Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan

PENGARUH KEPEMIMPINAN ULAMA TERHADAP
POLITIK LOKAL BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL
MASYARAKAT PEDESAAN

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh
Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial
Masyarakat Pedesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Marwah Rahayu Mustaqim
NIM I34090067

i

ABSTRAK
MARWAH RAHAYU MUSTAQIM. Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap
Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan. Dibimbing
oleh SOFYAN SJAF.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh
kepemimpinan ulama terhadap politik lokal berdasarkan stratifikasi sosial
masyarakat pedesaan (lapisan atas, menengah, dan bawah). Adapun
kepemimpinan ulama yang dilihat adalah tingkat loyalitas, tingkat pengaruh, serta
tingkat kepercayaan. Sementara itu politik lokal dalam penelitian ini meliputi
aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek politik. Penelitian dilakukan di dua lokasi
yang berbeda, yaitu Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang

Kabupaten Bogor dan Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten
Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif
menggunakan kuisioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kepemimpinan ulama pada masyarakat lapisan atas,
menengah, dan bawah di Desa Karang Tengah lebih dominan oleh peran ulama
dalam aspek sosial dan ekonomi.
Sedangkan di Desa Ciaruteun Udik
kepemimpinan ulama pada masyarakat lapisan atas, menengah dan bawah peran
ulama tidak hanya dalam aspek sosial dan ekonomi, melainkan juga berperan
dalam aspek politik
Kata Kunci: kepemimpinan ulama, politik lokal, stratifikasi sosial masyarakat
pedesaan

ABSTRACT
MARWAH RAHAYU MUSTAQIM. Ulama Leadership influence Local Political
Based on Social Stratification of Rural Communities. Supervised by SOFYAN
SJAF.
This study aims to analyze how much influence of local politics ulama to
rural communities based on social stratification (upper, middle and bottom layer).
The clerical leadership is seen from the level of loyalty, level of influence, as well

as the level influence. The research was conducted in two different locations,
namely Karang Tengah Village Babakan Madang subdistrict Bogor regency, and
Ciaruteun Udik village Cibungbulang subdistrict Bogor regency.this study was
conducted using quantitative and qualitative using questionnaires and in depth
interview guide. The result showed that the clerical leadership in the upper,
middle, and bottom layer at Karang Tengah village are dominated by the role af
ulama in the social and economic aspects. While at Ciaruteun Udik village, the
clerical leadership on the upper, middle, and bottom layer, not just the role of
ulama in the social and economic aspect but also on the political aspecst.
Keywords: ulama leadership, local politics, social stratification, rural community

PENGARUH KEPEMIMPINAN ULAMA TERHADAP
POLITIK LOKAL BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL
MASYARAKAT PEDESAAN

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

iii

Judul Skripsi
Nama
NIM

Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal
berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan
Marwah Rahayu Mustaqim
134090067

Disetujui oleh


Pembimbing

o Adiwibowo MS
Ketua Departemen

rr 8

JUL 2013

Tanggal Lulus: _ _ _ _ __

`
Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal
berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan
: Marwah Rahayu Mustaqim

: I34090067

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _____________

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh
Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal Berdasarkan Stratifikasi Sosial

Masyarakat Pedesaan. Skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Penyelesaian
Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan kali ini penulis ingin ngucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian Skripsi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr Sofyan Sjaf selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak inspirasi
dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ayahanda H. Sirod Mustaqim (Alm), H. Iyus Kusmana (Alm) dan ibunda
Hj. Titi Aisyah serta adik M. Fajar Arafah Mustaqim atas segala doa dan
dukungan kepada peneliti. Amli Ramadana Harahap yang selalu setia
mendengarkan keluh kesah dan memberi semangat kepada peneliti. Sepupu
tercinta yang selalu setia menemani Arimi Susilawati. Sahabat-sahabat yang
selalu memberi semangat Amy, Melisa Anjani, Lansa S, Lita Latifah, Inka
Nurman, Umem, Qiki, Heri Vanderdon, Melisa Asriani, Dea risky k, Bunga
Syarah, Tanti Ningsih, Randy Ilyas, Yandra Azhari, dan semua kawan kawan
seperjuangan SKPM yang tidak saya sebutkan satu persatu. Tidak lupa juga saya
ucapkan terimakasih kepada KH Mukti Ali dan KH Mukhtar yang telah banyak

membantu peneliti dengan sangat baik.

Bogor, Juli 2013

Marwah Rahayu Mustaqim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Definisi Operasional

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN
Kondisi Desa
Geografis
Sosial Ekonomi
Karakteristik Responden
Profil Singkat Ulama
KEKUATAN ULAMA BERDASARKAN STRATIFIKASI
SOSIAL MASYARAKAT
Tingkat Loyalitas Masyarakat terhadap Ulama
Tingkat Pengaruh Ulama terhadap Masyarakat
Tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap Ulama
PERAN ULAMA TERHADAP POLITIK LOKAL
Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek Sosial
Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek ekonomi
Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek politik

HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN ULAMA TERHADAP
POLITIK LOKAL
Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada
Masyarakat Lapisan Atas
Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada
Masyarakat Lapisan Menengah
Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada
Masyarakat Lapisan Bawah
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vii
viii
1
1
3
4
4

