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate memiliki nilai load wear index yang lebih tinggi dan berbeda nyata dari blanko pelumas dasar HVI 60 pada tingkat kepercayaan 95 P0.05. Aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate dan Zn- bislauryloleyldithiocarbamate memiliki load wear index yang tinggi, tidak berbeda nyata satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95, namun keduanya berbeda nyata dengan varian aditif lainnya. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate Rekapitulasi data hasil pembuatan dan hasil uji aktivitas antioksidan dan antiwear produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Data aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl dithiocabamate Gugus fattyalkyl dalam aditif Rendemen total Antioksidan jam Load wear index Kg C12 – C12 22.02 16.68 22.44 C12 – C16 14.99 16.12 30.53 C12 – C18:1 07.23 15.42 30.14 C16 – C18 24.39 13.72 27.77 C16 – C18:1 38.18 14.40 23.23 C18 – C18:1 21.93 15.27 22.94 BHT - 14.03 - Aditif 1-antioksidan - 12.97 - Aditif 2-antifriksi - 11.61 32.90 Aditif 3-EP - 11.68 37.29 US Steel 136 - - 30.00 Blanko RBDPO - 13.17 - Blanko HVI 60 - - 17.96 65 Zn-bisdilauryldithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktifitas antioksidan tertinggi, sedangkan daya antiwear-antifriksi tertinggi dipenuhi oleh varian Zn-bislauriylpalmityldithiocarbamate. Daya antiwear Zn- bisdilauryldithiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari Zn- bislaurylpalmityldithiocarbamate Lampiran 12, daya antioksidan Zn- bislaurylpalmityldithiocarbamate lebih rendah dan juga berbeda nyata dari Zn- bisdilauryldithiocarbamate pada tingkat kepercayaan 95 Lampiran 11. Bukti tersebut menunjukkan tidak ada varian aditif yang sekaligus memiliki aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang maksimum. Namun demikian tampak bahwa aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki kinerja optimum, dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan, dan antiwear-antifriksi , yang tidak ditunjukkan oleh aditif komersil 1, 2, dan 3. Sebagai aditif antiwear-antifriksi, aditif 2 memang memiliki kinerja yang dominan, tetapi tidak menunjukkan aktifitas antioksidan bahkan menurunkan daya antioksidan, hal yang sama berlaku pada aditif 3. Aktivitas antioksidan aditif 2 dan aditif 3 lebih rendah dibanding blanko RBDPO. Fakta ini memperkuat bukti empiris di pasar bahwa belum ada aditif yang bersifat multifungsi dikomersialisasi, sementara Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate menujukkan prospek sebagai aditif yang memiliki kinerja sebagai antioksidan yang kuat dan sekaligus dapat berfungsi sebagai antiwear-antifriksi, dan hal tersebut merupakan kebaruan dari hasil penelitian ini. Gambar 32 Kontur permukaan kinerja aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate 66 Plot kontur permukaan 3 dimensi menggunakan program Statistica versi 6:2 yang disajikan pada Gambar 32, menunjukkan bahwa rantai optimum gugus alkyl asam lemak yang memberikan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik adalah C12 dan C16, yang dipenuhi oleh Zn- bislaurylpalmityldithiocarbamate. Rendemen total tertinggi produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate yang dihitung mulai dari bahan baku awal fattyamina primer dipenuhi oleh Zn- bispalmityloleyldithiocarbamate sebesar 38.18, sayang tingginya rendemen tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Meskipun rendemen total aditif Zn- bislaurylpalmityldithiocarbamate hanya 15, namun karena diantara kriteria utama yang menentukan layak tidaknya suatu produk dikomersialisasi adalah kinerjanya, maka Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate merupakan aditif terpilih dengan kinerja antioksidan dan antiwear optimum, yang selanjutnya dijadikan sebagai prototype untuk analisis nilai tambah produknya. Kendala rendahnya rendemen produk aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate dapat diatasi dengan menggunakan rancangan reaktor yang lebih baik, misalnya dengan mengubah dari proses tumpak ke proses sinambung, sehingga efisiensi dan efektifitas proses pembuatannya meningkat, terutama reaktor pembuatan fattyamida dan fattyamina. