Potensi bakau Rhizophora apiculata sebagai inhibitor tirosinade dan antioksidan

POTENSI BAKAU Rhizophora apiculata SEBAGAI
INHIBITOR TIROSINASE DAN ANTIOKSIDAN

ABDULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

 

 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Bakau Rhizophora apiculata
BL sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan adalah karya saya dengan
arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

ABDULLAH
NRP G451090021 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 

 

ABSTRACT
ABDULLAH. Potency of Rhizophora apiculata as Tyrosinase Inhibitors and
Antioxidants. Under direction of IRMA HERAWATI SUPARTO, and
IRMANIDA BATUBARA
The purpose of this study was to screen the potency of crude extract, fractions
from silica gel column chromatography, and fraction from preparative thin layer
chromatography (TLC) of Rhizophora apiculata which has the best activity as
tyrosinase inhibitors, and antioxidant. Stem, bark and roots of R. apiculata were
extracted with n-hexane, ethylacetate and methanol. Each extracts were tested for
tyrosinase inhibitors and antioxidant activities. Based on the tyrosinase inhibitors,
methanol extracts of R. apiculata bark had the best potency as tyrosinase
inhibitors (monophenolase: 78.79 μgmL-1; diphenolase: 1116.5 μgmL-1) and the
best radical scavenging activity 1,1-diphenyl-picrylhidrazil (DPPH) and 2,2’Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat acid (ABTS) with IC50: 3.81 μgmL-1 and
18.47 μgmL-1, respectively. Fractionation was performed on methanol extracts of
R. apiculata bark using silica gel column chromatography and yielded 10

fractions (A to J). Fraction B from column chromatography had the best
tyrosinase inhibitors with monophenolase (IC50: 1045.6 μgmL-1), diphenolase
(IC50: 846.71 μgmL-1), and the best antioxidants activities with DPPH (IC50: 9.19
μgmL-1), ABTS (IC50: 7.73 μgmL-1). Fraction B was fractionated with preparative
TLC resulted 9 fractions (B1 to B9). Fraction B1 had the best tyrosinase inhibitors
with monophenolase (IC50: 1278 μgmL-1) and diphenolase (IC50: 1678.2 μgmL-1),
dan the best antioxidants activity with DPPH (IC50: 5.75 μgmL-1), ABTS (IC50:
24.78 μgm/L). Fraction B1 further fractionated with preparative TLC resulted 2
fractions (B1.1 and B1.2). Fraction B1.1 had the best tyrosinase inhibitors with
monophenolase (IC50: 1037.32 μgmL-1) and diphenolase (IC50: 1257.24 μgmL-1),
and antioxidants activity with DPPH (IC50: 14.40 μgmL-1), ABTS (IC50: 40.67
μgmL-1). The result of phytochemical test and infrared spectroscopy on fraction
B1.1 showed that the active compounds as tyrosinase inhibitors and antioxidant
was an isoflavon compound.
Keyword: Rhizophora apiculata, tyrosinase inhibitors, 1,1-diphenyl-picrylhidrazil
(DPPH), 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat acid (ABTS).

 

 


RINGKASAN
ABDULLAH. Potensi Bakau Rhizophora apiculata sebagai Inhibitor Tirosinase
dan Antioksidan. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO, dan
IRMANIDA BATUBARA.
Proses pembentukan melanin atau pigmen pada kulit manusia terjadi dengan
bantuan biokatalis (enzim) dan sinar ultraviolet (UV) yang terdapat dalam
matahari, biokatalis yang berperan dalam reaksi pencoklatan ini adalah tirosinase
yang ditemukan pada hewan, tumbuhan, dan manusia (Chang 2009). Proses
pembentukan melanin dapat dicegah dengan suatu senyawa inhibitor (senyawa
penghambat) yang dapat diperoleh dari senyawa sintetik ataupun dari bahan alam.
Senyawa yang berasal dari bahan alam telah dilaporkan dapat menghambat
enzim tirosinase, seperti senyawa yang berasal dari golongan flavonol (kuersetin,
mirisetin, kaempferol), golongan isoflavon, flavanol, kalkon, dan stilbenoid
(Chang 2009). Senyawa ini sebagian besar diperoleh dari bahan alam seperti dari
ekstrak tumbuhan andalas (Morus macroura) dan beberapa spesies
Dipterocarpaceae, seperti Shorea assamica, S. seminis, Vatica umbonata, dan
Dryobalanops oblongifolia (Hakim et al. 2008). Dari ekstrak kayu Artocarpus
incisus dan Artocarpus heterophyllus diperoleh senyawa isoartocarpesin dan
kloroforin yang memiliki aktivitas inhibisi yang sama dengan asam kojat (Arung

et al. 2005; Supriyanti 2009), sedangkan dari tumbuhan mulberri (Broussonetia
papyrifera) berhasil diisolasi sejumlah senyawa diantaranya adalah golongan
senyawa flavon, kuersetin, flavonol, dan luteolin (Zheng et al. 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi tanaman bakau
Rhizophora apiculata (batang, kulit batang, dan akar) asal Makassar Sulawesi
Selatan sebagai inhibitor tirosinase dan membandingkan potensi antioksidan dari
tiap bagian tanaman bakau dengan menggunakan metode penangkapan radikal
bebas 1,1-difenil-pikrilhidrazil (DPPH), dan 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6sulfonat acid (ABTS).
Metode dalam penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel R. apiculata
di Makassar Sulawesi Selatan, sampel kemudian diidentifikasi di Herbarium
Bogoriensis bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong Jawa Barat. Bagian tanaman lalu dipisahkan antara
bagian batang, kulit batang, dan akar. Setelah itu, tiap bagian dikeringkan lalu
dibuat dalam bentuk serbuk, dilakukan penentuan kadar air, dan kadar abu.
Serbuk diekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut
non polar (n-heksana) kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut semi polar
(etil asetat), dan terakhir diekstraksi dengan pelarut polar (metanol). Semua
ekstrak yang dihasilkan diuji fitokimia, kemudian dilakukan uji aktivitas inhibitor
tirosinase dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan ABTS. Penentuan
eluen terbaik dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, ekstrak

teraktif dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel, fraksi yang diperoleh
diuji aktivitas inhibitor tirosinase dan aktivitas antioksidan sehingga diperoleh
fraksi teraktif. Lalu, dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi lapis
tipis preparatif untuk mendapatkan fraksi teraktif. Uji fitokimia lanjutan untuk
mengetahui golongan senyawa, serta identifikasi dengan Spektrofotometer IR

