Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Manajemen Laba Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada 50 Wajib Pajak Badan Di Wilayah KPP Madya Bandung)

(1)

Bahwa yang bertandatangandibawahini, penulisdanpihakperusahaantempatpenelitian, bersedia : “Bahwahasilpenelitiandapatdionlinekansesuaidenganperaturan yang berlaku, untuk kepentinganrisetdanpendidikan”.

Bandung, 02September 2012

Penulis, Perusahaan

Catatan :

Bilakeberatandengandi-online-kandata perusahaan di BAB III/di Bab yang

mencantumdataperusahaan (pengecualiankhususdata

perusahaan,bolehuntuktidakdionlinekan),ketikanpadalembarcatatanini,

……… ………


(2)

MANAGEMENT TO TAX COMPLIANCE

(Survey At 50 Coorporate Tax Payer’s In Medium Tax Payers Office Bandung)

GISKA SEPTA RAHDIANAWATI 21108025

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Nama : Giska Septa Rahdianawati

NIM : 21108025

Menyetujui Bandung, Juli 2012

Dosen Pembimbing

Dr. Ely Suhayati, SE., M.Si.,Ak NIP. 4127.34.03.006

Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Prodi Akuntansi

Prof.Dr.Hj.UmiNarimawati,Dra.,SE., M.Si Sri DewiAnggadini, SE.,M.Si. NIP.4127.34.02.015 NIP.4127.34.03.003


(4)

( Survey Pada 50 Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung)

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya adalah Self Assessment System. Dengan dianutnya sistem self assessment dalam sistem perpajakan di Indonesia maka pengetahuan perpajakan yang memadai merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh Wajib Pajak agar dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Dengan meningkatnya pengetahuan tersebut diharapkan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak juga meningkat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya, , dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek penelitian. Target populasi dan sampel adalah 50 Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung berpengaruh positif. Artinya Pemeriksaan Pajak yang baik akan meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung diperoleh negatif berarti. Artinya Manajemen Laba yang kecil (rendah) akan meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung. Pemeriksaan Pajak dan Manajemen Laba memberikan pengaruh sebesar terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Madya Bandung.

Kata Kunci :Pemeriksaan Pajak, Manajemen Laba, dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan


(5)

( Survey At 50 Coorporate Tax Payer’s In Medium Tax Payers Office Bandung)

System of taxation applicable in Indonesia based on the tax legislation requires the taxpayer to participate actively in the fulfillment of tax obligations is the Self Assessment System. With the embrace of the self assessment system of taxation system in Indonesia is an adequate knowledge of taxation is one of the requirements that must be owned by the taxpayer in order to meet tax obligations are properly and correctly. With the growing awareness that knowledge is expected taxpayers to pay taxes also increased

The method used in this research is descriptive method and verifikatif, the results of research which later processed and analyzed in order to take his conclusion, using this research method will know the relationship between the variables studied, resulting in a conclusion that will clarify the picture of the object of research. Target population and sample are 50 Coorporate Tax Payer’s in Medium Tax Payers Office Bandung

The results of this study shows that the effect of the Tax Inspection Agency Taxpayer compliance in Bandung Municipality Tax Service Office has a positive effect. This means that a good tax examination will enhance the Taxpayer Compliance National Tax Office Associate at Bandung. Effect of Earnings Management on the Taxpayer Compliance Board in Bandung Municipality Tax Service Office acquired a negative meaning.


(6)

i Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Strata 1 Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul yang diambil yaitu: “PENGARUHPEMERIKSAAN PAJAK DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK”

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan.Akhirnya dengan doa, semangat dan ikhtiar penulis mampu melewatinya dan penulis tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada :

Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Dr.Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.


(7)

ii Komputer Indonesia.

5. Dr. Ely Suhayati, SE., M.Si., Ak. Selaku Dosen Pembimbing yang saya hormati dan yang saya cintai.

6. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

7. Orang tua, Papa (Gunawan Raharja), Mama (Eriawati), Adik (Desta dan Adell) dan Kakek ( H. Anang Mahjuri) tercinta yang selalu memberikan do’a dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Semoga apa yang telah diberikan dan dilakukan untuk kesuksesan anakmu dibalas oleh Allah SWT (amin).

8. Untuk Janwar Cahyana, yang tidak pernah lelah mendengar segala keluh kesahku, dan tidak berhenti untuk selalu memberikan dukungan dan membangkitkan semangatku dikala aku merasa jenuh, malas, dan merasa tidak mampu untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terimakasih untuk selalu mendoakan dan selalu setia mendampingiku.

9. Untuk sahabat-sahabatku Susan, Reni, Ridwan, Ressa, Windy, Egit, dan semua teman-temanku kelas Akuntansi-1 terima kasih atas dukungan dan bantuannya.


(8)

iii

keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2012

Penulis

Giska Septa Rahdianawati


(9)

iv PERNYATAAN KEASLIAN

MOTTO ABSTRACT ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL ……… viii DAFTAR LAMPIRAN ...viiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 8

1.2.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 10

1.4.2 Kegunaan Akademis ... 10


(10)

v

2.1.1.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 12

2.1.1.2 Faktor-faktor Pemeriksaan Pajak... 13

2.1.1.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak... 13

2.1.2 Manajemen Laba ... 15

2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba ... 15

2.1.2.2 Faktor-faktor Manajemen Laba ... 15

2.1.2.3 Bentuk Manajemen Laba ... 16

2.1.3 Kepatuhan Pajak ... 17

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Pajak ... 17

2.1.3.2 Faktor-faktor Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak ... 18

2.1.3.3 Macam-macam Kepatuhan ... 19

2.1.3.4 Kewajiban Wajib Pajak ... 19

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 21

2.2 Kerangka Pemikiran ... 23

2.2.1 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak . 24 2.2.2 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Pajak ... 24

2.3 Hipotesis ... 25

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 27


(11)

vi

3.2.3 Sumber dan Teknis Penentuan Data ... 33

3.2.3.1 Sumber Data ... 33

3.2.3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.2.4.1 Uji Validitas ... 35

3.2.4.2 Uji Reliablitas ... 38

3.2.4.3 Uji MSI ... 40

3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis ... 44

3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 44

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 55

4.1.1 Gambaran Umum Responden ... 55

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 56

4.1.3 Uraian Tugas ... 57

4.1.4 Aktivitas Perusahaan ... 62

4.2 Karakteristik Responden ... 66

4.3 Analisis Deskriptif ... 69

4.3.1 Analisis Deskriptif Pemeriksaan Pajak Pada KPP Madya Bandung... 69


(12)

vii

KPP Madya Bandung ... 91

4.4 Analisis Verifikatif ... 98

4.4.1 Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Manajemen Laba dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan…... 98

4.4.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung …... 104

4.4.3 Pengaruh Manajemen Laba terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung.... 105

4.4.4 Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Manajemen Labaterhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayana Pajak Madya Bandung…... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 114

5.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

KUESIONER ... 118


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pelaksanaan pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu sistem yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan menghasilkan suatu perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi wajib pajak (Siti Kurnia, 2010:137). Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Siti Kurnia, 2010:137). Sistem pemungutan yang berlaku adalah Self Assessment System, di mana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh Wajib Pajak (Siti Kurnia, 2010:137). Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,menyetorkan,dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak (Ilyas dan Burton, 2002). Dengan dianutnya sistem self assessment dalam sistem perpajakan di Indonesia maka pengetahuan perpajakan yang memadai merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh Wajib Pajak agar dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik dan benar (Harjantho, 2008). Dengan meningkatnya pengetahuan tersebut diharapkan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak juga meningkat (Harjantho, 2008).


(14)

Ditjen Pajak menargetkan rasio kepatuhan hanya sebesar 62,5% di tahun 2011(Darmin Nasution, 2009). Adapun Rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh adalah perbandingan antara jumlah SPT PPh Tahunan yang disampaikan Wajib Pajak dalam tahun yang bersangkutan terhadap jumlah Wajib Pajak Terdaftar per 31 Desember tahun sebelumnya dikali 100%, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia dari segi kepatuhan masih rendah sehingga belum bisa mencapai 100% (Liberti, 2011). Kepatuhan membayar pajak, orang Indonesia termasuk yang rendah patuh membayar pajak (Fuad Rahmany, 2011). Begitupun dengan kesadaran pajak orang pribadi yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain (Fuad Rahmany, 2011).

