Pengaruh penggunaan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget keong tutut sebagai makanan sumber protein dan tinggi kalsium

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR ( Ipomoea
batatas L) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK NUGGET KEONG TUTUT (Bellamnya javanica)
SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI
KALSIUM

NURHIDAYAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR ( Ipomoea
batatas L) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK NUGGET KEONG TUTUT (Bellamnya javanica)
SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI KALSIUM

NURHIDAYAH


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul

:

Nama
NIM

:
:


Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
terhadap Mutu Fisikokimia dan organoleptik Nugget Keong
Tutut (Bellamnya javanica) sebagai Makanan Sumber Protein
dan Tinggi Kalsium
Nurhidayah
I14062804

Disetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.
NIP. 19621204 198903 2 002

Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001


Tanggal Lulus :

ABSTRACT
NURHIDAYAH. Effect of Using Sweet Potato Flours (Ipomoea batatas L) on
Physicochemical and Sensory Qualities of Freshwater Snail (Bellamnya
javanica) Nuggets as Protein and High Calcium Food Source. Under
direction of EVY DAMAYANTHI.
Sweet potato flour has high water binding capacity that can be used as
binder in nugget processing. In the other hand, utilization of freshwater snail as a
cheap protein and high calcium source (due to its abundant availibility in
indonasia paddy field water) with low fat content is still low. Making of this
freshwater snail nugget expected to optimize the freshwater snail and sweet
potato consumption as local food. The objective of this research was to study the
effect of using sweet potato flour in physicochemical and sensory properties of
freshwater snail nugget. Sweet potato flour substitition level toward tapioca and
wheat flour was 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. The Determination of
freshwater snail nugget formula was done by trial and error in order to find the
right composition. Nugget then be analysed for its sensory and physical
properties. The best product was choosen by the consideration of the sensory
evaluation. This best product then analysed for its chemical properties, protein

digestibility and water holding capacity (WHC). A nugget without the substitution
of sweet potato flour was used as control. Results showed that there is no
significant influence (p>0,05) of sweet potato flour substitution in colour, odor,
taste, overall and hardness evaluation of nugget but give the significant influence
(p0,05) terhadap warna, aroma dan rasa, nugget tetapi memberikan
pengaruh nyata (p0,05) terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan nugget.
Produk terpilih ditentukan berdasarkan penerimaan panelis terhadap karakteristik
organoleptik nugget secara keseluruhan. Nilai tertinggi persentase penerimaan
panelis terhadap nugget secara keseluruhan dimiliki oleh nugget keong tutut
dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar 75%. Oleh karena itu, produk terpilih
yang digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar sebesar 75%.
Nilai pH adonan nugget berkisar antara 7,463-8,301. Nilai pH adonan
cenderung basa diduga karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup
tinggi yang terdapat dalam keong tutut. Tingkat substitusi tepung ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap nilai pH adonan (p0,05) terhadap kekerasan nugget. Nilai Daya Mengikat Air
(DMA) adonan nugget substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 60,93%.
Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% mengandung
air sebesar 48,14%, abu 2,59%, protein 10,16%, lemak 11,56%, karbohidrat
27,56%, serat pangan total 9,89% dan kalsium 157,60 mg/100 gram serta nilai

daya cerna protein 77,98%. Nugget keong tutut formula terpilih memenuhi 13%
AKG energi, 9% AKG karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20%
AKG kalsium. Nugget ini dapat diklaim sebagai sumber protein dan tinggi
kalsium.

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Mutu
Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai
Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium”. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibunda dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian
dan dukungan dalam bentuk materi maupun moral. Selain itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran
serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.


2.

Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen pemandu seminar.

3.

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas segala saran dan
masukkan yang diberikan.

4.

Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik.

5.

Bapak Mashudi atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan.

6.

Para Laboran (Ibu Rizky, Pak Basri, Ibu Titi dan Ibu Nina serta Ibu Rubiyah).


7.

Sahabat seperjuangan: Miftakhurrahmah dan Eva Fitrina P, serta temanteman pembahas: Desy Afriyanti, Oktarina dan Yustika Segar Negari.

8.

