Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi)

(1)

vi

Penelitian berjudul Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi Dalam Pernikahan Suku Sunda Dengan Suku Minangkabau Di Kota Cimahi).

Dalam mengerjakan Skripsi ini penulis menghadapi kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Tuhan Yang Maha Esa, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa bangga kepada Ibunda tercinta yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat pada penulis dan juga memberikan doa serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah membantu dalam hal surat izin dan surat-surat administrasi lainnya yang diajukan penulis.

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations UNIKOM yang telah banyak memberikan


(2)

vii

3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Sekretaris Pelaksana Sidang Skripsi Tahun Akademik 2012-2013 juga sebagai dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis baik pada saat perkuliahan maupun proses bimbingan.

4. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos selaku Dosen wali IK-4 2009 yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Khususnya Kepada Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Juliano P., S.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Bapak Olih Solihin S.Sos., M.I.Kom., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., Dr. HM. Ali Syamsuddin Amin, Drs., SAg., MSi seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

6. Ibu Astri Ikawati, A.Md selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam mengurus surat perizinan dan surat administrasi lainnya selama penulis melaksanakan perkuliahan.


(3)

viii

8. Sdr. Natacha Frederik W, Aditya PH, Bela Hafiz, Claudya Zahara, Rina Oktafia, Aghiep Alghifari, Nofitri, Eka Herliana, Fajri, Soni Alfajri, Febri Stall, Rama Dharma, Yozi Mefdindo, Niko Herdianto, Arya Guna, yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan perhatiannya dalam menghibur penulis dan membantu dalam berbagai hal hingga terselesaikannya Skripsi ini.

9. Sdr. Yuda Aditya yang telah memberikan semangat, nasehat dan motivasinya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

10. Teman - Teman Humas 2 dan IK 4/ 2009 yang telah memberikan dukungan moril dan kekompakannya. Khususnya Natacha teman seperjuangan yang telah memberikan semangatnya.

11. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna yang dimasa yang akan datang, Terimakasih.

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Rina Fikriza


(4)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... .i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

MOTTO ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.2.1. Makro ... 9

1.2.2. Mikro ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10


(5)

x

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Tinjauan Tentang Komunikasi ... 15

2.2.1. Defenisi Komunikasi ... 15

2.2.2. Komponem Komunikasi ... 17

2.2.3. Unsur-unsur Komunikasi ... 18

2.2.4. Tinjauan Komunikasi ... 20

2.2.5. Tujuan Komunikasi ... 20

2.3. Tinjauan Komunikasi Lintas Budaya ... 20

2.3.1. Definisi Komunikasi Lintas Budaya... 20

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya ... 22

2.3.3. Komunikasi Antarbudaya dalam pernikahan beda suku ... 23

2.3.4. Pengertian Suku, Pernikahan, dan Pernikahan Beda Suku ... 25

2.3.5. Komunikasi PraNikah ... 26

2.3.6. Menikah Beda Suku... 28

2.3.5. Komunikasi Setelah Pernikahan ... 29

2.4. Kerangka Pemikiran ... 34


(6)

xi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian ... 37

3.1.1. Sejarah Suku Minangkabau ... 37

3.1.2. Unsur-unsur Kebudayaan Suku Minangkabau... 40

3.1.3. Bahasa ... 40

3.1.4. Sistem Pengetahuan ... 41

3.1.5. Organisasi Sosial ... 42

3.1.6. Sistem Mata Pencaharian ... 46

3.1.7. Sistem Kepercayaan ... 48

3.1.10. Sejarah Suku Sunda... 53

3.1.11. Perkembangan Suku Sunda Saat Ini ... 57

3.1.12. Pernikahan Adat Sunda ... 58

3.2. Metode Penelitian ... 62

3.2.1. Desain Penelitian ... 62

3.2.2. Definisi Studi Etnografi Komunikasi ... 68

3.2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.2.5. Teknik Penentuan Informan ... 76

3.2.5.1.Informan Penelitian ... 76

3.2.7. Uji Keabsahan Data... 80

3.2.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 81

3.2.8.1. Lokasi Penelitian ... 81


(7)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Data informan... 88

4.1.1. Proses Pendekatan Informan ... 88

4.2. Profil Informan ... 90

4.3. Hasil Penelitian ... 97

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 125

4.4.1 Situasi Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 126

4.4.2 Peristiwa Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 128

4.4.3 Tindakan Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 130

4.4.4 Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku... 131

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 135

5.2. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 138

LAMPIRAN ... 142


(8)

(9)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh gelar Sarjana Strata1 (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas

Oleh, Rina Fikriza NIM. 41809126

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(10)

138

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Cangara Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja grafindo Persada

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa

Effendy, Onong. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung. CV Mandar Maju. 2007. Ilmu Komunikasi dan praktek. Bandung: Remaja rosdakaryaIdrus Muhammad. 2009. Metode penelitian ilmu sosial, pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga

Kim, Young Yun. (2001). Becoming Intercultural, An Integrative Theory of Communicationand Cross Cultural Adaptation. Sage Publications, Inc. Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung.

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkisPelangi Aksara.

---. (2007). Dasar – Dasar Komunikasi Antabudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(11)

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya .2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung:PT.Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Deddy, dan Solatun. 2007, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:.PT.Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2004. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo Persada

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Graha ilmu

Satori Djaman, Komariah Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta


(12)

Karya Ilmiah:

Salsabila, Hanun, 2011,Akomodasi Komunikasi dalam Interaksi Antarbudaya (Kasus Perantau yang Berasal dari Daerah Banyumasan dalam Mengomunikasikan Identitas Kultural). Semarang: UNDIP

Rossnanda, Titis, 2011. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE. Semarang: UNDIP.

Sumber lain:

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUMINANG_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUSUNDA_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://perempuan.com/2010/08/10/menyikapi-perbedaan-dalam-perkawinan-part-2.htm/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17844/3/Chapter 20II.pdf diakses 2013/03/30. 18.00 pm


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.1.1.1 Skripsi Titis Rossnanda (Universitas Diponegoro Jurusan Ilmu /.Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)

Titis Rossnanda, D2C004210, 2011, Ilmu Komunikasi, Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, “KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE”

Tujuan penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena dalam perkawinan kedua (remarriage) yang penuh kendala, karena merupakan penyesuaian antara dua keluarga yang memiliki perbedaan sikap, kebiasaan, dan pendapat. Termasuk di dalamnya perbedaan usia, latar belakang status marital, dan kepribadian. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak jarang membawa perkawinan kedua (remarriage) ini mengalami konflik yang berlarut-larut, seperti pada kasus keluarga bapak Miharto dan ibu Wasinem. Realitas tersebut menjelaskan bahwa dengan pengelolaan yang positif membuat hubungan keluarga akan mampu dipertahankan, dan sebaliknya buruknya pengelolaan konflik membuat hubungan menuju arah perusakan dan atau pemutusan hubungan. Pengelolaan konflik yang positif akan berjalan dengan baik jika ditunjang dengan keterbukaan diri (self-disclosure). Keterbukaan diri dengan penyingkapan diri ialah membeberkan


(14)

informasi tentang diri sendiri (Tubbs dan Moss, 2005: 15). Fenomenatersebut menarik minat penulis untuk meneliti dan mengetahui bagaimana sesungguhnya komunikasi yang dilakukan oleh pasangan dalam menjalani proses adaptasi dalam keluarga remarriage.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan merujuk pada paradigma interpretif dan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah anggota keluarga dalam remarriage, yang terdiri dari tiga pasangan yang membawa anak ke dalam pernikahan, dan dua pasangan yang tidak membawa anak dalam pernikahan. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data fenomenologi oleh Kahija (2006:9) dengan menentukan tema pokok, yaitu 1) pengalaman keluarga dalam menjalani proses adaptasi, 2) pembagian peran (tugas) bagi tiap anggota keluarga serta 3) pengelolaan konflik sebagai proses adaptasi.