Peran serta wajib pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat menetukan tercapainya rencana Kepatuhan. Kepatuhan yang optimal dapat dilihat dari berimbangnya tingkat Kepatuhan aktual dengan Kepatuhan potensial atau tidak terjadi tax gap (Gunadi, 2005:4). Menurut James yang dikutip oleh Gunadi (2005:4) menyatakan bahwa: “Besarnya tax gap mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance)” (Gunadi, 2005:4). Oleh karena itu, kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama yang mempengaruhi realisasi Kepatuhan (Gunadi, 2005:4). Kepatuhan yang dimaksudkan merupakan istilah tingkat sampai dimana Wajib Pajak mematuhi undang-undang perpajakan dan memenuhi bidang perpajakan(Gunadi, 2005:9). Misal jika Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutangnya tepat waktu, maka Wajib Pajak dapat dianggap patuh (Gunadi, 2005:54).


(15)

Menurut penelitian yang dilakukan, kurangnya kemauan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak antara lain disebabkan oleh asas perpajakan itu sendiri yaitu bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak secara langsung dinikmati oleh pembayar pajak (Dwi, 2006). Hal ini dinyatakan bahwa pajak yang ditarik oleh pemerintah selama ini belum dikembalikan kepada masyarakat (Dwi, 2006). Selama ini masyarakat belum melihat hasil yang signifikan dari penarikan pajak. Anggapan seperti inilah yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka (Dwi, 2006).

Umumnya di setiap negara masyarakat memiliki kecendrungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak (Siti Kurnia, 2010:143). Membayar pajak adalah suatu aktifitas yang tidak bisa lepas dari kondisi behavior Wajib Pajak (Siti Kurnia, 2010:143). Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai pemenuhan kewajiban perpajakan (Siti Kurnia, 2010:143). Permasalahan tersebut berakar pada kondisi membayar pajak adalah suatu pengorbanan yang dilakukan warga Negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada Negara dengan sukarela, tentunya ini menjadi suatu hal yang memerlukan kesukarelaan yang luar biasa dari masyarakat dalam usahanya memenuhi kewajiban perpajakannya, dan adapun budaya membayar pajak juga sangat penting untuk diperhatikan suatu negara dan hal ini memerlukan kerjasama baik formal maupun non formal antara instansi perpajakan dengan Wajib Pajak dengan membuat sistem perpajakan dan kebijakan perpajakan yang baik (Siti Kurnia, 2010:143). Pelaksanaan sistem perpajakan dan kebijakan perpajakan yang diatur suatu negara pelaksanaannya


(16)

yang secara historis harus juga mempertimbangkan budaya negara yang bersangkutan (Nerre, 2007).

Kepatuhan Pajak memerlukan tax law berupa pemeriksaan pajak dari

hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap wajib pajak dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik (Siti Kurnia, 2010:142). Oleh karena itu,pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak (Siti Kurnia, 2010:142).

Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Safri Nurmantu, 2005:126). Pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan wajib pajak, dilakukan dalam hal SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, SPT tahunan pajak penghasilan menunjukkan kerugian, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan,SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut tidak dipenuhi (Safri Nurmantu, 2005:127).


(17)

Sementara itu masih rendahnya tingkat kepatuhan menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah yang menginginkan target penerimaan perpajakan meningkat tiap tahun untuk membiayai kebutuhan belanja Negara (Agus Martowardojo, 2011). Agus Martowardojo memaparkan, SPN pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang baik dan proaktif (Agus Martowardojo, 2011). Sifat proaktif itu ditunjukkan dari petugas pajak yang mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha atau tempat tinggal wajib pajak. Sasarannya adalah wajib pajak pribadi atau perorangan (Agus Martowardojo, 2011). Petugas pajak akan melakukan pemeriksaan setiap rumah, khususnya perumahan mewah (Agus Martowardojo, 2011). Selain itu, petugas pajak juga akan mendatangi perkantoran, pusat perbelanjaan, pertokoan, dan dimungkinkan mendatangi pelaku usaha kecil dan menengah (Agus Martowardojo, 2011). Pemerintah menargetkan mampu menjaring 1,5 juta wajib pajak baru baik pribadi dan badan usaha, selama tiga bulan pertama pelaksanaan SPN (Agus Martowardojo, 2011). Program ini rencananya akan dilakukan hingga akhir 2012 (Fuad Rahmany, 2011). Direktur Jenderal Pajak menambahkan pihaknya terus berupaya meningkatkan basis pajak (Fuad Rahmany, 2011). Fuad Rahmany berharap, dari program ini terjadi peningkatan tiga kali lipat jumlah wajib pajak dari yang tercatat sekarang (Fuad Rahmany, 2011).

Petugas pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya melakukan pemeriksaan, salah satu upayanya dengan menggiatkan penelisikan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) terhadap perusahaan yang melakukan manajemen laba yang merekayasa laba sehingga meminimalkan pajak (Djoko


(18)

Slamet ,2009). Banyaknya perusahaan yang melakukan manajemen laba, tingkat kepatuhan perpajakan pun semakin rendah, oleh karenanya pemerintah harus tegas dalam melakukan penelisikan agar kepatuhan wajib pajak semakin meningkat, dan tidak ada lagi penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki laba besar (Djoko Slamet ,2009). Ditjen Pajak mengarahkan 25 petugas pemeriksa pajak dari KPP Madya Jakarta Barat untuk melakukan pemeriksaan terhadap 314 wajib pajak, Darmin Nasution (2007) menyimpulkan, bahwa masih banyak wajib pajak yang tidak patuh akan kepatuhan perpajakannya, dan seringkali ditemukan masih banyaknya perusahaan yang melakukan penyusutan laba, dan melaporkan SPT secara tidak jujur (Darmin Nasution, 2007). Alasan Wajib pajak melakukan penghindaran pajak untuk meminimalkan laba di dalam perusahaan, agar pajak yang disetor oleh perusahaan menjadi rendah (Darmin Nasution 2007).

Tindakan earnings management (Manajemen laba) juga telah memunculkan dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, Worlcom dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornet et al, 2006). Salah satu dampak yang terjadi akibat tindakan manajemen laba ini adalah kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya nilai saham yang sangat dramatis, misalnya pada kasus Enron, dan harga per saham US $ 30 menjadi hanya US $ 10 dalam waktu 2 minggu (Cornet et al, 2006).


(19)

Menurut philips, pincus dan rego (2003), ada tiga insentif utama yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu menghindari penurunan laba, menghindari kerugian dan menghindari kegagalan yang dibuat analis. Menurut Setiawati dan Na’im (2000) peluang bagi manajer untuk melakukan manajemen laba timbul karena kelemahan inheren peraturan akuntansi itu sendiri. Manajemen laba adalah upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil atau fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi suatu perusahaan (Ahmed

Riahi Belkou, 2000). Dalam pengertian ini perataan mereprensentasi suatu bagian

upaya manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam laba pada tingkat yang diizinkan oleh prinsip prinsip akuntansi dan majemen yang sehat (Ahmed Riahi, 2000).

Manajemen laba bisa terjadi karena tingkat kepatuhan wajib pajak badan yang berada di dalam suatu perusahaan melakukan earnings management, hal ini

dilakukan agar perusahaan tersebut berusaha untuk menurunkan laba, dan menghindari pajak (Siti Munfiah, 2003). Wajib pajak perlu diperiksa untuk memastikan tingkat kepatuhan mereka, hal ini menyusul sistem perpajakan Indonesia yang self assessment, artinya wajib pajak diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang (Raden Agus, 2011). Hal ini menyusul kecenderungan orang di seluruh dunia menghindari pajak. (Raden Agus, 2011).


