Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Rhizophora apiculata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara

(1)

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN

Rhizophora apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI

PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI

PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH

DWI RAMADANI RITONGA

097030034/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN

Rhizophora apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI

PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI

PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar

Magister Sains di Program Studi Biologi Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

DWI RAMADANI RITONGA

097030034/BIO

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN BAKTERI

SERASAH DAUN Rhizophora apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI CERMIN

SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Dwi Ramadani Ritonga

Nomor Induk Mahasiswa : 097030034

Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Yunasfi, MS) (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 06 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Yunasfi, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed 3. Dr. Suci Rahayu, M.Si


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Rhizophora apiculata

YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah

dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Januari 2012

Dwi Ramadani Ritonga NIM. 097030034


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dwi Ramadani Ritonga NIM : 097030034

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalti Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Rhizophora apiculata

YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas terhadap keanekaragaman bakteri, laju dekomposisi serasah dan kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi. Penelitian dilakukan di kawasan hutan mangrove Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara. Serasah dikumpulkan menggunakan kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon dengan mesh 2 mm. Serasah daun dikumpulkan selama 2 minggu. Kantong serasah diisi 50 gram daun kering dan diletakkan di lantai hutan mangrove pada 4 lokasi yang memiliki tingkat salinitas yang berbeda, pengamatan dilakukan tiap 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 18 jenis bakteri yang berhasil diisolasi dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi yaitu Bacillus (5 jenis), Flavobacterium (1 jenis),

Alcaligenes (1 jenis), Sporosarcina (2 jenis), Staphylococcus (1 jenis),

Micrococcus (2 jenis), Kurthia (1 jenis), Escherichia coli (1 jenis), Pseudomonas

(1 jenis), Planococcus (2 jenis), Mycobacterium (1 jenis). Jumlah bakteri yang paling banyak ditemukan pada tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu 82,69 X 107 CFU/ml, sementara jumlah bakteri paling sedikit ditemukan pada tingkat salinitas >30 ppt yaitu 57,03 X 107 CFU/ml. Bakteri yang paling sering ditemukan selama proses dekomposisi adalah Bacillus sp. 1. Indeks keanekaragaman jenis bakteri pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah 2,41, 10-20 ppt adalah 2,58, 20-30 ppt adalah 2,20, >30 ppt adalah 2,06. Frekuensi kolonisasi spesies bakteri antara 12,5 % sampai 100%. Tingkat salinitas berpengaruh terhadap laju dekomposisi pada serasah daun R. apiculata mulai dari 15 sampai 120 hari. Laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah, 0,60, 10-20 ppt adalah 0,50, 20-30 ppt adalah 0,44, >30 ppt adalah 0,45. Tingkat salinitas berpengaruh terhadap kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi. Kandungan unsur hara C tertinggi terdapat pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, sedangkan kandungan unsur hara C terendah terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt. Kandungan unsur hara N tertinggi pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt, sedangkan kandungan unsur hara N terendah terdapat pada tingkat salinitas 10-20 ppt. Kandungan unsur hara P tertinggi terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt sedangkan kandungan unsur hara P terendah terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt.

Kata kunci: Rhizophora apiculata, bakteri, dekomposisi, keanekaragaman, mangrove, Salinitas


(8)

ABSTRACT

The aims of this study were investigated the effect of salinity level on the diversity of bacteria and remaining in the C, N and P during the process of composition of the R. apiculata leaf litter. The research has been conducted at the mangrove forest of Kota Pari Cermin Beach North Sumatera. The leaf litter were collected using litter traps made of nylon mesh 2 mm pore. The leaf was collected for two weeks period. Litter bag was filled with 50 g leaf litter and put on the

forest’s floor in four different salinity level, the litter bag was observed each 15

days of decomposition. The results of our investigation indicated that tottaly 18 species of bacteria were isolated from R. apiculata leaf litter undergoing the decomposition, including Bacillus (5 species), Flavobacterium (1 species),

Alcaligenes (1 species), Sporosarcina (2 species), Staphylococcus (1 species),

Micrococcus (2 species), Kurthia (1 species), Escherichia coli (1 species),

Pseudomonas (1 species), Planococcus (2 species), Mycobacterium (1 species). The highest amounts of bacteria at 10-20 ppt were 82,69 X 107 CFU/ml, whereas the lowest of bacteria at >30 ppt were 57,03 X 107 CFU/ml. Bacillus sp. 1 was dominant species during decomposition period. The species diversity indices in the leaf litter decomposition at 0-10 ppt were 2,41, at 10-20 ppt were 2,58, at 20-30 ppt were 2,20, at >20-30 ppt were 2,06. The frequency of the bacteria species colonization during the decomposition process ranged from 12,5 to 100%. The salinity level were influenced rate of decomposition R. apiculata in the leaf litter. The Salinity level on rate of decomposition leaf litter R. apiculata at 0-10 ppt were 0,60, at 10-20 ppt 0,50 ppt, at 20-30 ppt were 0,44, at >30 ppt were 0,45. The salinity level were influenced to C, N and P remaining in the leaf litter a long decomposition period. Sampel were analyzed for change in total C, N and P during decomposition period. The highest content of C was found in the leaf litter decomposed at 0-10 ppt, while the lowest content of C was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt. The highest content of N was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt, whereas the lowest content of N was found in the leaf litter decomposed at 10-20 ppt. The highest content of P was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt, whereas the lowest content of P was found in the leaf litter at 0-10 ppt.

Keywords: Rhizophora apiculata, Bacteria, Decomposition, Diversity, Leaf Litter, Mangrove, Salinity


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan

tesis yang berjudul: “Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Rhizophora apiculata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di

Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara”. Dengan selesainya penelitian dan

penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Yunasfi, MS, dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, atas segala bimbingan dan arahannya dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Dr. Suci Rahayu, M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan selama mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Drs. Bahrum Harahap, MM selaku Bupati Kabupaten Padang Lawas Utara

yang telah memberikan rekomendasi perizinan.

5. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas Utara yang telah memberikan rekomendasi perizinan.

6. Kepala Sekolah dan guru-guru SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara yang telah memberikan dorongan, motivasi dan rekomendasi perizinan untuk studi.

7. Kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Staff dan Asisten yang telah membantu selama penelitian.

8. Kepala Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor yang membantu dalam menganalisis serasah selama penelitian.


(10)

9. Bapak Drs. Hailullah Harahap, MM dan keluarga yang telah memberikan kesempatan dan dukungan selama studi.

10. Ayahanda Drs. Syamsunur Ritonga dan Ibunda Tukmaida Harahap, S.Ag yang telah tulus memberikan kasih sayang, motivasi, doa, nasehat kepada penulis.

11. Kakanda Eka Frisdayanti Ritonga, S.Pd dan Feriliwan, SP, M.Si, adinda Ahmad Yusuf Ritonga, ST dan Yunita Salmah Ritonga, S.Si yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

12. Ibu Dra. Awaltian Ramadhanita, M.Si yang telah bekerja sama selama kuliah dan penelitian serta kepada semua teman-teman biologi 2009 penulis ucapkan terimakasih atas kebersamaan yang telah terjalin.

