Simulasi Transportasi dengan Pengemasan Curah (Bulk Packaging) untuk Cabai Merah Keriting Segar

SIMULASI TRANSPORTASI DENGAN PENGEMASAN
CURAH (BULK PACKAGING) UNTUK CABAI MERAH
KERITING SEGAR

SANDRO PANGIDOAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Simulasi Transportasi
dengan Pengemasan Curah (Bulk Packaging) untuk Cabai Merah Keriting Segar
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Sandro Pangidoan
NIM F14090031

ABSTRAK
SANDRO PANGIDOAN. Simulasi Transportasi dengan Pengemasan Curah (Bulk
Packaging) untuk Cabai Merah Keriting Segar. Dibimbing oleh SUTRISNO dan
Y. ARIS PURWANTO.
Cabai merah adalah salah satu komoditas pertanian yang dibutuhkan
masyarakat dan bernilai ekonomis yang tinggi. Karena tidak tahan lama dan selalu
dibutuhkan dalam bentuk segar, cara pengemasan yang tepat serta transportasi
yang baik menjadi titik kritis pascapanen untuk menjaga kesegaran produk pada
saat didistribusikan sampai didapati oleh konsumen. Tujuan penelitian ini adalah
melakukan simulasi transportasi dengan pengemasan curah pada cabai merah
keriting segar dan melihat pengaruh simulasi dan pengemasan terhadap susut
bobot, susut mekanis, susut tercecer, kekerasan, derajat warna dan kadar air pada
cabai merah keriting segar. Pengemasan dilakukan pada 2 jenis kemasan yaitu
kemasan karton (kardus) dan keranjang plastik. Simulasi transportasi cabai

dilakukan dengan 2 perlakuan yaitu frekuensi 2.9 Hz dan amplitudo 3.2 cm
selama 228 menit dan frekuensi 3.9 Hz dan amplitudo 4.2 cm selama 173 menit.
Penelitian ini membandingkan kemampuan kedua kemasan (keranjang plastik dan
kardus) untuk mempertahankan kualitas cabai keriting segar yang ditinjau dari
beberapa aspek penting yaitu susut bobot, susut mekanis, susut tercecer,
kekerasan, warna dan kadar air.
Kata kunci: cabai merah, pascapanen, pengemasan, simulasi transportasi

ABSTRACT
SANDRO PANGIDOAN. Transport Simulation with Bulky Packaging for Fresh
Curly Red Chili. Supervised by SUTRISNO and Y. ARIS PURWANTO.
Red chili is one of agricultural commodity which is needed by people and
has high economic value. Because it’s not long-lasting product and always needed
in fresh product, the appropriate packaging method and good transportation
become a postharvest critical point for maintain the freshness of product in the
time of distribution until on the costumer hand. The objective of this research was
to do the transport simulation with bulk packaging for fresh curly red chili and to
observe the effect of simulation and packaging to weight losses, mechanical losses,
scattered losses, hardness, color and water content. Packaging method was
performed in 2 kind of package which are cardboard box and plastic crate.

Transport simulation was performed with 2 treatments which are 2.9 Hz
frequency and 3.2 cm amplitude during 228 minutes and 3.9 Hz frequency and 4.2
cm amplitude during 173 minutes. This research compared the ability of the
packages (plastic crate and carton box) to maintain the quality of curly red chili
which is viewed in some aspects i.e. weight losses, mechanical loses, scattered
losses, hardness, color and water content.
Keywords: red chili, postharvest, packaging, transport simulation

SIMULASI TRANSPORTASI DENGAN PENGEMASAN
CURAH (BULK PACKAGING) UNTUK CABAI MERAH
KERITING SEGAR

SANDRO PANGIDOAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Simulasi Transportasi dengan Pengemasan Curah (Bulk Packaging) untuk
Cabai Merah Keriting Segar
: Sandro Pangidoan
Nama
: F14090031
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Sutrisno, M.Agr
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


3 1 JUl 2013

Dr Ir Y. Aris Purwanto, M.Sc
Pembimbing II

Judul Skripsi : Simulasi Transportasi dengan Pengemasan Curah (Bulk Packaging) untuk
Cabai Merah Keriting Segar

Nama
NIM

: Sandro Pangidoan
: F14090031

Disetujui oleh

Dr Ir Sutrisno, M.Agr
Pembimbing I

Dr Ir Y. Aris Purwanto, M.Sc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan
Yesus Kristus atas segala kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Maret 2013 ini ialah tentang transportasi dan pengemasan, dengan judul Simulasi
Transportasi dengan Pengemasan Curah (Bulk Packaging) untuk Cabai Merah
Keriting Segar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan
Bapak Dr. Ir. Y.Aris Purwanto, M.Sc selaku pembimbing I dan II dalam
bimbingannya selama ini serta bantuan dana penelitian yang diberikan untuk
mengerjakan penelitian ini sampai selesai. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. M.

Solahudin, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan koreksi yang diberikan.
Terima kasih pula untuk Pak Sulyaden dan Mbak Sugi atas bantuannya di Lab
selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kedua
orang tua penulis, Bajongga B. Siahaan dan Ritha Siagian, saudara-saudaraku,
William Siahaan, Gabe Siahaan dan Nakkok Siahaan. Terima kasih juga saya
sampaikan untuk teman-teman seperjuangan Pahlevi, Eti, Ivan, Ririn, Heru,
Victor, Awanis, GL, Gina, Kristen, Citta, Riska, serta Orion TMB 46 semuanya
atas kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini. Terima kasih juga
diberikan kepada PMK IPB, Komkes, Himateta sebagai tempat menimba
pengalaman-pengalaman berharga. Terima kasih untuk Mongkus atas
kerjasamanya selama ini. Terima kasih untuk Debora Dian S. atas semangat dan
perhatiannya. Semua ucapan ini layak untuk saudara-saudara terima atas
bantuannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi Pertanian Indonesia.

