Perancangan Sistem Kontrol untuk Mengatasi Efek Contra-Rotating pada Roket Motor Elektrik

(1)

PERANCANGAN SISTEM KONTROL UNTUK

MENGATASI EFEK CONTRA-ROTATING PADA

ROKET MOTOR ELEKTRIK

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Pada

Program Studi Strata Satu Sistem Komputer Di Jurusan Teknik Komputer

Oleh

Reza Aulia Yulnandi 10210100

Pembimbing Ayub Subandi M.T Dipl. Ing Endri Rachman

JURUSAN TEKNIK KOMPUTER

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT., Pencipta pemelihara alam semesta, shalawat serta salam semoga terlimpah bagi Muhammad SAW., keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir masa.

Atas rahmat Allah SWT., akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, meskipun proses belajar sesungguhanya tak akan berhenti. Tugas akhir ini sesungguhnya bukanlah sebuah kerja individual dan akan sulit terlaksana tanpa bantuan banyak pihak yang tak mungkin Penulis sebutkan satu persatu, namun dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta yang selalu bekerja keras dan sabar dalam membimbing anaknya untuk menjalani kehidupan didunia maupun menghadapi kehidupan akhirat meski dalam keadaan lemah dan sulit, Ibu Nani Juhaeni dan Bapak Efpendi.

2. Dr. Ir Edy Suryanto Soegoto, M.Sc. selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer.

4. Dr. Wendi Zarman, M.Si. selaku Ketua Program Studi Teknik Komputer. 5. Dipl. Ing Endri Rachman selaku dosen pembimbing yang telah

membantu mulai dari awal hingga selesainya tugas akhir ini dan selaku ketua Divisi Roket dan Unmanned System Unikom 2014/2015 yang telah memberikan ilmu serta waktunya dalam proses berjalannya Divisi Roket. 6. Ayub Subandi, M.T selaku dosen pembimbing yang telah membantu

mulai dari awal hingga selesainya tugas akhir ini.

7. Selvia Lorena Ginting Br, S.Si., M.T selaku Dosen Wali 10 SK-3

8. Agus Mulyana, M.T selaku pembina kelompok belajar PIPELINE dan pembina tim yang telah memberikan ilmunya agar penulis dapat tetap berkarya, pengalamannya agar penulis menjadi lebih dewasa dan dukungan moralnya agar penulis tetap bersabar dalam pembelajaran. 9. Seluruh mahasiswa Program Studi Teknik Komputer terkhusus pada

kawan-kawan 10 SK-3 yang selalu memberikan semangat dan dorongannya untuk tetap menjalani perkulihan.


(3)

vi

10. Kang Sugeng, Febri, Rickardo, dan Lutfi yang telah menemani penulis dalam kegiatan divisi roket. Andri Lubis, Fathur Rohman dan Rozak untuk bantuan fasilitasnya. Andri Zain untuk VB6.0-nya dan seluruh pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan.

Akhirnya, Penulis berharap semoga penelitihan ini menjadi sumbangsih yang bermanfaat bagi duni sains dan teknologi di Indonesia, khususnya disiplin keilmuan yang Penulis dalami

Bandung, Februari 2015 Penulis


(4)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metode Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TEORI PENUNJANG ... 5

2.1 Pendekatan secara teori kontrol ... 5

2.1.1 terminologi ... 5

2.1.2 Open-loop dan Closed-loop ... 6

2.1.3 Respon sistem ... 6

2.1.4 Kontrol Proposional Integral Derivatif (PID) ... 7

2.1.5 Roket ... 11

2.1.6 Efek contra-rotating ... 12

2.1.7 Stabilitas dan kontrol roket ... 13

2.2 Pendekatan secara perangkat lunak ... 16

2.2.1 Microsoft Visual Basic 6.0 ... 16

2.2.2 Arduino Sketch 1.5.2 ... 16

2.2.3 Eagle CadSoft 6.3.0 ... 17

2.2.4 RockSim ... 17

2.3 Pendekatan secara perangkat keras ... 18

2.3.1 Mikrokontroler ... 18


(5)

viii

2.3.3 Komunikasi data ... 29

2.3.4 Aktuator ... 30

BAB III PERANCANGAN SISTEM ... 34

3.1 Kontrol mekanisme ... 34

3.1.1 Komponen penyusun dan rancangan mekanik ... 34

3.1.2 Stabilitas roket ... 38

3.1.3 Kontrol roket ... 39

3.2 Perancangan Perangkat Keras ... 41

3.2.1 Diagram blok perangkat keras dan pertimbangannya ... 41

3.2.2 Wiring Diagram Sistem ... 48

3.3 Perancangan Perangkat Lunak ... 54

3.3.1 Diagram Alir Program Utama ... 54

3.3.2 Diagram Alir Prosedur Pengolahan Data Remote ... 57

3.3.3 Diagram Alir Interupsi Penerimaan Data Remote ... 59

3.3.4 Diagram Alir Prosedur Pengolahan Perilaku Roket ... 61

3.3.5 Diagram Alir Prosedur Pengiriman Data ... 63

3.3.6 Diagram Alir Prosedur Kontrol Roket ... 65

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA ... 67

4.1 Pengujian ... 67

4.1.1 Pengujian sistem sensorik ... 67

4.1.2 Pengujian komunikasi ... 71

4.1.3 Pengujian roket skala laboratorium ... 72

4.1.4 Uji Peluncuran ... 73

4.2 Analisa ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(6)

iii

ABSTRAK

Roket motor elektrik atau roket EDF merupakan bentuk pembelajaran baru dibidang roket yang dikembangkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional pada kompetisi Kontes Muatan Roket dan Roket Indonesia. Jenis roket ini memanfaatkan penggerak (motor roket) dari tipe electronic ducted fan (EDF) atau kipas angin yang tersalurkan dengan pemutar motor listrik sebagai pengganti bahan bakar roket. Proses penggatian jenis pendorong roket akan menimbulkan efek contra-rotating yakni pergerakan berlawanan poros badan roket terhadap putaran motor roket. Untuk mengontrol efek tersebut diperlukan teknik pengotrolan berupa ekor aktif. Salah satu metoda ekor aktif yang diterapkan adalah metoda jet vanes. Proses pengontrolan ekor aktif memerlukan data perilaku roket yang didapat melalui komponen sensorik berupa sensor IMU. Untuk melakukan proses analisa terhadap kontrol yang telah dibuat, Data perilaku roket akan dikirimkan melalui media transmisi sinyal radio pada frekuensi 2,4 GHz menggunakan modul XBee-Pro. Proses aktivasi roket kontrol roket akan mengandalkan remot kontrol jarak jauh. Penggabungan komponen tersebut akan menghasilkan suatu sistem yang akan mengatasi efek contra-rotating sehingga kecepatan putaran pada badan roket mendekati nilai nol.


(7)

iv

ABSTRACT

Electric Motor rocket or EDF rocket is new form of learning in field of rocket that developed by Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Electric motor rocket takes advantage of motor rocket from electric ducted fan(EDF) or channeled fan with rotation of electric motor that substitute rocket fuel. Replacement booster rocket will evoke contra-rotating effect. Contra-rotating effect is opposite rotation of rocket body to rotation rocket motor. To control the effects, that is necessary control techniques such as active tail. The method that will applied is an active tail jet vanes method. Process control active tail require rocket attitude data which can obtained through sensoric component such as IMU sensor. To analysis of control was created, rocket attitude data will be sent via the radio signals at a frequency of 2.4 GHz using XBee-Pro module. Control activation process rocket will rely on long-distance remote control. The affiliation of all components will result a system that will overcome the effects of the contra-rotating so rotation speed of the rocket body will be nearly zero.


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi roket bermula pada abad kesembilan. Penemuan bubuk hitam (gunpowder) oleh ahli kimia taoisme Cina disaat proses pembuatan obat awet muda. Penemuan ini mengarah pada percobaan dalam bentuk senjata seperti bom, meriam dan panah api yang menjadi sebuah permulaan bagi perubahan besar bagi sejarah Cina maupun dunia. Hal tersebut merupakan awal mula penemuan roket.

Roket motor elektrik merupakan bentuk pembelajaran baru dibidang roket yang dirancang oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada kompetisi Kontes Muatan Roket dan Roket Indonesia (KOMURINDO). Jenis roket ini memanfaatkan penggerak (motor roket) berjenis electronic ducted fan (EDF) atau fan (kipas angin) yang terbungkus/tersalurkan dengan pemutar motor listrik sebagai pengganti bahan bakar roket. Proses penggantian jenis penggerak ini menyebabkan penambahan perputaran pada badan roket yang menimbulkan efek contra-rotating yaitu pergerakan putaran badan roket kearah sebaliknya dari putaran motor pendorong. Efek contra-rotating ini menimbulkan beberapa permasalahan seperti penurunan tingkat efisiensi pada daya dorong roket dan perubahan arah pada jalur penerbangan.

Gambar I-1 Aksi-reaksi motor elektrik pendorong roket

Untuk itu, perancangan sistem yang mampu mengurangi efek contra-rotating pada roket motor elektrik dapat menjadi suatu kajian dalam bidang keilmuan kontrol roket.


(9)

2 1.2 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan hasil pemaparan latar belakang maka dibuatlah maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan.

Maksud dari penelitian ini adalah merancang suatu sistem yang mampu mengatasi efek contra-rotating pada roket motor elektrik.

Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan teknik kendali Proporsional, Integral, Derivatif (PID) ke dalam mekanisme pengontrolan kecepatan perputaran pada roket motor elektrik.

Gambar I-2 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3 Perumusan Masalah

Pada suatu proses pemecahan permasalahan diperlukan adanya penjabaran terhadap masalah-masalah yang akan menjadi pokok-pokok pemecahan masalah. Berikut ini beberapa masalah yang akan dihadapi pada bahasan ini:

1. Jenis kontrol untuk menghadapi efek contra-rotating

2. Mekanika yang digunakan untuk menghadapi efek contra-rotating 3. Pemilihan sensor yang mampu memberikan data yang akurat tentang

kecepatan putaran yang terjadi pada sumbu horizontal roket.

Diharapkan dengan adanya hal diatas ini akan mampu meningkatkan proses efisiensi pada tahap perancangan dan mengarahkan perancangan ke arah yang dituju.