5
5
13
14
14
17
17
17
18
18
21
21
21
22
25
27
33
33
36
38
41
41
43
45
49
49
51
54
57
59
61

vii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Jarak dan waktu tempuh desa penelitian ke pusat pemerintahan
Luas wilayah desa penelitian menurut penggunaan
Jumlah dab persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan
Jumlah lembaga pendidikan
Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah dan persentase responden masyarakat berdasarkan usia
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan
Data karakteristik ulama
Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa Karang
Tengah
Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa
Ciaruteun Udik
Tingkat loyalitas masyarakat Desa Karang Tengah dan Ciaruteun Udik
Tingkat loyalitas masyarakat Desa Karang Tengah berdasarkan
stratifikasi kelas sosial
Tingkat loyalitas masyarakat Desa Ciaruteun Udik berdasarkan
stratifikasi kelas sosial
Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Karang Tengah dan
Ciaruteun Udik
Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Karang Tengah
Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Ciaruteun Udik
Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Karang Tengah dan Ciaruteun
Udik
Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Karang Tengah
Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Ciaruteun Udik
Peran ulama dalam aspek sosial di Desa Karang Tengah dan Ciaruteun
Udik
Peran ulama dalam aspek sosial masyarakat Desa Karang Tengah
Peran ulama dalam aspek sosial masyarakat Desa Ciaruteun Udik
Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Karang Tengah dan
Ciaruteun Udik
Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Karang Tengah
Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Ciaruteun Udik
Peran ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Karang Tengah
Peran ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Karang Tengah
Pengaruh ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Ciaruteun Udik
Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik
lokal pada masyarakat lapisan atas di Desa Karang Tengah
Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik
lokal pada masyarakat lapisan atas di Desa Ciaruteun Udik

20
22
23
23
24
24
25
25
26
26
26
27
30
32
34
34
35
36
37
37
38
39
39
41
42
43
43
44
44
45
46
46
49
51

vii

35 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap
lokal pada masyarakat lapisan menengah di Desa Karang Tengah
36 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap
lokal pada masyarakat lapisan menengah di Desa Ciaruteun Udik
37 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap
lokal pada masyarakat lapisan bawah di Desa Karang Tengah
38 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap
lokal pada masyarakat lapisan bawah di Desa Ciaruteun Udik

politik 52
politik 53
politik 54
politik 55

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

Bagan sistem politik
Kerangka pemikiran
Teknik pengambilan sampel

12
13
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7
8

Peta lokasi penelitian
Dokumentasi penelitian
Matriks tingkat kekuatan ulama berdasarkan stratifikasi sosial
Matriks peran ulama terhadap politik lokal ulama berdasarkan
stratifikasi sosial
Data karakteristik responden berdasarkan lapisan masyarakat dan
kepemilikan aset berharga
Data rekapitulasi perolehan suara pasangan calon dan partisipasi
pemilih dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat
tahun 2013 tingkat Kabupaten Bogor
Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa
Karang Tengah
Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa
Ciaruteun Udik

61
62
63
64
65
66

67
68

ix

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masyarakat didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang di dalamnya
terdapat himpunan orang-orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan
ikatan-ikatan tertentu1. Suatu sistem kemasyarakatan memiliki lapisan kelas sosial
yang terdiri dari lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah.
Masing-masing lapisan tersebut memiliki peran yang berbeda. Di dalam lapisan
kelas sosial ini juga terdapat struktur sosial yang terdiri dari aktor yang
memerintah dan aktor yang diperintah.
Masing-masing aktor tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Aktor yang
bersedia diatur oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat atau didesain oleh aktor
yang memerintah disebut sebagai aktor yang diperintah, sedangkan aktor yang
secara langsung maupun tidak langsung mampu memainkan peran dan berfungsi
sebagai kekuatan penggerak dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai
aktor yang memerintah. Besarnya fungsi dan peran aktor yang memerintah dalam
struktur masyarakat menjadikan aktor ini sering disebut sebagai pemimpin2.
Kepemimpinan dalam struktur kehidupan masyarakat dapat dibedakan
menjadi kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan
formal merupakan kepemimpinan yang didasarkan atas adanya pengakuan atau
legitimasi secara resmi dari masyarakat yang dipimpinnya. Sedangkan
kepemimpinan informal merupakan kepemimpinan yang dilatarbelakangi oleh
kualitas kepribadian secara subjektif maupun objektif untuk menduduki
kedudukan dalam struktur sosial yang dapat memengaruhi tingkah laku dari suatu
masyarakat (Kartodirjo 1984). Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penulis
adalah membahas serta menjelaskan kepemimpinan informal yang ada di
masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Adapun subjek yang dikajinya
adalah ulama (kyai) dengan pengaruh kepemimpinannya dalam struktur
masyarakat. Hal ini dinilai penulis dapat menjadi acuan dalam menjelaskan
kepemimpinan informal.
Ulama yang merupakan sosok penting dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia sering dipanggil dengan nama kyai. Keberadaan ulama dalam
kehidupan kemasyarakatan merupakan institusi atau pranata sosial yang telah ada
sebelum penguasa kolonial datang ke Indonesia dengan motif utama untuk
berdagang. Namun kemudian peran ulama ini semakin berkembang sejalan
dengan munculnya berbagai gejala sosial politik yang menghiasi kehidupan di
wilayah kolonial Belanda. Ulama dipandang sebagai pemimpin informal dimana
melalui posisinya ini, peran ulama menjadi sangat strategis dan penting karena
bukan saja berperan sebagai pendidik, tetapi juga berperan sebagai pemimpin
masyarakat secara umum (Iskandar 2001).
Selanjutnya dalam kehidupan bermasyarakat, peran ulama semakin terlihat
dengan seringnya mereka dijadikan tempat bertanya dan memperoleh nasihat atau
rujukan oleh masyarakat dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan
1
2

Dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sartono Kartodirdjo. 1984. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial. Jakarta. LP3ES. Hal. 25