Melalui penelitian ini, ditemukan beberapa ruang lingkup penyesuaian diri yang dilakukan anggota keluarga baik suami, istri, dan anak antara lain karakter, sikap, kebiasaan, pembagian peran (tugas), kondisi keluarga yang membawa anak maupun kondisi keluarga yang tidak membawa anak dalam pernikahan kedua, dan status marital pasangan yang berbeda. Tahap adaptasi tersebut dijalani melalui proses penyesuaian diri yang dilandasi keterbukaan dan komunikasi di antara anggota keluarga (suami, istri, dan anak) untuk meminimalisir perbedaan dan memperlancar proses penyesuaian diri menuju pada tahap adaptasi yang berhasil. Adapun konflik yang sering muncul dalam keluarga para informan antara lain disebabkan sifat dan kebiasaan (kepribadian) salah satu anggota keluarga yang


(15)

bertolak belakang, penolakan yang berlebihan terhadap kehadiran anggota keluarga baru, jarak lokasi yang jauh dengan anak, dampak pembagian hak pengasuhan anak, perbedaan pendapat dengan pasangan, serta masalah ekonomi. Untuk menyelesaikan setiap konflik yang timbul, setiap informan menempuh cara yang berbeda-beda. Ada yang memilih untuk langsung membicarakan dengan keluarga agar masalah segera selesai dan tidak berlarut-larut, ada pula yang memilih untuk berdiam diri terlebih dulu untuk meredam emosi baru kemudian bermusyawarah, dan ada pula pasangan yang berusaha untuk menghindari konflik dengan cara melarikan diri dari rumah. Pengelolaan konflik yang dilakukan oleh setiap pasangan akan menentukan arah hubungan perkawinan. Adanya usaha tiap anggota keluarga untuk mengelola konflik secara tidak langsung menyatakan bahwa hubungan yang terbina perlu dipertahankan.

Pada penelitian ini, timbulnya masalah yang menjadi penyebab konflik dalam remarriage disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari masalah sikap dan perilaku, penolakan anak terhadap pasangan, masalah hak asuh anak, masalah keuangan keluarga, masalah ketidaknyamanan terhadap mertua, dan masalah waktu kebersamaan pada kedua pasangan yang bekerja. Berdasarkan hasil penelitian, konflik yang terjadi adalah konflik yang berkelanjutan sejak proses pendekatan sampai seteleh menikah, maksudnya di sini adalah peneliti tidak menemukan adanya konflik baru yang dialami oleh para informan dalam penelitian ini. Konflik yang terjadi pada masing-masing informan bermacam-macam, baik yang membawa anak maupun tidak membawa anak ke dalam pernikahan barunya.


(16)

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang paling penting dan merupakan aspek yang paling kompleks dalam kehidupan manusia. Disadari atau tidak kita sadari bahwa di dalam kehidupan kita sehari hari komunikasi merupakan pengaruh yang sangat kuat untuk mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain maupun pesan pesan yang kita terima dari orang lain yang bahkan tidak kita kenal baik yang sudah hidup maupun sudah mati, dan juga komunikator yang dekat maupun jauh jaraknya. Karena itulah komunikasi sangat vital didalam kehidupan kita.

Sejak lahir manusia telah melakukan komunikasi, dimulai dengan tangis bayi pertama merupakan ungkapan perasaannya untuk ratilai membina, komunikasi dengan ibunya. Semakin dewasa manusia, maka semakin rumit komunikasi yang dilakukannya. Dimana komunikasi yang dilakukan tersebut dapat berjalan lancar apabila terdapat persamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Hal ini sesuai dengan pengertian dari komunikasi itu sendiri yaitu :

Istilah komunikasi berasal dari perkataan bahasa, Inggris "Communication" yang menurut Wilbur Schramm bersumber pada istilah latin "Communis" yang dalam bahasa Indonesia berarti "sama" dan menurut Sir Gerald Barry yaitu "Communicare" yang berarti berercakap-cakap". Jika kita berkomunikasi, berarti kita mengadakan "kesamaan, dalam hal ini kesamaan pengertian atau makna. (Effendy:2003:125). Komunikasi mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, hampir 90% dari kegiatan keseharian manusia dilakukan dengan berkomunikasi. Dimanapun, kapanpun, dan dalam kesadaran atau situasi macam apapun manusia


(17)

selalu terjebak dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi manusia dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya, karena berkomunikasi merupakan suatu kebutuhan manusia yang amat mendasar. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Dengan rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dari definisi diatas menjelaskan bahwa, komunikasi merupakan proses penyampaian simbol-simbol baik verbal maupun nonverbal. Rangsangan atau stimulus yang disampaikan komunikator akan mendapat respon dari komunikan selama keduannya memiliki makna yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Jika disimpulkan maka komunikasi adalah suatu proses, pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam seseorang atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu sebagaimana. semetara Carl Hovland, jenis & Kelly mendefenisiskan komunikasi adalah :

Suatu proses memulai dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya(Riswandi 2009:1).

Dari kedua definisi di atas menjelaskan bahwa, komunikasi merupakan proses penyampaian simbol-simbol baik verbal maupun nonverbal. Ransangan atau stimulus yang disampaikan komunikator akan mendapat respon dari komunikan selama keduannya memiliki makna yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Jika disimpulkan maka komunikasi adalah suatu proses,


(18)

pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam seseorang dan atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu sebagaimana diharapkan oleh komunikator.

2.2.2 Komponem komunikasi

Lasswel juga mengemukakan bahwa komunikasi secara eksplisit dan kronologis menjelaskan lima komponem yang terlibat dalam komunikasi yaitu:

- Siapa (perilaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)

- Mengatakan apa ( isi informasi yang disampaikan)

- Kepada siapa (perilaku komunikasi lainya yang dijadikan sasaran penerima)

- Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi) - Dengan akibat/ hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)

1. Sumber (source) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, sumber bisa menjadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, dan Negara. Sumber juga dapat disebut sebgai pengirim (sander), penyandi (encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator.

2. Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkan simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan, atau maksut sumber tersebut, dan pesan


(19)

memiliki 3 komponen diantaranya adalah makna yaitu digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk organisasi atau pesan.

3. Saluran atau media adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima dan pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah 2 saluran, yaitu cahanya dan suara. Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung (tatap muka) atau lewat media (cetak atau elektronik).

4. Penerima (receiver) adalah sebagai sasaran/ tujuan (destination), komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak, pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola piker, dan perasaan, penerima pesan, menafsirkan seperangkat simbol atau nonverbal yang ia terima.

5. Efek adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, perubahan sikap, atau bahkan perubahan perilaku (Riswadi, 2009:3)

2.2.3. Unsur-unsur komunikasi

Komunikasi akan terjadi bila telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya artinya, komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk melihat unsur-unsur komunikasi berikut beberapa unsur komunikasi menurut Hafied Cangara :


(20)

Gambar 2.1

UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI

Sumber: Hafied Cangara. 1988. Pengantar Ilmu Komunikasi.

Keterangan:

1. Sumber (Source) Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source,sender,decoder.

2. Pesan (Message) Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Isi pesan bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau proganda. Dalam istilah asing pesan diterjemahkan dengan kata message, content, atau information

3. Media Media ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Selman atau media komunikasi terbagi atas media massa dan media nirmassa. Nirmassa merupakan komunikasi tatap

Sander Pesan Media Penerima Efek


(21)

muka sedangkan media massa menggunakan saluran yang berfungsi sebagai alat yang dapat menyampaikan pesan secara massal.

4. Penerima (Receiver) Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.

5. Pengaruh (Influence) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.(Cangara, 2004:21-25).

2.3. Tinjauan Komunikasi Lintas Budaya

2.3.1. Definisi Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru). Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya.

Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi


(22)

terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan berinterkasi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.

Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Kata lain dalam bahasa Inggris yang juga berarti kebudayaan adalah culture, yang berasal dari kata latin colere yang artinya “mengolah atau mengerjakan” atau dapat diartikan “segala daya dan upaya manusia untuk mengolah alam”. (Riswandi, 2009 : 91) Menurut Liliweri (2003 : 13), menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai berikut : “Proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.”Menurut Philipsen (dalam Prakosa, 2007:6), mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.