Bogor, Juli 2013
Sandro Pangidoan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3
METODE ................................................................................................................ 3
Bahan ................................................................................................................... 3
Alat ...................................................................................................................... 4
Prosedur Penelitian .............................................................................................. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 12
Pengemasan Cabai Keriting Segar .................................................................... 12
Kesetaraan Simulasi Transportasi ..................................................................... 12

Susut Bobot Cabai Keriting ............................................................................... 15
Susut Mekanis Cabai Keriting ........................................................................... 16
Susut Tercecer Cabai Keriting .......................................................................... 17
Pengukuran Kekerasan Cabai Keriting ............................................................. 18
Pengukuran Warna Cabai Keriting .................................................................... 19
Pengukuran Kadar Air Cabai Keriting .............................................................. 22
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 23
Simpulan ............................................................................................................ 23
Saran .................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1

2

Perkembangan produksi cabai besar (ton) 2009-2011
Persyaratan mutu cabai merah segar

1
2

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15
16

Cabai yang dibawa dari lahan petani
Kemasan karton (kardus) dan keranjang plastik
Alat dan bahan penelitian
Diagram alir proses penelitian
Penyusunan kemasan pada saat transportasi
Contoh penimbangan dengan timbangan Camry
Pengukuran kekerasan cabai merah keriting
Pengemasan cabai keriting pada kardus dan keranjang plastik
Grafik susut bobot cabai keriting
Grafik kerusakan mekanis cabai keriting
Grafik susut tercecer pada cabai keriting
Grafik perbandingan kekerasan cabai keriting
Grafik perbandingan nilai warna L cabai keriting
Grafik perbandingan nilai warna a cabai keriting
Grafik perbandingan nilai warna b cabai keriting
Grafik kadar air cabai keriting

4
4
5
7
8
9
10
12
15
17
18
19
20
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Ilustrasi gerakan angkutan truk dan meja simulasi getar
2 Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Kontruksi
BPPT 1986
3 Analisis sidik ragam susut bobot cabai merah keriting
4 Uji DMRT susut bobot cabai merah keriting
5 Analisis sidik ragam susut mekanis cabai merah keriting
6 Uji DMRT susut mekanis cabai merah keriting
7 Analisis sidik ragam susut tercecer cabai merah keriting
8 Uji DMRT susut tercecer cabai merah keriting
9 Analisis sidik ragam kekerasan cabai merah keriting
10 Uji DMRT kekerasan cabai merah keriting
11 Analisis sidik ragam warna cabai merah keriting (derajat L)
12 Uji DMRT warna cabai merah keriting (derajat L)
13 Analisis sidik ragam warna cabai merah keriting (derajat a)
14 Uji DMRT warna cabai merah keriting (derajat a)
15 Analisis sidik ragam warna cabai merah keriting (derajat b)
16 Uji DMRT warna cabai merah keriting (derajat b)
17 Analisis sidik ragam kadar air cabai merah keriting
18 Uji DMRT kadar air cabai merah keriting
19 Data frekuensi dan amplitudo simulasi transportasi

25
25
26
27
27
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
31

PENDAHULUAN
Cabai merah (Capsicum annuum L) termasuk salah satu komoditas sayuran
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, buah yang masih muda berwarna hijau
dan setelah tua berubah menjadi merah. Cabai selain dapat dikonsumsi segar
sebagai campuran bumbu masakan, juga dapat diawetkan dalam bentuk sambal,
saus, pasta acar, buah kering dan tepung. Saat ini perkembangan tanaman cabai
sudah cukup luas diusahakan oleh petani, hal ini disebabkan karena harganya
yang menguntungkan serta dibutuhkan masyarakat secara luas. Permintaan cabai
setiap tahunnya di dalam negeri cenderung meningkat khususnya menjelang hari
raya, pada kondisi tersebut harga cabai menjadi mahal. Dengan melihat potensi
dan peluang pasar cabai di Indonesia, maka komoditas ini dapat dijadikan salah
satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia. Untuk mewujudkannya perlu
diusahakan budidaya dengan anjuran teknologi yang tepat agar didapatkan
kualitas dan mutu hasil sesuai dengan standar mutu (SNI 01-4480-1998). Berikut
ini adalah data perkembangan produksi cabai besar tahun 2009-2011.
Tabel 1 Perkembangan produksi cabai besar (ton) 2009-2011 (BPS 2013)

Cabai merupakan komoditas sayuran yang penting dan bernilai ekonomi
tinggi di Indonesia. Selain itu, manfaat dan kegunaan cabai yang tidak dapat
digantikan dengan komoditas lainnya. Konsumsi per kapita cabai cenderung
meningkat dari 1.35 kg pada tahun 2003 menjadi 1.47 kg pada tahun 2007.
Kebutuhan dan permintaan cabai cenderung meningkat menjelang bulan puasa
dan hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru (Syukur
2012). Menurut data BPS tahun 2008, sentra penanaman cabai terbesar berada di
Jawa Tengah (17 079 ha), Jawa Barat (12 823 ha), Sumatera Utara (12 047 ha)
dan Jawa Timur (9 497 ha).
Karena tidak tahan lama dan selalu dibutuhkan dalam bentuk segar, cara
pengemasan yang tepat serta transportasi yang baik menjadi titik kritis pascapanen
untuk menjaga kesegaran produk pada saat didistribusikan sampai didapati oleh
konsumen. Karena jarak sentra penanaman cabai dengan konsumen juga tidak
dekat, maka transportasi yang tepat menjadi hal yang harus diperhatikan dengan
seksama. Berikut ini adalah persyaratan mutu cabai merah berdasarkan SNI.

2
Tabel 2 Persyaratan mutu cabai merah segar

Sumber : SNI No. 01-4480-1998

Menurut Syukur et al. (2012), pengemasan yang baik diperlukan untuk
mengurangi kehilangan hasil karena kerusakan mekanis (akibat benturan, tekanan
dan tumpukan) maupun kerusakan fisiologis atau biologis (suhu dan kelembapan
tinggi). Buah cabai disusun secara teratur sampai memenuhi volume ruang
sehingga mengurangi terjadinya benturan antar buah yang bisa menyebabkan buah
rusak. Menurut SNI 1998, Untuk dipasarkan lokal cabai merah segar dikemas
dalam karung jala plastik dengan berat isi 25-40 kg jumlah tumpukan dalam
transportasi 2-3 karung. Cabai dapat juga dikemas menggunakan alat pengemas
dari karton yang diberi lubang ventilasi disesuaikan dengan permintaan
konsumen, apabila akan dipasarkan ke tempat yang jauh. Pengemasan yang terjadi
di lapangan menggunakan karung bekas dan pengisiannya ditekan-tekan sehingga
cabai akan patah ketika dikeluarkan. Hal tersebut mempengaruhi kualitas cabai yg
akan dipasarkan.
Transportasi merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan,
penyimpanan, dan distribusi buah atau sayur (Pantastico 1989). Perlakuan yang
kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan
yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai di tempat tujuan mencapai kurang
lebih 30-50% (Soedibyo 1992). Goncangan yang terjadi selama pengangkutan
baik di jalan raya maupun di kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut
bobot dan memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada
pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan
dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis
kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan
susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria 1992). Pada semua jenis
kemasan terjadi kememaran pada buah yang disebabkan oleh getaran sebagai
dampak pengangkutan. Pada umumnya semakin kecil kemasannya semakin
besarlah persentase kememarannya. Besar kecilnya kememaran selama
pengangkutan tergantung pada frekuensi, amplitudo dan lamanya getaran,
amplitudo getaran dasar peti, ketinggian buah dalam wadah, dan sifat-sifat jenis
buahnya (Pantastico 1989). Pada saat ditransportasikan, kemasan akan ditumpuk