2

sehari-hari baik dalam urusan ibadah, pekerjaan, maupun dalam permasalahan
sosial politik. Pemahaman yang mendalam mengenai ajaran agama dan nilai-nilai
spiritual merupakan faktor-faktor utama yang menjadikan ulama sebagai sosok
yang diharapkan masyarakat untuk mampu memberikan pengaruh positif dalam
menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam menjalani kehidupan, menjaga
keharmonisan dan kerukunan serta mencegah konflik yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat melalui motivasi dan nasihat-nasihat yang diberikannya
(Fadhilah 2011)
Ulama memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat Indonesia
khususnya dalam sistem masyarakat pedesaan. Dengan berbagai kelebihan yang
dimilikinya, ulama memiliki fungsi yang sangat dominan dan efektif dalam
mempersatukan kelompok masyarakat, sehingga mampu menempatkan dirinya
sebagai pemimpin lokal yang kharismatik (Iskandar 2001)
Menurut Max Webber (dalam Soekanto 2009) pemimpin kharismatik
didasarkan pada aura atau kharisma yang melekat pada diri seorang pemimpin dan
merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aura atau kharisma ini
dianggap sebagai kemampuan khusus. Pengakuan kemampuan khusus ini oleh
masyarakat dilandaskan atas dasar kepercayaan dan pemujaan karena mereka
menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut merupakan sesuatu yang berada
di atas kekuasaan dan kemampuan manusia pada umumnya. Namun demikian,
adakalanya pengaruh dari aura dan kharisma yang melekat pada diri seorang
pemimpin ini dapat hilang. Hal itu dikarenakan adanya perubahan atau pergeseran
paham, tingkah laku, atau pola pikir dalam stuktur kehidupan sosial masyarakat
yang seringkali tidak direspon secara cepat oleh pemimpin tersebut.
Begitu pula dengan kepemimpinan ulama. Kurangnya respon ulama dalam
memahami perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat
pada contoh kasus yang terjadi di daerah Banten. Dalam kehidupan masyarakat
Banten, terdapat dua kepemimpinan informal yang sangat berpengaruh yaitu kyai
(ulama) dan jawara. Semula, kedudukan kyai atau ulama dalam struktur
kehidupan masyarakat Banten lebih tinggi dibandingkan jawara (Pada zaman
Orde Baru). Pada masa itu kyai dianggap memiliki kemampuan untuk menarik
simpati masyarakat sehingga banyak dijadikan alat oleh berbagai partai politik
untuk menarik masa. Sedangkan jawara hanya dipandang sebagai elit kultural
yang merupakan murid dari kyai (ulama). Partai politik yang ingin mendapatkan
dukungan masyarakat akan memfasilitasi kyai (ulama) tersebut dalam upaya
menggalang masa. Masuknya kyai (ulama) dalam politik praktis yang dikenalkan
oleh elit-elit partai politik sebagai peran pembantu atau broker politik
mengakibatkan pudarnya kharisma yang dimilikinya. Disamping itu, gerakan
reformasi yang tidak diikuti oleh keinginan yang kuat oleh ulama untuk
membangkitkan kembali peran kepemimpinannya membuat pengaruh mereka
dalam kehidupan masyarakat semakin berkurang. Namun sebaliknya, jawara yang
kedudukannya dibawah bayang-bayang kharisma kepemimpinan kyai (ulama)
ternyata lebih cepat bertransformasi menjadi penguasa ekonomi. Melalui ini,
jawara mampu menjelma dan mengokohkan peranannya sebagai elit paling
dominan dalam menyikapi adanya perubahan akibat gerakan reformasi pada
kehidupan masyarakat Banten (Hamid 2010).
Terjadinya perubahan struktur sosial pada kasus masyarakat Banten
tersebut disebabkan karena pergeseran sistem demokrasi yang terjadi di Indonesia

3

dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik menjadi Orde Reformasi yang
liberatif, yang secara langsung mengakibatkan perubahan-perubahan pada pola
pemerintahan khususnya di tingkat lokal melalui instrumen desentralisasi. Melalui
sistem ini masyarakat berpeluang lebih untuk berpartisipasi menggunakan hakhaknya sebagai warga Negara Indonesia. Adapun partisipasi masyarakat dapat
dilihat dari adanya sistem pemilihan pemimpin formal secara langsung melalui
mekanisme pemungutan suara terbanyak (voting). Meskipun terjadi pergeseran
struktur peran sosial dalam masyarakat Banten. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa ulama masih memiliki peran yang tidak bisa digantikan oleh peran aktor
lainnya (Hamid 2010).
Kondisi seperti di atas juga terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia,
hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, sehingga
kyai mendapatkan tempat yang istimewa di masyarakat, khususnya masyarakat
pedesaan. Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki
jumlah penduduk mayoritas muslim. Kehidupan masyarakat Bogor dapat
dikatakan dekat dengan kehidupan religious. Hal ini bisa dilihat dengan
banyaknya pesantren yang menyebar hampir di seluruh wilayah Bogor, baik di
kota maupun di wilayah pedesaannya. Lokasi yang menjadi objek penelitian ini
adalah Bogor Barat dan Bogor Timur, yang diharapkan dapat menjadi gambaran
pengaruh ulama di Bogor. Adapun desa dari masing-masing lokasi tersebut yang
menjadi fokus penelitian ini adalah Desa Ciaruteun Udik Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor (Bogor Barat) dan Desa Karang Tengah
Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor (Bogor Timur). Hal ini karena di
lokasi-lokasi tersebut. kyai memiliki peran yang dominan terhadap politik lokal
terkait aspek sosial, ekonomi dan politik yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut.
Kepemimpinan kyai terhadap masyarakat, khususnya masyarakat
pedesaan, menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Penelitian ini mengidentifikasi
pengaruh ulama (Kyai) terhadap politik lokal (terkait aspek sosial, ekonomi dan
politik). Dalam hal ini konteks masyarakat akan memberi konstribusi pembeda
pengaruh ulama berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat pedesaan (lapisan atas,
menengah dan bawah).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Seberapa kuat kepemimpinan ulama terhadap masyarakat (lapisan atas,
lapisan menengah, dan lapisan bawah) dilihat dari tingkat loyalitas,
pengaruh dan kepercayaan?
2. Seberapa besar pengaruh ulama terhadap masyarakat pedesaan (lapisan
atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dalam aspek sosial, ekonomi
dan politik?
3. Seberapa kuat hubungan antara pengaruh ulama (tingkat loyalitas,
pengaruh dan kepercayaan) terhadap politik lokal (sosial, ekonomi dan
politik) berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat?

