Perancangan Media Informasi Mengenai Kujang

(1)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI MENGENAI

KUJANG

DK38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011

Oleh:

Febi Rusmayadi NIM:

51907112 Program Studi

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

Lembar Pengesahan

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI MENGENAI

KUJANG

DK38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011

Oleh:

Febi Rusmayadi NIM:

51907112 Program Studi

Desain Komunikasi Visual

Disahkan oleh: Pembimbing

Yully Ambarsih Ekawardhani, M.Sn

Koordinator Tugas Akhir /Skripsi


(3)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir PERANCANGAN MEDIA INFORMASI MENGENAI KUJANG. Penyusunan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini adalah salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) pada Program Studi Desain Komunikasi Visual.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki. Namun segala kesulitan, hambatan dan rintangan yang penulis rasakan semuanya dapat teratasi dengan bimbingan, dorongan dan bantuan semua pihak.

Dalam Penyusunan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yully Ambarsih Ekawardhani, M.Sn selaku dosen pembimbing yang memberikan kepercayaaan tugas akhir kepada penulis, serta yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

2. Deni Albar, S.Sn dan Rini Maulina, S.Sn. selaku dosen penguji pada sidang akhir, yang telah memberi kontribusi saran dan kritiknya yang sangat bermanfaat untuk penulis.

3. Kepada Aris Kurniawan, Budi Setiawan, Hadian, Suryadi dan Tedi Permadi, terima kasih yang sebesar-besarnya sebagai narasumber


(4)

ii yang telah memberikan bantuan data dan pengarahannya kepada penulis.

4. Pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahannya, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu, penulis ucapkan terima kasih atas terselesaikannya penulisan Laporan ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap mudah-mudahan jasa baik yang penulis terima dari berbagai pihak akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa Laporan ini masih banyak kekuranganya baik dari segi materi serta visual yang ditampilkan, untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada pembaca jika berkenan memberikan kritik serta saran atas Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini.

Terakhir harapan penulis semoga tulisan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, 19 Juli 2011


(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Sunda yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai masyarakat yang ramah, kreatif, dan religius memiliki filosofi serta nilai-nilai budaya yang luhur, hal ini tercermin dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi oleh sikap “silih asih, silih asah dan silih asuh” yang artinya harus saling mengasihi, saling mengasah atau

mengajari dan saling mengasuh sehingga dapat tercipta suasana masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian dan kekeluargaan.

Pada masyarakat Sunda dewasa ini, landasan dasar yang perlu dimiliki oleh setiap masyarakat Sunda mulai terkikis oleh berubahnya struktur sosial dan perubahan budaya masyarakat, hal ini menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan landasan dasar sikap masyarakat Sunda mulai memudar. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan lingkungan alam, tekanan kebutuhan ekonomi masyarakat dan efektivitas komunikasi dalam setiap individu menjadi salah satu dampak mulai terkuburnya informasi-informasi yang teramat penting dalam menjalani kehidupan sebagai masyarakat Sunda yang sesuai dengan nilai kesundaan.


(6)

2 “Jang, sok de’nge’keun, catet dina hate mane’h”. Itulah kalimat yang diucapkan dari seorang guru untuk memberikan ilmu, adat dan seni budaya yang akan diwariskan kepada muridnya. “Pemuda, silahkan dengarkan, tulis di dalam hati kamu”. Tradisi masyarakat Sunda untuk memahami dan mentaati ajaran yang diberikan oleh guru adat seperti itu menjadi salah satu cara yang sangat ampuh, karena kepatuhan kepada orang yang dinilai paling mengerti akan kehidupan, dapat meresap dalam setiap jiwa pemuda maupun masyarakat Sunda.

Dalam kehidupannya, masyarakat Sunda pada umumnya tidak pernah menuliskan semua ajaran yang diberikan oleh lehuhurnya, karena mentaati memahami dan menjalani setiap adat yang ada menjadi suatu kewajiban yang paling utama. Masyarakat Sunda lebih mengutamakan tapa. Tapa disini bukan berarti berdiam diri di suatu tempat, tetapi melakukan sesuatu kegiatan yang sesuai dengan ajaran leluhurnya, berladang dan menghasilkan benda seni yang memiliki nilai simbolik.

Salah satu wujud kreatif hasil seni budaya masyarakat Sunda adalah kujang. Kujang merupakan salah satu komponen kebudayaan material, benda seni yang masih dapat diketahui bentuk dan jenisnya hingga saat ini. Kujang tidak lahir begitu saja, tentu ada konsep simbolis yang melatarbelakangi keberadaannya, dibentuk oleh perupaan yang terdapat di lingkungan alam pada masa silam dan diwujudkan oleh tradisi teknologi yang berkembang pada saat itu, sehingga terlahirlah hasil seni budaya masyarakat Sunda.