1.4 Batasan Masalah

Perancangan sistem akan memiliki batasan-batasan terhadap masalah yang ditemui, yakni

1. Perancangan kontrol akan berfokus pada pengimplementasian algoritma kontrol yaitu kontrol PID.


(10)

3

3. Tidak adanya perancangan Ground Control Station karena Ground Control Station dianggap telah tersedia.

Berdasarkan pemaparan diatas, diharapkan batasan yang telah diberikan dapat meningkatkan efisiensi dalam penelitian.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam pembuatan sistem ini adalah 1. Literatur

Menurut ALA Glosary of Library and Information Science (1983), literatur adalah bahan bacaan yang digunakan dalam berbagai aktivitas baik secara intelektual maupun rekreasi. Literatur disini memiliki maksud untuk melakukan pengumpulan data acuan penelitian. Metode ini dilakukan dengan cara pengumpulan informasi pada buku-buku, jurnal, paper dan informasi lainnya baik dalam media cetak maupun elektronik. 2. Wawancara

wawancara bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hal-hal yang terjadi dilapangan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang menjadi konsen dari masalah. Metode ini akan dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada beberapa pihak ahli dibidang roket.

3. Pemodelan Simulasi

Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs). Proses simulasi ini juga berguna untuk mengurangi tingkat kegagalan yang akan terjadi pada proses pengujian. Proses simulasi akan menggunakan software Rocksim.

4. Perancangan

Metode merupakan proses implementasi terhadap data yang telah didapat dari metode sebelumnya. Hasil dari metode perancangan adalah suatu produk yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Perancangan terdiri dari beberapa tahap yaitu pembuatan sketsa, pengumpulan bahan, pembuatan sistem modular dan integrasi.

5. Pengujian

Melakukan pengujian terhadap rancangan alat yang dibuat baik pada skala lab ataupun skala lapangan. Hasil dari metode pengujian adalah data-data yang akan digunakan untuk menganalisa kinerja sistem.


(11)

4 6. Evaluasi

Melakukan pengolahan terhadap data-data yang telah didapat pada metode pengujian untuk menghasilkan suatu kesimpulan tentang tolak ukur keberhasilan perancangan sistem.

7. Simpulan

Membuat suatu laporan dari hasil penelitian tugas akhir yang telah dibuat. 1.6 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini tersusun atas beberapa bab pembahasan. Sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Teori Penunjang

Mengemukakan dan menjelaskan tinjauan pustaka tentang topik yang akan dibahas berdasarkan studi literatur dan percobaan yang dilakukan.

BAB III Perancangan Sistem

Mengemukakan tentang perancangan alat yang dibuat untuk tugas akhir ini, meliputi garis besar sistem, perancangan perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan, sehingga menjadi suatu alat yang dapat bekerja dengan baik.

BAB IV Hasil Pengujian dan Analisa

Berisi tentang pengujian-pengujian serta analisa perangkat keras dan perangkat lunak, analisa kelayakan perancangan dan pengintegrasian sistem secara keseluruhan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Berisi simpulan berdasarkan penelitian dan saran yang digunakan untuk pengembangan sistem yang telah dirancang.


(12)

5

BAB II

TEORI PENUNJANG

Bab ini akan membahas tentang teori dasar dari perancangan kontrol untuk mengatasi efek contra-rotating yang terjadi pada roket motor elektrik. Untuk itu, pembahasan dasar teori akan didasarkan terhadap beberapa pendekatan yakni:

1. Pendekatan secara teori kontrol. 2. Pendekatan secara perangkat lunak. 3. Pendekatan secara perangkat keras. 2.1 Pendekatan secara teori kontrol 2.1.1 terminologi

Controlled variable dan Manipulated variable. Controlled variable adalah suatu kuantitas atau kondisi yang terukur dan terkontrol. Pada topik ini, kecepatan putaran merupakan Controlled variable. Manipulated variable adalah kuantitas atau kondisi yang diubah oleh pengontrol yang akan mempengaruhi nilai

controlled variable. Pada topik ini, mekanisme dari teknik pengontrolan roket yang akan menjadi Manipulated variable. Kontrol sendiri dapat diartikan pengukuran nilai controlled variable sistem dan pemberian sinyal pada sistem untuk mengoreksi nilai deviasi yang terukur menjadi nilai yang diharapkan.

Plants. Plant dapat berupa suatu peralatan atau suatu kelengkapan dari perangkat mesin yang bekerja bersama untuk mengerjakan suatu tujuan tertentu.

Processes. Process sebagai suatu kelanjutan operasi atau pengembangan yang ditandai dengan serangkaian perubahan bertahap yang menggantikan satu sama lain dengan cara yang relatif tetap dan mengarahkan pada suatu tujuan.

Systems. System merupakan kombinasi dari komponen yang bertindak bersama dan melakukan suatu tujuan.

Disturbances. Disturbance adalah suatu sinyal yang cenderung mempengaruhi nilai keluaran dari suatu sistem. Disturbance yang dihasilkan oleh sistem dinamakan internal disturbance sedangkan disturbance yang muncul dari luar sistem disebut external distubance.

Feedback Control. Feedback control mengartikan pada suatu operasi yang memiliki gangguan dan cenderung mengurangi perbedaan diantara keluaran dan referensi sistem.


(13)

6 2.1.2 Open-loop dan Closed-loop

Open-loop Control Systems. Open-loop Control Systems direpresentasikan sebagai sistem dimana nilai keluarannya tidak memiliki efek terhadap aksi dari kontrol. Hal tersebut menyebabkan akurasi nilai keluaran sistem akan bergantung pada kalibrasi. Kehadiran distubance pada sistem memberikan hasil yang tidak diharapkan. Open-loop biasa digunakan pada sistem time-based seperti mesin cuci dimana tidak adanya pengecekan tingkat kebersihan pakaian yang dicuci.

Closed-loop Control Systems. Closed-loop Control Systems merupakan representasi terhadap sistem yang nilai keluarannya memiliki efek timbal balik terhadap aksi dari kontrol. Pada sistem Closed-loop memiliki sinyal error dari hasil pembandingan perbedaan nilai keluaran dan nilai referensi.

Perbandingan Closed-loop dan Open-loop Control System. Keuntungan dari penggunaaan Closed-loop adalah penggunaan sistem timbal balik yang membuat sistem dapat merespon terhadap gangguan baik dari dalam maupun dari luar sistem yang mustahil dilakukan pada Open-loop. Pada sisi stabilitas, Open-loop dianggap lebih mudah dirancang karena stabilitas sistem bukan merupakan masalah utama. Sedangkan pada Closed-loop, stabilitas sistem kadang kala menjadi masalah karena kelebihan pengkoreksian error yang dapat menyebabkan osilasi dari perubahan amplitudo. Oleh karena itu, penggunaan sistem kontrol bergantung pada keberadaan disturbance.

2.1.3 Respon sistem

Dalam suatu sistem yang bergerak akan terdapat suatu kontrol yang mengatur pergerakan sistem tersebut. Pada proses kontrol terdapat beberapa hal yang menjadi titik penentu respon dari sistem tersebut, yakni

Steady-state error merupakan perbedaan antara nilai yang dihasilkan terhadap nilai referensi pada saat waktu menuju tak hingga. Sistem yang diharapkan akan memiliki steady-state error sekecil mungkin.

Rise time, tr ; waktu yang diperlukan sistem untuk melakukan kenaikan

dari suatu nilai ke nilai lainnya. Untuk sistem yang memiliki redaman cukup(underdamped) nilai yang digunakan adalah 0% ke 100%. Sedangkan untuk sistem yang memiliki redaman berlebihan(overdamped) digunakan nilai 10% ke 90%. Respon sistem yang dianggap baik memiliki


(14)

7

Maximum overshoot, Mp ; Maximumovershoot merupakan nilai simpangan

maksimum dari nilai puncak respon. Sistem yang stabil tidak memiliki

overshoot yang besar.

Settling time, ts ; Settling time merupakan waktu yang diperlukan untuk

mencapai dan diam pada nilai akhirnya yang memiliki persentase steady

-state error sekitar 0,02 atau 0,05. Respon sistem yang dianggap baik memiliki Settling time yang kecil.

Gambar II-1 kurva kontrol 2.1.4 Kontrol Proposional Integral Derivatif (PID)

Setelah mengetahui faktor penentu baik buruknya respon sistem maka proses dilanjutkan kearah pengenalan kontrol. Kontrol proporsional integral derivatif (PID) merupakan salah satu jenis kontrol yang telah umum digunakan dalam dunia industri.

Gambar II-2 Diagram blok kontrol PID

Pada kontrol derivatif. Ketiga kontrol tersebut memiliki karakteristik yang terkait satu sama lainnya. kontrol PID terdapat tiga buah komponen utama yaitu kontrol proporsional, kontrol integral dan


(15)

8 Kontrol Proporsional

Pada suatu sistem yang menggunakan kontrol proporsional, Hubungan antara sinyal keluaran u(t) dan sinyal error e(t) adalah

= �

dalam bentuk diskrit, kontrol proporsional dapat ditulis menjadi

� = �

dimana Kp adalah gain proporsional

Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa kontrol proporsional merupakan pembesaran/amplifikasi dari nilai sinyal error. Kontrol proposional menghasilkan beberapa efek dalam sistem kontrol yakni sebagai berikut.

1. Semakin besar Kp maka semakin kecil rise time yang dihasilkan.

2. Penggunaan Kp yang berlebihan akan menyebabkan sistem tidak

stabil atau berosilasi terhadap titik referensinya.

3. Berapapun besarnya nilai Kp, kontrol proporsional tidak dapat

menghilangkan steady-state error. Kontrol Integral

Suatu sistem yang tidak memiliki kontrol integral akan terdapat steady-state error atau nilai offset. Steady-state error adalah selisih dari nilai referensi dan nilai keluaran pada limit waktu tak hingga.

Gambar II-3 Unit-step response dan offset

Nilai offset menyebabkan sistem tidak dapat diam pada titik referensinya. Kontrol integral digunakan untuk mengeliminasi nilai offset pada sistem.

Gambar II-4 Kontrol sistem integral

Gambar II-4 menggambarkan suatu sistem yang menggunakan kontrol integral. Kontrol sistem tersebut mengunakan kontroler integral yang dapat


(16)

9

dibentuk kedalam bentuk closed-loop transfer function menjadi persamaan berikut ini.

dengan

Steady-state error untuk unit-step response dapat didapatkan dengan memasukan pada persamaan:

Suatu sistem yang menggunakan kontrol integral, nilai keluaran u(t) akan berubah dengan rasio integral terhadap pergerakan sinyal error e(t). Hubungan antara sinyal keluaran u(t) dan sinyal error e(t) adalah

= � =

0

dalam bentuk diskrit, persamaan ini dapat ditulis menjadi

� = � �(�)∆

�=1

Selain menghilangkan steady-state error, pada penggunaannya kontrol integral memberikan beberapa efek lain yakni sebagai berikut.