13. Akhirnya kepada semua yang terlibat yang namanya tidak tersebutkan, penulis ucapkan terimakasih.

Penulis berharap semoga pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2012 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 04 Juni 1984 dari Pasangan Bapak Drs. Syamsunur Ritonga dan Ibu Tukmaida Harahap S. Ag. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 200117 Padangsidimpuan. Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan di MTSs Perguruan Rakyat Padangsidimpuan. Pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di SMA YPI Nurul Ilmi Padangsidimpuan. Pada Tahun 2008 menyelesaikan pendidikan FKIP Universitas Riau, Jurusan Pendidikan Biologi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi. Pada tahun 2008 penulis mengajar di SMPN 3 Satu Atap Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara. Pada tahun 2009 sampai sekarang mengajar di SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Biologi. Sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains,

penulis menyusun tesis dengan Judul “Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun

Rhizophora apiculata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat

Salinitas Di Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara”, di bawah bimbingan Dr.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL….………... viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 3

1.3. Kerangka Pemikiran……… 4

1.4. Tujuan Penelitian………. 5

1.5. Hipotesis Penelitian………. 5

1.6. Manfaat Penelitian………... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………... 7

2.1. Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove………….. 7

2.2. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove………. 9

2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove……….. 11

2.4. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Mangrove………. 12

2.5. Salinitas……….. 13

BAB III. METODE PENELITIAN……… 15

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 15

3.2. Bahan dan Alat……… 15

3.3. Variabel yang akan Diamati……… 16

3.4. Pengumpulan Data Bakteri……….. 16

3.5. Pengumpulan Serasah Daun R. apiculata………. 16

3.6. Penempatan Serasah Daun R. apiculata di Lokasi Penelitian………. 17

3.7. Isolasi Bakteri Serasah Daun R. apiculata………. 20

3.8. Identifikasi Bakteri……….. 21

3.9. Penentuan Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri…… 21

3.10 Rancangan Percobaan……….. 22


(13)

3.12 Penentuan Laju Dekomposisi Daun Serasah R.

apiculata……….. 22

3.13 Penentuan Kandungan Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata……….. 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 25

4.1. Jenis-jenis bakteri yang Terdapat pada serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi 25 4.2. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas……….. 25

4.3. Perbandingan Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri pada Berbagai Tingkat Salinitas……….. 36

4.4. Frekuensi Kolonisasi Tiap Jenis Bakteri………. 37

4.5. Penentuan Laju Dekomposisi Serasah Daun R. apiculatapada Berbagai Tingkat Salinitas………. 38

4.6 Kandungan Unsur C, N dan P Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas………... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 50

5.1. Kesimpulan……….. 50

5.2. Saran……… 40

DAFTAR KEPUSTAKAAN 51


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

4.1 Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107CFU/ml yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi

25

4.2 Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107(CFU/ml) Tiap Jenis Bakteri Tiap 15 Hari dan Frekuensi Kolonisasi pada Serasah Daun R. apiculata yang telah mengalami Proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari di Lingkungan dengan Salinitas 0 – 10 ppt.

27

4.3 Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari di lingkungan dengan salinitas 10-20 ppt.

29

4.4 Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari di lingkungan dengan salinitas 20-30 ppt.

30

4.5 Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari di lingkungan dengan salinitas >30 ppt.

31

4.6 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi dan yang Mengalami Proses Dekomposisi.

36

4.7 Kandungan Rata-rata Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas.


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 4 3.1 Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Terbuat dari

Kain Kasa Nilon

17

3.2 Lokasi Plot untuk Penempatan Kantong Serasah 18

3.3 Peta Lokasi Penelitian 18

3.4 Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan 19 3.5 Cara Pengenceran Serasah Daun R. apiculata untuk

Isolasi Bakteri pada Media Biakan dalam Cawan Petri 20 4.1. Perbandingan antara Jumlah Jenis Bakteri pada

Berbagai Tingkat Salinitas 33

4.2 Perbandingan antara Jumlah Populasi Jenis Bakteri pada

Berbagai Tingkat Salinitas 35

4.3 Perbandingan Bobot Kering Serasah Daun R. apiculata

pada Berbagai Tingkat Salinitas 39 4.4 Rata-rata Laju Dekomposisi Serasah Daun R. apiculata

selama 120 hari pada berbagai tingkat salinitas 40 4.5 Bentuk Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami

Dekomposisi Selama 15–120 Hari pada Tingkat Salinitas 10-20 ppt dengan: (A). Kontrol; (B). 15 Hari; (C). 30 Hari; (D). 45 Hari; (E). 60 Hari; (F). 75 Hari;

(G). 90 Hari; (H). 105 Hari; (I). 120 Hari 41 4.6 Kandungan Unsur Hara C Rata-rata Serasah Daun R.

apiculata yang telah Mengalami Proses Dekomposisi

Pada Berbagai Tingkat Salinitas 45 4.7 Kandungan Unsur Hara C, N dan P Rata-rata serasah

daun R. apiculata dengan Berbagai Lama Masa


(16)

5.0 Bentuk-bentuk Koloni Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi: A. Bacillus sp. 1, B. Micrococcus

sp.1, dan C. Bacillus sp. 4 L-2 6.0 Bentuk-bentuk Koloni Bakteri pada Serasah Daun R.

apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas: A. Flavobacterium sp, B.

Bacillus sp. 2, C. Sporosarcina sp. 1, D. Staphylococcus sp, E. Kurthia sp, F. Escherichia coli, G. Bacillus sp. 3, H. Pseudomonas sp, I. Planococcus sp. 1, J.

Sporosarcina sp. 2, K. Micrococcus sp. 2, L.

Planococcus sp. 2, M. Bacillus sp. 5, N. Mycobacterium

sp, O. Alcaligenes sp. L-3

7.0 Hasil uji fisiologi berbagai jenis bakteri yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum dan sudah mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai

tingkat salinitas: A. Uji SA, B. Uji SCA, C. Uji TSIA. L-8 8.0 Hasil uji fisiologi berbagai jenis bakteri yang terdapat

pada serasah daun R. apiculata yang belum dan sudah mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas: A. Uji Katalase, B. Uji Motilitas, C.

Bakteri Gram Positif, D, E dan F. Bakteri Gram negatif. L-9 9.0 Isolat bakteri serasah daun R. apiculata yang belum dan

sudah mengalami proses dekomposisi pada berbagai

tingkat salinitas dalam Tabung Reaksi L-28 10.0 Isolat bakteri serasah daun R. apiculata yang belum dan

sudah mengalami proses dekomposisi pada berbagai

tingkat salinitas dalam Cawan Petri. L-30 11.0 Petak-petak penempatan kantong berisi serasah daun R.

apiculata: dengan tingkat salinitas 0-10 ppt (A), 10-20


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A. Jumlah koloni x 107 (CFU/ml) berbagai jenis bakteri tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang

belum mengalami proses dekomposisi (kontrol) L-1 B. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri yang Terdapat pada

Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami

Proses Dekomposisi L-2

C. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada

Berbagai Tingkat Salinitas L-3 D. Ciri-ciri Morfologi dan fisiologi bakteri yang terdapat

pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses

dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas L-4

E. Hasil uji fisiologi L-8

F. Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120

hari di lingkungan dengan salinitas 0-10 ppt. L-10 G. Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri

tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120

hari di lingkungan dengan salinitas 10-20 ppt. L-11 H. Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri

tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120

hari di lingkungan dengan salinitas 20-30 ppt. L-12 I. Jumlah koloni x 107(CFU/ml) berbagai jenis bakteri

tiap ulangan pada serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120


(18)

J. Nilai Absolut unsur hara C (%) serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15 hari sampai 120 hari di lingkungan dengan

berbagai tingkat salinitas. L-14 K. Nilai Absolut unsur hara N (%) serasah daun R.

apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15 hari sampai 120 hari di lingkungan dengan

berbagai tingkat salinitas. L-15 L. Nilai Absolut unsur hara P (%) serasah daun R.

apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15 hari sampai 120 hari di lingkungan dengan

berbagai tingkat salinitas. L-16

M. Analisis Statistik L-17

N. Matriks hubungan pengaruh berbagai tingkat salinitas terhadap jumlah koloni rata-rata (CFU/ml) berbagai jenis bakteripada serasah daun R. apiculata yang belum dan telah mengalami proses dekomposisi

selama 120 hari L-24

O. Rangkuman ciri-ciri morfologi berbagai jenis bakteri pada media NA yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum dan telah mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat

salinitas. L-25

P. Rangkuman ciri-ciri fisiologi berbagai jenis bakteri pada media NA yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum dan telah mengalami dekomposisi di lingkungan dengan berbagai tingkat

salinitas. L-26

Q Persentase bobot kering serasah daun R. apiculata tiap ulangan pada berbagai tingkat salinitas dan lama masa

dekomposisi L-27

R. Isolat bakteri serasah daun R. apiculata yang belum dan sudah mengalami proses dekomposisi pada

berbagai tingkat salinitas. L-28 S. Perhitungan Laju Dekomposisi Metode Olson (Olson,

1963) L-31

T. Petak-petak penempatan kantong berisi serasah daun


(19)

U. Prosedur Uji Fisiologi Bakteri L-35

V. Data Indeks Keanekaragaman jenis Bakteri pada


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas terhadap keanekaragaman bakteri, laju dekomposisi serasah dan kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi. Penelitian dilakukan di kawasan hutan mangrove Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara. Serasah dikumpulkan menggunakan kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon dengan mesh 2 mm. Serasah daun dikumpulkan selama 2 minggu. Kantong serasah diisi 50 gram daun kering dan diletakkan di lantai hutan mangrove pada 4 lokasi yang memiliki tingkat salinitas yang berbeda, pengamatan dilakukan tiap 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 18 jenis bakteri yang berhasil diisolasi dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi yaitu Bacillus (5 jenis), Flavobacterium (1 jenis),