(7)

3 Kujang dilahirkan bukan berarti tidak memiliki fungsi, dalam masyarakat Sunda, pada masa silam kujang digunakan berdasarkan fungsinya masing-masing. Namun saat ini kujang difungsikan sebagai hiasan dan cendera mata. Baik oleh masyarakat Sunda sendiri, apalagi masyarakat yang berkunjung ke wilayah tatar Sunda. Hal ini disebabkan objek maupun kegiatan yang menggunakan kujang sebagai alatnya sudah tidak ada, apalagi untuk dipergunakan dalam aktivitas kesehariannya. Ada sebagian jenis kujang yang masih digunakan saat ini, tetapi lebih bersifat simbolis, seperti digunakan sebagai lambang Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, lambang organisasi ataupun perusahaan.

Meskipun sebagian kujang sudah tidak digunakan berdasarkan fungsinya lagi, kini kujang lebih menjadi sebuah simbol. Sebagai benda seni budaya Sunda yang memiliki perlambangan serta kaya makna. Namun pengetahuan akan makna yang sesungguhnya, hanya diketahui oleh sebagian kalangan masyarakat tertentu saja.

Masyarakat Sunda yang terlahir pada zaman saat ini tidak banyak menemukan infromasi tertulis yang menjelaskan akan konsep simbolis maupun perupaan dan teknologi yang digunakan dalam menciptakan suatu wujud kreatif seni masyarakat Sunda tersebut secara terperinci. Hal ini menjadi beralasan, jika mengacu pada tradisi masyarakat Sunda dalam mewariskan pengetahuan adalah dengan cara mengingat dan memahami serta menjalankan segala perkataan


(8)

4 yang diberikan oleh para leluhur, sehingga untuk memperoleh informasi secara tertulis sungguh teramat langka.

Melesatnya perkembangan teknologi dan budaya masyarakat Sunda, memungkinkan masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi yang diinginkan, apapun jenisnya. Ini merupakan peluang untuk menyebarkan informasi-informasi khusus mengenai sejarah dan latar belakang konsep simbolis dari benda seni budaya Sunda tersebut.

Melihat perkembangan masyarakat saat ini dalam menggunakan teknologi untuk memperoleh informasi, dalam hal ini termasuk masyarakat Sunda, maka keberadaan media informasi yang tepat guna, yang memungkinkan adanya informasi sesuai dengan takaran kebutuhan dari masyarakat itu sendiri. Informasi akan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kujang menjadi salah satu kebutuhan, sebuah asupan bagi karakteristik masyarakat Sunda dewasa ini, upaya pewarisan informasi melalui media kreatif berdasarkan pepatah masyarakat Sunda tradisional “ngindung ka waktu ngawula ka zaman”. Menjadikan media informasi tersebut dapat dicermati dan dipelajari dengan baik sehingga masyarakat dapat mengimbangi informasi yang diperoleh selain mengetahui bentuk kujang dan dapat mengetahui simbol-simbolnya yang kaya makna.

1.2 Identifikasi Masalah

Kujang yang merupakan warisan masyarakat Sunda pada masa silam, memiliki nilai-nilai dan makna kebudayaan yang sangat tinggi


(9)

5 nilainya, melihat latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa identifikasi masalah dalam penulisan laporan ini, yaitu:

1. Tradisi masyarakat Sunda dalam mewarisi ilmu, adat dan budaya dengan cara lisan mulai menghilang.

2. Sebagian masyarakat mengetahui kujang digunakan sebagai cendera mata dan lambang Provinsi Jawa Barat hanya sebatas nama dan bentuknya saja, kurang mengetahui fungsi dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

3. Kurangnya media informasi guna menjelaskan fungsi kujang beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sesuai dengan takaran kebutuhan masyarakat. Bisa dilihat dari keberadaan informasi yang sangat terbatas, baik dalam bentuk cetakan seperti buku ataupun dalam bentuk digital

1.3 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, maka fokus

masalah adalah: “Bagaimana menginformasikan kujang sebagai wujud hasil seni budaya masyarakat Sunda tradisional berdasarkan fungsi dan nilai-nilai yang sesungguhnya, kepada masyrakat Sunda saat ini”.

1.4 Tujuan Perancangan

1. Memberikan pengetahuan mengenai fungsi dan nilai yang terkandung di dalam sebuah kujang.


(10)

6 2. Salah satu upaya pewarisan pengetahuan mengenai kujang pada


(11)

7

BAB II

KUJANG SEBAGAI PRODUK REPRESENTASI JATI DIRI SUNDA

2.1 Pengertian Kujang

Kujang merupakan senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang diakui dalam kebudayaan Nusantara. Secara umum, kujang memiliki pengertian sebagai pusaka yang memiliki kekuatan tertentu dari para dewa dan sebagai sebuah senjata yang digunakan sebagai penolak bala seperti penyakit dan menghalau dari serangan musuh.

