Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Cicadas)

(1)

(2)

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

(Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Cicadas) The Influence of the Tax Audit and Taxpayer Knowledge to Tax Compliance

(survey on corporate taxpayers in KPP Pratama Bandung Cicadas)

IRA DWI SEPTIANTI 21108174

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

(Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Cicadas) ABSTRAK

Masalah pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan masyarakat di Kota Bandung dalam membayar pajak dan pengembalian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) masih rendah. Rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar wajib pajak masih rendah serta lamanya pemeriksaan pajak yang dilakukan DJP. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Bandung Cicadas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif verifikatif. Unit analisis Penelitian ini adalah wajib pajak badan. Penggunaan Statistik yang digunakan adalah uji validitas dan reliabilitas, analisis regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 18.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan Pemeriksaan pajak dan pengetahuan Wajib Pajak secara simultan memberikan pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas. Diantara variabel independen, pemeriksaan pajak memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas dibanding pengetahuan Wajib Pajak.

Kata Kunci : Pemeriksaan Pajak, Pengetahuan Wajib Pajak, Kepatuhan Wajib pajak


(5)

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

(Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Cicadas) ABSTRACT

Problems in this study is the level of compliance in the city of Bandung in paying taxes and the return of the Annual (SPT) is still low. Cause of low compliance among other taxpayers the most knowledge of the taxpayer is still low and the duration of the tax inspection conducted DJP. Purpose of the study to determine the effect of the tax and the taxpayer knowledge of taxpayer compliance in Primary KPP Bandung Cicadas. The method used in research is descriptive method verifikatif. The unit of analysis of this study is corporate taxpayers. The use of statistics used are validity and reliability, multiple linear regression analysis using SPSS 18.0 program assistance applications for Windows. The results showed the tax examination and knowledge of the taxpayer simultaneously give effect to the taxpayer in compliance with the tax office Pratama Bandung Cicadas. Among the independent variables, to tax a greater influence on taxpayer compliance in the tax office Pratama Bandung Cicadas knowledge than the taxpayer.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Cicadas”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak terlepas dari kekurangan dan pengalaman penulis, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Namun penulis berusaha untuk menanggulanginya, kritik dan saran sangat membangun penulis harapkan agar laporan ini lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :

1. Ir. Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi 4. Lilis Puspitawati, SE., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi. 5. Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si. selaku Dosen Wali Akuntansi 4


(7)

6. Inta Budi Setyanusa SE., M.Ak selaku pembimbing yang penuh keikhlasan berkenan memberikan bimbingan, membina dan mengarahkan penulis sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

7. Bapak Haryono selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan Penelitian.

8. Ibu Dra. Endang Sri Martuti, M.M selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan Penelitian.

9. Bapak Devrizal, SE selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II dan Ibu Nurainun Gaus SH selaku kepala seksi pemeriksaan yang telah memberikan pengarahan, bimbingan serta perhatian selama penulis melakukan Penelitian.

10.Bapak Wahyu Sumanjaya, Bapak Paryanta, Ibu Yulianti, Ibu Yunita Aulia selaku Account Representative dan ibu Dadah Junaesah selaku pelaksana dan ibu Siti Rakhmawati selaku pemeriksa pajak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan serta perhatian selama penulis melakukan Penelitian.

11.Seluruh staff dan karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas yang turut membantu terlaksananya Penelitian.

12.Kedua ibu saya yang sudah membesarkan saya juga selalu memberikan do’a, dan kasih sayang, serta dukungan dalam menempuh pendidikan untuk bekal di masa depan.


(8)

13.Kakakku tercinta Rosa Linda Eka Pratiwi yang selalu memberikan dukungan do’a, kasih sayang serta dukungan dalam penyusunan skripsi ini 14.Sahabat-sahabat Program Studi Akuntansi: Anna Marianna, Marlina Nova

Sihombing, Rani Rahmati, Amrita Widi Yuniarti, Meida Maryana, serta teman-teman kelas Akuntansi 4 terima kasih atas persahabatan, dukungan dan bantuannya.

15.Sahabat-sahabat dekat saya N. Finda Sundari, Agi Alis Kusnandar, Ricky Rinaldi, serta Muhammad Rio Nizam sebagai teman dekat yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya dalam penyususnan skripsi ini. 16.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas bantuan

dan dukungan yang tulus.

Akhir kata semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalanya yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak-pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, Juli 2012 Penulis

Ira Dwi Septianti 21108174


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... i

MOTTO ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 8

1.2.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 10

1.4.2 Kegunaan Akademis ... 10


(10)

1.5.1 Lokasi Penelitian ... 11

1.5.2 Waktu Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 13

2.1.1 Pemeriksaan Pajak ... 13

2.1.1.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 13

2.1.1.2 Faktor-Faktor Pemeriksaan Pajak ... 14

2.1.1.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak... 22

2.1.1.4 Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak ... 23

2.1.1.5 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan ... 24

2.1.2 Pengetahuan Wajib Pajak ... 25

2.1.2.1 Pengertian Pengetahuan Wajib Pajak ... 25

2.1.2.2 Faktor-Faktor Pengetahuan Wajib Pajak ... 26

2.1.2.3 Wajib Pajak ... 38

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak ... 38

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak ... 38

2.1.3.2 Faktor-Faktor kepatuhan Wajib Pajak ... 41

2.1.3.3 Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh ... 41

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 42

2.2 Kerangka Pemikiran ... 45

2.2.1 Keterkaitan antara Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan wajib pajak ... 45 2.2.2 Keterkaitan antara Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap kepatuhan


(11)

Wajib Pajak ... 48

2.3 Hipotesis ... 52

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 54

3.2 Metode Penelitian ... 54

3.2.1 Desain Penelitian ... 56

3.2.2 Operasionalisasi variabel ... 58

3.2.3 Sumber dan Tehnik Penentuan Data ... 61

3.2.3.1 Sumber Data ... 61

3.2.3.2 Tehnik Penentuan Data ... 62

3.2.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 64

3.2.4.1 Uji Validitas ... 66

3.2.4.2 Uji Reliabilitas ... 68

3.2.4.3 Uji MSI (Method of Successive Internal) ... 70

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 73

3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 73

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 91

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 91

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 91

4.1.3 Job Description ... 92


(12)

4.2 Karakteristik Responden ... 100

4.3 Analisis Deskriptif ... 103

4.3.1 Analisis Deskriptif Pemeriksaan Pajak ... 104

4.3.2 Analisis Deskriptif Pengetahuan Wajib Pajak ... 111

4.3.3 Analisis Deskriptif Kepatuhan Wajib Pajak ... 117

4.4 Analisis Verifikatif ... 124

4.4.1 Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Secara Parsial ... 140

4.4.2 Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Secara Parsial ... 141

4.4.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Secara Simultan ... 143

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 148

LAMPIRAN ... 151

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 189 SURAT KETERANGAN PERNYATAAN EKSKLUSIF


(13)

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian

Direktur Jendral Pajak Mohammad Tjiptardjo mengemukakan tantangan yang dihadapi ke depan masih sama dengan yang dihadapi saat ini. Tantangannya adalah kesadaran masyarakat wajib pajak dan tingkat kepatuhannya yang perlu ditingkatkan. Bukan sekedar jumlah wajib pajak, melainkan kesadarannya yang perlu diperhatikan (Orin Basuki, Erlangga Djumena:2010) Ketidakpercayaan kepada pemerintah menjadi penyebab rendahnya keinginan masyarakat menjadi wajib pajak (Prof Dr Wiratni Ahmadi: 2009)