3
untuk memenuhi kuota dari alat transportasi yang digunakan. Menurut SNI cabai,
tumpukan yang sesuai adalah 2-3 tumpukan saja agar menghindari kerusakan.
Kondisi real di lapangan, penumpukan dilakukan melebihi yang
direkomendasikan karena menurut petani hal tersebut menyangkut biaya
peminjaman alat pengangkutan.
Alat simulasi transportasi dirancang untuk memperoleh gambaran tentang
kerusakan mekanis yang diterima oleh produk hortikultura apabila terkena
goncangan. Alat ini dibuat sesuai dengan kondisi dalam dan luar kota. Produk
hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan bunga potong mudah sekali rusak
setelah dipanen. Hal ini dapat dipercepat dengan adanya luka dan memar setelah
mengalami pengangkutan dari kebun ke tempat pemasaran. (Purwadaria 1992).
Menurut Soedibyo (1992), goncangan yang dominan untuk simulasi transportasi
dengan truk adalah goncangan pada arah vertikal. Goncangan lain seperti puntiran
dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya sangat kecil. Dasar
perbedaan antara jalan dalam dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur
dalam suatu panjang jalan tertentu. Yang lebih berpengaruh terhadap kerusakan
buah adalah amplitudo jalan (Darmawati 1992).
Oleh karena itu, penelitian tentang pengemasan cabai merah dan simulasi
transportasinya menjadi hal yang penting untuk dilakukan agar mengetahui
kondisi optimal untuk pengemasan dan transportasi cabai merah dengan
pengemasan bulky.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan simulasi transportasi dengan
pengemasan curah pada cabai keriting cabai merah segar dan melihat pengaruh
simulasi dan pengemasan terhadap susut bobot, susut mekanis, susut tercecer,
kekerasan, derajat warna dan kadar air pada cabai merah keriting segar.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2013. Penelitian
tersebut dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah cabai merah keriting segar yang
berasal dari Cibedug, Bogor dan Lembang, Bandung dengan tingkat kematangan
100% yaitu 90 HST (hari setelah tanam). Cabai diambil langsung setelah dipanen
dan disortasi oleh petani. Cabai dibawa dengan menggunakan plastik besar
transparan (untuk cabai dari cibedug) dan menggunakan karung plastik (untuk
cabai dari lembang). Cabai dibawa dari cibedug menggunakan motor selama 1.5
jam. Cabai dari lembang dibawa menggunakan mobil dan menempuh perjalanan

4
selama 8 jam. Di laboratorium, cabai disortasi kembali untuk mendapatkan cabai
yang kualitasnya baik.

Gambar 1 Cabai yang dibawa dari lahan petani.
Pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan yaitu plastic crate
(keranjang plastik) dan kemasan karton (kardus) untuk pengemasan curahnya.
Spesifikasi dari kemasannya adalah sebagai berikut. Kemasan karton memiliki
ukuran 42 cm x 33 cm x 25 cm dengan kapasitas 8 kg cabai. Keranjang plastik
yang digunakan adalah keranjang yang memiliki kapasitas 8 kg dengan ukuran 49
cm x 39 cm pada lapisan atas dan 41 cm x 30 cm pada lapisan bawah dengan
tinggi 21 cm. Kapasitas kemasan dipilih 8 kg karena kardus dan keranjang plastik
yang banyak berada di pasaran adalah pada ukuran tersebut.

(a)
(b)
Gambar 2 (a) kemasan karton (kardus) ; (b) keranjang plastik
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas meja getar dengan kompresor,
stopwatch untuk mengukur waktu, timbangan Camry ACS-30-JC-33 kapasitas 30
kg dengan ketelitian 2 gram digunakan untuk mengukur susut bobot, timbangan
Mettler untuk mengukur susut mekanis dan tercecer, Oven, timbangan, dan

5
desikator untuk mengukur kadar air, Rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur
kekerasan, Chromameter untuk melihat nilai warna, serta alat lainnya yang
menunjang terlaksananya penelitian ini (contoh : kamera digital).

(a)

(c)

(b)

(d)

(f)

(e)

(g)

(h)

6

(i)
Gambar 3

(j)

(a) Simulator getar ; (b) Timbangan 30 kg ; (c) Stopwatch ;(d)
Rheometer ; (e) Timbangan Mettler ; (f) Oven ; (g) Timbangan ; (h)
Desikator ; (i) Chromameter ; (j) kamera digital

