Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah bagi Sektor Pertanian pada KBMT Ibaadurrahman, Ciawi, Bogor

1

ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI
SEKTOR PERTANIAN PADA KBMT IBAADURRAHMAN,
CIAWI, BOGOR

SITI SARAH ANJANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Efektivitas

Pembiayaan Syariah bagi Sektor Pertanian pada KBMT Ibaadurrahman, Ciawi,
Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Siti Sarah Anjani
NIM H34090074

4

ABSTRAK
SITI SARAH ANJANI. Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah bagi Sektor
Pertanian pada KBMT Ibaadurrahman, Ciawi, Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN
M. BAGA.
Salah satu permasalahan utama pada sektor pertanian adalah lemahnya

permodalan. Karakteristik usaha pertanian yang memiliki banyak risiko dan
ketidakpastian menyebabkan minat lembaga keuangan untuk mendanai usaha
sektor pertanian sangat rendah. Sektor pertanian membutuhkan sistem
pembiayaan yang fleksibel dan bersifat bagi hasil. Koperasi Baitul Maal wa
Tamwil (KBMT) Ibaadurrahman merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) di Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan menganalisis peran KBMT Ibaadurrahman sebagai lembaga
keuangan dan lembaga sosial, mengidentifikasi dan menganalisis penyaluran
pembiayaan pada sektor pertanian dan menganalisis efektivitas pembiayaan
syariah pada sektor pertanian. Efektivitas pembiayaan dinilai secara langsung
berdasarkan persepsi nasabah. Data yang terkumpul kemudian diolah
menggunakan skala Likert. Hasil dari penelitian ini yaitu KBMT Ibaadurrahman
secara umum berperan dalam membantu menyediakan permodalan usaha,
meningkatkan motivasi berusaha, dan meningkatkan kesejahteraan nasabah.
Penyebab rendahnya penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian yaitu
karena kurangnya sosialiasi, illiteracy financial yang dialami petani, sistem
pembayaran yang kurang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan petani,
dan adanya keengganan dari pihak KBMT Ibaadurrahman untuk menyalurkan
pembiayaan pada sektor pertanian yang dinilai berisiko cukup tinggi. Pembiayaan
syariah pada sektor pertanian yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman sudah

dapat dikatakan efektif.
Kata kunci: baitul maal wa tamwil (BMT), efektivitas
sektor pertanian

pembiayaan

syariah,

ABSTRACT
SITI SARAH ANJANI. Effectiveness Analysis of Sharia Financing for
Agricultural Sector at KBMT Ibaadurrahman, Ciawi, Bogor. Supervised by
LUKMAN M. BAGA.
One of the main problems in agricultural development is the weakness of
capital support. High risk and uncertainty characteristics of agribusiness cause
financial institution willingness to finance agribusiness very low. The agricultural
sector need flexible finance mainly in the term of profit and loss sharing such as
islamic finance.Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Ibaadurrahman is one of Islamic
Microfinance in Indonesia. The aims of this research are to identify and to analyze
role of BMT Ibaadurrahman as islamic financial and social institution, to identify
and to analyze the distribution of financing to agricultural sector, and to analyze


5

effectiveness of islamic financing at agricultural sector. This financing
effectiveness is measured directly by customers. The data will be processed by
scoring method using Likert scale. Generally, the result from this research are
KBMT Ibaadurrahman has role to help finance for many entrepreneurmicro
industrial, to motivate and increase prosperity of customer. Some reasons of low
distribution sharia financing in agriculture are less of socialization, low of farmers
interest to apply financial help cause by illiteracy financial, unsynchron term of
payment with their business, and also high risk for BMT to give financing for
agricultural sector. In conclusion, KBMT Ibaadurrahman is effective to
accomodate sharia financing for agricultural sector.
Key words: agricultural sector, baitul maal wa tamwil (BMT), effectiveness of
islamic finance

6

7


ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI
SEKTOR PERTANIAN PADA KBMT IBAADURRAHMAN,
CIAWI, BOGOR

SITI SARAH ANJANI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

8


9

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah bagi Sektor
Pertanian pada KBMT Ibaadurrahman, Ciawi, Bogor
: Siti Sarah Anjani
: H34090074

Disetujui oleh

Ir Lukman M. Baga. MAEc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi. MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

10

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 ini
ialah pembiayaan syariah, dengan judul Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah
bagi Sektor Pertanian pada KBMT Ibaadurrahman, Ciawi, Bogor.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Ir Lukman M. Baga. MAEc
selaku dosen pembimbing, Bapak Ridha Nugraha. MEI selaku pimpinan KBMT
Ibaadurrahman yang telah memberikan perizinan, saran dan masukan bagi
penelitian ini, serta rekan-rekan Agribisnis atas saran, ide, dan dukungannya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Ayah, serta seluruh
keluarga atas do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Mei 2013

Siti Sarah Anjani


11

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

4

Tujuan Penulisan

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6


Prospek Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian

6

Peran BMT dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

7

Efektivitas Pembiayaan

10

KERANGKA PEMIKIRAN

10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10


Kerangka Pemikiran Operasional

14

METODE PENELITIAN

16

Lokasi dan Waktu Penelitian.

16

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Pengumpulan Data

16

Metode Penentuan Sampel

17

Metode Pengolahan dan Analisis Data

17

GAMBARAN UMUM KBMT IBAADURRAHMAN

20

Sejarah Pendirian KBMT Ibaadurrahman

20

Kelembagaan dan Susunan Organisasi

20

Partisipasi Program Baitul Maal

23

Produk-Produk Pembiayaan Syariah KBMT Ibaadurrahman

23

Mekanisme Pengajuan Pembiayaan Syariah KBMT Ibaadurrahman

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

27

Kegiatan Pembinaan KBMT Ibaadurrahman kepada Nasabah

27

Kondisi Mitra dan Jumlah Penyaluran Pembiayaan

28

berdasarkan Akad
Identifkasi Penyebab Rendahnya Pembiayaan Syariah
pada Sektor Pertanian