Yulaika Widhiastuti, Dianita Yuliani, Diniarti Prayuni, Lely Martina, Nurlailati
Ramdhani, Kustiyana dan Catur Wulandari DS atas segala perhatian dan
dukungan yang telah diberikan.

9.

Semua sahabat Gizi Masyarakat ’43, ‘42, ’44 dan Pondok Amany atas
dukungan dan semangat yang diberikan.

10. Keluarga Besar Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU atas segala
bantuannya.
11. Rekan-rekan di Laboratorium (KOPLAG).
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2011
Nurhidayah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 10 November 1988 dari
Bapak (Alm) Abdul Hamid dan Ibu Maimunah. Penulis merupakan anak ke-9 dari
sembilan bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah dasar
Islam (SDI) Daarul Falah, Tangerang (1994-2000), kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) Daarul Falah, Tangerang (20002003). Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) 10 Jakarta dan selesai pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama
penulis melaksanakan pendidikan di IPB, penulis mengikuti organisasi
kemahasiwaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai anggota
divisi Organoleptik tahun 2007/2008, Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) tahun
2007/2008 sebagai anggota divisi keputrian dan tahun 2008/2009 sebagai
Bendahara Umum. Selain itu, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) dalam bidang kewirausahaan yang dibiayai oleh DIKTI pada tahun

2008/2009 dengan judul Diet Sehat dengan Jajanan Jelly Kettel (Jelly Ketimun
Wortel). Penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa
Cikarawang pada bulan Juli-Agustus 2008 serta Internship Dietetik (ID) di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong pada tahun 2009.
 


 
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..

iii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….

iv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..


v

PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………..
Tujuan ………………………………………………………………………
Kegunaan …………………………………………………………………..

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Nugget………………………………………………………………………
Bahan Pembuatan Nugget………………………………………………..
Keong Tutut………………………………………………………..
Daging Ayam………………………………………………………
Bahan Pengikat……………………………………………………
Tepung Ubi Jalar………………………………………….
Tepung Tapioka…………………………………………..
Tepung Terigu…………………………………………….

Batter dan Breader………………………………………………..
Bahan Pembantu……………………………………………….....
Proses Pembuatan Nugget……………………………………………….
Penggilingan dan Pencampuran………………………………...
Pengukusan dan Pencetakkan…………………………………..
Battering dan Breading…………………………………………...
Pre-frying dan Frying……………………………………………...
Pembekuan………………………………………………………...
Uji Organoleptik…………………………………………………………….
Warna………………………………………………………………
Aroma………………………………………………………………
Rasa………………………………………………………………...
Tekstur……………………………………………………………...

4
4
4
6
6
7
9
10
11
12
13
13
13
14
14
15
15
15
16
16
16

METODE
Waktu dan Tempat………………………………………………………...
Bahan dan Alat……………………………………………………………..
Metode ……………………………………………………………………..
Penelitian Pendahuluan…………………………………………..
Bahan Pembuatan Nugget………………………………
Proses Pembuatan Nugget……………………………
Penelitian Lanjutan………………………………………………..
Uji Organoleptik Nugget………………………………….
Uji Sifat Fisikokimia Nugget……………………………..
Rancangan Percobaan……………………………………………………
Pengolahan dan Analisis Data……………………………………………

17
17
17
18
18
19
21
21
21
21
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Nugget………………………………………………………..
Sifat Organoleptik………………………………………………………….
Mutu Hedonik………………………………………………………
Warna………………………………………………………

23
26
26
27

ii 
 
Aroma………………………………………………………
Rasa………………………………………………………..
Tekstur……………………………………………………..
Hedonik (Kesukaan)…………………………………………….
Warna………………………………………………………
Aroma………………………………………………………
Rasa………………………………………………………..
Tekstur……………………………………………………..
Keseluruhan……………………………………………….
Sifat Fisik……………………………………………………………………
Nilai pH adonan……………………………………………………
Kekerasan………………………………………………………….
Daya Mengikat Air…………………………………………………
Sifat Kimia…………………………………………………………………..
Kadar Air……………………………………………………………
Kadar Abu………………………………………………………….
Kadar Protein………………………………………………………
Kadar Lemak………………………………………………………
Kadar Karbohidrat…………………………………………………
Nilai Energi…………………………………………………………
Kadar Serat Pangan………………………………………………
Kadar Kalsium……………………………………………………..
Daya Cerna Protein……………………………………………….
Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih terhadap AKG……….....
Harga Nugget Formula Terpilih…………………………………………..