Suryadi (2008) menjelaskan, “Kujang adalah senjata tajam seperti keris atau parang. Bentuknya unik, berupa tonjolan pada bagian

pangkalnya dan lengkungan pada bagian ujungnya” (h.12). Permadi (2010) salah satu kolektor sekaligus pemerhati kujang menjelaskan bahwa kujang adalah senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis.

Kujang menurut naskah Sanghyang Siksakandang Karesian

disebutkan sebagai genggaman orang tani, seperti pada kalimat berikut: “Ganggaman wong tani ma: kujang, baliung, patik, kored, sadap. Detya pina[h]ka dewanya, ja paranti ngala kikicapeun iinumeun”. Artinya: senjata orang tani ialah: kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa


(12)

8

yang dapat dikecap dan diminum” (Danasasmita, et.al., dalam Rusmiyati, 2000, h. 25).

2.1.1 Pemahaman Kujang Sunda Tradisional

Kujang Sunda, berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan, banyak sekali mengundang pertanyaan-pertanyaan, mengapa kujang dalam masyarakat Sunda tradisional banyak melibatkan dewa-dewa dari kahyangan dalam kehidupan manusia. Mengapa banyak nama-nama dalam kujang menggunakan nama-nama binatang, seperti kujang Ciung, kujang Jago, kujang Kuntul, kujang Bango, kujang Bangkong, dan lain-lain. Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang dapat diajukan.

Berbagai macam pertanyaan tersebut sekarang ini wajar diajukan, mengingat keberadaannya yang sudah tidak semarak seperti dimasa lalu. Kujang telah ada sebelum modernisme memasuki Jawa Barat. Berdasarkan wawancara dengan nara sumber, Setiawan (2010) kujang adalah simbol kedaulatan Negara Pajajaran yang merupakan produk budaya Sunda tradisional oleh masyarakat Sunda zaman dulu yang berbeda dengan paradigma hidup modern sekarang.

Menurut Sumardjo (2003), “Paradigma budaya moderen adalah ilmu pengetahuan yang rasionalistik, objektif, sistematik”


(13)

9

(h.3). Sedangkan nilai budaya pada kujang adalah pengetahuan spiritual keagamaan.

Setiawan (2010) menegaskan bahwa memahami sebuah kujang tidak tepat bila mempergunakan pola keilmuan moderen, misalnya kaidah-kaidah yang berasal dari filsafat barat. Kujang hanya dapat dipahami apabila dikembalikan kepada budaya aslinya, yakni budaya mistis-spiritual masyarakat Sunda tradisional yang digunakan sebagai simbol kedaulatan negara pada masa itu. Inilah sebabnya masih banyak perdebatan dalam memahami kujang.

Masyarakat Sunda tradisional pada dasarnya merupakan masyarakat yang religius. Masyarakat Sunda tradisional sudah memiliki kepercayaan yang dianut oleh nenek moyangnya, sehingga kepercayaan tersebut tidak hilang dengan pergantian masa, disamping datangnya agama Hindu, Budha, Kristen, dan Islam.

Dalam suatu agama selalu ada dua hal pokok yang dapat diamati, yaitu apa yang harus dipercayai dan apa yang harus dikerjakan oleh penganutnya, sehubungan dengan yang dipercayainya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Animisme dan Dinamisme.

Animisme adalah suatu bentuk religi berdasarkan kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus


(14)

10

yang menempati alam sekitar tempat tinggal manusia (Melalatoa, 2004). Sedangkan dinamisme berasal dari kata Yunani, dinamis yang berarti daya, kekuatan, kemampuan untuk mengerjakan sesuatu (Harisusanto, 2004).

Latar belakang sejarah keagamaan dan kepercayaan yang terdapat di Indonesia menurut Syahbana dalam Rosyadi, Satriadi, Harsono, Lasmiyati, Purnama, Rachmawati, Masduki, Nisfiyanti (2005), “Bahwa, lama sebelum diproklamasikannya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, penduduk Indonesia yang disebut dengan masyarakat Nusantara Purba telah mengenal berbagai macam kepercayaan. Pikiran mereka pada saat itu banyak diarahkan pada bagaimana mereka akan mendapatkan bantuan dari roh-roh jahat. Untuk semua ini maka dilakukan upacara-upacara, membuat sesajen dan sebagainya” (h.304).

Praktek-praktek dalam kegiatan kepercayaan seperti itu masih terus dijalankan atau dikerjakan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Hal ini membuktikan telah terjadi penyatuan pemahaman yang sejalan antara kepercayaan asli nenek moyang masyarakat Sunda dengan agama yang datang. Oleh karena itu, dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat Indonesia telah beragama dan berkepercayaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia pada umumnya.