4

Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah diuraikan, tujuan penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kekuatan ulama terhadap masyarakat (lapisan atas,
lapisan menengah, dan lapisan bawah) dilihat dari tingkat loyalitas,
pengaruh dan kepercayaan.
2. Mengetahui seberapa besar peran ulama terhadap masyarakat pedesaan
(lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dalam aspek sosial,
ekonomi dan politik.
3. Mengidentifikasi hubungan antara pengaruh ulama (tingkat loyalitas,
pengaruh dan kepercayaan) terhadap politik lokal (sosial, ekonomi dan
politik) berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi mahasiswa
selaku akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini diantaranya sebagai berikut
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai Analisis kepemimpinan
yang ada dalam struktur masyarakat khususnya masyarakat pedesaan
2. Bagi pemimpin informal, sebagai sarana evaluasi mengenai bentuk
tanggung jawab sosial pemimpin terhadap masyarakat.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menjembatani penetapan kebijakan agar dapat
dilaksanakan oleh masyarakat dengan melihat aktor penggerak
dalam masyarakat (pemimpin).
4. Bagi masyarakat sebagai referensi mengenai sosok pemimpin, khususnya
kaum muda yang merupakan calon-calon pemimpin dan generasi penerus
bangsa.

5

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka

Stratifikasi Masyarakat
Stratifikasi berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan.
Menurut Sorokin dalam Soekanto (2009) stratifikasi sosial adalah pembeda
penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Hal
tersebut terlihat dari munculnya kelas-kelas yang lebih tinggi dan kelas yang lebih
rendah. Ketidakseimbangan antara pembagian hak dan kewajiban, tanggung
jawab nilai-nilai sosial, serta pengaruhnya merupakan dasar dari lapisan kelas
tersebut. Lapisan masyarakat selalu ada baik di masyarakat yang demokratis,
kapitalis, maupun komunistis (Soekanto 2009).
Pada masyarakat yang kompleks, pembedaan kedudukan dan peranan juga
bersifat kompleks. Dimana lapisan masyarakat memiliki bentuk yang konkret.
Secara prinsipil, bentuk lapisan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kelas, yaitu ekonomis, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam
masyarakat.
Munculnya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya
dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Akan tetapi, ada pula yang sengaja
disusun untuk mencapai suatu tujuan. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat
dengan sendirinya adalah berdasarkan kepandaian, tingkat umur (yang senior),
sifat keaslian keanggotaan kerabat kepala masyarakat, dan kemungkinan juga
harta dalam batas-batas tertentu. (Soekanto 2009). Menurut Soekanto, terjadinya
proses-proses lapisan masyarakat dapat dikaji melalui pokok pedoman sebagai
berikut:
a. Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam
masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi
masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan.
b. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur antar lain: (1)
distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan, kekayaan,
keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya; (2)
Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan
penghargaan); (3) kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat
berdasarkan kualitas pribadi, keangotaan kelompok kerabat tertentu, milik,
wewenang atau kekuasaan; (4) lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah
laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keangotaan pada suatu organisasi dan
selanjutnya; (5) mudah atau sukarnya bertukar kedudukan; (6) solidaritas
diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat seperti: pola-pola
interaksi-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan
sebagainya), kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan

6

nilai-nilai, kesadaran akan kedudukan masing-masing dan aktivitas sebagai
organ kolektif.
Sejak zaman kuno, sebagaimana yang dikemukakan Aristoteles, bahwa
setiap negara terdapat tiga unsur yaitu, mereka yang kaya sekali, mereka yang
miskin, dan mereka yang ada di tengah-tengahnya. Namun demikian, stratifikasi
pada zaman penjajahan, hampir di setiap negara yang pernah dijajah seperti Asia,
Afrika atau Amerika Latin dilihat berdasarkan kriteria ras, keturunan, dan
pemilikan harta benda diterapkan dalam berbagai kombinasi yang pada umumnya
ada dua kriteria besar, ialah perbedaan berdasarkan keturunan (stand) dan
berdasarkan perbedaan pemilikan (klas) (Tjondronegoro 1999).
Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial
yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (upper class), menengah (middle class),
dan bawah (lower class). Kelas atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang
jumlahnya sangat terbatas. Kelas menengah mewakili kelompok profesional,
kelompok
pekerja,
wiraswasta,
pedagang,
dan
kelompok
fungsi
lainnya.sedangkan kelas bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian,
buruh lepas, dan semacamnya (Bungin 2008)
Pada umumnya mereka yang menduduki lapisan atas tidak hanya memiliki
satu macam saja dari sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi
kedudukan yang tinggi tersebut bersifat kumulatif. Artinya mereka yang
mempunyai uang banyak misalnya akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan,
ilmu pengetahuan, bahkan mungkin kehormatan tertentu. Bentuk konkret lapisanlapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam. Namun pada prinsipnya
bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu;
Kelas yang didasarkan pada faktor ekonomis, Kelas yang didasarkan pada faktor
politis dan Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat
Ketiga bentuk tersebut biasanya saling berkaitan satu dengan lainnya.
Misalnya, mereka yang termasuk lapisan tertentu atas dasar politis, biasanya
menduduki lapisan tertentu pula dalam lapisan atas dasar ekonomi, dan biasanya
mereka juga menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. oleh karena
itu sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sistem lapisan dalam masyarakat
itu bersifat kumulatif kendati tidak semua demikian karena hal itu sangat
bergantung pada sistem nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat (Narwoko
dan Suyanto 2004).
Sifat sistem pelapisan sosial ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
Pelapisan tertutup tidak memungkinkan seseorang pindah ke lapisan lain. Pada
sistem pelapisan terbuka setiap orang dapat naik lapisan jika mampu dan dapat
turun lapisan jika tidak mampu. Keterbukaan perjuangan tersebutlah yang menjadi
nilai perangsang seseorang guna mengembangkan potensinya dan hal itu pula
yang menjadi landasan gerak pembangunan masyarakat. Adapun kriteria
pengakuan kelas dinyatakan dalam ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran
kehormatan, dan ukuran pengetahuan dan kepandaian (Syarbaini et al. 2004).
Sehubungan dengan kriteria tersebut, maka kelas menyediakan peluang fasilitas
(life chances) tertentu, seperti kebebasan, harta, keamanan, dan kemudahan
lainnya. Akibatnya, kelas tersebut selalu menunjukkan gaya hidup (life style),
bahkan perilaku khas yang berbeda/spesifik.