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria yang penting untuk diverifikasi dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Nilai tambah agroindusti adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah hasil pertanian menjadi produk industri atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam penelitian ini analisis nilai tambah produk aditif pelumas dilakukan terhadap Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate, yang merupakan varian produk aditif dengan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik menggunakan metode Hayami dan Kawagoe 1993. Meskipun pembuatan aditif Zn- bislaurilpalmityldithiocarbamate dalam penelitian ini dimulai dari bahan baku hexadecylamine , namun untuk analisis nilai tambahnya dihitung dari bahan baku CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu CPO ke produk hilir aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate. 67 Jumlah bahan baku, bahan pembantu, dan jenis reaktor yang diperlukan untuk pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada proses yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku, bahan pembantu dan jenis reaktor yang diperlukan untuk produksi fattyamine primer dari asam lemak asam palmitat, dan produksi asam lemak dari CPO, mengacu ke Amaludin 2007 dan Gregorio C.G2005. Beberapa asumsi digunakan dalam melakukan analisis nilai tambah produk aditif pelumas Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas produksi dirancang 50 kg Zn-bislaurilpalmityl dithiocarbamate hari. Jumlah hari kerja adalah 25 haribulan atau 300 haritahun, sehingga kapasitas produksi pertahun adalah 15.000 kg. 2. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan berkualitas teknis industrial grade . Pelarut seperti kloroform, diklorometan, dietil eter, THF, yang digunakan pada proses reaksi, dan pemisahan produk di daur ulang dan digunakan kembali dengan persentasi susut persiklus 20, sehingga tingkat konsumsinya hanya 20 dari jumlah yang dihitung dalam neraca bahan. 3. Produksi dilakukan 24 jamhari dengan 3 line produksi, sehingga dibutuhkan 3 shift operatorhari. Penetapan 3 line produksihari mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi aditif yaitu 3 hari, sehingga untuk memenuhi target produksihari,dibutuhkan 3 line reaktor yang beroperasi berurutan. 4. Jumlah tenaga kerja langsung yang dilibatkan adalah: 6 operatorshift, atau 18 operatorhari, atau 18 oranghari x 300 haritahun = 5.400 HOKtahun. 5. Upah tenaga kerja mengacu ke upah minimum lokal. Upah rerata tenaga kerja langsung adalah: Rp.464.400.000,-tahun x 1 tahun300 hari x 1 hari18 HOK = Rp.86.000,-HOK, sebagaimana disajikan pada Lampiran 13. 6. Rendemen konversipembuatan CPO ke RBDPO, RBDPO ke asam lemak, dan asam lemak ke fattyamine primer berturut-turut 98, 95 dengan fraksi asam palmitat 40, dan 80, sedangkan rendemen pembuatan Zn- bislaurilpalmityldithiocarbamate dari fattyamine primer hexadecylamine adalah 20, sehingga rendemen keseluruhan pembuatan Zn- bislaurilpalmityldithiocarbamate dari CPO adalah 7.5. Dari angka tersebut, maka jumlah bahan baku CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 kg produk aditif adalah 839.2 kghari atau 251.745 kgtahun. 68 7. Sumbangan input lain terdiri dari biaya tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku, nilainya adalah: Rp.17.695.659.250251.745 kg = Rp.70.292kg bahan baku sebagaimana disajikan pada Lampiran 14. 