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4. Cabai
keriting segar yang telah didapatkan akan dibersihkan terlebih dahulu, dipisahkan
dari kotoran kemudian disortasi. Pensortasian dilakukan untuk menyeragamkan
kualitas cabai keriting segar yang didapatkan. Sampel cabai diambil untuk
melakukan pengukuran kadar air, warna dan kekerasan sebagai kontrol sebelum
simulasi transportasi. Cabai dimasukkan ke dalam setiap kemasan (kemasan
karton dan keranjang plastik). Pengisian ke setiap kemasan dipastikan dilakukan
dengan benar dan terisi dengan penuh. Kemasan ditutup menggunakan perekat
(selotip) agar pada saat simulasi cabai tidak tercecer keluar. Setiap kemasan akan
ditimbang untuk mengetahui berat awal dari cabai yang telah dikemas. Kemasan
diletakkan di atas meja simulator dengan 2 tumpukan tiap jenis kemasan. Hal ini
dilakukan sesuai dengan anjuran SNI cabai perihal tumpukan pada saat
transportasi yaitu 2-3 tumpukan. Perlakuan simulasi transportasi dengan frekuensi
2.9 Hz dan amplitudo 3.2 cm menunjukkan kondisi jalan luar kota yang rata dan
frekuensi 3.9 Hz dan amplitudo 4.2 cm menunjukkan kondisi jalan luar kota yang
kurang rata (Lembaga Uji Konstruksi BPPT 1986; Purwanto et al. 2009).
Simulasi transportasi cabai dilakukan seperti transportasi cabai dari Garut ke
Pasar Induk Kramat Jati dengan jarak 209 km (maps.google.com). Waktu yang
tepat untuk simulasi adalah 3.79 jam (228 menit) untuk frekuensi 2.9 Hz dan
amplitudo 3.2 cm, sedangkan untuk frekuensi 3.9 Hz dan amplitudo 4.2 cm,
waktu simulasi yang tepat adalah 2.88 jam (173 menit).
Setelah dilakukan simulasi transportasi, setiap kemasan ditimbang kembali
untuk mengetahui susut bobot yang dialami oleh cabai keriting segar di setiap
kemasan. Cabai keriting dipindahkan untuk dilakukan pengamatan dan pengujian
untuk setiap jenis kemasan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui tingkat
kerusakan mekanis yang terjadi pada cabai keriting. Pengamatan dilakukan secara
visual dengan membandingkan penampakan cabai setelah simulasi transportasi.
Pengujian dilakukan pada sampel cabai yang sudah ditentukan secara acak untuk

7
mengukur kekerasan dan warna dari cabai tersebut. Sampel cabai juga diambil
untuk mengukur kadar air setelah transportasi di setiap kemasan. Pengujian
kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer, pengujian perubahan
warna cabai akan dilakukan dengan Chromameter dan pengujian kadar air
dilakukan dengan Oven. Data-data yang didapatkan selama proses penelitian
diolah sampai didapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Cabai Keriting Segar

Pengambilan sampel untuk
pengukuran kadar air, kekerasan
dan warna

Pensortasian cabai merah
keriting segar
Pengisian ke dalam
keranjang plastik

Pengisian ke dalam
kemasan karton

Penimbangan cabai keriting
dalam keranjang plastik

Penimbangan cabai keriting
dalam kemasan karton

Peletakan di atas meja
simulator (2 tumpukan)

Peletakan di atas meja
simulator (2 tumpukan)

Pelaksanaan simulasi
1. f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm (228 menit) (2 ulangan)
2. f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm (173 menit) (2 ulangan)

Penimbangan cabai keriting
dalam keranjang plastik

Penimbangan cabai keriting
dalam kemasan karton

Pengukuran susut mekanis

Pengukuran susut mekanis

Pengukuran kadar air setelah simulasi

Pengukuran kadar air setelah simulasi

Pengukuran kekerasan

Pengukuran kekerasan

Pengukuran warna

Pengukuran warna
Pengumpulan dan
pengolahan data

Gambar 4 Diagram alir proses penelitian

8
Untuk mempermudah penulisan perlakuan dan ulangan dilakukan
pengkodean sebagai berikut :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

Kesetaraan Simulasi Transportasi
Menurut Soedibyo (1992) kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan
dengan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini :
;

………………………………………………(1)

Untuk perhitungan simulasi 1 jam setara dengan jarak tempuh digunakan rumus :
……………………………………………….(2)
Keterangan :
LG = jumlah luas getaran simulasi selama 1 jam adalah jumlah getaran seluruh vibrator selama 1
jam dikali dengan luas satu siklus getaran vibrator (cm2/jam)
JG = Jumlah luas getaran truk di luar kota (cm2/jam)

Gambar 5 Penyusunan kemasan pada saat transportasi
Jumlah getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas getaran truk di jalan luar
kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan di bawah
ini :
Jumlah luas simulasi (1 jam)
……….……………………………..(3)

Jumlah luas getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km
…………………………………………(4)

Keterangan :
L
= luas siklus getaran (cm2/getaran)
A
= amplitudo (cm)
= kecepatan sudut (getaran/detik)

T = periode getaran (detik/getaran)
f = frekuensi getaran (Hz)

9
Pengamatan
1.

Susut Bobot
Susut bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital Camry dengan
kapasitas 30 kg dan ketelitian 2 gram. Pengukuran dilakukan pada awal setelah
cabai keriting segar dikemas dalam kemasan dan setelah simulasi transportasi.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur susut bobot tersebut adalah sebagai
berikut.
…………………………………………………(5)
Dimana : a = berat bahan pada awal simulasi (kg)
b = berat bahan setelah simulasi (kg)

Gambar 6 Contoh penimbangan dengan menggunakan timbangan Camry 30 kg

2.

Perubahan Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan cabai terhadap jarum
penusuk dari Rheometer CR-300 DX (Gambar 7). Uji kekerasan dilakukan pada
tiga titik yang berbeda, yaitu pada bagian pangkal ujung dekat tangkai, tengah dan
ujung dari cabai dengan 5 sampel sebelum simulasi transportasi, 5 sampel pada
masing-masing kemasan setelah simulasi transportasi (keranjang plastik dan
karton). Jarum yang digunakan untuk pengukuran kekerasan adalah 2.5 mm.
Berikut ini adalah pengaturan awal untuk penggunaan Rheometer untuk cabai
pada penelitian kali ini :
Jarum penekan = 2.5 mm
Mode 20 Max. 2 kg
R/H hold
= 6.0 mm
P/T press
= 30 mm/m
Rheometer CR-300 DX
3.