 

untuk analisis kualitatif keberadaan gugus fungsi senyawa yang berperan dalam
menghambat enzim tirosinase dan antioksidan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol kulit batang R.
apiculata (IC50 monofenolase: 78.79 µg/mL dan difenolase: 1116.65 µg/mL)
memiliki potensi terbaik dalam menghambat enzim tirosinase. Nilai IC50 untuk
jalur monofenolase lebih baik dibandingkan dengan asam kojat sebagai kontrol
positif (IC50 monofenolase: 156.75 µg/mL dan difenolase: 245.19 µg/mL),
sedangkan untuk jalur difenolase asam kojat memiliki nilai IC50 yang lebih baik
dari ekstrak kasar metanol kulit batang.
Ekstrak metanol kulit batang juga memiliki aktivitas antioksidan yang
paling baik dalam menghambat pembentukan radikal bebas DPPH (IC50: 3.31
µg/mL) dan ABTS (IC50: 18.47 µg/mL). Nilai IC50 ekstrak metanol kulit batang R.

apiculata untuk metode DPPH lebih tinggi dibanding kontrol positif asam
askorbat (IC50: 9.79 µg/mL), sedangkan untuk metode ABTS, ekstrak ini memiliki
nilai IC50 yang tidak berbeda jauh dengan asam askorbat (IC50: 10.93 µg/mL).
Fraksinasi dilakukan terhadap ekstrak kasar metanol kulit batang R.
apiculata menggunakan kromatografi kolom silika gel dengan eluen nheksana:etilasetat:metanol (1:3:6). Hasil fraksinasi diperoleh 10 fraksi (A-J) dan
fraksi teraktif sebagai inhibitor tirosinase adalah fraksi B (IC50 monofenolase:
1045.6 µg/mL dan difenolase: 846.71 µg/mL). Fraksi yang aktif sebagai
antioksidan juga didapat pada fraksi B dengan metode penangkapan radikal bebas
DPPH (IC50: 9.19 µg/mL) dan ABTS (IC50: 7.73 µg/mL).
Proses pemurnian terhadap fraksi B hasil kolom dilakukan dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dengan eluen
kloroform:metanol (9:1), dan diperoleh 9 fraksi (fraksi B1-B9). fraksi teraktif
sebagai inhibitor tirosinase adalah fraksi B1 (IC50 monofenolase: 1278 µg/mL dan
difenolase: 1678.2 µg/mL). Fraksi B1 merupakan fraksi yang aktif sebagai
antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH (IC50: 5.75 µg/mL)
dan ABTS (IC50: 24.78 µg/mL).
Identifikasi komponen senyawa dalam fraksi B1.1 dilakukan dengan uji
kualitatif fitokimia untuk mengetahui golongan senyawanya, serta analisis FTIR
diperoleh bahwa golongan senyawa yang aktif sebagai inhibitor tirosinase dan
antioksidan adalah isoflavon.

Kata kunci : Rhizophora apiculata, inhibitor tirosinase, 1,1-difenyl-pikrilhidrazil
(DPPH), 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat acid (ABTS).
 
 
 
 
 

 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
 

 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 

POTENSI BAKAU Rhizophora apiculata SEBAGAI

INHIBITOR TIROSINASE DAN ANTIOKSIDAN

ABDULLAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Penguji Luar Komisi Pada ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, M.S

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis

:

Nama
NRP
Program studi

:
:
:

Potensi Bakau Rhizophora apiculata sebagai Inhibitor
Tirosinase dan Antioksidan
Abdullah
G451090021
Kimia

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Dr.dr. Irma Herawati Suparto, M.S
Ketua

Dr. Irmanida Batubara, M.Si
Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi
Pascasarjana Kimia

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S

Tanggal Ujian : 22 Juli 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah. M.Sc. Agr.

Tanggal Lulus:

 

 

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2010 ini adalah Potensi
bakau Rhizophora apiculata sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dr. Irma Herawati Suparto, M.S
sebagai ketua komisi pembimbing, dan Dr. Irmanida Batubara, M.Si sebagai
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran, bimbingan, dan
pengarahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K
Darusman M.S sebagai penguji luar komisi, Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita M.S
selaku wakil mayor Kimia yang telah banyak memberikan masukan dan arahan
dalam kesempurnaan tesis ini. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya
haturkan kepada keluarga saya (ayah, ibu, adik-adikku dan seluruh keluarga
besarku) serta seluruh staf guru MTS/MA Muhammadiyah Bontorita yang telah
memberikan doa dan semangat selama penulis menjalani perkuliahan. Untuk
semua teman-teman seperjuangan “S2 kimia angkatan 2009 IPB”, terima kasih
telah memberikan semangat dan motivasi serta kenangan berharga. Disamping itu,
penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf dosen dan
pegawai Departemen Kimia IPB, staf Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan staf
laboratorium kimia analitik Departemen Kimia IPB serta semua pihak yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penelitian saya.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan.
Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Segala kritik
dan saran yang membangun, diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Bogor, juli 2011
Abdullah
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

RIWAYAT HIDUP

 