8. Biaya penyusutan yang merupakan komponen dari biaya tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus straight-line method yang disesuaikan dengan perkiraan umur ekonomi modal tetap yaitu 10 tahun, dan memiliki nilai sisa sebesar 20 dari harga perolehan awal. Perhitungan nilai penyusutan dan penetapan umur ekonomi modal tetap disajikan pada Lampiran 15 dan 16. 9. Biaya pemeliharaan dan asuransi yang merupakan komponen dari biaya tetap ditetapkan berturut-turut 2 dari nilai investasi barang, dan 0,1 dari investasi keseluruhan, sebagaimana ditampilkan pada Lampiran 15 dan 16. 10. Harga bahan baku CPO adalah Rp.8.520,-kg, mengacu ke harga bursa komoditi periode Februari 2011 Seng 2011 11. Pembuatan aditif pelumas Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate dari CPO menghasilkan hasil samping gliserol 10, dan fraksi asam lemak lain 50 yang menjadi tambahan terhadap nilai output produk. Mengacu ke Seng 2011, harga fraksi asam lemak lain adalah Rp.28.000,-kg, sedangkan harga gliserol dan aditif pelumas ditetapkan Rp.5.000,-kg dan Rp.1.100.000,-kg. Mengacu ke neraca bahan pada Lampiran 20, maka total nilai output produk yang diperoleh pertahun adalah sebagai berikut: No Produk Jumlah Kg Unit Nilai Rp Total Rp Persen 1 Aditif 15.000 1.100.000,- 16.500.000.000 82.9 2 Gliserol 23.439 5.000,- 117.194.280 0.6 3 As. lemak 117.194 28.000,- 3.281.439.840 16.5 Jumlah Output Rp 19.898.634.120 100.0 Harga output rerata berbasis aditif 1.326.576 Harga produk aditif 2.75x lebih tinggi dari harga aditif sejenis di pasaran Rp.400.000,-. Aditif Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate layak memiliki harga lebih tinggi dari aditif pelumas di pasaran karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja. Dari sisi fungsi, aditif ini berfungsi ganda, efektif sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, sedangkan dari kinerjanya, efektivitas antioksidan aditif Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate 1.25x lebih tinggi dibanding antioksidan komersil. Pada dosis efektif pemakaian 1.2 69 sebagai antiwear-antifriksi, dengan harga produk aditif Rp.1.100.000,-kg, dan harga pelumas industri di pasar Rp.200.000,-liter, maka kontribusi komponen harga aditif terhadap harga produk pelumas adalah Rp.13.200,-liter atau 6.6. Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Zn- bislaurilpalmityldithiocarbamate pada tingkat harga bahan baku CPO Rp.8.520,- kg dan harga jual produk Rp.1.100.000,-kg, disajikan pada Tabel 14, Lampiran 17, dan 18. Konversi CPO ke produk aditif Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate mulai memberikan nilai tambah pada harga produk aditif Rp.1.096.126,-kg harga rerata Rp.1.322.702,- namun belum memberikan keuntungan karena nominal nilai yang tercipta semuanya diberikan sebagai imbalan bagi tenaga kerja dan input produksi lain bahan kimia pembantu. Keuntungan mulai tercipta pada harga produk aditif Rp.1.127.086,-harga rerata Rp.1.353.662,-kg. Jika harga produk dinaikkan 10 menjadi Rp.1.210.000,-kg harga rerata Rp.1.459.233,-kg, agroindustri ini memberikan nilai tambah Rp.8,135,-kg, rasio nilai tambah 9.40, keuntungan Rp.6.290,-kg, tingkat keuntungan 7.2, dan keuntungan perusahaan 8.. Pada kondisi tersebut, marjin keuntungan sebesar Rp.78.427,-kg belum dinikmati perusahaan dan tenaga kerja, karena sebagian besar masih 90 tercurah ke input produksi lain pembelian bahan kimia pembantu. Nilai tambah dan keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu nilai input lain yang digunakan. Perubahan harga bahan kimia pembantu nilai input lain lebih lebih besar pengaruhnya dibanding perubahan harga bahan baku. Kenaikan 10 harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1, sedangkan kenaikan harga bahan kimia pembantu 10 menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8. Dua hal yang sangat mempengaruhi terciptanya nilai tambah konversi CPO ke produk aditif Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate, yaitu tingkat efisiensi produksi, dan biaya bahan