(20)

Berdasarkan paparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

BADAN”

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian fenomena di latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Sensus Pajak Nasional pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang baik dan proaktif

2. Banyaknya wajib pajak yang tidak patuh

3. Pemerintah harus tegas dalam melakukan penelisikan agar kepatuhan wajib pajak semakin meningkat, dan tidak ada lagi penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki laba besar.


(21)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

2. Bagaimana Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

3. Seberapa besar Pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.


(22)

3. Untuk mengetahui Seberapa besar Pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaaan yang akan diperoleh dari hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Kegunaan Praktis

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang positif dan sumbangan pemikiran mengenai Pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Perkembangan Ilmu

Dapat menjadi referensi ilmiah tentang Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

2. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.


(23)

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada 50 Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung di Jl. Asia Afrika No.114

Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan Agustus 2012.

Tabel 1.1

Jadwal Kegiatan Skripsi

Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12

Tahap Persiapan :

1. Bimbingan dengan dosen pembimbing

2. Membuat outline dan proposal skripsi

3.Mengambil formulir penyusunan skripsi

4.Menentukan tempat penelitian

Tahap Pelaksanaan :

1. Mengajukan outline dan proposal skripsi

2.Meminta surat pengantar ke perusahaan

3.Penelitian di perusahaan

4.Penyusunan skripsi

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi

2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi

4.Penggadaan skripsi

I

Tahap

Prosedur

Bulan

II


(24)

12

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemeriksaan Pajak

2.1.1.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak (Tax Audit)

Definisi Pemeriksaan Pajak menurut Soemarso (2007:60), adalah :

“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kantor pajak terhadap wajib pajak untuk mencari dan mengumpulkan data atau keterangan lainnya guna penetapan besarnya pajak yang terutang dan /atau tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Selain itu ditambahkan oleh Muda Markus dan Lalu H (2005: 385) adalah: “Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan /atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan material peraturan perundangan perpajakan”.

Dari kedua definisi tersebut, maka dapat disimpulkan Pemeriksaan pajak sebagai sarana untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak, selain mempunyai tujuan lain untuk menguji tingkat kepatuhan wajib pajak di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, juga mempunyai tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. (Hananta Bwoga, dkk. : 2005) Senada dengan tujuan pemeriksaan pajak yang diungkapkan oleh John Hutagaol, pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan tujuan lain. Dalam kerangka self assesment, pemeriksaan pajak merupakan salah satu bentuk penegakkan hukum (law enforecement) yang dilakukan pemerintah.


(25)

Pemeriksaan pajak (Tax audit) ini dilakukan secara profesional oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system yang merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assesment yang dilakukan oleh Wajib pajak, harus berpegang teguh pada Undang-undang perpajakan (Siti Kurnia Rahayu : 2010:163).

2.1.1.2 Faktor-faktor Pemeriksaan Pajak

Menurut Siti Kurnia (2010:245), faktor-faktor Pemeriksaan adalah : 1. Pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan wajib pajak

2. Pemeriksaan untuk tujuan lain

3. Pemeriksaan pajak memenuhi kewajban perpajakan 2.1.1.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan laian dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut (Early Suandi : 2010:69 ) Pemeriksaan dapat di lakukan dalam hal : a. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk

yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi. c. Surat Pemberitahuan tidak disampaian atau disampaikan tidak pada

waktu yang telah ditetapkan.

d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.

e. Ada Indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat Pemberitahuan tidak dipenuhi.


(26)

2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka : a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.

b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk

tujuan lain selain nomor a sampai h (Early Suandi : 2010:72 ).

Adapun Indikator Pemeriksaan Pajak 1. Dimensi Kualitas auditor

Kualitas pemeriksa (auditor) sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan. Dan kualitas pemeriksa akan mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan.

Sedangkan Indikatornya menurut (Siti Kurnia, 2010:164) a. Integritas

b. Pengalaman c. Pendidikan

2. Dimensi Pelaksanaan tahapan pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan menurut (Siti Kurnia Rahayu, 2010:165) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi :

a. Memeriksa di tempat Wajib Pajak

b. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern

c. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen.

d. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib pajak e. Melakukan sidang penutup (Closing Conference)


(27)

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba Menurut Copeland dalam Wiwik Utami (2006:10), adalah :

“Mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.”

Manajemen laba menurut Schipper dalam Wiwik Utami (2006:114), adalah:

“Merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari prosestersebut).”

Jika dilihat dari kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen laba merupakan keputusan manajemen untuk meminimalkan atau memaksimalkan laba.

2.1.2.2 Faktor-faktor Manajemen Laba

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen laba menurut Watt dan Zimmerman (2005), adalah :

1. Bonus Plan Hypotesis

Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi

2. Debt Covenant Hypotesis

Manajemen yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih

3. Political Cost Hypotesis

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba.


(28)

2.1.2.3 Bentuk Manajemen Laba

Ada tiga bentuk manajemen laba menurut Ayres (2006) yaitu: 1. Manajemen akrual

Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. Contoh manajemen akrual antara lain adalah dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan (revenue), menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya, dan perkiraan – perkiraan akuntansi lainnya, seperti: beban piutang ragu–ragu, dan perubahan– perubahan metode akuntansi.

2. Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib

Terkait dengan penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib dilakukan oleh perusahaan, manajemen perusahaan memiliki dua pilihan, yaitu: apakah menerapkan lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut. Biasanya, untuk suatu kebijaksanaan akuntansi baru yang wajib, badan akuntansi yang ada memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk dapat menerapkannya lebih awal dari waktu berlakunya. Para manajer tentu saja akan memilih untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang baru bila dengan penerapan tersebut akan dapat mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.

3. Perubahan metoda akuntansi secara suka rela

Dalam kaitannya dengan faktor yang ketiga, yaitu perubahan metode akuntansi secara suka rela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntasi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada. Adapun Indikator Manajemen Laba

Adapun indikator dari manajemen laba menurut (abdel ghany, 2005) adalah : 1. Taking a bath

Taking a bath dilakukan dengan cara mengakumulasi semua kerugian dimasa depan ke periode berjalan agar laba dimasa depan meningkat atau menunda pendapatan diperiode berjalan untuk diakumulasikan ke pendapatan depan untuk meningkatkan laba dimasa depan.

Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara hipolis. Income Minimization ini biasanya dilakukan dengan membuat kebijakan yang berupa penghapusan atas barang modal dan aktifa tak berwujud, riset dan


(29)

pengembangan yang cepat, dan sebagaimanadengan tujuan untuk mencapai tingkat pengembalian modal tertentu.

2. Income maximization

Maksimasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba

yang dilaporkan tetap dibawah cap. 3. Income Smooting

Income Smooting didefinisikan sebagai alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi jumlah variabilitas pendapatan/laba yang dilaporkan untuk tujuan tertentu dengan cara memanipulasi variabel artificial (akuntansi) atau real (transaksi).

2.1.3 Kepatuhan Pajak

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2009:712) ,kepatuhan didefinisikan sebagai berikut :

“Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Sehingga dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan”.

Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) mendefinisikan kepatuhan adalah :

“Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Pengertian Kepatuhan menurut James dan Alley dalam Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis (2012:84), adalah :

“Secara sederhana Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekedar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku.”


(30)

Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain: 2004), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian adalah :

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak taat dan patuh dalam melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.

2.1.3.2 Faktor-faktor Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia (2010:139), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari beberapa hal, adalah:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pembayaran dan tunggakan.

Sedangkan ukuran kepatuhan wajib pajak menurut Erly Suandy (2001:103), adalah sebagai berikut :

1. Patuh terhadap kewajiban intern, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap Bulan.

2. Patuh terhadap ketentuan material, yakni norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak dasar pengenaan pajak, hapusnya piutang pajak.

3. Patuh terhadap ketentuan yuridis formal, yakni saat dan tempat terutangnya pajak, hak-hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak


(31)

mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak, menyelnggarakan pembukuan sebagaimana mestinya.