Perubahan Warna
Nilai warna diperoleh dengan menggunakan alat Chromameter. Nilai warna
yang dihasilkan adalah nilai Hunter Lab. Nilai L mengidentifikasikan tingkat
kecerahan, nilai a mengidentifikasikan tingkatan warna hijau hingga merah
sedangkan nilai b mengidentifikasikan tingkatan warna biru hingga kuning.
Pengukuran warna dilakukan dengan meletakkan chromameter pada permukaan

10
cabai merah segar yang telah diiris melebar dan diposisikan agar cahaya
chromameter mengenai bagian kulit cabai keriting segar. Uji warna dilakukan
pada tiga titik yang berbeda, yaitu pada bagian pangkal ujung dekat tangkai,
tengah dan ujung dari cabai dengan 5 sampel sebelum simulasi transportasi, 5
sampel pada masing-masing kemasan setelah simulasi transportasi (keranjang
plastik dan karton). Menurut Sutrisno et al. (2009) tingkat kecerahan (nilai L)
mempunyai niai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih), tingkat kehijauan (nilai a*)
dimana nilai positif (+) menyatakan warna merah, nilai 0 menyatakan warna abuabu dan nilai negatif (-) menyatakan warna hijau. Tingkat kekuningan (nilai b*),
dimana nilai positif (+) menyatakan warna kuning, nilai 0 menyatakan warna abuabu dan nilai negatif (-) menyatakan nilai biru.

Gambar 7 Pengukuran kekerasan cabai merah keriting
4.

Tingkat Kerusakan Mekanis
Uji tingkat kerusakan mekanis dilakukan setelah simulasi transportasi.
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat kerusakan mekanis dari masingmasing kemasan. Uji ini dilakukan secara visual. Persentase kerusakan mekanis
pada cabai merah segar dapat dihitung dengan persamaan :
………………………….(6)
5.

Susut Tercecer
Susut tercecer diukur dengan menggunakan timbangan Mettler. Pengukuran
dilakukan pada akhir simulasi transportasi dengan mengumpulkan cabai yang
keluar dari kemasan selama proses simulasi transportasi. Persentase susut tercecer
pada simulasi transportasi dapat dihitung dengan persamaan :
……………...(7)

6.

Kadar Air
Cabai ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan dengan aluminium foil
yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105°C selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator 15 menit lalu
ditimbang. Selanjutnya cawan dipanaskan lagi didalam oven selama 30 menit, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai

11
diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang
diuapkan dari bahan dengan perhitungan sebagai berikut (AOAC 1984) :
……………………………….(8)
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati kerusakan mekanis, susut bobot,
tingkat kekerasan, warna, dan kadar air pada cabai merah keriting segar dengan
menggunakan kemasan karton dan keranjang plastik. Variabel penelitian yang
diterapkan adalah perbedaan jenis kemasan yaitu kemasan karton dan keranjang
plastik serta dikombinasikan secara acak lengkap dengan 2 perlakuan waktu
penggetaran meja penggetaran dan dilakukan 2 kali ulangan. Perlakuan yang
diterapkan adalah :
A = Jenis kemasan yang digunakan
A1 = Kemasan karton
A2 = Kemasan keranjang plastik
B = Lama penggetaran
B1 = 228 menit (2.9 Hz ; A = 3.2 cm)
B2 = 173 menit (3.9 Hz ; A = 4.2 cm)
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Cijk ………………………………………………...(9)
Dimana :
Yijk
Ai
Bj
(AB)ij
Cijk
i
j
k

= Pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j pada ulangan ke-k
= Perlakuan A ke-i
= Perlakuan B ke-j
= Interaksi A ke-i dan B ke-j
= Pengaruh alat percobaan dari perlakuan A ke-i, B ke-j pada ulangan ke-k
= 1, 2 (jenis kemasan)
= 1, 2 (lama penggetaran)
= 1, 2 (ulangan)

Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh
dan interaksi perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari hasil perhitungan dengan
menggunakan statistical analysis software (SAS). Acuan dalam analisis ragam
untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila :
1. Jika P-value ≥ 5 % maka tidak signifikan / tidak berpengaruh.
2. Jika P-value ≤ 5% maka signifikan / berpengaruh.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengemasan Cabai Keriting Segar
Pengemasan cabai keriting segar dalam penelitian kali ini dilakukan di dua
kemasan yang tersedia di pasaran yaitu kemasan karton (kardus) dan keranjang
plastik. Pemilihan kemasan karton dan keranjang plastik bermaksud untuk
mempertahankan kualitas cabai keriting segar untuk pendistribusian yang cukup
jauh. Penggunaan kardus dalam pengemasan cabai biasanya dilakukan untuk
tujuan ekspor. Penggunaan keranjang plastik untuk pengemasan cabai dapat
dikatakan masih baru karena belum ada petani di Indonesia yang
menggunakannya untuk pendistribusian cabai segar. Diketahui bahwa penggunaan
karung bekas menyebabkan susut mekanis dan susut bobot yang cukup besar
dalam proses pendistribusiannya. Hal tersebut harus ditanggulangi dengan
menggantinya dengan kemasan lain yang lebih kuat dan menjaga agar kualitasnya
tetap terjaga.
Dalam penelitian ini, penyusunan cabai disusun secara teratur. Hal ini
diharapkan dapat mengurangi jumlah kerusakan mekanis cabai keriting selama
transportasi apabila disusun dengan tidak teratur. Menurut Syukur et al (2012),
Buah cabai disusun secara teratur sampai memenuhi volume ruang sehingga
mengurangi terjadinya benturan antar buah yang bisa menyebabkan buah rusak.
Kejadian pengemasan yang terjadi di lahan, penyusunan cabai dilakukan tidak
teratur dan ditekan-tekan agar dapat memuat kapasitas yang diharapkan. Hal ini
menyebabkan kerusakan mekanis dan susut bobot yang cukup besar. Kapasitas
kemasan yang diharapkan untuk penelitian kali ini adalah 8 kg untuk keranjang
plastik dan kemasan karton. Akan tetapi, kapasitas untuk keranjang plastik tidak
sesuai dengan yang diharapkan karena bentuknya yang mengerucut di bagian
bawahnya. Kapasitas dari keranjang plastik hanya mencapai 7.5 kg sampai 8 kg.