Terbukti menurut Agus Martowardojo menyatakan tingkat kepatuhan seluruh unsur di Indonesia terhadap pajak masih rendah. Seperti wajib pajak perorangan masih sebanyak 8,5 juta dari 110 juta yang aktif bekerja bekerja dengan rasio SPT hanya 7,7 persen. Dibandingkan di negara lain seperti jepang mencapai 50%. Sementara itu, badan usaha yang membayar pajak tercatat baru 446 ribu dibandingkan dengan tempat usaha yang berdomisili dengan tempat usaha tetap dan aktif sebanyak 12 juta maka hanya 3,6% kepatuhannya (Agus Martowardojo: www.kompas.com:2009)

Kemudian menurut kanwil DJP Sumsel Babel Eko Hendarwin kepatuhan wajib pajak (WP) dalam melakukan pengisian formulir Surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan dalam lingkup provinsi Sumsel dan Babel ternyata masih sangat rendah. Selain itu tingkat kepatuhan wajib pajak di Sumatra Utara (Sumut) masih cukup rendah. Hingga kini, ada 43% wajib pajak yang


(14)

melaporkan Surat pemberitahuan (SPT) ke Direktorat Jendral Pajak Sumut. Kemudian pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk Sumut mencapai 12,50 juta jiwa dengan jumlah keluarga 3 juta. Dari jumlah tersebut yang terdaftar sebagai wajib pajak mencapai 923.000 orang. Namun, yang menyampaikan SPT 2010

hanya 226.876 orang sehingga tingkat kepatuhan masih 43%.

(www.kompas.com:2010).

Selanjutnya kepala KPP pratama Medan Polonia Oding Rinaldi (2010) menyatakan jumlah kepatuhan wajib pajak masih minim dengan total SPT PPh orang pribadi yang diterima di KPP Pratama Medan Polonia sebanyak 22.481 orang (www.ortax.org) .

Gubernur Provinsi Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan tingkat kepatuhan masyarakat di Jawa Barat dalam membayar pajak masih rendah. Tidak hanya dalam pembayaran tapi juga pengembalian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Terbukti menurut Kepala Kantor Wilayah Pajak Jabar I Adjat Jatmika, Dari sekitar 1,3 juta wajib pajak di Jabar pada 2011, hanya 40% masuk kategori pembayar aktif. Sekitar 26% wajib pajak dari badan (perusahaan) dan 14% wajib pajak perorangan. (Harian seputar indonesia: 2012)

Untuk tingkat kepatuhan wajib pajak di Kota Bandung dalam melakukan pembayaran pajak pajak hingga 2011 baru mencapai 42%, dari sekitar 385.000 wajib pajak dikota Bandung. Sedangkan dari 42.000 perusahaan hanya 32% yang menyampaikan Surat pemberitahuan Tahunan (SPT) menurut Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat Adjat Andika (www.kompas.com:


(15)

2010). Berikut adalah jumlah wajib pajak badan dalam pengembalian SPT di 7 KPP wilayah Bandung pada tabel 1.1

Tabel 1.1

Jumlah Wajib Pajak Badan dalam Mengembalikan SPT Di 7 KPP Wilayah Bandung Periode 2005-2009

Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPT Masuk/ SPT

Dikirim

2005 17.825 10.063 56,45

2006 19.749 10.571 53,52

2007 20.992 10.961 52,38

2008 22.729 12.026 52,91

2009 24.050 11.616 48,29

Sumber : 7 KPP Wilayah Bandung

Tabel diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal penyetoran pajak yaitu masih banyaknya wajib pajak yang belum melunasi tunggakan pajak. Dari seluruh jumlah tunggakan wajib pajak dari setiap tahunnya rata-rata dilunasi sekitar 50% pertahun dari jumlah pajak yang tertunggak, hal ini terlihat dari banyaknya SPT yang dikirimkan, rata-rata SPT yang dikembalikan hanya setengah dari yang dikirim. (www.pajak.go.id)

Menurut Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I, rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak, kemungkinan disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, sosialisasi yang minim sehingga wajib pajak tidak melakukan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak. Dan kedua, karena wajib pajaknya tidak mau membayar pajak karena alasan-alasan tertentu (www.kompas.com:2010).

Selain itu rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang wajib pajak serta persepsi wajib pajak tentang pajak dan petugas pajak yang masih rendah (Gardina dan


(16)

Haryanto:2006). Menurut Banu Wicaksono tingkat kepatuhan wajib pajak di indonesia dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih rendah.

Ketidakpercayaan pada pemerintah dalam proses pemungutan pajak dan dalam pengelolaan dana pajak yang dihimpun dari masyarakat menyebabkan masyarakat segan untuk melaporkan pajaknya. Bahkan, untuk sekadar mendaftarkan diri sebagai wajib pajak saja masyarakat tidak terlalu antusias. Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabupaten Garut, Ir Yoepidha L.Soemantri, M.Si dalam laporannya menjelaskan, rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dan penyampaian SPT Tahunan PPh, disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat wajib pajak tentang kewajibannya dalam membayar pajak. Maka diperlukan acara sosialisasi tata cara pengisian SPT yang diharapkan mampu memberikan pengaruh positif kepada seluruh wajib pajak. (Wiratni Ahmadi:2009)

Direktorat Jendraal Pajak Fuad Rahmany mengatakan Direktorat Jendral Pajak secara intens akan melakukan sosialisasi kepada para Bendahara Pengeluaran Kementrian Lembaga, Pemerntah pusat serta pemerintah kota/kabupaten untuk membayar pajak. Diantaranya dengan melakukan pengajaran, memberitahu begaimana cara membayar pajak, bagaimana penyetornya, dan pajak apa yang ada kepada bendahara karena tidak semua paham. Selain itu dengan membuat buku seperti mahir pajak, bendahara bayar pajak dalam sosialisasi (News:2011)

Pengaruh pengetahuan terhadap prilaku kepatuhan telah terbukti dalam berbagai penelitian (Mohamad ali et al:2007). Pengetahuan pajak seperti pengetahuan pajak umum atau formal seperti pendidikan yang diterima atau


(17)

pengetahuan. Secara khusus diarahkan untuk penghindaran pajak (Eriksen dan Fallan:1996), selaian itu penelitian lain mengatakan bahwa pengetahuan pajak memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan pembayar pajak untuk memahami hukum dan peraturan perpajakan dan kemampuan untuk memenuhi perpajakan (Singh:2003). Salah satu penyebab pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan pajak adalah mulai bertambahnya tingkat pengetahuan wajib pajak yang diperoleh langsung dari petugas pajak atau sosialisasi yang dilakukan direktur jendral Pajak (Supriyati&Nur Hidayati:2008).

Salain itu kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan dengan pelaksanaan pemeriksaan yang dijalankan, kepatuhan antara wajib pajak dan petugas pajak (fiskus) dapat terjaga yang disesuaikan dengan tujuan untuk kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tanpa ada kebijakan atau unsur yang lainnya (Whedy Prasetyo:2011)

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan wajib pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. (Siti Kurnia Rahayu:2010).

