Gaya Hidup dan Pola Konsumsi Penderita Hipertensi Karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon

(1)

ABSTRACT

RESTA TATIYANA. Lifestyle and Consumption Patterns of Hot Strip Mill (HSM) Factory’s Employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who Suffered from Hypertension. Under direction of FAISAL ANWAR dan CESILIA METI DWIRIANI.

Hypertension is the third caused of death after stroke and tuberculosis, which reached 6.7% of the population in all age deaths in Indonesia. A cross sectional study was conducted to determine lifestyle and consumption patterns of Hot Strip Mill (HSM) factory’s employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who suffered from hypertension. The study included 60 male subjects, that consist of 30 normotensive and 30 hypertension subject. Collecting data were included employee characteristics, lifestyles, consumption patterns, and nutritional status. The study showed that there were no differences in employee characteristics, lifestyles, and consumption patterns between the two groups of employee. However, nutritional status was significantly different between the two groups. There was no significantly relationship between employee characteristics (age and nutritional knowledge), lifestyle, adequacy of the level of energy, protein, fat, and sodium with the incidence of hypertension. There was significantly relationship between nutritional status, frequency of consumption chicken soup, lung, and liver with the incidence of hypertension. Then, obesity has a role in increasing the incidence of hypertension three times greater than normal.

Overall, the subject’s lifestyles and consumption patterns were good enough. It was suggested that to increase the consumption frequency of vegetables and fruits and exercise at least 30 minutes with a frequency at least 3 times a week. Keywords: Hypertension, lifestyle, consumption patterns.


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan pada akhir abad 20. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor). Kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64% dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, dan gagal ginjal. Diperkirakan pada tahun 2020, kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal, dan stroke dimana faktor risiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi (Depkes 2007).

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 31.7%.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua jenis kategori besar yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer artinya belum diketahui penyebabnya yang jelas. Berbagai faktor mungkin ikut andil sebagai penyebab hipertensi primer seperti meningkatnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, pemakaian oral kontraseptif untuk mencegah kehamilan, dan terganggunya endokrin di dalam tubuh (Khomsan 2002).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang cukup dominan di negara-negara maju. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh diabaikan. Bagi golongan masyarakat tingkat atas, hipertensi benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan. Masih sangat sulit untuk menyimpulkan apa sebenarnya penyebab hipertensi. Banyak ahli yang beranggapan bahwa hipertensi lebih tepat disebut sebagai heterogenous group of disease daripada

single disease, hal ini dikarenakan semakin kompleksnya faktor penyebab hipertensi (Khomsan 2002).


(3)

Dewasa ini, terjadi perubahan dalam pola makan dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Banyak kebiasaan makan negara maju yang telah diadopsi oleh orang Indonesia yang dapat memperburuk keadaan status gizi. Perubahan pola makan yang mengarah ke sajian siap santap yang tinggi lemak, protein, dan garam tetapi rendah serat pangan dapat menyebabkan berkembangnya penyakit seperti hipertensi.

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-tahun kemungkinan meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan arteriol berkontraksi dan menyempit pada lingkar dalamnya (Beavers 2008). Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan berperan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Ada dugaan bahwa meningkatnya bobot badan relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Krummel 2004).

Menurut Krummel (2004), penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. PT. Krakatau Steel memiliki karyawan yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berumur rata-rata di atas 30 tahun. Pabrik Hot Strip Mill (HSM) adalah salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel dimana karyawannya banyak yang menderita hipertensi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji gaya hidup dan pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.

Tujuan Tujuan Umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya hidup dan pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.

Tujuan Khusus:

1. Mengetahui karakteristik karyawan, meliputi: umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, pengetahuan gizi, dan riwayat kesehatan karyawan.


(4)

2. Mengetahui gaya hidup karyawan, meliputi: kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga.

3. Mengetahui pola konsumsi karyawan, meliputi: frekuensi konsumsi pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium.

4. Mengetahui status gizi karyawan.

5. Menganalisis hubungan dan faktor risiko antara karakteristik karyawan, gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian hipertensi.

Hipotesis

Terdapat hubungan antara karakteristik karyawan, gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian hipertensi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada PT. Krakatau Steel Cilegon tentang gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon dalam upaya peningkatan produktivitas kerja karyawannya dan juga dapat memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang gizi dan kesehatan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku sehat yang baik dan benar bagi penderita hipertensi sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar frekuensi kemunculan serangan hipertensi dapat diminimalkan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gaya hidup yang baik kepada masyarakat umum serta dapat menjadi bahan acuan dalam pembentukan perilaku sehat.


(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dari 90 mmHg ataupun keduanya. Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “silent killer” karena tidak terdapat tanda-tanda yang dapat dilihat dari luar selama bertahun-tahun dan kemudian menyebabkan stroke dan serangan jantung (Krummel 2004). Hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), sehingga sering ditemukan secara kebetulan. Pada umumnya, hipertensi ditemukan pada saat skrining/pemeriksaan berkala atau pada waktu berobat ke dokter untuk suatu penyakit lain (Roesma 1989).

Hipertensi yang terjadi selama bertahun-tahun dapat menyebabkan berbagai masalah. Usaha untuk mengukur tekanan darah secara teratur dan mengobatinya secara efektif bertujuan untuk mencegah komplikasi. Seseorang lebih berisiko mengalami komplikasi ini jika merokok dan membiarkan kolesterol yang tinggi dalam darah (Beavers 2008). Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Sudoyo et al. (2007), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ൒160 atau ൒100

Sumber: JNC 7 dalam Sudoyo et al. (2007)

Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak Dapat Dikontrol Keturunan/Riwayat Keluarga

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80%


(6)

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty 2007).

Jenis Kelamin

Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty 2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan 2004).

Umur

Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas (Krummel 2004).

Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar (Armilawaty 2007).

Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dikontrol Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif)


(7)

khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989). Menurut Sangian (2001), gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serangkaian interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga.

Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan merupakan hasil belajar dan pengalaman sejak lahir sampai meninggal dunia. Perubahan gaya hidup sangat sulit bila dilakukan sekaligus pada ketiga tingkatnya, yaitu pada tingkat masyarakat, keluarga, dan perorangan. Seseorang apabila hendak merubah gaya hidupnya akan menerima perubahan hidup itu lebih cepat jika dipisahkan dari kerluarga dan masyarakat dan dipindahkan ke dalam keluarga atau masyarakat yang gaya hidupnya akan ditiru (Sediaoetama 1991).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah racun yang bekerja lambat tetapi pasti. Sebatang rokok mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut, maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar, diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde, arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan lain-lain (Bangun 2008). Ketika suatu rokok dihisap, nikotin dengan seketika masuk ke aliran darah dan menjangkau otak dalam waktu enam detik, dimana lebih dari 15% nikotin diserap. Saat nikotin menjangkau otak, sinyal kelenjar adrenal melepaskan norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) yang meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Salander 1993).

Menurut Bangun (2008), nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan epinefrin dan norepinefrin dalam darah meningkat, yang menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah berkontraksi atau menyempit. Debar jantung yang lebih cepat akan meningkatkan kebutuhan akan oksigen pada otot jantung. Sementara itu, persediaan oksigen jadi menurun karena oksigen yang ada akan diikat oleh karbon monoksida yang dihasilkan oleh rokok. Dalam hal ini, nikotin yang berperan membuat irama jantung tidak teratur, menimbulkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah sehingga serangan jantung mengikutinya.


(8)

Kebiasaan Minum Kopi

Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam kopi yang meningkatkan pelepasan hormon norepinefrin yang akan menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan adiposa dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas (Wijayakusuma 2005).

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat merangsang sekresi corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah (Irza 2009). Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006). Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol 3 kali per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah dan berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg. Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali minum per hari (Krummel 2004).