1. Keluaran kontrol integral membutuhkan selang waktu sehingga dapat memperlambat respon sistem.

2. Penggunaan kontrol integral dapat mempercepat hilangnya offset. Namun jika penggunaannya terlalu besar, tingkat osilasi dari keluaran kontrol pun akan bertambah besar.

Kontrol Derivatif

Pada saat kontrol derivatif ditambahkan pada sistem yang menggunakan kontrol proporsional akan menghasilkan kontroler yang memiliki sensitifitas tinggi. Selain itu, kontrol derivatif menggunakan laju perubahan dari sinyal


(17)

10

yang signifikan sebelum sinyal kontroler menjadi terlalu besar. Pada suatu sistem yang menggunakan kontroler derivatif, Hubungan antara nilai keluaran u(t) dan sinyal error e(t) adalah

= �

dalam bentuk diskrit, persamaan ini dapat dituliskan menjadi

� =

� − �( −1) ∆

Sinyal kontrol ini memiliki karakter untuk mengurangi steady-state error

meskipun tidak sebesar yang dilakukan oleh kontrol integral.

Dengan demikian dapat kita simpulkan hasil pembahasan kontrol terhadap sistem yang ada dalam tabel II-1 berikut.

Tabel II-1 Efek kontrol (Proporsional, Integral, Derivatif)

Kontrol Rise time Overshoot Settling time Steady-state error

Proporsional Menurunkan Meningkatkan Perubahan

kecil Mengurangi Integral Menurunkan Meningkatkan Meningkatkan Mengeliminasi Derivatif Perubahan

kecil Menurunkan Menurunkan Perubahan Kecil Jika tabel II-1 efek kontrol digambarkan dalam grafik menjadi sebagai berikut.

Gambar II-5 Efek kontrol (Proporsional, Integral, Derivatif)

Berdasarkan beberapa karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap kontrol memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sistem kontrol yang baik akan tercipta dengan melakukan penggabungan terhadap kontrol proporsional, integral dan derivatif.


(18)

11 2.1.5 Roket

Roket merupakan suatu wahana yang memperoleh daya dorong dari mesin roket. Mesin roket terbentuk sepenuhnya dari propelan yang dibawa dalam roket. Mesin roket bekerja dengan mengandalkan proses aksi dan reaksi. Proses riset yang dilakukan oleh berbagai negara didunia telah menghasil rancang bentuk roket yang telah dapat mencapai luar angkasa. Berikut ini beberapa bagian yang umumnya ada pada roket.

1. Payload merupakan tempat penyimpanan beban berbayar yang dibawa oleh roket. Pada roket militer, payload biasanya berisikan hulu ledak. Sedangkan pada roket jelajah, payload biasanya berisikan manusia ataupun perangkat pemantau.

2. Igniter merupakan bagian pemicu aktifnya roket atau pengontrol kecepatan roket. Pada umunnya igniter akan berupa suatu pematik atau penghasil api yang digunakan untuk pembakaran propellant.

3. Body tube merupakan bagian selubung yang melapisi inti roket.

4. Propellant merupakan bahan bakar yang digunakan oleh roket untuk mendapatkan gaya angkat. Propellant biasanya berupa bahan bakar dalam bentuk padat maupun cair yang dicampur dengan suatu zat pengoksidasi yang menghasilkan udara panas dengan tekanan.

5. Combustion Chamber merupakan tempat dimana terjadinya proses kimia pembakaran propellant.

6. Nozzle merupakan bagian terbuka pada bawah roket yang membiarkan tekanan udara hasil pembakaran keluar. Tujuan dari nozzle adalah untuk meningkatkan akselerasi dari tekanan udara yang keluar dari roket. Perbedaan bentuk dan ukuran nozzle akan menghasilkan perbedaan daya dorong roket.

7. Fin merupakan bagian ekor dari roket yang berfungsi sebagai pembentuk titik stabilisasi dari roket. Perbedaan dari bentuk fin akan menghasilkan perubahan dari pusat tekanan(center of pressure) pada roket. Jika pusat tekanan semakin mendekati pusat massa dari roket maka kestabilan roket akan semakin berkurang(catatan: pusat tekanan lebih bawah dari pusat massa roket).


(19)

12

(a) (b)

Gambar II-6 (a) roket propelan padat (b) roket propelan cair

Begitupula pada motor dengan roket elektrik, keseluruhan bagian roket menyerupai dengan roket berbahan bakar seperti payload, body tube, fin dan

nozzle. Namun pada roket motor elektrik terdapat beberapa hal yang berbeda seperti tidak adanya combustion chamber karena penggunaan bahan bakar yang digantikan oleh daya dorong motor elektrik yang dihasilkan dari putaran motor dengan baling-baling.

2.1.6 Efek contra-rotating

Mesin roket bekerja dengan mengandalkan proses aksi dan reaksi. Sama halnya seperti pada roket motor elektrik yang menggunakan motor elektrik berbaling-baling untuk mendapatkan daya dorong motor. Namun dikarenakan roket motor elektrik menggunakan motor berbaling-baling untuk mendapatkan daya dorong maka terjadi pula aksi reaksi putaran motor terhadap poros tegak dari


(20)

13

badan roket yang menyebabkan adanya pergerakan berlawanan poros badan roket terhadap putaran motor roket yang disebut efek contra-rotating.

Gambar II-7 Efek contra-rotating pada roket

Efek contra-rotating yang terjadi pada roket dapat menyebabkan beberapa hal seperti penurunan daya dorong motor karena pernurunan kecepatan putaran motor dan kesalahan pembacaan data perilaku roket karena adanya pergerakan pada poros badan roket yang terus menerus.

2.1.7 Stabilitas dan kontrol roket

Suatu roket diterbangkan harus dalam keadaan stabil. Jika roket yang tidak stabil diterbangkan akan sulit memprediksi arah geraknya. Stabilitas dari roket sendiri bergantung pada pusat massa(center of gravity) dan pusat tekanan(center of pressure). Pusat massa roket adalah posisi dimana seluruh massa pada roket seimbang pada suatu titik. Jika roket diberikan suatu benang penyangga pada titik pusat massa maka roket tidak akan jatuh ke salah satu sisi badan roket. Pusat tekanan merupakan rata-rata dari lokasi terjadinya tekanan. Pusat tekanan pada roket muncul ketika adanya aliran udara pada roket. Dengan adanya pusat tekanan yang berada dibelakang pusat massa maka roket dianggap stabil. Static margin

merupakan suatu nilai yang digunakan dalam suatu perancangan stabilisasi pada suatu wahana terbang. Static margin terdapat dua kondisi utama yakni:

Static margin negatif dimana pusat massa berada dibelakang pusat tekanan. Sistem yang memiliki static margin bernilai negatif akan merespon gangguan dengan menghasilkan momen aerodinamis yang akan memperbesar gangguan yang masuk. Jika suatu wahana memiliki static


(21)

14

margin negatif maka disaat adanya gangguan yang masuk wahana terbang akan semakin menjauh titik aliran tekanan yang datang.

Static margin positif dimana pusat massa berada didepan pusat tekanan. Sistem yang memiliki static margin bernilai positif akan merespon gangguan dengan menghasilkan momen aerodinamis yang mengembalikan arah wahana terbang kearah titik aliran tekanan yang datang. Hal tersebut dapat diartikan sebagai bentuk redaman pada saat sistem terkena gangguan. Nilai static margin yang semakin besar akan menyebabkan peningkatan kestabilan pada wahana terbang namun akan semakin sulit dikontrol karena wahana lebih terpengaruh oleh aliran tekanan yang datang.

Tabel II-2 Stabilitas roket Nilai Static margin Stabilitas 0 < static margin < 1 Marginal Stabil 1 < static margin < 2,5 Stabil

2,5 < static margin Sangat Stabil

Berikut ini merupakan persamaan untuk menentukan static margin dalam suatu roket.

Static Margin =� − � �

� � � �

Penunjuk arah angin merupakan salah satu contoh konktrit pada konsep roket. Pada saat adanya aliran angin maka penunjuk arah angin akan mengarah kearah angin mengalir dengan kepala dibagian depan. Begitupula dengan roket yang stabil, arah pergerakan roket dapat diprediksi.

Gambar II-8 Penunjuk arah angin

Pada proses peluncuran satelit menggunakan roket, proses kontrol dari roket sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan jika daya dorong terlalu banyak atau


(22)

15

sedikit akan menyebabkan kesalahan orbit pada satelit. Pengaruh lainnya yang terhadap proses kontrol daya dorong roket adalah arah trayektori atau pergerakan dari roket. Berikut ini merupakan beberapa jenis kontrol stabilisasi telah banyak diterapkan pada sistem penerbangan.

Tabel II-3 Konsep konsep non-aerodinamik

Gimballed engine Jet vanes Attitude thrusters Reaction wheels

Dia gr am De skripsi Mesin utama diarahkan kearah yang ditentukan untuk memproduksi momen kontrol. Sebuah vane ditempatkan pada tempat pembuangan tekanan untuk mengarahkan tekanan kearah tertentu. Menempatkan sebuah pendorong kecil yang tidak segaris dengan pusat massa untuk menghasilkan momen kontrol .

Menempatkan suatu roda berat yang melakukan akselerasi dan deakselerasi untuk menghasilkan momen kontrol. Ke lebiha n

Tekanan dari udara pendorong

tersalurkan secara penuh.

Mudah dalam penerapan karena proses desain yang sederhana. Tekanan udara pendorong tersalurkan secara merata. Tidak merubah bentuk aerodinamis dari badan roket dan tekanan udara tersalurakan secara penuh Ke kura ng an Sulit diterapkan karena proses desain yang sulit dan struktur yang harus handal. Tidak terdapat mekanisme pengontrol putaran pada badan roket.

Adanya tambahan daya hambat karena pemasangan vane. Adanya biaya tambahan untuk membuat pendorong kecil. Tidak terdapat mekanisme pengontrol putaran pada badan roket.

Tambahan beban roda yang akan mengurangi daya dorong roket.

C

ontoh

Saturn IB/V, Space shuttle, Apollo Lunar Module Roket Goddard, misil V2 Satelit, Space shuttle, Apollo Lunar Module Satelit, robot Murata boy balancing

Beberapa konsep pada tabel II-3 merupakan konsep yang telah diterapkan pada roket diberbagai negara. Pemilihan konsep akan bergantung terhadap faktor-faktor seperti kemudahan penerapan, efisiensi daya dorong, massa roket, biaya dan lainnya.


(23)

16 2.2 Pendekatan secara perangkat lunak

Pada bagian ini akan memaparkan beberapa perangkat lunak yang digunakan dalam pembuatan topik tugas akhir ini.