Untuk mengawali pemeriksaan adalah SPT atau laporan wajib pajak atas pajak terutang. Pemeriksaan pajak tersebut akan diperoleh tingkat kebenaran dari SPT beserta lampirannya seperti laporan keuangan dan lampiran-lampiran. Hasil


(18)

pemeriksaan akan dapat diukur tingkat kepatuhan atau ketaatan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. (Siti Kurnia Rahayu:2010)

Tidak semua Wajib Pajak diperiksa. Ada kriteria Wajib Pajak yang diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Antara lain; wajib pajak yang menyampaikan SPT lebih bayar; wajib pajak yang melakukan perubahan tahun buku, metode pembukuan karena adanya penilaian kembali aktiva tetap; wajib pajak melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, likuiditas/penutupan usaha dan pengambil alihan usaha; wajib pajak orang pribadi yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; terdapat hasil analisis, pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan hasil analisis risiko yang menunjukkan ketidakpatuhan wajib pajak. Setiap pemeriksaan ada kriterianya (Raden Agus Suparman:2011)

Banyak sekali masalah-masalah yang terjadi, berbagai tindakan

penyelundupan muncul ke publik. Badan pemeriksaan keuangan mencurigai aparat pajak dalam dugaan kasus manipulasi pajak Asian Agri. Ketua BPK Anwar Nasution mempertanyakan lamanya pemeriksaan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak terhadap Sukanto Tanoto (Dita: pajak.com, 23 Januari 2008).

Adapun kasus lainnya menurut tim penyidik PNS kantor wilayah DJP Jawa Barat I yaitu tertangkapnya pegawai pajak diKPP Pratama Bandung Cicadas yang membawa satu dus dokumen pajak tanpa ijin. Pegawai pajak tersebut membawa ratusan dokumen wajib pajak dan data perpajakan dari KPP Pratama Cibeunying dan Cicadas pada tahun 2006-2009. Pegawai pajak tersebut memeras wajib pajak.


(19)

Ternyata kasus tersebut diduga untuk menghapus ketidakpatuhan wajib pajak selama bertahun-tahun. Data yang dibawa oleh pegawai pajak tersebut adalah pengajuan restitusi dengan menggunakan faktur pajak pertambahan nilai fiktif, selain itu adanya pelenyapan database terkait dengan pemalsuan surat setoran pajak dan rekayasa pajak tahunan. (Yandhrie Arvian, Tempo online:2010). Di bawah ini jumlah laporan pemeriksaan pajak dan pelaporan SPT dari tahun 2007-2011 di KPP Pratama Bandung Cicadas seperti terlihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Jumlah Laporan Pemeriksaan Pajak dan SPT Yang Lapor di KPP Pratama Bandung Cicadas

Tahun Laporan Pemeriksaan Pajak SPT Yang Lapor

2007 38 2294

2008 192 777

2009 203 2343

2010 213 1448

2011 220 411

Sumber: KPP Pratama Bandung Cicadas

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa wajib pajak yang melaporkan SPT tahunannya befluktuasi, dimana di tahun 2008 serta tahun 2011 mengalami penurunan. Sedangkan untuk laporan pemeriksaan pajak dari tahun ketahun makin meningkat. Untuk tahun 2012 sampai bulan juni ada 129 wajib pajak yang diperiksa. (sumber: KPP Pratama Bandung Cicadas).

Pemerintah menetapkan ada tiga golongan wajib pajak yang dikategorikan sebagai wajib pajak patuh, sehingga digolongkan sebagai pembayar pajak berisiko rendah. Wajib pajak itu adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia, BUMN, BUMD, serta perusahaan yang tidak pernah diperiksa dalam dua tahun terakhir. Diantaranya; pertama, perusahaan yang melakukan ekspor yang pada dasarnya memang tidak dimaksudkan untuk dikanakan PPN; kedua, penyerahan


(20)

ke pemungut PPN yang pada dasarnya tidak harus dipungut PPN lagi disaat penyerahan barang karena sudah dibebani PPN ketika membeli barangnya; ketiga, Pengusaha kena Pajak (PKP) yang belum berproduksi (Darussalam, www.kompas.com:2010).

Atas dasar inilah penulis mengambil judul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” dengan survey pada wajib pajak badan di KPP Pratama Bandung Cicadas.

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Dari judul yang diambil yaitu pengaruh pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, maka penulis mengidentifikasi masalah diantaranya:

1. Kepatuhan wajib pajak (WP) dalam melakukan pemenuhan pengisian formulir

surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan masih tergolong rendah 2. pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang wajib pajak serta persepsi

wajib pajak tentang pajak dan petugas pajak yang masih rendah

3. Adanya indikasi beberapa wajib pajak yang melakukan pemalsuan pada dokumen wajib pajak sehingga diperlukan pemeriksaan pajak

1.2.2 Rumusan Masalah

Dalam judul yang diambil diambil yaitu pengaruh pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, maka penulis merumuskan masalah:


(21)

1. Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak?

2. Bagaimana pengaruh pengetahuan wajib pajak secara parsial terhadap

kepatuhan wajib pajak?

3. Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai Pengaruh Pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratana Cicadas Kota Bandung

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cicadas Kota Bandung

2. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan wajib pajak Badan terhadap

kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Cicadas Bandung

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Cicadas Kota Bandung


(22)

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain :

1.4.1 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan praktis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Kota Bandung, hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan tentang Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas kota Bandung.

2. Bagi divisi pemeriksaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan tambahan pengetahuan di bidang Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan wajib Pajak.

3. Bagi peneliti lain penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu khususnya ilmu ekonomi yang berkaitan dengan salah satu fungsinya yaitu bidang akuntansi pajak.

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, juga memperoleh gambaran langsung bagaimana


(23)

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas kota Bandung.

2. Bagi Instansi

Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Peneliti yang mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat, selain itu untuk menambah pengetahuan, juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Kota Bandung.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas kota Bandung.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas Kota Bandung.

1.5.2 Waktu Penelitian

Dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2012. Adapun jadwal kegiatan penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan pada tabel berikut


(24)

Tabel 1.3 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur Bulan

Maret 2012

April 2012

Mei 2012

Juni 2012

Juli 2012

Ags 2012 1 Tahap Persiapan:

1.Bimbingan dengan dosen pembimbing 2. Membuat outline dan proposal skripsi

3. Mengambil formulir penyusunan skripsi 4. Menentukan tempat Penelitian

II Tahap Pelaksanaan :

1. Mengajukan outline dan proposal skripsi 2. Meminta surat

pengantar ke Perusahaan 3. Penelitian diKPP 4. Penyusunan skripsi

III Tahap Pelaporan :

1. Menyiapkan draft Skripsi

2. Sidang akhir skripsi

3. Penyempurnaan

laporan Skripsi 4. Penggandaan skripsi


(25)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pemeriksaan Pajak

2.1.1.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Sebagaimana telah disebutkan bahwa dari pemeriksaan pajak adalah banyak tergantung dari temuan sampai dimana kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan Wajib Pajak. Meskipun prosedur pemeriksaanya sama, namun pemeriksaan pajak tidak memberikan opini, melainkan menguji atau menilai tingkat kepatuhan wajib pajak.