Gambar 8 Pengemasan cabai keriting pada kardus dan keranjang plastik
Kesetaraan Simulasi Transportasi
Simulasi transportasi dilakukan dengan menggunakan meja getar untuk
mendapatkan gambaran data susut bobot dan susut kualitas pada cabai keriting

13
segar apabila terjadi guncangan dan getaran selama transportasi. Dalam
pengangkutan menggunakan mobil, guncangan yang diamati berupa guncangan
vertikal, dimana guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena
jumlah frekuensi yang sangat kecil (Tirtosoekotjo 1992).
Selama simulasi terjadi getaran secara vertikal dengan frekuensi dan
amplitudo harapan 2.9 Hz dan 3.2 cm selama 228 menit untuk perlakuan pertama
dan frekuensi dan amplitudo harapan 3.9Hz dan 4.2 cm selama 173 menit untuk
perlakuan kedua. Penentuan frekuensi dan amplitudo didasarkan pada literatur
yang didapatkan yaitu frekuensi getaran 2.9 Hz dan amplitudo 3.2 cm untuk
jalanan yang rata dan frekuensi 3.9 Hz dan amplitudo 4.2 cm untuk jalanan yang
tidak rata seperti yang tertulis pada prosedur penelitian. Penentuan lama simulasi
yaitu 228 menit dan 173 menit berdasarkan perhitungan yang terdapat di bawah
ini. Perhitungan tersebut didasarkan pada jarak simulasi asumsi dari Garut, Jawa
Barat ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta sejauh 209 km.
Diasumsikan transportasi cabai merah keriting dilakukan dari petani di
Garut ke pasar induk Jakarta dengan frekuensi 2.9 Hz dan amplitudo 3.2 cm (jalan
luar kota yang rata). Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan
menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di
bawah ini :

Luas satu siklus getaran vibrator =
=





1.055 x 10-3 cm2/getaran

Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam =
1 x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 2.9 getaran/detik = 10440 getaran
Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam =
10440 getaran x 1.055 x 10-3 cm2/getaran = 11.0142 cm2/getaran
Berdasarkan konversi angkutan selama 1 jam di jalan luar kota
, karena dilakukan antara Garut ke pasar induk
Kramat Jati sejauh 209 km maka waktu yang setara adalah

Diasumsikan transportasi cabai merah keriting dilakukan dari petani di
Garut ke pasar induk Jakarta dengan frekuensi 3.9 Hz dan amplitudo 4.2 cm (Jalan
luar kota yang tidak rata). kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan
menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di
bawah ini :

14

Luas satu siklus getaran vibrator =
=





1.028 x 10-3 cm2/getaran

Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam =
1 x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 3.9 getaran/detik = 14040 getaran
Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam =
14040 getaran x 1.028 x 10-3 cm2/getaran = 14.43 cm2/getaran
Berdasarkan konversi angkutan selama 1 jam di jalan luar kota
, karena dilakukan antara Garut ke pasar induk
Kramat Jati sejauh 209 km maka waktu yang setara adalah

Yang menjadi dasar perbedaan antara jalan dalam kota dan jalan luar kota
adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang tertentu. Jalan dalam
kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding dengan jalan luar kota, jalan
buruk aspal dan jalan buruk batu. Dari hasil perhitungan tersebut dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan simulasi penggetaran di atas meja
getar pada penelitian yang akan datang. Misalkan pengangkutan akan
dilaksanakan antar daerah yang masih ada di pulau Jawa maka simulasi
penggetaran tidak perlu dilakukan selama 8 jam, mungkin cukup dengan
penggetaran selama 2 sampai dengan 3 jam saja sudah mewakili kondisi
pengangkutan di lapang (Darmawati 1992).
Meja getar rancangan Purwadaria (1992) yang digunakan pada penelitian ini
terdiri dari kompresor yang apabila katup kompresor dibuka, udara bertekanan
masuk ke dalam silinder pneumatik, sedangkan ketika katup ditutup maka udara
yang ada pada tabung pneumatik menjadi keluar. Selain itu, pada alat ini terdapat
motor listrik dan regulator yang berfungsi untuk mengatur kecepatan dari reducer.
Alat juga dilengkapi meja yang digunakan sebagai tempat menaruh kemasan yang
akan disimulasikan.
Pada simulasi meja getar, amplitudo dan frekuensi diatur agar dapat
merepresentasikan goncangan yang terjadi pada truk. Akan tetapi, kondisi yang
didapati pada saat simulasi tidak dapat sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Hal tersebut karena kondisi alat yang sudah tidak optimal dan sulit untuk
mengkondisikan alat tetap dalam frekuensi dan amplitudo tersebut. Sebagai
contohnya, untuk simulasi pada perlakuan pertama dengan frekuensi 2.9 Hz dan
amplitudo 3.2 cm didapatkan frekuensi dan amplitudo mencapai 3.7-3.9 Hz dan
amplitudo 4.0-4.2 cm. Pada setiap pengukuran frekuensi dan amplitudo (20 menit
sekali) juga didapatkan frekuensi dan amplitudo yang fluktuatif sehingga sulit

15
didapatkan kondisi yang konstan seperti yang diharapkan. Data frekuensi dan
amplitudo dapat dilihat di lampiran 19.
Susut Bobot Cabai Keriting

Persentase (%)

Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengukuran bobot dari cabai
keriting yang ada dalam kemasan. Dengan membandingkan antara bobot awal
sebelum dan setelah simulasi, diketahui terdapat susut bobot karena simulasi
transportasi yang dilakukan. Menurut Wills et al. (1981), susut bobot dapat
diartikan sebagai penurunan bobot produk akibat kehilangan kandungan air pada
produk. Hal ini terjadi akibat adanya proses respirasi dan transpirasi. Proses
transpirasi berjalan lebih cepat karena buah kehilangan pelindungnya, hal ini
dipicu oleh gesekan dan benturan yang terjadi pada saat simulasi transportasi.
Luka dan memar pada cabai keriting memacu meningkatnya respirasi senyawa
kompleks yang biasanya terdapat di dalam sel, seperti karbohidrat akan dipecah
menjadi molekul-molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air yang mudah
menguap sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Getaran yang dihasilkan
oleh simulator getar mengakibatkan gesekan antar cabai dengan cabai serta cabai
dengan wadah semakin besar, sehingga luka yang terjadi dalam kemasan akan
semakin banyak. Luka tersebut mempercepat terjadinya proses respirasi.
Berdasarkan data yang didapatkan pada penelitian kali ini diketahui terjadi
penurunan bobot pada setiap perlakuan dan ulangan yang dilakukan. Susut bobot
yang dialami oleh setiap kemasan dapat diamati pada gambar 9.
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
P1U1

P1U2

P2U1

P2U2

Perlakuan dan ulangan
Kemasan karton

Keranjang plastik

Gambar 9 Grafik susut bobot cabai keriting pada kardus dan keranjang
Keterangan :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