28
28
28
29
30
30
31
31
32
33
33
35
36
36
37
38
39
39
40
40
41
42
43
43
44

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan…………………………………………………………………
Saran………………………………………………………………………..

45
46

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………

47

LAMPIRAN………………………………………………………………………...

51

 

 
 
 
 
 
 
 
 

iii 
 

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Klasifikasi keong tutut..........................................................................

5

2

Komposisi daging keong tutut per 100 gram BDD............................

5

3

Kandungan zat gizi ubi jalar per 100 gram..........................................

8

4

Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 gram..................................

9

5

Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g..........................................

10

6

Komposisi kimia tepung terigu per 100 g.............................................

11

7

Formulasi nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
yang bertingkat dalam 105 g adonan..................................................

8

19

Nilai rata-rata mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka..................................................................................................

9

26

Persentase penerimaan panelis pada nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka..................................................................................................

30

10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung
ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%.................................

37

11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut
setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per
takaran saji...........................................................................................

44

12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
serta harga produk nugget ayam komersil........................................

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

44

iv 
 

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Keong tutut..........................................................................................

4

2

Skema penelitian.................................................................................

18

3

Proses

pembuatan

nugget

keong

tutut

modifikasi

Patriani................................................................................................

20

4

Tepung ubi jalar dan tepung terigu......................................................

23

5

Adonan nugget sebelum dan sesudah dikukus...................................

25

6

Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu
hedonik nugget keong tutut matang....................................................

7

Pengaruh substitusi tepung ubi jalar

terhadap nilai rata-rata

hedonik nugget keong tutut matang....................................................
8

Nugget

keong

tutut

dengan

substitusi

tepung

ubi

29

jalar

75%.....................................................................................................
9

27

33

Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap pH adonan nugget
keong tutut...........................................................................................

34

10 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap kekerasan nugget
keong tutut setengah matang..............................................................

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

35


 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Formulir uji organoleptik mutu hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar.....................................................

2

52

Formulir uji organoleptik hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar.....................................................

53

3

Prosedur analisis sifat fisik................................................................

54

4

Prosedur analisis sifat kimia..............................................................

55

5

Hasil uji organoleptik..........................................................................

59

6

Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut matang pada
berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka......

7

64

Hasil uji lanjut Duncan mutu tekstur nugget keong tutut matang
dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka................................................................................................

8
9

64

Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka.....................

64

Hasil analisis sifat fisik......................................................................

65

10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka.....................

65

11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka............................................................................................

66

12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka.....................

66

13 Hasil uji independent samples t-test daya mengikat air adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan
substitusi tepung ubi jalar 0%...........................................................

66

14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang
substitusi tepung ubi jalar 75%.........................................................

66

15 Hasil uji independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut
setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi
tepung ubi jalar 0%...........................................................................

69

16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%.....................................................................................