Penulis dilahirkan di Bontomanai desa Kalebarembeng Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan pada tanggal 9 Oktober 1982
dari ayah Awaluddin dan ibu Subaedah. Penulis merupakan putra pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri I bontonompo dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Universitas negeri Makassar (UNM) melalui
Penerimaan mahasiswa jalur khusus (PMJK). Penulis memilih jurusan pendidikan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2009, penulis mendapatkan beasiswa utusan daerah (BUD) dari
Departemen Agama Republik Indonesia untuk melanjutkan studi Magister Sains
pada Program Studi Kimia, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis bekerja sebagai staf guru di MTS/MA Muhammadiyah Bontorita
mulai tahun 2004 sampai sekarang. Kegiatan ilmiah yang pernah diikuti selama
menjadi mahasiswa pascasarjana kimia adalah peserta semiloka ‘Jamu sebagai
warisan budaya untuk meningkatkan citra Indonesia” (tahun 2010), peserta
seminar nasional sains III (tahun 2010), peserta seminar nasional teknologi kimia
aplikatif (tahun 2010), peserta “IPB dedication for education” (tahun 2010), serta
peserta dan presenter poster pada “The 2nd international symposium on
temulawak” dengan judul ‘Potency of Rhizophora apiculata extracts as tyrosinase
inhibitors and antioxidants” (tahun 2011).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xx

PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Bakau (Rhizophora apiculata) ...............................................................
Enzim Tirosinase ...................................................................................
Antioksidan ...........................................................................................
Metode Penangkapan Radikal Bebas 2,2’-difenil pikrilhidrazil ...........
Metode Penangkapan Radikal Bebas Asam 2,2’-Azinobis
(3-etilbenzatiazolin-6-sulfonat) ABTS ..................................................
Penelitian Tentang Senyawa Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan ......

5
6
8
9
10
11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ................................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Prosedur Penelitian ................................................................................
Preparasi dan ekstraksi sampel .......................................................
Penentuan kadar air ........................................................................
Uji fitokimia ...................................................................................
Penentuan eluen terbaik pada kromatografi lapis tipis ..................
Fraksinasi dengan kromatografi kolom ..........................................
Uji aktivitas inhibitor tirosinase .....................................................
Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ............................
Uji aktivitas antioksidan dengan metode ABTS ............................

13
13
13
14
14
15
16
17
17
18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Sampel .....................................................................
Analisis Kadar Air dan Abu .................................................................
Ekstraksi Sampel ..................................................................................
Uji Fitokimia Ekstrak Kasar R. apiculata .............................................
Aktivitas Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan Ekstrak Kasar .............
Fraksinasi Ekstrak Kasar Metanol Kulit Batang dengan
kromatografi Kolom ............................................................................
Aktivitas Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan Fraksi Hasil
kromatografi Kolom ............................................................................
Fraksinasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ..........

21
21
21
22
24
26
29
31

 

Aktivitas Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan Fraksi Hasil
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ......................................
Uji Kualitatif Fitokimia ........................................................................
Analisis Spektrofotometer Infra Merah (IR) .......................................

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

33
35
36

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

40

LAMPIRAN ................................................................................................

43

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Rendemen ekstrak kasar batang, kulit batang, dan akar Rhizophora
apiculata ...............................................................................................

22

Uji fitokimia ekstrak kasar batang, kulit batang, dan akar
R. apiculata ...........................................................................................

23

Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase)
dan antioksidan pada ekstrak kasar bakau R. apiculata BL .................

24

4

Rendemen fraksi hasil kromatografi kolom .........................................

28

5

Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase) dan
antioksidan pada fraksi hasil kromatografi kolom ...............................

29

6

Rendemen fraksi hasil kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) .....

32

7

Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase) dan
antioksidan pada fraksi hasil KLTP .....................................................

33

Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase) dan
antioksidan pada fraksi hasil KLTP lanjutan .......................................

35

Hasil absorpsi inframerah gugus fungsi fraksi KLTP teraktif
inhibitor tirosinase dan antioksidan (fraksi B1.1) ekstrak metanol
kulit batang R. apiculata ......................................................................

36

2
3

8
9

DAFTAR GAMBAR
 
Halaman

1

Bagian Pohon bakau jenis R. apiculata ...............................................

5

2

Biosintesis melanin ..............................................................................

7

3

Reaksi antara DPPH radikal dan antioksidan menjadi DPPH .............

9

4

Reaksi pembentukan ABTS radikal dari ABTS dengan
kalium persulfat ...................................................................................

10

5

Senyawa dari bahan alam yang dapat menghambat enzim tirosinase ..

6

Contoh senyawa antioksidan golongan flavonoid ...............................

11

7

Kromatogram lapis tipis eluen terbaik untuk kromatografi kolom .....

27

8

Kromatogram lapis tipis dari 10 fraksi hasil kolom ..........................

28

9

Kromatogram lapis tipis eluen terbaik untuk kromatografi lapis tipis

 

preparatif (KLTP) .........................................................................

31

10 kromatogram lapis tipis dari 9 fraksi
hasil KLT preparatif ............................................................................

32

11 Struktur isoflavon .........................................................................

37

DAFTAR LAMPIRAN

                                                                                                                                            Halaman

1

Prosedur penelitian ..............................................................................

45

2

Hasil identifikasi/determinasi sampel tanaman ...................................

48

3

Kadar air serbuk batang, kulit batang, dan akar R. apiculata ..............

49

4

Kadar abu serbuk batang, kulit batang, dan akar R. apiculata ............

50

5

Rendemen ekstrak kasar R. apiculata .................................................

51

6

Contoh perhitungan IC50 Inhibitor Tirosinase baik monofenolase dan
difenolase ekstrak teraktif (ekstrak metanol kulit batang Rhizophora
apiculata) .............................................................................................

52

Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode
penangkapan radikal bebas DPPH untuk ekstrak teraktif
(ekstrak metanol kulit batang R. apiculata) ........................................

54

Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode
penangkapan radikal bebas ABTS untuk ekstrak teraktif
(ekstrak metanol kulit batang R. apiculata) .........................................

56

Hasil pencarian eluen terbaik ekstrak metanol kulit batang ................