Menurut Stewart L. Tubbs (dalam Bidamalva, 2012;7), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta


(23)

berlangsung dari generasi ke generasi. Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai seluruh cara hidup dalam suatu masyarakat. Adaptasi antar budaya dalam pernikahan beda suku merupakan salah satu perilaku dalam konteks latar belakang yang berbeda. Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, pratik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan dengan cara-cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok. Banyak cara pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya

Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi

Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi, Komunikasi Lintas budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih yang terlibat,

Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijalin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media,


(24)

Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi,

Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.

2.3.3. Komunikasi Antarbudaya dalam Pernikahan Beda Suku

Realitas budaya berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Terdapat koordinasi antara budaya dengan komunikasi, budaya mempengaruhi komunikasi dan komunikasi mempengaruhi budaya. Ringkasnya, budaya diciptakan, dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi; sebaliknya praktik-praktik komunikasi diciptakan, dibentuk dan ditransmisikan melalui budaya (Rahardjo, 2005: 49-51). Dengan kata lain, komunikasi itu terikat oleh budaya. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan fungsi dan respons kita terhadap budaya kita. Karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

Komunikasi menuntun kita untuk bertemu dan bertukar simbol dengan orang lain, sehingga kita dituntut untuk memahami orang lain yang berbeda


(25)

budaya. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut akan berbeda pula.

Memahami budaya yang berbeda dengan kita bukanlah hal yang mudah, karena kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain. Dalam proses memehami ini, tidak jarang terjadi prasangka terhadap suku yang berbeda. Prasangka terhadap suku merupakan sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Prasangka etnik didalam suatu masyarakat bisa dilihat melalui ada tidaknya stereotip etnis negatif yang berkembang di masyarakat. Stereotip-stereotip negatif yang dilekatkan pada etnik tertentu merupakan wujud dari adanya prasangka. Prasangka-prasangka suku maupun ras telah begitu mendunia bagaikan penyakit menular yang sangat berbahaya. Prasangka ini biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka.


(26)

2.3.4. Pengertian Suku, Pernikahan, dan Pernikahan Beda Suku

Etnosentris/ etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis. Biasanya orang sangat fanatik terhadap suku yang ia anut. Kefanatikan terhadap suku cenderung lebih tinggi dibandingkan kefanatikan terjadap ras.

Pengertian pernikahan (perkawinan) menurut Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Perkawinan ialah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan membentuk kelaurga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Soerojo Wignjodipoero Perkawinan adalah suatu pristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat, sebab perkawinan tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, bahkan keluarga kedua mempelai.

Pernikahan beda suku merupakan pernikahan antara seorang dari suku tertetu dengan sesorang dari suku lainnya. Singkatnya, pernikahan antara dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Perkawinan beda budaya sudah menjadi fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan dampak dari semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk mengenal dunia dan budaya lain.


(27)

2.3.5. Komunikasi PraNikah

Dulu masing-masing suku tinggal didaerah atau negerinya masing-masing. Terpencarnya manusia dalam beragam wilayah, telah membuat mereka mengembangkan sistem budaya secara tersendiri. Berkat kemajuan dan perkembangan zaman, banyak orang yang merantau, pergi meninggalkan daerahnya (kampung halamannya) untuk mencari kehidupan yang lebih baik atau untuk menuntut ilmu, di negeri orang. Pada zaman ini, orang dari berbagai sukubangsa sudah sering saling bertemu dan bergaul. Kota-kota besar telah menjadi tempat berkumpulnya orang dari berbagai suku maupun ras. Pertemuan orang dari latarbelakang suku dan budaya yang berbeda dapat terjadi di mana saja; misalnya sekolah, kampus, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat ibadah. Termasuk pertemuan dengan lawan jenis yang berbeda suku maupun ras telah menjadi hal yang tak terhindarkan.

Setiap masyarakat suku bangsa memiliki budaya yang berbeda dengan suku lainnya. Biasanya budaya yang berbeda-beda inilah yang menjadi faktor kunci dalam pernikahan antar suku. Penerimaan terhadap budaya suku lain akan membuat seseorang berpeluang besar diterima oleh keluarga besar calon pasangannya. Mereka akan merasa bahwa budayanya diterima dan dihargai. Sebaliknya dapat terjadi, yaitu apabila seseorang resisten dan menolak budaya calon pasangannya. Sebagai contoh, apabila seseorang hendak menikah dengan pasangan yang berasal dari suku Jawa, maka sangat besar harapan dari keluarga pasangannya itu bahwa pernikahan akan dilaksanakan menurut budaya mereka.


(28)

Latar belakang suku dan keluarga sangat berpengaruh pada gaya komunikasi dan nilai-nilai penting dalam pernikahan. Biasanya keluarga menginginkan anggotanya menikah dengan orang yang berasal dari suku yang sama. Alasanya adalah kesesuaian nilai dan cara hidup/adat istiadat yang sama, sehingga penyesuaian masuk ke lingkungan keluarga yang baru itu tidak terlalu rumit. Tujuannya adalah menghindari kesalahpahaman yang menyebabkan perpecahan dan pertengkaran. Namun, ketika seseorang memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang berasal dari budaya (suku) yang berbeda, maka ia berperan untuk meyakinkan anggota keluarganya agar menyetujui pernikahannya. Peran ini tentunya akan lebih sulit, karena ia tidak hanya sekedar memberitahukan mengenai hubunganya dan rencana menikah dengan pasangan dari suku lain, namun harus mampu mempengaruhi keluarga besarnya untuk menerima pasangannya. Apalagi jika pada awalnya keluarga kurang mendukung hubungan beda suku. Dalam hal ini, ia harus memiliki kemampuan komunikasi persuasif agar rencananya direstui oleh keluarga besarnya. Restu ini dapat diperoleh apabila ia mampu merubah opini keluarga mengenai suku pasangannya, sehingga sikap keluarga terhadap suku pasangannya berubah dan akhirnya keluarga bertindak dengan memberi restu dan mau menyiapkan acara pernikahan.

Permasalahan tidak sekedar meyakinkan keluarga sendiri untuk mau menerima pasangan. Masalah lain adalah apakah kita diterima di keluarga pasangan kita atau tidak dan apakah keluarga kita dengan keluarga pasangan kita “cocok”. Artinya, banyak hal yang perlu dipersiapkan dan dibicarakan sebelum acara pernikahan dilakukan. Posisi kita di keluarga pasangan tergantung dari


(29)

seberapa dekat kita dengan mereka dan persepsi mereka mengenai suku kita. Menjalin relasi yang baik dengan keluarga pasangan adalah satu langkah yang mutlak dilakukan. Kalaupun pada awalnya mereka mempunyai persepsi negatif (prasangka) terhadap suku kita, mungkin saja sikap dan perilaku kita mampu mengikis prasangka tersebut, hal ini tentunya mempermudah proses persiapan pernikahan yang kita rencanakan. Sehingga jelas bahwa komunikasi dengan keluarga pasangan (kelompok suku yang berbeda) sangat dibutuhkan untuk membentuk relasi, karena dapat mengubah opini, dan sikap mereka terhadap kita, sehingga aksi yang kita harapkan dari mereka dapat terwujud.

Relasi antara keluarga kedua pasangan dalam interaksi antar keluarga bisa terjadi proses komunikasi antarkelompok (antar suku). Topik komunikasi dalam persiapan pernikahan biasanya mengenai adat yang akan dilakukan dalam resepsi pernikahan, apakah sesuai budaya dari suku pihak laki-laki atau dari suku pihak perempuan, atau bahkan keduanya. Masalah pemilihan budaya ini yang paling sering menjadi masalah dalam persiapan pernikahan beda suku, apalagi kalau terdapat keterbatasan finansial. Jika komunikasi ini baik, maka di antara kedua keluarga akan terjalin relasi yang lebih baik, sehingga bisa diprediksikan bahwa tidak ada masalah (masalah terkait suku) dalam persiapan pernikahan.

2.3.6 Menikah Beda Suku

Pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda kebudayaan (pernikahan campuran) tidaklah gampang dan berjalan mulus, banyak tantangan yang harus mereka hadapai ketika mereka memutuskan untuk menikah.