Widi Widodo, (2010:201) menyatakan Pemeriksaan Pajak adalah : “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan”. Siti Kurnia Rahayu Mengatakan pemeriksaan pajak adalah:

“hal pengawasan pelaksanan sistem self assestment sistem yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan”

Pendapat tersebut didukung dengan teori menurut Soemarso S.R (2007:60) menyatakan bahwa:

“pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kantor pajak terhadap wajib pajak untuk mencari dan mengumpulkan data atau ketengan lainnya guna penetapan besarnya pajak yang terutang dan atau tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak merupakan kegiatan menghimpun dan mengolah data atau keterangan secara


(26)

profesional berdasarkan standar pemeriksaan dan harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Pemeriksaan Pajak

Dalam menjalankan sebuah pemeriksaan maka aparat pajak harus mengetahui terlebih dahulu tahap-tahap yang harus dilakukannya. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:286) adalah sebagai berikut:

1. Persiapan pemeriksaan.

Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a) Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data

Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data dimulai dari kegiatan mengumpulkan berkas wajib pajak dan berkas data dengan mengumpulkan dan meminjam sumber-sumber dari data internal maupun data eksternal. Data internal terdiri dari sistem informasi administrasi yaitu Sistem Perpajakan Terpadu (SAPT), Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), sistem Informasi Perpajakan Modifikasi (SIPMOD). Kemudian data internal lainnya adalah data tunggakan wajib pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan terdahulu serta Kertas Kerja Pemeriksaannya, dan riwayat keberatan atau banding atau peninjauan kembali. Sedangkan data eksternal terdiri dari media massa (media cetak atau elektronik), internet, dan bursa. Seluruh data dan informasi yang telah didapat dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil wajib pajak).


(27)

b) Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak

Untuk data-data berupa laporan keuangan wajib pajak dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan beberapa perkiraan buku besar yang diprioritaskan dan/ atau akan dikembangkan pemeriksaannya. Sedangkan untuk data-data non-keuangan dilakukan analisis kulitatif

c) Mengidentifikasi masalah

Setelah dilakukan analisis baik kuantitatif maupun kualititatif pemeriksa akan mengetahui pos-pos apa saja yang memerlukan perhatian khusus dan masalah-masalah apa saja yang mungkin ada pada wajib pajak. Atas alternatif-alternatif permasalah tersebut pemeriksa harus dapat mengidentifikasi penyebab yang paling mungkin atas terjadinya masalah tersebut serta menentukan pos-pos atau rekening apa saja yang berkaitan dengan masalah yang ada.

d) Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak

Seluruh data dan informasi yang telah didapat dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil wajib pajak) dapat dilakukan pengenalan lokasi wajib pajak.

e) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan

Pemeriksaan pajak dapt dibedakan berdasarkan pada ruang lingkup cakupannya, yaitu terdiri dari pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.

f) Menyusun program pemeriksaan

Program pemeriksaan disusun berdasarkan cakupan pemeriksaan dan hasil penelaahan diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya.


(28)

Program pemeriksaan harus merujuk kepada identifikasi permasalahan serta cakupan (ruang lingkup) yang telah ditentukan. Hal ini diperlukan agar arah pemeriksaan tidak terlalu melebar sehingga tidak fokus.

g) Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam

Berdasarkan program pemeriksaan dapat diidentifikasi buku-buku atau catatan yang akan dipinjam kepada wajib pajak.

h) Menyediakan sarana pemeriksaan

Menyediakan sarana pemeriksaan dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan, agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar. Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai wajib pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi :

a. Memeriksa di tempat wajib pajak

Pemeriksaan di tempat wajib pajak dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa di tempat atau lokasi wjib pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya guna mengetahui dan mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan dengan kegiatan usaha wajib pajak, mengetahui, dan menilai Sistem Pengendalain Intern, serta untuk meyakinkan kebenaran atau keberadaan fisik aktiva tetap yang


(29)

dilaporkan dan kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern. Pengumpulan data/informasi

Penelaahan

Penilaian sementara terhadap Sistem Pengendalian Intern Pengujian

Penilaian akhir dari Sistem Pengendalian Intern

c. Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.

Setelah melakukan penilai SPI maka akan terlihat kearah mana sebaiknya program pemeriksaan dilakukan. Program pemeriksaan yang telah dibuat sebelumnya akan dimutakhirkan seirama dengan hasil penilaian dan pengujian SPI (Sistem Pengendalian Intern).

d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan

dokumen-dokumen. Langkah pemeriksaan buku, catatan dan dokumen dilakukan dengan berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun dan dimutakhirkan. e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari wajib pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pihak ketiga.

f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak

Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal dan penghitungan pajak terutang kepada wajib pajak


(30)

Melakukan pembahasan atas temuan dan koreksi fiskal serta penghitungan pajak terutang dengan wajib pajak

Memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai temuan koreksi fiskal yang telah dilakukan

g. Melakukan sidang penutup (closing conference).

Tujuan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan wajib apajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi fiskal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa. 3. Pelaporan Hasil Pemeriksaan

1) Kertas Kerja Pemeriksaan

Definisi Kertas Kerja Pemeriksaan berdasarkan KMK No.

545/KMK.01/2000 yang telah diubah dengan Peraturan Menkeu No. 123/PMK.03/2006 adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Kertas Kerja Pemeriksa adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Kertas Kerja Pajak mengenai :

Prosedur-prosedur pemeriksaan yang dilakukan Pengujian-pengujian yang telah dilaksanakan Sumber-sumber informasi yang telah diperoleh Kesimpulan yang diambil pemeriksa


(31)

Kertas Kerja Pemeriksaan merupakan wujud pertanggungjawaban Kertas Kerja Pemeriksa Pajak mengenai apa yang Pemeriksa lakukan dan bukti, data atau keterangan yang Pemeriksa temukan selama proses pemeriksaan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, bahkan pada waktu memasuki penyusunan laporan pemeriksaan. Tujuan utama dari Kertas Kerja Pemeriksaan adalah sebagai bukti bahwa pemeriksa telah melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya berdasarkan ilmu, kepandaian dan pengalaman yang dimilikinya. Kertas Kerja Pemeriksaan bermanfaat juga untuk tujuan lain yang diantaranya :

Sebagai dasar penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak

Sebagai bahan bagi atasan pemeriksa untuk menelaah atau review atas hasil pemeriksaan yang dilakukan bawahannya.

Sebagai bahan dalam melakukan pembahasan dengan Wajib Pajak Sebagai bahan referensi untuk pemeriksaan berikutnya

Sebagai sumber data dalam proses keberatan dan/ atau banding

Sebagai sumber data untuk dimanfaatkan oleh pihak lain internal Direktorat Jenderal Pajak, seperti Account Representative, Seksi Penagihan, Bagian Keberatan dan Banding, demikian juga pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak misalnya Itjen dan BPK.

2) Laporan Hasil Pemeriksaan

Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak-pihak


(32)

lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan pencarian informasi-informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.

Laporan Pemeriksaan Pajak disusun dengan menggunakan berbagai Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai dasar dan acuannya. Hal ini memperjelas hubungan yang kuat antara KKP dengan LPP. KPP yang memenuhi syarat-syarat (lengkap, sistematis, akurat, rapi, teratur, logis, telah divalidasi) akan menghasilkan sebuah Laporan Pemeriksaan Pajak yang baik dan informatif.

Laporan Pemeriksaan Pajak merupakan ikhtisar dari seluruh proses pemeriksaan yang dilakukan, mulai dari tahap perencanaan hingga tahapan pelaksanaan. Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan pertanggungkawaban atas suatu pemeriksaan, baik pertanggungjawaban kepada struktur vertikal internal dalam suatu unit pemeriksaan, baik pertanggungjawaban kepada pihak eksternal. Namun kegunaan utama dari Laporan Pemeriksaan Pajak adalah bahwa Laporan Pemeriksaan Pajak tersebut merupakan dasar untuk penerbitan suatu produk hukum perpajakan yaitu Surat Ketetapan Pajak (SKP). Laporan pemeriksaan disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1. Umum

Memuat keterangan-keterangan mengenai, identitas wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dan daftar lampiran.