2.2.1 Microsoft Visual Basic 6.0

Microsoft Visual Basic merupakan salah satu produk buatan perusahaan Microsoft. Perangkat lunak ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1991. Pada tahun 1998, Microsoft mengeluarkan versi stabil dari perangkat ini yaitu Microsoft Visual Basic 6.0. Visual Basic merupakan perangkat yang digunakan dalam pembuatan perangkat lunak yang berhubungan langsung dengan pengguna.

Gambar II-9 Graphical User Interface(GUI) Visual Studio 6.0 2.2.2 Arduino Sketch 1.5.2

Arduino Sketch adalah perangkat lunak yang digunakan untuk merancang algoritma yang akan ditanamkam pada mikrokontroler. Perangkat ini menggunakan pemrograman berbahasa C untuk menghasilkan suatu algoritma. Perangkat ini juga dilengkapi dengan terminal (pada windows xp merupakan Hyperterminal) yang dapat digunakan untuk menerima data dari mikrokontroler melalui port serial.


(24)

17 2.2.3 Eagle CadSoft 6.3.0

Eagle CadSoft 6.3.0 merupakan perangkat lunak untuk melakukan proses pendesainan skema dari rangkaian elektronika pada PCB(Printable Circuit Board). PCB sendiri akan berisikan plot penyimpanan komponen beserta jalur-jalur yang menghubungkan tiap komponen elektronika. PCB dapat ditemukan pada berbagai macam alat elektronika contohnya televisi, radio FM, komputer dan sebagainya.

Gambar II-11 Graphical User Interface(GUI) Eagle Cadsoft 6.3.0 2.2.4 RockSim

RockSim merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk merancang badan roket. Dari hasil perancangan badan roket akan dihasilkan berbagai data seperti pusat massa, pusat tekanan, drag, analisis kestabilan, ketinggian dan sebagainya. Pada perangkat lunak proses peluncuran dapat disimulasikan tetapi roket hanya dapat menggunakan pendorong berbahan bakar propelan sehingga dilakukan pendekatan dengan memilih jenis propelan yang mendekati spesifikasi daya dorong baik pada roket air ataupun roket motor elektrik.


(25)

18 2.3 Pendekatan secara perangkat keras 2.3.1 Mikrokontroler

Mikrokontroler adalah sebuah komputer kecil pada suatu integrated ciruit

yang berfungsi untuk membaca data, melakukan kalkulasi terbatas pada data dan mengendalikan lingkungannya berdasarkan kalkulasi tersebut. Penggunaan utama mikrokontroler adalah mengontrol operasi sebuah mesin mengunakan program yang disimpan dalam ROM dan tidak berubah sepanjang umur sistem tersebut.

Arsitektur pendesaian mikrokontroler yang populer ada 2 jenis yakni

Complex Instruction Set Computing (CISC) dan Reduce Instruction Set Computing (RISC). Pada CISC terdapat efisiensi dalam mengurangi ukuran program yang ditanamkan dengan cara memasukan sejumlah instruksi kompleks. Instruksi kompleks ekivalen dari tiga atau empat instruksi sederhana. Namun diperlukan compiler efisiensi tinggi untuk menggunakan instruksi kompleks. Pada RISC, instruksi yang digunakan adalah instruksi sederhana dimana tiap panjang instruksinya sama untuk semua instruksi. Penggunaan instruksi sederhana pada RISC mempermudah proses pendeteksian suatu kegagalan pada pekerjaan sistem. Pada sistem mikrokontroler terdapat beberapa fitur atau fungsi-fungsi yang menyertainya antara lain interupsi, Timer/Counter, Pulse Width Modulation

(PWM), Universal synchronous asynchronous receiver and transmitter(USART),

Inter Integrated Circuit(I2C) dan lainnya. 2.3.1.1 Interupsi

Interupsi adalah suatu kejadian dalam sistem komputer yang meminta pelayanan khusus pada CPU ketika CPU sedang melakukan pemrosesan. Dalam merespon interupsi, CPU menunda eksekusi program saat itu dan melakukan percabangan ke Interrupt Service Routine(ISR) atau disebut juga vektor interupsi. ISR adalah sebuah program yang melayani interupsi. Setelah eksekusi ISR, CPU akan kembali kepada programnya semula.


(26)

19 2.3.1.2 Timer/Counter

Timer pada dasarnya hanya menghitung pulsa clock. Frekuensi pulsa clock

akan bergantung pada penggunaan kristal pada sistem mikroprosesor. Pada mikroprosesor terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan Timer yakni frekuensi, perioda dan Duty Cycle. Frekuensi adalah jumlah pulsa yang terjadi dalam satuan waktu. Perioda adalah kebalikan dari frekuensi. Duty Cycle adalah perbandingan antara waktu pulsa High dan perioda yang dinyatakan dalam persen.

Gambar II-14 Duty Cycle Dengan persamaan sebagai berikut

� � �= 100% =

+ 100%

2.3.1.3 Pulse Width Modulation(PWM)

Pulse Width Modulation(PWM) adalah suatu fitur yang dimiliki oleh mikrokontroler. PWM bekerja dengan cara melakukan perubahan level tegangan pada frekuensi tertentu. Konsep PWM dapat digunakan dalam beberapa hal seperti pengatur kecepatan motor, digital to analog converter dan sebagainya.

Gambar II-15 Modulasi Lebar Pulsa dengan Berbagai Duty Cycle

Berdasarkan gambar II-15, bila kita katakan sumber tegangan bernilai 5V. Maka pada duty cycle 10%, keluaran PWM bernilai 0,5V. Demikian juga, pada

duty cycle 30% keluaran PWM pernilai 1,5V, duty cycle 50% keluaran PWM bernilai 2,5V, dan pada duty cycle 90% keluaran PWM bernilai 4V. Oleh karena itu, kita dapat simpulkan dengan adanya manipulasi terhadap perubahan level tegangan maka terjadi perubahan tegangan. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan untuk pengaturan kecepatan gerak motor.


(27)

20

2.3.1.4 Universal asynchronous receiver and transmitter(UART) Komunikasi serial merupakan salah satu alternatif yang telah banyak digunakan sebagai pengganti komunikasi paralel pada beberapa perangkat. Meskipun pemrosesan data pada CPU terjadi dalam bentuk paralel, pengiriman data serial tetap dapat dilakukan karena adanya proses konversi paralel ke serial. Proses konversi tersebut dilakukan oleh register geser dengan cara melakukan pergeseran bit-bit data setelah jumlah clock yang ditentukan terpenuhi.

Gambar II-16 Perbandingan komunikasi paralel dan serial

Komunikasi Universal synchronous asynchronous receiver and transmitter

(USART) adalah fasilitas komunikasi serial yang dimiliki beberapa jenis mikrokontroler. Komunikasi ini bekerja baik secara sinkron maupun asinkron. komunikasi sinkron adalah komunikasi antara perangkat dimana sinyal clock yang digunakan pengirim dan penerima berasal dari satu sumber clock. Sedangkan komunikasi asinkron memiliki sumber clock masing-masing.

2.3.1.5 Inter Integrated Circuit (I2C)

I2C merupakan salah satu fitur baru dalam teknologi komunikasi. I2C memiliki kelebihan pada penggunaan port dibandingkan komunikasi UART. Pada UART tiap perangkat memerlukan satu jalur untuk menerima data dan satu jalur mengirim data sedangkan fitur I2C hanya menggunakan 2 buah port untuk semua perangkat sebagai media komunikasi yakni jalur data(menerima/mengirim) dan sinkronisasi clock. Berdasarkan protokol I2C, jumlah maksimum perangkat yang terhubung pada sepasang port SDA dan SCL adalah sebanyak 128 perangkat.


(28)

21

Metode transfer data yang dimiliki I2C ada 2 macam yakni 1. Write Register

Metode ini dapat dikatakan sebagai proses penulisan data oleh master

terhadap alamat register slave. Berikut ini langkah-langkah proses penulisan registerslave pada I2C.

1. Byte pertama yang dikirimkan oleh master berupa alamat slave yang dituju. Slave akan mengirimkan balasan berupa 1-bit acknowledge

dimana jika acknowledge bernilai 1 maka slave dapat diakses.

2. Byte kedua yang dikirimkan oleh master berupa alamat register slave

yang dituju. Slave akan mengirimkan balasan berupa 1-bit

acknowledge dimana jika acknowledge bernilai 1 maka register slave

dapat ditulis.

3. Byte ketiga yang dikirimkan berupa oleh master berupa data yang akan ditulis. Slave akan mengirimkan balasan berupa 1-bit

acknowledge dimana jika acknowledge bernilai 1 maka register slave

berhasil ditulis. Pada Byte keempat dan selanjutnya yang dikirimkan berupa data yang akan ditulis.

Proses komunikasi data akan berakhir disaat tidak adanya data yang dikirimkan oleh master kepada slave.

Gambar II-18 Protokol penulisan data pada I2C 2. Read Register

Metode ini dapat dikatakan sebagai proses permintaan data oleh master

kepada slave. Berikut ini langkah-langkah proses pembacaan register slave pada I2C.

1. Byte pertama yang dikirimkan oleh master berupa alamat slave yang dituju. Slave akan mengirimkan balasan berupa 1-bit acknowledge

dimana jika acknowledge bernilai 1 maka slave dapat diakses.

2. Byte kedua dan selanjutnya adalah proses pengiriman balik oleh slave


(29)

22

akan mengirimkan balasan berupa 1-bit acknowledge dimana jika

acknowledge bernilai 1 maka slave akan melanjutkan pengiriman data yang ada pada register berikutnya.

Proses Read register akan berakhir disaat master mengirimkan bit

acknowledge bernilai 0 atau dapat disebut bit STOP

Gambar II-19 Protokol pembacaan data pada I2C 2.3.2 Sensor Inertia Measurment Unit(IMU)

Inertia Measurment Unit (IMU) merupakan gabungan beberapa sensor yang digunakan untuk mengukur perubahan inersia yang terjadi pada suatu benda. Kombinasi yang digunakan berupa sensor accelerometer dan gyroscope yang kadangkala ditambahkan beberapa sensor lain seperti magnetometer dan

barometer. Sensor ini telah banyak digunakan pada beberapa perangkat navigasi pada kendaraan maupun mobile device.

2.3.2.1 Sensor Accelerometer

Sensor accelerometer adalah sensor yang mengukur akselerasi pada lingkungannya. Beberapa jenis accelerometer menggunakan konsep kerja pegas. Perubahan panjang yang terjadi pada pegas akan menjadi nilai akselerasi yang dihasilkan.