71

17 Gambar bahan dan analisis nugget..................................................

73

vi 
 

 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari bahan baku
lokal agar biayanya dapat ditekan. Saat ini, masyarakat Indonesia menjadi salah
satu pengonsumsi tepung terigu terbesar, padahal bahan baku tepung terigu sulit
untuk tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tepung terigu berasal dari
gandum yang diperoleh dari hasil impor padahal masih banyak pangan sumber
karbohidrat selain gandum yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, salah
satu contohnya adalah ubi jalar.
Ubi jalar memiliki prospek yang bagus sebagai komoditas unggulan.
Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tanah, mudah dalam pemeliharaannya,
tahan terhadap kering dan biaya produksi yang murah. Produksi ubi jalar di
Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 2.057.913 ton/tahun (BPS 2009).
Selain itu, ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada
kesehatan. Hasil penelitian di North Caroline Stroke Assosiation, American
Cancer Society dan American Heart Association menyatakan bahwa ubi jalar
merupakan salah satu jenis makanan bergizi dengan banyak manfaat dan dapat
mencegah berbagai penyakit. Serat pangan (dietary fiber) ubi jalar, merupakan
polisakarida bukan pati dan dalam sistem pencernaan yang tidak tercerna dan
tidak terabsorbsi dalam usus halus, tetapi terfermentasi dalam usus besar
(Cordell 2010).
Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki
masa simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Sebagian besar
produksi ubi jalar masih digunakan sebagai bahan pangan, baik sebagai
makanan pokok maupun makanan sampingan. Sebagian lainnya telah digunakan
untuk pakan dan bahan baku industri, terutama saos. Diversifikasi pemanfaatan
dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan melalui
pengolahan menjadi bentuk setengah jadi, seperti tepung ubi jalar yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu pada produk roti,
biskuit, cookies, kue dan mi. Hal ini dapat terjadi karena sifat fungsional dari
tepung ubi jalar terutama gelatinisasi pati. Selain itu, tepung ubi jalar juga
berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya yang
tinggi (Pusbangtepa 1999). Karena kemampuan mengikat airnya yang tinggi,
maka tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan produk olahan pangan. Salah satu produk olahan pangan yang

2

memerlukan bahan pengikat dalam pengolahnnya adalah nugget. Nugget
merupakan salah satu produk olahan pangan yang cukup digemari oleh
masyarakat Indonesia dan cara pengolahannya pun cukup mudah.
Menurut SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, nugget adalah produk
olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling
yang diberi bahan pelapis (batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN 2002).
Selama ini, bahan baku pembuatan nugget pada umumnya berasal dari daging
ayam. Penelitian mengenai nugget juga telah banyak dilakukan seperti nugget
hati, nugget lele dumbo dan nugget ikan sapu-sapu. Komposisi nugget yang
sebagian besar daging menjadikan nugget sebagai salah satu alternatif untuk
pemenuhan zat gizi masyarakat terutama kebutuhan akan protein hewani.
Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh serta sebagai
sumber energi. Salah satu sumber protein hewani yang berasal dari moluska
adalah keong tutut. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur
dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah,
rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan
bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI
1977).
Keong tutut merupakan pangan inferior sehingga pemanfaatannya
sebagai makanan masih relatif rendah, padahal keong tutut merupakan salah
satu sumber protein yang murah (karena ketersediaanya berlimpah di Indonesia)
serta

tinggi

kalsium

dan

rendah

lemak.

Masyarakat

Sunda

biasanya

mengonsumsi keong tutut hanya dalam bentuk dipindang. Rendahnya partisipasi
masyarakat dalam mengkonsumsi keong tutut dikarenakan perasaan jijik yang
menghinggapi sebagian besar masyarakat terkait dengan hasil olahan keong
tutut, padahal setiap 100 gram BDD (berat dapat dimakan) keong tutut
mengandung 64 kkal energi, 11,8 g protein, 5,3 g lemak, 3,0 g karbohidrat, 75,8
g air, 122,5 mg fosfor dan 299,2 mg kalsium (Risjad 1996). Oleh karena itu,
pengolahan keong tutut menjadi nugget diharapkan dapat menarik perhatian
masyarakat untuk mengkonsumsi keong tutut sehingga akan memberikan nilai
tambah ekonomi bagi masyarakat.
Bahan pembantu dalam pembuatan nugget seperti bahan pengikat dapat
mempengaruhi mutu nugget. Bahan pengikat sagu, tapioka dan terigu