(15)

11

Pemahaman kepercayaan asli nenek moyang bangsa Indonesia sejalan dengan agama yang datang, salah satunya agama Islam. Hal ini dibenarkan oleh salah satu kuncen Rumah Adat Cikondang yang ada di daerah Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat, Ilin Dahsyah atau lebih dikenal dengan sebutan Abah Ilin (2010), menjelaskan bahwa kepercayaan yang ada di dalam lingkungan masyarakat Sunda sejalan dengan ajaran agama Islam yang datang ke Indonesia, ritual keagamaan yang dijalani oleh masyarakat selalu dikaitkan dengan ritual kepercayaan asli nenek moyang masyarakat Sunda. Hal ini ditujukan untuk menghormati jasa-jasa para leluhur atas kehidupan yang dinikmati oleh masyarakat Sunda sekarang yang menghuni perkampungan Cikondang.

Kaitannya dengan kujang adalah kenyataan bahwa kujang merupakan produk budaya masyarakat Sunda tradisional yang paradigma berpikirnya mistis-spiritual, jauh dari paradigma berpikir modern. Pemikiran asli religi budaya mistis-spiritual Sunda dan suku-suku Indonesia pada umumnya adalah dualisme antagonistik.

Pokok pemikiran asli religi budaya mistis-spiritual Sunda dan suku-suku Indonesia umumnya adalah dualisme-antagonistik.

Seluruh yang ada di lingkungan ini selalu terdiri dari dua unsur yang saling bertentangan. Keberadaan itu sendiri terdiri dari keberadaan spiritual, rohani, dan keberadaan kebendaan atau material.


(16)

12

Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda dan bertentangan. Begitulah hidup ini yang diyakini oleh masyarakat Sunda tradisional, apabila ingin hidup dalam keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan, kehidupan, maka harus selalu diusahakan adanya kesatuan dasar antagonistik tersebut. Dasar-dasar dari kesatuan yang saling bertentangan dalam sistem keberadaan itu akan menuju ke suatu kondisi tertib, damai, stabil dan tidak terganggu oleh perubahan-perubahan (Sumardjo, 2003, h.5).

Asas kesatuan atau harmoni ini berlaku untuk semesta ini, untuk kehidupan bernegara, kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, kehidupan religi dan lain-lain yang terkandung dalam sebuah kujang. Dengan dasar berpikir dalam logika budaya mistis-spiritual ini maka, masyarakat Sunda dan suku-suku lain membagi keberadaan ini menjadi Dunia Atas yang spiritual dan Dunia Bawah yang material. Kedua Dunia tersebut harus selalu menjadi kesatuan agar hidup ini terus berproses.

Berdasarkan kutipan dari Sumardjo (2003) ”Dunia Atas dan

Dunia Bawah adalah antagonistik. Kalau dunia atas itu bersifat laki-laki, maka dunia bawah adalah perempuan. Dunia Atas itu matahari, Dunia Bawah adalah bulan. Kalau Dunia Atas itu tanah, maka Dunia Bawah itu air atau sebaliknya. Apabila Dunia Atas itu dilambangkan dalam bentuk burung, maka Dunia Bawah bentuk ular. Burung sebagai lambang Dunia Atas banyak didapat di


(17)

13

lingkungan suku-suku Indonesia, yang seringkali digantikan oleh lambang kuda, harimau, tongkat atau batu berdiri. Sedangkan Dunia Bawah yang berbentuk ular atau naga sering diganti pula

dengan bentuk kerbau, laut, air atau segala mahluk air” (h.6-7). Disini jelas mengapa banyak kujang yang mengacu pada karakteristik bentuk burung dan hewan lainnya. Dalam religi mistis-spiritual masyarakat Sunda, manusia hanya dapat mengundang makhluk atau roh Dunia Atas ke Dunia Bawah, tetapi manusia tidak dapat pergi ke Dunia Atas. Inilah sebabnya dalam pelaksanaan upacara-upacara adat Sunda maupun upacara-upacara kesakralan lainnya selalu menyediakan sesaji untuk disembahkan atau memanggil Dunia Atas untuk datang ke Dunia Bawah.

2.1.2 Asal Usul Nama Kujang

Asal usul nama kujang, saat ini masih menjadi salah satu perdebatan yang masih diperbincangkan di kalangan masyarakat pemerhati kujang, seperti kujang berasal dari kata Ku Jawa Hyang

atau Ku Dyah Hyang, dalam tulisannya Kurniawan (2008) berpendapat bahwa:

Kujang berasal dari kata Ku Jawa Hyang atau Ku Dyah Hyang, sebagai wujud dari dimulainnya sistem ketatanegaraan di wilayah Sunda Besar atau Nusa Kendeng

atau Dwipantara, yang sebelumnya merupakan negara yang berkarakteristik agama atau Kadatuan atau Karesian. Sementara nama ”Dyah” dalam penamaan Kujang, diambil dari seorang putri yang bernama Dyah Galuh Kandiawati


(18)

14

Nagara Kendan/Nagrek atau Alengkadiraja yang berada wilayah sekitar Cicalengka sekarang. Pertama kali lambang negara dipegang oleh Dyah Galuh Kandiawati, maka sejak itu lambang nagara dinamakan Ku Dyah Hyang atau Kudi, untuk wilayah Nusa Kendeng disebut juga Ku Jawa Hyang, yang mempunyai makna wilayah Sunda Besar. Perkembangan sistem nagara purba kemudian berpengaruh pada istilah dan pemaknaan Kudi dan Kujang. Secara umum, kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa atau hyang, dan sebagai sebuah senjata dan pusaka sejak dahulu hingga saat ini kujang menempati satu posisi yang sangat khusus dikalangan masyarakat Sunda Purba atau Sunda Besar.