Gambar II-20 Konsep sensor accelerometer

Selain mengukur akselerasi, accelerometer mampu mengukur kemiringan suatu benda dengan melakukan proses perbandingan terhadap gaya gravitasi bumi


(30)

23

yang dapat dirasakan oleh sensor ini. Berikut ini ilustrasi pembacaan gravitasi bumi.

Gambar II-21 Pembacaan gravitasi bumi oleh sensor accelerometer Pada gambar II-21 tersebut terlihat adanya perubahan pembacaan percepatan gaya gravitasi bumi pada saat sensor accelerometer dimiringkan. Pada kondisi (a), sumbu x membaca keseluruhan gaya gravitasi bumi. Sedangkan pada kondisi (b), sumbu x dan sumbu y memiliki besar masing-masing pembacaan gaya gravitasi bumi. Dengan memanfaatkan persamaan dibawah ini, perubahan sudut yang terjadi pada sensor accelerometer dapat diketahui.

�� ��= tan−1 � � � � �

� � � � � �

Pada kondisi (a) : �� ��= tan−1 9,18 / 2

0 / 2 = tan−

1= 90° Pada kondisi (b) : �� �� = tan−1 6,93 /

2

6,93 /2 = tan

−1 1 = 45°

Perhitungan tersebut membuktikan bahwa dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi, sensor accelerometer dapat mengukur sudut benda. Namun proses pembacaan akan terganggu disaat sensor mendapat noise berupa getaran atau akselerasi dari luar.

Gambar II-22 Noise Accelerometer

Noise tersebut merupakan kelemahan dari sensor accelerometer. Penggunaan low-pass filter dan pembatasan besar percepatan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kelemahaan accelerometer untuk pembacaan sudut.


(31)

24 2.3.2.2 Sensor Gyroscope

Gyroscope adalah alat yang digunakan untuk kecepatan putar suatu benda. Pada fisika terdapat suatu efek yang dinamakan efek coriolis. Efek coriolis merupakan defleksi benda yang bergerak ketika dilihat dari sudut pandang rotasi.

Gambar II-23 efek coriolis

Beberapa jenis sensor gyroscope menggunakan efek ini untuk membaca kecepatan putaran.

Gambar II-24 Rangkaian elektronik gyroscope

Pada saat sensor gyroscope yang mengalami pergerakan memutar pada sumbu-sumbunya, efek Coriolis akan menyebabkan getaran yang akan dideteksi oleh suatu rangkaian elektronik.

Gambar II-25 Rangkaian elektronik gyroscope saat berputar

Namun dikarenakan sensitifitas pembacaan getaran sensor gyroscope yang sangat sensitif maka pada saat terjadi getaran yang sangat kecil, sensor gyroscope

membaca getaran kecil tersebut sebagai proses perputaran benda. Penggunaan


(32)

25 2.3.2.3 Sensor Magnetometer

Sensor magnetometer adalah sensor yang mendeteksi kekuatan medan magnet pada suatu lingkungan. Magnetometer juga dapat digunakan untuk mendeteksi logam metal. Namun pada tugas akhir ini, magnetometer digunakan untuk mendeteksi arah utara. Nilai keluaran dari sensor ini berupa nilai Gauss atau nilai kemagnetan pada suatu medan. Sensor ini memiliki kelemahan yakni sensitif terhadap keberadaan benda logam. Oleh karena itu, penempatan sensor ini diharapkan agak menjauh dari benda logam dan benda yang menghasilkan elektromagnetik.

2.3.2.4 DCM atau Rotation Matrix

Berbicara soal kinematik orientasi dengan menghitung orientasi benda terhadap koordinat global sistem. Jika kita sebut bahwa sumbu xyz adalah koordinat benda dan sumbu XYZ adalah koordinat global maka kita definisikan

�, , sebagai kesatuan dari vektor co-directional dari benda yang dengan kata lain merupakan versor(normalisasi vektor) dari xyz dan vektor I,J,K merupakan versor dari koordinat global XYZ.

Gambar II-26 vektor benda(biru) dan vektor globalnya(merah) Berdasarkan gambar II-26, vektor , , dan , , dapat dimisalkan menjadi

� = , = , = dan �= , ��= , �=

Ambilah contoh proyeksi panjang vektor terhadap sumbu global X menjadi

��= ,= ,dimana

 merupakan nilai normalisasi dari vektor

 ,� merupakan cosinus dari sudut yang dibentuk oleh vektor dan . Dengan menggunakan = 1 dan =1, persamaan tersebut dapat dituliskan.

��= ,= .

ingatlah bahwa , = . ��= ,= .


(33)

26

proyeksi vektor terhadap sumbu global Y dan Z menjadi

= , = ,= , = � � , =�.� dan �= , = ,= , = � , = .�

maka �=

�� ��� �� = . . . , �= � �� � = . . . , �= � �� � = . . .

Semua proyeksi vektor , , terhadap sumbu global dirangkum dalam

Direction Cosine Matrix (DCM). DCM merupakan cosinus semua sudut kombinasi yang terjadi pada versor benda dan versor global.

Vektor , , dalam koordinat global menjadi

� � � = .. .. .. . . . = ,� , , �,� �, �, ,� . ,

= ��...(persamaan 1.1)

Vektor , , dalam kordinat benda menjadi = . . . . . . . . . = �, �,� �, , ,� , , ,� ,

= � ...(persamaan 1.2)

Hubungan persamaan 1.1 dan persamaan 1.2 akan memunculkan persamaan

��= =

Saat persamaan 1.1 dan persamaan 1.2 digabungkan maka didapatkan matriks.

� ��= = �� �� �� � � � = ��. � ��. � ��. � ��. � ��. � ��. � ��. � ��. � ��.

dimana ��. �= � � cos 0 = 1

vektor dan vektor adalah tegak lurus maka ��. �= 0

� ��= 10 01 00

0 0 1

...(persamaan 1.3)

DCM mendefinisikan rotasi dari benda relatif terhadap sesuatu yang lain. DCM juga dapat digunakan untuk menentukan koordinat global dari perubahan vektor jika kita mengetahui koordinat pada benda (begitupula sebaliknya).


(34)

27

Gambar II-27 Perputaran vektor pada sumbu

= , ′ = + , = ′ −

vektor r' adalah perputaran vektor r dengan sudut vektor dθ pada interval dt pada sumbu vektor u maka vektor u adalah crossproduct dari r dan r'

= ′ =

. ′ sin � =

2sin ...(persamaan 2.1)

dimana = ′ karena perputaran tidak mengubah panjang vektor.

Kecepatan dari perpindahan vektor r dapat didefinisikan dalam persamaan berikut.

= = ′− ...(persamaan 2.2)

Kecepatan putar dari perpindahan vektor r didefinisikan dalam persamaan berikut.

= � ...(persamaan 2.3)

Penggabungan persamaan 2.3 dan persamaan 2.1 didapatkan persamaan berikut.

= � = � 2sin saat dθ mendekati 0 maka sin(dθ) mendekati 0

= 2′ ...(persamaan 2.4)

= +

2 =

+

2 = 2 + 2 dimana cross-product dari =

= 2 = 2 = /

2= / 2=

2 ...(persamaan 2.5)

=

2 menggunakan aturan triple product = . − .

= . + .

2 =

2.

2 +

0 2=

2.

2 = ...(persamaan 2.6)

= 1= � . ; = 2= � . ; = 3= � . jika 1, 2, 3 digabungkan maka akan menghasilkan persamaan berikut.


(35)

28

Keluaran accelerometer dicantumkan dalam vektor = � ,�,�

Keluaran magnetometer dicantumkan dalam vektor �= � ,�,�

��= =

=− karena sifat accelerometer yang mendeteksi adanya gravitasi bumi.

=� karena magnetometer mengetahui arah utara seperti pada sumbu yang merupakan penunjuk arah kompas.

Dengan mengetahui dan , dapat diketahui dengan = dengan aturan tangan kanan. Jika komponen DCM terpenuhi, mengapa gyroscope dibutuhkan.

Gyroscope digunakan untuk "fine-tune" DCM karena gyroscope lebih presisi dibanding accelerometer dan magnetometer. Keluaran gyroscope berupa kecepatan putaran yang dibentuk dalam matriks = � ,�,� . Berikut ini contoh penggunaan gyroscope pada sumbu Z.

�= + = + � = + ( �� ) dimana �� = �

karena merupakan kecepatan putaran yang dihitung oleh gyroscope.

= 2 karena = =

merupakan kecepatan linier dari dan

2= 1 . Jika digabungkan dapat dituliskan menjadi sebagai berikut.

� = = = − = −

Penggabungkan accelerometer dan gyroscope menggunakan persamaan berikut.

�= � + � ��

+ dimana s adalah beban untuk menentukan berapa besar sensor berpengaruh pada perhitungan perubahan sudut yang terjadi. Persamaan tersebut merupakan complementary filter. Dengan cara yang sama pada accelerometer,

perubahan sudut oleh magnetometer dapat dituliskan dalam persamaan berikut.

� � � = � = �−

Jadi kesimpulan pada perhitungan perubahan sudut yang terjadi.

= + ( � ) hal tersebut berlaku pada sumbu lainnya sehingga

= + �


(36)

29 2.3.3 Komunikasi data

Komunikasi data adalah merupakan bagian dari telekomunikasi yang secara khusus berkenaan dengan transmisi atau pemindahan data dan informasi diantara suatu perangkat ke perangkat lainnya yang dikirimkan melalui media transmisi data. Komunikasi data merupakan bagian vital karena sistem ini menyediakan informasi sebagai upaya penentuan keputusan yang akan dilakukan. Untuk mendapatkan data perilaku roket saat roket terbang maka diperlukan suatu media komunikasi pengiriman data jarak jauh yaitu modul radio.

2.3.3.1 Komponen Komunikasi Data

Komunikasi data memiliki tujuan untuk melakukan pertukaran informasi diantara beberapa perangkat yang saling berhubungan seperti yang ditunjukan dalam gambar II-28.

Gambar II-28 Komunikasi Data

Beberapa hal yang akan menjadi komponen dalam melakukan komunikasi data: 1. Message. Message atau pesan merupakan informasi yang ditransmisikan. 2. Sender. Sender atau pengirim merupakan suatu perangkat yang memiliki

tugas untuk mengirimkan Message.

3. Receiver. Receiver atau penerima merupakan suatu perangkat yang memiliki tugas untuk menerima Message.

4. Transmission medium. Transmission Medium atau media transmisi merupakan media fisik yang menjadi tempat Message untuk berpindah dari

Sender ke Receiver.