kimia pembantu input lain yang digunakan untuk memproduksi aditif tersebut. Aditif Zn-bislaurilpalmityldithiocarbamate dibuat melalui enam tahapan proses dengan tingkat rendemen total 7.5, sehingga berdampak pada tingginya jumlah pemakaian bahan baku dan bahan kimia pembantu. Untuk memproduksi 15.000 kg produk aditif dibutuhkan bahan baku sebanyak 251.745kg. Rendahnya faktor konversi bahan baku ini berakibat langsung terhadap rendahnya nilai output produk, sehingga nilai tambah produknya juga rendah. Total biaya bahan baku dan sumbangan input lain bahan 70 kimia pembantu yang diperlukan adalah Rp.78.812,-kg produk Rp.8.520,- dan Rp.70.292,-, sehingga untuk memperoleh nilai tambah, harga output produk harus lebih besar dari Rp.78.812kg, karena nilai tambah merupakan nilai yang tercipta dari nilai produk dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lain bahan kimia pembantu. Tingginya pengaruh input produksi lain terhadap harga produk aditif juga tergambar dari mahalnya bahan kimia pembantu yang dibutuhkan per unit produk yang dihasilkan seperti disajikan pada Lampiran 19. Diperlukan bahan kimia pembantu dengan nilai nominal Rp.1.150.971,- untuk menghasilkan produk dengan harga rerata Rp.1.326.576,-kg. Meskipun demikian, nilai tambah produk aditif ini masih bisa diperoleh karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja sehingga bisa dihargai lebih tinggi dari bahan bakunya. Tabel 14 Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bislaurilpalmityldithio carbamate pada tingkat harga produk 100 dan 110 No Peubah Satuan Nilai 100 Nilai 110 I Output, Input Harga 1 Output kgtahun 15.000 15.000 2 Bahan Baku kgtahun 251.745 251.745 3 Tenaga Kerja HOKth 5.400 5.400 4 Faktor Konversi 1 : 2 0.06 0.06 5 Koefisien Tenaga Kerja 3 : 2 0.02 0.02 6 Harga Output Rpkg 1.326.576 1.459.233 7 Upah Rerata Tenaga Kerja RpHOK 86.000 86.000 II Pendapatan Keuntungan 8 Harga Bahan Baku Rpkg 8.520 8.520 9 Sumbangan Input Lain Rpkg 70.292 70.292 10 Nilai Output Rpkg 79.043 86.947 11 a Nilai Tambah Rpkg 231 8.135 b Rasio Nilai Tambah 0.29 9.36 12 a Imbalan Tenaga Kerja Rpkg 1.845 1.845 b Bagian Tenaga Kerja 799 22.68 13 a Keuntungan Rpkg -1.614 6.290 b Tingkat Keuntungan -2 7.23 III Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin Keuntungan Rpkg 70.523 78.427 a Pendapatan Tenaga Kerja 2.6 2.35 b Sumbangan Input Lain 99.7 89.6 c Keuntungan Perusahaan -2.3 8.0 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate merupakan prototipe aditif unggul dibanding varian aditif lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini. Aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, serta memiliki daya antioksidan 1.25x lebih tinggi dibanding aditif antioksidan komersial, sedangkan daya antiwear- antifriksi -nya memenuhi standar kualitas aditif pelumas hydraulik menurut standar US Steel 136. Dengan kinerja tersebut, aditif Zn- bislaurylpalmityldithiocarbamate layak dinilai lebih tinggi dibanding aditif sejenis dan jauh lebih tinggi dari bahan bakunya. Pada harga bahan baku CPO Rp.8.520,-kg, aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate memberikan nilai tambah sebesar Rp.8.135,-kg dan kentungan Rp.6.290,-kg dengan harga jual Rp.1.210.000,-kg. 2. Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate bisa diproduksi dari CPO melalui jalur asam lemak, fattyamina primer, fattyamida sekunder, dan fattyamina sekunder. Fattyamida sekunder dan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dapat diproduksi dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan cara terbaik untuk memproduksi fattyamina sekunder adalah dalam reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. 