2.1.3 Estetika Bentuk dan Jenis Kujang Berdasarkan Bentuk A. Estetika Bentuk

Bentuk kujang yang tersebar di masyarakat memiliki banyak versi dari setiap jenisnya, selain perupaan bentuk kujang yang mengacu pada bentuk binatang seperti yang telah diungkapkan, ada pula yang mengacu dari perupaan pewayangan. Seperti yang dijelaskan dalam rangkuman makalah Kurniawan (2008) Banyak versi mengenai asal muasal bentuk perupaan Kujang, diantaranya:

 Manuk atau burung

 Kembang Paku

 Semar dalam pewayangan

 Manusia berjenis kelamin wanita, sebagai lambang Ibu Pertiwi / Dewi Sri Pohaci / Dewi Bumi


(19)

15  Kuku Pancakanaka Bima dalam pewayangan atau Sri

Bima

 Bangkong atau kodok

 Badak Jawa bercula satu

 Soang atau angsa

 Wayang Kulit, dan lain sebagainya.

Dilihat dari berbagai versi bentuk kujang tersebut diatas, ada kecenderungan untuk melakukan peniruan terhadap alam. Mengingat alam adalah sumber kehidupannya.

B. Jenis Kujang Berdasarkan Bentuk

Kujang yang banyak dikenal saat ini oleh masyarakat Sunda terdiri dari tujuh jenis kujang, yaitu kujang Ciung, kujang Jago, kujang Kuntul, kujang Bangkong, kujang Badak, kujang Naga dan kujang wayang. Seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini:

Gambar Kujang Penjelasan

Kujang Ciung

Bentuknya menyerupai burung ciung. Kata Ciung dalam penamaan Kujang Ciung mengarahkan kepada seorang tokoh dalam babak Banjar Nagara yang bergelar Ciung Wanara atau Sang Manarah atau Maharaja Panunggalan. Kujang Ciung yang juga merupakan kategori kujang pusaka yang berfungsi sebagai penolak bala. Kata “Ciung” merupakan personifikasi Burung, Esensi makna hakekat dari Ciung adalah kata “Ca‟ang”, mengarahkan pada Buana Nyungcung, yang merupakan tempat yang paling tinggi kedudukannya.


(20)

16

Kujang Jago

Bentuknya menyerupai bentuk ayam jantan atau jago, merupakan silib dari seorang tokoh sejarah yaitu Pangeran Jagabaya atau Syekh Abdul Muffakir Suryakusumah atau Rangga Megat Sari pada dekade Catur Rangga, yaitu: Rangga Gede, Rangga Gading, Rangga Bungsu. Kata Jago mempunyai makna Karakter atau sifat maskulin, untuk menyatakan bahwa wali nagara atau pelaksana nagara adalah para Jago. Kujang Bango

Bentuknya menyerupai burung kuntul atau bango. Kata Bango atau Kuntul dalam penamaan Kujang Bango mengarahkan kepada seorang tokoh dalam babak Banjar Nagara yang bergelar Ra-Hyang Banga atau Hariang Banga atau MaharajaTamperan Barmawijaya atau Rakai Panangkaran yang mengisyaratkan Buana Larang (Marcapada).

Kujang Bangkong

Bentuknya menyerupai katak. Kata Bangkong dalam penamaan Kujang Bankong berasal dari kata Purba Hyang Kara Bang Ka Hyang Bangkong, yang berarti ajaran Purba yang Agung atau Sunda Wiwitan – Kara Wiwitan dan sekaligus mengarahkan kepada seorang tokoh Prabu Sungging Purbangkara atau Aji Saka I atau Haji Raksa Gapura Sagara dalam babak Salaka Nagara – Salaka Domas, yang kemudian menurunkan Dinasti Sunda .

Kujang Badak

Bentuknya menyerupai badak Jawa, kata badak dalam penamaan Kujang Badak mengarahkan kepada seorang tokoh dalam babak Pajajaran Nagara atau Dwipantara yang bergelar Prabu Badak Singa/ Sri Jaya Bupati/ Prabu Detya Maharaja/ Prabu Gajah Agung, yang mengemban misi Kartanagara–Kartagama. Kata Badak dalam penamaan Kujang ini merupakan bentuk siloka dari Bagawat Kara Sunda. Bagawat adalah seorang Pandita ratu, yang menunjukan posisi guru resi.