Kebiasaan Olahraga

Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru-paru dan pemberian O2 ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan kolesterol darah total, trigliserida, dan kadar gula darah pada penderita DM, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani (Kusmara 1997). Dua metaanalisis menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari pengaruh olahraga pada tekanan darah. Analisis pertama menunjukkan bahwa berjalan kaki mengurangi tekanan darah pada orang dewasa rata-rata sebesar 2% (Kelley 2001 dalam Krummel 2004). Analisis kedua, menunjukkan bahwa


(9)

aerobik menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 4 mmHg dan tekanan darah diastolik 2 mmHg pada pasien dengan atau tanpa tekanan darah tinggi (Whelton

et al. 2002 dalam Krummel 2004).

Pola Konsumsi

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan pola hidup yang tidak sehat saat ini mempengaruhi terjadinya perubahan pola konsumsi pangan dengan peningkatan asupan kalori terutama dari bahan pangan sumber lemak dan karbohidrat.

Pola konsumsi pangan manusia di abad modern ini pada dasarnya terbentuk melalui tahapan sejarah yang sangat panjang dan merupakan interaksi dari beragam faktor pengaruh. Jenis pangan yang dikonsumsi manusia berkembang sejalan dengan peradaban manusia (Syarief & Martianto 1991). Pola konsumsi dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola pangan. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi cara makan dan kebiasaan pangan individu, tiga faktor yang terpenting adalah ketersediaan pangan, pola sosial budaya, dan faktor pribadi (Riyadi et al. 2006).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002). Kebutuhan zat gizi akan terjamin pemenuhannya dengan cara mengkonsumsi makanan yang beragam. Konsumsi pangan beragam akan memberikan mutu yang lebih baik daripada makanan yang dikonsumsi secara tunggal atau masing-masing pangan yang menyusunnya, hal ini terjadi karena adanya efek saling mengisi (Suhardjo 1989).


(10)

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang diproduksi di daerah lokalnya. Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1996).

Makanan dan Minuman Manis

Makanan manis biasanya identik dengan kandungan gula tinggi. Gula merupakan karbohidrat sederhana yang mengandung indeks glikemik tinggi. Makanan dengan indeks glikemik tinggi mudah memicu peningkatan gula darah sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian 2004). Konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi akan menyebabkan hiperglikemia dan dapat menurunkan level antioksidan sehingga terjadi stres oksidatif. Efeknya yaitu pada sel endotelial, dimana merupakan tempat berdifusinya glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi karena hiperglikemia dapat menstimulasi produksi endotelin I yaitu substrat yang menyebabkan kontraksi vaskuler. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi endotel dan menurunkan kemampuan vaskuler untuk berkontraksi sehingga memicu terjadinya hipertensi (Malgorzata et al. 2007).

Makanan Asin dan Awetan

Menurut Instalasi Gizi RSCM dan AsDI (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan, sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).

Di dalam populasi penduduk dengan konsumsi natrium kurang dari 60 meq/hari tidak ditemukan adanya hipertensi. Tetapi konsumsi natrium yang tinggi menyebabkan prevalensi hipertensi 9-20%. Meskipun demikian banyak ahli yang menyangsikan pengaruh konsumsi natrium yang berlebihan ini dengan kejadian hipertensi. Mereka mempunyai argumentasi bahwa prevalensi hipertensi karena natrium ini tidak terlepas dari genetik individu. Individu yang


(11)

peka terhadap hipertensi memang mempunyai risiko tinggi bila mengkonsumsi natrium berlebihan. Orang-orang yang telah tua juga menjadi peka terhadap hipertensi bukan karena genetik tetapi karena ginjalnya yang mulai tidak normal sehingga tidak dapat mengatur kadar natrium dalam tubuh (Khomsan 2002).

Makanan Berlemak

Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-hari akan berakibat meningkatkan tekanan darah. Dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak kurang dari 30% total kalori (Khomsan 2002). Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Irza 2009).

Lemak yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rustika (2005) menunjukkan bahwa asupan lemak total sebesar 26.52% dan asam lemak jenuh sebesar 15.54% dari energi total, dengan kontribusi tertinggi berasal dari makanan gorengan sekitar 70%.

Jeroan

Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat pemanasan tinggi


(12)

atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis (Almatsier 2002).

Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kelebihan metode frekuensi makanan yaitu: relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangannya yaitu: tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi (Supariasa 2002).

Metode Mengingat-ingat (Food Recall Method)

Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui wawancara. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring, atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya dikonversi ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke satuan berat (Hardinsyah et al 2002).

Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya, karena keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei (lebih dari 1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini direkomendasikan untuk survei konsumsi pangan dalam rangka memperoleh gambaran (representasi) dari populasi. Metode ini bisa digunakan untuk individu dan keluarga (Hardinsyah et al 2002).


(13)

Status gizi

Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman 2002). Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial, status gizi lebih terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier 2002).

Status gizi pada orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara IMT dengan lemak tubuh dan risiko terkena penyakit degeneratif atau risiko kematian karena penyakit degeneratif (Bray 1991). Oleh karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih pada orang dewasa hubungannya dengan risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner. Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan klasifikasi status gizi berdasarkan Depkes (2003).

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh (kg/m2) berdasarkan Depkes (2003)

Klasifikasi Nilai IMT

Kurus sekali <17

Kurus 17.00-18.40

Normal 18.50-25.00

Gemuk 25.10-27.00

Gemuk sekali >27

Berat badan adalah faktor penentu dari tekanan darah pada banyak kelompok etnik untuk semua usia. Prevalensi dari tekanan darah tinggi pada orang dengan IMT lebih dari 30 sebesar 38% untuk pria dan 32% untuk wanita dibandingkan orang dengan IMT normal (<25) sebesar 18% untuk pria dan 17% untuk wanita. Risiko berkembangnya peningkatan tekanan darah adalah 2 sampai 6 kali lebih tinggi pada orang overweight dibandingkan orang dengan berat badan normal (Krummel 2004).


(14)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol. Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi), gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga), status gizi, dan riwayat kesehatan.

Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi) mempengaruhi gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga). Semakin meningkatnya pendapatan seseorang, biasanya akan mengubah gaya hidupnya. Pada umumya, gaya hidup masyarakat Indonesia cenderung berubah dari urban menjadi metropolitan. Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi) juga mempengaruhi pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium). Semakin tinggi pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989).

Pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium) mempengaruhi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium mempengaruhi status gizi. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk setiap individu menghasilkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya, jika konsumsi zat gizi berlebihan atau kurang akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Secara keseluruhan, hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.


(15)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran gaya hidup dan pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.

Kejadian Hipertensi

Riwayat Kesehatan Riwayat keluarga

(Genetik)

Riwayat karyawan Obat-obatan Karakteristik Karyawan Umur

Jenis kelamin Jabatan pekerjaan Pendapatan Pengeluaran Asal daerah Pendidikan Pengetahuan gizi

Gaya Hidup Kebiasaan

merokok Kebiasaan

minum kopi Kebiasaan konsumsi alkohol Kebiasaan

olahraga

Pola Konsumsi Frekuensi konsumsi

pangan

Konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium

Status Gizi

Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Natrium


(16)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik

Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan dapat tercapainya tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2011.

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi adalah seluruh karyawan yang bekerja di Pabrik HSM PT. Krakatau Steel Cilegon. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling

dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Karyawan Pabrik HSM PT. Krakatau Steel Cilegon yang terdeteksi menderita hipertensi ataupun tidak.