(33)

2. Pelaksanaan pemeriksaan

Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa, penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa

3. Hasil pemeriksaan

Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya pajak-pajak yang terutang.

4. Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak supaya dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha wajib pajak, gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang dipinjam, produksi data, usulan pemeriksa, dan perhatikan kelengkapan lampiran. Laporan hasil pemeriksaan pajak yang telah disusun harus ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak, Ketua Tim, Supervisor dan Kepala Kantor. Dari laporan hasil pemeriksa pajak tersebut dibuat nota penghitungan yang merupakan dasar untuk mengeluarkan produk hukum hasil pemeriksaan yang berupa Surat Ketetapan Pajak. Surat Ketetapan Pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).


(34)

3) Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data atau informasi yang diproduksi, dan usul-usul pemeriksa.

2.1.1.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tujuan pemeriksaan meliputi:

“untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Maka tujuan pemeriksaan dibagi 2 (dua), yaitu :

1. Menguji Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Sesuai Keputusan Mentri Keuangan no 545/KMK 04/2000 yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan wajib pajak dilakukan dalam hal:

a. SPT menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;

b. SPT Pajak Penghasilan menunjukan rugi;

c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan;

d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;

e. ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada huruf c tidak dipenuhi.

2. Tujuan Lain

Kebijakan ini diatur dalam SE-116/PJ/2009 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain. Pemeriksaan ini dilakukan untuk :

a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;


(35)

c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;

e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan

Neto;

f. pencocokan data dan atau alat keterangan;

g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i. tujuan lain selain huruf a sampai dengan huruf h.

2.1.1.4 Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan yang menurut Hanantha Bwoga, Yoseph Agus, dan Tony Marsyahrul (2005:17-19) terdapat lima jenis pemeriksaan yang diantaranya yaitu:

1. Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan, wajib pajak yang bersangkutan yang pemilihannya terutama berdasarkan sistem kriteria seleksi dan bukan kriteria seleksi.

2. Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang secara khusus dilakukan

terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan wajib pajak tersebut.

3. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi adalah pemeriksaan yang dilakukan

terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya.

4. Pemeriksaan tahun Berjalan adalah pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun

berjalan terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi.


(36)

5. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Jenis pemeriksaan merupakan suatu hal yang ideal, apabila pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua wajib pajak terdaftar. Meskipun demikian, pemeriksaan tetap harus dilakukan, karena ternyata masih banyak wajib pajak yang tingkat kepatuhannya masih rendah. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan.

2.1.1.5 Ruang Lingkup Dan Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, ruang lingkup pemeriksaan secara ringkas dijelaskan sebagai berikut menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:262):

1. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang di lakukan terhadap Wajib Pajak di tempat Wajib Pajak yang dapat meliputi Kantor Wajib Pajak, tempat usaha (Pabrik) atau pekerjaan bebas, domisili atau tempat tinggal. Pemeriksaan lapangan dapat meliputi 1 jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dibedakan:

a. Pemeriksaan Lengkap ( PL )

Dilakukan satu atau lebih jenis pemeriksaan

Sejak terbit SP2 (surat peintah pemeriksaan) sampai dengan tanggal LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan)


(37)

Jangka waktu pemeriksaan 4 bulan dapat diperpanjang menjadi 8 bulan b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan ( PSL )

Pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap WP untuk 1 atau lebih jenis pajak secara terkoordinasi antar seksi

Terkoordinasi antara fungsional dan AR dikantor unit pelaksana pemeriksa Dalam tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya

Menggunakan tehnik pemeriksaan yang dianggap perlu menurut keadaan tujuan pemeriksaan

2. Pemeriksaan Kantor

Yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak dikantor unit pemeriksaan (DJP). Dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 bulan. Dilakukan sejak wajib pajak harus memenuhi panggilan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP). Apabila kepatuhan wajib pajak masih kurang maka dapat dialihkan menjadi pemeriksaan lapangan.

2.1.2 Pengetahuan Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Pengetahuan Wajib Pajak

Menurut Taslim (2007) pengetahuan wajib pajak adalah:

“pemahaman prosedur atau cara pengisian SPT, batas waktu pelaporan SPT, serta mengetahui sanksi administrasi atau denda yang berkaitan dengan penyimpangan berupa kealpaan atau kesengajaan untuk tidak melaporkan dan menyetorkan pajak terutang”

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:22) :

“Pajak adalah iuran kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan “


(38)

Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa pengetahuan wajib pajak adalah pemahaman wajib pajak mengenai pajak seperti pengisian SPT, batas pelaporan SPT, sanksi administrasi dan denda atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2.1.2.2 Faktor-Faktor Pengetahuan Wajib Pajak

Tinggi rendahnya pengetahuan wajib pajak dapat diukur dengan:

1. Pemahaman prosedur atau cara pengisian SPT

2. Pemahaman batas waktu pelaporan SPT

3. Pemahaman sanksi perpajakan dan administrasi

1. Pemahaman prosedur atau cara pengisian SPT

Pemahaman prosedur atau cara pengsisian SPT (meliputi proses penghitungan dan perlakuan pajak terhadap penghasilan wajib pajak, tarif PPh, final/tidak final, jumlah PKP (penghasilan tidak kena pajak) dan mengalikan PKP dengan tarif wajib pajak (untuk memperoleh jumlah pajak terutang, menghitung pajak kurang/lebih bayar dengan menghitung selisih pajak terutang dengan kredit pajak. A.Proses Penghitungan dan Perlakuan Pajak

Untuk penghitungan pajak penghasilan Badan dimulai dengan penghitungan

penghasilan bersih dengan menggunakan pembukuan. Yang menjadi dasar

pengenaan pajak PPh Badan adalah sebesar laba bersih kena pajak tanpa pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dimana menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:202) kegiatan pembukuan sesuai dengan pasal 28 UU KUP

“1) pembukuan mencerminkan kegiatan usaha yang sebenarnya; 2) wajib pembukuan adalah badan; 3)perkiraan minimal aset, liabilities, equity, expense serta sales dan purchase sebagai dasar penghitungan PPh terutang; 4) pembukuan dilakukansecara taat asas; 5) menggunakan stel kas atau akrual; 6) pembukuan disimpan selama 10 tahun ditempat wajib pajak badan”


(39)

Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi fiskal yang mana menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:210)

“rekonsiliasi fiskal yaitu suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan wajib pajak badan komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal. Yang dilakukan pada pos pendapatan maupun pos biaya dalam hal: a) wajib pajak memiliki penghasilan yang dikenakan PPh Final pasal 4 ayat 2; b) wajib pajak memiliki penghasilan yang bukan merupakan objek pajak pasal 4 ayat 3; c) wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang; d) wp mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal; e) wp mengeluarkan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan yang dikenakan PPh final, pendapatan bukan objek pajak; serta pendapatan PPh non final.”

Selanjutnya dilakukan penggolongan biaya fiskal yang mana menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:212):

“pada prinsipnya penggolongan biaya fiskal dibedakan menjadi 2 yaitu biaya yang tidak dapat dijadikan pengurang; serta biaya yang merupakan pengurang penghasilan yaitu: a) beban atau biaya yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun seperti biaya gaji, biaya perlengkapan kantor, biaya administrasi, dll; b) beban atau biaya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun seperti penyusutan, beban bayar dimuka dll.”