7

Kepemimpinan
Sebelum membahas mengenai kepemimpinan, ada baiknya terlebih dahulu
mengetahui arti dari pemimpin, dimana dengan pengetahuan ini lebih dapat
menjelaskan arti kepemimpinan secara lebih luas. Pemimpin diartikan sebagai
individu yang mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Biasanya seorang pemimpin memiliki
orientasi masa depan, atau dengan kata lain bahwa pola pikirnya berfokus kepada
masa depan dengan berusaha membuat atau memformulasikan berbagai cara atau
strategi untuk dapat mengkomunikasikan visi guna mencapai tujuan yang telah
dibuatnya. Seorang pemimpin selalu mempunyai keinginan atau alasan yang kuat
dalam mencapai apa yang dicita-citakannya (Kartodirjo 1984). Kartodirjo (1984),
berpendapat bahwa individu yang dikatakan sebagai pemimpin cenderung
menganggap bahwa perubahan adalah orientasi utama dari sebuah tujuan yang
harus dicapai dan menilai tantangan sebagai bagian dari proses yang harus
dilewati dalam menciptakan perubahan dalam sistem masyarakat disekitarnya.
Struktur kelas sosial dalam sistem kemasyarakatan terdiri dari dua kelas,
yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang bersedia
untuk diatur oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat atau didesain oleh kelas yang
memerintah disebut sebagai kelas yang diperintah, sedangkan kelas yang secara
langsung maupun tidak langsung mampu memainkan peran dan berfungsi sebagai
kekuatan penggerak dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai kelas yang
memerintah. Besarnya peran kelas yang memerintah dalam struktur masyarakat
menjadikan kelas ini sering disebut sebagai kelas pemimpin. Kelas pemimpin ini
terdiri dari individu-individu yang mampu menciptakan perubahan dalam
kehidupan masyarakat dengan sifat kepemimpinan yang dimilikinya (Kartodirjo
1984).
Secara umum kepemimpinan dapat dapat diartikan sebagai proses
kegiatan seseorang atau individu dalam memimpin, membimbing, memengaruhi
atau mengontrol pikiran, perasaan serta tingkah laku orang lain. Namun secara
lebih terperinci, dikatakan bahwa kepemimpinan adalah pertemuan antara
berbagai faktor diantaranya adalah; (1) sifat golongan, (2) kepribadian, dan (3)
situasi atau kejadian. Ketiga faktor tersebut menunjukkan sifat multidimensional
gejala kepimpinan, yaitu aspek social-psikhologis, sosiologis-antrophologis, dan
sosial-historis (Kartodirjo 1984). Disamping itu, kepemimpinan merupakan fungsi
dari sistem kepribadian yang mengacu pada nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang
individu yang dapat memberikan motivasi dalam mempengaruhi kehidupan
masyarakat disekitarnya. Secara sederhana, kepemimpinan selalu terkait dengan
bakat dan sifat-sifat yang harus dimiliki seseorang atau individu yang
menjadikannya sebagai seorang pemimpin. Ada berbagai teori-teori yang
menjelaskan tentang bagaimana pemimpin dapat tercipta, diantaranya; (a) teori
Orang Besar yang diajarkan oleh Carlyle menjelaskan bahwa tokoh-tokoh besar
dengan kepribadian luar biasa dapat berkuasa, menentukan perang dan damai serta
nasib rakyat bahkan pendeknya jalan sejarah. (b) teori lingkungan yang
merupakan teori yang berusaha membantah Teori Orang Besar dimana teori ini
berasumsi bahwa pemimpin dapat muncul disebabkan oleh waktu, tempat dan
keadaan. (c) teori kepribadian dalam Situasi, yaitu teori yang lahir dari gabungan

8

kedua teori sebelumnya. (d) kepribadian yang kuat dengan faktor situasional akan
berakibat pada terbentuknya seorang pemimpin.
Secara lebih rinci, Ralph M. Stogdill dalam Sholehuddin (2008)
mengungkapkan, bahwa dalam memberi arti kepemimpinan ini, dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, yaitu: (a) kepemimpinan sebagai titilk pusat kelompok;
(b) kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh; (c)
kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau
kesepakatan; (d) kepemimpinan adalah pelaksanaan pengaruh; (e) kepemimpinan
adalah tindakan atau perilaku; (f) kepemimpinan adalah suatu hubungan
kekuatan/kekuasaan; (g) kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan.
Ada banyak ahli yang mencoba untuk menjelaskan berbagai jenis-jenis
kepemimpinan, salah satunya adalah Max Weber dimana ia membagi jenis-jenis
kepemimpinan kedalam tiga jenis yang berbeda, yaitu; (1) kepemimpinan
kharismatik, yaitu jenis kepemimpinan yang diangkat berdasarkan kepercayaan3
yang datang dari lingkungannya; (2) kepemimpinan tradisional, yaitu bentuk
kepemimpinan dimana pada jenis ini, pemimpin diangkat atas dasar tradisi
yang berlaku pada masyarakat; (3) kepemimpinan rasionallegal, yaitu bentuk
kepemimpinan dimana pada jenis ini pemimpin diangkat atas dasar pertimbangan
pemikiran tertentu dan penunjukan langsung dengan mekanisme yang legal
menurut hukum dan undang-undang yang berlaku.