30

12

Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah

36

SIMPULAN DAN SARAN

42

Simpulan

42

Saran

43

DAFTAR PUSTAKA

44

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
1

Peluang pembiayaan di masing-masing subsektor pertanian

2

Perbandingan
konvensional

3

Matriks metode analisis data penelitian

18

4

Persyaratan pengajuan pembiayaan KBMT Ibaadurrahman

26

5

Persentase penyaluran pembiayaan berdasarkan sektor usaha
pada KBMT Ibaadurrahman tahun 2012

28

6

Jumlah penyaluran pembiayaan KBMT Ibaadurrahman
berdasarkan akad

29

7

Sumber permodalan KBMT Ibaadurrahman

30

8

Pengetahuan petani responden tentang lembaga keuangan

31

9

Keaktifan petani responden dalam mengajukan pembiayaan
kepada lembaga keungan

32

10

Sumber permodalan petani

33

11

Alasan petani tidak mengajukan pembiayaan kepada
lembaga keuangan

34

12

Jumlah nasabah responden dalam menanggapi pelaksanaan
tahap pengajuan pembiayaan pada KBMT Ibaadurrahman
tahun 2013

36

13

Jumlah nasabah responden dalam menanggapi pelaksanaan
tahap pencairan pembiayaan pada KBMT Ibaadurrahman
tahun 2013

38

14

Jumlah nasabah responden dalam menanggapi pelaksanaan
tahap pemanfaatan pembiayaan pada KBMT Ibaadurrahman
tahun 2013

39

15

Jumlah nasabah responden dalam menanggapi pelaksanaan
tahap
pengembalian
pembiayaan
pada
KBMT
Ibaadurrahman tahun 2013

40

16

Jumlah nasabah responden dalam menanggapi dampak
pembiayaan pada KBMT Ibaadurrahman tahun 2013

41

pembiayaan

sistem

syariah

dengan

7
11

13

17

Rekapitulasi tanggapan nasabah responden terhadap
pembiayaan yang diberkan oleh KBMT Ibaadurrahman
tahun 2013

42

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka pemikiran operasional

15

2

Struktur organisasi KBMT Ibaadurrahman

22

3

Mekanisme pengajuan pembiayaan KBMT Ibaadurrahman

25

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis bagi
masyarakat dan pemerintah. Sektor pertanian menempati urutan pertama sebagai
sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar yaitu 35.09%
(Badan Pusat Statistik 2013). Selain itu, sektor pertanian mampu memberikan
kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) bagi negara sebesar 14.44% (BPS
2013). Jika dilihat dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian,
hal tersebut tidak sebanding dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja yang ada
pada sektor ini.
Sektor pertanian merupakan sektor yang dinilai memiliki risiko yang cukup
tinggi. Pada sektor ini, komoditi dan produk yang dihasilkan memiliki sifat bulky
dan voluminous serta sangat bergantung pada faktor alam seperti cuaca dan
kondisi lahan. Menurut Hidayat (2009)1, keterbatasan akses permodalan juga
menjadi salah satu permasalahan bagi para pelaku usaha di sektor pertanian.
Kurangnya permodalan menyebabkan para pelaku usaha di sektor pertanian sulit
untuk meningkatkan skala usahanya.
Berbagai kelemahan pada sektor pertanian seharusnya didukung oleh suatu
sistem permodalan yang memadai dan berpihak pada sektor ini. Kredit yang
selama ini diberikan oleh pemerintah maupun lembaga keuangan konvensional
seperti Kredit Usahatani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK), Program
Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dan sebagainya ternyata tidak membawa
perubahan bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini ditunjukkan dengan
masih banyaknya petani yang tidak dapat melunasi kredit tersebut akibat
penerapan bunga yang tinggi dan lemahnya akses permodalan petani (Anonim
2005). Selain itu, ketidakefektifan kredit pertanian selama ini disebabkan oleh
adanya gap dalam “ruang usaha” antara peminjam modal dengan penyedia modal
(Ashari dan Saptana 2005)
Berbagai kelemahan dalam sistem kredit yang telah dilakukan oleh
pemerintah maupun lembaga keuangan selama ini seharusnya dapat dievaluasi
dan dicari alternatif pembiayaan lain yang lebih sesuai untuk digunakan pada
sektor pertanian. Sistem kredit atau pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga
keuangan maupun pemerintah harus disesuaikan dengan karakteristik khas yang
dimiliki oleh sektor pertanian. Salah satu solusi bagi permasalahan sistem
pembiayaan tersebut adalah sistem pembiayaan syariah.
Konsep pembiayaan syariah sangat fleksibel terutama pada pembagian
keuntungan maupun kerugian (profit and loss sharing) dalam berusaha (Sutawi
2008). Praktik kegiatan bisnis yang berlandaskan prinsip syariah sebenarnya
sudah sejak lama diterapkan oleh para petani di Indonesia seperti sistem maro dan
mertelu. Hal ini menjadikan penerapan prinsip pembiayaan syariah pada sektor
1

Hidayat, Tony. Harian Umum PELITA, September 2009. BMT : Membangun Perekonomian
Desa.

2

pertanian nampaknya bukanlah menjadi hal yang menyulitkan petani, namun
memberikan keuntungan yang lebih besar bagi mereka dan keadilan yang lebih
merata bagi semua pihak yang terlibat.
Penerapan sistem syariah pada lembaga keuangan khususnya Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) sampai saat ini sudah diterapkan di Indonesia dengan
berbagai macam bentuk. LKM yang menerapkan sistem syariah dikenal dengan
sebutan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Menurut Bank Indonesia
(2007), LKMS dapat berbentuk bank maupun nonbank. Lembaga yang termasuk
dalam LKMS bentuk bank adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
sedangkan lembaga yang termasuk dalam LKMS bentuk nonbank yaitu Baitul
Maal wa Tamwil (BMT). BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang
fokus terhadap pengembangan usaha mikro sehingga sesuai dengan karakteristik
usaha di sektor pertanian.
Karakteristik yang dimiliki oleh BMT menjadikan lembaga keuangan mikro
syariah ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya.
Hal ini menyebabkan BMT menjadi lembaga keuangan yang sesuai untuk
mengatasi permasalahan permodalan di sektor pertanian1. Keunggulan BMT
tersebut yaitu:
1. BMT memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al Hadist
sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dan nilai dasar seperti yang
dicontohkan Rasulullah SAW.
2. BMT mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip-prinsip
efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.
3. Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara
pemegang saham, pengelola, dan nasabah sehingga dapat dikembangkan
kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan
secara jujur dan adil.
4. Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam
BMT akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengamalan ajaran
agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa
berkah.
5. Adanya fasilitas pembiayaan (Al Mudharabah dan Al Musyarakah) yang
tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya
secara tetap. Hal ini memberikan kelonggaran physichologis yang
diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan bersungguhsungguh.
6. Adanya fasilitas pembiayaan (Al Murabahah dan Al Ba’i Bitsaman Ajil)
yang lebih mengutamakan kelayakan usaha daripada jaminan (colateral)
sehingga baik pengusaha maupun bukan pengusaha mempunyai jaminan
kesempatan yang luas untuk berusaha.
7. Tersedia pembiayaan (Qardul Hasan) yang tidak membebani nasabah
dengan biaya apapun, kecuali biaya yang dipergunakan sendiri, seperti:
bea materai, biaya notaris, dan sebagainya. Dana fasilitas ini diperoleh
dari pengumpulan zakat, infak, dan sedekah.
8. Sistem bagi hasil yang diterapkan sebagai pengganti bunga menyebabkan
tidak adanya diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan pada
kemampuan ekonominya.