5. Protocol. Protocol atau protokol merupakan suatu set aturan yang mengatur jalannya komunikasi data.

Dengan memenuhi kriteria tersebut, kita dapat melakukan suatu komunikasi data yang akan menjadi sistem vital pada sistem pemantauan perilaku roket.


(37)

30 2.3.3.2 Data Flow atau Aliran Data

Komunikasi antar perangkat memiliki arah aliran data yang menjadi suatu penentu bagaimana dan kemana data akan ditransmisikan. Berikut ini merupakan beberapa ilustrasi dari pengiriman aliran data.

Gambar II-29 Aliran data Berikut ini merupakan penjelasan dari ilustrasi Gambar II-29

a. Simplex merupakan metode pengiriman aliran data dimana setiap pihak hanya memiliki 1 peran, dimana pihak satu akan menjadi pengirim dan pihak lainnya adalah penerima.

b. Half-Duplex merupakan metode pengiriman aliran data dimana setiap pihak mampu memiliki peran ganda sebagai pengirim atau penerima tapi tidak disaat bersamaan.

c. Full-Duplex merupakan metode pengiriman aliran data dimana setiap pihak mampu menjadi pengirim dan penerima secara bersamaan.

2.3.4 Aktuator

2.3.4.1 Motor Brushless

Sesuai dengan pokok bahasan yang telah dibuat, mesin pendorong roket akan menggunakan motor elektrik. Motor Brushless dikenal juga dengan

electronically commutated motors (ECMs) adalah motor yang tersinkronisasi yang ditenagai oleh tegangan DC. Perbedaan motor DC Brush dan Brushless

terlihat pada penggunaan brush atau lempengan penghubung untuk mengalirkan tegangan DC pada motor brush yang tidak dimiliki motor brushless. Brushless

motor juga kadangkala dianggap sebagai motor stepper karena bentuk fisiknya yang sama. Namun motor stepper didesain untuk lebih ditekankan pada


(38)

31

perpindahan sudut putaran sedangkan motor brushless pada topik tugas akhiri ini digunakan untuk kecepatan perubahan putaran.

Gambar II-30 Rangkaian fisik pada Motor Brushless

Berdasarkan gambar II-30, motor brushless memiliki dua bagian utama yakni stator berupa logam yang dililitkan kabel dan rotor berupa magnet berkutub. Stator pada motor brushless merupakan bagian yang bertugas memanipulasi kemagnetan yang akan memutarkan rotor. pada motor Motor tipe ini memiliki 3 bidirectional output yang artinya dikontrol dengan 3 fasa. Berikut ini ilustrasi tentang cara kerja dari motor brushless.

Gambar II-31 Cara kerja motor brushless

Berdasarkan gambar II-31, pemanfaatan 3 fasa terdapat pada proses perubahan arah pergerakan kemagnetan pada stator. Disaat motor berputar pada sudut 0 derajat maka arus mengalir dari jalur B ke C. Disaat motor berputar pada sudut 60 derajat maka arus mengalir dari jalur B ke A. Disaat motor berputar


(39)

32

pada sudut 120 derajat maka arus mengalir dari jalur C ke A. Berikut ini tabel II-4 yang merupakan pergerakan arah arus yang terjadi untuk gambar II-31.

Tabel II-4 Sudut pergerakan motor brushless

No Sudut Motor (Derajat) Jalur sumber arus Jalur tujuan arus

1 0 B C

2 60 B A

3 120 C A

4 180 C B

5 240 A B

6 300 A C

Proses kontrol pada motor ini biasanya dikontrol oleh suatu IC comparator

untuk mengatur fasa yang dijalankan. Namun untuk pengontrolan pada akselerasi, kecepatan dan efisiensi biasanya digunakan suatu mikrokontroler.

2.3.4.2 Electronic Speed Control(ESC)

Electronic Speed Control(ESC) adalah sirkuit elektronik yang bertujuan untuk mengatur perubahan kecepatan motor, arah putaran motor bahkan dapat sebagai pengerem. Penggunaan motor Brushless sebagai motor pendorong mengharuskan penggunaan driver pengontrol kecepatan motor berupa ESC. ESC mengandalkan kecepatan switch pada transistor untuk mengatur kecepatan motor brushless. Jenis transistor yang biasa digunakan pada ESC berupa field effect transistor(FET). Sinyal masukan pada ESC pada umumnya berupa PWM 50 Hz dengan varias pulsa 1 milisekon hingga 2 milisekon.

Gambar II-32 Lebar pulsa sinyal masukan ESC

Pada gambar II-32 terlihat bahwa perubahan lebar pulsa yang diberikan kepada perangkat ESC akan menyebabkan perubahan kecepatan pada motor brushless. Berikut ini persamaan yang dihasilkan dari gambar II-32.

= � −1


(40)

33 2.3.4.3 Motor Servo

Motor servo merupakan suatu rotary actuator yang berarti suatu aktuator yang menghasilkan pergerakan sudut. Motor servo terdiri dari beberapa bagian rangkaian sederhana yakni motor DC, komparator, Analog to Digital Converter

(ADC) dan Potensiometer. Cara kerja dari motor servo bergantung pada nilai yang dihasilkan oleh komponen potensiometer yang akan diubah oleh komponen ADC menjadi data digital. Data tersebut akan dibandingkan dengan sinyal masukan oleh komparator. Hasil perbandingan komparator akan menjadi penentu arah pergerakan motor. Sinyal masukan pada motor servo hampir berkerja sama seperti pada Electronic Speed Control(ESC). Hanya saja, pada ESC terjadi perubahan kecepatan motor sedangkan pada motor servo terjadi perubahan sudut seperti pada Gambar II-33 ini.


(41)

34

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem untuk mengatasi efek contra-rotating yang terjadi pada roket motor elektrik dengan menggunakan bantuan sensor IMU. Sebelum melanjutkan pada perancangan tiap roket, berikut ini gambar III-1 merupakan ilustrasi dari attitude atau perilaku yang akan menjadi bagian keseluruhan dari perancangan sistem.

Gambar III-1 Sumbu perilaku roket

3.1 Kontrol mekanisme

Sebelum masuk kepada perancangan algoritma kontrol suatu sistem, proses pengotrolan suatu perangkat perlunya adanya kesinambungan antara fisik alat dengan algoritma kontrolnya. Jika kita ambil contoh pada pengontrolan kecepatan mobil, kita perlu mengetahui bebebrapa hal yakni berapa besar putaran yang dapat dihasilkan dengan sejumlah bahan bakar, berapa besar jari-jari dari roda mobil serta faktor-faktor lainnya.

3.1.1 Komponen penyusun dan rancangan mekanik

Proses pengontrolan dapat dilakukan setelah kita mengetahui komponen penyusun dari suatu benda. Pada subbab (2.1.5) telah dijelaskan komponen-


(42)

35

penyusun dari roket propelan. Berikut ini komponen penyusun dari roket motor elektrik.

Gambar III-2 Komponen mekanik roket motor elektrik

Electronic compartement berupa tempat penyimpanan sistem elektronik pendukung kontrol roket yang berisikan beberapa perangkat elektronik seperti mikrokontroler, radio komunikasi dan sensor.

Igniter pada roket propelan bertugas untuk pengontrol kecepatan. Pada roket motor elektrik berupa driver motor yang mengotrol laju pergerakan pada motor elektrik yakni komponen electronic speed control(ESC).

Body tube pada roket motor elektrik akan berupa lembaran styrofoam. Daya dorong dari roket motor elektrik tidak sebesar roket propelan yang dapat melebihi perbandingan massa dan daya dorong hingga 5:1 atau selebihnya. Oleh karena itu, bahan ini dipilih karena massanya yang ringan serta mudah untuk dibentuk.

Propellant pada roket merupakan sumber energi untuk menghasilkan daya dorong. Pada roket motor elektrik, baterai Lithium-ion Polymer(LiPO) akan menjadi sumber energi pendorong roket. Pemilihan jenis baterai ini didasari oleh kemampuan baterai untuk mensuplai arus yang besar dengan ukuran baterai yang kecil.

Wind Funnel merupakan tempat pengumpulan udara yang dipakai sebagai energi pendorong oleh motor elektrik. Pada roket propelan bagian ini memiliki kesamaan dengan combustion chamber yang merupakan tempat dimana terjadi pembakaran propelan.

Nozzle pada roket motor elektrik merupakan cerobong pembuangan udara yang telah dihisap pada bagian CombustionChamber.


(43)

36

Fin atau ekor roket merupakan bagian terpenting dalam proses kontrol roket yang akan dibuat. Pemilihan terhadap teknik kontrol yang mampu mengatasi masalah putaran pada badan roket menjadi pilihan utama. Pada subbab (2.1.6) terdapat tabel II.3 yang memaparkan tentang beberapa macam teknik pengontrolan roket. Berdasarkan tabel tersebut, teknik pengontrolan roket yang akan dipilih adalah teknik jet vanes dan

reaction wheels dikarenakan kedua teknik tersebut memiliki mekanisme kontrol pada sudut putaran badan roket. Pemilihan reaction wheels

memang dapat dikatakan lebih baik dari pada jet vanes karena penyaluran tekanan udara yang penuh. Namun dikarenakan pertimbangan mengenai daya dorong roket motor elektrik yang kecil maka beban dari roket harus diminimalisir. Oleh karena itu, pilihan teknik kontrol akan dibebankan pada jet vanes yang tidak memerlukan tambahan beban yang besar. Selain itu, pertimbangan ini diambil dikarenakan faktor perubahan aliran udara dapat diperhitungkan karena

jet vanes hanya mendapat aliran udara secara terus menerus dari nozzle roket sehingga proses penerapan kontrol akan lebih sederhana.

.

Gambar III-3 Penerapan mekanisme jet vanes

Pada gambar III-2 diperlihatkan ilustrasi penerapan jet vanes dengan memanfaatkan rotary actuator. Pada saat rotary actuator berubah maka penghubung mekanik pada poin B menarik atau mendorong ekor roket poin A yang menyebabkan perubahan sudut ekor roket. Begitupula yang terjadi pada poin D dan C.


(44)

37

Berikut ini ilustrasi yang akan memaparkan rancangan mekanik dari spesifikasi roket:

Gambar III-4 Rancangan dimensi roket Dengan spesifikasi sebagai berikut

 Diameter tube : 70 mm  Tinggi : 485 mm  Lebar : 270 mm  Massa : 300 gr

Dan penempatan komponen sebagai berikut.

Gambar III-5 Rancangan penempatan komponen Berikut ini adalah keterangan dari gambar III-5:

A. Ruang penyimpanan parasut yang akan digunakan dalam proses recovery

atau penyelamatan badan roket.