Ulama
Di Pulau Jawa, Indonesia, orang-orang yang dianggap tinggi
pengetahuannya dalam bidang agama Islam disebut kyai (di Jawa Barat disebut
ajengan) atau ulama, tidak jarang diantaranya dianggap atau dinilai oleh
masyarakat, mempunyai ilmu pengetahuan agama yang setaraf dengan para
mujtahid (ahli berijtihad). Oleh karena itu, mereka dianggap mampu memberikan
jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang muncul dikalangan masyarakat,
baik permasalahan yang muncul erat kaitannya dengan praktek-praktek
keagamaan, maupun yang tidak berkaitan langsung seperti masalah sosial dan
politik. Secara umum sebutan kyai atau ulama dipergunakan untuk menyebutkan
seseorang atau komunitas yang dianggap mempunyai keahlian yang tinggi dalam
hukum agama Islam serta mempunyai kemampuan yang cermat dalam membaca
pikiran masyarakat sekitarnya. Disamping itu karena berbagai kelebihannya
mereka juga berfungsi sangat dominan dan efektif dalam mempersatukan
kelompok masyarakat, sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai pemimpin
lokal yang kharismatik (Iskandar 2001).
Pemimpin kharismatis merupakan pemimpin yang mempunyai kharisma
(pengaruh) yang sangat besar. Seorang pemimpin kharismatik sering dianggap
memiliki kekuatan gaib (supranatural power). Pemimpin yang kharismatik
biasanya mempunyai daya tarik, kewibawaan, loyalitas4 dan pengaruh yang
sangat besar (Sholehuddin 2008).

3

Kepercayaan merupakan kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita
memliki keyakinan yang didasarkan pada harapan terhadap prilaku yang baik dari orang lain.
4
Loyalitas merupakan kesetiaan atau pengabdian yang timbul dari kesadaran sendiri

9

Ulama sering disebut sebagai elit sosial sekaligus elit keagamaan sehingga
menjadi figur sentral dan memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat
sehingga menjadikannya sebagai individu yang memilki strata atau status sosial
yang tinggi dalam struktur kelas dan sistem kemasyarakatan (Susanto 2007).
Secara bahasa, sebenarnya merupakan bentuk jamak/plural dari kata alim
yang berarti orang yang mengetahui, namun dalam bahasa Indoensia, kata ulama
menjadi bentuk tunggal yang pengunaannya diartikan untuk menunjukkan
individu yang memiliki keahlian dibidang agama, terutama agama Islam. Secara
umum, kata ulama dapat diartikan sebagai para cendikiawan atau para ilmuan
yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai keagamaan
sehingga menjadi tokoh yang dipuja dan dihormati dalam kehidupan masyarakat,
terutama masyarakat pedesaan. Lebih dari itu, secara teologis juga dipandang
sebagai sosok pewaris para Nabi (waratsat al-anbiya).
Kedudukan Ulama pada Masyarakat Pedesaan
Para kyai terutama di daerah-daerah pedesaan menerima penghormatan
lebih dan loyalitas, yang tidak dimiliki oleh elite lokal yang lain5 sebagai
pemegang otoritas keagamaan. Otoritas dan kekuasaannya dalam masyarakat
tidak hanya terbatas pada hubungan sosial saja, tetapi juga dapat diterapkan dalam
dunia politik (Abdurrahman 2009).
Sebagai pemimpin informal dalam struktur masyarakat, ulama atau kyai
memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya
dalam sistem masyarakat pedesaan. Ulama sering di pandang sebagai sosok
pemimpin informal yang memiliki pengaruh dan peran dominan yang dijadikan
tempat bertanya dan memperoleh nasehat atau rujukan bagi masyarakat pedesaan
dalam menyelasaikan berbagai masalah kehidupan sehari-hari baik dalam urusan
ibadah, pekerjaan, maupun dalam permasalahan sosial politik (Fadhilah 2011).
Pemahaman yang mendalam mengenai ajaran agama dan nilai-nilai
spiritual menjadikan ulama sebagi sosok yang diharapkan masyarakat untuk
mampu memberikan pengaruh positif dalam menciptakan ketenangan dan
kedamaian dalam menjani kehidupan, menjaga keharmonisan dan kerukunan serta
mencegah konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat melalui motivasi dan
nasehat-nasehat yang diberikannya.
Kuatnya pengaruh dari kyai tentunya tidak lepas dari pola jaringan yang
terbentuk di kalangan kyai. Mengacu pada hasil penelitian Proyek Pengembangan
Penelitian pada Perguruan Tinggi Agama Islam Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia menyebutkan paling tidak
ada 5 pola jaringan yang dikembangkan kyai, yaitu:
a. Jaringan genealogis yang terbentuk melalui hubungan darah atau
kekerabatan antara kyai yang satu dengan kyai lainnya. Bahkan tidak
jarang sang kyai mengambil menantu dari salah satu santrinya yang
memiliki prestasi gemilang di pondok yang ia pimpin.
5

Penghormatan masyarakat terhadap kiai, biasanya ditunjukkan dengan sikap dan perilaku “mencium tangan
kiai”. Secara kultural, mengisaratkan penghormatan yang tinggi. Lebih dari itu, pada saat yang sama ia juga
bertujuan untuk memperoleh barokah. Rasa hormat terhadap kiai, sebenarnya diperkuat oleh budaya
masyarakat Indonesia