3

Jika dilihat dari fungsinya, BMT berfungsi sebagai lembaga sosial dan
lembaga keuangan. BMT bertindak sebagai amil dalam menjalankan misi
sosialnya dengan cara menghimpun sejumlah dana berupa dana zakat, infak, dan
sedekah yang nantinya akan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk konsep
peminjaman kebajikan (Qardhul Hasan). Model peminjaman seperti ini tidak
akan menyebabkan BMT mengalami risiko kerugian dari kredit macet karena
dana yang dipinjamkan tersebut merupakan murni pinjaman dan tidak ada
pembagian keuntungan di dalamnya. Nasabah selaku peminjam pun tidak akan
dibebankan oleh berapa banyak persentase atau proporsi keuntungan yang harus
dibayarkan kepada BMT. Fungsi BMT sebagai lembaga keuangan yaitu
melakukan kegiatan simpan pinjam dan pengembangan usaha-usaha produktif dan
investasi.
Jumlah BMT yang ada di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat.
Hingga tahun 2012, terdapat 3 900 BMT yang tersebar di wilayah Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Lampung,
dan Sulawesi Tenggara2. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh 4 faktor. Pertama,
kesadaran syariah masyarakat yang semakin meningkat. Kedua, kepercayaan
masyarakat yang semakin tinggi dan pemberitaan media yang semakin luas.
Ketiga, lembaga-lembaga mezzo yang membuat regulasi bagi BMT dan
melakukan pengawasan serta kegiatan lain seperti training yang semakin tertata.
Keempat, kepercayaan lembaga perbankan dan pemerintah untuk melakukan
linkage program3.
Adanya peningkatan jumlah BMT seiring dengan peningkatan jumlah total
aset yang dimiliki BMT. Pada tahun 2005, seluruh aset 96 BMT yang menjadi
anggota asosiasi BMT seluruh Indonesia (ABSINDO) mencapai Rp364 miliar dan
pada tahun 2006 jumlah aset tumbuh menjadi Rp458 miliar. Hingga akhir tahun
2011, jumlah aset mencapai Rp3.6 triliun dari 206 BMT yang bergabung ke dalam
ABSINDO2.
Peningkatan kuantitas BMT baik dari segi jumlah unit maupun jumlah total
aset seharusnya diiringi oleh peningkatan kualitas BMT yang dapat dilihat dari
efektivitas penyaluran pembiayaan syariah pada BMT. Efektivitas pembiayaan
suatu lembaga keuangan menjadi suatu hal yang sangat penting terutama bagi
masyarakat ekonomi lemah. Tercapainya suatu efektivitas pembiayaan dari
sebuah lembaga keuangan akan berdampak positif bagi nasabah BMT,
diantaranya akan meningkatkan kesejahteraan nasabah melalui peningkatan skala
usaha, peningkatan pendapatan, dan peningkatan nilai aset. Sementara itu,
dampak positif bagi BMT yaitu terjaminnya kegiatan pembiayaan karena
perputaran modal yang lancar. Keefektifan pembiayaan syariah diharapkan
mampu memberikan peran yang lebih besar bagi perkembangan sektor pertanian.

2

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/07/089440268/Aset-BMT-Tumbuh-Signifikan
[diunduh2013 Januari 4]

3

Suharto, Saat. 2011. Perkembangan BMT Tahun 2011. [Internet]. [diunduh 2013 Januari 4].
http://www.tamzis.com/index.php?option=com_content&task=view&id=164&Itemid=9