(30)

Kemesraan hubungan pertemanan dapat menjadi awal pernikahan campuran. Kaum perempuan memilih menikah dengan pasangan campuran karena merasa memiliki minat yang sama dengan pasangannya. Ketertarikan fisik, kesukaan akan hiburan yang sama dan bahkan kesamaan sosial ekonomi juga merupakan alasan pemilihan pasangan. Alasan yang menyebut tertarik karena ‟ras pasangan‟ cenderung kurang dibandingkan karena alasan ‟nonras‟ (Lewis, Yancey, and Bletzer 1997:84). Artinya, sama seperti pasangan pada umumnya, pasangan pernikahan campuran tertarik pada pasangannya karena memandang atas kesamaan diantara mereka, dibandingkan atas perbedaannya.

Alasan lain yang juga unik dan kerap disampaikan adalah „perbaikan keturunan‟. Mungkin saja terjadi karena ada perasaan superioritas dari etnis tertentu atau yang biasa disebut etnosentrisme. Pernikahan beda suku (lintas budaya) memiliki sisi positif dalam hal keturunan yang dilahirkan. Dari studi kesehatan, ketika gen-gen yang berbeda dipertemukan, maka akan terjadi sintesis mutualisme dalam pembentukan generasi unggul yang lebih kuat secara gen. Bentuk dari keunggulan tersebut adalah lahirnya anak-anak yang memiliki intelegence yang lebih baik dan secara fisik memiliki ketahanan tubuh dari penyakit-penyakit lebih kuat serta memiliki fisik yang lebih bagus.

2.3.7 Komunikasi Setelah Pernikahan

Perempuan dan lelaki memiliki perbedaan dalam pola pikir dan gaya komunikasi. Umumnya lelaki lebih praktis, artinya tidak terlalu memikirkan detil dan mencari solusi berdasarkan fakta-fakta. Mereka tidak terlalu peduli pada


(31)

pendapat orang lain. Sementara perempuan lebih memikirkan detil, mempertimbangkan bagaimana pendapat orang lain terhadap tindakannya, dan seringkali melibatkan emosi dalam mengambil keputusan. Cara berpikir ini tampak pula dalam gaya komunikasi mereka. Perempuan sangat suka “curhat” panjang lebar tentang perasaan mereka, sementara lelaki lebih sedikit bicara dan langsung mencari solusi dari suatu permasalahan

Selain faktor gender/jenis kelamin, perbedaan latar belakang budaya seseorang dan pasangan bisa juga menjadi faktor yang menimbulkan kesenjangan dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah menikah beda budaya (suku) membutuhkan pemahaman terhadap pasangannya. Latar belakang suku dan keluarga sangat berpengaruh pada gaya komunikasi dan nilai-nilai penting dalam pernikahan. Misalnya salah satu suku ada yang menganut sistem keluarga patriarkal. Sistem ini menuntut seorang istri untuk tidak pernah membantah dan selalu menuruti apa pun perkataan suami. Hal ini merupakan salah satu penghambat terbukanya ruang komunikasi dalam rumah tangga. Padahal, keberanian untuk mengomunikasikan berbagai hal kepada pasangan justru merupakan hal yang penting karena termasuk bentuk kepedulian atas kelanggengan rumah tangga. Jika suami menganut sistem Patriarkal, maka komunikasi yang terjadi hanya satu arah, tidak akan pernah ada feedback terhadap apa yang dikomunikasikan. Hal yang terburuk adalah ketika sang istri salah mempersepsi arti/maksud dari suami dan tidak boleh ada feedback, akibatnya kesalahan yang fatal tidak terelakkan. Sang suami bisa saja marah besar, dan sang istri merasa diperlakukan semena-mena.


(32)

Permasalahan utama dalam komunikasi pasangan beda suku adalah penyesuaian pola komunikasi yang menuntut saling pengertian antara satu dengan yang lain, karena berasal dari budaya yang berbeda. Jika tidak ada saling pengertian antara pasangan beda suku ketika kedua jenis budaya ini bersatu, maka seringkali muncul miss-communication. Seringkali terdapat perbedaan dalam mempersepsi sesuatu akibat cara pandang yang berbeda. Perbedaan persepsi ini akan berlanjut pada perbedaan sikap, bahkan perilaku. Hasilnya, muncul “percekcokan”. Akibat terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak tersebut dan berakhir dengan perceraian.

Semakin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal, sehingga makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham dan makin banyak salah persepsi. Jika hal ini diaplikasikan ke dalam dunia pernikahan (rumah tangga), maka semakin banyak perbedaan budaya antara kedua pasangan, semakin sulit adaptasi dalam menjalani pernikahan. Selain itu semakin banyak perbedaan diantara keluarga besar kedua pasangan, maka kesulitan beradaptasi akan semakin meningkat, karena pada dasarnya keluarga besar (keluarga suku) sangat berpengaruh pada individu. Hal ini mnegindikasikan bahwa masalah dalam pernikahan akan lebih kompleks, apalagi kalau komunikasi tidak sehat. Untuk itu, saling pengertian akan budaya masing-masing mutlak diperlukan untuk meminimalisasi hal tersebut, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa saling memahami kebudayaan pasangan tidak menjamin terbebas dari


(33)

kesalahpahaman (munculnya rasa tersinggung) pada pasangan yang berbeda kebudayaan.

Setelah menikah, pada pasangan yang sama-sama bekerja awalnya akan membicarakan mengenai keuangan. Karena keduanya akan memiliki penghasilan tersendiri, maka pengalokasiannya perlu dibicarakan secara tuntas akan tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu dalam menentukan lokasi tempat tinggal juga perlu dibicarakan bersama, karena biasanya ada perbedaan selera dalam memilih tempat tinggal.

Setelah beberapa tahun pernikahan biasanya kelurga memperoleh tambahan anggota, yaitu anak. Dalam relasi antara suami dan istri, banyak hal yang harus dibicarakan megenai hal-hal yang menyakut anak. Mulai dari konsepsi anak, jumlah anak, pendidikan formal anak, dan kebudayaan yang akan diajarkan pada anak. Dalam menentukan ini tidak jarang keluarga besar dari keduabelah pihak ikut campur tanga dan tidak jarang mereka malah menyulitkan pasangan tersebut dalam mengambil keputusan karena semakin banyak pihak yang berkomunikasi dan semakin banyak permintaan serta semakin banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Intinya masalah yang dikomunikasikan akan semakin kompleks. Belum lagi kalau terdapat perbedaan pendapat dari kedua keluarga.

Selain masalah-masalah yang disebutkan diatas, masih banyak hal lagi yang perlu dikomunikasikan dalam rumah tangga. Secara umum, komunikasi yang paling berpengaruh dalam pernikahan adalah ketika menjalani kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana kedua pasangan saling memperhatikan, membuka


(34)

diri terhadap pasangannya, bagaimana bersikap secara emosional seperti menghibur ketika salah satu memiliki masalah, bagaimana berespon ketika pasangan melakukan hal yang kurang disenangi, dan sebagainya. Poin yang paling penting adalah bagaimana respon terhadap pasangan. Perbedaan suku biasanya membawa pada perbedaan bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui pasangan dan ada juga yang sama namun berbeda makna. Jika keduanya tidak saling memahami dan tidak bisa mengomunikasikannya dengan baik, maka kesalahpaham akan terjadi. Kelihatannya sepele, namun sering terabaikan oleh pasangan menikah. Akibatnya tidak hanya sepele, malah hal ini yang sering menjadi dasar masalah besar dalam pernikahan dan tidak jarang berkahir dengan perceraian dengan alasan „tidak cocok‟.

Jika pasangan menikah tidak tinggal serumah, maka kemungkinan masalah biasanya lebih sering (lebih rentan masalah). Salah satu faktornya adalah kurangnya komunikasi. Sesering apapun mreka berkomunikasi lewat telepon atau media online lainnya, itu tidak akan lebih efektif dibandingkan berkomunikasi langsung. Alasannya adalah jika berkomunikasi langsung, komunikasi yang dilakukan tidak hanya secara verbal, namun ada bantuan komunkasi melalui bahasa tubuh/ faktor situasional (seperti petunjuk proksemik dan petunjuk kinestik).