2. Berumur >30 tahun.

3. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

Pemilihan contoh didasarkan pada data medical check-up yang ada di Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup). Terdapat 30 karyawan yang menderita hipertensi dan semua karyawan tersebut diambil untuk dijadikan contoh pada kelompok hipertensi. Pemilihan contoh untuk kelompok normal ditentukan oleh perusahaan. Pemilihan contoh kelompok normal ini mempertimbangkan beban kerja yang sama dengan kelompok hipertensi sehingga dicarikan dari satu divisi yang sama. Jumlah contoh yang digunakan sebanyak 30 karyawan pada masing-masing kelompok contoh, baik kelompok normal maupun kelompok hipertensi sehingga total contoh sebanyak 60 karyawan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi: karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi), riwayat kesehatan contoh (riwayat keluarga/genetik, riwayat contoh, dan obat-obatan), gaya hidup contoh (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga), pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium), serta status gizi contoh. Data primer dikumpulkan melaui wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum PT. Krakatau Steel Cilegon dan Pabrik


(17)

HSM, serta data medical check-up contoh. Data medical check-up yang digunakan adalah hasil dari medical check-up terakhir karyawan pada bulan Februari 2011. Data sekunder tersebut diperoleh dari informasi yang diberikan oleh perusahaan. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data Cara pengumpulan data

1. Karakteristik Contoh

Umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah,

pendidikan, dan pengetahuan gizi

Wawancara menggunakan kuesioner

2. Riwayat Kesehatan

Riwayat keluarga/genetik, riwayat contoh, dan obat-obatan.

Wawancara menggunakan kuesioner

3. Gaya Hidup Kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga

Wawancara menggunakan kuesioner

4. Pola Konsumsi

Frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium

Wawancara menggunakan kuesioner

5. Status Gizi Berat badan dan tinggi badan. Pengukuran langsung menggunakan timbangan dan microtoise.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry, dan analisis. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan

SPSS 15.0 for Windows. Data karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi. Umur diklasifikasikan berdasarkan WNPG (2004) menjadi 2 yaitu: dewasa madya: 30-49 tahun dan dewasa akhir: 50-64 tahun. Jabatan pekerjaan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: pimpinan dan buruh. Pimpinan meliputi golongan General Manager, Manager, Super Intendent/Senior Engineer, dan Supervisor/Engineer, sedangkan buruh meliputi golongan Teknisi/Foreman dan Operator/Pelaksana. Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu: lulus SLTA/sederajat dan lulus Perguruan Tinggi (PT).

Pengetahuan gizi. Data pengetahuan gizi contoh didapatkan dengan metode wawancara melaui kuesioner. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 20 soal pilihan berganda (multiple choice test) dengan satu pilihan jawaban yang benar. Pertanyaan tersebut terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan gizi secara umum dan 10 pertanyaan mengenai hipertensi. Jika jawaban benar akan mendapat skor 1 dan jika jawaban salah akan mendapat skor 0.


(18)

Selanjutnya, pengetahuan gizi akan dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan Khomsan (2000) yaitu: kurang (persentase nilai <60%), sedang (persentase nilai 60-80%), dan baik (persentase nilai >80%).

Kebiasaan merokok. Data kebiasaan merokok didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status merokok contoh, jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok.

Kebiasaan minum kopi. Data kebiasaan minum kopi didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status minum kopi contoh, jumlah kopi per cangkir yang diminum sehari, dan jenis kopi yang diminum contoh.

Kebiasaan konsumsi alkohol. Data kebiasaan konsumsi alkohol didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status konsumsi alkohol contoh, jumlah alkohol yang dikonsumsi/minggu, dan jenis alkohol yang dikonsumsi contoh.

Kebiasaan olahraga. Data kebiasaan olahraga didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status kebiasaan olahraga contoh, jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga dalam seminggu.

Frekuensi konsumsi pangan. Data frekuensi konsumsi pangan contoh didapatkan melalui metode FFQ (Food Frequency Questionnaire) mengenai konsumsi makanan sehat dan makanan berisiko (makanan dan minuman manis, makanan asin, makanan awetan, makanan berlemak, dan jeroan) dalam satu bulan terakhir.

Konsumsi pangan. Data konsumsi zat gizi dilakukan dengan cara recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi contoh dilihat dalam DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dengan menggunakan program Microsoft Excel. Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi dalam makanan adalah sebagai berikut:

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDD/100)} Keterangan :

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan


(19)

Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi contoh, maka tingkat kecukupan zat gizi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2004. Rumus untuk menghitung tingkat kecukupan gizi (TKG) adalah sebagai berikut:

Penilaian untuk tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) dibagi menjadi lima kategori yaitu:

1. Defisit tingkat berat : <70% AKG 2. Defisit tingkat sedang : 70-79% AKG 3. Defisit tingkat ringan : 80-89% AKG 4. Normal : 90-119% AKG 5. Kelebihan : >120% AKG

Tingkat kecukupan lemak menurut WNPG (2004) yaitu: 1. Cukup :൑30% kecukupan energi

2. Lebih : >30% kecukupan energi Tingkat kecukupan natrium (WHO 1990) yaitu:

1. Cukup : ൑2400 mg 2. Lebih : >2400 mg

Status gizi. Data status gizi contoh dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT didapatkan dari data berat badan dan tinggi badan yang sebelumnya diukur terlebih dahulu. IMT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Hasil IMT diklasifikasikan berdasarkan Depkes (2003) yaitu: 1. Kurus sekali : <17

2. Kurus : 17.00-18.40 3. Normal : 18.50-25.00 4. Gemuk : 25.10-27.00 5. Gemuk sekali : >27

Uji beda antara kelompok normal dan hipertensi dilakukan dengan menggunakan uji beda T test dan Mann-Whitney. Keterkaitan antar variabel dianalisis hubungannya dengan menggunakan uji korelasi Spearman untuk data ordinal dan uji korelasi Pearson untuk data rasio.


(20)

Perhitungan faktor risiko menggunakan rumus yang diacu dalam Chandra (2006) sebagai berikut:

Status Gizi (IMT) Hipertensi Normal Total

Gemuk (25.00-27.00) a b m1

Normal (18.50-25.00) c d m0

Total n1 n0 t

a. Confidence Interval Odds Ratio = Upper OR (1+z/x) = Lower OR (1+z/x) b. Chi Square Test

c. Nilai z :

Confidence Interval Nilai z

90% 1.64

95% 1.96

99% 2.56

Keterangan:

a = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok hipertensi b = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok normal c = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok hipertensi d = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok normal n1 = Jumlah karyawan pada kelompok hipertensi

n0 = Jumlah karyawan pada kelompok normal m1 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi gemuk m0 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi normal t = Total karyawan

Definisi Operasional

Contoh adalah karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon yang menderita dan tidak menderita hipertensi.

Karakteristik karyawan adalah ciri-ciri yang dimiliki karyawan meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, pengetahuan gizi, dan riwayat kesehatan.

Umur karyawan adalah jumlah tahun lamanya karyawan hidup.

Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki per bulan dari hasil kerja karyawan, baik dari pekerjaan utama maupun sampingan.


(21)

Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan per bulan baik untuk pangan maupun untuk non-pangan.

Pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang telah ditempuh oleh karyawan.

Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan gizi karyawan yang diperoleh secara formal maupun informal.

Gaya hidup menggambarkan kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga karyawan.

Kebiasaan merokok adalah pola merokok karyawan yang hasilnya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.

Kebiasaan konsumsi alkohol adalah jumlah atau volume dan jenis alkohol yang dikonsumsi oleh karyawan.

Kebiasaan minum kopi adalah jumlah atau volume dan jenis kopi yang dikonsumsi oleh karyawan.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga dalam seminggu.

Pola konsumsi pangan adalah mengenai frekuensi konsumsi pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium karyawan.

Frekuensi konsumsi pangan adalah frekuensi karyawan mengkonsumsi makanan sehat dan makanan berisiko dalam satu bulan terakhir.

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh karyawan pada waktu dan kondisi tertentu selama 2x24 jam (dengan metode recall).

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh karyawan yang diperoleh dari rumus IMT dan diklasifikasikan berdasarkan Depkes (2003).