3. Tingkat rendemen aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina sekunder cukup tinggi antara 77 – 87, sedangkan tingkat rendemen produk antara fattyamina sekunder dan fattyamida sekundernya masih beragam berturut-turut antara 17 - 96 dan 10 - 87 bergantung jenis dan panjang rantai karbon bahan bakunya. Rendemen keseluruhan aditif Zn- difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer berkisar 7- 38 bergantung jenis dan panjang rantai bahan bakunya, dengan rendemen tertinggi diperoleh oleh Zn-bispalmityloleyldithiocarbamate. 4. Keragaman rendemen produk intermediet fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder lebih banyak ditentukan pada proses separasi masing-masing produk yang dihasilkan daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asylklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder adalah senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga 72 pada proses separasi menggunakan pelarut untuk pemurnian produk terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan. Dispersitas fattyamida dan fattyamina dalam sitem pelarut selama proses separasi dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. 5. Peranan gas nitrogen selama proses pembuatan fattyaamina sekunder melalui jalur reduksi fattyamida menggunakan LiAlH 4 sangat menentukan kuantitas produk yang diperoleh. Keberadaan nitrogen dalam reaktor menggantikan udara akan meningkatkan efektifitas peran reduktor LiAlH 4 . 6. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada kompleks ditiokarbamat, ternyata menurunkan aktivitas antioksidannya, sedangkan kehadiran ikatan rangkap lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil. Faktor simetri molekul memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. 7. Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18- C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index . Saran Unggulnya kinerja prototipe aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate, perlu ditindaklanjuti secara kongkrit dengan pendirian industrinya sehingga masyarakat bisa merasakan manfaatnya. Ketersediaan sumber bahan baku minyak sawit yang sangat melimpah, peluang pemasaran yang sangat terbuka, serta volume kebutuhan pasar yang sangat besar, merupakan faktor penarik bagi investor untuk berinvestasi dan mengembangkan agroindustri ini. Sampai saat ini belum ada industri nasional yang bergerak dibidang pembuatan aditif pelumas. Pertamina sebagai salah satu produsen pelumas nasional saat ini masih mengimpor seluruh kebutuhan aditif yang digunakan dalam memformulasi produk minyak pelumasnya. Keberadaan agroindustri aditif Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate akan bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka penghematan devisa, karena produknya merupakan substitusi bagi kebutuhan aditif yang selama ini diimpor. Efek positif lain yang muncul dari pendirian agroindustri aditif Zn- 73 bislaurylpalmityldithiocarbamate adalah terciptanya pasar baru lokal bagi industri minyak sawit yang akan dijadikan sebagai sumber bahan baku. Selain Zn-bislaurylpalmityldithiocarbamate, penelitian ini menghasilkan varian senyawa homolog Zn-difattyalkyldithiocarbamate lainnya, yang tidak menunjukkan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang dominan, namun berpotensi memiliki kinerja lain misalnya sebagai aditif antikorosi atau detergen, sehingga perlu dilakukan penelitian lain untuk membuktikannya. 74 DAFTAR PUSTAKA [ASTM]. American Standard Test Method. 1993. ASTM and Their Specifications for Petroleum Products and Lubricants . Philadelphia: ASTM [ASTM]. American Standard Test Method. 2006. Standard Test Method for Measurement of Extreme-Pressure Properties of Lubricating Fluids Four- Ball Method . Philadelphia: ASTM Affani R, Dugat D. 2007. Studies on the selective of the amide link of acyclic and macrocyclic amidoketals: unexpected cleavage and trans-acetalization with Red-Al. Synthetic Communications 37:3729-3740. Akbar E, Yaakob Z, Kamarudin S.K, Ismail M, Salimon J. 2009. Characteristic and Composition of Jatropha Curcas Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. Euro J Sci Research, ISSN 293:396-403. Amaludin SD. 2007. Konversi asam karboksilat rantai panjang ke amina sekunder rantai karbon ganjil. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists . Washington: Association of Official Analytical Chemists. Asthana P . 2006. Micro-and Nano- Scale Experimental Approach To Surface Engineer Metals. [Tesis]. Texas AM University. Awang N, Baba I, Yamin BM. 2006. Sintesis dan pencirian sebatian sek- butilpropil-ditiokarbamat dari pada logam zinkII, kadmiumII, dan stibiumIII. The Malaysian J Anal Sci 10:251-260. Blank LPE, Tarquin APE. 2002. Engineering Economy. Boston : McGrawHill Boonyaprateeprat W. 2010. Thai Oil Palm Situation in Globalization. General Thai Oil Palm and Palm Oil Association. Bóoser ER. 1994. CRC Handbook of Lubrication and Tribology Vol.III, Monitoring, Materials, Synthetic Lubricants, and Applications. London : CRC Press. Box GEP, Draper NR. 1987. Empirical Model-Building and Response Surfaces. New York : John Wiley Sons, Inc. Carey JP, Frantz DE, Weaver DG, Kress MH, Dolling UH. 2002. Practical synthesis of aryl triflates under aqueous condition. Org. Lett. 4: 4717-4718 . 75 Coupland K. 1992. Natural base surfactant-some aspect of their chemistry and uses. dalam Tyman JHP. Surfactant in Lipid Chemistry: Recent Synthetic, Physical, and Biodegradative studies . Royal Society of Chemistry. Cambridge. Daniels V.1967. Dielectric Relaxation. London : Academic Press. Dowson D, Taylor CM, Childs THC, Dalmaz G. 1995. Lubricants and Lubrication, Tribologi Series 30. Elsevier, Ámsterdam. Eqbal M. A. Dauqan, Halimah AS, Aminah, Abdullah and Zalifah MK. 2011. Fatty Acids Composition of Four Different Vegetable Oils Red Palm Olein, Palm Olein, Corn Oil and Coconut Oil by Gas Chromatography, 2 nd International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, IPCBEE Vol 14. Singapore : IACSIT Press. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1999. Kimia Organik Jilid II. Jakarta: Erlangga. Filipe AAP, Neves MC, Trindade T and Klinowski J. 2003. The first dinuclear ZincII dithiocarbamate complex with butyl substituent groups. Acta Cryst 59:1067-1069. Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG, Tatchell AR. 1989. Vogel’s Text Book of Practical Organic Chemistry . Ed ke-5. New York:John Wiley Sons, Inc. Gaige R and Schneider G. 1973. Process of Synthesis of Long-Chain Aliphatic Amines US Patent 3728393. Gatto VJ, Mike CA, and Loper JT. 2003. Oil soluble molybdenum compositions , US Patent 6528463 Gatto VJ. 2003. Oil soluble molybdenum additives from the reaction product of fatty oils and monosubstituted alkylene diamines. US Patent 6509303 Gatto VJ. 2003. Molybdenum-containing lubricant additive compositions, and processes for making and using same. US Patent 6645921 Gittinger JP. 1985. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. S.Utomo dan K.Mangiri, Penerjemah Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture Project . Gogoi PK, Sonowal J. 2005. Effectiveness of bis2-methylpiperazine dithiocarbamato CuII dan ZnII, bis diethyldithiophosphato NiII and its γ-picoline diadduct and bispyrrolidine dithiocarbamato CuII as antioxidant lubricating oil additives. Indi J Chem Tech. 12:50-54. 76 Goodrum JW, Geller DP. 2005. Influence of fatty acid methyl esters from hydroxylated vegetable oils on diesel fuel lubricity. Bio tech 96:851-855. Gregorio CG. 2005. Fatty Acids and Derivatives from Coconut Oil. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition. John Wiley Sons, Inc. Griffo, Keshavan. 2007. High Performance Rock Bit Grease. US Patent 20070254817 A1. Hayami Y, Kawagoe T. 1993. The Agrarian Origins of Commerce and Industry a Study of Peasant Marketing in Indonesia . St Martin’s Press. Hong H, Riga AT, Cahoon SM, Vinci JN. 1993. Evaluation of Overbased Sulfonates as Extreme Pressure Additives in Metalworking Fluids. Lubr. Eng . 