Alcaligenes (1 jenis), Sporosarcina (2 jenis), Staphylococcus (1 jenis),

Micrococcus (2 jenis), Kurthia (1 jenis), Escherichia coli (1 jenis), Pseudomonas

(1 jenis), Planococcus (2 jenis), Mycobacterium (1 jenis). Jumlah bakteri yang paling banyak ditemukan pada tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu 82,69 X 107 CFU/ml, sementara jumlah bakteri paling sedikit ditemukan pada tingkat salinitas >30 ppt yaitu 57,03 X 107 CFU/ml. Bakteri yang paling sering ditemukan selama proses dekomposisi adalah Bacillus sp. 1. Indeks keanekaragaman jenis bakteri pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah 2,41, 10-20 ppt adalah 2,58, 20-30 ppt adalah 2,20, >30 ppt adalah 2,06. Frekuensi kolonisasi spesies bakteri antara 12,5 % sampai 100%. Tingkat salinitas berpengaruh terhadap laju dekomposisi pada serasah daun R. apiculata mulai dari 15 sampai 120 hari. Laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah, 0,60, 10-20 ppt adalah 0,50, 20-30 ppt adalah 0,44, >30 ppt adalah 0,45. Tingkat salinitas berpengaruh terhadap kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi. Kandungan unsur hara C tertinggi terdapat pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, sedangkan kandungan unsur hara C terendah terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt. Kandungan unsur hara N tertinggi pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt, sedangkan kandungan unsur hara N terendah terdapat pada tingkat salinitas 10-20 ppt. Kandungan unsur hara P tertinggi terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt sedangkan kandungan unsur hara P terendah terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt.

Kata kunci: Rhizophora apiculata, bakteri, dekomposisi, keanekaragaman, mangrove, Salinitas


(21)

ABSTRACT

The aims of this study were investigated the effect of salinity level on the diversity of bacteria and remaining in the C, N and P during the process of composition of the R. apiculata leaf litter. The research has been conducted at the mangrove forest of Kota Pari Cermin Beach North Sumatera. The leaf litter were collected using litter traps made of nylon mesh 2 mm pore. The leaf was collected for two weeks period. Litter bag was filled with 50 g leaf litter and put on the

forest’s floor in four different salinity level, the litter bag was observed each 15

days of decomposition. The results of our investigation indicated that tottaly 18 species of bacteria were isolated from R. apiculata leaf litter undergoing the decomposition, including Bacillus (5 species), Flavobacterium (1 species),

Alcaligenes (1 species), Sporosarcina (2 species), Staphylococcus (1 species),

Micrococcus (2 species), Kurthia (1 species), Escherichia coli (1 species),

Pseudomonas (1 species), Planococcus (2 species), Mycobacterium (1 species). The highest amounts of bacteria at 10-20 ppt were 82,69 X 107 CFU/ml, whereas the lowest of bacteria at >30 ppt were 57,03 X 107 CFU/ml. Bacillus sp. 1 was dominant species during decomposition period. The species diversity indices in the leaf litter decomposition at 0-10 ppt were 2,41, at 10-20 ppt were 2,58, at 20-30 ppt were 2,20, at >20-30 ppt were 2,06. The frequency of the bacteria species colonization during the decomposition process ranged from 12,5 to 100%. The salinity level were influenced rate of decomposition R. apiculata in the leaf litter. The Salinity level on rate of decomposition leaf litter R. apiculata at 0-10 ppt were 0,60, at 10-20 ppt 0,50 ppt, at 20-30 ppt were 0,44, at >30 ppt were 0,45. The salinity level were influenced to C, N and P remaining in the leaf litter a long decomposition period. Sampel were analyzed for change in total C, N and P during decomposition period. The highest content of C was found in the leaf litter decomposed at 0-10 ppt, while the lowest content of C was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt. The highest content of N was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt, whereas the lowest content of N was found in the leaf litter decomposed at 10-20 ppt. The highest content of P was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt, whereas the lowest content of P was found in the leaf litter at 0-10 ppt.

Keywords: Rhizophora apiculata, Bacteria, Decomposition, Diversity, Leaf Litter, Mangrove, Salinity


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mangrove dan perairan di sekitarnya merupakan suatu ekosistem yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh proses kehidupan biota (flora dan fauna) yang saling berkaitan baik yang terdapat di darat maupun di laut (Odum, 1996). Arief (2003) menyatakan bahwa hutan mangrove disebut juga sebagai interface ecosystem karena menghubungkan daratan dengan daerah pesisir. Hutan mangrove sebagai sumber daya alam, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Secara ekologis mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan laut.

Secara umum diketahui bahwa hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi dan banyak mendukung ekosistem di luarnya. Dua hal penting yang saling berkaitan adalah siklus unsur hara di dalam hutan dan produktivitas hutan. Siklus unsur hara mencakup impor dan ekspor bahan-bahan organik yang masih ada atau keluar dari ekosistem yang dipacu oleh kondisi fisik dan biologi (Indiarto

et al., 1990). Sumbangan terpenting hutan mangrove terhadap ekosistem pesisir berasal dari serasah daun yang gugur dan berjatuhan ke dalam air. Serasah daun mangrove merupakan sumber bahan organik yang penting dalam rantai makanan di kawasan pesisir yang dapat mencapai 7 sampai 8 ton/ha (Nontji, 1993).

Ekosistem mangrove memiliki fenomena yang khas, yakni terdapatnya serasah daun yang dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri dan fungi. Daun–daun mangrove berperan sebagai produsen, sedangkan kelompok hewan sebagai konsumen dan bakteri sebagai dekomposer (Collier et al., 1973). Bahan organik hasil dekomposisi merupakan zat penting bagi kelangsungan produktivitas perairan, terutama dalam rantai makanan (Mac Nae, 1978). Menurut


(23)

Yunasfi (2006) untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat pada hutan mangrove, serasah tersebut perlu diuraikan terlebih dahulu menjadi sederhana yang menjadi sumber makanan bagi organisme tersebut. Faktor-faktor yang berperan dalam pelapukan serasah adalah iklim, lingkungan tempat tumbuh, dan organisme. Faktor iklim adalah curah hujan, kelembaban, angin, cahaya matahari, suhu udara dan lain-lain. Faktor lingkungan yang berperan adalah suhu air, pH tanah, dan salinitas. Adapun organisme yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri atas organisme yang cukup besar seperti kepiting, dan mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan lain-lain. Dalam proses kerjanya semua faktor tersebut saling berinteraksi sehingga proses dekomposisi serasah dapat berlangsung.

Pada hutan mangrove terdapat asosiasi jenis hewan dan jasad renik baik yang terdapat di lantai hutan maupun yang menempel pada tanaman. Hutan mangrove merupakan tempat berkembang komunitas bakteri. Bakteri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove. Keberadaan dan keanekaragaman bakteri dalam ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi, nutrisi dan lokasi (Hrenovic et al., 2003). Beberapa bakteri fotosintesis memainkan peranan dalam ekosistem mangrove melalui proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, metanogenesis, produksi enzim dan penghasil antibiotik (Lyla dan Ajmal, 2006). Bakteri juga diketahui berperan penting dalam penguraian serasah mangrove. Sebagian besar peran bakteri dalam proses dekomposisi serasah secara langsung sebagai pengurai bahan-bahan organik yang terakumulasi sebagai hasil dekomposisi serasah. Dalam peran tidak langsung ini bakteri dikenal sebagai agens mikolitik (mycolytic agent) (Gyllenberg dan Eklund, 1974).