4

Perumusan Masalah
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan
mikro berbasis sistem syariah. Pada prinsipnya, BMT berperan sebagai lembaga
keuangan mikro syariah yang mampu menjangkau masyarakat kecil yang
membutuhkan dana bagi pengembangan usahanya di berbagai sektor, salah
satunya yaitu sektor pertanian. Akses permodalan yang mudah dilakukan oleh
para pelaku usaha di sektor pertanian akan meningkatkan motivasi mereka untuk
terus mengembangkan usahanya menjadi lebih baik.
Koperasi Baitul Maal wa Tamwil (KBMT) Ibaadurrahman merupakan salah
satu BMT yang mampu menyalurkan produk pembiayaannya pada sektor
pertanian. KBMT Ibaadurrahman merupakan BMT yang berdiri pada tahun 1995
dan terletak di Kabupaten Bogor. Nasabahnya tersebar di beberapa kecamatan di
Bogor, diantaranya Kecamatan Ciawi, Cijeruk, dan Cigombong. Adapun produk
pembiayaan yang tersedia diantaranya Mudharabah (akad bagi hasil) dan
Murabahah (akad jual beli).
Pembiayaan yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman rata-rata disalurkan
ke sektor perdagangan, industri rumah tangga, dan sektor pertanian. Jumlah
pembiayaan yang disalurkan KBMT Ibaadurrahman pada sektor pertanian
(tanaman, ternak, ikan) hanya 15%, selebihnya didominasi oleh sektor
perdagangan dan jasa. Rendahnya penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian
disebabkan pihak KBMT Ibaadurrahman tidak memfokuskan penyaluran
pembiayaannya pada sektor-sektor tertentu, seperti sektor pertanian. Menurut
pimpinan KBMT Ibaadurrahman, mereka tidak memprogramkan penyaluran
pembiayaan yang dikhususkan pada sektor pertanian. Selain itu, pihak KBMT
Ibaadurrahman merasa belum berani menyalurkan pembiayaan pada sektor
pertanian karena risiko yang dinilai cukup tinggi pada sektor pertanian. Pihak
KBMT Ibaadurrahman selalu memberikan pelayanan pembiayaan kepada calon
nasabah yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan tanpa melihat latar belakang
usahanya. Namun, apabila ada pihak lembaga keuangan lain maupun pemerintah
yang bermaksud bekerja sama dengan pihak KBMT Ibaadurrahman untuk
menyalurkan pembiayaan pada sektor pertanian, pihak KBMT Ibaadurrahman
menyatakan siap melaksanakan program tersebut.
Kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurahman selama ini
sudah dapat dikatakan baik. Hal ini karena setiap kegiatan pembiayaan yang
dilaksanakan selalu diiringi dengan adanya kegiatan pembinaan yang dilakukan
oleh pihak KBMT kepada para nasabah. Namun, berbagai kegiatan tersebut
nampaknya tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerataan
penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian. Terdapat kesenjangan penyaluran
pembiayaan syariah, khususnya pada sektor pertanian sehingga perlu dilakukan
evaluasi terkait dengan efektivitas penyaluran pembiayaan syariah yang dilakukan
oleh KBMT Ibaadurrahman pada sektor pertanian.
Hal lain yang perlu dikaji yaitu mengenai proporsi penyaluran pembiayaan
syariah yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman pada sektor pertanian. Hal ini
perlu dievaluasi terkait dengan kinerja dari pengelolaan penyaluran pembiayaan
apabila terjadi kesenjangan di antara sektor yang dibiayai oleh KBMT seperti
sektor pertanian, perdagangan, maupun jasa. Terdapat beberapa permasalahan
pada penelitian ini berdasarkan permusan masalah yang telah diuraikan, yaitu:

5

1. Bagaimanakah peran KBMT Ibaadurrahman dalam membantu
menyelesaikan permasalahan permodalan bagi para nasabah khususnya
yang bergerak pada sektor pertanian?
2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh KBMT Ibaadurrahman
untuk dapat menyalurkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian
secara optimal?
3. Apakah skim pembiayaan syariah yang diterapkan oleh KBMT
Ibaadurrahman pada sektor pertanian sudah berjalan efektif?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis peran KBMT Ibaadurrahman dalam
membantu menyelesaikan permasalahan permodalan bagi para nasabah
khususnya yang bergerak dalam sektor pertanian.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis hambatan-hambatan yang dihadapi
oleh KBMT Ibaadurrahman untuk dapat menyalurkan pembiayaan
syariah pada sektor pertanian secara optimal.
3. Menganalisis efektivitas skim pembiayaan syariah yang dilakukan oleh
KBMT Ibaadurrahman pada sektor pertanian.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan informasi bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Bagi penulis, dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah
diperoleh di masa perkuliahan khususnya tentang pembiayaan syariah.
2. Bagi KBMT Ibaadurrahman, dapat menjadi sumber informasi dan bahan
masukan terkait peningkatan pelayanan kepada para nasabah khususnya
yang bergerak pada sektor pertanian dalam penerapan skim pembiayaan
syariah yang efektif.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengkaji pembiayaan yang
dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman pada sektor pertanian. Pembiayaan syariah
untuk sektor pertanian merupakan bagian pembiayaan yang dilakukan terhadap
subsektor on-farm (budidaya) pada sektor pertanian, peternakan, dan perikanan
dengan menggunakan pola syariah. Penelitian ini menganalisis efektivitas
pemanfaatan skim pembiayaan syariah yang telah dilakukan oleh KBMT
Ibaadurrahman serta manfaat yang dirasakan oleh para nasabah/petani setelah
melakukan pembiayaan syariah pada KBMT Ibaadurrahman. Penelitian ini juga
mengidentifikasi beberapa penyebab rendahnya penyaluran pembiayaan syariah
pada sektor pertanian yang dapat dilihat dari pihak KBMT Ibaadurrahman
maupun petani di sekitar lokasi KBMT Ibaadurrahman.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Prospek Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian
Sistem pembiayaan syariah kini mulai berkembang dalam dunia
perekonomian di Indonesia. Sistem pembiayaan syariah telah banyak digunakan
dan dikembangkan oleh masyarakat. Namun, mereka belum paham dan mengenali
secara jelas mengenai sistem yang mereka gunakan selama ini. Sistem
pembiayaan syariah yang telah dipakai oleh masyarakat Indonesia biasanya
diterapkan pada sektor pertanian seperti sistem maro dan mertelu. Sistem tersebut
menerapkan sistem pembagian keuntungan dari hasil panen antara pemilik lahan
dengan penggarap lahan.
Pembiayaan syariah bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus
dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak di bidang
industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan
menunjang produksi serta distribusi barang dan jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Keberadaan lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS) yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah bukan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan tetapi juga untuk
menciptakan lingkungan bisnis yang aman, begitu pula jika diterapkan pada
sektor pertanian. Lembaga keuangan syariah berpeluang untuk bersinergi dengan
sektor pertanian melalui kerja sama pembiayaan (Anonim 2005).
Menurut Ashari dan Saptana (2005), ada beberapa hal yang melandasi
prospek pembiayaan syariah untuk sektor pertanian, yaitu:
1. Karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian.
Skim pembiayaan syariah terutama bagi hasil, sangat sesuai dengan sifat
bisnis pertanian sehingga lebih memberikan rasa keadilan.
2. Skim pembiayaan syariah sudah dipraktikkan secara luas oleh petani di
Indonesia. Secara budaya masyarakat petani sudah mengenal model
pembiayaan yang menyerupai sistem syariah seperti sistem maro dan
mertelu. Petani akan lebih mudah dan cepat memahami konsep
pembiayaan syariah karena secara historis maupun faktual skim tersebut
pernah atau masih dipraktikkan.
3. Luasnya cakupan usaha di sektor agribisnis/pertanian. Semua subsistem
agribisnis memungkinkan untuk menggunakan pembiayaan dengan
model syariah, demikian juga dilihat dari ragam komoditas.
4. Produk pembiayaan syariah cukup beragam.
5. Tingkat kepatuhan petani dan karakteristik petani yang positif. Pertanian
banyak digeluti oleh petani kecil di pedesaan yang cukup taat beragama.
Adanya skim pembiayaan yang sesuai dengan ajaran agama diharapkan
secara emosional akan mempermudah petani dalam menerima sistem
pembiayaan syariah.
6. Usaha di sektor pertanian merupakan bisnis riil. Hal ini sesuai dengan
prinsip pembiayaan syariah yang menitikberatkan pada pembiayaan
sektor riil dan justru melarang pembiayaan sektor yang spekulatif.