2.4. Kerangka Pemikiran


(35)

Penelitian tentang komunikasi adaptasi dalam pernikahan beda suku ini mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam berinteraksi. Dua tema yang muncul dalam literatur ini, yaitu: (1) literatur ini fokus pada kondisi di mana individu-individu mengelola ketidakpastian tentang orang lain, termasuk bagaimana mendapatkan informasi tentang orang lain, bagaimana ketidakpastian dan kecemasan terkait satu sama lain, dan bagaimana proses pengurangan ketidakpastian terkait dengan budaya; (2) lazim dalam pembicaraan yang melibatkan organisasi, koordinasi, dan perilaku bertautan pada bagian interaksional. Teori-teori ini banyak memberitahu tentang bagaimana seseorang mencocokkan perilakunya dengan pasangannya, bagaimana dan kapan perilaku menyimpang, apa yang terjadi ketika harapan itu dilanggar, (Littlejohn, 2002: 144).

Penelitian komunikasi adaptasi dalam pernikahan beda suku adalah teori adaptasi interaksi. Teori ini memperhatikan bahwa komunikator memiliki semacam sinkroni interaksional, pola back-and-forth yang terkoordinasi. Maksudnya adalah jika seseorang merekam percakapannya dengan lawan bicara, ia mungkin akan melihat efek ini. Pada beberapa saat seseorang mungkin melihat ia dan lawan bicaranya bersikap dengan cara yang sama, bercermin atau konvergen dalam pola timbal balik. Pada saat lain, seseorang mungkin akan melihat seperti bayangan dari dirinya atau divergen dalam pola kompensasi. Dengan lensa teori adaptasi interaksi, maka seseorang mulai melihat bahwa perilakunya dapat mempengaruhi satu sama lain dan menciptakan pola (Littlejohn, 1992: 149).


(36)

Penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang agar terjalin hubungan yang baik antara diri dan lingkungannya. Pada kenyataannya hubungan interpersonal berkembang secara bertahap dan dapat diprediksi, hal tersebut sesuai dengan teori penetrasi sosial yang menyatakan bahwa pembukaan diri merupakan cara utama yang digunakan oleh sebuah hubungan yang bergerak menuju hubungan yang lebih intim (akrab), sehingga pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan (West dan Turner, 2008: 197).

Berdasarkan pemaparan pengertian diatas, yang menjadi sub fokusnya adalah situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindak komunikatif.

Situasi komunikatif disini adalah merupakan konteks terjadinya komunikasi, situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat tersebut pada saat berbeda

Peristiwa komunikatif didefinisikan seluruh kerangka komponen yang utuh. Komponen tersebut terdapat beberapa poin yaitu setting, participants, ends, act sequence, key, intumentalities, norms of interaction, genre.(Ibrahim dikutip Kiki Zakiah,2008:187)

Tindak komunikatif disini merupakan bagian dari peristiwa komunikasi. Di dalam peristiwa ada kalimat-kalimat tindak komunikasi dalam bekomunikasi tidak hanya digunakan untuk mengatakan sesuatu atau untuk memberikan sesuatu, tetapi juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Secara aktif disini


(37)

berupa penyataan pemohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau nonverbal.

Gambar: 2.2

Model Alur Kerangka Pemikiran

Sumber : ( Peneliti 2013)

Keterangan :

Komunikasi Adaptasi yang dilakukan pada pasangan yang berbeda suku dalam adaptasi kesehariannya menimbulkan pencitraan dirinya mengenai situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindak komunikatif, yang kemudian terbentuklah komunikasi adaptasi dalam dirinya, sehingga terbentuk Komunikasi Adaptasi (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi).

Situasi

komunikasi

Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi Dalam Pernikahan Suku Sunda Dengan Suku Minangkabau

Di Kota Cimahi)

Peristiwa Komunikasi

Komunikasi

Adaptasi

Pernikahan

Beda Suku

Tindak

komunikasi


(38)

135 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa pada bab IV maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda budaya adalah suatu pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sampel dalam penelitian ini adalah sepasang suami istri yang menikah secara beda budaya. Dimana pasangan berlatar belakang suku Sunda dan suku Minangkabau. Dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa pasangan beda suku memiliki penyesuaian diri yang cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari keharmonisan rumah tangga subjek dan pasangan serta adanya kecocokan dan persamaan minat diantara mereka. Penyesuaian pernikahan beda suku dapat berjalan baik walaupun terdapat perbedaaan budaya diantara mereka karena adanya titik temu antara budaya Sunda dan Minangkabau yaitu sama-sama mengedepankan sikap saling mengerti dan menghargai satu sama-sama


(39)

lain. Nilai tersebut ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku saling menghargai, menyadari perbedaan yang ada tanpa mempermasalahkannya, menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dan mau saling mempelajari budaya pasangannya. Komunikasi dan adaptasi merupakan hal terpenting dalam menjalani kehidupan pernikahan, karena hal tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan pernikahan beda suku. Serta faktor pendukung keberhasilan pernikahan beda suku adalah faktor keterbukaan dimana didalam pernikahan dituntut adanya keterbukaan satu sama lain sehingga masalah yang ada dapat dibicarakan dan menemukan solusi yang terbaik.

Kata kunci : Komunikasi Adaptasi, Etnografi, Pernikahan Beda Suku Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. Ada pun saran-saran yang peneliti berikan setelah meneliti fenomena ini adalah:

1. Perlu kiranya interaksi antara suku yang berbeda melakukan bahasa yang baik dan mudah dipahami agar saling memperoleh kesan yang baik.

2. Untuk subjek dan pasangan sebaiknya terus mencoba untuk terus memahami kebiasaan-kebiasaan dan hal-hal yang disukai masing-masing individu, agar tidak terjadi kesalahpahaman.


(40)

3. Untuk subjek dan pasangan hendaknya agar terus mempelajari dan memahami budaya masing-masing baik budaya Sunda maupun Minangkabau sehingga kehidupan pernikahan senantiasa berjalan lancar dan baik.

4. Terjalinnya ikatan pernikahan karena adanya saling percaya dan saling memahami, sehingga komunikasi adaptasi yang berlangsung akan semakin nonformal atau tidak mempermasalahkan kata-kata atau kalimat yang terucap, tergantung dari kenyamanan si pembicara dan lawan bicara, maka peneliti berharap ketika melakukan sebuah komunikasi sebaiknya isi pembicaraan haruslah terfokus agar komunikasi lebih mudah di pahami.

5. Proses komunikasi adaptasi pernikahan dua suku yang berbeda dan menjalin hubungan yang cukup erat maka mereka akan selalu menyampaikan bahasa-bahasa yang biasa mereka sampaikan dalam kehidupan sehari-hari tetapi ada kalanya interaksi dilakukan dengan serius yang memiliki muatan atau pengaruh yang positif agar hubungan kedua suku tersebut terjalin dengan baik dan menghasilkan situasi, peristiwa, dan tindakan-tindakan, pengaruh feedback yang positif.


(41)

PERSONAL DETAILS

Full Name : Rina Fikriza

Place / Date of Birth : Saniangbaka, 16 Juni 1991

Gender : Perempuan

Marial Status : Single

Religion : Islam

Address : Jl.Kolonel Masturi No.88 Cimahi

Phone : 085864622241

Email : Rina_aiin@yahoo.co.id

Motto

“Mensyukuri apapun yang terjadi meskipun gagal dan memaknai itu menjadi keberhasilan, tanpa gagal tak ada rasa sedih dan tak ada kebahagiaan. Saya pernah gagal dan itu usaha untuk membuat saya terus

berusaha bahagia." JANGAN PERNAH ADA KATA MENYERAH SEBELUM MENCOBA


(42)

Year Schooll / University 1997-2003 SD Negeri Cimahi 18 (Elementary School) 2003-2006 SMP 3 Cimahi (Junior High School)

2006-2009 SMK Negeri 3 Cimahi (Senior High School)

2009-Sekarang Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Jurusan Ilmu Komunikasi S1 (Kosentrasi Ilmu Humas)