(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Perusahaan PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon merupakan industri pengolahan baja terbesar di Indonesia. Hierarki karyawan membagi tingkatan karyawan menjadi enam golongan, diantaranya yaitu: Golongan A (General Manager), golongan B (Manager), golongan C (Super Intendent/Senior Engineer), golongan D (Supervisor/Engineer), golongan E (Teknisi/Foreman), dan golongan F (Operator/Pelaksana). Waktu kerja PT. Krakatau Steel dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu waktu kerja non shift dan shift. Sistem non shift menganut sistem 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu senin sampai jumat dari pukul 07.30-16.30 WIB, dengan waktu istirahat pukul 12.00-12.30 WIB. Karyawan shift diatur kerjanya secara bergiliran dalam 24 jam kerja dengan pembagian waktu kerja terdiri dari tiap shift. Masing-masing shift bekerja selama 8 jam. Sistem kerja ini dilakukan oleh 4 tim shift. Jadi, tiga tim shift bekerja pada saat itu, sedangkan satu shift yang lain libur. Sistem ini dibagi dalam 3 waktu shift, yaitu: Shift 1: pukul 22.00-06.00 WIB, shift 2: pukul 06.00-14.00 WIB, dan shift 3: pukul 06.00-14.00-22.00 WIB.

Makan siang mayoritas karyawan dilakukan di kantin, karena PT. Krakatau Steel tidak menyelenggarakan kegiatan penyelenggaraan makanan. Kantin tersebut menyediakan makanan seperti nasi padang, nasi timbel, dan gado-gado. Namun, mayoritas karyawan lebih suka membeli nasi padang yang banyak mengandung lemak dibandingkan makanan lain yang lebih sehat. PT. Karakatu Steel telah melakukan penyuluhan tentang kesehatan secara umum yang dilakukan oleh Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup), namun belum melakukan penyuluhan mengenai gizi.

Profil Pabrik Hot Strip Mill

Pabrik HSM merupakan salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel dalam usaha perluasan produk pabrik baja terbesar di Indonesia. Pabrik ini dibangun pada tanggal 15 September 1979, kemudian diperluas pada tahun 1982 serta diresmikan pada tanggal 24 Februari 1983 oleh Presiden Soeharto yang sekaligus mulai dioperasikan dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun. Pabrik HSM dibagi menjadi dua divisi dimana masing-masing divisi mempunyai tanggung jawab kepada sub direktorat produksi dan perawatan.

Pabrik HSM memiliki 2 jenis hasil produksi yaitu: coil dan strip. Coil


(23)

ketebalan antara 2-25 mm, sedangkan strip adalah jenis lain dari coil, pada dasarnya merupakan strip yang telah dipotong sesuai dengan pasaran. Jadi,

strip masih berbentuk lembaran baja dengan ketebalan tertentu yang telah siap dikirim.

Karakteristik Karyawan

Semua karyawan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan data medical check-up, kelompok normal memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 116.4 ± 4.8 mmHg dan diastolik sebesar 79.1 ± 3.3 mmHg, sedangkan kelompok hipertensi memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 150.2 ± 14.4 mmHg dan diastolik sebesar 96.6 ± 12.9 mmHg yang berdasarkan JNC 7 termasuk kategori hipertensi derajat 1. Sebaran karakteristik karyawan pada kelompok normal dan hipertensi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Sebaran karakteristik karyawan pada kelompok normal dan hipertensi

Karakteristik Karyawan Normal Hipertensi Total Uji Beda

n % n % n %

Umur (tahun)

Dewasa Madya (30-49) 22 73.3 19 63.3 41 68.3

p=0.142 Dewasa Akhir (50-64) 8 26.7 11 36.7 19 31.7

Total 30 100 30 100 60 100

Jabatan

Pimpinan 5 16.7 10 33.3 15 25

p=0.139

Buruh 25 83.3 20 66.7 45 75

Total 30 100 30 100 60 100

Pendidikan

SLTA/sederajat 24 80 21 70 45 75

p=0.375

PT 6 20 9 30 15 25

Total 30 100 30 100 60 100

Asal daerah

Jawa Barat, Jakarta, Banten 9 30 10 33.3 19 31.7 Jawa Tengah, Yogyakarta 10 33.3 8 26.7 18 30

Jawa Timur 8 26.7 9 30 17 28.3

Sumatera 2 6.7 3 10 5 8.3

Papua 1 3.3 0 0 1 1.7

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa mayoritas karyawan pada kelompok normal (73.3%) maupun kelompok hipertensi (63.3%) berada pada kelompok umur dewasa madya yaitu 30 sampai 49 tahun. Sisanya pada kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (36.7%) berada dalam kelompok umur dewasa akhir yaitu 50 sampai 64 tahun. Hasil uji beda dengan menggunakan


(24)

Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan umur yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Tabel 4 menunujukkan mayoritas karyawan pada kelompok normal (83.3%) dan hipertensi (66.7%) mempunyai jabatan sebagai buruh, sedangkan sisanya sebesar 16.7% pada kelompok normal dan 33.3% pada kelompok hipertensi menjabat sebagai pimpinan. Hasil uji beda dengan menggunakan

Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan jabatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2002). Secara umum, tingkat pendidikan pada kelompok normal (80%) dan kelomok hipertensi (70%) merupakan lulusan SLTA/sederajat. Sisanya sebesar 20% pada kelompok normal dan 30% pada kelompok hipertensi merupakan lulusan perguruan tinggi. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Berdasarkan Tabel 4 yang disajikan, paling banyak karyawan pada kelompok normal berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta (33.3%). Kemudian karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten memiliki persentase sebesar 30%. Karyawan yang lainnya berasal dari daerah Jawa Timur (26.7%), Sumatera (6.7%), dan Papua (3.3%). Kelompok hipertensi, paling banyak karyawan berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten (33.3%). Karyawan yang berasal dari daerah Jawa Timur sebesar 30%. Kemudian, karyawan yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki persentase sebesar 26.7% dan sisanya berasal dari daerah Sumatera (10%).

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata hipertensi tidak hanya dialami oleh karyawan yang berasal dari daerah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak saja (seperti daerah Sumatera), tetapi dialami oleh karyawan yang berasal dari daerah lain seperti Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Hal ini diduga karena karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak sehingga mereka mederita hipertensi.


(25)

Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Rata-rata pendapatan karyawan pada kelompok normal sebesar Rp. 5 380 000 ± 1 994 198 perbulan, sedangkan pada kelompok hipertensi sebesar Rp. 5 663 333 ± 3 434 860 perbulan. Selang pendapatan perbulan kelompok normal sebesar Rp. 2 900 000 - Rp. 10 000 000, sedangkan kelompok hipertensi sebesar Rp. 3 000 000 - Rp. 20 000 000. Hasil uji beda menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan pendapatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Rata-rata pengeluaran pangan karyawan pada kelompok normal sebesar Rp. 2 345 000 ± 737 464 perbulan, sedangkan pada kelompok hipertensi sebesar Rp. 2 356 667 ± 1 110 975 perbulan. Rata-rata pengeluaran nonpangan karyawan pada kelompok normal sebesar Rp. 1 948 333 ± 1 068 231 perbulan, sedangkan pada kelompok hipertensi sebesar Rp. 2 173 333 ± 1 422 463 perbulan. Pengeluaran pangan perbulan karyawan pada kelompok normal dan hipertensi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran nonpangan, hal ini diduga karena kebutuhan nonpangan seperti kesehatan dan transportasi dibiayai oleh perusahaan.

Pengetahuan Gizi Karyawan

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, serta cara mengolah makanan agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Pengetahuan yang diperoleh sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Kurangnya pengetahuan tentang gizi untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan gangguan gizi (Suhardjo 2003). Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.