3

merupakan hal yang umum digunakan dalam pembuatan nugget. Penggunaan
tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat diharapkan dapat memberikan mutu
fisiko-kimia yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Pembuatan nugget ini
diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan keong tutut dan ubi jalar
sebagai bahan pangan lokal. Hingga saat ini penelitian yang menunjukkan
pengaruh pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan nugget keong tutut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti hal tersebut.
Tujuan
Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi
jalar dalam pembuatan nugget keong tutut.
Tujuan Khusus
1. Menentukan formula yang tepat dalam pembuatan produk nugget.
2. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat
organoleptik nugget keong tutut.
3. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat fisik
nugget keong tutut.
4. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat kimia
nugget keong tutut.
5. Menilai kontribusi zat gizi nugget terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi
(AKG) dengan menggunakan angka Acuan label Gizi (ALG) tahun 2007.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi bahan
pangan lokal yaitu keong tutut dan ubi jalar yang belum termanfaatkan secara
optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu dan bernilai
ekonomis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendukung dalam
program diversifikasi pangan.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Nugget
Menurut BSN (2002) nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak
dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis
(batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Menurut Tanoto (1994) nugget adalah
suatu bentuk produk olahan dari daging giling yang merupakan emulsi minyak
dalam air. Daging giling diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri
dengan tepung roti dan digoreng. Rasa nugget lebih gurih dibandingkan daging
utuh. Produk nugget yang dijual secara komersial pada umumnya terbuat dari
daging ayam.
Nugget pada umumnya berbentuk persegi panjang, ketika digoreng
warna nugget menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari nugget
adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma (Owens 2001).
Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan
yang disertai oleh pencampuran bumbu dan bahan pengikat; pencetakkan;
breading; pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994).
Bahan Pembuatan Nugget
Keong Tutut
Keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca
dengan famili Viviparidae. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar
lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti
sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang
jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian
Jaya (LIPI 1977).

Gambar 1 Keong tutut

5

Klasifikasi keong tutut menurut Suwignyo et al. (2005) disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi keong tutut
Kingdom
Phylum
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Species

Animalia
Mollusca
Gastropoda
Prosobranchia
Mesogastropoda
Viviparidae
Bellamnya
Bellamnya javanica van den Bush

Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti
kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukurannya dapat
mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian barat, terutama
yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah
banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat
total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang,
dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum
diperdagangkan. Keong ini berkembang biak dengan telur, akan tetapi seluk
beluk daur hidupnya belum banyak diketahui (LIPI 1997).
Tabel 2 komposisi kimia daging keong tutut per 100 g BDD
Komponen
Tutut 1
Energi (Kalori)
64
Protein (g)
11,8
Lemak (g)
5,3
Karbohidrat (g)
3,0
Kalsium (mg)
299,2
Fosfor (mg)
122,5
Besi (mg)
11,7
Air (g)
75,8
Sumber :1 Risjad (1996)
2
Persagi (2008)

Sapi 2
273
17,5
22,0
0
10,0
150,0
2,6
60,0

Ayam2
298
18,2
25,0
0
14,0
200,0
1,5
55,9

Ikan Mas2
86
16,0
2,0
0
20,0
150,0
2,0
80,0

Telur ayam2
154
12,4
10,8
0,7
86,0
258,0
3,0
74,3

Tabel 2 menunjukkan bahwa daging keong tutut memiliki beberapa
kelebihan zat gizi, seperti kandungan lemak yang rendah, sehingga dapat
digunakan sebagai menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah
lemak. Tingginya kalsium dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral
dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan zat besi yang tinggi dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan sel darah
merah.

6

Daging Ayam
Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif
murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam
terdiri atas protein 18,2% , lemak 25%, air 55,9%, energi 298%, kalsium 14%,
dan besi 1,5% (Persagi 2008).
Komponen daging ayam yang paling mahal adalah otot. Otot dada terdiri
atas serabut putih sedangkan otot paha selain serabut putih juga mengandung
serabut merah atau gelap. Perbedaan serabut ini akan berpengaruh terhadap
komposisi daging, sifat biokimia dan karakteristik sensori serta nilai ekonomis.
Daging putih mengandung kadar protein lebih tinggi daripada daging merah,
akan tetapi kadar lemaknya lebih rendah dan sebagian besar terdiri atas lemak
jenuh. Daging dada memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan
bagian-bagian

lainnya,

tetapi

memiliki

kadar

protein

yang

lebih

tinggi

dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya (Soeparno 2005).
Menurut

Lawrie

(2003),

protein

daging

terdiri

atas

miofibrilar,

sarkoplasmik, mitokondria dan jaringan ikat. Beberapa parameter yang
menentukan sifat fisik daging adalah kekenyalan, kekerasan, daya iris dan daya
mengikat air. Berdasarkan hasil penelitian Ertiningsih (1993), ayam ras memiliki
kekenyalan, kekerasan dan daya iris yang lebih rendah dibanding dengan ayam
buras sedangkan daya mengikat airnya lebih tingi.
Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan
untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan yang
digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan,
memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk
tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Branen et al. 1990).
Tepung pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena kemampuan
menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat
mengabsorpsi air 2-3 kali lipat dari berat semula. Oleh karena sifat tersebut,
maka adonan akan menjadi lebih besar (Ockerman 1983). Salah satu tepung
yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat adalah tepung ubi jalar karena
daya mengikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa 1999).