49 1:19. Hoong SS, Ahmad S, Abu HH. 2005. Process for the Production of Fatty Acid Amides. US Patent 0283011 A1. Husain A, Nami SAA, Singh SP, Oves M, Siddiqi KS. 2010. Anagostic interactions, revisiting the crystal structure of of Nickel dithiocarbamate complex and its antibacterial and antifungisidal. Polyhedron 30:33-40. Inagaki T, Fukasawa A, Yamagishi H . 1989. Process for Preparation of Unsaturated Long-Chain Aliphatic Secondary Amin. US Patent 4845298. Johansson I. Amides, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2 2 nd Ed, 442-463. Kaludjerovic GN, Djinovic VM, Trifunovic SR, Hodzic IM, Sabo TJ. 2002. Synthesis and characterization of tris-butyl-1-methyl-3-phenyl-propyl- dithiocarbamato]-cobaltIII seskvitoluene. J Serb Chem Soc. 672123–126. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan . Jakarta : UI Press. Khotib M. 2010. Density functional theory dalam sintesis, karakterisasi, dan prediksi hasil sintesis: kasus Zn-alkilditiokarbamat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kirk-Othmer. 2004. Encyclopedia of Chemical Technology. 5 th ed. USA : John WileySons, Inc. Leka Z, Grujic SA, Tesic Z, Lukic S, Skuban S, Trifunovic S. 2004. The synthesis and characterization of complexes of ZincII, CdIII, PtII, and PdII with potassium 3-dithiocarboxy-3-aza-aminopentanoate. J Serb Chem Soc. 692:137-143. 77 Loomis WR. 1985. New Directions in Lubrication, Materials, Wear, and Surface Interactions, Tribology in the 80’s .New Jersey : Noyes Publications, Park Ridge. Maleque MA, Masjuki HH, Haseeb ASMA. 2000. Effect of mechanical factors on tribological properties of palm oil methyl ester blended lubricant. Elsevier wear. 239:117-125. Manihuruk M. 2009. Aminasi asam azelat via reduksi dengan hidrogen memakai katalis nikel. [Tesis].Medan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Martin JM, Grossiord C, Varlot K, Vacher B, and Igarashi J. 2000. Synergistic effect in binary sistem of lubricant additives. Trib Let. 8:193-201. Masjuki HH, Maleque MA. 1997. Investigation of anti-wear characteristics of palm oil methyl ester using a four ball tribometer test. Wear 206:179-186. Masjuki HH, Maleque MA, Kubo A, Nonaka T. 1999. Palm oil and mineral oil based lubricants-their tribological and emisión performance. Tribology International 32:305-314. McConnachie JM et al. 2003. Manufacture of lubricant additives. US Patent 6569820. Miller RW.1993.Lubricants and Their Applications.New York: McGraw-Hill, Inc. Mintorogo DA. 2000. Unjuk Kerja pada Mesin Four Ball dan SRV serta Uji Sifat Fisika-Kimia Minyak Lumas Dasar Beraditif Zn-dialkyldithiophosphat Jenis Generik. tesis. Jakarta. Program Studi Materials Sciences. Universitas Indonesia. Mortier RM, Orszulik ST. 1997. Chemistry and Technology of Lubricants, 2 nd Ed. London : Blackie Academic Professional. MPOB Malaysian Palm Oil Board. 2001. Review of the Malaysian Oil Palm Industry , MPOB Ministry of Primary Indistries, Malaysia . Nachtman ES, Kalpakjian S. 1985. Lubricant and Lubrication in Metalworking Operations . New York : Marcel Dekker, Inc. Nakanishi H, Iwasaki H, Koganei K. 2000, Zinc-molybdenum-based dithiocarbamate derivative, method of producing the same, and lubricant composition containing the same . US Patent 6096693. Newman MS, Fukunaga T. 1960. The reduction of amides to amines via nitriles by lithium aluminium hydride. J Am. Chem Soc 823: 693-696. 