Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Landasan Teoritis

2. Apakah alasan para pihak melakukan perjanjian kawin? b. Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Perkawinanan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Kabupaten Klaten”, oleh Syahuddin Iskandar Muda, NIM : 20040610135, Tahun 2009. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dengan pokok permasalahan : 1. Bagaimana bentuk dan isi perjanjian perkawinan yang dibuat pasangan suami- isteri di Kabupaten Klaten? 2. Apa saja syarat-syarat perubahan dan pembatalan perjanjian perkawinan yang telah dibuat oleh pasangan suami-isteri? 3. Bagaimana cara pembatalan atau perubahan perjanjian perkawinan?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai 2 dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus yang diantaranya adalah sebagai berikut : 1.5.1Tujuan umum. 1. Untuk mengetahui kekuatan mengikat perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. 2. Untuk mengetahui akibat hukum atas perjanjian perkawinan yang tidak di disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan terhadap harta kekayaan suami-isteri. 1.5.2 Tujuan khusus. 1. Untuk memahami kekuatan mengikat perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. 2. Untuk memahami akibat hukum atas perjanjian perkawinan yang tidak di disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan terhadap harta kekayaan suami-isteri.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat teoritis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran sebagai penambah wawasan ataupun refrensi melalui pemahaman terhadap konsep kekuatan hukum terhadap perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. 1.6.2 Manfaat praktis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis baik bagi pemerintah, masyarakat, mahasiswa atau siapapun yang bersinggungan dengan persoalan kekuatan hukum perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis dalam penelitian sangat penting dalam hal untuk menunjang keberhasilan penelitian, karena teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 5 Adapun landasan teorits yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.7.1 Asas kepastian hukum. Medio tahun 1970an bertempat di Amerika Serikat, lahir suatu aliran hukum kritis Critical Legal Studies, dimana aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran hukum realisme Amerika yang menginginkan suatu pendekatan yang berbeda dalam memahami hukum, tidak hanya seperti pemahaman selama ini yang bersifat Socratis. Beberapa nama yang menjadi penggerak aliran hukum kritis adalah Roberto M. Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark Tushnet, Kelman, David Trubeck, dan yang lainnya. Dalam pandangan aliran ini, dirumuskan bahwa idealnya hukum itu; 1 harus dirumuskan dalam rumusan yang tegas dan jelas demi kepastian hukum melalui proses politik yang disebut demokrasi; 2 memiliki sifat formalisasi mengahasilkan hukum positif dalam bentuk peraturan-peraturan resmi yang ukurannya dipandang paling kuat; 3 harus dipandang bahwa peraturan hukum itu pada hakikatnya bertingkat hierarki; dan 4 haruslah dicermati oleh para ahli dan profesional hukum agar benar dalam kedudukannya dan benar dalam keberlakuannya. Pada dasarnya kepastian hukum secara normatif lahir ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan 5 Burhan Ashshofa, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.19. logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan multi-tasfir dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dimana antara satu norma dengan norma yang lain terjadi suatu sinkronisasi. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subyektif. 6 Dikaitkan dengan permasalahan dalam skripsi ini, adanya ketidakjelasan norma dalam rumusan Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 UU Perkawinan Tahun 1974 dapat mengesampingkan bahkan meniadakan aspek kepastian hukum, sehingga dalam pelaksanaannya tidak konsisten dan konsekuen dengan aturan yang ada. 1.7.2 Asas lex specialist derogat legi generali. Dalam khazanah ilmu hukum secara umum dikenal adanya asas lex specialis derogat legi generalli yang artinya peraturan yang bersifat umum dikesampingkan oleh peraturan yang bersifat khusus jika pembuatnya sama. Maksud dari asas ini adalah bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa itu, walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan peraturan perundang-undangan yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut. 7 Dengan kata lain, aturan yang khusus itulah sebagai hukum yang valid, dan mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa- 6 Yance, 2013, “Apa itu Kepastian Hukum”, URL : httpyancearizona.com, diakses pada tanggal 29 Juni 2015. 7 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1979, Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bandung, h. 16-17 peristiwa konkrit. Disini, asas lex specialist derogat legi generali ini dapat diterapkan sebagai ketentuan-ketentuan hukum normatif yang mempunyai daya ikat dan daya paksa terhadap suatu permasalahan hukum yang sifatnya mengkhusus. Terkait dengan uraian diatas, perlu juga diketahui bahwa asas ini tidaklah dapat diterapkan secara begitu saja terhadap suatu permasalahan hukum, melainkan dalam pemberlakuannya itu harus pula diperhatikan rambu-rambu yang diejawantahkan dalam prinsip-prisnip yang menjiwainya. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1 sepanjang belum ditentukan secara spesifik dalam aturan hukum khusus, maka aturan hukum yang bersifat umum tetap dapat diberlakukan terhadap suatu permasalahan hukum konkrit; 2 hirarki antara hukum khusus dan aturan hukum umum haruslah sederajat dalam arti bahwa kedudukannya setara dimata hukum, contoh : KUHPerdata dan UU Perkawinan Tahun 1974 yang sama-sama berjenis sebagai undang-undang dengan hirarki 1 satu tingkat dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan 3 materi muatan yang dikandung dalam aturan hukum khusus maupun aturan hukum umum haruslah berada dalam lingkup pengaturan yang sama, misalnya : KUHPerdata dan UU Perkawinan Tahun 1974 sama-sama mengatur tentang perihal perkawinan berikut segala aspek terkait. 8 8 Sunaryati Hartono, Tanpa Tahun, “Prinsip-Prinsip yang Membingkai Asas Lex Specialist Derogat Legi Generali”, URL : www.hukumpedia.com, diakses pada tanggal 14 Maret 2016. 1.7.3 Asas Konsensualisme. Dalam hukum perjanjian, berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsesnsualisme. Perkataan ini berasal dari bahasa latin ialah consensus yang artinya sepakat. Maksudnya, asas konsensualisme ialah bahwa suatu perjanjian atau perikatan telah lahir seketika pada saat tercapaiya kata sepakat antara para pihak, atau dengan kata lain suatu perikatan telah lahir pada saat terjadinya kata sepakat dan perjanjian itu sudah sah, tanpa memerlukan suatu formalitas. 9 Adapun asas konsensualisme ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata dimana dalam ketentuan normatif tersebut ditentukan syarat keabsahan suatu perjanjian yang paling fundamental ialah adanya kata sepakat. 1.7.4 Asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral didalam hukum perjanjian, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sanagat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Asas ini tercermin dalam substansi Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam rumusan pasal ini, frasa “semua” yang ada dimuka frasa “perjanjian” mengarah kepada eksistensi asas tersebut yang menekankan para pihak boleh membuat perjanjian apa saja asalkan tidak bertabrakan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Frasa 9 Hardy, Tanpa Tahun, “Hukum Umum”, URL : www.hardyhukumumum.com, diakses pada tanggal 29 Juni 2015. “semua” tersebut memberikan kebebasan sepenuhnya kepada para pihak untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian termasuk bebas pula untuk menuangkannya dalam bentuk perjanjian standar. 10

1.8 Metode Penelitian