7

Tepung Ubi Jalar. Ubi jalar termasuk ke dalam famili Convolvulaceae
dan mempunyai nama botani Ipomoea batatas. Pola pertumbuhannya ada dua,
yaitu berbentuk tegak dan menjalar. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas
terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 300
Lintang Utara dan 300 Lintang Selatan. Daerah yang paling ideal untuk
mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21-270C yang
mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (Rh) 50-60%,
dengan curah hujan 750 – 1500 mm per tahun. Pertumbuhan dan produksi yang
optimal untuk usaha tani jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana 1997).
Menurut Kay (1973), umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari penebalan
lapisan luar akar yang dekat dengan batang dan berada di dalam tanah atau
bongkol yang tertinggal di dalam tanah. Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang
membesar untuk menyimpan cadangan makanan, dengan bentuk antara lonjong
sampai agak bulat. Warna kulit putih kotor, kuning, jingga, merah muda dan ungu
tua. Warna daging putih, krem, kuning, merah muda, kekuning-kuningan dan
jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terkandung di dalamnya.
Pigmen yang terdapat pada ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin.
Menurut Lingga et al. (1986) ubi jalar digolongkan sebagai tanaman
merambat dengan batang tidak berkayu, berbentuk bulat dan bagian tengah
terdiri atas gabus. Setiap ruas tumbuh daun, akar, batang, dan tunas cabang.
Batang ubi jalar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu batang besar;
biasanya terdapat pada varietas dengan tipe menjalar, mempunyai panjang
batang 1-3 m. Golongan kedua berbatang sedang, terdapat pada varietas yang
bertipe agak tegak dengan panjang batang 1-2 m. Golongan ketiga berbatang
kecil, terdapat pada varietas yang bertipe merambat dengan panjang batang 2-3
m. Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang berumbi
lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena
banyak mengandung pati.
Tanaman

ubi

jalar

lebih

efektif

sebagai

penghasil

karbohidrat

dibandingkan dengan ubi kayu. Ubi jalar mampu menghasilkan 48000 kalori per
hektar per hari, sedangkan ubi kayu hanya 35000 kalori per hektar per hari. Hal
ini disebabkan oleh umur panen tanaman ubi jalar yang lebih pendek dari ubi
kayu yakni sekitar 4 bulan. Nilai gizi ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi
penanaman dan musim tanamnya. Terdapat variasi komposisi pada ubi jalar
antara varietas yang sama yang ditanam pada lokasi yang berbeda dan antara

8

varietas yang berbeda yang ditanam pada lokasi yang sama (Pusbangtepa
1999). Kandungan zat gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram
Zat Gizi
Energi (kal)
Protein (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin C (mg)
Tiamin (mg)
Air (g)
Karoten total ( g)
Serat (g)
Abu (g)
Riboflavin (mg)
Niacin (mg)

Ubi jalar merah
151
1,6
35,4
0,3
29,0
0,7
74,0
10,5
0,13
61,9
1208,0
0,7
0,6
0,08
0,7

Ubi jalar Putih
88
0,4
20,6
0,4
30,0
0,5
10,0
36,0
0,25
77,8
264,0
4,0
0,8
0,06
-

Ubi jalar kuning
119
0,5
25,1
0,4
30,0
0,4
40,0
21,0
0,06
70,9
4948,0
4,2
1,0
0,07
0,7

Sumber: Persagi (2008)

Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati.
Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut
seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang
banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64%
hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya
meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo
2006).
Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan karbohidrat adalah
kecenderungan timbulnya flatulensi setelah mengonsumsi ubi jalar. Flatulensi
disebabkan oleh gas H2, CH4 dan CO2 yang bersama-sama membentuk gas
flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna
dalam tubuh yang dilakukan oleh mikroflora usus. Karbohidrat yang tidak
tercerna menyediakan substrat bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroflora
usus.