Aktivitas bakteri pada bahan organik adalah memineralisasi dan juga memisahkan karbon organik menjadi bentuk biomassa bakteri (Boulton dan Boon, 1991). Aktivitas bakteri dalam siklus unsur hara pada sedimen adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Aktivitas bakteri tersebut tergantung pada ketersediaan karbon-karbon yang dioksidasi (Pollard dan Kogure, 1993). Daur bahan organik di laut sama dengan daur organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon bersama-sama dengan unsur lainnya seperti fosfor (P) dan nitrogen


(24)

(N) melalui proses fotosintesis menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya menghasilkan zat organik, jika mati dan membusuk dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur bahan organik (Romimohtarto dan Juwana, 2001)

Bakteri pengurai serasah daun mangrove sebagai agen utama dalam dekomposisi (Sunarto, 2003) keberadaannya belum begitu banyak diteliti. Pemahaman yang baik dari keberadaan bakteri pengurai merupakan suatu hal yang bersifat eksplorasi untuk menemukan fungsi dan manfaatnya, sehingga dapat dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan perairan pantai yang terdapat di sekitar kawasan hutan mangrove. Hutan mangrove Kota Pari Pantai Cermin merupakan kawasan yang banyak didominasi jenis vegetasi Rhizophora apiculata

dan belum banyak dilakukan penelitian pada daerah tersebut. Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian untuk mengetahui keanekaragaman bakteri yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami dekomposisi berbagai tingkat salinitas.

1.1. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian tentang keanekaragaman bakteri serasah daun dibatasi pada R. apiculata didasarkan pertimbangan bahwa serasah daun R. apiculata merupakan serasah yang paling banyak ditemukan di Kota Pari Pantai Cermin bila dibanding dengan serasah lainnya. Serasah yang digunakan dalam penelitian adalah daun R. apiculata yang jatuh pada permukaan tanah dan tidak terikat lagi pada tumbuhan hidup.

Keberadaan bakteri dalam ekosistem mangrove sangat penting. Populasi bakteri dapat menjadi ukuran yang menentukan dalam mengetahui proses dekomposisi pada suatu ekosistem (Tarumingkeng, 1994). Keberadaan bakteri serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama salinitas (Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:


(25)

1. Apakah keanekaragaman bakteri pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi dipengaruhi oleh tingkat salinitas?

2. Apakah laju dekomposisi serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi dipengaruhi oleh tingkat salinitas?

3. Apakah kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun R. apiculata

yang mengalami proses dekomposisi dipengaruhi oleh tingkat salinitas?

1.3. Kerangka Pemikiran

Pada ekosistem mangrove terdapat jenis-jenis pohon mangrove, seperti R. apiculata. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Hutan Mangrove

Serasah daun

Dekomposisi serasah daun

Keanekaragaman

Bakteri

- Intensitas Cahaya

- Kelembaban

- Letak Topografi

- Vegetasi

- Musim iklim

- Salinitas

- pH

- Nutrisi

- Oksigen

- Suhu

Kondisi lingkungan

Ketersediaan

Bahan organik

Ketersediaan unsur hara

Produktivitas Biologi Perairan Ekosistem Mangrove


(26)

Jenis pohon ini banyak menghasilkan serasah terutama yang berasal dari daun. Serasah merupakan sumber utama detritus yang terdapat pada ekosistem mangrove yang mempunyai peran penting memelihara kelangsungan siklus ekosistem tersebut. Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam proses dekomposisi. Hasil dekomposisi serasah adalah bahan organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan produktivitas perairan terutama peristiwa rantai makanan.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui keanekaragaman bakteri pada serasah daun R. apiculata

yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

2. Untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun R. apiculata pada berbagai tingkat salinitas.

3. Untuk mengetahui kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

1.5. Hipotesis Penelitian

1. Serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas >30 ppt memiliki keanekaragaman bakteri paling rendah bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt.

2. Serasah daun R. apiculata yang di tempatkan pada tingkat salinitas 0-10 ppt lebih cepat terdekomposisi bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 10-20 ppt, 20-30 ppt dan >30 ppt.

3. Serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas >30 ppt memiliki kandungan unsur hara C, N dan P paling rendah bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt.


(27)

1.6. Manfaat penelitian

1. Mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang dapat mempercepat terjadinya proses dekomposisi serasah daun mangrove sesuai dengan kawasan mangrove dan tingkat salinitas yang ada.

2. Dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk mempelajari siklus unsur hara pada ekosistem mangrove.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi antara mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Menurut Mac Nae (1978), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan air laut. Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada pasang dan bebas genangan pada waktu surut. Snedaker (1978) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang hidup di muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqie dan Indrawan, 1993).

Menurut Kusmana et al., (2005) hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang-surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam. Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove. Hutan mangrove juga dikenal dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschendan hutan payau.

Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Haroen, 2002).


(29)

Menurut Hutching dan Saenger (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mangrove adalah (1) suhu udara; (2) media lumpur; (3) air garam; (4) kisaran pasang surut; (6) arus laut dan (7) pantai yang dangkal. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil (Noor et al., 1999).

Flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Chapman, 1976) yaitu (1) Flora mangrove inti, merupakan flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, yakni Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone; (2) Flora mangrove peripheral (pinggiran), merupakan flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan, yakni Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain.

Secara ekologis susunan sebaran jenis pohon di hutan mangrove mulai dari laut ke arah daratan berturut-turut adalah jenis-jenis Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera dan Xylocarpus dengan batas sebar yang tidak jelas. Pada umumnya hutan mangrove didominasi oleh jenis-jenis

Rhizophora, Bruguiera dan Ceriops yang kayunya mempunyai nilai ekonomi tinggi. Frekuensi genangan air laut sangat menentukan ragam jenis vegetasi yang dapat tumbuh dan pada umumnya jenis-jenis bakau (Rhizophora spp) tumbuh terbanyak (Perum Perhutani, 1994).

Ekosistem mangrove mempunyai peran yang penting dalam mendukung kehidupan organisme yang terdapat pada ekosistem tersebut. Adapun fungsi hutan mangrove menurut Arief (2003) dapat dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain (wanawisata) seperti dibawah ini. Fungsi fisik: (a) Menjaga garis pantai agar tetap stabil; (b) melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat; (c) Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru; (d) Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar; (e) Mencegah terjadinya erosi pantai.


(30)

Fungsi kimia: (a) Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen; (b) Sebagai penyerap karbondioksida; (c) Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Fungsi biologi: (a) Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan detritus, yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar; (b) Sebagai kawasan pemijah bagi udang, ikan, kepiting, dan kerang yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai; (c) Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain; (d) Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetik. Fungsi ekonomi: (a) Penghasil kayu; (b) Penghasil bahan baku industri; (c) Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung. Fungsi lain (Wanawisata): (a) Sebagai kawasan wisata alam pantai; (b) Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.

Naamin dan Hardjamulia (1991), menyatakan bahwa besarnya peran ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat diamati dari keanekaragaman jenis organisme, baik yang hidup di perairan, di atas lahan, maupun ditajuk-tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem ini. Bagian tanaman mangrove, termasuk batang, akar dan daun yang berjatuhan memberikan habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara larva, tempat bertelur dan sumber pakan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang dan ikan bandeng (Sikong, 1978).

2.2. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove

Bakteri berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Mikroorganisme membutuhkan molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Adanya aktivitas bakteri menyebabkan tingginya produktivitas ekosistem mangrove (Lyla dan Ajmal, 2006).


(31)

Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Hampir semua bakteri laut bersifat Gram negatif dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan bakteri non laut. Bakteri Gram positif hanya 10% dari total populasi bakteri laut dan proporsi terbesar terdiri atas bakteri Gram negatif berbentuk batang, yang umumnya aktivitas gerakan dilakukan dengan bantuan flagel. Bakteri bentuk kokus umumnya lebih sedikit dibanding bentuk batang. Keberadaan bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan pada sedimen (Kathiresan dan Bingham, 2001). Dalam proses dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim proteolitik, selulolitik dan kitinolitik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses dekomposisi protein adalah Pseudomonas, sedangkan kelompok bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa adalah bakteri Cytophaga, Sporacytophaga, kelompok bakteri yang mendekomposisi kitin meliputi Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri memainkan peran penting dalam penguraian mangrove, juga diketahui bahwa sedimen mangrove merupakan bahan penting dalam proses aliran karbon pada hutan mangrove. Pada bagian atas sedimen mangrove dengan ketebalan 2 cm ditemukan 3,6 x 1011 sel bakteri/gram bobot kering sedimen (Hogarth, 1999). Menurut Adel (2001) jumlah bakteri aminolitik yang ditemukan pada serasah mangrove sebanyak 1,46 x 106 CFU/g. Komunitas bakteri mangrove di ekosistem mangrove India, menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang hidup bebas berkisar antara 8,1 x 106 sampai 10,9 x 106 dan yang berpigmen berkisar antara 0,18 x 106 sampai 1,95 x 106 CFU/g. Penelitian yang dilakukan oleh