(26)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi

Topik No Pertanyaan Normal Hipertensi Total

n % n % n %

Gizi umum

1 Makanan 4 sehat 5 sempurna 24 80 28 93.3 52 86.7 2 Makanan yang beragam 8 26.7 10 33.3 18 30 3 Pangan sumber karbohidrat 30 100 30 100 60 100 4 Sumber protein hewani 26 86.7 23 76.7 49 81.7

5 Fungsi zat besi 13 43.3 15 50 28 46.7

6 Makanan yang seharusnya

dikonsumsi 29 96.7 29 96.7 58 96.7

7 Makanan yang mengandung

kalsium 22 73.3 28 93.3 50 83.3

8 Penyakit akibat terlalu banyak

mengkonsumsi jeroan 23 76.7 23 76.7 46 76.7

9 Fungsi serat 28 93.3 28 93.3 56 93.3

10 Akibat kekurangan makanan

sumber zat besi 20 66.7 20 66.7 40 66.7

Hipertensi

11 Pengertian hipertensi 29 96.7 29 96.7 58 96.7 12 Akibat hipertensi yang yang

tidak terkontrol 28 93.3 30 100 58 96.7

13 Penyebab hipertensi 19 63.3 23 76.7 42 70

14

Makanan yang boleh dikonsumsi penderita hipertensi

28 93.3 28 93.3 56 93.3

15 Zat gizi yang dapat melawan

hipertensi 4 13.3 8 26.7 12 20

16 Faktor risiko lain hipertensi 29 96.7 28 93.3 57 95 17 Makanan yang dapat memicu

hipertensi 13 43.3 23 76.7 36 60

18

Makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi

30 100 29 96.7 59 98.3

19 Minuman yang dapat memicu

hipertensi 29 96.7 30 100 59 98.3

20 Faktor penyebab hipertensi

yang dapat dikontrol 29 96.7 29 96.7 58 96.7

Tabel 5 menunjukkan persentase contoh yang dapat menjawab benar untuk setiap pertanyaan pengetahuan gizi. Secara umum dapat dilihat bahwa karyawan pada kelompok hipertensi dapat menjawab benar pertanyaan lebih banyak dibandingkan kelompok normal. Terdapat 16 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% karyawan pada kelompok hipertensi. Pertanyaan tersebut meliputi: Makanan 4 sehat 5 sempurna, pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya dikonsumsi, makanan yang mengandung kalsium, penyakit akibat terlalu banyak mengkonsumsi jeroan, fungsi serat, pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang yang tidak terkontrol, penyebab hipertensi, makanan yang boleh dikonsumsi


(27)

penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang dapat memicu hipertensi, makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman yang dapat memicu hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol. Hal ini menunjukkan sebagian besar karyawan pada kelompok hipertensi memahami pertanyaan yang diberikan dan mampu menjawab dengan benar. Terdapat 13 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% karyawan pada kelompok normal, yaitu: Makanan 4 sehat 5 sempurna, pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya dikonsumsi, penyakit akibat terlalu banyak mengkonsumsi jeroan, fungsi serat, pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang yang tidak terkontrol, makanan yang boleh dikonsumsi penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman yang dapat memicu hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol.

Pertanyaan tentang gizi secara umum yang paling banyak dijawab benar pada kelompok normal dan hipertensi yaitu pertanyaan mengenai pangan sumber karbohidrat, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan mengenai makanan yang beragam. Kemudian, pertanyaan tentang hipertensi yang paling banyak dijawab benar pada kelompok normal dan hipertensi yaitu pertanyaan mengenai makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi dan minuman yang dapat memicu hipertensi, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan mengenai zat gizi yang dapat membantu melawan hipertensi.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pertanyaan tentang gizi secara umum dan pertanyaan tentang hipertensi paling banyak dijawab benar oleh kelompok hipertensi berturut-turut sebesar 79.3% dan 85.7%, sedangkan pada kelompok normal yang menjawab benar untuk pertanyaan tentang gizi secara umum dan pertanyaan tentang hipertensi berturut-turut sebesar 74.3% dan 78%. Hal ini diduga karena kelompok hipertensi lebih banyak mendapatkan informasi tentang gizi dan hipertensi dari dokter maupun media informasi lainnya. Hal ini dilakukan karena karyawan memiliki keingintahuan yang tinggi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakitnya. Selengkapnya, sebaran karyawan berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar disajikan pada gambar 2 di bawah ini.


(28)

Gambar 2 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar

Berdasarkan Tabel 6 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok normal (50%) dan hipertensi (56.7%) memiliki pengetahuan gizi sedang. Karyawan dengan pengetahuan gizi baik memiliki persentase yang sama baik pada kelompok normal maupun kelompok hipertensi yaitu sebesar 43.3%, sedangkan karyawan dengan pengetahuan gizi kurang hanya terdapat pada kelompok normal (6.7%). Hasil uji beda dengan menggunakan Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi. Selengkapnya, sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan hipertensi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan hipertensi

Pengetahuan Gizi

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Kurang (<60) 2 6.7 0 0 2 3.3

p=0.103

Sedang (60-80) 15 50 17 56.7 32 53.3

Baik (>80) 13 43.3 13 43.3 26 43.3

Total 30 100 30 100 60 100

Riwayat Kesehatan

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

0 20 40 60 80 100

Pertanyaan tentang gizi secara umum

Pertanyaan tentang hipertensi

74.3 78 79.3

85.7

P

er

sen

tase

(%

)

Sebaran Contoh yang Menjawab dengan Benar

Normal Hipertensi


(29)

hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty 2007). Sebaran karyawan dengan riwayat keluarga hipertensi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Sebaran karyawan dengan riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal dan hipertensi

Riwayat Keluarga

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 9 30 16 53.3 25 41.7

p=0.069

Tidak 21 70 14 46.7 35 58.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa karyawan yang memiliki riwayat keluarga hipertensi pada kelompok hipertensi (53.3%) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok normal (30%). Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal (70%) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok hipertensi (46.7%). Riwayat keluarga hipertensi tersebut pada kelompok normal dan hipertensi berasal dari kedua orang tua, ayah saja, ibu saja, dan juga nenek. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan riwayat keluarga hipertensi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Tabel 8 Tabulasi silang umur dengan lama menderita hipertensi

Lama Menderita Hipertensi

Umur (tahun)

Total Dewasa Madya

(30-49)

Dewasa Akhir (50-64)

n % n % n %

<5 tahun 11 57.9 7 63.6 18 60

5-10 tahun 4 21.1 3 27.3 7 23.3

>10 tahun 4 21.1 1 9.1 5 16.7

Total 19 100 11 100 30 100

Lamanya karyawan menderita hipertensi dibagi ke dalam 3 kategori yaitu <5 tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari separuh karyawan pada kelompok umur dewasa madya (57.9%) dan kelompok dewasa akhir (63.6%) telah menderita hipertensi sejak <5 tahun yang lalu. Kemudian, sisanya karyawan pada kelompok dewasa madya menderita hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu dan 10 tahun yang lalu memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 21.1%. Karyawan pada kelompok dewasa akhir yang menderita hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu sebesar 27.3%, sedangkan karyawan yang menderita hipertensi >10 tahun yang lalu memiliki persentase yang lebih sedikit yaitu sebesar 9.1%.


(30)

Semua obat-obatan yang berfungsi menurunkan tekanan darah rata-rata sama efektifnya. Obat-obatan tersebut menurunkan tekanan darah sistolik 10-15 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 6-8 mmHg. Setiap orang bereaksi terhadap obat-obatan tersebut secara berbeda (Beavers 2008). Sebaran karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat disajikan pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Sebaran karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat

Konsumsi Obat Hipertensi

n %

Ya 8 26.7

Tidak 22 73.3

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 9 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok hipertensi (73.3%) tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu, hanya 26.7% karyawan pada kelompok ini yang menkonsumsi obat-obatan. Jenis obat yang biasa dikonsumsi yaitu: Hyperil, Captopril, Exforge HCT, dan Tensivask. Mayoritas karyawan mengkonsumsi obat-obatan tersebut sejak satu tahun yang lalu dengan frekuensi konsumsi obat satu kali/hari.

Hyperil dan Captopril merupakan obat golongan ACEI (Agiotensin Converting Enzyme Inhibitor) yang merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. FDA (Food and Drug Administration) pada bulan Mei 2009 telah memberikan persetujuan terhadap obat antihipertensi dengan nama dagang Exforge HCT, yang merupakan gabungan dari obat antihipertensi

hydrochlorothiazide (diuretik) dengan valsartan (angiotensin receptor blocker, ARB), dan amlodipine (calcium-channel blocker, CCB) di dalam satu tablet, sedangkan Tensivask hanya mengandung amlodipine (Anonim 2009).