7

7. Mengandung nilai yang bersifat universal dan tidak eksklusif sehingga
akan mempermudah penerimaan konsep pembiayaan syariah oleh semua
lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras,
dan golongan.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Pembiayaan
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian pada
tahun 2011, terdapat beberapa pola pembiayaan yang telah dibentuk sehingga
dapat menjadi rujukan bagi para pelaku usaha pertanian dalam menetapkan bentuk
pembiayaan yang lebih sesuai bagi setiap usaha di berbagai subsektornya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan syariah sangat fleksibel diterapkan pada
semua subsektor agribisnis/pertanian. Data mengenai pola-pola pembiayaan
syariah pada sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Peluang pembiayaan di masing-masing sub-sektor pertaniana
Proses/subsistem

Jenis kegiatan usaha
- Penyediaan lahan
- Penyediaan pupuk dasar
- Penyediaan benih

Hulu

- Penyediaan pestisida/fungisida

Akad pembiayaan
Ijarah (prinsip sewa)
1. Murabahah
2. Istishna
3. Ijarah Muntahia
Bittamlik (IMBT)

- Penyediaan alsin (traktor)
- Alat tanam/semprot
Budidaya

- Penyediaan pupuk/obat-obatan
- Pengairan intensif
- Pemasaran

Hilir

Penyediaan alsin pascapanen dan
pengolahan

Seluruh proses
produksi (hulu-hilir)
a

Sumber:

Permodalan perkongsian (pelaku usaha
dan lembaga keuangan)
Permodalan sepenuhnya lembaga
keuangan

1. Murabahah
2. Istishna
1. Murabahah
2. Istishna
Musyaqoh
1. Salam
2. Murabahah
1. Murabahah
2. Ijarah Muntahia
Bittamlik (IMBT)
3. Istishna
Musyarakah
Mudharabah

Direktorat Pembiayaan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian
(2011)

Peran BMT (Baitul Maal wa Tamwil) dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat
BMT merupakan lembaga keuangan yang memiliki ruang gerak,
kemudahan, dan kecepatan transaksi yang dapat menyaingi rentenir namun
dengan biaya pinjaman yang lebih murah. Berbeda dengan bank konvensional,
BMT memiliki kedekatan yang cukup baik dengan para nasabah. BMT berusaha
meningkatkan kesejahteraan nasabahnya dengan melakukan pembiayaan dan

8

pendampingan usaha kepada nasabah. Dengan prinsip bagi hasil, BMT
diharapkan dapat memberikan pembiayaan dengan lebih adil terhadap nasabah.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) berperan dalam pemberdayaan usaha
mikro dengan lebih menekankan setiap pembiayaan yang disalurkannya untuk
para pelaku usaha mikro yang produktif dengan proporsi penyaluran pembiayaan
sekitar 60% untuk sektor perdagangan kemudian diikuti industri rumahan dan
subsektor on-farm agribisnis4. Pembiayaan produktif pada BMT mampu
memberikan kesempatan dan motivasi kepada para pelaku usaha mikro untuk
terus berusaha demi memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) juga berperan melindungi nasabah dari kemiskinan, baik
miskin harta maupun miskin akan kepercayaan diri untuk hidup yang lebih baik
melalui usaha.
Selain itu, Farida (2007) mengungkapkan bahwa BMT berperan dalam
pemberdayaan usaha mikro. Pemberdayaan adalah usaha suatu lembaga atau
perkumpulan untuk membantu seseorang atau suatu masyarakat untuk hidup lebih
baik. BMT bertindak sebagai LKMS yang mampu memberdayakan masyarakat
sekitar yang berpendidikan rendah dan berpenghasilan rendah.
Posisi BMT sangat strategis sebagai lembaga yang memberikan layanan
bagi usaha mikro dan kecil di daerah. BMT berbasis perkumpulan masyarakat
atau koperasi sehingga mampu menjangkau masyarakat terbawah3. Pembiayaan
yang dilakukan BMT rata-rata sekitar Rp3.2 juta per nasabah, menjadikan BMT
sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang mampu menyentuh strata paling
bawah dalam struktur masyarakat dengan sangat efektif. Pembiayaan sebesar itu
juga efektif mengentaskan kemiskinan karena terdapat 42 juta masyarakat kelas
bawah masih tidak berani mengajukan pembiayaan kepada bank disebabkan oleh
sejumlah persyaratan yang memberatkan calon nasabah yang berprofesi sebagai
petani, seperti kepemilikan NPWP, agunan, dan prosesnya yang lama4. Selain itu,
bank juga tidak mau memberi pinjaman kepada nasabah yang berpenghasilan
hanya US$ 10 per hari sedangkan BMT masih bersedia memberikan pinjaman
kepada nasabah yang berpenghasilan US$ 2 per hari5.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti BMT memiliki 5
tahapan utama dalam menjalankan aktivitasnya. Program tersebut antara lain
(Mughni 2008):
1. Program Charity, yaitu program bantuan langsung kepada fakir miskin sebagai
program sosial. Dana yang digunakan berasal dari dana himpunan zakat, infak,
dan sedekah.
2. Program pinjaman. Pada program ini, pihak BMT menggunakan akad Qardh
yaitu pemberian pinjaman tanpa adanya tambahan maupun jaminan kepada
pihak BMT. Selain itu, pihak BMT juga memberikan keleluasaan kepada
penerima pinjaman untuk menggunakan dana tersebut sesuai dengan
kebutuhannya.