D’Costa et al, (2004) pada komunitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Beijerinckia, Erwinia, Microbacterium, Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xanthomonas. Menurut Kolm et al, (2002) Escherichia coli ditemukan di perairan estuaria teluk Paranagua dan Antonina Brazil pada tingkat salinitas 1 ppt sampai 33 ppt sedangkan menurut Terrones et al, (2005) Escherichia coli ditemukan di estuaria Yalku Mexico pada tingkat salinitas 15 ppt sampai 35 ppt. Kerapatan populasi


(32)

bakteri yang terdapat pada serasah daun yang mengalami dekomposisi pada umur enam hari dapat mencapai 6 x 108 sel/cm2/jam (Benner et al., 1988). Bakteri laut umumnya lebih kecil dibanding bakteri non-laut, dan proporsi terbesar terdiri atas bakteri gram negatif bentuk batang, serta pada umumnya aktivitas pergerakan dilakukan dengan bantuan flagella. Bakteri berbentuk bola (cocci) umumnya lebih sedikit dibanding bakteri yang berbentuk batang. Kebanyakan bakteri laut terikat, atau bergabung sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat (solid) karena adanya bahan berlendir sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri bisa membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri bisa hidup pada alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987). Daya tahan hidup dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh kelembaban, suhu dan cahaya matahari dan jumlah bakteri berubah dari satu musim ke musim berikutnya (Bell, 1974).

2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove

Dekomposisi merupakan kegiatan atau proses penguraian dan pemisahan bahan-bahan organik menjadi bagian yang hancur (Satchell, 1974). Menurut Nybakken (1993) Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Dekomposisi adalah proses penghancuran bahan organik dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih kecil melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980). Sejalan dengan itu Smith (1980) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik. Serasah adalah bagian vegetatif dan generatif yang terlepas dari tanaman yang bisa disebabkan oleh senescense atau stress, oleh faktor mekanisme seperti angin, kombinasi kedua faktor ini atau mati (Brown, 1984). Menurut Arief (2003), Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan, terutama dalam peristiwa


(33)

rantai makanan. Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu (1) lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah; (2) bahan -bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006). Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah yaitu:

1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air. 2. Penghawaan (wathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh

faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air. 3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh

makhluk hidup yang melakukan dekomposisi.

Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses dekomposisi (Mason, 1977). Menurut Saraswati dan Sumarno (2008), Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mendekomposisi jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile peroksidase. Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik (Saunder, 1980).

2.4. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Mangrove

Dekomposisi bahan organik yang tersedia di kawasan hutan mangrove berasal dari bagian-bagian pohon, terutama yang berupa daun. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa daun R. apiculata mengandung unsur hara karbon 50,83%, nitrogen 0,83%, fosfor 0,025%, kalium 0,35%, kalsium 0,75% dan 0,80% (Arief, 2003). Tanah hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik, rendahnya kandungan unsur hara, memiliki konsentrasi logam berat yang tinggi dan salinitasnya lebih tinggi dibanding dengan tanah terestrial. Serasah daun yang banyak kandungan nitrogen dan fosfor mengalami


(34)

pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur hara, terutama pada keadaan aerobik (Ito dan Nakagiri, 1997). Faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam penguraian bahan organik tumbuhan adalah jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya terbentuk sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur karbon dan unsur nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N (Thaiutsa dan Granger, 1979). Meningkatnya keanekaragaman bakteri mempengaruhi laju proses dekomposisi dan pola pelepasan unsur hara. Selama proses dekomposisi, kehilangan masa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio C/N pada substrat (Handayani et al., 1999). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan substrat terdekomposisi. Menurut Bross et al, (1995) rasio lignin/N merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi laju kehilangan masa. Selain itu, lignin juga turut berpengaruh terhadap proses degradasi secara enzimatis pada karbohidrat dan protein (Mellilo

et al., 1982).

2.5. Salinitas

Salinitas merupakan kandungan garam dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram dalam satu kilogram air laut. Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove. Menurut Polunin (1986), Ada beberapa macam respons mikroorganisme terhadap salinitas, yaitu:

1. Mikroorganisme tidak mampu bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi, umumnya mikroorganisme yang berasal dari air tawar. 2. Mikroorganisme mungkin toleran pada salinitas tertentu tetapi akan

tumbuh lebih baik pada salinitas rendah.

3. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kondisi dengan salinitas dengan adanya ion natrium.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Salinitas


(35)

permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 2007). Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Menurut Chester (1989) kandungan air laut terbanyak adalah NaCl dengan ion Cl- terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam. Komposisi ion-ion garam dalam air laut yang salinitasnya 35 ppt adalah Cl -(19,354 ppt), SO42- (2,71 ppt), Br- (0,067 ppt), F- (0,001 ppt), B- (0,005 ppt) Na+

(10,770 ppt), Mg2+ (1,290 ppt, Ca2+ (0,412), K+ (0,399 ppt) dan Sr2+ (0,08 ppt). Beberapa garam sangat efektif mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl > LiCl > MgCl2 > KCl2 > RbCl (Ljunger, 1962). Tekanan osmotik sel

berhubungan dengan salinitas yang selanjutnya mempengaruhi terhadap suhu pertumbuhan bakteri (Stanley dan Morita, 1986). Aktivitas enzim maksimum bakteri Halobacterium cutirubrum setelah penambahan 2M NaCl (Lanyi, 1969).


(36)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di kawasan hutan mangrove Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara (luas 30 hektar dan secara geografis terletak pada 03039’42”LU dan 98057’40”BT). Isolasi dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan analisis kandungan unsur hara C, N dan P di Balai Penelitian Tanah - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor. Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Oktober 2011.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan: serasah daun Rhizophora apiculata, media agar

Triple Sugar Iron Agar (TSIA), gelatin untuk menguji hidrolisis gelatin, Sulfat Indol Motility (SIM), Simmons Citrate Agar (SCA), Nutrien Agar (NA),

Trypticase Soy Agar (TSA), bahan uji pewarnaan gram (crystal violet, lugol iodine, safranin, etil alcohol 95%, aquades, hidrogen peroksida (H2O2), bahan uji

oksidasi dengan bactident oksidase.

Alat-alat yang digunakan: inkubator, otoklaf, labu Erlenmeyer, pemanas, aluminium foil, lampu bunzen, cawan petri, neraca Ohauss dengan ketelitian 0,1 gram, gelas ukur, tabung reaksi, kapas, pipet serologi (1,0, 2,0 dan 10 ml), mikroskop binokuler, objek glass, glass speader, hockey stick, jarum ose, coloni caunter, hand refractometer, mortar steril, termos, tali plastik, kantong serasah (litter bag).


(37)

3.3. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bakteri: jumlah koloni tiap-tiap jenis bakteri, jumlah jenis bakteri, jumlah populasi jenis bakteri dan frekuensi kolonisasi berbagai jenis bakteri.

2. Variabel serasah daun: laju dekomposisi serasah, bobot serasah sisa selama mengalami proses dekomposisi, kandungan unsur hara C, N, dan P setelah mengalami proses dekomposisi.

3.4. Pengumpulan Data Bakteri

Serasah daun R. apiculata ditempatkan pada lokasi dengan tingkat salinitas sebagai berikut:

A. Tingkat salinitas 0 - 10 ppt B. Tingkat salinitas 10 - 20 ppt C. Tingkat salinitas 20 - 30 ppt D. Tingkat salinitas >30 ppt

Pengumpulan data dilakukan setelah serasah ditempatkan di lapangan dengan berbagai tingkat salinitas, selama waktu sebagai berikut:

A. Hari ke - 0 (Kontrol) F. Hari ke - 75 B. Hari ke - 15 G. Hari ke - 90 C. Hari ke - 30 H. Hari ke - 105 D. Hari ke - 45 I. Hari ke - 120 E. Hari ke - 60

Adapun Data yang dikumpulkan berupa data tentang identitas, jumlah jenis, populasi, frekuensi kolonisasi dan keanekaragaman jenis bakteri dikumpulkan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas air, serta lama dekomposisi terhadap parameter-parameter tersebut.