TRAINING EXPERIENCE

No. Year Description Information

1

2009 Whorkshop Broadcast and action Certificate

2

2006 Pelatihan Di maestro les vokal Certificate

3

2008 Pendidikan Pelatihan Komputer Certificate

4

2009 Pelatihan Melejitkan Potensi dan

Pengembangan Diri

Certificate

5

2010 Workshop tentang Kebudayaan Film dan

Sensor Film

Certificate

6

2010 Pelatihan Mentoring Agama Islam Certificate

7

2010 Pelatihan Table Manner di Banana inn

Bandung

Certificate

8

2010 Workshop Konseptual Fotografi dan Lighting

Indoor

Certificate

9

2011 Kujungan Study Tour ke Media Massa Trans

TV

Certificate

10

2012 Kunjungan Study tour ke Chocodot Garut Certificate


(43)

No. Year Description Information

1

2003 Anggota PMR (Palang Merah Remaja) di SMP

3 Cimahi

-

2

2003-2006

Anggota Osis di SMP 3 Cimahi -

3

2003-2006

Bendahara Kelas di SMP 3 Cimahi -

4

2003-2006

Sekretaris Kelas di SMP 3 Cimahi -

5

2009 Bendahara ekskul Bola Voli di SMKN 3 Cimahi -

6

2009 Anggota Paduan Suara Mahasiswa di UNIKOM -

7

2009 Panitia Dokumentasi Study Tour ke Pancasila -

ACHIEVEMENT

No. Year Description Information

1

1997 Kejuaraan Terbuka Lomba Cerdas Cermat dan Terampil

-

2

2002 Juara Harapan 1 Lomba Nyinden “Paguyuban

Pasundan” setingkat Kota Cimahi

-

3

2006

-2009

Peringkat 10 terbaik di SMK Negeri 3 Cimahi (kelas 1-3)

-

4

2008 Lolos Audisi Indonesian Idol Bandung Tahap 1 -

5

2009 Lolos Audisi Young management 1 -

6

2009 Peringkat 5 terbaik Ujian Nasional “Tata Boga” di SMK Negeri 3 Cimahi

-

7

2009 Peringkat 3 terbaik Uji Kompetensi Tata Boga

di SMKN 3 Cimahi

-

8

2010 Lolos Audisi Indonesian Idol Bandung Tahap 2 -


(44)

PERSONAL SKILL

No. Description

1

Familiar with Microsoft Office such as MS Word, Ms Publisher, Ms Power Point

2

Familiar with Internet Application (Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera)

3

Familiar with Ultra Edit, Adobe Photoshop, Adobe Page Maker, Front Page, Photoscape

4

Familiar with Kamera SLR (Single Lens Reflect)

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Rina Fikriza NIM.41809126 No. Date - Month - Year Description

1

2

1 Juli – 31 desember 2008

09 Juli – 09 Agustus 2012

Hotel Grand Aquila

Incharge : Kitchen Ala’Carte, Banquite Kitchen, Kitchen Breakfast, Pastry & Bakerry, Kitchen Butcher

JLn. Ir.H.Djuanda, Bandung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat

Posisi Bagian : “Bidang Penkum, Sospol, dan Intelijen”


(45)

Minangkabau In Cimahi City)

Author Rina Fikriza Nim. 41809126

This study under the guidance of, Adiyana Slamet, SIP, M.Si

This study aims to determine and disclose the communication adaptation in Sundanese wedding with Minangkabau tribe an approach in terms of knowing the situation of communication activities and communications, event communications and communication actions performed marriage of tribal Sundanese with Minangkabau tribe.

The method used in this study is to use qualitative research with ethnographic study design. The data was collected by in-depth interviews, observation / observation participate, Library Studies, and Internet Searching. The selection of informants was done by using purposive sampling technique taking informants with particular consideration. Data analysis technique used is the data collection, data reduction, data display, and data verification Conclusion. While the data used to test the validity of the data and triangulated Member Check.

Results of the study is that the inter-ethnic marriage (intercultural marriage) is marriage between couples who come from different cultural backgrounds. Culture became an important aspect of the wedding, where the couple would have cultural values espoused, according to the beliefs and customs, as well as customs and lifestyle culture. Communicative situation different tribes met and require adjustment of communication because of different cultural situations. So tolerance is needed here to keep the communication established. pertistiwa here refers to a direction with regard to cultural differences in terms of keadatan ceremonies and symbols in the marriage rate. Communication action is intended to ensure that a tribal marriage an issue that can be accepted by society without vilifying one another or can eliminate steorotip attitudes among tribes.

Conclusions from this research is that the data do suggest that different couples have a rate adjustment is pretty good. It can be seen from the subject of


(46)

Keywords: Adaptation Communication, Ethnography, Marriage Different Parts


(47)

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa (multietnik), dengan derajat keberagaman yang tinggi dan mempunyai peluang yang besar dalam pernikahan yang berbeda budaya. Pernikahan yang dilangsungkan mengandung nilai-nilai atau norma-norma budaya yang sangat kuat dan luas.

Budaya yang berbeda menjadikan standar masyarakat yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam mengatur hubungan pernikahan adat istiadat. Namun diantara berbagai bentuk yang ada, pernikahan merupakan salah satu contoh yang dapat dilihat secara adat istiadat suku setempat yang dapat diterima serta diakui secara universal.

Pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Perkawinan akan melahirkan sebuah keluarga. Keluarga merupakan sekelompok orang yang disatukan oleh perkawinan, darah atau adopsi, atau hubungan pengekspresian seksual lainnya. Orang-orang yang terlibat dalam sebuah keluarga (anggota keluarga) saling berkomitmen di dalam sebuah hubungan yang intim. Setiap anggota keluarga juga


(48)

pola, atau adaptasi interaksi dalam kehidupan masyarakat, maka harus memahami pula hubungan, pola, atau adaptasi dalam sebuah keluarga. Keluarga merupakan sebuah sistem sosial yang juga memiliki proses sosial antara dua pihak, salah satunya adalah beradaptasi.

Komunikasi antara masyarakat yang berbeda budaya merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah adaptasi adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam kehidupannya, sehingga perlu melakukan adaptasi. Sumber masalah tersebut dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu dilakukan adaptasi. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian masing-masing ke dalam pernikahan tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan dapat terpenuhi dan memuaskan.

Penyesuaian pernikahan sebagai proses adaptasi antara suami istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi dimana antara kedua individu telah belajar untuk mengakomodasi


(49)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akan diteliti yaitu :

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro

Bagaimana Komunikasi Adaptasi Dalam Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi.

1.2.2 Rumusan Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana situasi komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

2. Bagaimana peristiwa komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

3. Bagaimana tindakan komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana komunikasi adaptasi dalam Pernikahan suku Sunda dengan suku


(50)

1.3.2 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui situasi komunikasi dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi.

2. Untuk mengetahui peristiwa komunikasi dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi.

3. Untuk mengetahui tindak komunikasi dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi.


(51)

Metode penelitian merupakan unsur pokok yang harus ada setiap proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas dan maksimal. Metode penelitian dapat bermakna sempit atau luas. Dalam arti sempit metode penelitian berhubungan dengan rancangan penelitian atau prosedur dalam pengumpulan data dan analisis data.

Sebaliknya dalam arti luas, metode penelitian merupakan proses untuk menyelidiki masalah tertentu untuk mendapatkan inti yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki yang dibutuhkan solusi atas masalah tersebut (silalahi, 1999: 6-7).

Desain penelitian merupakan prosedur yang digunakan dalam upaya mendapatkan data atau informasi agar memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan penerapan dan teknik yang digunakan harus dapat mencerminkan relevansi dengan fenomena atau permasalahan penelitian yang telah diuraikan dalam kerangka pemikiran (Suchman, 1967:39)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat empiris. Karena arti empiris sendiri berarti dapat diamati oleh panca indera. Hanya saja pengamatan yang dilakukan bukan berdasarkan ukuran matematis, melainkan berdasarkan ungkapan subjek penelitian.

Penelitian kualitatif dari segi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah


(52)

yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun kelompok.

Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong, “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.”(Moleong: 2007:5)

“Dalam pemahaman penelitian kualitatif, realitas itu realitas alam sekalipun, dikonstruksikan secara sosial, yakni berdasarkan kesepakatan bersama. Hasil konstruksi itu dipengaruhi sifat hubungan antara peneliti dengan yang diteliti, secara kendala-kendala situasional diantara keduanya” (Mulyana dan Solatun, 2008)

Mulyana (2004:146) menyebut penelitian kualitatif dengan istilah interpretif atau paradigma subjektif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif (Littlejohn, 1996:16). Hal ini merupakan konsekuensi dari pemilihan teori-teori interpretif yang menaruh perhatian utama pada interpretasi makna, khususnya yang terdapat dalam teks.