10

b. Jaringan ideologis yang terbentuk karena adanya persamaan
kepentingan ideologis, baik yang bersifat pemahaman keagamaan
(biasanya kalangan NU) maupun ideologi politik seperti PKB, PPP,
PKU, PNU, dan sejenisnya.
c. Jaringan intelektual yang terbentuk melalui proses pembelajaran baik
formal maupun nonformal antara guru (kyai) dengan murid (santri).
d. Jaringan teologis. Jaringan ini terbentuk melalui kesamaan paham
teologi yang diyakini dan dianut oleh para kyai, yang pada umumnya di
Jawa menyakini dan mengamalkan ajaran Asy’ariyah dan Maturudiyah
atau yang lebih populer dengan ‘Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah’.
e. Jaringan spiritual yang terbentuk terutama melalui organisasi tarekat.
Di Indonesia (khususnya Jawa) pada umumnya menganut tareqat
Naqsabandiyah.
Adapun kedudukan ulama pada masyarakat pedesaan juga dapat terlihat di
Banten, ada beberapa hal yang terkait dengan orientasi politik masyarakat Serang
pasca-Soeharto. Diantaranya, masyarakat Serang semakin lekat dengan keislaman.
Sehingga kemudian keislaman menjadi sumber legitimasi bagi kepemimpinan
atau kekuasaan. Salah satu dampak dari keadaan tersebut adalah munculnya peran
kyai yang menempati posisi berpengaruh dalam kehidupan masyarakat atau
orang-orang dekat kyai yang kemudian banyak yang menjadi pemimpin politik,
seperti misalnya menjadi bupati atau anggota DPRD.
Bukan hanya itu, kyai pun bisa memberikan legitimasi kepada orang-orang
yang didukungnya untuk menjadi pemimpin politik. Pada intinya, kyai menempati
posisi strategis dengan memainkan peran sebagai pemimpin informal baik untuk
urusan agama maupun kehidupan sosial secara umum. Bahkan tidak sedikit kyai
yang pengaruhnya melebihi kekuasaan pemimpin formal di wilayahnya dan
melampaui batas-batas geografis tempat tinggalnya. Kyai pun mempunyai
jaringan sosial yang luas yang terbentuk dari sistem kekerabatan, sehingga kyai
menjadi figur yang amat mempengaruhi dinamika sosial masyarakat Serang
(Alamsyah 2012).
Sebagai pemimpin informal ulama biasanya menggunakan gaya
kepemimpinan kharismatik yang didasarkan pada aura atau kharisma yang
melekat pada diri ulama tersebut dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa. Aura atau kharisma ini dianggap sebagai kemampuan khusus yang dapat
memberikan pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat disekitarnya (Max
Webber dalam Soekanto 2009). Namun demikian pengaruh dari aura dan
kharisma yang melekat pada diri seorang ulama dapat hilang. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan atau pergeseran paham yang berkembang di masyarakat, seperti
paham demokrasi di Indonesia yang mengalami pergeseran demokrasi yang
mengarah ke demokrasi liberatif.
Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru merupakan sistem yang
sentralistis dimana segala keputusan dibuat secara top down. Hal ini terlihat dari
tidak diberikan ruang atau tempat yang memberikan kesempatan bagi masyarakat
pada masa tersebut untuk berpendapat sehingga segala aspek kehidupan selalu
menunggu keputusan dari pusat sedangkan daerah-daerah hanya ditempatkan
sebagai pelaksana serta pendukung program-program yang digariskan dari pusat.
Setelah berakhirnya masa kekuasaan Orde Baru, bangsa Indonesia
kemudian mulai menggali kembali nilai-niai Pancasila dan UUD 1945 sebagai

11

pedoman untuk membangun bangsa dan Negara yang demokratis yang berusaha
memberikan kesempatan bagi masyarakatnya untuk mengaktualisasikan
pendapatnya. Dengan kata lain, kehidupan demokrasi liberatif sudah mulai
dirasakan. Demokrasi liberatif ini pun semakin memberikan pengaruh terhadap
kehidupan berdemokrasi di tanah air. Masyarakat dituntut untuk lebih aktif
memberikan partisipasinya dalam kritik dan saran yang dinilai sebagai pendapat
yang harus dipertimbangkan pemerintah ketika merumuskan berbagai kebijakankebijakan dalam membangun bangsa dan Negara.
Lahirnya kebijakan pemerintah terkait progam otonomi daerah semakin
memberikan sinyal bahwa demokrasi liberatif semakin diadopsi sebagai sistem
demokrasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari lebih di berlakukannya sistem
pemungutan suara (voting) dibandingkan dengan sistem musyawarah dan mufakat
dalam penentuan dan pemilihan pemimpin baik presiden, gubernur, walikota,
bahkan tingkat yang paling lokal yaitu kepala desa. Dimana suara mayoritas
melalui sistem voting ini menjadi suatu dasar pembenaran bagi pemerintah dalam
memberikan hak-hak individu dan kekuasaan penuh kepada rakyat untuk
berpartisipasi dalam pemerintah.
Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) yang diberlakukan pada
sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah untuk dapat tunduk pada
berbagai pembatasan-pembatasan yang dibuat agar keputusan pemerintah tidak
melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu. Demokrasi liberal yang terjadi di
indonesia merubah esensi demokrasi yang
menjadi pilihan bangsa ini,
perwujudannya tertuang dan terlihat pada sistem voting dalam penentuan
keputusan dan kebijakan pemerintah dimana suara terbanyak bukan saja
dimenangkan, tetapi memperoleh pembenaran (Swasono 2010).
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya dan
daerah. Maka dari itu pemerintah membuat kebijakan UU tentang otonomi daerah
sehingga dapat mencegah pemusatan kekuasaan yang dapat menimbulkan
pemerintahan yang bersifat otoriter. Lahirnya kebijakan otonomi daerah menjadi
bukti bahwa demokrasi liberatif mulai tumbuh dan berkembang di Negara
Indonesia. Atau dengan kata lain, otonomi daerah juga dapat dikatakan sebagai
demokratisasi (demokrasi liberal) di tingkat lokal.
Politik Lokal
Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari aspek kehidupan
masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Tumpuan kajiannya terhadap daya
upaya memperoleh kekuasaan, usaha mempertahankan kekuasaan, penggunaan
kekuasaan tersebut, dan juga bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan.
Konsep-konsep pokok yang dipelajari ilmu politik adalah negara (state),
kekuasaan (power),pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan
(policy, beleid), pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Politik tidak sama dengan ilmu politik dan ahli ilmu politik belum tentu
seorang politikus atau tokoh politik. Sejak awal hingga perkembangan yang
terakhir ada sekurang-kurangnya 5 pandangan mengenai politik. Pertama, politik
ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan

12

mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik ialah segala hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik ialah sebagai
segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan
dan masyarakat. keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik
dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap
penting (Syarbaini et al 2004).
Untuk memahami dinamika politik, sebaiknya meneliti sifat dan peranan
para elit daerah khususnya di bidang politik birokratis, ekonomis, dan identitas.
Sejak Suharto turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia
memasuki era baru. Pada waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami
desentralisasi secara besar-besaran yang terdiri dari desentralisasi otoritas politik
dan administrasi dari pusat ke daerah. Selanjutnya dibeberapa daerah efeknya
cukup signifikan, yaitu pelaku politik seperti pemerintah daerah, politik lokal, dan
organisasi nonpemerintah dan elite lokal sering jadi immune terhadap intervensi
dari pusat.
LINGKUNGAN

O
U

I
N

TUNTUTAN
SISTEM
POLITIK

P
U

KEPUTUSAN
KEBIJAKAN

T
P
U

DUKUNGAN

T

T
UMPAN BALIK

Gambar 1 Bagan sistem politik
Sumber: Syarbaini et al. 2004

Untuk konteks Indonesia, desentralisasi merupakan bagian dari
demokratisasi. Paling tidak para penyusun konsep desentralisasi di Indonesia
menggagas konsep desentralisasi dengan kerangka demokratisasi. Dengan adanya
desentralisasi, kabupaten diberikan otonomi politik dan keuangan yang lebih
besar. Hal ini kemudian dianggap lebih memberdayakan kepala daerah dalam
menjaring aspirasi rakyat lokal dan untuk pengembangan sumberdaya alam yang
belum tergali (Nordholt et al. 2007)

13

Kerangka Pemikiran
Diperlukan analisis berfikir dalam menyusun dan membangun pemahaman
serta mempermudah peneliti dalam menjelaskan pengaruh kepemimpinan ulama
terhadap politik lokal. Kerangka berfikir ini juga diharapkan mampu memberikan
gambaran atau deskripsi mengenai tahap-tahap yang akan dilalui oleh peneliti
dalam menyelesaikan penelitian ini. Tahap awal dalam penelitian ini adalah
penentuan judul yang dilakukan bersama dosen pembimbing berdasarkan hasil
diskusi, diperoleh judul penelitian berupa “Pengaruh Kepemimpinan Ulama
terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan”.
Stratifikasi sosial
masyarakat :

Kepemimpinan Ulama :

Lapisan Atas
Lapisan Menengah
Lapisan Bawah

Y2 Politik lokal:

1. Tingkat Loyalitas
a. Pengabdian
b. Ketaatan

1. Sosial
a. Gaya hidup
b. Tingkah laku

2. Tingkat Pengaruh
a. Keteladanan
b. Keahlian

2. Ekonomi
a. Perbaikan infrastruktur
b. Pembangunan tempat
ibadah
c. Bantuan sosial

3. Tingkat Kepercayaan
a. Keyakinan
b. Harapan

3. Politik
a. Pilihan Kepala Desa
b. PILKADA

: Berpengaruh

: Konteks penelitian

Gambar 2 Kerangka pemikiran
Setelah dilakukan penentuan judul, penulis berusaha mengidentifikasi
variabel-variabel yang mampu menjelaskan judul penelitian yang telah di
tentukan sebelumnya. Variebel ini terdiri dari variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain, sedangkan variabel independen adalah variabel yang mampu
memberikan pengaruh terhadap variabel lain, yang termasuk kedalam variabel
independen dalam penelitian ini adalah tingkat loyalitas, tingkat pengaruh, dan
tingkat kepercayaan, sedangkan yang termasuk kedalam varibel dependen dalam
penelitian ini adalah kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Variabel dependen
dan independen ini kemudian dilihat pengaruhnya dalam konteks masyarakat
sebagai konstribusi pembeda pengaruh ulama berdasarkan stratifikasi sosial

14

masyarakat (Lapisan atas, menengah dan bawah) untuk kemudian dianalisis
sehingga nantinya diperoleh pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bertujuan
untuk memudahkan peneliti menjelaskan judul sekaligus tema penelitian yang
diajukan sebelumnya.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan peneliti dalam memudahkan penyelesaian
penelitian ini adalah “semakin tinggi lapisan kelas sosial masyarakat, maka
semakin rendah pengaruh ulama terhadap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik pada masyarakat tersebut”.
Definisi Operasional
Kepemimpinan ulama terhadap masyarakat dapat dilihat dari tingkat
loyalitas, tingkat pengaruh dan tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap
ulama.
1) Tingkat loyalitas masyarakat terhadap ulama dapat didefinisikan sebagai
bentuk pengabdian dan ketaatan yang diberikan masyarakat terhadap ulama yang
timbul dari kesadaran sendiri tanpa adanya paksaan. Untuk mengukur tingkat
loyalitas masyarakat terhadap ulama dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala ordinal, dimana:
(1) Tingkat loyalitas rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1
(2) Tingkat loyalitas sedang (jarang/JR), diberi skor 2
(3) Tingkat loyalitas tinggi (selalu/SL), diberi skor 3
2) Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat dapat didefinisikan sebagai sikap
keteladanan dan keahlian ulama, baik secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok.
Untuk mengukur tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:
(1) Tingkat pengaruh rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1
(2) Tingkat pengaruh sedang (jarang/JR), diberi skor 2
(3) Tingkat pengaruh tinggi (selalu/SL), diberi skor 3
3). Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ulama dapat didefinisikan sebagai
kemauan dari masyarakat untuk bertumpu pada ulama dimana masyarakat
memiliki keyakinan dan harapan terhadap perilaku yang baik dari ulama. Untuk
mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ulama dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:
(1) Tingkat kepercayaan rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1
(2) Tingkat kepercayaan sedang (jarang/JR), diberi skor 2
(3) Tingkat kepercayaan tinggi (selalu/SL), diberi skor 3
Politik lokal merupakan semua kegiatan politik yang berada pada level
lokal yang menitik beratkan sifat dan peran para elit lokal (akt