4

http://koran.republika.co.id/koran/17/148728/Krisis_SDM_BMT_Mengancam_di_2013 [diunduh
2013 Januari 4]

5

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/12/06/28/m6byym-bmt-tak-takut
bersaing-dengan-bank-syariah [diunduh 2013 Januari 4]

9

3. Program financing atau pembiayaan. Program ini adalah tahapan lanjutan yang
dilakukan oleh pihak BMT kepada masyarakat setelah memberikan bantuan
tunai dan pinjaman Qardh. Program ini bertujuan untuk mendidik kaum miskin
untuk berusaha hidup lebih mandiri dan bertanggung jawab dengan melakukan
kegiatan dan usaha dengan memanfaatkan pembiayaan yang diberikan oleh
pihak BMT. Diharapkan, dengan adanya program ini kaum miskin mampu
meningkatkan taraf hidupnya dan mendapatkan penghasilan tambahan.
4. Progam saving dan investment. Program ini merupakan program lanjutan dari
program pembiayaan setelah masyarakat mendapatkan penghasilan tambahan
dan mampu menyisihkan pendapatannya untuk disimpan dalam bentuk
tabungan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak boros dan konsumtif
ketika mendapatkan dana lebih.
5. Micro insurance. Program ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat saling
menanggung (risk sharing) sebagai wujud dan bentuk lain dari kepedulian
kepada orang miskin lainnya. Pada program ini pihak BMT bisa menampung
dana mikro asuransi dan mengelolanya serta memudahkan proses tanggungan
atau jaminan. Dengan demikian, terwujudlah perasaan saling berbagi suka
maupun duka diantara kaum miskin maupun dhuafa.
Kelima program tersebut harus menjadi penggerak dan merupakan ciri khas BMT
di masyarakat. Jika BMT hanya berfokus pada program financing dan saving, hal
tersebut tidak ada bedanya dengan micro banking yang dilakukan oleh lembaga
keuangan konvensional.
Pembentukan LKMS seperti BMT sangat berperan dan bermanfaat bagi
para pelaku usaha mikro maupun bagi kepentingan pembangunan ekonomi makro,
yaitu (Yuli 2008): Pertama, mengembangkan peran pelaku usaha mikro dan kecil
sebagai salah satu pilar ekonomi daerah secara lebih cepat; Kedua, menciptakan
rasa tanggung jawab bersama di antara pelaku usaha; Ketiga, mengamankan dana
investor walaupun para pelaku usaha secara pribadi tidak mempunyai jaminan dan
terjaminnya keberlangsungan pemupukan modal di masa berikutnya; Keempat,
menciptakan kader pimpinan di antara para pelaku usaha yang tangguh dan
berkualitas; Kelima, menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin; Keenam,
menciptakan pelaku usaha yang tangguh dan berkualitas; Ketujuh, biaya untuk
melakukan analisis pembiayaan bagi lembaga keuangan akan menjadi lebih
murah.
Selain bermanfaat pada pembangunan ekonomi makro, keberadaan BMT
juga bermanfaat bagi pribadi pelaku usaha mikro dan kecil, yakni sebagai berikut
(Yuli 2008): Pertama, menciptakan kebersamaan dan keterbukaan sehingga
melahirkan rasa kekeluargaan; Kedua, menciptakan keberanian mengungkapkan
pendapat, mengoreksi pimpinan, belajar berdemokrasi, dan kontrol otomatis;
Ketiga, menanamkan disiplin, tanggung jawab, rasa percaya diri, dan harga diri
pelaku usaha mikro dan kecil; Keempat, mempersiapkan pelaku usaha menjadi
pemimpin di masa depan; Kelima, menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin;
Keenam, seluruh pelaku usaha dalam satu kelompok akan memperoleh layanan
yang standar; Ketujuh, biaya analisis kredit yang lebih rendah dari lembaga
keuangan akan dapat menekan biaya produksi, sehingga memberi peluang untuk
memperoleh laba usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha.

10

Efektivitas Pembiayaan
Pembiayaan adalah istilah dalam sistem keuangan syariah untuk lembaga
keuangan syariah baik itu mikro maupun makro dalam menyalurkan dananya.
Pembiayaan yang baik adalah pembiayaan yang efektif, dapat tersalurkan dengan
baik kepada para pelaku usaha yang membutuhkan dan mampu memberikan
manfaat bagi para nasabah yang melakukan pembiayaan tersebut. Menurut
Admiral (1998) dalam Kurnia (2009) efektif atau tidaknya suatu penyaluran
pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter, antara lain:
persyaratan pembiayaan, prosedur pembiayaan, realisasi pembiayaan, besar
kecilnya biaya administrasi dan margin pembiayaan, pelayanan petugas, lokasi
BMT, jaminan atau agunan, serta dampak positif yang ditimbulkan oleh
pembiayaan yang diberikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavi (2009) mengungkapkan bahwa
efektivitas pembiayaan dilihat dari beberapa aspek yang berpengaruh, yaitu:
1. Prosedur pembiayaannya.
a. Mekanisme pengajuan pembiayaan.
b. Mekanisme penyaluran pembiayaan.
c. Mekanisme pengembalian pembiayaan.
2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah.
a. Peningkatan pendapatan.
b. Peningkatan keuntungan.
Efektivitas pembiayaan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat
(2004) dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan,
seperti:
1. Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat
diajukan dan mampu menjangkau secara luas.
2. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas
prosedur pembiayaan yang dijalankan.
3. Frekuensi pinjaman nasabah.
4. Frekuensi tunggakan nasabah.
5. Pelayanan pembiayaan, yakni sejauh mana tingkat pelayanan yang
dilakukan mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi
pembiayaan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Pembiayaan Syariah
Menurut Supriyadi (2003), sistem pembiayaan berdasarkan syariah jika
dilihat dari sudut pandang yuridis adalah pembiayaan bagi hasil berdasarkan
prinsip Mudharabah dan prinsip Musyarakah, pembiayaan jual beli berdasarkan
prinsip Murabahah, prinsip Istishna dan prinsip As-Salam, pembiayaan sewamenyewa berdasarkan prinsip Ijarah (sewa murni) dan Ijarah Muntahia Bit-