Untuk perlakuan pertama serta ulangannya dapat diamati bahwa susut bobot
pada kemasan karton lebih rendah daripada kemasan keranjang plastik. Ini dapat
dilihat dari angka susut bobot pada perlakuan 1 dengan menggunakan kardus
adalah 0.89% dan 1.01% sedangkan pengemasan dengan menggunakan keranjang
plastik susut bobotnya 0.97% dan 1.05%. Susut bobot pada kemasan karton juga
didapati lebih rendah daripada keranjang plastik pada perlakuan kedua ulangan

16
pertama yaitu 1.43% dibandingkan dengan 2.61%. Dengan begitu dapat dikatakan
bahwa penggunaan kemasan kardus lebih baik untuk mempertahankan bobot dari
cabai keriting daripada penggunaan keranjang plastik. Hal ini dapat terjadi karena
dengan penggunaan keranjang plastik, cabai akan terekspos udara sekitar lebih
banyak dibanding dengan kemasan kardus yang lebih tertutup. Dengan adanya
benturan antar cabai karena getaran di meja simulasi transportasi serta benturan
antara cabai dengan kemasan sehingga respirasi dan transpirasi yang pada krat
plastik lebih terpacu dibandingkan kardus walaupun perbedaannya hanya sedikit.
Berdasarkan analisis ragam susut bobot cabai keriting pada Lampiran 3,
pada perlakuan P1 dan P2 (yang diwakili dengan waktu masing-masing) ternyata
berbeda nyata terhadap susut bobot cabai keriting. Hal tersebut ditandai dengan
nilai P-Value yang ≤ 5%. Oleh sebab itu, diperlukan uji Duncan untuk melihat
bedanya. Dari hasil DMRT, diketahui bahwa perlakuan waktu berbeda nyata dan
hasil perlakuan terbaik dari kedua perlakuan tersebut adalah perlakuan 228 menit.
Susut Mekanis Cabai Keriting
Pengukuran kerusakan mekanis dilakukan setelah simulasi transportasi
dengan melihat jumlah cabai yang rusak di setiap kemasan. Kerusakan mekanis
pada cabai merah dikelompokkan menjadi luka pecah, luka memar (kempis dan
berair) dan luka patah. Menurut SNI 01-4480-1998 untuk cabai merah, cabai
merah dikatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau patah, cacat oleh sebab
fisiologis atau mekanis dan oleh hama serta penyakit. Penentuan kerusakan
mekanis dilakukan secara visual satu persatu sehingga didapati data yang cukup
valid.
Guncangan yang terjadi selama simulasi transportasi menyebabkan
terjadinya gesekan dan benturan dalam kemasan yaitu antara cabai dengan
kemasan serta antar cabai dengan cabai lain di dalam kemasan. Kerusakan memar
ditandai dengan cabai yang lebih lunak dan terkadang berair. Menurut Pantastico
(1989) cacat mekanis dapat terjadi pada waktu pengangkutan dan pememaran
yang ditimbulkan mengganggu reaksi-reaksi biokimia normal sehingga
mengakibatkan perubahan warna bau dan rasa yang tidak diinginkan serta
pembusukan yang cepat. Hal tersebut yang menyebabkan pensortasian susut
mekanis menjadi penting guna menjaga kualitas dari cabai tersebut.
Berikut ini adalah data olahan susut mekanis yang telah diukur dalam
penelitian kali ini berdasarkan perlakuan dan ulangannya. Dari Gambar 10 dapat
dilihat bahwa setelah simulasi transportasi pada cabai keriting segar terdapat
kerusakan mekanis pada cabai. Kerusakan mekanis pada setiap kemasan juga
menunjukkan bahwa dengan kemasan apapun cabai akan mengalami kerusakan
mekanis. Dilihat dari kemasannya, didapatkan data yang menyebar yaitu pada
P1U1 menyatakan kerusakan mekanis pada kemasan karton lebih tinggi dibanding
dengan kemasan keranjang, sedangkan pada P1U2 terjadi kebalikannya dimana
kerusakan mekanis pada karton lebih rendah dibanding keranjang plastik. Ini juga
terjadi pada perlakuan P2U1 dan P2U1.
Susut mekanis juga diuji secara analisis statistika seperti yang terlampir
pada Lampiran 5. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa perlakuan dan
kemasan tidak berbeda nyata terhadap susut mekanis cabai keriting segar. Dengan

17
begitu dari hasil analisis tersebut dinyatakan bahwa perlakuan dan kemasan tidak
mempengaruhi susut mekanis pada cabai keriting.

Persentase (%)

5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
P1U1

P1U2

P2U1

P2U2

Perlakuan dan Ulangan
Kemasan karton

Keranjang plastik

Gambar 10 Grafik kerusakan mekanis cabai keriting
Keterangan :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

Susut Tercecer Cabai Keriting
Pengukuran susut tercecer juga dilakukan dalam kegiatan penelitian
simulasi kali ini karena susut tercecer juga termasuk losses yang akan dialami
apabila tidak ditangani dengan benar. Data susut tercecer didapatkan dari cabai
yang tercecer di sekeliling meja simulator dan di atas meja simulator yang telah
keluar dari kemasan yang diamati.
Dari hasil penelitian kali ini, didapati bahwa susut tercecer juga dialami
dalam proses transportasi pada cabai keriting. Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa
setiap kemasan dan perlakuan mengalami susut tercecer. Dari grafik tersebut
dapat dilihat bahwa susut tercecer yang dialami oleh keranjang plastik lebih tinggi
dibandingkan susut tercecer pada kemasan karton. Hal itu terjadi karena kemasan
keranjang plastik memiliki banyak lubang pada permukaannya yang
menyebabkan kemungkinan cabai untuk tercecer lebih besar dibanding kemasan
karton. Pada kemasan karton juga terdapat susut tercecer karena terdapat lubang
ventilasi yang dirancang untuk respirasi komoditas didalamnya. Dengan begitu,
ada hubungan antara keterbukaan kemasan dengan susut tercecer yang dialami
oleh cabai yang diteliti.
Dari hasil analisis ragam dari susut tercecer yang tercantum pada Lampiran
7, dinyatakan bahwa perlakuan (perlakuan waktu dan kemasan) tidak berbeda
nyata (tidak berpengaruh) terhadap susut tercecer cabai keriting merah. Hal ini
ditandai dengan nilai P-Value lebih besar dari 5% sehingga dapat dinyatakan tidak
signifikan.