58

10 Pengelompokan fraksi hasil kromatografi kolom
dari ekstrak metanol kulit batang R. apiculata ....................................

60

11 Pengelompokan fraksi hasil KLT preparatif dari fraksi B
hasil kromatografi kolom ekstrak metanol kulit batang
R. apiculata ..........................................................................................

60

12 Spektum inframerah (IR) dari fraksi B1.1
KLT preparatif lanjutan .......................................................................

61

7

8

9

 
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melanin merupakan pigmen warna pada kulit, rambut, lapisan koroid
mata, dan sel-sel tumor tertentu. Pigmen melanin yang diproduksi pada sel
melanosit terdiri dari dua jenis, yaitu eumelanin (pigmen-cokelat hitam), dan
feomelanin (pigmen kuning-merah). Pada keadaan normal produksi pigmen
melanin stabil, akan tetapi pada keadaan tertentu produksi melanin berubah,
misalnya karena terkena sinar matahari, perubahan hormonal, pengaruh rokok dan
alkohol.
Proses pembentukan melanin pada tubuh manusia dapat direduksi dengan
beberapa mekanisme, seperti antioksidan, inhibitor enzim tirosinase, dan aktivitas
hormonal (Prota & Thompson 1976). Proses pembentukan melanin atau pigmen
pada kulit manusia terjadi dengan bantuan biokatalis (enzim) dan sinar ultraviolet
(UV) yang terdapat dalam matahari, biokatalis yang berperan dalam reaksi
pencoklatan ini adalah tirosinase yang ditemukan pada hewan, tumbuhan dan
manusia (Chang 2009).
Antioksidan dan inhibitor enzim tirosinase dapat diperoleh dari senyawa
sintetik ataupun dari bahan alam, senyawa antioksidan dan inhibitor tirosinase
yang telah ditemukan dalam bahan kosmetik sebagai pencegah terbentuknya
melanin diantaranya adalah asam askorbat (Vitamin C), arbutin, asam kojat,
merkuri dan hidrokuinon. Dari beberapa senyawa tersebut, asam kojat memiliki
efek inhibisi dan kestabilan paling besar dalam menghambat pembentukan
melanin dan banyak digunakan pada produk kosmetik. Namun menurut Miyazawa
(2007), asam kojat ternyata bersifat karsinogenik dan penggunaannya dalam
konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit.
Senyawa yang berasal dari bahan alam telah dilaporkan dapat menghambat
enzim tirosinase, seperti senyawa yang berasal dari golongan flavonol (kuersetin,
mirisetin, kaempferol), golongan isoflavon, flavanol, kalkon, dan stilbenoid
(Chang 2009). Senyawa ini sebagian besar diperoleh dari bahan alam seperti dari
ekstrak

tumbuhan

andalas

(Morus

macroura)

dan

beberapa

spesies

Dipterocarpaceae, seperti Shorea assamica, S. seminis, Vatica umbonata, dan
Dryobalanops oblongifolia (Hakim et al. 2008). Dari ekstrak kayu Artocarpus

2
 

incisus dan A. heterophyllus diperoleh senyawa isoartokarpesin dan kloroforin
yang memiliki aktivitas inhibisi yang sama dengan asam kojat (Arung et al. 2005;
Supriyanti 2009), sedangkan dari tumbuhan mulberri (Broussonetia papyrifera)
berhasil diisolasi sejumlah senyawa diantaranya adalah golongan senyawa flavon,
kuersetin, flavonol, dan luteolin (Zheng et al. 2008).
Hasil penapisan yang telah dilakukan oleh Batubara et al. (2010) terhadap
tanaman obat Indonesia dari 35 spesies, ternyata diperoleh bahwa ekstrak metanol
dari kayu Rhizophora sp memiliki kemampuan inhibisi yang cukup baik terhadap
tirosinase dengan IC50: 108.2 μg/ml untuk monofenolase dan 124 μg/ml untuk
difenolase, serta aktivitas antioksidan dengan metode DPPH diperoleh IC50: 5,90
μg/ml yang tidak berbeda jauh dengan (+)-katekin sebagai kontrol positif dengan
IC50: 2,94 μg/ml.
Rahim et al. (2008) meneliti aktivitas antioksidan senyawa tanin yang
diisolasi dari kulit batang R. apiculata dan diperoleh data bahwa aktivitas
antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrihidrasil
(DPPH) dan 2,2’-azinobis (3-etilbenzotiazoline-6 sulfonic acid (ABTS) memiliki
persentase aktivitas antioksidan > 90% pada konsentrasi 30 μg/ml dan 50 μg/ml
yang tidak berbeda jauh dengan butil hidroksi toluena (BHT) dan L-(+)- asam
askorbat sebagai kontrol positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurrefiyanti et al. (2010) menemukan
bahwa ekstrak metanol tanaman bakau dari pulau Jawa tidak memiliki potensi
sebagai inhibitor tirosinase, tetapi ekstrak tanaman bakau dari Samboja
Kalimantan Timur memiliki daya penginhibisi yang lebih baik yaitu dari segi
monofenolase untuk akar R. mucronata dan batang R. stylosa memiliki nilai IC50 :
15,34 μg/ml dan 38,02 μg/ml.
Potensi yang dimiliki oleh pohon bakau sangat menarik untuk diteliti lebih
lanjut, terutama potensinya dalam menghambat enzim tirosinase dan sebagai
antioksidan alami. Maka dalam penelitian ini diteliti potensi bakau asal Makassar
Sulawesi Selatan dari jenis R. apiculata BL dan diharapkan dapat diperoleh
senyawa yang terkandung dalam kayu bakau yang dapat menghambat enzim
tirosinase.

3
 

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi tanaman bakau
R. apiculata (batang, kulit batang, dan akar) asal Makassar Sulawesi Selatan
sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi
dari batang, kulit batang, dan akar R. apiculata sebagai inhibitor tirosinase dan
antioksidan yang diharapkan dapat memberikan alternatif yang baik dalam
industri kosmetik terutama untuk pemutih kulit.