B. Remote receiver digunakan untuk menangkap komando yang diberikan oleh remote kontrol.


(45)

38

C. Mikrokontroler, sensor dan radio komunikasi akan dibuat menjadi suatu sistem embedded.

D. Baterai LiPO sebagai catu daya untuk mengaktifkan sistem. E. Motor Servo sebagai motor aktuator penggerak ekor dari roket.

F. ESC(Electronic Speed Control) berperan sebagai driver motor brushless. G. Motor Brushless berperan untuk memberikan roket daya angkat.

H. Fin aktif sebagai mekanisme dalam proses kontrol stabilisasi roket. 3.1.2 Stabilitas roket

Suatu roket dianggap layak uji terbang disaat roket telah memiliki kestabilan yang cukup. Hal tersebut akan bergantung pada penempatan komponen-komponen penyusun roket yang akan mempengaruhi pusat massa dan pusat tekanan pada roket seperti yang dijelaskan pada subbab(2.1.6) tentang stabilitas roket. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan terhadap posisi penempatan komponen penyusun roket.

Berdasarkan hasil perancangan pada subbab (3.1.1) tentang perancangan mekanik, software Rocksim digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas dari roket. Teknik penghitungan menggunakan metode barrowman dengan hasil sebagai berikut.

Gambar III-6 Center of Gravity dan Center of Pressure

CenterofGravity : 325,8 mm

CenterofPressure : 455,7 mm Diameter tube : 70 mm

� � � �� = � � � � � − � � � � �

� � � � =

455,7 −325,8 70

=129,9

70 = 1,855

Berdasarkan dengan tabel II-1.


(46)

39 3.1.3 Kontrol roket

Setelah proses pendesainan mekanik dilakukan maka proses selanjutnya yang akan dilakukan adalah proses kontrol sistem. Pada subbab(2.1.1) telah dijelaskan bahwa sistem kontrol terbagi menjadi 2 macam yakni closed-loop dan

open-loop. Untuk melakukan proses kontrol, kecepatan putaran diperlukan untuk mengatur besar defleksi yang diperlukan untuk menghasilkan momen aerodinamis untuk mengurangi gangguan internal yang berasal dari putaran motor pendorong. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya proses timbal balik terhadap besar gangguan yang terjadi dalam pendesainan kontrol sistem. Oleh karena itu, kontrol

closed-loop dipilih sebagai jenis sistem kontrol yang digunakan karena adanya

feedback atau timbal balik yang mempengaruhi proses kontrol. Pendesainan sistem dari sudut pandang kontrol memiliki diagram blok seperti berikut ini.

Controller (Mikrokontroler)

Plant (Roket)

Feedback Positioning (Sensor IMU)

Actuator (Fin Aktif)

+

-Internal Disturbance (Putaran Motor) Input

(Kecepatan Putaran)

Output (Kecepatan Putaran)

Gambar III-7 Closed-loop roket motor elektrik Berikut ini penjelasan diagram blok mengacu pada subbab (2.1.1).

Controlled variable dan Manipulated variable. Pada topik ini, perubahan dari sudut defleksi dari ekor roket yang akan menjadi Manipulated variable. Untuk

controlled variable akan berupa putaran dari badan roket yang menjadi keluaran dari roket.

Plant. Pada pembahasan topik tugas akhir ini, plants yang akan dikontrol merupakan objek fisik dari badan roket.

Disturbances. Pada topik ini, internal distubance yang dihasilkan oleh putaran motor pendorong yang akan menjadi konsen pembahasan.

Feedback Control. Feedback control diartikan sebagai suatu operasi yang memiliki gangguan yang cenderung dikurangi dengan mengukur perbedaan diantara keluaran dan referensi sistem.


(47)

40

Dengan melakukan pendekatan terhadap perangkat keras maka diagram blok keseluruhan pada sistem menjadi seperti berikut ini.

Controller (Mikrokontroler) Dinamika stabilitas badan roket Sensor Accelerometer Ekor Roket +

-Internal Disturbance (Putaran Motor)

Input (Kecepatan Putaran) Output (Kecepatan Putaran) Sensor Gyroscope ++ Motor Servo Motor pendorong Driver Motor (Electronic Speed Control)

Actuator (Fin Aktif)

Feedback Positioning (Sensor IMU)

Plant (Roket)

Sensor Magnetometer

+

Gambar III-8 Diagram blok kontrol dengan pendekatan perangkat keras Controller. Proses kontrol dilakukan oleh kontrol unit berupa mikrokontroler. Pada mikrokontroler akan ditanamkan algoritma kontrol yang akan mengontrol aktuator. Selain itu, mikrokontroler memiliki tugas lain seperti proses pembacaan dan pengolahan sensor yang akan mempengaruhi kinerja kontrol sistem.

Actuator. Actuator atau aktuator merupakan suatu mekanisme yang akan memperngaruhi kerja sistem. Sesuai dengan penjelasan pada subbab (3.1.1), aktuator yang akan digunakan berupa jet vanes. Oleh karena itu, rotary actuator

diperlukan untuk mengatur perubahan sudut dari ekor roket berupa motor servo. Disturbances. Internal distubance yang dihasilkan oleh putaran motor pendorong yang akan menjadi konsen pembahasan. Putaran motor tidak dapat dihasilkan bila tidak adanya komponen pengontrol motor atau drivermotor. Pada subbab (2.1.5) tentang efek contra-rotating yang ditimbulkan oleh putaran motor untuk menghasilkan daya dorong. Aksi dan reaksi yang terjadi menimbulkan putaran yang menjadi gangguan pada sistem navigasi dan stabilisasi.

Plants. Plants pada sistem merupakan badan roket yang telah memiliki kestabilan yang telah hitung pada subbab(3.1.2). Untuk dinamika dari roket tidak akan dijelaskan lebih mendalam sesuai yang tercantum pada batasan masalah.

Feedback. feedback merupakan nilai timbal balik dari adanya perubahan sistem yang terjadi. Pada kasus kali ini karena faktor perubahan posisi yang diperlukan maka blok feedback dapat kita sebut dengan feedback positioning.


(48)

41

Namun untuk menghasilkan nilai pembacaan perubahan posisi plant yang baik maka proses pengolahan sensor haruslah dilakukan. Proses pengolahan sensor tidak hanya sebatas pada pembacaan dan konversi kepada nilai. Salah satu contoh lainnya adalah proses filterisasi pada sensor. Proses filter diperlukan karena adanya kelemahan yang dimiliki komponen sensor. Setelah proses filter selesai dilakukan maka hasil keluaran pada tiap sensor akan digabungkan dengan menggunakan complimentary filter untuk menghasilkan perilaku roket.

3.2 Perancangan Perangkat Keras

3.2.1 Diagram blok perangkat keras dan pertimbangannya

Pada perancangan perangkat keras ini diperlukan untuk menjabarkan korelasi atau keterkaitan tiap-tiap perangkat yang akan menunjang sistem yang akan dibuat. Berikut ini diagram blok sistem perangkat keras yang akan dibangun.

(B) Sensor IMU

(Inertia Measurment Unit)

(H) Remote Receiver

(F) Radio Tranceiver (D) ESC

(Electronic Speed Control)

(C) Motor Brushless (E) Motor Servo (F) Radio Tranceiver (G) Ground Station (A) Mikrokontroler (I) Remote Control

Koneksi media kabel Koneksi media udara/

wireless Keterangan

Gambar III-9 Diagram blok perangkat keras Berikut ini penjelasan dari blok-blok pada gambar III-9 a) Mikrokontroler

Mikrokontroler ini akan digunakan untuk menanamkan algoritma kontrol untuk memenuhi tujuan dari topik ini. Selain berisikan algoritma kontrol, mikrokontroler akan digunakan untuk melakukan beberapa tugas lain seperti menerima data dari remote kontrol, mengolah data sensor dari sensor IMU, mengirimkan data sensor kepada ground control station dan mengatur kecepatan aktuator. Mikrokontroler ATmega merupakan salah satu mikrokontroler keluaran perusahaan ATMEL yang menggunakan beberapa bahasa pemrograman contohnya Basic, C, dan assembler.


(49)

42

Mikrokontroler yang digunakan pada perancangan alat ini adalah mikrokontroler jenis ATmega32u4 yang menggunakan pemrograman bahasa C. Mikrokontroler ini menggunakan arsitektur RISC sehingga tiap instruksi hanya membutuhkan waktu 1 clock. Pemilihan mikrokontroler jenis ini didasari kemampuannya yang cukup handal dan memiliki spesifikasi sebagai berikut.

 32 Kbyte programmable flash yang ukurannya dianggap cukup dan tidak terlalu berlebih untuk algoritma yang akan ditanamkan.  1 Kbyte EEPROM yang dapat digunakan untuk menyimpan hasil

kalibrasi dari beberapa sensor.

 Tersedia komunikasi UART RS-232 yang mendukung beberapa jenis radio komunikasi.

 Mendukung protokol I2C yang digunakan untuk berkomunikasi terhadap sensor-sensor.

 Memiliki fitur interupsi yang akan digunakan sebagai media untuk membaca data remote yang berupa pulsa dan menghasilkan PWM untuk memenuhi kebutuhan pin PWM untuk motor aktuator.  Jalur I/O sebanyak 26 port yang dianggap telah memenuhi

kebutuhan jumlah pin I/O yang digunakan.  Tegangan 2,7-5,5 VDC.

 Kecepatan prosesor dapat mencapai 16 MHz.

Berikut ini alokasi pin yang dimiliki mikrokontroler ATmega32u4


(50)

43 b) Sensor Inertia Measurment Unit(IMU)

Sensor Inertia Measurment Unit(IMU) adalah sensor yang digunakan untuk mengukur gaya inersia yang terjadi pada benda. Sensor IMU terdiri dari beberapa gabungan sensor yaitu sensor accelerometer, gyroscope dan

magnetometer. Pada sistem yang dirancang, sensor IMU akan memberikan hasil pengukuran sensor yang diolah menjadi data perilaku roket kepada perangkat mikrokontroler. Sensor yang digunakan dalam perancangan ini adalah sensor MPU6050 dan HMC5883L. Sensor MPU6050 merupakan gabungan dari sensor accelerometer dan gyroscope. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penggunaan sensor ini adalah telah tertanamnya low-pass filter yang diperlukan untuk mengatasi noise yang telah dijelaskan pada bagian sensor pada bab 2. Selain itu, sensor MPU6050 mendukung protokol komunikasi I2C. Kedua faktor tersebut dianggap dapat membantu meringankan beban kerja mikrokontroler sebagai pusat kendali. Berikut ini spesifikasi yang dimiliki oleh sensor MPU6050 sebagai gyroscope.