Selanjutnya untuk penghitungan PPh terutang wajib pajak badan, menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:217)

“penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam satu tahun pajakdihitung dengan cara mengurangkan penghasilan dengan biaya yang berkaitan dengan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Pengurangan tersebut akan menghasilkan penghasilan neto yang merupakan penghasilan kena pajak dikalikan tarif pajak. Penghitungannnya dapat terlihat dalam gambar 2.1

! "

# !

! $

# % &" '

$ ( % ) ( * % )


(40)

Gambar 2.1

Penghitungan PPh Terutang

Sehingga untuk penghitungan PPh terutang didapat dari hasil penghasilan neto (PKP) dikalikan dengan tarif.

B.Tarif Pajak

Menurut Wibowo (2011) Tarif pajak digunakan untuk menghitung besarnya pajak terhutang atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

a) Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak 2011 adalah sebagai berikut

Berdasarkan pasal 17 Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan : Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 % (dua puluh delapan persen) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.

Berdasarkan pasal 31 E Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan :Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Untuk keperluan penerapan tarif pajak jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Penerapan Tarif PPh Badan Tahun 2011 dalam perhitungan PPh Terutang : 1. Untuk Peredaran Usaha Bruto Sampai dengan Rp.4.800.000.000,- tarif

PPh Badan dikenakan sebesar 25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,-

2. Untuk Peredaran Usaha diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan

Rp.50.000.000.000,- tarif PPh Badan dikenakan sebesar :

Bagian Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,- : 25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto Rp.4.800.000.000,-)

Bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-. 25 % x Penghasilan Kena Pajak


(41)

(bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-)

3. Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,- tarif PPh Badan dikenakan sebesar :25 % x Penghasilan Kena Pajak

C. PPh Final

Pengertian PPh Final adalah pengenaan PPh dengan tarif tunggal yang dikenakan atas penghasilan bruto dari kegiatan usaha tertentu dan bersifat final. Penghasilan yang dikenakan PPh Final yang diterima WP Badan adalah:

Tabel 2.1 PPh Final

No Jenis Penghasilan dikenakan

PPh Final

Tarif Dasar tarif Dasar

Hukum

1 Bunga deposito, tabungan

SBI

20% Bunga bruto Psl. 4 (2)

2 Diskonto obligasi, premium

di B.E.

20% Bunga bruto Psl. 4 (2)

3 Saham & sekuritas di bursa efek

0,1% Bruto Psl. 4 (2)

Saham pendiri di B.E. 0,5% Bruto Psl. 4 (2)

4 Penghasilan penjualan saham

milik perusahaan modal ventura

0,1% Bruto Psl. 4 (2)

5 Penghasilan Usaha :

a. BBM, Pemumas, Gas b. Penyalur / distributor rokok (berlaku s.d. 2008)

0,3% 0,15%

Harga jual Harga bandrol

Pasal 4 (2) Pasal 4 (2)

6 Pengalihan tnh & bang. 5% H. Jual / NJOP Psl. 4 (2) *)

Pengalihan tnh & bang RS/ Rusun Sederhana, Oleh WP

Real Estate 1% H. Jual / NJOP Psl. 4 (2) *)

7 Sewa tanah dan bangunan 10% Bruto Psl. 4 (2) *)

8 Imbalan jasa konstruksi :

a. Pelasanaan konstruksi : - Jasa konstruksi kecil - Jakon Besar/Menengah - Jakon Tdk bersertifikat

2 % 3 % 4 %


(42)

b. Perencanaan konstruksi c. Pengawasan Konstruksi d. Jika Tidak bersertifikat

4 % 4% 6%

Bruto Psl. 4 (2) **)

9 Perwakilan dagang asing 0,44% Ekspor bruto Pasal 15

10 Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri

2,64% Bruto Psl. 15

11 Revaluasi aktiva tetap 10% Selisih lebih –

Kompensasi

Psl. 19 12 Penghasilan lainnya meliputi:

- Jasa maklon internasional - Hadiah Undian

2,1% 25%

Biaya pembuatan – bahan baku Bruto

Psl. 15 Psl. 4 (2)

www.pajak.go.id

2. Batas Waktu Pelaporan SPT

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:173) SPT dikembalikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, wajib pajak akan diberi tanda terima SPT. Jika disampaikan melalui kantor pos harus tercatat, resi pos merupakan tanda bukti tanda terima dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan, atau tempat lain yang ditunjuk Dirjen Pajak sesuai pasal 5 UU KUP

Tabel 2.2

Batas Waktu Penyetoran & Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) SPT Masa :

No Jenis SPT Masa Batas Waktu

Penyetoran/Pembayaran

Batas Waktu Penyampaian SPT

Terakhir 1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang

dipotong oleh Pemotong PPh tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir

20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak

berakhir 2. PPh Pasal 15 yang dipotong

oleh Pemotong PPh

3. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada

penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib


(43)

Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas

4. PPh pasal 22 yang

pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak

5. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh

6. PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh

7. PPh Pasal 26 yang dipotong

oleh Pemotong PPh

8. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir

9. PPh Pasal 15 yang harus

dibayar sendiri 10. PPh Pasal 25

11. PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak

12. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya

dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk

13. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor

bersamaan dengan saat

pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen

pemberitahuan pabean

impor

-


(44)

dan PPnBM atas impor yang

dipungut oleh Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai

dilakukan pemungutan

pajak

paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya 15. PPh Pasal 22 yang dipungut

oleh bendahara

pada hari yang sama

dengan pelaksanaan

pembayaran atas

penyerahan barang yang

dibiayai dari belanja

Negara atau belanja

Daerah, dengan

menggunakan Surat

Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara

14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak

berakhir 16. PPN atau PPN dan PPnBM

yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk

tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

17. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang

melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa

paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir

20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir 18. Pembayaran masa selain PPh

Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang

melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa

sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak

SPT Tahunan :

No Jenis Pajak Yang Menyampaikan SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir


(45)

Tahunan badan Pemberitahuan Pajak

Penghasilan disampaikan

setelah akhir Tahun Pajak

Keterangan :

- Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

- Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

- Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Sumber : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007

3. Sanksi Perpajakan dan Administrasi

Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing-masing pasal Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Adapun konsep dari sanksi perpajakan menurut Mardiasmo (2009:57) menyatakan bahwa:

“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti /ditaati /dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan”.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.


(46)

Sedangkan Sanksi Administrasi menurut Mardiasmo (2009:57) adalah “Sanksi administrasi merupakan pembayaran kepada negara khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.”

Dapat disimpulkan bahwa pada intinya yang dimaksud dengan sanksi

administrasi merupakan pembayaran atas kerugian kepada negara

danpembayaran atas kerugian ini dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan. 1. Jenis Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga). Adapun jenis-jenis sanksi menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut :

a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.

Berdasarkan pengertian diatas maka maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sanksi administrasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu denda yang dikenakan karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan pelaporan dalam hal ini berkaitan dengan pelaporan SPT, bunga yang dikenakan karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan


(47)

pembayaran pajak, dan kenaikan yang dikenakan karena pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban yang telah diatur dalam ketentuan material.

Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi ini Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan besarnya tarif sanksi yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak dan penetapan besarnya tarif sanksi ini tentunya telah dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Ketentuan besarnya tarif sanksi administrasi diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat pajak, sehingga mereka tidak menetapkan sanksi sewenang-wenang dan yang pada akhirnya justru memberatkan bahkan mungkin merugikan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.3

Sanksi Administrasi Bunga 2% per bulan

No Masalah Cara membayar atau

menagih

1 Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan

atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa

SSP/STP

2 Dari penelitian rutin:

PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.

PPh pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPN yang terlambat dibayar.

SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.

SPT salah tulis/salah hitung.

SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP

3 Dilakukan pemeriksaan pajak kurang

dibayar (maksimum 24 bulan)

SSP/SKPKB

4 Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, STP SSP/STP

5 SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang

bayar

SSP/STP Sumber: Mardiasmo (2009:58)


(48)

Catatan:

1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan.

2. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain:

a) Bunga karena pembetulan SPT

b) Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran

c) Bunga karena terlambat membayar

d) Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak sementara.

3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan

surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam waktu batas pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP.

4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukan dalam surat ketetapan pajak ditambah pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.

Tabel 2.4

Sanksi Administrasi Denda

No Masalah Cara membayar atau

menagih

1 Tidak/terlambat memasukan/menyampaikan

SPT.

STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000,-


(49)

Masa tetapi belum disidik.

3 Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha. b. Tidak membuat/mengisi faktur.

c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan).

SSP/SKPKB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan)

4 Khusus PBB:

a. SPT, SKPKB tidak/kurang bayar atau terlambat dibayar.

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang bayar.

STP + denda 2% (maksimum 24 bulan).

SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak terutang Sumber: Mardiasmo (2009:58)

2. Perubahan Sanksi Denda Administrasi atas Keterlambatan Atau Tidak Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan maka terdapat perubahan sanksi denda administrasi dimana perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5

Perubahan Nilai Sanksi Administrasi

No Jenis SPT Ketentuan lama Ketentuan baru 1

2

SPT MASA SPT Masa PPN SPT Masa Lainnya

Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

Rp. 500.000,- Rp. 100.000,- 1

2

SPT TAHUNAN SPT Tahunan PPhWP BADAN

SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi

Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-

Rp. 1.000.000,- Rp. 100.000,- Sumber: ortax.org, 2011

Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008. Perubahan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.


(50)

2.1.2.3 Wajib Pajak

Siti Resmi (2008 : 19) menjelaskan bahwa :

“Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.”

Sedangkan menurut Primandita Fitriadi (2007:3) badan adalah:

“sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan yang baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya.

BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan. Organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya”

Sehingga wajib pajak badan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha dengan nama dan dalam bentuk apapun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak.

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Machfud sidik yang dikutip oleh Siti Kurnia rahayu (2010:137-138)

“kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assestment sistem, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut”

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan berarti:

“tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta


(51)

melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (moh. Zain : 2004) seperti yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) menjelaskan bahwa :

“Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana :

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-rundangan perpajakan

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya

Safri Nurmantu seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan bahwa :

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.

Menurut Gunadi (2005:4) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah:

“dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi” Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material :

“1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantive atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undan Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”

Menurut Chaizi Nasucha (2010:139) seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu, kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :


(52)

“a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

b. Kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan

c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”

Erard dan Feinstin seperti yang dikutip oleh Chaizi Nasucha dan selanjutnya oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139) menjelaskan bahwa :

Menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah

Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 kemudian dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu , tentang kriteria kepatuhan wajib pajak menjelaskan bahwa :

“1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir

2. Tidak mempunyai tunggakana pajak untuk semua jenis pajak, kecuali memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terkahir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.”

Maka, pada prinsipnya kepatuhan wajib pajak manurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara.

Predikat wajib pajak patuh menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar


(53)

pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas Negara. Karena, pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan konstribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.

2.1.3.2 Faktor-Faktor Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139), kepatuhan wajib pajak menjelaskan bahwa :

a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;

b. Kepatuhan untuk menyetor kembali surat pemberitahuan (SPT);

c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan

d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan

2.1.3.3 Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh

Wajib pajak patuh menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:142) adalah wajib pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan peduli pajak, yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak perpajakannya. Sebenarnya pemberian predikat wajib pajak patuh, yang sekaligus sebagai suatu pemberian penghargaan bagi wajib pajak, sudah pasti akan memberi motivasi dan detterent effect yang positif bagi wajib pajak yang lain untuk menjadi wajib pajak patuh. Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban peerpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak


(54)

yang belum atau tidak patuh. Fasilitas yang diberikan oleh Dirjen Pajak terhadap wajib pajak patuh adalah :

1. Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan wajib pajak diterima untuk pajak penghasilan (PPh) dan 1 (satu) bulan untuk pajak pertambahan nilai (PPN), tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak.

2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat 2 (dua) bulan untuk PPh dan 7 (tujuh) hari untuk PPN.

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian sebelumnya penulis dapat dari jurnal yang rinciannya sebagai berikut:

Tabel 2.6

Hasil Penelitian dan Kajian Sebelumnya

No Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian

1 Mohd Rizal Palil

and Ahmad Fariq Mustapha

Factors affecting tax compliance behaviour in self

assessment system

The results of this study suggest to policy makers further

on the extent to which tax knowledge is important in a self assessment system and in what ways can it

affect compliance.

2 Supriyati dan Nur

Hidayati

Pengaruh Pengetahuan Pajak Dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

The result of regression show that just tax knowledge variable influence significantly toward tax payer complience


(55)

Peranannya

Pada Kepatuhan Wajib Pajak Dan Petugas Pajak

pemeriksaan yang dijalankan, kepatuhan antara wajib pajak dan petugas pajak (fiskus) dapat terjaga yang disesuaikan dengan tujuan untuk kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tanpa ada kebijakan atau unsur yang lainnya

4 Mohd Rizal Palil

and Ahmad Fariq Mustapha

The Evolution and Concept of Tax

Compliance in Asia and Europe

In conclusion, although various studies have been undertaken to determine as accurately as possible the factors that impact upon tax compliance behaviour, undoubtedly, the

government should consider seriously the

characteristics of non compliant taxpayers, review current regulations and possibly as a result, increase audit

rates and penalty rates (enforcement) as well as attempting to build good relationships with taxpayers in seeking

to improve general tax compliance levels.

5 Andi Pemeriksaan Sederhana

Lapangan PPh Pasal 25 Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

From the calculation of correlation coefficient (R) obtained yield was 0.734 or 73.4%,

this indicates that the correlation between the simple inspection the field for income tax

overpayment of article 25 of the taxpayer compliance agencies in meeting their tax obligations

is strong and has a positive relationship.


(56)

Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak

indicate that there are a significant influence tax knowledge and perception of tax fairness to the level of tax compliance

7 James O.

Alabede, Zaimah Zainol Ariffin dan Kamil Md Idris

Individual taxpayers’ attitude and compliance behaviour in Nigeria: The moderating role of financial

condition and risk preference

The result of the study indicates that taxpayer’s attitude towards tax evasion is positively related to compliance behaviour. Furthermore, the study also reveals that taxpayer’s risk preference has strong negative moderating impact on the relationship between attitude towards tax evasion and compliance behaviour

8 Lukman, Gagarin

Pagalung dan Anwar Borahima

Pengaruh Struktur

Pengendalian Intern (Spi) Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajibannya Di Kota Makassar

The results showed that application of the internal control structure to simultaneously have a positive and significant impact on taxpayer compliance agency

9 Ikhsan Budi R Kajian Terhadap

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepatuhan Wajib Pajak

Empiric result suggest that simultaneous the factors of unequivocal tax regulation and acts, national

philosophy, and educational level of tax obligator are significant statistically in influencing tax obligator obedience

Dari ke sembilan jurnal diatas penulis jadikan acuan untuk menyusun penelitian.