4
 

TINJAUAN PUSTAKA
Bakau (Rhizophora apiculata BL)
Bakau (R. apiculata) merupakan salah satu pohon yang hidup di hutan
mangrove. Tanaman ini termasuk dalam famili Rhizophoraceae, Genus
Rhizophora dan spesies R. apiculata ( Duke 2006). Menurut Purnobasuki (2005),
R. apiculata dikenal dengan nama bakau minyak, memiliki beberapa nama daerah,
yaitu bako-bako, bangkita baruang, dan parai. Bagian tanaman bakau jenis ini
dapat dilihat pada Gambar 1.

a

d

b

e

c

f

Gambar 1 Bagian pohon bakau jenis Rhizophora apiculata : pohon (a), akar (b),
batang (c), daun (d), bunga (e), buah dan hipokotil (f) (Duke 2006).
Tinggi pohon bakau bisa mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai
50 cm dan memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 m, kulit
kayu berwarna abu-abu tua, ranting daun berwarna hijau tua dengan hijau muda

6
 

pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Bentuk buah membulat telur
atau berbentuk seperti buah pir terbalik, warna coklat, panjang 2,0-3,5 cm.
Hipokotil silindris, berbintil berwarna hijau jingga, leher kotilodon berwarna
merah jika sudah matang dan memiliki panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm
(Purnobasuki 2005).
Bakau jenis R. apiculata banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan,
seperti di India dan Cina sebagai anti diare, obat mual, dan muntah (Gao et al.
2008); antiviral (Premanathan et al. 1999), dan hypoglikemik (Sur et al. 2004).
Batangnya menghasilkan asam piroligneus yang memiliki sifat antioksidan yang
tinggi (Loo et al. 2008), dan kulit kayu menghasilkan tanin yang digunakan
sebagai sumber antioksidan alami (Rahim et al. 2008). Satu lagi kegunaan kayu
bakau dalam bidang industri adalah untuk bahan baku kertas, kayu bakau biasa
dicincang dengan mesin potong menghasilkan serpihan kayu yang dinamakan
wood chips (Duke 2006).

Enzim Tirosinase
Enzim tirosinase banyak ditemukan pada mamalia, buah-buahan dan juga di
dalam proses pencoklatan fungi secara enzimatik (Chang 2009). Tirosinase yang
juga dikenal sebagai polifenol pengoksidase merupakan suatu enzim yang
mengandung tembaga dan memiliki campuran fungsi oksidase yang dapat
didistribusikan secara luas dalam mikroorganisme, hewan dan tanaman.
Tirosinase atau fenol oksidase adalah enzim utama yang terlibat dalam sintesis
melanin (Likhitwitayawuid 2008).
Inhibitor

terhadap

enzim

tirosinase

untuk

mengatur

metabolisme

pigmentasi telah menarik banyak perhatian, diantaranya adalah inhibitor tirosinase
yang diperoleh dari senyawa metabolit sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Enzim
tirosinase mengkatalisis dua reaksi berbeda yang menggunakan oksigen: ohidrosilasi tirosin menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin atau DOPA (o-difenol) yang
dikenal dengan nama monofenolase dan oksidasi dari DOPA menjadi dopakuinon
(o-kuinon) yang disebut difenolase, sebelum menjadi eumelanin atau feomelanin
seperti terlihat pada Gambar 2.

7
 

Menurut Kariosentono (2008), biosintesis melanin terjadi di dalam
melanosoma, dibawah pengaruh genetik dan dapat dipengaruhi pula oleh stimulus
dari luar seperti sinar matahari. Sintesis ini dikontrol oleh sekumpulan enzim yang
disebut dengan tyrosinase-related proteins ( TRPs) yang terdapat pada membran
melanosomal (Likhitwitayawuid 2008).

Monofenolase
Difenolase

Gambar 2 Biosintesis melanin (Likhitwitayawuid 2008).

8
 

Antioksidan
Antioksidan merupakan inhibitor penting dalam tubuh yang bermanfaat
untuk mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal
dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Radikal bebas adalah
atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu
atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron
dalam mencapai kestabilan atom atau molekul.
Mekanisme kerja antioksidan secara umum menghambat oksidasi substrat
yang terjadi dalam tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal substrat, yaitu turunan substrat yang
bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom H. Radikal
substrat akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi pada tahap
propagasi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang substrat menghasilkan
hidroperoksida dan radikal substrat baru (Pinnel 2003).

Reaksi Inisiasi:
R* + H*

RH
Reaksi Propagasi:
R* + O2
ROO* + RH

ROO*
ROOH + R*

Reaksi Terminasi:
ROO* + ROO*
ROO* + R*

ROOR + O2
ROOR

Aktivitas antioksidan tidak dapat diukur secara langsung, melainkan melalui
efek antioksidan dalam mengontrol proses oksidasi. Banyak metode yang bisa
digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan dan setiap metode memiliki
mekanisme yang berbeda, sesuai dengan kandungan senyawa antioksidannya.
Untuk mengamati aktivitas antioksidan digunakan beberapa metode pengukuran
aktivitas antioksidan, yaitu seperti metode 2,2-difenil-1-pikrihidrasil (DPPH),
2,2’-azinobis (3-etilbenzotiazoline-6 sulfonic acid) (ABTS), ferric reducing

9
 

antioxidant power (FRAP), Cuprac reducing antioxidant capacity (CUPRAC)
(Krishnaiah et al. 2010). Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas
antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH dan ABTS.