11

Tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi). Selain itu, Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12 tentang Perbankan menyatakan bahwa pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil. Prinsip syariah itu sendiri mempunyai arti bahwa adanya aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara pihak bank dengan pihak lainnya untuk
menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha.
Karakteristik Sistem Pembiayaan Syariah
Sistem pembiayaan syariah kini mulai banyak diminati oleh masyarakat jika
dilihat dari semakin banyaknya Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha
Syariah (UUS) yang memberikan pembiayaan dengan menggunakan skim
syariah. Hal ini juga didukung dengan banyaknya jumlah penduduk muslim di
Indonesia. Skim pembiayaan syariah berbeda dengan skim pembiayaan
konvensional terutama pada prinsip yang mendasarinya. Prinsip pembiayaan
syariah yang mendasar adalah (Bank Indonesia 2007):
1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan bagi pihak yang
menggunakan dana dan pihak yang menyediakan dana.
2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan
pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan atau bagi
hasil yang menyertai pembiayaan tersebut.
Hal lain yang membedakan pembiayaan syariah dengan pembiayaan
konvensional yaitu terletak pada penerapan bunga dan sistem bagi hasil yang
terdapat pada masing-masing sistem pembiayaan. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan pembiayaan sistem syariah dengan konvensionala
Bagi hasil
Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat
pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan, sekiranya itu tidak
mendapatkan keuntungan, maka kerugian
akan ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Tidak ada yang meragukan keabsahan
keuntungan bagi hasil.
a

Sumber: Antonio (2001)

Bunga
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung.
Besarnya persentase berdasarkan pada
jumlah uang yang dipinjamkan.
Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkatkan sekalipun jumlah
keuntungan berlipat ganda atau keadaan
ekonomi sedang booming.
Eksistensi bunga diragukan oleh semua
agama terutama Islam.

12

Akad dalam Pembiayaan Syariah
Akad merupakan ciri utama yang membedakan pembiayaan syariah dengan
pembiayaan konvensional. Akad menjadi syarat utama yang harus ada pada setiap
transaksi yang dilakukan pada pembiayaan syariah. Jika syarat-syarat dalam akad
tidak terpenuhi dengan baik, transaksi tersebut dianggap gagal atau cacat sehingga
dianggap tidak sah.
Kata akad berasal dari bahasa Arab dari lafadz al-‘aqd yang berarti
mengikat, sambungan, dan perjanjian. Akad didefinisikan secara terminologi
sebagai pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek
perikatan (PKES 2008). Akad yang dibuat harus didasarkan pada keikhlasan dari
masing-masing pihak yang melakukan akad sehingga tidak diperbolehkan adanya
paksaan maupun rasa keberatan dari salah satu pihak yang berakad. Terdapat
beberapa rukun akad yang harus dipenuhi ketika melakukan pembiayaan syariah,
yakni ‘aqid (orang yang berakad), ma’qud alaih (barang yang diakadkan),
maudhu’ al-‘aqd (tujuan dilakukannya akad), dan shighat al-‘aqd (pernyataan
yang diberikan oleh masing-masing pihak yang berakad sebagai penanda
berlakunya suatu akad).
Skim pembiayaan syariah menggunakan berbagai akad yang mampu
menyesuaikan kebutuhan nasabah. Akad merupakan pertalian antara bank atau
lembaga pemberi jasa pembiayaan dengan nasabah atau penerima jasa
pembiayaan. Ketika berakad, kedua belah pihak harus saling menyetujui hal yang
menjadi keputusan bersama, tidak boleh ada yang merasa dirugikan atau merasa
terpaksa dalam proses pembiaayan yang disepakati. Jenis-jenis akad yang
diterapkan oleh lembaga keuangan syariah dapat dikelompokkan kedalam 6
kelompok (Ascarya 2008), yaitu:
1. Pola titipan, seperti Wadi’ah yad amanah dan Wadi’ah yad dhamanah.
2. Pola pinjaman, seperti Qardh dan Qardhul Hasan.
3. Pola bagi hasil, seperti Mudharabah dan Musyarakah.
4. Pola jual beli, seperti Murabahah, Salam, dan Istishna.
5. Pola sewa, seperti Ijarah dan Ijarah wa iqtina.
6. Pola lainnya, seperti Wakalah, Kafalah, Hiwalah, Ujr, Sharf, dan Rahn.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) atau balai usaha mandiri terpadu adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil dalam
sistem ekonomi syariah, menumbuhkembangkan derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin. Selain itu, BMT terbentuk atas prakarsa
dana modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan
pada sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian,
dan kesejahteraan (Hosen 2008). Layanan BMT sering digunakan oleh
masyarakat kecil yang membutuhkan dana untuk menjalankan suatu usaha. BMT
berperan sebagai mitra usaha dengan pemberian bagi hasil yang proporsional
sesuai dengan kesepakatan antara nasabah dengan pengurus BMT yang
disesuaikan pula dengan akad yang digunakan dalam transaksi yang dilakukan.
Pada dasarnya, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) memiliki tujuan yang
sama yaitu memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil yang tidak terjangkau
oleh bank untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Namun, BMT lebih

13

mengutamakan karakteristik bisnisnya berdasarkan prinsip syariah dengan
semangat tolong-menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful). Syariah
memberikan rambu-rambu bisnis antara yang benar dengan yang salah sekaligus
menjadi landasan etik dalam melakukan aktivitas bisnis yang berkeadilan,
transparan, dan saling menguntungkan, dengan kata lain syariah bersifat dinamis.
BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang sehat dan kuat,
memiliki posisi tawar, daya saing, dan menjadi pilihan bagi masyarakat. Selain
itu, BMT juga berperan melakukan pemberdayaan kaum dhuafa dan
mustadh’afin. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan
penyaluran dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan
berdasarkan syariat.
BMT merupakan lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang bersifat
terbuka dan independen. BMT juga berorientasi pada pengembangan tabungan
dan pembiayaan untuk mendukung bisnis yang produktif bagi nasabah. Selain itu,
BMT juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar baik
material maupun sosial terutama bagi pelaku usaha mikro dan fakir miskin. Peran
BMT di masyarakat adalah sebagai (PKES 2008):
1. Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
2. Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah.
3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dengan kaum dhu’afa (miskin).
4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang
barakah, ahsanu ‘amala dan salaam melalui spiritual communication
dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masyarakat adalah (PKES 2008):
1. Meningkatkan kualitas SDM nasabah, pengurus, dan pengelola menjadi
lebih profesional, salaam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah
sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha
(beribadah) menghadapi tantangan global.
2. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh
masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar
organisasi untuk kepentingan masyarakat.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produkproduk nasabah.
5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga ekonomi dan sosial
masyarakat.
Teori Efektivitas
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilanatau
pencapaian tujuan. Efektivitas dapat digambarkan dengan 4 hal, yaitu:
1. Mengerjakan sesuatu dengan benar sesuai dengan rencana dan aturan
yang berlaku.
2. Mencapai tingkat di atas pesaing yang mampu menjadi yang terbaik
dibandingkan dengan para pesaing.
3. Membawa hasil ketika apa yang telah dikerjakan mampu memberikan
manfaat bagi orang/pihak lain.
4. Mampu menangani tantangan masa depan.