Kemudian kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria wajib pajak adalah :

1. “Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah di jatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiska

2.1.3.3 Macam-macam Kepatuhan

Siti Kurnia Rahayu (2010 :138) membagi dua macam kepatuhan adalah: 1.Kepatuhan Formal

Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan

2. Kepatuhan Material

Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

2.1.3.4 Kewajiban Wajib Pajak

Menurut Soemarso (2007:37) wajib pajak memiliki kewajiban adalah sebagai berikut :

1. WP wajib mengisi Surat Pemberitahuan. 2. Surat pemberitahuan diambil sendiri oleh WP. 3. Batas Waktu penyampaian.

a. Surat Pemberitahuan Masa = 20 Hari setelah akhir masa pajak. b. Surat Pemberitahuan Tahunan = 3 bulan setelah akhir tahun pajak. 4. Perpanjangan = Maksimum 6 bulan atau permohonan tertulis.


(32)

5. Pelanggaran batas waktu -> Surat teguran. 6. Surat pemberitahuan harus

a. Harus ditandatangani

b. Dilampiri keterangan dan dokumen seperti ketentuan Adapun Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Timbul Hamonangan (2012:103) Indikator kepatuhan adalah sebagai berikut :

1. Aspek ketepatan waktu

Sebagai indikator kepatuhan adalah persentase pelaporan SPT yang disampaikan tepat pada waktu sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Aspek Income atau penghasilan Wajib Pajak

Sebagai indikator kepatuhan adalah kesediaan membayar kewajiban angsuran Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Aspek pengenaan sanksi

Sebagai indikator kepatuhan adalah pembayaran tunggakan pajak yang ditetapkan berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (skp) sebelum jatuh tempo. 4. Aspek lainnya,misalnya aspek pembayaran dan aspek kewajiban

pembukuan.

Dalam perkembangannya indikator kepatuhan ini dapat juga dilihat dari aspek lainnya, misalnya aspek pembayaran dan aspek kewajiban pembukuan.


(33)

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya, maka dapat dilihat tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Sebelumnya

No Nama Judul Kesimpulan

1 Christopher Markl 2003

Uncertainly about the probabilty of a tax audit raising compliance or confusion?

This paper is to investigate the governmental use of uncertainty in the application of tax policy. The main query examines if the government is able to raise

compliance through creating

uncertainty about the probability of tax audit.

2 (Peter D. WYSOCKI :2004).

Earnings Management, Tax Compliance,

and Institutional Factors:

The authors particularly highlight their empirical finding that, relative to other institutional factors, high tax

compliance appears to have the greatest impact on reducing earnings management.

3 Marisa Ratto, Richard

Thomas, David Ulph.

2004

Tax compliance as a social norm and the deterrent

effect of investigations.

In this paper we focus on the effects of investigations on tax compliance. In a very general model we explain the direct and indirect effects of

investigations

and analyse taxpayers. response to an increase in the probability of audit when tax

compliance is a social norm. 4 Lumumba

Omweri Marti, Migwi S. Wanjohi, Obara Magutu 2010 TAXPAYERS’

ATTITUDES AND TAX COMPLIANCE

BEHAVIOUR IN KENYA

How the Taxpayers’ Attitudes Influence Compliance

Behavior among SMEs Business Income Earnings Management in Kerugoya Town, Kirinyaga District

The major purposes of this study were to document the taxpayers’ attitudes and tax compliance

behaviour in Kenya, the case of SMEs business income earnings management in Kerugoya town, Kirinyaga district. and also to identify taxpayers’

attitudes towards tax systems, to identify factors which influence taxpayers’ attitudes and to establish relationship between attitudes and tax compliance behaviour


(34)

among SMEs business income earners in Kerugoya town, Kirinyaga district. 5 Jin Kwon Hyun

2005

Tax Compliances in Korea and Japan: Why are they different?

The theory of tax compliance was pioneered by Allingham and Sandmo (1972) within the framework

of game theory. Tax evasion was treated as a risky asset, which is usually determined by tax audit and penalty rate.

6 Gerald Chau* and Patrick Leung 2009

A critical review of Fischer tax compliance model: A

research synthesis

We suggest a partial refinement to this model by incorporating another important

environmental factor - culture and the interaction effect between noncompliance opportunity and tax system/structure on tax compliance. 7 Yongzhi Niu,

Ph. D. 2008

Tax Audit Impact on Voluntary Compliance

An interesting question facing tax authorities is whether a tax audit has a positive impact on

future voluntary compliance, i.e., after an audit, will a firm change its filing behavior to report

higher tax liabilities than it would without the audit

8 Ralph Bayer and Frank Cowell 2010

Tax Compliance by Firms and Audit Policy

The tax compliance could o§set Örmsíinformational advantage by adopting ìsmarterîaudit

policies ñthat take into account the relationship between a Örmís reported proÖts and reports for the industry as a whole.


(35)

2.2 Kerangka Pemikiran

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah Self Assessment System, di mana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh Wajib Pajak. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan,dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dengan dianutnya sistem self assessment dalam sistem perpajakan di Indonesia maka pengetahuan perpajakan yang memadai merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh Wajib Pajak agar dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik dan benar.

Kepatuhan Pajak memerlukan tax law berupa pemeriksaan pajak dari hasil

pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu,pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak.

Pemeriksaan Pajak adalah untuk meningkatkan kepatuhan (tax compliance), melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement), sehingga dapat meningkatkan Kepatuhan. Petugas pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya melakukan pemeriksaan, salah satu upayanya dengan menggiatkan penelisikan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) terhadap perusahaan yang


(36)

melakukan manajemen laba yang merekayasa laba sehingga meminimalkan pajak. Banyaknya perusahaan yang melakukan manajemen laba, tingkat kepatuhan perpajakan pun semakin rendah, oleh karenanya pemerintah harus tegas dalam melakukan penelisikan agar kepatuhan wajib pajak semakin meningkat.

Oleh karena itu Untuk menyelidiki penerapan kebijakan pajak, pemerintah harus mampu melakukan pemeriksaan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Kegiatan praktik manajemen laba tersebut mengakibatkan tingkat kepatuhan wajib pajak semakin rendah, namun jika perusahaan mengurangi manajemen laba,maka tingkat kepatuhan wajib pajak semakin tinggi.

2.2.1 Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Pajak

Menurut Siti Kurnia (2010 : 246) Pemeriksaan pajak adalah pengujian kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, kewajiban-kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak, termasuk didalamnya

tidak terkecuali adalah kewajiban para pemungut dan pemotong pajak. Menurut (Christopher Markl : 2003), Untuk menyelidiki penerapan

kebijakan pajak, pemerintah harus mampu melakukan pemeriksaan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

2.2.2 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Pajak

Menurut Thomas R (2004:115), Manajemen laba adalah upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil laba yang dianggap normal dari perusahaan, upaya manajemen laba ini merespons tindak ketidakpatuhan pajak.


(37)

Rendahnya kepatuhan perpajakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu menghindari besarnya pendapatan.

Menurut (Peter : 2004), kegiatan praktik manajemen laba tersebut mengakibatkan tingkat kepatuhan wajib pajak semakin rendah, namun jika perusahaan mengurangi earnings management (manajemen laba) ,maka tingkat kepatuhan wajib pajak semakin tinggi.

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011;93) menyatakan bahwa pengertian hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

“Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”.

(X1)

Pemeriksaan Pajak (Y)

Kepatuhan Pajak

(X2)


(38)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil keputusan sementara (hipotesis) dalam penelitian ini adalah :

1. Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

2. Manajemen Laba berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

3. Pemeriksaan pajak dan Manajemen Laba berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Wilayah KPP Madya Bandung.


(39)

55

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

Setelah menguraikan hal-hal yang melatar belakangi penelitian, kajian teori yang mendukung penelitian, dan metode penelitian yang digunakan pada bab sebelumnya, maka bab ini akan diuraikan hasil dari penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian akan diuraikan berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan untuk yang berkaitan dengan variabel penelitian menggunakan kuesioner sebagai data primer.

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang yang kegiatannya adalah melakukan produkti dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Terdapat beberapa jenis badan usaha yang diklasifikasikan berdasarkan kegiatan utama yang dijalankannya. Jenis badan usaha tersebut adalah perusahaan jasa, perusahaan dagang, dan perusahaan industri.

1. Perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatannya menjual jasa. Contoh : Kantor Akuntan, Salon, Bengkel, dan lain-lain.

2. Perusahaan dagang adalah perusahaan yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali tanpa melakukan pengolahan lagi.


(40)

3. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatannya mengolahbahan baku menjadi barang jadi kemudian menjual barang jadi tersebut. Contoh : Pabrik sepatu, pabrik roti, garment dan lain-lain.

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi merupakan sarana untuk mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dengan melakukan kerja sama antar individu yang ada di perusahaan tersebut guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penerapan struktur organisasi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia berbentuk garis dan staf, di mana wewenang dari pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya untuk semua bidang pekerjaan bantuan. Secara garis besar struktur organisasi perusahaan-perusahaan di Indonesia terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

1. Dewan Direksi

a. Direktur Utama b. Direktur Keuangan

c. Direktur SDM (Sumber Daya Manusia) dan Umum d. Direktur Pemasaran

e. Direktur Operasi dan Teknik 2. Divisi Pengembangan Bisinis 3. Divisi Sekertaris Perusahaan 4. Divisi Satuan Pengawas Intern 5. Divisi Akuntansi


(41)

7. Divisi Sistem dan Teknologi Informasi 8. Divisi Manajemen Sumber Daya Manusia 9. Divisi Umum

10. Divisi Operasional penjualan 11. Divisi Manajemen Proyek 12. Divisi Operasi

13. Divisi Pengadaan dan Logistik 14. Divisi Produksi dan Purna Jual 15. Divisi Pengembangan Produk

Gambar struktur organisasi perusahaan tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran.

4.1.3 Uraian Tugas

Tugas-tugas pokok, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut:

1. Dewan Direksi

Dewan Direksi adalah suatu dewan yang memimpin sebuah usaha korporasi dan menjalankan misi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dengan kinerja usaha yang menguntungkan, kepuasan pelanggan yang maksimal, serta tingkat pencapaian kinerja usaha dalam setiap tahap perkembangan. Dewan Direksi dapat dibantu oleh tenaga fungsional sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan. Tugas pokok Dewan Direksi adalah sebagai berikut:


(42)

a. Menentukan strategi dan kebijakan umum perusahaan dalam jangka pendek,jangka menengah, dan jangka panjang.

b. Menjalankan perusahaan sesuai dengan wewenang yang ditentukan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan negara atau pemerintah.

c. Membina dan mengawasi performa unit kerja.

d. Mengintegrasi strategi perusahaan dengan sasaran dan performasi divisi. Dewan Direksi dipilih dan diangkat oleh pemerintah. Dewan Direksi ini terdiri dari Direktur Utama yang membawahi Direktur Keuangan, Direktur SDM (Sumber Daya Manusia) dan Umum, Direktur Pemasaran, Direktur Operasi dan Teknik.

2. Divisi Pengembangan Bisinis

Pembentukan Divisi Pengembangan Bisnis ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Utama dalam mengelola dan menjalankan kegiatanperusahaan meliputi bidang pengembangan bisnis dan regional nfocomm centre of excellence (RICE).

3. Divisi Sekertaris Perusahaan Pembentukan Divisi Sekertaris Perusahaan ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Utama dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Biro Direksi dan Pelaporan Manajemen.

4. Divisi Satuan Pengawas Intern

Pembentukan Divisi Satuan Pengawas Intern ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Utama mengawasi jalannya kegiatan perusahaan


(43)

meliputi bidang Audit Keuangan, Audit Operasi, serta bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Pengembangan Audit.

5. Divisi Akuntansi

Pembentukan Divisi Akuntansi ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Akuntansi Manajemen, Akuntansi Keuangan, Anggaran dan Pelaporan, dan Sistem Akuntansi.

6. Divisi Keuangan

Pembentukan Divisi Keuangan ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Penagihan dan Penerimaan, Strategi Pendanaan, Pendanaan Operasional, Pajak dan Asuransi serta Manajemen Aset.

7. Divisi Sistem dan Teknologi Informasi

Pembentukan Divisi Sistem dan Teknologi Informasi ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Infrastruktur Teknologi Informasi, Sistem Informasi manajemen serta Pengembangan Sistem dan Teknologi Informasi.

8. Divisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Pembentukan Divisi Manajemen Sumber Daya Manusia ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur SDM & Umum dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pelayanan SDM dan


(44)

Remunerasi, Pengembangan Sistem SDM dan Organisasi, Pengembangan SDM dan Penilaian kinerja dan Manajemen Kualitas.

9. Divisi Umum

Pembentukan Divisi Umum ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur SDM dan Umum dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Umum dan Rumah Tangga, Humas dan CSR/PKBL.

10.Divisi Operasional Penjualan

Pembentukan Divisi Operasional Penjualan ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Komersial-System Integrator, Komersial-Pemeliharaan, Perencanaan dan Pengendalian Penjualan serta Pendukung Penjualan.

11.Divisi Manajemen Proyek

Pembentukan Divisi Manajemen Proyek ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pendukung Manajemen proyek, Perencanaan dan Pengendalian Material, Perencanaan dan Pengendalian Proyek dan Kualitas Proyek.


(45)

12.Divisi Operasi

Pembentukan Divisi Operasi ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pendukung Operasi, Instalasi, Test dan Commissioning, CME serta OSP.

13.Divisi Pengadaan dan Logistik

Pembentukan Divisi Pengadaan dan Logistik ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Perencanaan dan Pengendalian Logistik, Pengadaan serta Gudang dan Distribusi.

14.Divisi Produksi dan Purna Jual

Pembentukan Divisi Produksi dan Purna Jual ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Managed Services, Produksi dan Perbaikan, Pelayanan Spare Part, Perencanaan dan Pengendalian Produksi dan Purna Jual serta Pendukung Produksi dan Purna Jual.

15.Divisi Pengembangan Produk

Pembentukan Divisi Pengembangan Produk ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pengembangan Produk dan Pendukung Pengembangan Produk.


(46)

4.1.4 Aktivitas Perusahaan

Secara garis besar kegiatan usaha perusahaan bertujuan untuk memperoleh laba. Tetapi disamping laba, perusahan juga harus menjaga agar tetap solvabel, artinya selalu tersedia uang tunai agar perusahaan dapat memenuhi kewajiban-kewajiban pembayarannya. Kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut adalah : 1. Pemilik menyetorkan modal ke dalam perusahaan.

2. Kreditur memberi pinjaman kepada perusahaan.

3. Perusahaan mengolah uang atau modal menjadi aktiva produktif. 4. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa.

5. Penjual menjual barang atau jasa kepada pelanggan.

6. Perusahaan membayar kembali pinjaman bila perusahaan mempunyai kewajiban pembayaran atas pinjaman yang dilakukan.

7. Perusahaan membagi laba kepada pemilik.

Adapun kegiatan perusahaan bila berdasarkan jenis perusahaannya adalah sebagai berikut :

1) Perusahaan Jasa

Secara garis besar, siklus kegiatan perusahaan jasa meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Pembelian

Dalam sebuah perusahaan jasa kegiatan pembelian meliputi pembelian aktiva produktif seperti pembelian bangunan, tanah, dan perlengkapan untuk disewakan, serta aktiva produktif lainnya dalam menunjang kegiatan usahanya.


(47)

b. Pengeluaran uang atau pembayaran

Pembayaran ini disebabkan oleh adanya pembelian yang sebelumnya telah dilakukan oleh perusahaan. selain itu, pembayaran juga dapat timbul karena adanya keperluan lain misalnya pengembalian pinjaman bila perusahaan memiliki kewajiban pembayaran pinjaman.

c. Penjualan

Penjualan yang diberikan adalah penjualan atas jasa. Penjualan jasa ini dapat berupa penyewaan gedung, penyewaan tanah, penyewaan perlengkapan dan jasa lainnya seperti jasa pemotongan rambut dan lain sebagainya.

d. Penerimaan uang

Penjualan atas jasa akan memberikan pendapatan bagi perusahaan. disamping penjualan, perusahaan akan menerima uang dari sumber-sumber lain, misalnya setoran modal pemilik, pinjaman kreditur, dan sumber lainnya.