3.5. Pengumpulan Serasah Daun R. apiculata

Serasah daun dikumpulkan dengan menggunakan penampung serasah yang terbuat dari jaring kasa nilon dengan ukuran 2 x 2 meter sebanyak 10 kain nilon, yang diletakkan dengan cara digantung dengan ketinggian 1 meter dari


(38)

permukaan air, hal ini dimaksudkan untuk menghindari saat air pasang. Serasah daun R. apiculata yang dikumpul 4800 gram (50 g serasah x 8 perlakuan x 3 ulangan x 4 kelompok) dan kontrol 150 gram (50 g serasah x 3 ulangan).

3.6. Penempatan Serasah Daun R. apiculata di Lokasi Penelitian

Serasah daun 50 gram dimasukkan ke dalam kantong serasah ukuran 40x30 cm yang terbuat dari nilon (Gambar 3.1). Jumlah kantong serasah yang diperlukan sebanyak 96 buah (8 pengambilan x 3 ulangan x 4 kelompok). Kemudian kantong berisi serasah ditempatkan pada lokasi penelitian dengan berbagai tingkat salinitas yang telah diukur dengan hand refractometer.

Lubang untuk memasukkan serasah

5 cm 5 cm

Kain kasa nilon

40cm

30 cm

Gambar 3.1. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Terbuat dari Kain Kasa Nilon

Pada lokasi dengan tingkat salinitas yang telah ditentukan, dibuat empat plot (Gambar 3.2). Peta lokasi untuk penelitian disajikan pada Gambar 3.3. Kantong yang telah berisi serasah daun ditempatkan secara acak pada setiap plot yang berukuran 500 x 170 cm (Gambar 3.4). Agar tidak dihanyutkan oleh pasang air laut keempat ujung kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu dengan panjang 80 cm dan diameter 4 cm. Keempat kayu yang


(39)

sudah diikatkan dengan kantong serasah diambil dari tiap tingkat salinitas sekali 15 hari dan pengambilan dilakukan sampai hari ke 120 hari.

Gambar 3.2. Lokasi Plot untuk Penempatan Kantong Serasah


(40)

170 cm

Kantong serasah

500 cm

Gambar 3.4. Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan

30 cm 40 cm

c h k

j i l

m t v

x w r

s n u

d e a

f b g


(41)

3.7. Isolasi Bakteri Serasah Daun R. apiculata

Isolasi bakteri dari serasah daun R. apiculata dilakukan dengan menumbuk secara perlahan 10 gram serasah daun dalam mortar. Serasah daun R. apiculata

yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam labu Erlemenyer 250 ml (Gambar 3.5) selanjutnya dibuat suspensi dengan cara menambahkan air yang berasal dari lingkungan serasah yang mengalami dekomposisi yang telah disterilkan, sampai mencapai volume 100 ml. Setelah pengenceran serasah daun R. apiculata ini mencapai volume 100 ml. Setelah pengenceran serasah daun R. apiculata ini mencapai tingkat 10-7 sampel sebanyak 0,1 ml diambil untuk dibiakkan pada media agar nutrisi dalam cawan Petri. Untuk tiap pengenceran pekerjaan diulang 3 kali (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan Sherman, 1996).

Gambar 3.5. Cara Pengenceran Serasah Daun R. apiculata untuk Isolasi Bakteri pada Media Biakan dalam Cawan Petri

Suspensi bakteri sebanyak 0,1 ml diambil dengan pipet serologi dan ditempatkan pada media biakan. Selanjutnya dengan hockey stick suspensi bakteri disebar merata pada media. Suspensi bakteri diinkubasikan selama 48-72 jam. Koloni bakteri yang berkembang, selanjutnya dimurnikan dengan membuat sub biakan ke media NA dan TSA miring dalam tabung reaksi, kemudian diinkubasikan selama 48 jam. Sub-biakan digunakan sebagai bahan untuk


(42)

identifikasi bakteri pengamatan koloni dilakukan 1 sampai 12 hari setelah masa inkubasi. Penghitungan koloni bakteri dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni bakteri. Jumlah koloni per ml dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang terhitung dengan faktor pengenceran (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan Sherman, 1996). Penentuan populasi bakteri dari serasah daun R. apiculata yang telah mengalami proses dekomposisi sampai 120 hari dari berbagai perlakuan, dilakukan dengan pengenceran seperti pada pengenceran seperti pada pengenceran daun yang belum mengalami dekomposisi.

3.8. Identifikasi Bakteri

Biakan murni ditumbuhkan pada media TSA dalam 2 cawan petri untuk tiap isolat, selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Pengamatan untuk mengetahui ciri-ciri morfologi koloni bakteri yang meliputi sifat-sifat umum koloni yaitu bentuk koloni, permukaan, tepi koloni, elevasi, warna koloni (Hadioetomo, 1993; Cappucino dan Sherman, 1996).

Sifat fisiologi isolat bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut: reaksi gram dengan pewarnaan atau dilakukan dengan uji kalium hidroksida (KOH 3%). Isolat bakteri bersifat gram (-) jika berwarna merah atau terbentuk benang lendir bakteri (kira-kira 5-20 mm panjangnya). Gram positif (+) jika berwarna ungu atau tidak terbentuk benang lendir, kemampuan isolat memproduksi katalase, kemampuan isolat melakukan hidrolisis gelatin, kemampuan isolat menghidrolisis pati, kemampuan isolat dalam penggunaan gula, kemampuan isolat dalam penggunaan sitrat, kemampuan isolat dalam melakukan oksidasi, kemampuan motilitas isolat (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan Sherman, 1996). Data hasil pengamatan diidentifikasi menggunakan Bergey’s

Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994).

3.9. Penentuan Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri

Analisis keanekaragaman jenis bakteri dilakukan dengan menggunakan Shannon dan Wiener Diversity Indeks (1949) dalam Ludwig dan Reynold (1998).


(43)

H’ =

s

i 1

(pi) Ln (pi)

H’ =

ni N

 

Ln ni N

s

i

/ /

1

Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman jenis Pi = ni/N

Ni = Nilai penting jenis ke i

N = Jumlah nilai penting semua jenis S = Jumlah total spesies

Nilai H’ berkisar antara 1 – 3 Keterangan :

1 : keanekaragaman rendah 2 : keanekaragaman sedang 3 : keanekaragaman tinggi (Yunasfi, 2006)

3.10. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Petak Terbagi dengan RAL yang terdiri atas tingkat salinitas (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt dan >30 ppt) sebagai petak utama dan lama dekomposisi (kontrol, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari dan 120 hari ) sebagai anak petak.

3.11. Analisis Data

Analisis data menggunakan Program SPSS

3.12. Penentuan Laju Dekomposisi Daun Serasah R. apiculata

Serasah daun R. apiculata dikeluarkan dari kantong serasah kemudian dikeringanginkan dan ditimbang bobot basahnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop sampel. Amplop sampel yang berisi daun R. apiculata kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C selama 3x24 jam, setelah di oven


(44)

serasah tersebut ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya. Laju dekomposisi serasah daun dihitung dari penyusutan bobot serasah yang terdekomposisi. Laju dekomposisi serasah diperoleh dengan menggunakan persamaan (Olson,1963) Xt / X0 = e – kt

Xt = X0. e – kt 1n Xt = 1n X0– kt dengan:

Xt = Berat serasah setelah waktu pengamatan ke-t X0 = Berat serasah awal

e = Bilangan logaritma natural (2,72) k = Laju dekomposisi serasah

t = Waktu pengamatan

3.13. Penentuan Kandungan Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata

Untuk mengetahui kandungan unsur karbon dilakukan dengan metode penetapan kandungan bahan organik berdasarkan kehilangan bobot karena pemanasan. penetapan kadar karbon dilakukan dengan rumus:

Kadar C dalam daun = 100% ) ( ) 4 , 0 458 , 0 ( 724 . 1 x g BKM b Dengan pengertian:

b = BKM – BKP

BKM = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 1050C BKP = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 3750C

Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode Kjelldahl. Nitrogen (organik dan an organik) didekstrusi dengan H2SO4 pekat.

Dalam dekstrusi nitrogen diubah menjadi garam ammonium sulfat, kemudian didestilasi dengan penambahan 50% NaOH untuk melepas NH4+ yang ditangkap

dengan HCL yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah muda. Penetapan kadar nitrogen dilakukan rumus:

Kadar N dalam daun = 0,02 14 x100%

b x x a


(45)

Dengan pengertian: a. : Selisih volume

b. : Bobot kering dalam 0,1 gram tepung daun

0,02 : Normalitas HCL (sebelum distandarisasi terlebih dahulu untuk mengetahui nilai normalitas yang tepat).