Kujang Naga

Bentuknya menyerupai binatang mitologi naga yang melambangkan dunia atas. Dalam mitologi Hindu, Naga merupakan perpaduan antara binatang burung, ular dan rusa. Karakteristik dari kujang Naga memiliki waruga besar dengan si‟ih yang meyebar di bagian tonggong. Kujang Naga merupakan ganggaman/ pusaka para Raja dan para Ratu atau wali nagara.


(21)

17

Kujang Wayang

Kata Wayang mengarahkan kepada seorang tokoh yang bernama Dewi putri Aki Tirem/ yang kemudian menjadi istri dari Dewawarman/ Aji Saka II yang mendirikan Kuta di hulu sungai Maha Kama atau Kuta Nagara.

Tabel 2.1 Jenis Kujang (tabel lanjutan h.15-16) Sumber: Budi Setiawan

Kujang memiliki struktur bentuk atau lebih dikenal dengan waruga yang berbeda-beda dari tiap jenis kujang yang ada. Dilihat dari tabel diatas, bentuk kujang memiliki perbedaan bentuk yang sangat menonjol, seperti yang dikatakan oleh Suryadi (2008) kujang memiliki struktur waruga, diantaranya sebagai berikut:

1. Papatuk/ congo atau dalam bahasa Indonesia disebut paruh adalah bagian ujung yang runcing. Karena bentuk kujang bermacam-macam, bentuk papatuk pun demikian. Ada yang runcing, ada yang tumpul, ada pula yang berbentuk wayang. Ujung kujang yang runcing digunakan untuk menoreh atau mencungkil.

2. Eluk/ silih memiliki kombinasi bentuk yang beragam. Nyaris semua bentuk kujang memiliki eluk yang berbeda. Bergantung pada jenis kujang juga mata kujang yang mendampinginya.


(22)

18

3. Tadah dalam bahasa Indonesia berarti penahan. Tadah berupa lengkungan kecil pada bagian bawah perut kujang. Bagian ini digunakan untuk menangkis dan memelintir senjata musuh agar terpental dari genggaman.

4. Mata kujang adalah bagian senjata yang menjadi karakter kujang. Lubang-lubang kecil pada bilah kujang yang pada awalnya tertutup logam (biasanya emas atau perak) atau batu permata. Namun kebanyakan kujang yang ditemukan hanya menunjukkan sisanya berupa lubang-lubang kecil. 5. Beuteung atau perut dalam bahasa Indonesia, memiliki

kemiripan dengan sisi tajam pisau. Sisi tajam perut kujang ini digunakan seperti halnya punggung kujang.

7. Tonggong dalam bahasa Indonesia berarti punggung. Kujang merupakan senjata dengan dua sisi yang tajam. Hal itu dipertegas dengan ungkapan yang lazim dipakai dalam kehidupan masyarakat Sunda: kujang dua pangadekna. 8. Paksi yaitu bagian ekor kujang yang lancip untuk

dimasukkan ke dalam lubang gagang kujang.

9. Selut yaitu ring pada ujung atas gagang kujang. Bagian ini digunakan untuk memperkokoh cengkraman gagang kujang pada ekor (paksi).

10. Ganja sering disebut pula ladean, yaitu sebutan khas untuk gagang (tangkai) kujang. Pada umumnya kujang yang


(23)

19

ditemukan sudah tidak memiliki ganja karena ganja terbuat dari bahan kayu yang lazimnya mudah lapuk.

11. Pamor/ hiasan, kujang terbuat dari besi, baja, dan bahan pamor (semacam baja putih, nikel, yang ditempakan pada bilah senjata tradisional lainnya). Pamor adalah hiasan pada bilah sentaja tradisional. Cara menghias atau menggambarnya bukan dengan diukir melainkan dengan teknik tempaan yang menyatukan unsur-unsur logam yang berlainan sebagai bahan dasar untuk membentuk pola lapisan pada bilah senjata tradisional.

Gambar 2.1 Struktur Bagian Kujang Sumber: Budi Setiawan

Selain bentuk waruga yang berbeda-beda, ada pula perbedaan lainnya meskipun bentuknya sama, yaitu mata atau lubang pada kujang. Mata atau lubang yang terdapat pada


(24)

20

kujang biasanya terdiri dari satu lubang hingga sembilan lubang, bahkan ada kujang yang tidak memiliki lubang atau mata

disebut dengan “kujang Buta”. Ada yang mengatakan lubang tersebut ditutupi oleh logam (emas atau perak) atau juga batu permata. Akan tetapi dari kebanyakan kujang yang terdapat di masyarakat maupun yang berada di museum lubang tersebut tidak tertutupi seperti yang dikatakan. Selain lubang atau mata yang terdapat pada kujang ditutupi oleh logam, kujang yang memiliki mata satu maupun hingga yang bermata sembilan melambangkan tahap status si pemakainya.