Metode Penangkapan Radikal Bebas 2,2’-Difenil-1-pikrilhidrasil (DPPH)
Senyawa 1,1-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) merupakan senyawa radikal
nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat pada suatu
senyawa, misalnya senyawa fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini
berlangsung melalui transfer elektron. Larutan DPPH yang berwarna ungu
memberikan serapan maksimum pada 517 nm. Larutan DPPH ini akan
mengoksidasi senyawa dalam ekstrak tanaman. Proses ini ditandai dengan
memudarnya warna larutan dari ungu menjadi kuning.
Senyawa DPPH merupakan radikal bebas yang stabil dalam larutan berair
atau metanol dan memiliki warna ungu yang ditunjukkan oleh pita absorpsi dalam
pelarut metanol pada panjang gelombang 515-520 nm. DPPH bersifat peka
terhadap cahaya, oksigen, dan pH. Namun, bersifat stabil dalam bentuk radikal
sehingga mungkin dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan yang cukup akurat.
Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom hidrogen dari komponen ekstrak
yang dicampurkan, kemudian bereaksi menjadi bentuk tereduksinya dan ditandai
dengan berkurangnya intensitas warna ungu larutan DPPH. Senyawa antioksidan
melepas atom hidrogen menjadi radikal senyawa antioksidan. DPPH yang
merupakan radikal bebas direaksikan dengan senyawa antioksidan dan
membentuk DPPH yang nonradikal, proses reaksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Reaksi antara DPPH radikal dan antioksidan menjadi DPPH
(Moon dan Shibamoto 2009).

10
 

Metode Penangkapan Radikal Bebas Asam 2,2-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)6-sulfonat (ABTS)
Senyawa radikal bebas ABTS merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil
oksidasi kalium persulfat dengan garam diammonium ABTS. Prinsip pengujian
ini adalah senyawa antioksidan akan menangkap radikal bebas ABTS yang
ditandai dengan peristiwa hilangnya warna biru (dekolorisasi) pada pereaksi
ABTS. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai absorbansi dari serapan sampel
yang diukur.
ABTS merupakan senyawa larut air dan stabil secara kimia, akumulasi dari
ABTS dapat dihambat oleh antioksidan pada medium reaksi dengan aktivitas yang
bergantung waktu reaksi dan jumlah antioksidan. Kemampuan relatif antioksidan
untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang
gelombang maksimum 414 nm atau 734 nm (Roberta et al. 1999).  

Gambar 4 Reaksi pembentukan ABTS radikal dari ABTS dengan kalium
persulfat(Moon dan Shibamoto 2009)

11
 

Penelitian tentang senyawa Inhibitor Enzim Tirosinase dan Antioksidan
Beberapa senyawa bahan alam seperti kelompok senyawa flavonoid,
benzaldehida, turunan benzoat, lemak dan steroid rantai panjang, stilben, dan
koumarin dilaporkan dapat menghambat enzim tirosinase (Chang 2009).
Mekanisme tipe hambatan yang terjadi umumnya mengarah kepada inhibitor
kompetitif, dan non-kompetitif, beberapa senyawa dari bahan alam yang dapat
menghambat enzim tirosinase, diantaranya kuersetin (golongan flavonol),
streppogenin (golongan flavanon), dihidromorin (golongan flavanol), calycosin
(golongan isoflavon), 2,4,2’,4’-tetrahidrokalkon dan likokalkon (golongan
kalkon), kloroporin (golongan stilben) (Gambar 5).

kuersetin (flavonol)

calycosin (isoflavon)

streptogenin (flavanon)

dihidromorin (flavanol)

2,4,2’,4’-tetrahidrokalkon

Gambar 5 Senyawa dari bahan alam yang dapat menghambat enzim tirosinase
(Chang 2009)
Flavonoid mampu menghambat enzim tirosinase karena memiliki kemiripan
struktur dengan substrat L-tirosin dan L-DOPA, besarnya kekuatan inhibisi
flavonoid dipengaruhi oleh besarnya kekuatan mereduksi/derajat oksidasi dari
gugus fungsi hidroksil (OH) dan karbonil (C=O).
Penelitian tentang senyawa bahan alam yang dilaporkan memiliki aktivitas
antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH, dan ABTS sudah
banyak dilaporkan, terutama dari senyawa golongan flavonoid, alkaloid,
triterpenoid, dan tanin (Moon dan Shibamoto 2009). Beberapa kelompok senyawa

12
 

flavonoid seperti asam dihidroksi sinamik flavanol, flavon, flavonols, dan pigmen
antosianin memiliki aktivitas antioksidan dalam menghambat radikal bebas DPPH
dan ABTS (Dimitrios 2006). Beberapa contoh senyawa antioksidan golongan
fenolik yang diisolasi dari bahan alam dapat dilihat pada Gambar 6.

Apigenin

luteolin

Gambar 6 Contoh senyawa antioksidan golongan flavonoid

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai Juni 2011,
bertempat di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor dan Pusat Studi
Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian
Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah kayu bakau jenis R. apiculata yang diperoleh
dari Makassar Sulawesi Selatan terdiri dari batang, kulit batang, dan akar. Bahan
kimia, yaitu metanol, etil asetat, kloroform, dietil eter, aseton, n-heksana,
diklorometana (Merck), DMSO (dimetil sulfoksida), buffer fosfat pH 6,5, larutan
L-tirosin, L-DOPA, enzim tirosinase dari jamur (Sigma 333 unit/ml dalam buffer
fosfat),

larutan 2,2-difenil-1-pikrihidrasil (DPPH),

larutan 2,2’-azinobis (3-

etilbenzotiazoline-6 sulfonic acid) (ABTS), Troloks, dan asam askorbat (Sigma).
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer FTIR (Brucker), multiple
well plate reader, multiwell plates, oven, tanur, eksikator, neraca analitik
(Sartosius), penguap putar, kolom kromatografi, Pelat kromatografi lapis tipis
(KLT), pelat kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), vortex, glass wool,
tabung reaksi, gelas piala, pipet mohr (1 ml, 5 ml dan 10 ml), pipet volumetrik,
pipet mikro, cawan petri, cawan porselin, labu takar (5 ml dan 250 ml), dan pelat
silika gel.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dimulai dari pengambilan sampel R. apiculata di
Makassar Sulawesi Selatan, sampel kemudian diidentifikasi di Herbarium
Bogoriensis bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong Jawa Barat. Bagian tanaman lalu dipisahkan antara
bagian batang, kulit batang, dan akar. Setelah itu, tiap bagian dikeringkan dan
dibuat dalam bentuk serbuk dan dilakukan penentuan kadar air dan kadar abu.