14 : Bobot atom Nitrogen

Untuk penentuan fosfor dilakukan dengan cara memasukkan 5 gram contoh serasah daun kering udara, berukuran lebih kecil dari dua millimeter ke dalam botol kocok. Selanjutnya ditambahkan 12,5 ml 25% HCL, dengan menggunakan mesin pengocok dikocok selama 30 menit. Suspensi disaring dengan kertas saring berlipat dan filtrat ditampung dalam labu ukur 100 ml, kemudian dihimpitkan hingga tanda tera. Sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan dihimpitkan hingga tanda tera. Alikuot sudah mengalami pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan PB dan PC ditambahkan secara berturut-turut, dikocok dan dibiarkan selama 15 menit. Fosfor ditetapkan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Selanjutnya dibuat larutan blanko dan larutan baku untuk fosfor.

Kadar fosfor dihitung dengan rumus : P (ppm) = P dalam larutan (ppm) x

100 100 5 100 5 50 5

10 xKA

x x x


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi

Jenis-jenis bakteri yang berhasil diisolasi dari serasah daun R. apiculata

yang belum mengalami proses dekomposisi adalah Bacillus sp. 1, Micrococcus

sp. 1dan Bacillus sp. 4(Lampiran B), ciri morfologi dan fisiologi (Lampiran D). Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran A. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 CFU/ml yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi

No Jenis Bakteri Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 CFU/ml

1 Bacillus sp. 1 18

2 Micrococcus sp. 1 6

3 Bacillus sp. 4 24

Jumlah koloni rata-rata 48

4.2. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt (Tabel 4.2). Jumlah koloni bakteri tiap ulangan dan tiap pengamatan (Lampiran F). Pada tingkat salinitas 0-10 ppt berhasil diisolasi 12 jenis bakteri yaitu; Bacillus sp. 1, Micrococcus sp. 1, Bacillus sp. 4, Flavobacterium sp, Alcaligenes sp, Sporosarcina sp, Staphylococcus sp, Kurthia sp, Bacillus sp. 3, Escherichia coli


(47)

Bacillus sp. 4, Bacillus sp.5 (Lampiran C), ciri-ciri morfologi (Lampiran D) dan fisiologi bakteri tersebut dapat dilihat pada Lampiran E. Hasil uji fisiologi disajikan pada Lampiran F. Jumlah koloni bakteri yang dapat diisolasi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt adalah sebanyak 12 jenis bakteri. Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan Bacillus sp. 1 yaitu 16,21 x 107 CFU/ml yang berhasil diisolasi pada serasah yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75, 105 dan 120 hari. Jumlah koloni bakteri yang paling sedikit Sporosarcina sp 0.50 x 107CFU/ml yang diisolasi pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 15 dan 60 hari.


(48)

Tabel 4.2. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107(CFU/ml) Tiap Jenis Bakteri Tiap 15 Hari dan Frekuensi Kolonisasi pada Serasah Daun R. apiculata yang telah mengalami Proses Dekomposisi selama 15 sampai 120 hari di Lingkungan dengan Salinitas 0-10 ppt.

*Jumlah kemunculan koloni (kali)/Jumlah Pengamatan x 100%

Lama masa dekomposisi (hari) Jumlah total

Jumlah koloni rata-rata

Jumlah

penga-matan

Jumlah

kemun-culan

*Frekuensi koloni-

sasi No Jenis bakteri 15 30 45 60 75 90 105 120

1. Bacillus sp. 1 35.00 12.67 30.00 28.00 7.67 0 12.33 4.00 129.67 16.20875 8 7 87.5 % 2. Flavobacterium sp 0 0 15.67 11.67 0 0 0 0 27.34 3.4175 8 2 25.0 % 3. Bacillus sp. 2 8.67 24.67 0 15.00 0 0 0 0 33.34 4.1675 8 3 37.5 % 4. Alcaligenes sp 12.00 40.33 11.33 9.67 0 0 0 0 73.33 9.16625 8 4 50.0 % 5. Sporosarcina sp. 1 0.67 0 3.33 0 0 0 0 0 4.00 0.500 8 2 25.0 % 6. Staphylococcus sp 0 0 6.00 6.67 0 0 0 0 12.67 1.58375 8 2 25.0 % 7. Micrococcus sp. 1 22.33 8.67 0 0 0 5.33 0 0 36.33 4.54125 8 3 37.5 % 8. Kurthia sp 0 25.67 0 12.67 45.67 0 0 0 84.01 10.50125 8 3 37.5 % 9. Bacillus sp. 3 0 18.67 0 10.00 6.00 0 0 0 34.67 4.33375 8 3 37.5 % 10. Escherichia coli 13.67 13.67 15.00 0 0 0 0 0 42.23 5.2925 8 3 37.5 % 11. Bacillus sp. 4 18.67 33.00 0 36.33 6.67 0 0 4.67 99.34 12.4175 8 5 62.5 % 12. Bacillus sp. 5 0 0.66 1.00 0 0 1.33 0.33 1.00 4.32 0.54 8 5 62.5 %


(49)

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas 10-20 ppt disajikan pada Tabel 4.3. Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada lampiran G. Pada tingkat salinitas 10-20 ppt dapat diisolasi 16 jenis bakteri yaitu; Bacillus sp. 1, Flavobacterium sp, Bacillus sp. 2, Alcaligenes sp, Sporosarcina sp. 1, Staphylococcus sp, Micrococcus sp. 1, Kurthia sp, Bacillus sp. 3, Escherichia coli, Bacillus sp. 4, Pseudomonas sp, Planococcus sp. 1, Mycobacterium sp, Micrococcus sp. 2 dan Planococcus sp. 2. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Bacillus sp. 1 yaitu 22,29 x 107 CFU/ml. Jenis bakteri ini diisolasi pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 75 hari. Jumlah koloni bakteri paling sedikit adalah Pseudomonas sp, Mycobacterium sp dan Planococcus sp. 2 yaitu 0,04 x 107 CFU/ml. Masing-masing jenis bakteri tersebut dapat diisolasi pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 45 dan 60 hari.

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas 20-30 ppt disajikan pada Tabel 4.4. Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran H. Pada tingkat salinitas 20-30 ppt dapat diisolasi 11 jenis bakteri yaitu; Bacillus

sp. 1, Bacillus sp. 2, Sporosarcina sp. 1, Staphylococcus sp, Micrococcus sp. 1, Kurthia sp, Bacillus sp. 3, Bacillus sp. 4, Pseudomonas sp, Planococcus sp. 1 dan

Sporosarccina sp. 2. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak ditemukan adalah

Bacillus sp. 1 yaitu 16,29 x 107 CFU/ml. Jenis bakteri ini diisolasi pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 90, 105 dan 120 hari. Jumlah koloni bakteri paling sedikit adalah Sporosarcina sp. 2 yaitu 0,04 x 107 CFU/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada daun R. apiculata

yang mengalami proses dekomposisi selama 90 hari.

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas >30 ppt disajikan pada Tabel 4.5. Jumlah koloni rata-rata jenis bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran I. Pada tingkat salinitas >30 ppt dapat diisolasi 9 jenis bakteri;

Bacillus sp.1, Flavobacterium sp, Bacillus sp. 2, Staphylococcus sp, Micrococcus

sp. 1, Kurthia sp, Bacillus sp. 3, Bacillus sp. 4 dan Planococcus sp. 1. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Bacillus sp. 1 yaitu 16,71 x 107 CFU/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 45, 60, 75, 90 dan 120 hari.


(1)

Lampiran U. Prosedur Uji Fisiologi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Preparat ulas pada gelas benda dilakukan dengan mengambil 1 ose dari isolat bakteri, kemudian disebarkan secara merata pada objek glas yang telah ditetesi dengan aquades. Setelah itu dilakukan fiksasi Preparat ulas pada gelas benda di atas api Bunsen. Preparat ditetesi dengan larutan Kristal ungu, didiamkan selama 60 detik dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian ditetesi iodin untuk meningkatkat afinitas zat warna selama 30 detik, lalu dibilas dengan aseton alkohol sebagai peluntur selama 15 detik dan dikeringkan. Lalu diberikan safranin sebagai zat warna tanding selama 1 menit, dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Preparat ditetesi dengan minyak imersi. Lalu diamati di bawah mikroskop pengelompokan bakteri ke dalam gram positif atau negatif. Uji gram positif jika sel berwarna ungu dan negatif jika sel berwarna merah.