2) Perusahaan dagang

Secara garis besar, siklus kegiatan perusahaan dagang meliputi kegiatan sebagai berikut :

a) Pembelian

Dalam sebuah perusahaan dagang kegiatan pembelian meliputi pembelian aktiva produktif, pembelian barang dagang dan jasa lain dalam rangka kegiatan usahanya.


(48)

b) Pengeluaran uang atau pembayaran

Pembayaran ini disebabkan oleh adanya pembelian yang sebelumnya telah dilakukan oleh perusahaan. selain itu, pembayaran juga dapat timbul karena adanya keperluan lain misalnya pengembalian pinjaman atau membagikan laba kepada pemilik.

c) Penjualan

Penjualan dapat dilakukan secara kredit ataupun tunai. Penjualan secara kredit menimbulkan adanya piutang dagang. Pada saat penjualan, terkadang terdapat barang yang rusak sehingga perusahaan harus menerima pengembalian barang atau memberi potongan harga dan menyebabkan perusahaan mengalami kerugaian atas pengembalian tersebut.

d) Penerimaan uang

Penjualan atas barang akan memberikan pendapatan bagi perusahaan. disamping penjualan, perusahaan akan menerima uang dari sumber-sumber lain, misalnya setoran modal pemilik, pinjaman kreditur, dan sumber lainnya.

3) Perusahaan Industri atau Manufaktur

Secara garis besar, siklus kegiatan perusahaan industri sama seperti siklus kegiatan perusahaan dagang hanya berbeda pada saat pembelian dan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Kegiatan perusahaan manufaktur tersebut meliputi sebagai berikut :


(49)

a. Pembelian

Dalam sebuah perusahaan industri kegiatan pembelian meliputi pembelian bahan baku, pembelian bahan penolong dan jasa lain dalam rangka kegiatan usahanya seperti buruh langsung.

b. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi yaitu proses pengolahan bahan baku menjadi barang setengah jadi kemudian mengolah barang setengah jadi tersebut menjadi barang jadi.

c. Pengeluaran uang atau pembayaran

Pembayaran ini disebabkan oleh adanya pembelian yang sebelumnya telah dilakukan oleh perusahaan. selain itu, pembayaran juga dapat timbul karena adanya keperluan lain misalnya pengembalian pinjaman atau membagikan laba kepada pemilik.

d. Penjualan

Penjualan dapat dilakukan secara kredit ataupun tunai. Penjualan secara kredit menimbulkan adanya piutang dagang. Pada saat penjualan, terkadang terdapat barang yang rusak sehingga perusahaan harus menerima pengembalian barang atau memberi potongan harga dan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian atas pengembalian tersebut.


(50)

e. Penerimaan uang

Penjualan atas barang akan memberikan pendapatan bagi perusahaan. disamping penjualan, perusahaan akan menerima uang dari sumber-sumber lain, misalnya setoran modal pemilik, pinjaman kreditur, dan sumber lainnya.

4.2 Karakteristik Responden

Jumlah keseluruhan kuisioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 50 eksemplar. Jumlah yang kembali dan diolah sebanyak 50 eksemplar. Penyebaran kuisioner penelitian ini ditujukan kepada 50(wajib pajak badan) yang terdaftar di KPP Madya Bandung,.

Berikut disajikan profil responden berdasarkan jenis usaha, lama berdiri, omset perusahaan dan status perusahaan:

1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Usaha

Data mengenai jenis usaha wajib pajak yang ditelitidapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1

Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Usaha

No Jenis usaha Jumlah (%)

Persentase

1. Dagang 10 19%

2. Jasa 27 56%

3. Manufaktur 13 27%

Jumlah 50 100 %


(51)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung yang terpilih sebagai responden tidak terbatas pada jenis udaha tertentu. Data yang dipilih melalui kuisioner yang diisi oleh responden menunjukan bahwa sebagian besar jenis usaha responden yang jenis perusahaannya dibidang jasa berjumlah 27 atau sebesar 56%. Adapun yang lainnya terdapat sebesar 19% responden dengan jenis usaha dibidang dagang, dan sebesar 27% responden yang jenis usahanya dibidang manufaktur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa .Hal ini disebabkan responden yang jenis perusahaan jasa lebih banyak jumlahnya pada saat pembagian kuisioner pada wajib pajak badan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Madya Bandung. 2. Profil Responden Berdasarkan Lama Berdiri

Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan lama berdirinya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2

Profil Responden Berdasarkan Lama Berdiri

Lama Berdiri Jumlah Responden %

s.d 1 Tahun 0 0

1-5 Tahun 9 17%

6-10 Tahun 29 60%

> 10 Tahun 12 25%

Jumlah 50 100%


(52)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang lama berdiri perusahaannya 6 s.d 10 tahun berjumlah 29 responden atau sebesar 60%, >10 Tahu berjumlah 12 responden atau sebesar 25%, 1-5 tahun berjumlah 9 responden atau sebesar 17%, dan s.d 1 tahun berjumlah 0 responden atau sebesar 0%. Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah yang lama berdiri perusahaannya selama 6-10 tahun.

3. Profil Responden Berdasarkan Omset Perusahaan

Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3

Profil Responden Berdasarkan Omset Perusahaan

Omset Perusahaan Jumlah Responden %

Rp. 0- Rp.500.000.000 0 0

Rp. 500.000.000 - Rp 1000.000.000 0 0

Rp. 1.000.000.000 - Rp.5.000.000.000 18 35%

Diatas Rp.5.000.000.000 32 67%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa omset perusahaan wajib pajak badan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung yang terpilih sebagai responden mayoritas beromset terbesar Diatas Rp.5.000.000.000 berjumlah 32 responden atau sebesar 67%, omset Rp. 1.000.000.000- Rp.5.000.000.000 berjumlah 18 responden atau sebesar 35%, Omset Rp. 500.000.000- Rp 1000.000.000 sebesar 0%, dan omset Rp. 0- Rp.500.000.000 sebesar 0% . Hal ini disebabkan karena responden yang omset perusahaannya


(53)

diatas Rp. 5.000.000.000 lebih banyak menjadi responden pada saat penyebaran kuisioner pada wajib pajak badan di Wilayah KPP Madya Bandung.

4. Profil Responden Berdasarkan Status Perusahaan

Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4

Profil Responden Berdasarkan Status Perusahaan Status Perusahaan Jumlah Responden %

PKP 50 100%

Non PKP 0 0

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa status perusahaan wajib pajak badan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung yang terpilih sebagai responden semuanya berstatus sebagai PKP. Hal ini disebabkan karena wajib pajak badan di Wilayah KPP Madya Bandung sudah menjadi PKP.

4.3 Analisis Deskriptif

Uraian mengenai data hasil penelitian digunakan untuk memberikan gambaran kondisi objek penelitian yang diamati berdasarkan tanggapan responden terhadap setiap indikator dan variabel yang sedang diteliti. Agar lebih mudah dalam menginterpretasikan variabel yang diteliti, dilakukan kategorisasi terhadap skor tanggapan responden melalui persentase jumlah skor tanggapan responden. 4.3.1 Analisis Deskriptif Pemeriksaan Pajak Pada KPP Madya Bandung

Pemeriksaan Pajak adalah pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kantor pajak terhadap wajib pajak untuk mencari dan


(54)

mengumpulkan data atau keterangan lainnya guna penetapan besarnya pajak yang terutang dan / atau tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian yang dilakukan variabel Pemeriksaan Pajak diukur dengan 8 indikator yaitu Integritas, Pendidikan, Pelatihan, Memeriksa di tempat Wajib Pajak, Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern, Pemeriksaan atas buku-buku,catatan-catatan,dan dokumen-dokumen, Hasil pemeriksaan kepada WP dan Sidang Penutup. Hasil penilaian responden untuk setiap indikator yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 4.5