(1)

berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak dengan arah positif. Artinya pengetahuan Wajib Pajak yang baik membuat wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas akan menjadi lebih patuh.

3. Pemeriksaan pajak dan pengetahuan Wajib Pajak secara bersama-sama (simultan) memberikan pengaruh sebesar 65,2% terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas. Diantara variabel independen, pemeriksaan pajak memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas dibanding pengetahuan Wajib Pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak terbukti berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, maka peneliti memberikan saran yang dapat dijadikan masukkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas

secara umum berada dalam kategori baik. Namun, gap yang terjadi antara nilai ideal dan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksaaan dan pelaporan pemeriksaan perlu ditingkatkan. Hal yang jauh dari ideal berkaitan dengan Memberikan daftar dokumen, Menandatangani persetujuan peminjaman, Konfirmasi sidang penutup, Pemberitahuan hasil pemeriksaan, Pemberitahuan surat ketetapan. Untuk itu petugas pajak harus lebih meningkatkan mengenai pelaksanaan pemeriksaan serta pelaporan pemeriksaan.


(2)

2. Pengetahuan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas secara umum berada dalam kategori cukup baik artinya masih jauh dari ideal. Terjadi gap dalam hal koreksi fiskal, mengetahui tarif pajak, pemahaman batas pelaporan, denda keterlambatan, serta sanksi administrasi keterlambatan. Untuk itu sebaiknya petugas pajak lebih meningkatkan pemberian arahan atau sosialisasi terhadap ketentuan sesuai perundang-undangan perpajakan kepada wajib pajak.

3. Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas secara umum berada dalam kategori cukup baik artinya masih jauh dari ideal. Terjadi gap antara kepatuhan menyetorkan kembali SPT, kepatuhan penghitungan pajak, kepatuhan membayar, serta kepatuhan pembayaran tunggakan yang dari hasil penelitian masih tergolong jauh dari ideal. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak selain dari ditingkatkan pemeriksaan pajak dan pengetahuan wajib pajak maka petugas pajak perlu meningkatkan sikap tegas kapada wajib pajak agar wajib pajak lebih patuh dalam hal pembayaran pajak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (2007). Pengtahuan Pajak. Diakses 22 maret 2012 dari: www.kompas.com

Andi. (2009): Pemeriksaan Sederhana Lapangan Pph Pasal 25 Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Kajian Akuntansi, Volume 4, (1), 3-14

Andika, Ajat. (2010): Kepatuhan Pajak masih minim. Diakses 20 maret 2012 dari: www.kompas.com

Basuki, Orin., Djumena, Erlangga. (2010): Kepatuhan Pajak masih rendah Diakses 19 maret 2012 dari: www.kompas.com

Eriksen., Fallan. (1996) Pengetahuan pajak masih rendah. Diakses 24 maret 2012 dari: www.kompas.com

Gardina., Haryanto. (2006): Pengetahuan pajak masih rendah. Diakses 22 maret 2012 dari: www.kompas.com

Hendrawan. (2010): Sosialisasi masih kurang. Diakses 23 maret 2012 dari: www.kompas.com

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia: 199/PMK.03/2007. Tanggal: 28-12-2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Mardiasmo. (2009): Perpajakan. Genesis: Jakarta

Martowardojo, Agus. (2009): Kepatuhan Pajak masih rendah. Diakses 19 maret 2012 dari: www.kompas.com

Narimawati, Umi (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia: Aplikasi Contoh dan Perhitungannya. Jakarta: Agung Media Narimawati, Umi, Anggadini, S.D. & Ismawati, L. (2010). Penilisan Karya Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir Aplikasi Pada Fakultas Ekonomi UNIKOM. Bekasi: Genesis

Nasution, Darmin. (2011). Kepatuhan Pajak. Diakses 19 maret 2012 dari: www.kompas.com

Palil, Mohd Rizal., Mustapha, Ahmad Fariq. (2011): Factors Affecting Tax Compliance Behaviour In Self Assessment System, African Journal of Business Management Vol. 5(33), 12864-12872

Palil, Mohd Rizal., Mustapha, Ahmad Fariq. (2011): The Evolution and Concept of Tax Compliance in Asia and Europe, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(11), 557-563,


(4)

Prasetyo, Wedy. (2011): Pemeriksaan Pajak Dan Peranannya Pada Kepatuhan Wajib Pajak Dan Petugas Pajak, Jurnal Ekonomi Akuntansi Dan

Manajemen, Vol 9 (1), 21-34

Rahayu, Siti Kurnia (2010). Perpajakan Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahmany, Fuad. (2011): Sosialisasi masih kurang. Diakses 22 maret 2012 dari: www.kompas.com

Rinaldi, Oding. (2010): Kepatuhan Wajib pajak. Diakses 22 maret 2012 dari: www.ortax.org

Satriani, Wahyu. (2010): Pengisian SPT masih rendah. Diakses 20 maret 2012 dari: www.kompas.com

Singh. (2003) Pengtahuan Pajak masih rendah. Diakses 24 maret 2012 dari: www.kompas.com

Soemarso, SR. (2007): Pemeriksaan Pajak. Jakrta: Salemba empat

Supriyati., Hidayati, Nur. (2008): Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, akuntansi dan Tehnologi Informasi, Vol 7 (1), 41-50

Taslim. (2007). Pengetahuan Pajak. Jakarta: Genesis

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Widayati. (2007). Pengetahuan Pajak. Yogyakarta: Graha ilmu Widodo, Widi. (2010). Pemeriksaan Pajak. Salemba empat: Jakarta


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Ira Dwi Septianti

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 09 September 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

NIM : 21108174

Jurusan : Akuntansi

Konsentrasi : Pajak

Agama : Islam

Alamat : Jl. Suka Asih Raya Atas No 270 Bandung

PENDIDIKAN

Pendidikan Formal :

1995-1996 : TK Pertiwi Cipeundeuy

1996-2002 : SDN I Cipeundeuy


(6)

2005-2008 : SMAN I Cikalong Wetan

2008-Sekarang : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)

DATA ORANG TUA

Ayah : Beni Binyamin (Alm)

Pekerjaan : -

Ibu : Yati Maryati

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Kp. Babakan Imbangan RT 01 RW 03 Desa

Cibulakan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Juli 2012


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Polonia

8 154 65

Pengaruh pengetahuan pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak : (survey di KPP Pratama Bandung Karees)

0 5 1

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Karees)

11 50 87

Pengaruh penerapan peraturan perpajakan dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak formal :(survey pada wajib pajak di KPP Pratama Cicadas Bandung)

0 9 1

Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

0 3 1

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Manajemen Laba Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada 50 Wajib Pajak Badan Di Wilayah KPP Madya Bandung)

4 26 102

Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Pratama Bandung Tegallega)

0 9 44

Pengaruh Biaya Kepatuhan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Tegallega)

12 62 52

PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK DAN PERSEPSI WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Pengaruh Pengetahuan Pajak Dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Boyolali).

0 5 17

PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK DAN PERSEPSI WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Pengaruh Pengetahuan Pajak Dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Boyolali).

0 1 12