Substrat

tersebut

mempercepat

pertumbuhan

bakteri

sehingga

menghasilkan metabolit yang berfungsi sebagai penjaga kesehatan bagi usus
halus dan kolon (Johnson & Southgate 1994).
Salah satu produk ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pada industri pangan adalah tepung ubi jalar. Hasil penelitian Suismono (1995)
menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tepung ubi jalar yang baik, maka ubi
diproses melalui beberapa tahap yaitu pengupasan, penyawutan, perendaman di
dalam larutan bisulfit 0,2%, pengepresan, pengeringan dan penepungan. Sammy

9

(1970) menyatakan bahwa untuk memperbaiki warna tepung ubi jalar dapat
dilakukan dengan cara ubi diiris dengan ketebalan 2-3 mm, dicelupkan ke dalam
larutan sodium metabisulfit, kemudian dicuci 2 kali sebelum dikeringkan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode
pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar
matahari (Santosa et al. 1994) dan menggunakan alat pengering seperti mesin
pengering sawut ubi jalar (Sutrisno & Ananto 1999), oven dan drum dryer. Ubi
jalar banyak mengandung senyawa fenol sehingga pada proses pembuatan
(pengupasan, pemotongan dan pengeringan) terjadi proses pencoklatan
enzimatis. Di samping itu, tingginya kadar gula dan serat pada ubi jalar dapat
mempengaruhi warna tepung (Antarlina 2003).
Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
makaroni dan kue, sebagai bahan pengisi, pengikat dan penstabil karena daya
mengikat airnya tinggi (Pusbangtepa1999). Karakteristik kimia tepung ubi jalar
berbeda antar varietas. Komposisi kimia tepung ubi jalar antara varietas ubi jalar
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g
Komponen
Air (g)
Abu (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat kasar (g)
Pati (g)
Gula (g)
β-karoten ( g)
Amilosa

Putih
6,40
1,78
2,35
0,75
79,41
2,45
80,46
5,23
303,00
26,55

Tepung ubi jalar
Kuning
4,50
2,05
2,85
0,45
79,36
3,31
79,81
5,51
909,00
25,00

Merah
4,25
2,92
2,36
0,76
65,93
4,19
85,32
18,38
794,10
24,50

Sumber : Marahastuti (1993)

Menurut Honestin (2007), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk
poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran
granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 µm,
sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara
20-60 µm. Menurut Iwansyah (2005), tepung ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi
awal 76,50C dan suhu gelatinisasi maksimum 106,50C. Suhu gelatinisasi tepung
ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.
Tepung Tapioka. Ubi kayu adalah tanaman yang dapat tumbuh subur di
Indonesia. Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati (karbohidrat)
sebanyak 32,4 g per 100 gram ubi kayu. Salah satu bentuk olahan dari umbi

10

kayu adalah tapioka. Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil
ekstraksi ubi kayu (Manihot utilissima), yang telah mengalami pencucian,
pemarutan, pengendapan dan pengeringan pati (BPPT 2000).
Beberapa sifat pati yang penting adalah tidak berasa manis, tidak mudah
larut dalam air dingin, membentuk pasta dan gel dalam air panas, sebagai
sumber cadangan energi dalam tanaman. Hidrolisa pati akan menghasilkan
glukosa dan bila hidrolisa tidak sempurna akan menghasilkan dekstrin dan sifat
viskositasnya yang besar dapat digunakan untuk mengentalkan makanan (Potter
& Hotckiss 1995).
Tepung tapioka memberikan cita rasa yang lunak dan dapat digunakan
sebagai bahan pengental, bahan pengisi serta bahan pengikat dalam industri
makanan seperti dalam pembuatan puding, makanan bayi dan sosis (Matz
1997). Menurut Fennema (1996), kandungan amilosa tapioka sebanyak 17%.
Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g
Komponen
Air (g)
Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Abu (g)
Serat (g)

Jumlah
9,1
88,2
1,1
0,5
1,1
-

Sumber : Persagi (2008)