Gambar 2.2 Mata atau Lubang pada Kujang Sumber: Budi Setiawan

Meskipun banyak yang mengatakan bahwa kujang hanya digunakan oleh para petani, namun menurut berita Pantun Bogor oleh Djatisunda (2000), tidak menjelaskan bahwa kujang dipakai oleh seluruh warga masyarakat secara umum. Perkakas ini

1

2

4

5

7

8

3


(25)

21

hanya digunakan oleh kelompok tertentu, yaitu para Raja, Prabu Anom (Putera Mahkota), Golongan Pangiwa, Golongan

Panengen, Golongan Agama, para Putri serta Golongan Kaum Wanita tertentu, para Kokolot. Sedangkan rakyat biasa hanya menggunakan perkakas-perkakas lain seperti Golok, Congkrang, Sunduk. Kalaupun diantaranya ada yang menggunakan kujang, hanya sebatas kujang Pamangkas dalam kaitan keperluan berladang.

Setiap bangsawan, para pejabat negara sampai kepada Kokolot, dalam pemilikan kujang tidak sembarangan memilih bentuk. Namun, hal itu ditentukan oleh status sosialnya masing-masing. Bentuk kujang untuk Raja tidak boleh sama dengan kujang milik Balapati. Demikian pula kujang milik Balapati mesti berbeda dengan kujang miliknya Barisan Pratulup, dan seterusnya (Djatisunda, 2000, h.6).

Djatisunda (2000) juga mengatakan bahwa para pemilik kujang, tentu saja memiliki tugas dan peran yang berbeda, seperti yang terdapat pada struktur jabatan Pemerintahan Negara Pajajaran sebagai berikut:

1. Raja

2. a. Lengser (Penasehat Raja)

b. Brahmesta (Pendeta Agung Kerajaan) 3. Prabu Anom (Putera Mahkota)


(26)

22

4. Bupati Panangkes (Bupati di Pakuan yang mengurus masalah-masalah umum) dan Balapati (Pejabat khusus urusan perang).

5. Geurang serat (sekretaris kerajaan).

6. Para Bupati Pakuan dan Bupati luar Pakuan (Bupati di Pakuan dan di luar Pakuan, dalam masalah pemerintahan). 7. Para Patih, termasuk patih Tangtu (patih yang mengurus

hal-hal yang sakral) dan mantri paseban (mantri yang mengurus upeti)

8. Para Lulugu 9. Para Kanduru 10. Para Sambilan

11. Para Jaro termasuk Jaro Tangtu

12. Para Bareusan, Para Guru, Para Pangwereg 13. Para Kokolot.

Jabatan Prabu Anom (3) sampai para Bareusan, para Guru, juga para Pangwereg (12), tergabung di dalam golongan

Pangiwa dan Panengen. Tetapi dalam pemilikan dan pemakai kujang ditentukan oleh kesejajaran tugas dan fungsinya masing-masing, seperti:

a. Kujang Ciung mata 9; hanya dipakai khusus oleh Raja. b. Kujang Ciung mata 7; dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu


(27)

23

c. Kujang Ciung mata 5; dipakai oleh Geurang Seurat, Bupati Pamingkis dan Para Bupati Pakuan.

d. Kujang Jago; dipakai oleh Balapati, para Lulugu dan Sambilan.

e. Kujang Kuntul; dipakai oleh Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu, Patih Jaba dan Patih Palaju). Juga digunakan oleh para Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paseban, Mantri Layar, Mantri Karang dan Mantri Jero).

f. Kujang Bangkong; dipakai oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas, Guru Cucuk.

g. Kujang Naga; dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Jaro Tangtu, Jaro Gambangan.

h. Kujang Badak; dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, Prajurit, Paratulup, Pangawin, Sarawarsa, Para Kokolot.

Selain diperuntukkan bagi para pejabat tadi, kujang digunakan juga oleh kelompok agama, tetapi kesemuanya hanya satu bentuk yaitu kujang Ciung, yang pembedaan

tahapannya ditentukan oleh banyaknya “mata”. Kujang Ciung

bagi Brahmesta (Pendeta Agung Negara) yaitu bermata -9, sama dengan peruntukan Raja. Kujang Ciung bagi para Pandita bermata -7, para Geurang Puun kujang Ciung bermata -5, Para


(28)

24

Puun kujang Ciung bermata -3, para Guru Tangtu Agama dan para Pangwereg Agama, kujang Ciung bermata -1.