2. Uji Katalase

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan 1 ose isolat bakteri pada objek glass, kemudian ditetesi 2-3 tetes H2O2 3% selama kurang lebih 5

menit. Hasil positif jika terbentuk gelembung udara sekitar koloni setelah penambahan reagen H2O2 3%, yang menandakan bahwa bakteri mempunyai

enzim katalase untuk menguraikan hidrogen peroksida dengan kata lain uji katalase tersebut positif

3. Uji Motilitas (SIM)

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media Sulfite SIM dengan menggunakan ose lurus dan ditusukkan ke dalam media sampai setengah bagian media. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 370C. Hasil positif jika terdapat jejak pergerakan bakteri pada media, yang menendakan bahwa bakteri tersebut memiliki flagel sebagai alat geraknya.


(2)

4. Uji Gelatin

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media gelatin semi solid. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 370C, kemudian kultur dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu 40C selama kurang lebih 30 menit. Indikator pengamatan hasil positif jika medium tetap menjadi cair, dan negatif apabila medium berubah menjadi padat. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri mampu menghidrolisis gelatin sehingga medium tetap cair saat didiamkan pada suhu 40C selama kurang lebih 30 menit.

5. Uji Pati

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media SA (Starch Agar) dengan menggunakan metode cawan gores dan tipe goresan sinambung. Kemudian di inkubasi selama 2x24 jam pada suhu 370C. Setelah itu ditetesi iodin di atas permukaan koloni yang tumbuh. Hasil positif jika terdapat daerah atau zona bening di sekitar koloni setelah penambahan iodin, yang menandakan bakteri memiliki enzim amilase untuk menghidrolisa amilum. Uji akan bernilai negatif apabila disekeliling koloni terbentuk warna biru kehitaman.

6. Uji Sitrat

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media miring

SCA (Simmon’s Citrate Agar), dengan menggunakan metode cawan gores

dan tipe goresan sinambung di atas permukaan media miring tersebut. Lalu inkubasi selama 2x24 jam pada suhu 370C. Diamati perubahan yang terjadi hasil positif jika terdapat perubahan warna media dari hijau ke biru, yang menandakan bahwa bakteri tersebut mamapu menngunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.

7. Uji Fermentasi Gula, H2S dan Gas dengan TSIA

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media miring TSIA, dengan menggunakan metode cawan gores dan tipe goresan sinambung di atas permukaan media miring pada bagian Slant, Lalu diambil


(3)

lagi isolat bakteri dengan menggunakan ose lurus dan ditusukkan ke dalam media sampai ¾ bagian media pada bagian buut. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 370C . Uji glukosa positif jika fenol merah menjadi kuning pada bagian bawah tabung reaksi (buut), sedangkan pada bagian atas permukaan miring media (Slant) berwarna merah. Uji laktosa atau Sukrosa positif jika terjadi perubahan berwarna merah menjadi kuning pada permukaan miring media dan pada bagian bawah medium juga berwarna kuning. Indikator terbentuknya H2S dengan adanya warna hitam pada

medium dan terbentuknya gas ditandai dengan pecahnya medium di bagian ujung bawah tabung reaksi.


(4)

Lampiran V. Data Indeks Keanekaragaman jenis Bakteri pada Kontrol dan pada berbagai Tingkat Salinitas.

Kontrol

Jenis Bakteri Kemunculan Koloni

Log 10 Pi Ln (Pi) Pi ln (Pi)

Bacillus sp.1 3 0.48 0.38 - 0.97 - 0.37

Bacillus sp.4 3 0.48 0.38 - 0.97 - 0.37

Micrococcus sp 2 0.30 0.25 - 1.39 - 0.35

Total 8 - 1.09

Indeks Keanekaragaman H’ = 1.09

Salinitas 0-10 ppt

Indeks Keanekaragaman H’ = 2.41 Jenis Bakteri Kemunculan

Koloni

Log 10 Pi Ln (Pi) Pi ln (Pi)

Bacillus sp. 1 7 0.85 0.16 - 1.83 - 0.29

Flavobacterium sp 2 0.30 0.04 - 3.22 - 0.13

Bacillus sp. 2 6 0.78 0.13 - 2.04 - 0.27

Alcaligenes sp 4 0.60 0.09 - 2.41 - 0.22

Sporosarcina sp 2 0.30 0.04 - 3.22 - 0.13

Staphylococcus sp 2 0.30 0.04 - 3.22 - 0.13

Micrococcus sp 3 0.48 0.07 - 2.66 - 0.19

Kurthia sp 3 0.48 0.07 - 2.66 - 0.19

Bacillus sp. 3 3 0.48 0.07 - 2.66 - 0.19

Escherichia coli 3 0.48 0.07 - 2.66 - 0.19

Bacillus sp. 4 5 0.70 0.11 -2.21 - 0.24

Bacillus sp. 5 5 0.70 0.11 -2.21 - 0.24


(5)

Salinitas 10-20 ppt

Indeks Keanekaragaman H’ = 2.58 Salinitas 20-30 ppt

Jenis Bakteri Kemunculan Koloni

Log 10 Pi Ln (Pi) Pi ln (Pi)

Bacillus sp. 1 7 0.85 0.21 - 1.56 - 0.33

Bacillus sp. 2 5 0.70 0.15 - 1.89 - 0.28

Sporosarcina sp 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Staphylococcus sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Micrococcus sp. 1 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Kurthia sp 3 0.48 0.09 - 2.41 - 0.22

Bacillus sp. 3 4 0.60 0.12 - 2.12 - 0.25

Bacillus sp. 4 5 0.69 0.15 - 1.89 - 0.28

Pseudomonas sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Planococcus sp. 1 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Sporosarcina sp. 2 1 0.00 0.03 -3.51 - 0.11

Total 33 -2.20

Indeks Keanekaragaman H’ = 2.20 Jenis Bakteri Kemunculan

Koloni

Log 10 Pi Ln (Pi) Pi ln (Pi)

Bacillus sp. 1 5 0.70 0.16 - 1.83 - 0.29

Flavobacterium sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Bacillus sp. 2 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Alcaligenes sp 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Sporosarcina sp. 1 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Staphylococcus sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Micrococcus sp. 1 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Kurthia sp 3 0.48 0.10 - 2.30 - 0.23

Bacillus sp. 3 2 0.30 0.06 - 2.81 - 0.17

Escherichia coli 3 0.48 0.10 - 2.30 - 0.23

Bacillus sp. 4 4 0.60 0.13 - 2.04 - 0.27

Pseudomonas sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Planococcus sp. 1 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Mycobacterium sp 1 0.00 0.03 -3.51 - 0.11

Micrococcus sp. 2 1 0.00 0.03 -3.51 - 0.11

Planococcus sp. 2 1 0.00 0.03 -3.51 - 0.11


(6)

Salinitas >30 ppt

Indeks Keanekaragaman H’ = 2.06

Jenis Bakteri Kemunculan Koloni Log 10 Pi Ln (Pi) Pi ln (Pi)

Bacillus sp.1 6 0.78 0.21 - 1.56 - 0.33

Flavobacterium sp 2 0.30 0.07 - 2.66 - 0.19

Bacillus sp.2 4 0.60 0.14 - 1.97 - 0.28

Staphylococcus sp 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11

Micrococcus sp 3 0.48 0.10 - 2.30 - 0.23

Kurthia sp 3 0.48 0.10 - 2.30 - 0.23

Bacillus sp.3 4 0.60 0.14 - 1.97 - 0.28

Bacillus sp.4 5 0.70 0.17 - 1.77 - 0.30

Planococcus sp. 1 1 0.00 0.03 - 3.51 - 0.11


Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Jenis Fungi Pada Serasah Daun Rhizophora Apiculata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara

5 44 113

Keanekaragaman Jenis Fungi Pada Serasah Daun Avicennia marina Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas

0 30 134

Jenis-Jenis Fungi Yang Terdapat Pada Serasah Daun Rhizophora Mucronata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas

0 27 70

Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Berbagai Tingkat Salinitas

4 83 58

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 4

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 3

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 6