Penulisan ini juga mendasarkan diri pada paradigma konstruktivis. Paradigma Kontruktivis adalah sebuah bentuk pencarian kebenaran. Paradigma konstruktivis ialah paradigma di mana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif (nisbi). Pertama, dilihat dari penjelasan ontologis, realitas yang dikonstruksi itu


(53)

yang diteliti. Dalam hal ini, paradigma konstruktivis bersifat transaksional atau subjektif. Ketiga, dalam konteks aksiologi, yakni peneliti sebagai participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial Slavin (1994:225).

Menurut Anderson (dalam Slavin, 1994:48) Paradigma konstruktivis juga dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif sruktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikontrusikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi etnografi. Karena metode ini dapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun hubungan dari kategori-kategori dan data yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari studi etnografi komunikasi untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok sosial. Menurut Hymes, Ada empat asusmsi etnografi komunukasi. Pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama. Mereke menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama. Kedua,


(54)

spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas yang satu dan lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam cara memahami kode-kode makna tindakan. Kategori Dell hymes (2008:41) digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda. Kategori-kategori tersebut adalah :

1. Ways of speaking. Dalam kategori ini, penleliti melihat pola-pola komunikasi komunitas.

2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat sesuatu uang menunjukan hal-hal yang pantas di contoh/ dilakukan oleh seorang komunikator.

3. Specch community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komunitas ujaran itu sendiri, berikut batas-batasnya.

4. Speech situation. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat situasi ketika sebuah bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya.

5. Speech event. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat peristiwa-peristiwa ujaran yang di pertimbangkan merupakan bentuk komunikasi yang layak bagi para anggotanya komunitas budaya.

6. Speech art. Dalam kategori ini, peniliti dapat melihat seperangkat perilaku khusus yang dianggap komunikasi dalam sebuah peristiwa ujaran.


(55)

melihat garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku komunikatif.

9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas. Dalam keraangka ini menyangkut kepercayaan bahwa sebuah tindakan ujaran dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dala komunitas budaya.

Menyikapi hal diatas bahwa etnografi komunikasi memiliki kemampuan untuk melihat variabilitas komunikasi. Selain itu etnografi komunikasi memiliki kelebihan untuk (1) mengukapkan jenis identitas yang digunakan bersama oleh anggota komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh komunikasi dalam komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh komunikasi dalam sebuah komunitas budaya. Identitas tersebut itu sendiri pada hakikatnya merupakan perasaan anggota budaya tentang diri mereka sebagai komunitas. Dengan kata lain, identitas merupakan seperangkat kualitas bersama yang digunakan para anggota budaya dalam mengindetifikasikan diri mereka sebagai komunitas. (2) mengukapkan makna kinerja publik yang digunakan bersama dalam komunitas. (3) mengukapkan kontradiksi atau paradoks-paradoks yang terdapat dalam komunitas.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui komunikasi dalam pernikahan beda suku antara suku Sunda dan suku Minangkabau.


(56)

tetap sama walaupun lokasinya berubah atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat tersebut pada saat berbeda.

Peristiwa komunikatif didefinisikan seluruh kerangka komponen yang utuh. Komponen tersebut terdapat beberapa poin yaitu setting, participants, ends, act sequence, key, intumentalities, norms of interaction, genre.

Tindak komunikatif disini merupakan bagian dari peristiwa komunikasi. Didalam peristiwa ada kalimat-kalimat tindak komunikasi dalam bekomunikasi tidak hanya digunakan untuk mengatakan sesuatu atau untuk memberikan sesuatu, tetapi juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Secara aktif disini berupa pernyataan pemohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau nonverbal.


(57)

menggunakan pedekatan kualitatif dengan judul penelitian Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suka (Studi Etnografi Komunikasi Dalama Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi).

Pernikahan merupakan awal dari suatu kehidupan bersama dengan pasangan dan kesiapan seseorang dalam membina sebuah keluarga. Keluarga adalah pasangan yang menikah atau kelompok keluarga besar yang saling bekerjasama dan membagi tugas pada setiap anggota keluarga, menjaga anak-anak, dan berbagi tempat tinggal. Keluarga secara ideal terdiri dari suami dan istri (orangtua), serta anak. Pernikahan dan keluarga terdiri dari individu-individu dengan perbedaan kepribadian, ide, nilai, cita rasa, dan tujuan yang berbeda beda.

Menurut Edward T.HALL (1986) mengemukakan bahwa komunikasi lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru). Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya.


(58)

adalah aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dalam konteks yang tertentu pula. (Kuswarno, 2008:42)

Adapun yang dikatakn oleh Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki unit diskrit yakni situasi komunikatif, situasi merupakan konteks terjadinya komunikasi. Situasi yang bisa mempertahankan konfirgurasi umum yang konsisten pada komunikasi adaptasi yang sama didalam komunikasi yang terjadi. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk berinteraksi, dalam seting yang sama dan sebuah peristiwa komunikatif dinyatakan berakhir, ketika terjadi perubahan pertisispan. Timdakan komunikatif yakni fungsi interaksi tunggal, seperti pertanyaan, permohonan, perintah.

Situasi komunikatif terhadap pernikahan beda suku adalah suatu kondisi dimana pernikahan berlangsung antara dua individu yang asalnya berbeda, kemudian bertemu dan menyatu dalam pernikahan yang sakral yang diadakan secara adat istiadat. Situasi komunikatifnya adalah suasana karena dua suku yang berbeda bertemu dan memerlukan penyesuaian komunikasi karena situasi kultural


(59)

Situasi komunikatif pada pernikahan beda suku Sunda dengan suku Minangkabau terlihat dari pola pikir individualnya. Budaya suku individualnya dan interaksi yang terjadi dalam sehari-hari diantaranya setiap budaya memiliki identitas tersendiri dalam menjalankan komunikasinya dan mengetahui maksudnya. Individual tersebut bisa menggunakan bahasa tubuh atau komunikasi verbal dan non verbal. biasanya terjadi perbedaan cara hidup dari budaya masing-masing

Dalam sebuah hubungan, akan merasa puas berhubungan dengan seseorang apabila kebutuhan berinteraksi terpenuhi. Termasuk dalam hubungan dalam perkawinan. Interaksi ini dilakukan melalui pertukaran pesan. Pertukaran pesan ini yang disebut sebagai komunikasi. Bagaimana situasi komunikasi antara suami istri bisa komunikatif Ini bisa dijalin melalui perilaku antara keduanya.

Dalam pertukaran pesan yang dilakukan saat suami istri berperilaku ini ada dua syarat, pertama perilaku harus bisa diobservasi satu sama lain. Yang kedua perilaku tersebut harus mengandung makna. Dengan kata lain, setiap perilaku dapat diartikan sebagai suatu pesan.

didalam situasi perkawinan dengan beda budaya, dalam hal ini Sunda dan Minangkabau, perbedaan makna inilah yang bisa menjadi pemicu tidak terpenuhinya kebutuhan interaksi yang disebutkan. Ketika berkomunikasi ada


(60)

4.4.2 Peristiwa Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku

Pada dasarnya bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yan dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Para sosiolinguis mempertanyakan keberadaan variasi bahasa dari berbagai tataran yang jelas-jelas bukan merupakan sekedar performansi sebagai akibat kondisi-kondisi gramatikal yang tidak relevan, tetapi adanya benar-benar diakibatkan oleh bermacam-macam faktor ekstralingual sebagai pencerminan dari sebuah masyarakat bahasa yang selalu bersifat heterogen (Wijana, 2012: 12-13). Didalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual tetapi juga sebagai gejala sosial.

Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik tetapi juga oleh faktor non-linguistik, antara lain adalah faktor sosial. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin


(61)

harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu siapa yang berbicara, siapa lawan bicaranya, topik apa yang dibicarakan, dan di mana peristiwa tutur itu terjadi (Wijana, 2012: 7).