 Skala pembacaan mulai dari ± 250º/detik hingga ± 2000º /detik.  Memiliki resolusi sebesar 16 bit untuk meningkatkan keakuratan

data untuk skala pembacaan tertinggi dapat menghasilkan keakuratan 0,61 º/detik untuk tiap bit-nya.

 Dapat menghasilkan data hingga 8000 sampel perdetik.

Berikut ini spesifikasi yang dimiliki oleh sensor MPU6050 sebagai

accelerometer.

 Memiliki skala pembacaan mulai dari ± 2g, ± 4g, ± 8g, ± 16g,  Memiliki resolusi sebesar 16 bit untuk skala pembacaan tertinggi

dapat menghasilkan keakuratan 0,0191 m/s2 untuk tiap bit-nya. Sumber tegangan yang diperlukan oleh sensor ini relatif tidak terlalu besar yaitu 2.375V-3.46V.


(51)

44

Sensor HMC5883 merupakan sensor magnetometer yang akan membantu sistem dalam menghasilkan nilai perilaku dari roket. HMC5883 merupakan sensor digital magnetometer 3 sumbu. Keluaran dari sensor

magnetometer akan berupa gauss yang akan diformulasikan untuk menghasilkan arah kutub. Berikut ini spesifikasi dari sensor HMC5883.

 Memiliki skala pembacaan hingga ± 8 gauss.

 Memiliki resolusi sebesar 12 bit untuk meningkatkan keakuratan data untuk skala pembacaan tertinggi dapat menghasilkan keakuratan 19,53125 miligauss untuk tiap bit-nya.

Gambar III-12 Bentuk fisik sensor HMC5883 c) Motor Brushless

Motor Brushless memiliki peran sebagai media penyedia daya dorong dari roket motor elektrik. Motor brushless menghasilkan daya dorong dari putaran baling-baling. Daya dorong yang dihasilkan harus lebih besar dari beban roket. Pada sistem ini, daya dorong yang diharapkan adalah sebesar minimal 2 kali dari beban roket. Motor pendorong yang digunakan bersifat motor brushless dengan spesifikasi sebagai berikut:

 Tegangan: 11.1V / 3 sel LiPO  Tenaga keluaran: 130 Watt  Arus maksimum: 17,8 Ampere  RPM/V: 1650 kv

 Baling-Baling berdiameter 8 inch  Kekuatan dorongan: 750 gram


(52)

45 d) Electronic Speed Control(ESC)

Perangkat ESC digunakan untuk membantu peran mikrokontroler dalam mengatur kecepatan putaran dari motor brushless. Oleh karena itu, ESC juga bisa dikatakan sebagai driver untuk mengendalikan motor brushless

tanpa membebani kerja dari mikrokontroler. Berdasarkan spesifikasi motor, motor brushless yang digunakan memerlukan arus hingga 17,8 Ampere maka dibutuhkan ESC yang memiliki kemampuan menyuplai yang lebih dari 17,8 Ampere. Maka dipilih Turnigy Multistar 30A Multi-rotor Brushless. ESC ini dipilih dengan beberapa pertimbangan yakni:

 Suplai arus maksimal 30 Ampere. Oleh karena itu, proses suplai arus pada motor tidak akan terganggu karena motor brushless sendiri hanya memerlukan tegangan hingga arus 17,8 Ampere.  Penggunaan baterai LiPO 3 sel mengharuskan adanya kemampuan

dari ESC untuk menerima tegangan baterai. ESC ini dapat menerima tegangan pada 2-4 sel sebagai ESC yang memenuhi standar keamanan dari tegangan ESC.

 Berdasarkan hasil perhitungan putaran motor tanpa baling-baling , driver motor harus dapat menghasilkan putaran maksimal sebesar 20.790 RPM. ESC ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan putaran hingga 240.000 RPM yang telah memenuhi syarat maksimal putaran motor.

 Adanya sistem BEC yang menjadi sistem regulator pada sistem. Tegangan yang dihasilkan BEC sebesar 5,5 Volt dengan arus sebesar 4 Ampere.


(53)

46 e) Motor Servo

Pada sistem ini motor servo memiliki peran untuk mengendalikan tingkat perubahan sudut defleksi ekor aktif yang terdapat pada roket. Ekor aktif tersebut yang akan dipakai untuk mengurangi efek contra-rotating yang terjadi pada roket. Penggunaan motor brushless pada sistem roket akan mempengaruhi seberapa besar torsi yang harus dimiliki oleh motor servo yang digunakan. Menurut datasheet Turnigy L2206A-1650 Brushless Motor, motor pendorong ini memiliki daya dorong sebesar 750 gram yang langsung diarahkan kearah aktuator ekor aktif (Sesuai dengan yang digambarkan pada perancangan mekanik). Oleh karena itu, motor servo yang digunakan harus memiliki torsi untuk menahan beban yang lebih besar dari 750 gr. Untuk itu dipilih motor servo HXT900 dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut

 Torsi yang dimiliki torsi sebesar 1,6kg. Hal tersebut telah dapat memenuhi torsi yang diperlukan yakni lebih besar dari 750 gr.  Tegangan kerja 3V~6V. Dengan adanya regulator yang telah

tertanam pada Electronic Speed Control (ESC) sebesar 5V/4A maka tegangan kerja untuk servo telah terpenuhi.

Gambar III-15 Motor Servo HXT500 f) Radio Komunikasi

Radio komunikasi pada sistem ini berfungsi sebagai media perantara pengiriman data perilaku roket antara roket dan ground station. Radio komunikasi yang akan digunakan bersifat full-duplex. Pemilihan komunikasi full-duplex dikarenakan adanya proses permintaan dan pengiriman data yang akan dilakukan secara bersamaan. XBee-PRO merupakan pilihan untuk melakukan komunikasi pengiriman data jarak


(1)

75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data yang telah didapatkan dari beberapa pengujian, dapat disimpulkan bahwa kontrol PID memberikan hasil yang baik karena mampu meredam efek contra-rotating pada roket. Namun, hasil yang didapat belum dapat dianggap baik karena steady-state error yang tidak dapat dihilangkan meskipun dengan penggunaan kontrol integral. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yang diabaikan yakni

 Berdasarkan Gambar IV-3 tentang pengujian sensor gyroscope, vibrasi yang terjadi merambat ke bagian sistem sensor yang menyebabkan adanya gangguan pembacaan data perilaku roket. Gangguan pembacaan dapat menyebabkan kesalahan pada sistem kontrol roket

 Berdasarkan perbandingan antara gambar IV-5 tentang pengujian kontrol skala laboratorium dan gambar IV-6 tentang uji peluncuran, Adanya perbedaan respon sistem pada pengujian laboratorium dan pengujian lapangan dikarenakan adanya pengabaian pada faktor perubahan aliran angin saat pengujian laboratorium dimana angin ada dalam keadaan nol dan uji peluncuran dimana aliran angin tidak tetap.

Untuk proses pengembangan dan mengatasi beberapa masalah yang terjadi diberikan saran berupa

 Gunakan jenis filter yang lebih baik untuk mengurangi gangguan vibrasi yang terjadi atau berikan mekanisme peredam pada pemasangan motor.

 Berikan tambahan sensor kecepatan angin untuk menghitung faktor perubahan aliran angin agar sistem kontrol menjadi lebih baik karena adanya perbedaan respon sistem saat pengujian laboratorium dan pengujian lapangan.

 Lakukan proses pemodelan terhadap roket untuk memaksimalkan nilai kontrol PID pada roket.


(2)

76

DAFTAR PUSTAKA

[1] Forouzan, Behrouz A, Data Communications and Networking, 4th Edition, McGraw Hill, 2007.

[2] Ogata Katsuhiko, Modern Control Engineering, 5th Edition, Prentice Hall, 2002.

[3] Syahrul, Mikrokontroler AVR ATMEGA8535: Menjelajahi Prinsip-prinsip, Antarmuka, dan Aplikasi Mikrokontroler dengan Assembler , 1st Edition, Informatika, 2012

[4] Tocci, R. J., dan Widmer, S. N., Digital systems principles and applications, 8th Edition, Prentice Hall, 2002.

[5] Artikel non-personal, 30 Oktober 2006, Control System, Wikibooks, diakses pada tanggal 10 Agustus 2014 , dari world wide web : http://en.wikibooks.org/wiki/Control_System.

[6] NASA, An Educator’s Guide with Activities In Science, Mathematics, and Technology, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014 , dari world wide web : http://lroc.sese.asu.edu/files/EducatorGuides/RocketsGuide.pdf

[7] Premerlani William, Bizard Paul, Direction Cosine Matrix IMU: Theory diakses pada tanggal 12 Desember 2014 , dari world wide web : http://www.starlino.com/dcm_tutorial.html, Desember 2014

[8] Wyatt David, An Actively Stabilised Model Rocket, diakses pada tanggal 10 Agustus 2014, dari world wide web : http://aeroconsystems.com/tips/Active_Stabilized_rocket_Wyatt.pdf/


(3)

BIODATA PENULIS

Nama : Reza Aulia Yulnandi

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 9 Juli 1992

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

Alamat : Jl Sukarasa no 296/143C Cicadas Bandung 40121

Handphone : +6281214621053

E-mail : Ezz_zz@yahoo.com

Pendidikan : 1999-2004 : SDN Gatot Subroto I 2004-2007 : SMPN 14 Bandung 2007-2010 : SMAN 14 Bandung

2010-2015 : Universitas Komputer Indonesia Kegiatan ekstra akademis : Asisten Dosen MK. Pengantar Kontrol

2011-2015 : Anggota Divisi Roket & Unmanned System

2012 : Anggota Tim RTS-X3 Finalis Kompetisi

Muatan Roket Indonesia.

2013 : Ketua Tim Garuda116 Finalis Kompetisi

Muatan Roket dan Roket Indonesia.

2013 : Ketua Tim AIRA Finalis Kontes Robot

Terbang Indonesia.

2014 : Anggota Tim DIRK-RKF V2 Finalis

Kompetisi Muatan Roket dan Roket Indonesia. 2014 : Ketua Tim AIRA Finalis Kontes Robot

Terbang Indonesia. Prestasi : 2012-2015 : Beasiswa Unggulan

2013 : Penghargaan mahasiswa berprestasi dari Rektor Universitas Komputer Indonesia

2014 : Penghargaan mahasiswa berprestasi dari Rektor Universitas Komputer Indonesia 2014 : Juara 1 pada Kompetisi Muatan-Roket dan


(4)

(5)

(6)