18

Persentase (%)

2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
P1U1

P1U2

P2U1

P2U2

Perlakuan dan ulangan
Kemasan karton

Keranjang plastik

Gambar 11 Grafik susut tercecer pada cabai keriting
Keterangan :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

Pengukuran Kekerasan Cabai Keriting
Pada penelitian kali ini dilakukan juga uji kekerasan pada cabai keriting
segar sebelum dan sesudah simulasi. Hal ini dilakukan karena pengukuran
kekerasan dapat menjadi indikasi terjadinya kerusakan pada cabai. Semakin
menurun nilai tekan dari cabai, maka mutu dari cabai itu pula semakin menurun
karena sudah tidak seperti sebelumnya.
Menurut Pantastico (1989), peningkatan dan penurunan nilai kekerasan
berhubungan dengan penguapan air. Tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya
kulit luar, kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada
bahan. Proses respirasi lebih cepat akibat terlukanya kulit buah sehingga
mempercepat proses respirasi yang membutuhkan air dan air tersebut diambil dari
sel, sehingga menyebabkan pengurangan air dari sel.
Perubahan kekerasan dapat dilihat pada gambar 12. Dari grafik tersebut
terlihat bahwa terjadi perubahan kekerasan pada P2. Pada P1U1 dan P1U2 tidak
terlihat terjadi perubahan kekerasan pada kedua kemasan. Perubahan yang paling
tinggi terjadi pada kemasan keranjang plastik dibandingkan kardus. Perubahan
kekerasan dipengaruhi oleh penguapan uap air yang disebabkan oleh proses
respirasi. Proses respirasi dipercepat karena terlukanya buah. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan mekanis yang terjadi pada cabai di kemasan
kardus dan keranjang plastik.
Pengukuran kekerasan dianalisis sidik ragamnya dengan RAL faktorial
seperti tertulis pada lampiran 9. Interaksi antara kemasan dan waktu yang berbeda
nyata terhadap kekerasan cabai keriting merah. Hasil uji DMRT pada lampiran 10
memperlihatkan keberbedaan datanya pada interaksi kemasan dan waktu.

19

Kekerasan (kgf)

0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00
P1U1

P1U2

P2U1

P2U2

Perlakuan dan ulangan
Sebelum simulasi

sesudah simulasi (kardus)

Sesudah simulasi (keranjang)

Gambar 12 Grafik perbandingan kekerasan cabai keriting
Keterangan :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

Pengukuran Warna Cabai Keriting
Warna digunakan sebagai standar suatu produk, penentu kualitas, indikator
kerusakan biologis atau fisikokimia, dan memprediksi karakteristik parameter
kualitas lainnya. Warna adalah parameter mutu utama yang pertama dilihat
konsumen dalam memilih buah karena dapat diliat secara langsung dan visual
(Mutmainnah 2008). Penilaian warna secara visual sangat subjektif, maka
diperlukan pengukuran dengan alat agat dapat diperoleh pengukuran warna yang
lebih objektif. Dalam penelitian ini ingin dilihat apakah terjadi penurunan kualitas
warna dari cabai merah keriting sebelum simulasi dan setelah transportasi.
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter yang
menunjukkan derajat warna L, a dan b. Analisis akan dibedakan menjadi 3 bagian
yaitu derajat L, a dan b terhadap masing-masing perlakuan dan kemasan.
a.

Derajat warna L
Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan dari cabai yang diukur. Parameter
nila L yaitu nilai 0 untuk hitam sampai 100 untuk putih. Data nilai L untuk
berbagai perlakuan dan kemasan dapat dilihat dari Gambar 13. Terjadi perubahan
nilai warna L pada P1U1 dan P1U2. Perubahan terjadi pada kedua kemasan yaitu
kemasan karton dan keranjang. Perubahan ini terjadi pada cabai keriting segar
yang menyebabkan warna menjadi lebih kusam dibandingkan sebelum simulasi
transportasi. Perubahan warna tersebut dipengaruhi adanya oksidasi senyawa
polifenol karena rusaknya dinding sel pada buah (Pantastico 1989).
Analisis sidik ragam derajat warna L terdapat pada lampiran 11. Perlakuan
kemasan memiliki P-Value ≤ 5% sehingga perlakuan kemasan berbeda nyata
terhadap derajat warna L cabai keriting. Hasil uji DMRT (lampiran 12)
menunjukkan beda dari perlakuan kemasan tersebut. Dari analisis beda nyata
tersebut, perlakuan kemasan mempengaruhi derajat warna L.

Derajat warna L

20
41,00
40,00
39,00
38,00
37,00
36,00
35,00
34,00
33,00
P1U1

P1U2

P2U1

P2U2

Perlakuan dan ulangan
Sebelum simulasi

Sesudah simulasi (kardus)

Sesudah simulasi (keranjang)

Gambar 13 Grafik perbandingan nilai warna L cabai keriting
Keterangan :
P1U1 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 1)
P1U2 = Perlakuan simulasi f = 2.9 Hz ; A = 3.2 cm selama 228 menit (ulangan 2)
P2U1 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 1)
P2U2 = Perlakuan simulasi f = 3.9 Hz ; A = 4.2 cm selama 173 menit (ulangan 2)

b.

Derajat warna a
Nilai a adalah koordinat kromatis pada Chromameter. Nilai a menunjukkan
nilai positif untuk warna merah dan nilai negatif untuk warna hijau. Penurunan
degradasi pigmen menyebabkan peningkatan nilai a. Pada cabai merah keriting
yang dilihat adalah tingkat kemerahan dari cabai itu sendiri untuk penentuan
tingkat kematangannya apabila ingin dipanen. Peningkatan konsentrasi asam
memberi efek terjadinya penurunan nilai a atau derajat kemerahan (Kusumawati
2008). Peningkatan ini dipicu oleh kerusakan mekanis.
Dari grafik pada Gambar 14 terlihat bahwa penurunan hanya terjadi pada
P1U2 dan P2U1. Penurunan pada kemasan kardus lebih tinggi dibandingkan
keranjang plastik. Pada P1U1 dan P2U2 perlakuan sebelum simulasi tidak
mewakili penurunan derajat nilai a. Ini disebabkan karena sampling dilakukan
secara acak. Penurunan paling besar terjadi pada kemasan keranjang plastik.

Derajat warna a