78 O’Brien JA. 1983. Lubricating Oil Additives, CRC Handbook of Lubrication, Vol. II, Booser E.R ed. Florida : CRC Press. Pavia DL, Lampman GM, Kritz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Third Ed. Washington : Department of Chemistry Western Washington University. Prasad ASB, Kanth JVB, Periasamy M. 1992. Convenient methods for the reduction of amides, carboxylic esters, acids and hydroboration of alkenes using NaBH 4 I 2 system. Tetrahedron 48:4623-4628. Rabjohn N. 1963. Organic Syntheses. Vol 4. New York : John Wiley Sons, Inc. Ramney MW. 1980. Synthetic Oils and Additives for Lubricants: Advances Science 1977 . Noyes Data Corporation, Park Ridge, N.J. Rizvi SQA. 1992. Lubricant Additive and Their Function, ASM Handbook, Friction, Lubrication, and Wear Technology , Jl. 18 ASM International. Rosen MJ. 2004. Surfactants and Interfacial Phenomena. New York : John Wiley Sons, Inc. Rudnick LR. 2009. Lubricant Additive: Chemistry and Applications. Second Edition. New York : CRC Press. Sa’id GE, Intan AH. 2000. Menghitung nilai tambah produk agribisnis. Komoditas 1119:48. Salvatore RN, Shim SI, Nagle AS, Jung KW. 2001. Efficient Carbamate Synthesis via aThree-Component Coupling of an Amine,CO 2 , and Alkyl Halides in the Presence of Cs 2 CO 3 and Tetrabutylammonium Iodide. J Org Chem. 66:1035-1037. Salvatore RN, Yoon CH, Jung KW. 2001. Synthesis of secondary amines. Tetrahedron . 57:7785-7802. Seng S. 2011. Asia C12 lauric acid may extend falls on weak demand [terhubung berkala]. http:www.icis.comArticles201104049449461asia-c12- lauric-acid-may-extend-falls-on-weak-demand.html [02 Januari 2012]. Shahzadi S, Ahmad S.U, Ali S, Yaqub Ahmed F. 2006. Chloro-diorganotinIV Complexes of Pipyridyl Dithiocarbamate: Syntheses and Determination of Kinetic Parameters, Spectral Characteristics and Biocidal Properties. J Iran Che Soc. 31:38-45. Sidik RF. 2007. Desain dan sintesis amina sekunder rantai karbon genap dari asam karboksilat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 79 Srinivasa GR, Naliva L, Abiras K, Gowda DC. 2003. Zincammonium formate: a chemoselective and cost-effective protocol for the reduction of azides to amines. J Chem Res S. 19563:630-631. Stiefel et al. 2001. Trinuclear molybdenum multifunctional additive for lubricating oils. US Patent 6232276. Studt P. 1989. Boundary Lubrication : Adsorption of Oil Additive on Steel and Ceramic Surface and Its Influence on Friction and Wear . Trib. International, 22, 623. Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Yudhistira. Sulistyanto A.I, Akyuwen R.2011. Factors Affecting the Performance of Indonesia’s Crude Palm Oil Export, International Conference onEconomics and Finance Research, IPEDR. IACSIT Press. Singapore. 4: 281-289 Sundram K, Malaysian Palm Oil Board MPOB, Palm Oil: Chemistry and Nutrition Update. Kuala Lumpur, Malaysia. Sutriah K, Mas’ud ZA, Irawadi TT. 2011. Pengaruh Teknik Sintesis terhadap Kualitas Produk Fattyamina Sekunder. Jurnal Kimia Terapan Indonesia LIPI, 13: 8-15. Takagi, Fumaki, Abe, Kuzuuki. 2001. Extreme Pressure Agent, Friction Coefficient, Modifier and Functional Fluids. US Patent 6310012. Tensiska, Wijaya H, Andarwulan N. 2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal Teknol dan Industri Pangan . 14:29-39. Trifunović S R, Marković Z, Sladić D, Andjelković K, Saboo T, Minić D. 2002. The synthesis and characterization of nickelII and copperII complexes with the polydentate dialkyl dithiocarbamic acid ligand 3-dithiocarboxy-3- aza-5-aminopentanoate. J Serb Shem Soc. 672115–122. USDA. 2011 Circular Series September 2011, Foreign Agricultural Service, World Agricultural Production, Copra, Palm Kernel, and Palm Oil Production. Vasiliev AN, Polackov AD. 2000. Synthesis of Potassium 1,1-Dioxothiolan-3-yl- dithiocarbamate. Molecules. 8:1014-1017. Whittaker. 19941997. Microwave heating mechanisme. [terhubung berkala]. http:homepage.ed.ac.ukahoschla.html . [20 Februari 2006] 80 Visek K. 2000. Amines, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2. 2 nd Ed, 518-537. Zhang W, Zhong Y, Minyu T, Tang N, Yu K. 2003. Synthesis and Structure of bisDibutyldithiocarbamatezincII: Zn 2 [n-Bu 2 NCSS] 4 Molecules, 8:411- 417. 81 Lampiran 1 Prosedur Pengujian FTIR, AAS, dan HPLC .

1. Prosedur Pengukuran Sampel Uji dengan FTIR