14
 

Serbuk diekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut
non polar (n-heksana) kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut semi polar
(etil asetat), dan terakhir diekstraksi dengan pelarut polar (metanol). Semua
ekstrak yang dihasilkan diuji fitokimia, kemudian dilakukan uji aktivitas inhibitor
tirosinase dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan ABTS. Penentuan
eluen terbaik dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, ekstrak
teraktif dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel, fraksi yang diperoleh
diuji aktivitas inhibitor tirosinase dan aktivitas antioksidan sehingga diperoleh
fraksi teraktif. Lalu, dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi lapis
tipis preparatif untuk mendapatkan fraksi teraktif. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan senyawa inhibitor tirosinase lalu karakterisasi dan identifikasi
senyawa dengan menggunakan spektrofotometer infra merah (FTIR), serta uji
kualitatif fitokimia untuk menentukan golongan senyawanya. Prosedur penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.

Preparasi dan ekstraksi sampel
Preparasi sampel ekstrak R. apiculata dilakukan dengan cara mengeringkan
sampel batang, kulit batang, dan akar R. apiculata, kemudian dibuat serbuk.
Sampel kering berupa serbuk kemudian ditentukan kadar air dan kadar abu, lalu
dilakukan ekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut
non polar (n- heksana) dan ampas yang diperoleh kemudian di maserasi kembali
dengan pelarut semi polar (etil asetat) dan terakhir ampas diekstraksi dengan
pelarut polar (metanol). Semua ekstrak yang diperoleh disaring dengan
menggunakan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 300C
kemudian rendemen tiap ekstrak dihitung (Batubara et al. 2010).

Penentuan kadar air
Cawan dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu
1050C, lalu didinginkan dalam eksikator kemudian beratnya ditimbang. Sampel
ditimbang seberat 1 g dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian sampel
dimasukkan ke dalam oven selama 4 jam pada suhu 1050C, lalu didinginkan

15
 

dalam eksikator kemudian ditimbang kembali sampai diperoleh bobot yang
konstan. Proses ini dilakukan secara triplo.

Kadar air (%) : A-B x 100 %
B
dengan
A adalah bobot sampel basah (g)
B adalah bobot sampel kering (g)

Penentuan kadar abu
Cawan porselin dikeringkan pada temperatur 6000C selama 30 menit dan
didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Cawan dan isinya
dipanaskan dengan nyala Bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian cawan
dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 6000C sampai contoh
menjadi abu sama sekali (kira-kira 30 menit). Setelah didinginkan dalam eksikator
kemudian cawan ditimbang. pekerjaan dilakukan dengan cara triplo.
Kadar abu (%) : Z - X x 100 %
Y
X adalah bobot kosong cawan porselen (g)
Y adalah bobot sampel (g)
Z adalah bobot cawan dan bahan setelah diabukan (g)

Uji fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui kandungan
senyawa spesifik seperti alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, kuinon,
tannin dan fenol secara kualitatif. (Harborne 1987).
Uji Alkaloid. Ekstrak R. apiculata dengan bobot tertentu dilarutkan dengan 10
ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung
reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes
H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan
asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner,

16
 

dan dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut
putih, coklat,dan merah jingga.
Uji saponin dan flavonoid. Ekstrak R. apiculata dengan bobot tertentu,
dimasukkan ke dalam gelas kimia besar kemudian ditambahkan 100 ml air panas
dan dididihkan selama 5 menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 ml filtrat dalam tabung
reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit, adanya
saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.
Sebanyak 10 ml filtrat yang lain ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium, 2 ml
alkohol klorhidrat (campuran HCl 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang
sama) dan 20 ml amil alkohol kemudian dikocok kuat-kuat, terbentuknya warna
merah, kuning dan jingga pada lapisan amil akohol menunjukkan adanya
flavonoid.
Uji terpenoid dan steroid. Ekstrak R. apiculata dilarutkan dengan 25 ml etanol
panas (500C) kemudian disaring dalam cawan porselin dan diuapkan sampai
kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng,
lalu ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji
Lieberman-Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid
dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.
Uji Tanin. Ekstrak R. apiculata ditambah 100 ml air panas dididihkan selama 5
menit dan disaring. Lalu ke dalam sebagian filtrat ditambahkan larutan FeCl3, bila
terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Penentuan eluen terbaik pada KLT
Ekstrak pekat dari sampel ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering
langsung dielusi dalam ruang elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen
pengembang. Eluen yang digunakan adalah metanol, etil asetat, kloroform, dietileter, diklorometana, dan n-heksana, lalu dilakukan perbandingan pada eluen yang
menghasilkan spot yang banyak dan terpisah. Eluen akan diperbaiki lebih lanjut
apabila pemisahan belum baik. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 dan 366 nm.

17
 

Fraksinasi dengan kromatografi kolom
Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom untuk pemisahan ekstrak
R. apiculata teraktif dengan diameter 2 cm dan tinggi kolom 30 cm. Ekstrak
dilarutkan dalam eluen terbaik yang telah diperoleh, kemudian dipisahkan dengan
kolom kromatografi dengan elusi step gradient. Eluat ditampung setiap 5 ml
dalam tabung reaksi dan eluat yang memiliki warna yang sama kemudian
dikumpulkan dalam satu fraksi. Dan setiap fraksi yang diperoleh kemudian
dilakukan pengujian KLT. Selanjutnya fraksi teraktif diuji dengan KLT preparatif,
noda yang diperoleh kemudian dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm
(Rouessac & Rouessac 2007).