Mayoritas karyawan yang menderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat untuk mengontrol tekanan darahnya. Berdasarkan hasil wawancara, karyawan tidak mau mengkonsumsi obat karena mereka takut ginjalnya akan rusak sehingga ada beberapa karyawan yang mengkonsumsi obat herbal untuk mengontrol tekanan darahnya. Menurut Beavers (2008), apabila seseorang menderita hipertensi tetapi tidak mengkonsumsi obat, maka akibatnya mungkin suatu hari akan mengalami salah satu komplikasi hipertensi seperti serangan jantung atau stroke. Selain itu, dapat mengakibatkan tekanan darah yang sangat tinggi sehingga sulit untuk dikendalikan.


(31)

Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah racun yang bekerja lambat tapi pasti. Sebatang rokok mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut, maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar, diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde, arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan lain-lain (Bangun 2008). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada kelompok normal dan hipertensi disajikan pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Merokok

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 14 46.7 10 33.3 24 40

p=0.296

Tidak 16 53.3 20 66.7 36 60

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 10 yang disajikan di atas, mayoritas karyawan pada kelompok normal (53.3%) dan kelompok hipertensi (66.7%) memiliki kebiasaan tidak merokok. Sebesar 46.7% karyawan pada kelompok normal memiliki kebiasaan merokok sedangkan pada kelompok hipertensi hanya 33.3% karyawan yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan merokok yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi. Berdasarkan penelitian Anggraini et al. (2009), probabilitas untuk terjadinya hipertensi pada kebiasaan merokok sekitar 14 kali lebih tinggi dibandingkan pada yang tidak memiliki kebiasaan merokok.


(32)

Tabel 11 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Merokok Normal Hipertensi Total

n % n % n %

Jumlah Rokok yang Dikonsumsi

Rendah (1-9 batang) 5 35.7 1 10 6 25

Sedang (10-19 batang) 8 57.1 8 80 16 66.7

Berat (൒20 batang) 1 7.1 1 10 2 8.3

Total 14 100 10 100 24 100

Jenis Rokok

Rokok Kretek 4 28.6 4 40 8 33.3

Rokok Kretek Filter 9 64.3 6 60 15 62.5

Rokok Kretek dan Filter 1 7.1 0 0 1 4.2

Total 14 100 10 100 24 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dikonsumsi oleh mayoritas karyawan yang memiliki kebiasaan merokok pada kelompok normal (57.1%) dan kelompok hipertensi (80%), termasuk dalam kategori sedang yaitu 10 sampai 19 batang perhari. Sebesar 35.7% kelompok normal dan 10% kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok dalam kategori rendah (1-9 batang perhari). Kemudian, hanya 7.1% kelompok normal dan 10% kelompok hipertensi yang mengkonsumsi rokok dalam kategori berat yaitu ൒20 batang perhari. Menurut Martini dan Hendrati (2004), jumlah rokok yang dihisap 10-20 batang perhari menunjukkan perbedaan risiko hipertensi 3.02 lebih besar dibandingkan jumlah rokok yang dihisap <10 batang perhari.

Mayoritas karyawan pada kelompok normal (64.3%) dan hipertensi (60%) mengkonsumsi rokok jenis kretek filter. Sebesar 28.6% kelompok normal dan 40% kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok jenis kretek. Hanya 7.1% pada kelompok normal yang mengkonsumsi rokok jenis kretek dan filter. Zat-zat kimia yang terkandung pada jenis rokok kretek dan filter adalah sama. Rokok kretek tidak memiliki filter yang berfungsi manyaring asap. Namun, hal tersebut juga tidak menjadikan rokok filter aman untuk dikonsumsi karena filter yang digunakan pada rokok tidak berfungsi menghilangkan zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok, hanya mengurangi jumlah yang dapat masuk ke dalam tubuh saja (Terry & Rohan 2002).

Kebiasaan Minum Kopi

Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam kopi yang meningkatkan pelepasan hormon norepinefrin yang akan


(33)

menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan adipose dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas (Wijayakusuma 2005). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan konsumsi kopi disajikan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan minum kopi pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Minum Kopi

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 15 50 10 33.3 25 41.7

p=0.194

Tidak 15 50 20 66.7 35 58.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 12 yang disajikan di atas, karyawan pada kelompok normal yang memiliki kebiasaan minum kopi dan yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi mempunyai proporsi yang sama (50%), sedangkan pada kelompok hipertensi, mayoritas karyawan (66.7%) tidak memiliki kebiasaan minum kopi. Karyawan yang memiliki kebiasaan minum kopi pada kelompok normal (50%) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok hipertensi (33.3%). Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan pada kelompok normal (93.3%) dan kelompok hipertensi (80%) minum kopi dalam jumlah <3 cangkir/hari, sedangkan sisanya pada kelompok normal (6.7%) dan kelompok hipertensi (20%) minum kopi dalam jumlah 3-6 cangkir/hari. Jenis kopi yang biasa diminum pada kelompok normal (46.7%) dan kelompok hipertensi (60%) adalah kopi instant, hal ini diduga karena kopi instant sangat praktis. Kemudian, sisanya pada kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (20%) tersebut meminum jenis kopi hitam bubuk dan kopi susu. Selengkapnya sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis kopi yang diminum pada kelompok normal dan hipertensi disajikan pada Tabel 13 berikut ini.


(34)

Tabel 13 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis kopi yang diminum pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Minum Kopi Normal Hipertensi Total

n % n % n %

Jumlah Kopi yang Dikonsumsi

<3 cangkir/hari 14 93.3 8 80 22 88

3-6 cangkir/hari 1 6.7 2 20 3 12

>6 cangkir/hari 0 0 0 0 0 0

Total 15 100 10 100 25 100

Jenis Kopi

Kopi Hitam Bubuk 4 26.7 2 20 6 24

Kopi Instant 7 46.7 6 60 13 52

Kopi Susu 4 26.7 2 20 6 24

Total 15 100 10 100 25 100

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan konsumsi alkohol pada kelompok normal dan hipertensi disajikan pada tabel 14 berikut ini.

Tabel 14 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan konsumsi alkohol pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 0 0 1 3.3 1 1.7

p=0.317

Tidak 30 100 29 96.7 59 98.3

Total 30 100 30 100 60 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa seluruh karyawan pada kelompok normal tidak memiliki kebiasaan konsumsi alkohol, sedangkan hanya 1.7% karyawan pada kelompok hipertensi yang memiliki kebiasaan konsumsi alkohol. Karyawan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah 2-3 botol/minggu, dengan jenis alkohol yaitu bir. Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah (Krummel 2004). Hampir semua karyawan sudah melakukan gaya hidup sehat dengan tidak mengkonsumsi alkohol baik pada kelompok normal maupun hipertensi, karena mereka menyadari bahwa alkohol tidak baik untuk kesehatan yang nantinya akan menyebabkan berbagai penyakit sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Hasil uji beda dengan menggunakan


(35)

alkohol yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Kebiasaan Olahraga

Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan kolesterol darah total, trigliserida, dan kadar gula darah pada penderita DM, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani (Kusmara 1997). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan olahraga pada kelompok normal dan hipertensi disajikan pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan olahraga pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Olahraga Normal Hipertensi Total Uji Beda

n % n % n %

Ya 21 70 27 90 48 80

p=0.055

Tidak 9 30 3 10 12 20

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 15 yang disajikan di atas, mayoritas karyawan pada kelompok normal (70%) dan kelompok hipertensi (90%) memiliki kebiasaan olahraga. Hanya 30% pada kelompok normal dan 10% pada kelompok hipertensi yang tidak memiliki kebiasaan olahraga. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan olahraga yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi. Mayoritas karyawan pada kedua kelompok sudah menerapkan gaya hidup sehat dengan melakukan olahraga.