14

Efektivitas dapat diartikan sebagai hubungan antara keluaran (output) suatu
pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapai. Semakin besar
kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian sasaran, maka semakin
efektif pusat pertanggungjawaban (Agustina 2010). Hal terpenting yang perlu
diperhatikan adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar
biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut tetapi efektivitas
hanya melihat apakah suatu pekerjaan atau kegiatan telah mencapai tujuan yang
ditetapkan. Selain itu, konsep efektivitas menurut Soekamto (1993) dalam
Joniwar dan Heriyanto (2012) menjelaskan bahwa efektivitas berasal dari kata
“effectiveness” yang berarti “taraf sampai” yaitu sejauh mana suatu kelompok
mencapai tujuannya. Efektivitas lebih menitikberatkan pada hasil yang dimulai
dari adanya tujuan organisasi. Efektivitas juga diartikan sebagai tingkat
keberhasilan dalam mencapai target yang ditetapkan.

Kerangka Pemikiran Operasional
Sektor pertanian berkontribusi besar bagi pembangunan perekonomian
masyarakat. Sektor ini juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja. Namun, masih banyak pelaku usaha sektor pertanian yang kurang
mendapatkan dukungan khususnya dalam hal permodalan. Sebagian besar pelaku
usaha sektor pertanian berada pada usaha skala mikro sehingga lembaga keuangan
yang paling memungkinkan untuk mendanai skala usaha ini yaitu lembaga
keuangan mikro. Kini, lembaga keuangan yang ada di Indonesia tidak hanya
lembaga keuangan konvensional, namun ada pula lembaga keuangan mikro
syariah yang menawarkan sistem pembiayaan yang lebih sesuai kepada sektor
pertanian.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan
mikro syariah yang ada di Indonesia. Keberadaannya kini semakin diterima di
masyarakat karena memiliki sifat yang khas dalam pengelolaan pembiayaan yaitu
sebagai lembaga yang memiliki fungsi sosial dan fungsi pembiayaan. Salah satu
BMT yang aktif dalam melakukan pembiayaan di sektor pertanian yaitu KBMT
Ibaadurrahman.
Tahap awal dari penelitian ini yaitu melihat bagaimana proporsi pembiayaan
syariah pada sektor pertanian yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman. Jumlah
BMT yang semakin meningkat dan karakteristik khas yang dimiliki BMT sebagai
lembaga keuangan dan lembaga sosial ternyata tidak memberikan dampak positif
terhadap peningkatan proporsi penyaluran pembiayaan syariah pada sektor
pertanian. Hal ini juga terjadi pada KBMT Ibaadurrahman. Kesenjangan
penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian yang terjadi pada KBMT
Ibaadurrahman selanjutnya akan dianalisis dan akan diberikan rekomendasi agar
pembiayaan syariah pada sektor pertanian dapat tersebar secara merata.
Tahap selanjutnya yaitu menilai efektivitas penyaluran pembiayaan syariah
yang dilakukan oleh KBMT Ibaadurrahman dengan cara melihat tujuan atau visi
yang ditetapkan oleh pihak KBMT Ibaadurrahman dengan hasil yang didapatkan
terkait dengan penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian dan dampak yang
dirasakan oleh nasabah setelah melakukan pembiayaan. Semua penilaian ini akan
dievaluasi dan diharapkan dapat memberikan rekomendasi solusi dan manfaat

15

bagi KBMT Ibaadurraman dalam mengevaluasi pembiayaan syariah pada sektor
pertanian yang telah dilakukan selama ini. Kerangka pemikiran operasional pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Pembiayaan syariah pada sektor pertanian oleh
LKMS (KBMT Ibaadurrahman)

BMT sebagai Lembaga Sosial dan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Jumlah BMT di Indonesia
mengalami peningkatan yang
signifikan

Identifikasi dan analisis peran KBMT Ibaadurrahman
dalam membantu mengatasi permasalahan permodalan
nasabah di sektor pertanian

Penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian
rendah

Evaluasi efektivitas penyaluran
pembiayaan syariah pada sektor
pertanian

Identifikasi penyebab rendahnya
penyaluran pembiayaan pada
sektor pertanian

Rekomendasi peningkatan kinerja dan pelayanan
KBMT Ibaadurrahman untuk meningkatkan
efektivitas pembiyaan dan penyaluran pembiayaan
pada sektor pertanian

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional

16

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di KBMT Ibaadurrahman, Kabupaten Bogor.
Pemilihan
lokasi
dilakukan
secara
purposive
(sengaja)
dengan
mempertimbangkan bahwa KBMT Ibaadurrahman merupakan salah satu LKMS
yang bergerak di bidang pembiayaan dan juga menyalurkannya pada sektor
pertanian. Selain itu, KBMT Ibaadurrahman merupakan salah satu BMT yang
telah berdiri cukup lama sehingga memiliki jumlah nasabah yang banyak dan
jumlah aset yang cukup besar. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada
bulan Januari hingga Februari 2013.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui observasi lapangan, metode wawancara dengan alat bantu kuesioner, dan
wawancara langsung dengan pihak KBMT. Data sekunder diperoleh dari berbagai
arsip dan administrasi KBMT Ibaadurrahman, Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal,
buku, serta sumber literatur lain.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data