Tepung tapioka mempunyai sifat dapat bergelatinisasi pada suhu relatif
rendah sehingga tepung tapioka mudah dan cepat membengkak bila dipanaskan
dalam air. Pemanasan pati dalam air menyebabkan terjadinya pembengkakan
granula dengan cepat. Granula pati dalam air dingin akan menyerap air dan
membengkak namun jumlah air yang terserap hanya mencapai kadar 30 persen.
Granula pati akan menyerap air dan terjadi peningkatan volume dalam air pada
suhu 550C sampai 650C yang merupakan pembengkakan yang sesungguhnya.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak kembali
lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada
saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno 2008).
Tepung Terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang digiling. Biji
gandum dihasilkan oleh tanaman Triticum sp, yang tumbuh di daerah sub tropis
(Arpah 1993). Berdasarkan komposisi gandum, gandum dibagi menjadi dua,
yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum keras
mengandung banyak gluten dan gandum lunak mengandung gluten yang rendah

11

(Gaman & Sherrington 1992). Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g
Komponen
Air (g)
Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg/100 g)
Besi (mg/100 g)
Vitamin B1(mg/100 g)
Serat (g)

Jumlah
11,8
77,2
9,0
1,0
22,0
1,3
0,1
0,3

Sumber: Persagi (2008)

Tepung terigu berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tepung keras dan tepung lunak. Tepung yang keras adalah tepung
yang terbuat dari gandum keras dengan kadar protein 11-13%, menghasilkan
adonan yang sukar meregang, kenyal, mempunyai daya serap air yang tinggi,
memiliki daya kembang yang baik dan mempunyai daya menahan gas yang baik.
Tepung yang lunak adalah tepung yang terbuat dari gandum lunak dengan kadar
protein 8-9%, menghasilkan adonan yang kurang meregang, kurang kenyal dan
mempunyai daya serap air yang rendah (US Wheat Associates 1981). Menurut
Fennema (1996), terigu mengandung amilosa sebanyak 28%.
Batter dan Breader
Menurut Barbut (2002), perekat tepung (batter) adalah bahan-bahan yang
digunakan untuk melapisi produk. Bahan utama yang biasa digunakan sebagai
batter adalah tepung terigu, tepung maizena, protein, gum dan bahan
pengembang. Salah satu jenis protein yang dapat digunakan sebagai batter
adalah telur. Telur ayam mempunyai struktur yang sangat khusus dan
mengandung gizi yang baik. Telur juga mempunyai sifat pengemulsi yaitu
dengan membentuk lapisan elastis yang menyelubungi butiran (fase terdispersi).
Breader adalah bahan yang yang ditambahkan di atas batter yang dapat
memperbaiki penampakan dan tekstur serta meningkatakan volume dan berat
produk. Bahan yang biasa digunakan sebagai breader adalah tepung roti.
Pelumuran tepung roti (breader) merupakan bagian yang penting dalam
proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breader
dapat membuat produk tersebut menjadi renyah, lebih enak dan lezat. Tepung
yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan
dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti yang digunakan harus
segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang,

12

serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing. Batter dan
breader digunakan untuk melapisi produk-produk makanan dan dapat digunakan
untuk

melindungi

dari

dehidrasi

selama

pemasakan

dan

penyimpanan

(Cuningham & Suderman 1983).
Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan
untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan serta untuk menetapkan bentuk dan rupa (Winarno et al. 1980).
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah garam, gula,
bumbu-bumbu yakni bawang putih, dan lada.
Garam merupakan komponen yang banyak ditambahkan dalam produk
daging. Penambahan garam bertujuan untuk melarutkan protein terutama miosin
dan aktin serta meningkatkan daya mengikat airnya sehingga terbentuk produk
nugget dengan tekstur yang baik. Konsentrasi garam yang tinggi pada produk
daging dapat menghentikan atau menekan pertumbuhan mikroorganisme.
Garam juga biasa digunakan pada produk daging sebagai penegas cita rasa
(Barbut 2002).
Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk yang
terlalu asin. Selain garam pemakaian gula dan bumbu-bumbu juga dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemakaian gula dap