Didalam setiap peristiwa interaksi verbal atau proses komunikasi selalu terdapat beberapa komponen yang mengambil peranan dan terlibat dalam peristiwa tersebut. Bell (1976: 75) menyatakan secara tradisional terdapat tiga komponen yang telah lama diakui sebagai komponen utama dari sebuah peristiwa atau situasi komunikasi yaitu: penutur (speaker), lawan tutur (hearer) , dan topik pembicaraan. Dengan kata lain dalam setiap proses komunikasi yang terjadi antara penutur dan lawan tutur terjadi juga apa yang disebut peristiwa tutur atau peristiwa bahasa (speech event).

Peristiwa kmunikatif terhadap pernikahan beda suku antara suku Sunda dengan suku Minangkabau ketika pernikahan berlangsung baik secara simbol dan secara pakaian adat serta tahapan-tahapan sakral dalam budaya tersebut. Jadi dapat dikatakan pertistiwa disini mengarah ke arah yang berkaitan dengan perbedaan kultur dalam segi upacara keadatan dan simbol dalam pernikahan suku tersebut.

Terlihat dari banyak ritual-ritual kebudayaan dan simbol-simbol kebudayaan yang digunakan saat prosesi adat pernikahan dari kedua belah pihak


(62)

4.4.3 Tindakan Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku

Tindakan komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, dalam hal ini peneliti akan membahas serta manganalisis tindakan komunikatif dalam pernikahan beda suku. Tindakan komunikatif terhadap pernikahan beda suku merupakan tindakan dimana toleransi dan rasa tenggang rasa menjadi patokan untuk menjaga komunikasi yang baik antar suku.

Tindakan komunikatif meliputi persetujuan kedua belah pihak pengantin agar tidak ada pihak yang dirugikan baik secara materil maupun moril. Tetua adat akan menjadi penengah serta orang tua menjadi patokan yang cukup dihormati dalam adat. Tindakan komunikasi ini ditujukan untuk menjaga agar suatu pernikahan beda suku antara suku Sunda dan suku Minangkabau menjadi hal yang dapat diterima masyarakat tanpa menjelekkan satu sama lain atau dapat menghilangkan sikap steorotip antar suku. Dengan ini pernikahan dapat langgeng tanpa rasa khawatir. Justru menambah relasi dan pola pikir yang baik.

Setiap individualnya harus memperkenalkan atau menunjukkan dan menjelaskan tradisi-tradisi adat yang akan digunakan dalam acara adat pernikahannya. Karena beragamnya makna dan simbol dari masing-masing adat belum tentu keseluruhannya bisa diterima di tengah-tengah masyarakat umum


(63)

yang tidak mereka ketahui dari makna bahasa dan cara komunikasinya, biasanya akan ada salah satu yang mengalah dalam membuat tradisi bersama.

Bekomunikasi tidak hanya digunakan untuk mengatakan sesuatu atau untuk memberikan sesuatu, tetapi juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Secara aktif disini berupa pernyataan pemohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau nonverbal.

4.4.4 Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda suku merupakan pernikahan antara orang yang berbeda budaya. Singkatnya, pernikahan antara dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Perkawinan beda budaya sudah menjadi fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan dampak dari semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk mengenal dunia dan budaya lain.

Proses komunikasi mendasari proses akulturasi. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat asli. Kemiripan antara budaya asli dan budaya asing adalah faktor terpenting dalam potensi akulturasi. Diantara sekian banyak faktor, usia dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan dengan akulturasi. Pendidikan, terlepas dari konteks budaya, ternyata memperbesar kapasitas seseorang untuk menghadapi pengalaman baru dan mengatasi tantangan hidup. Asimilasi ditandai dengan perubahan pada


(1)

dituntut oleh budaya tersebut. Kepercayaan dan nilai memberi kontribusi bagi pengembangan sikap. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya. Lingkungan turut membentuk sikap individu, kesiapan merespon, dan akhirnya menjadi perilaku individu tersebut.


(2)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa pada bab IV maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda budaya adalah suatu pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sampel dalam penelitian ini adalah sepasang suami istri yang menikah secara beda budaya. Dimana pasangan berlatar belakang suku Sunda dan suku Minangkabau. Dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa pasangan beda suku memiliki penyesuaian diri yang cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari keharmonisan rumah tangga subjek dan pasangan serta adanya kecocokan dan persamaan minat diantara mereka. Penyesuaian pernikahan beda suku dapat berjalan baik walaupun terdapat perbedaaan budaya diantara mereka karena adanya titik temu antara budaya Sunda dan Minangkabau yaitu sama-sama mengedepankan sikap saling mengerti dan menghargai satu sama-sama lain. Nilai tersebut ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku saling menghargai, menyadari perbedaan yang ada tanpa mempermasalahkannya, menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dan mau saling mempelajari budaya pasangannya. Komunikasi dan


(3)

adaptasi merupakan hal terpenting dalam menjalani kehidupan pernikahan, karena hal tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan pernikahan beda suku. Serta faktor pendukung keberhasilan pernikahan beda suku adalah faktor keterbukaan dimana didalam pernikahan dituntut adanya keterbukaan satu sama lain sehingga masalah yang ada dapat dibicarakan dan menemukan solusi yang terbaik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Cangara Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja grafindo Persada

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa

Effendy, Onong. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung. CV Mandar Maju. 2007. Ilmu Komunikasi dan praktek. Bandung: Remaja rosdakaryaIdrus Muhammad. 2009. Metode penelitian ilmu sosial, pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga

Kim, Young Yun. (2001). Becoming Intercultural, An Integrative Theory of Communicationand Cross Cultural Adaptation. Sage Publications, Inc. Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung.

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkisPelangi Aksara.

---. (2007). Dasar – Dasar Komunikasi Antabudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya .2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung:PT.Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Deddy, dan Solatun. 2007, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:.PT.Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2004. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo Persada

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Graha ilmu

Satori Djaman, Komariah Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta


(6)

Karya Ilmiah:

Salsabila, Hanun, 2011,Akomodasi Komunikasi dalam Interaksi Antarbudaya (Kasus Perantau yang Berasal dari Daerah Banyumasan dalam Mengomunikasikan Identitas Kultural). Semarang: UNDIP

Rossnanda, Titis, 2011. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE. Semarang: UNDIP.

Sumber lain:

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUMINANG_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUSUNDA_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://perempuan.com/2010/08/10/menyikapi-perbedaan-dalam-perkawinan-part-2.htm/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17844/3/Chapter 20II.pdf diakses 2013/03/30. 18.00 pm


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pada Pernikahan Campuran (Studi Kasus Tentang Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pada Pernikahan Campuran Suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan)

17 176 147

Pengangkonan dalam pernikahan beda suku pada masyarakat lampung pepadun (Studi di Kecamatan Padang Ratu, Kabupaten Lampung Tengah)

3 29 86

Aktivitas Komunikasi Dalam Tradisi Nyawer Pada Proses Pernikahan Adat Sunda di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Tradisi Nyawer Pada Proses Pernikahan Adat Sunda di Kota Bandung)

2 70 112

Transformasi Identitas Mahasiswa Suku Sunda di Unikom Bandung (Studi Deskriptif Tentang Transformasi Identitas Dalam Adaptasi Bahasa Mahasiswa Suku Sunda di Unikom Bandung)

0 18 127

Pemolaan Komunikasi Upacara adat Pernikahan Suku Melayu di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Studi Etnografi Pemolaan Komunikasi Upacara Adat Pernikahan Suku Melayu Pesisir di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau)

2 29 82

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa Dan Minangkabau (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Pernikahan Jawa dan Minangkabau).

0 3 12

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa Dan Minangkabau (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Pernikahan Jawa dan Minangkabau).

0 3 13

Pernikahan Sebagai Identitas Diri (Studi Fenomenologi Tentang Pernikahan Campur Suku Batak Dengan Suku Lainnya Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan).

0 0 23

Komunikasi Budaya Suku Bajo Dalam Pemenuhan Gizi Balita Studi Etnografi Komunikasi Tentang Komunikasi Suku Bajo Dalam Pemenuhan Gizi Balita Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

0 0 2

ADAB PERNIKAHAN SUKU SUKU DI DUNIA Disus

0 0 7