Uji aktivitas inhibitor tirosinase
Pengujian yang dilakukan pada tahap ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Batubara et al. (2010), ekstrak R. apiculata dari masing-masing
bagian tanaman dilarutkan dalam larutan DMSO hingga konsentrasi 20 mg/ml,
larutan stok ekstrak kemudian disiapkan dengan cara melarutkan ekstrak pekat ke
dalam buffer fosfat 50 mM (pH 6,5) sehingga diperoleh konsentrasi 600 μg/ml.
Setelah itu, ekstrak diuji mulai konsentrasi 7,8-2000 μg/ml dan asam kojat
sebagai kontrol positif yang juga diuji pada konsentrasi 7,8-2000 μg/ml dalam
pelat tetes 96 sumur. Sebanyak 70 μl dari masing-masing ekstrak pengenceran ini
ditambahkan dengan 30 μl enzim tirosinase (Sigma 333 unit/ml dalam buffer
fosfat), setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian
ditambahkan 110 μl substrat(2 mM L-tirosin atau 12 mM L-dopa) ke dalam tiap
lubang multi-well plate, campuran diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar.
Campuran diukur dengan menggunakan multi-well plate reader pada panjang
gelombang 492 nm, hal ini bertujuan untuk menentukan persen inhibisi dan nilai
konsentrasi hambat 50% (IC50). Persentase inhibisi dihitung dengan cara
membandingkan serapan sampel tanpa penambahan ekstrak dan sampel dengan
penambahan ekstrak. Nilai IC50 diperoleh dari persamaan kurva regresi linier
antara % inhibisi (sebagai sumbu y) dan konsentrasi ekstrak (sebagai sumbu x).
% inhibisi = A – B x 100
A

18
 

A adalah absorbansi pada 492 nm tanpa ekstrak dan B adalah absorbansi pada 492
nm dengan penambahan ekstrak.

Uji aktivitas antioksidan
Metode penangkapan radikal bebas DPPH
Metode DPPH yang digunakan pada tahap ini berdasarkan dari metode yang
telah dilakukan oleh Batubara et al. (2009), sampel dilarutkan dalam etanol
sehingga diperoleh konsentrasi akhir 1.67, 3.33, 6.67, 10.00, 13.33, 16.67, 33.33,
66.67, 100.00, 133.33, dan 166.67 µg/ml. Pada 100 µl sampel, kemudian
ditambahkan 100 µl larutan DPPH (1.18 mg DPPH dalam 10 ml etanol) pada
masing-masing lubang well plate. Setelah 30 menit absorbansi diukur pada 517
nm. Kontrol positif yang digunakan adalah asam askorbat, dan etanol sebagai
blangko. Setiap konsentrasi sampel dan kontrol positif diuji dua kali pengulangan.
Persentase inhibisi di hitung berdasarkan persamaan:

% Inhibisi = [1-(Asampel – A kontrol)/A blangko – A kontrol)] x 100%
Asampel adalah absorbansi sampel, Akontrol adalah absorbansi asam askorbat dan
Ablangko adalah absorbansi etanol.
Nilai konsentrasi hambat 50% (IC50) ditentukan dengan menggunakan
persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sampel uji
(sebagai sumbu x) dan persentase inhibisi (sebagai sumbu y).

Metode penangkapan radikal bebas ABTS
Metode ABTS yang digunakan pada tahap ini adalah berdasarkan metode
dari Rahim et al. (2008) dengan beberapa modifikasi, garam diammonium ABTS
(75 mM) dan Kalium persulfat (1,225 mM) dicampur dan didiamkan selama 12
jam, campuran dilarutkan 10 kali lipat dengan etanol 99,5% sebelum digunakan,
sampel diuji dengan konsentrasi 3.33, 6.67, 10.00, 13.33, 16.67, 33.33, 66.67,
100.00, 133.33, dan 166.67 µg/ml. Pada 50 µl sampel, kemudian ditambahkan
150 µl larutan ABTS pada masing-masing well plate. Setelah 60 menit,
absorbansi diukur pada 414 nm. Kontrol positif yang digunakan adalah asam

19
 

askorbat, setiap konsentrasi sampel dan kontrol positif diuji dua kali pengulangan,
persentase inhibisi di hitung berdasarkan persamaan:

% Inhibisi = [(A0 – A)/A0] x 100%
A0 adalah absorbansi tanpa penambahan sampel, A adalah absorbansi dengan
penambahan sampel.
Nilai konsentrasi hambat 50% (IC50) ditentukan dengan menggunakan
persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sampel uji
(sebagai sumbu x) dan persentase inhibisi (sebagai sumbu y).

Identifikasi senyawa inhibitor tirosinase.
Identifikasi

menggunakan

spektrofotometer

IR

dilakukan

dengan

menimbang sebanyak ± 0,8000 mg sampel dihaluskan bersamaan dengan 0,2004
gram KBr dalam mortar agat. Setelah dihaluskan dan bercampur, serbuk ini
dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr, sehingga diperoleh serbuk lempeng
yang transparan. Lempeng yang diperoleh dimasukkan ke dalam spektofotometer
FTIR.

20
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Sampel
Sampel diambil dari daerah Lakkang Makassar Sulawesi Selatan. Bagian
batang, kulit batang, dan akar diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Cibinong Jawa Barat. Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh bahwa tanaman
bakau yang akan digunakan sebagai sampel adalah jenis Rhizophora apiculata BL
dengan nomor spesimen 1276/IPH. 1. 02/If. 8/X/2010. Hasil identifikasi sampel
dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis kadar Air dan Abu
Penetapan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan agar
dapat diperkirakan cara penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari
pengaruh aktivitas jamur (mikroba). Analisis kadar air yang dilakukan terhadap
batang, kulit batang, dan akar R. apiculata BL diperoleh masing- masing 9.50 %,
9.33% dan 8.40%. Nilai ini menunjukkan bahwa sampel b