Tabel 16 menunjukkan bahwa jenis olahraga yang paling banyak dilakukan oleh kelompok normal (42.9%) dan kelompok hipertensi (51.9%) adalah jogging. Selain itu, 33.3% dari kelompok normal dan 29.6% dari kelompok hipertensi melakukan jenis olahraga lainnya seperti voli, senam, bulutangkis, renang, dan hiking. Mayoritas karyawan pada kelompok normal (47.6%) melakukan olahraga dengan durasi >60 menit, sedangkan mayoritas pada kelompok hipertensi (55.6%) melakukan olahraga dengan durasi 30-60 menit. Hal ini dikarenakan pada kelompok normal, karyawan melakukan jenis olahraga seperti hiking, bulutangkis, dan bersepeda sehingga memerlukan durasi olahraga yang lebih lama. Blair et al. (2004) menyatakan bahwa olahraga yang dilakukan selama 30 menit dengan intensitas sedang setiap hari bermanfaat


(36)

untuk mencegah peningkatan berat badan yang tidak sehat untuk beberapa orang yang membutuhkan tambahan olahraga atau pembatasan kalori untuk meminimalkan kemungkinan peningkatan berat badan selanjutnya.

Lebih dari separuh karyawan pada kelompok normal (57.1%) dan kelompok hipertensi (70.4%) memiliki frekuensi olahraga sebanyak 1-2 kali/minggu. Hal ini diduga karena dalam satu minggu karyawan memiliki waktu libur sebanyak dua hari yang dimanfaatkan untuk berolahraga. Menurut Oswari (1997), frekuensi latihan dalam seminggu paling sedikit 3 kali tetapi akan lebih baik bila dilakukan sebanyak 4 sampai 5 kali dalam seminggu, karena setelah 48 jam daya tahan seseorang akan menurun. Sebelum menurun, sudah harus berlatih lagi. Latihan yang hanya dilakukan 2 kali dalam seminggu, hasilnya sedikit lebih baik daripada tidak latihan sama sekali. Selengkapnya, sebaran karyawan berdasarkan jenis, durasi, dan frekuensi olahraga pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran karyawan berdasarkan jenis, durasi, dan frekuensi olahraga pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Olahraga Normal Hipertensi Total

n % n % n %

Jenis Olahraga

Jogging 9 42.9 14 51.9 23 47.9

Bersepeda 3 14.3 5 18.5 8 16.7

Lari 2 9.5 0 0 2 4.2

Lainnya 7 33.3 8 29.6 15 31.3

Total 21 100 27 100 48 100

Durasi Olahraga

<30 menit 3 14.3 2 7.4 5 10.4

30-60 menit 8 38.1 15 55.6 23 47.9

>60 menit 10 47.6 10 37 20 41.7

Total 21 100 27 100 48 100

Frekuensi Olahraga

1-2 kali/minggu 12 57.1 19 70.4 31 64.6

3-4 kali/minggu 6 28.6 6 22.2 12 25

5-6 kali/minggu 2 9.5 2 7.4 4 8.3

≥7 kali/minggu 1 4.8 0 0 1 2.1

Total 21 100 27 100 48 100

Pola Konsumsi Frekuensi Konsumsi Makanan Sehat

Frekuensi konsumsi makanan sehat merupakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan selama periode tertentu seperti dalam satu minggu.


(37)

Frekuensi konsumsi makanan sehat dalam penelitian ini meliputi makanan pokok, lauk, sayuran, buah, serta susu dan hasil olahannya.

Tabel 17 Sebaran karyawan berdasarkan frekuensi konsumsi makanan sehat pada kelompok normal dan hipertensi

Berdasarkan Tabel 17 yang disajikan, frekuensi konsumsi makanan pokok yang sering dikonsumsi dalam seminggu oleh kelompok normal yaitu roti putih (2.1±2.4 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 42.6±47.5 gram, mie kering (1.1±1 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 55.2±51.8 gram, dan kentang (1.4±1.6 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 35.8±39.4 gram, sedangkan makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh kelompok hipertensi yaitu nasi (18.7±3.4 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 1866.7±335.6 gram. Diantara makanan pokok, jenis padi-padian, seperti beras, jagung, dan gandum mempunyai kadar protein lebih tinggi (7-11%) daripada umbi-umbian dan sagu

Bahan Pangan

Frekuensi Konsumsi

Normal Hipertensi

Frekuensi Konsumsi (kali/minggu) Jumlah Konsumsi (g/minggu) Frekuensi Konsumsi (kali/minggu) Jumlah Konsumsi (g/minggu) Makanan Pokok

Nasi 17.5±4 1750±400.7 18.7±3.4 1866.7±335.6

Roti putih 2.1±2.4 42.6±47.5 1.3±1.1 25.2±21.5

Mie kering 1.1±1 55.2±51.8 1±1 49.8±50.5

Kentang 1.4±1.6 35.8±39.4 1.2±1 29±25.6

Lauk

Ikan 2.9±2.1 148.2±105.1 3.2±2.1 158.7±103.5

Ayam 2.3±1.3 114.3±64.9 2.1±1.4 105±71.4

Telur 2.7±1.7 159.6±101.3 2±1.3 119±80.8

Tempe 4.3±2 106.9±50.9 4.2±2.3 105.4±57.1

Tahu 3.9±2.2 98.2±54.3 3.7±2.4 92.6±60.3

Sayuran

Bayam 1.4±1.1 71.9±56.7 1.4±1.9 71.6±95.5

Kacang

panjang 1.5±1.3 22.9±19.1 1.4±1.5 20.7±22.8

Labu siam 1±1.1 25.7±27.1 1.3±1.1 33.6±28.4

Sawi 1.3±1 26±20.9 1.1±0.9 21.2±18.5

Tauge 1.5±1.3 31±25.2 1.1±1 22.1±19.3

Wortel 1.9±1.3 56±38.9 1.8±1.8 55.1±54

Buah

Apel 1.5±1.7 227.5±259.9 1.5±1.9 217±277.3

Jeruk 1.5±1 72.7±51.2 1.3±1.3 63.8±67.1

Mangga 1.3±1.5 612.8±687.7 1.6±2 736.9±918.3

Pepaya 1.6±1.6 157.9±163 1.3±1.4 130.7±140.9

Pisang 2.2±1.6 166.3±117.8 2.3±1.8 168.6±136.8

Susu dan Hasil Olahannya

Susu segar 1.3±2.1 250.4±429 1.3±1.7 253.6±344.8


(1)

76

Lampiran 2 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel

Pendapatan Pendidikan Jabatan Kebiasaan Merokok

Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan Olahraga

Durasi Olahraga

Frekuensi Olahraga

Kebiasaan Konsumsi

Alkohol

Riwayat Keluarga Tek Darah

(Sistole)

r -.051 .082 .228 .027 .085 -.219 .135 .095 -.227 -.235

p .697 .534 .080 .837 .519 .092 .304 .471 .081 .071

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Tek Darah (Diastole)

r .034 .095 .231 .123 .178 -.113 .075 .021 -.229 -.188

p .797 .470 .075 .347 .174 .391 .568 .875 .079 .150

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Pendapatan

r 1.000 .357(**) .344(**) -.203 -.181 -.200 .220 .119 .190 -.254

p . .005 .007 .120 .166 .126 .091 .367 .145 .050

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Pendidikan

r .357(**) 1.000 .733(**) .157 .020 -.096 -.017 .064 .075 -.137

p .005 . .000 .231 .882 .465 .896 .628 .568 .298

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Jabatan

r .344(**) .733(**) 1.000 .236 .098 -.096 .030 .100 .075 -.059

p .007 .000 . .070 .458 .465 .821 .448 .568 .657

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Kebiasaan Merokok

r -.203 .157 .236 1.000 .483(**) .153 -.087 -.010 .159 -.069

p .120 .231 .070 . .000 .243 .508 .938 .224 .600

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Kebiasaan Minum Kopi

r -.181 .020 .098 .483(**) 1.000 .169 -.144 .002 -.110 .109

p .166 .882 .458 .000 . .197 .272 .988 .403 .409

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Kebiasaan Olahraga

r -.200 -.096 -.096 .153 .169 1.000 -.715(**) -.724(**) .065 .169

p .126 .465 .465 .243 .197 . .000 .000 .621 .197


(2)

77

Pendapatan Pendidikan Jabatan Kebiasaan

Merokok

Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan Olahraga

Durasi Olahraga

Frekuensi Olahraga

Kebiasaan Konsumsi

Alkohol

Riwayat Keuarga Durasi

Olahraga

r .220 -.017 .030 -.087 -.144 -.715(**) 1.000 .474(**) .128 -.215

p .091 .896 .821 .508 .272 .000 . .000 .330 .100

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Frekuensi Olahraga

r .119 .064 .100 -.010 .002 -.724(**) .474(**) 1.000 -.134 -.126

p .367 .628 .448 .938 .988 .000 .000 . .309 .336

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

r .190 .075 .075 .159 -.110 .065 .128 -.134 1.000 -.110

p .145 .568 .568 .224 .403 .621 .330 .309 . .403

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Riwayat Keluarga

r -.254 -.137 -.059 -.069 .109 .169 -.215 -.126 -.110 1.000

p .050 .298 .657 .600 .409 .197 .100 .336 .403 .