Distribusi Jawaban Responden mengenai Indikator Integritas No

Item Butir Pernyataan

Skor Tanggapan Responden Total Skor

Skor Ideal

%

5 4 3 2 1 Skor

1 Bagaimana sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan

f 0 16 18 16 0

150 250 60.0% % 0.0 32.0 36.0 32.0 0.0

2 Bagaimana sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan

f 1 13 21 15 0

150 250 60.0% % 2.0 26.0 42.0 30.0 0.0

3 Bagaimana sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan

f 1 21 13 15 0

158 250 63.2% % 2.0 42.0 26.0 30.0 0.0

Total Skor Integritas 458 750 61.1% Perhitungan: Skor Ideal = Jumlah pertanyaan×Nilai tertinggi×Jumlah Responden Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan hasil pada table di atas persentase skor tanggapan responden sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan dikategorikan cukup baik, karena 36.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan bertanggung jawab, namun kurang konsisten dengan


(55)

ucapan dan tindakannya, 32.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan bertanggung jawab, konsisten, dan dapat dipercaya. Namun sebagian lainnya 32.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan tidak bertanggung jawab, tidak konsisten, tidak dapat dipercaya.Berdasarkan hasil pada table di atas sikap pemerikasa dapat dikategorikan kurang konsisten, karena 42.0% responden menjawab sikap pemeriksa konsisten, 26.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan konsisten, dan sebagian lainnya 30% responden menjawab sikap pemeriksa tidak konsisten.

Berdasarkan hasil pada table di atas sikap pemerikasa dapat dikategorikan dapat dipercaya, karena 42.0% responden menjawab sikap pemeriksa dapat dipercaya, 26.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama kurang dapat dipercaya dan 30.0% responden menjawab sikap pemeriksa selama tidak dapat dipercaya.

Berdasarkan jumlah skor jawaban responden pada tabel diatas, selanjutnya ditetapkan tingkat kategori persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal untuk Indikator Integritas mengunakan rumus sebagai berikut:

% skor aktual =

skor aktual

skor ideal

 100%

% skor aktual =

458

 

50

5

2

 100%


(56)

Hasil persentase skor aktual dari Indikator Integritas berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sebesar 61,1%. Nilai yang diperoleh masuk kategori cukup baik (berada pada interval 52%- 68%). Hasil yang diperoleh mengandung pengertian bahwa Dapat dikatakan bahwa sebagian besar WP pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung integritas pemeriksa selama dilakukannya pemeriksaan cukup baik.

Tabel 4.6

Distribusi Jawaban Responden mengenai Indikator Pendidikan No

Item Butir Pernyataan

Skor Tanggapan Responden Total Skor

Skor Ideal

%

5 4 3 2 1 Skor

4 Bagaimana dengan kemampuan audit yang dimiliki pemeriksa pajak

f 20 14 15 1 0

203 250 81.2% % 40.0 28.0 30.0 2.0 0.0

5 Bagaimana dengan pengetahuan akuntansi yang dimiliki pemeriksa pajak

f 15 18 17 0 0

198 250 79.2% % 30.0 36.0 34.0 0.0 0.0

Total Skor Pendidikan 401 500 80.2% Perhitungan: Skor Ideal = Jumlah pertanyaan×Nilai tertinggi×Jumlah Responden

Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan hasil pada table di atas kemampuan audit yang dimiliki pemeriksa pajak dikategorikan sudah baik dimana ada 40.0% responden menjawab Sangat kompoten dan terlihat sudah sangat menguasai, dan 28.0% responden menjawab Kompoten. Berkaitan dengan pengetahuan akuntansi yang dimiliki pemeriksa pajak hasil pada table di atas atas penilaian pengetahuan pemerikasa pajak dapat dikategorikan sudah baik dimana ada 30.0% responden menjawab Sangat kompoten dan terlihat sudah sangat menguasai dan 36.0% responden menjawab Kompoten.


(57)

Berdasarkan jumlah skor jawaban responden pada tabel diatas, selanjutnya ditetapkan tingkat kategori persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal untuk Indikator Pendidikan mengunakan rumus sebagai berikut:

% skor aktual =

skor aktual

skor ideal

 100%

% skor aktual =

401

 

50

5

2

 100%

% skor aktual = 80,2%

Hasil persentase skor aktual dari Indikator Pendidikan berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sebesar 80,2%. Nilai yang diperoleh masuk kategori baik (berada pada interval 68%- 84%). Hasil yang diperoleh mengandung pengertian bahwa dilihat dari pendidikan pemeriksa pajak sudah memiliki kompetensi yang baik dalam melakukan pemeriksaan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dan menjadikan wajib pajak meninfkat kepatuhannya.

Tabel 4.7

Distribusi Jawaban Responden mengenai Indikator Pelatihan No

Item Butir Pernyataan

Skor Tanggapan Responden Total Skor

Skor Ideal

%

5 4 3 2 1 Skor

6 Bagaimana kemampuan pemeriksa pajak ketika dilakukannya pemeriksaan pajak

f 4 24 22 0 0

182 250 72.8% % 8.0 48.0 44.0 0.0 0.0

7 Bagaimana dengan pengalaman dari pemeriksa pajak ketika dilakukannya pemeriksaan

f 7 21 21 1 0

184 250 73.6% % 14.0 42.0 42.0 2.0 0.0

Total Skor Pelatihan 366 500 73.2%

Perhitungan: Skor Ideal = Jumlah pertanyaan×Nilai tertinggi×Jumlah Responden Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012


(58)

Berdasarkan hasil pada table di atas kemampuan pemeriksa pajak ketika dilakukannya pemeriksaan pajak dikategorikan sudah baik dimana ada 8.0% responden menjawab sangat terlatih dan berpengalaman dalam hal pemeriksan pajak, dan 48.0% responden menjawab terlatih. Berkaitan dengan pengalaman dari pemeriksa pajak ketika dilakukannya pemeriksaan hasil pada table di atas atas penilaian pengalaman pemerikasa pajak dapat dikategorikan sudah baik dimana ada 14.0% responden menjawab Sudah sangat berpengalaman dan 42.0% responden menjawab berpengalaman.

Berdasarkan jumlah skor jawaban responden pada tabel diatas, selanjutnya ditetapkan tingkat kategori persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal untuk Indikator Pelatihan mengunakan rumus sebagai berikut:

% skor aktual =

skor aktual

skor ideal

 100%

% skor aktual =

366

 

50

5

2

 100%

% skor aktual = 73,2%

Hasil persentase skor aktual dari Indikator Pelatihan berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sebesar 75,4%. Nilai yang diperoleh masuk kategori baik (berada pada interval 68%- 84%). Hasil yang diperoleh mengandung pengertian bahwa pemeriksa pajak sudah memiliki kemampuan dan pengalaman yang baik dari hasil pelatihannnya sehinga diharapkan hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat berdampak pada kepatuhan wajib pajak.


(59)

Tabel 4.8

Distribusi Jawaban Responden mengenai Indikator Memeriksa di tempat Wajib Pajak

No

Item Butir Pernyataan

Skor Tanggapan Responden Total Skor

Skor Ideal

%

5 4 3 2 1 Skor

8 Bagaimana dengan sikap pemeriksa pajak pada saat mencari bukti pemeriksaan pajak

f 5 17 23 5 0

172 250 68.8% % 10.0 34.0 46.0 10.0 0.0

9 Bagaimana dengan sikap pemeriksa pajak pada saat mencari bukti pemeriksaan pajak

f 6 10 31 3 0

169 250 67.6% % 12.0 20.0 62.0 6.0 0.0

Total Skor Memeriksa di tempat Wajib Pajak 341 500 68.2% Perhitungan: Skor Ideal = Jumlah pertanyaan×Nilai tertinggi×Jumlah Responden

Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan hasil pada table di atas sikap pemeriksa pajak pada saat mencari bukti pemeriksaan pajak sudah baik dan berlaku sopan dimana ada 34.0% responden menjawab Baik dan 10.0% responden menjawab sangat baik dengan pemeriksaan yang dilakukan sopan. Berkaitan dengan sikap pemeriksa pajak pada saat mencari bukti pemeriksaan pajak dapat dikategorikan cukup baik dimana ada 20.0% responden menjawab membuat nyaman dan 12.0% responden menjawab sangat membuat nyaman suasana di perusahaan.