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Keterangan:

* Berhubungan nyata pada α= 5%

** Berhubungan nyata pada α=1%


(3)

78

Lampiran 3 Hasil uji korelasi Pearson beberapa variabel

Umur Pengetahuan Gizi

Konsumsi Energi

Konsumsi Protein

Konsumsi Lemak

Konsumsi

Natrium BB TB IMT Tekanan Darah

(Sistole)

R .155 .221 -.153 -.105 .018 -.167 .303(*) .145 .281(*)

P .238 .089 .244 .426 .891 .203 .019 .268 .029

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Tekanan Darah (Diastole)

R .102 .025 -.068 -.036 .032 -.105 .110 -.033 .130

P .436 .853 .603 .786 .810 .426 .404 .804 .323

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Umur

R 1 -.316(*) -.006 .124 .142 -.019 -.023 .039 -.040

P .014 .964 .345 .280 .883 .860 .766 .760

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Pengetahuan Gizi

R -.316(*) 1 -.118 -.098 .081 .012 .163 -.092 .222

P .014 .371 .458 .538 .927 .213 .486 .088

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Konsumsi Energi

R -.006 -.118 1 .863(**) .600(**) .372(**)

-.350(**) -.064 -.361(**)

P .964 .371 .000 .000 .003 .006 .630 .005

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Konsumsi Protein

R .124 -.098 .863(**) 1 .652(**) .359(**) -.295(*) -.083 -.290(*)

P .345 .458 .000 .000 .005 .022 .530 .025

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Konsumsi Lemak

R .142 .081 .600(**) .652(**) 1 .287(*) -.167 -.056 -.156

P .280 .538 .000 .000 .026 .202 .670 .233

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Konsumsi Natrium

R -.019 .012 .372(**) .359(**) .287(*) 1 -.309(*) -.124 -.290(*)

P .883 .927 .003 .005 .026 .016 .345 .025


(4)

79

Umur Pengetahuan

Gizi

Konsumsi Energi

Konsumsi Protein

Konsumsi Lemak

Konsumsi

Natrium BB TB IMT BB

R -.023 .163 -.350(**) -.295(*) -.167 -.309(*) 1 .430(**) .933(**)

P .860 .213 .006 .022 .202 .016 .001 .000

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

TB

R .039 -.092 -.064 -.083 -.056 -.124 .430(**) 1 .079

P .766 .486 .630 .530 .670 .345 .001 .548

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

IMT

R -.040 .222 -.361(**) -.290(*) -.156 -.290(*) .933(**) .079 1

P .760 .088 .005 .025 .233 .025 .000 .548

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Keterangan:

* Berhubungan nyata pada α= 5%

** Berhubungan nyata pa

da α=1%

Lampiran 4 Hasil uji beda Mann-Whitney beberapa variabel

Pendapatan Pendidikan Jabatan Kebiasaan Merokok

Kebiasaan minum

kopi

Kebiasaan Olahraga

Durasi Olahraga

Lama Olahraga

Riwayat Keluarga

Kebiasaan Kons Alkohol Mann-Whitney U 428.000 405.000 375.000 390.000 375.000 360.000 340.500 406.500 345.000 435.000 Wilcoxon W 893.000 870.000 840.000 855.000 840.000 825.000 805.500 871.500 810.000 900.000 Z -.330 -.887 -1.478 -1.045 -1.298 -1.920 -1.670 -.672 -1.818 -1.000 Asymp. Sig. (2-tailed) .742 .375 .139 .296 .194 .055 .095 .502 .069 .317


(5)

80

Lampiran 5 Hasil uji beda Independent T test beberapa variabel

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Umur

Equal variances

assumed

2.341 .131 1.489 58 .142 1.167 .783 -.401 2.735 Equal

variances not assumed

1.489 43.594 .144 1.167 .783 -.412 2.746

Penetahuan Gizi

Equal variances

assumed

.626 .432 1.654 58 .103 5.000 3.023 -1.050 11.050 Equal

variances not assumed

1.654 57.266 .104 5.000 3.023 -1.052 11.052

Konsumsi Energi

Equal variances

assumed

2.322 .133 -1.560 58 .124 -257.76667 165.26969 -588.58990 73.05657 Equal

variances not assumed

-1.560 55.558 .125 -257.76667 165.26969 -588.89979 73.36646

Konsumsi Protein

Equal variances

assumed

2.434 .124 -1.206 58 .233 -6.39333 5.30314 -17.00873 4.22206 Equal

variances not assumed


(6)

81

Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Konsumsi Lemak

Equal variances

assumed

1.076 .304 .168 58 .867 1.09333 6.50952 -11.93688 14.12355 Equal

variances not assumed

.168 49.393 .867 1.09333 6.50952 -11.98540 14.17206

Konsumsi Natrium

Equal variances

assumed

6.455 .014 -1.014 58 .315 -80.03667 78.96501 -238.10231 78.02898 Equal

variances not assumed

-1.014 48.681 .316 -80.03667 78.96501 -238.74912 78.67579

IMT

Equal variances

assumed

.096 .757 2.618 58 .011 2.04467 .78100 .48132 3.60801 Equal

variances not assumed


Dokumen yang terkait

Perbandingan Kinerja Karyawan PT Krakatau Steel Cilegon Sebelum dan Sesudah Perubahan Budaya Organisasi (Studi Deskriptif Kuantitatif Perbandingan Kinerja Karyawan PT Krakatau Steel Cilegon Sebelum dan Sesudah Perubahan Budaya Organisasi)

0 5 33

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Dengan Menggunakan Metode Siklus PDCA (PDCA CYCLE ) Study Kasus Di PT. Krakatau Steel Persero Divisi HSM (Hot Strip Mill)

7 39 98

Analisis Statistika Pada Pengujian Kualitas Air Boiler Water Treatment Plant (WTP) Pabrik Hot Strip Mill (HSM)

1 4 24

Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Penderita Hipertensi dan Non-Hipertensi.

1 12 78

PROTEKSI DAN PENGENDALIAN BAHAYA SINAR RADIOAKTIF DI PABRIK HOT STRIP MILL(HSM)PT KRAKATAU STEEL CILEGON,PROGRAM DIII HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA UNS

1 8 66

PENILAIAN RISIKO KEBISINGAN BERDASARKAN ANALISA NOISE MAPPING DAN NOISE DOSE DI UNIT PRODUKSI HOT STRIP MILL P.T. KRAKATAU STEEL CILEGON BANTEN

1 18 86

Simulasi dan Mitigasi Harmonik pada Sistem Control Drive Simoreg Screw Doen Roughing Mill Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel.

0 0 6

Analisa Pengendalian Risiko Ergonomi Di Hot Strip Mill Dan Cold Rolling Mill Pt. Krakatau Steel ( Persero ) Tbk Cilegon – Banten cover

0 1 12

gambaran Hipertensi dan pola hidup sehat Pada tenaga kerja HSM Dan PP3 di PT.Krakatau steel cilegon, Banten Laporan Khusus

0 1 65

KINERJA PEGAWAI DIVISI HOT STRIP MILL PT. KRAKATAU STEEL CILEGON - FISIP Untirta Repository

0 0 149