Berdasarkan jumlah skor jawaban responden pada tabel diatas, selanjutnya ditetapkan tingkat kategori persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal untuk Indikator Memeriksa di tempat Wajib Pajak mengunakan rumus sebagai berikut:

% skor aktual =

skor aktual


(60)

% skor aktual =

341

 

50

5

2

 100%

% skor aktual = 68,2%

Hasil persentase skor aktual dari Indikator Memeriksa di tempat Wajib Pajakberdasarkan perhitungan di atas diperoleh sebesar 68,2%. Nilai yang diperoleh masuk kategori baik (berada pada interval 68%- 84%). Hasil yang diperoleh mengandung pengertian bahwa sikap pemeriksa pajak pada saat mencari bukti pemeriksaan pajak dinilai sudah baik meskipun belum optimal dimana masih ada yang memberikan penilaian kurang

Tabel 4.9

Distribusi Jawaban Responden mengenai Indikator Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern

No

Item Butir Pernyataan

Skor Tanggapan Responden Total Skor

Skor Ideal

%

5 4 3 2 1 Skor

10 Terkait dengan struktur dan fungsi organisasi maupun system di

perusahaan,yang dilakukan pemeriksa adalah

f 1 18 21 9 1

159 250 63.6% % 2.0 36.0 42.0 18.0 2.0

11 Bagaimana dengan pemeriksaan terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan perusahaan

f 0 17 20 12 1

153 250 61.2% % 0.0 34.0 40.0 24.0 2.0

Total Skor Melakukan penilaian atas sistem pengendalian

intern 312 500 62.4%

Perhitungan: Skor Ideal = Jumlah pertanyaan×Nilai tertinggi×Jumlah Responden Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012

Berdasarkan hasil pada table di atas Terkait dengan struktur dan fungsi organisasi maupun system di perusahaan,yang dilakukan pemeriksa telihat ada


(1)

113

Gambar 4.5

Daerah Penerimaan dan Penolakan Uji Parsial X2 terhadap Y

Pada gambar 4.5 dapat dilihat thitung jatuh pada daerah penolakan Ho

karena diperoleh nilai t-hitung lebih kecil dari -

t

-tabel (t hitung = -4,140 < - ttabel =

-2,012). Keputusan uji adalah menolak H0. Kesimpulan di atas didukung pula dari nilai signifikansinya (0,000) yang lebih kecil dari nilai α = 0,05. Artinya kesalahan untuk menyatakan ada pengaruh Manajemen Laba terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan signifikan sangat kecil atau lebih kecil dari tingkat kesalahan

yang ditetapkan sebesar 5% (α = 0,05) sehingga keputusan uji adalah menolak

H0.

Hasil pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa Manajemen Laba berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib pajak Badan pada KPP Madya Bandung.

Daerah Penolakan Ho Daerah

Tidak tolak Ho

0

t(0,975; 47)= 2,012

Daerah Penolakan Ho

t(0,025; 47)= -2,012 t(hitung) = -4,140


(2)

114 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis pengaruh Pemeriksaan pajak dan Manajemen laba terhadap kepatuhan wajib pajak badan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan wajib pajak badan, fenomena yang terjadi pada kepatuhan wajib pajak adalah rendah, hal ini terjadi karena pemeriksaan pajaknya belum optimal, terutama pada integritas, melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern, dan Pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen. 2. Manajemen laba berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, Kepatuhan

wajib pajak yang rendah terjadi karena banyaknya perusahaan yang masih melakukan manajemen laba, Manajemen laba masih dilakukan wajib pajak badan di KPP Madya Bandung dalam upaya suatu interverensi manajemen dengan tujuan tertentu dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal untuk memeperoleh beberapa keuntungan sepihak.

3. Pemeriksaan Pajak dan Manajemen Laba memberikan pengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, fenomena yang terjadi adalah masih banyaknya wajib pajak yang tidak patuh akan kepatuhan perpajakannya, dikarenakan seringkali ditemukan masih banyaknya perusahaan yang melakukan penyusutan laba, dan melaporkan SPT secara tidak jujur. Pemeriksaan


(3)

115

Pajak pada KPP Madya Bandung lebih baik dan Manajemen Laba menurun dalam pelaksanaannya maka akan meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Madya Bandung. Dan sisanya dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain diluar Pemeriksaan Pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yan telah dikemukakan diatas, maka peneliti memberikan saran yang dapat dijadikan masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Madya Bandung dan Wajib Pajak Badan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pajak wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Madya Bandung pada umumnya sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Namun jika dilihat dari proses penilaian atas sistem pengendalian intern, dan Pemeriksaan atas buku-buku,catatan-catatan,dan dokumen-dokumen dihasilkan, perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut.

2. Karena adanya gap antara kenyataan dengan ideal maka kepatuhan wajib pajak masih harus di tingkatkan dengan mengurangi praktik manajemen laba, dengan cara pemerintah harus tegas dalam melakukan penelisikan ke beberapa perusahaan yang masih melakukan praktik manajemen laba.

3. Pemeriksaan pajak dan manajemen laba berpengaruh secara bersama-sama terhadap kepatuhan pajak.


(4)

116

DAFTAR PUSTAKA

Darussalam, 2009, Transaksi Derivatif dan Aspek Pemajakannya

Guenther, D.A, 1994, Earnings Management in Response to Corporate Tax Rate Changes: Evidence from the 1986 Tax Reform Act. The Accounting Review 69 (1)

George A. Plesko, 2004, Corporate Tax Avoidance and the Properties of Corporate Earnings presented at the National Tax Association 2004 Spring Symposium forthcoming,

National Tax Journal

Hotman Pohan, 2009, Pengaruh Ukuran Perusahaan ,Manajemen Laba ,Tarip Pajak Efektip ,Perata Laba,Konservatisma Terhadap Beda Laba Akuntansi Dengan Laba Pajak , Vol.9, No,2, Agustus 2009

Indra Ismawan, 2001, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia

Mahmudi, 2001, “Manajemen Laba (Earnings Management). Sebuah Tinjauan Etika

Akuntansi “Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.3, No 2, Agustus

Putra, Ida Bagus, 2008, Manajemen Laba dan Motif Melandasinya

Siti Kurnia Rahayu, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal, Yogyakarta: Graha Ilmu

Timbul Hamonangan Simanjutak & Imam Mukhlis, 2012, Dimensi Ekonomi dalam Perpajakan dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Raih Asa Sukses

Umi Narimawati, 2010, Penulisan Karya Ilmiah, Bekasi: Genesis

Yuliati, 2004, Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Da1am Memprediksi

Manajemen Laba, makalah disajikan pada SNA VII Denpasar, BALI2-3 Desember, hal: 1147-1163,

Zain, Muhammad, 2005, Manajemen Perpajakan Edisi 2, Jakarta, : Salemba Empat

Zhang Jian, Chen Chaohui, 2007, Research on the Relationship Between Reform of Enterprise Income Tax and Enterprise Earnings Management, China


(5)

117

http://finance.detik.com/read/2011/10/05/111602/1737139/4/agus-marto-kalau-kpk-dibubarkan-semua-bisa-nggak-bayar-pajak

http://www.ortax.org http://www.google.com http://www.detikFinance.com http://www.kompas.com http:///www.pajak.go.id http://www.okezone.com http://www.pajak.go.id


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Giska Septa Rahdianawati

Nim : 21108025

Jurusan : Akuntansi

Fakultas : Ekonomi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Pangkalanbun, 21 September 1990

Agama : Islam

Alamat : Perum Tigaraksa,Kabupaten Tangerang 15720

Email : giskasepta@yahoo.co.id

RiwayatPendidikan :

1. Tahun 1995 – 1996 : TK Islam Ar-Risallah Tigaraksa,Tangerang 2. Tahun 1996 – 2002 : SDN 4 Cikupa,Tangerang

3. Tahun 2002 – 2005 : SMPN 1 Cikupa,Tangerang

4. Tahun 2005 – 2008 : SMA Yuppentek 1 Cikokol,Tangerang 5. Tahun 2008 – Sekarang : Universitas Komputer Indonesia