2.1.4 Kujang Menurut Fungsi

Melihat latar belakang masyarakat Sunda dalam kehidupannya bergantung dari alam, tentu saja perladangan merupakan salah satu kegiatan untuk mencukupi kehidupan masyarakat Sunda, kujang menjadi salah satu perlengkapan yang tidak dapat dipisahkan karena fungsinya digunakan sebagai alat pertanian. Pertanian menjadi satu mata pencaharian yang sangat berpengaruh untuk menghidupi seluruh masyarakat yang ada pada saat itu.Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat disaksikan hingga saat ini, yaitu pada masyarakat Baduy, Banten dan Kuningan.

Kujang selain difungsikan sebagai perlengkapan perladangan, ada pula kujang yang digunakan oleh masyarakat Sunda tradisional sebagai perlengkapan alat upacara adat dan ritual keagamaan, kujang sebagai alat upacara kenegaraan, kujang sebagai alat mempertahankan diri dan kujang sebagai pelindung keselamatan diri (kujang pusaka) dan marabahaya yang mengancam.

Setiawan (2010) menjelaskan fungsi Kujang dibagi menjadi beberapa hal diantaranya sebagai berikut:


(29)

25

Gambar Kujang Fungsi Kujang Kujang Pusaka

Digunakan sebagai simbol pelindung keselamatan diri, keluarga, bahkan masyarakat sekitarnya, demi terhindar dari marabahaya yang mengancam.

Kujang Pakarang

kujang dengan fungsi sebagai senjata, bukan untuk menyerang tetapi hanya untuk mempertahankan diri “bela diri” atau dikala keadaan sangat terpaksa.

Kujang Pamangkas

Kujang pamangkas sebagai sarana upacara seren taun (pamungkas) atau juga upacara membabat hutan untuk membuka lahan pertanian (nyacar), upacara memotong padi dan padi yang pertama akan dipotong oleh kujang ini.

Kujang Pangarak

Kujang Pangarak diperuntukkan atau berfungsi sebagai sarana upacara kenegaraan. Cara mempergunakannya dipikul, oleh barisan terdepan dengan menggunakan ladean (tongkat) sebagai gagangnya.

Kujang Sajen

Kujang Sajen berfungsi sebagai alat upacara adat dan ritual keagamaan atau ruwatan desa. Disajikan atau disimpan diantara sesajen yang disiapkan untuk ritual.

Tabel 2.2 Kujang menurut fungsi Sumber: Budi Setiawan

2.2 Kujang Identitas Masyarakat Sunda

Identitas secara etimologis (ilmu bahasa yang mempelajari asal-usul suatu kata), kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1)


(30)

26

kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip dengan satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) pada tataran teknis, pengertian etimologis di atas hanya sekedar menunjukan tentang sesuatu

kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata „identik‟, misalnya menyatakan bahwa „sesuatu‟ itu mirip satu dengan yang lain, (Webster. New World Dictionary dalam Liliweri, 2002, h.69).

Kujang yang mencerminkan ketajaman dan melambangkan kekuatan serta keberanian untuk melaksanakan kewajiban dan melindungi hak dan kebenaran, hal tersebut merupakan salah satu sikap yang harus dijalani oleh masyarakat Sunda. Kujang merupakan identitas masyarakat Sunda. Kujang dianggap sebagai penyambung antara masa lalu dan sekarang, dengan menyebut kujang, masyarakat Sunda diharapkan akan mengingat akar jatidirinya. Teringat akan identitas budaya asalnya yang dihidupi oleh alam. Kujang menjadi spirit dalam mengarungi kehidupan, kehidupan yang diibaratkan sebagai medan peperangan, perang ideologi, budaya dan ekonomi. Kujang yang merupakan teman berperang (batur ludeung) menjadi penjaga semangat masyarakat Sunda yang utama, semangat keberanian yang telah diwariskan oleh leleuhur melalui simbol kujang.


(31)

27

2.2.1 Perubahan Sosial Masyarakat Sunda

Perubahan masyarakat Sunda dapat dilihat dari perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Perubahan sosial meliputi perubahan dalam cara hubungan sosial antar individu, kelompok maupun masyarakat. Perubahan sosial merupakan dampak dari kondisi lingkungan sekitar yang berubah pula. Perubahan kebudayaan merupakan perubahan informasi maupun tradisi yang yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Perubahan masyarakat merupakan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin menciptakan perubahan, berubah lebih baik dari sebelumnya.

Dewasa ini, perubahan masyarakat Sunda akan menimbulkan perbedaan generasi, yaitu generasi tua dan generasi muda. Generasi tua merupakan generasi yang dibesarkan dan melalui masa lalu, norma dan nilai-nilai adat kebiasaannya telah terbentuk. Generasi muda adalah generasi masa kini menuju masa depan, generasi muda dilahirkan serta berkembang saat ini, sedang membentuk diri dalam perubahan-perubahan masa lalu. Sehingga timbullah hubungan antara generasi tua dan generasi muda, generasi tua dapat memberikan


(32)

28

norma dan nilai-nilai adat yang sebelumnya pernah dialami kepada generasi muda.

Dalam Surjadi (2010), “para ahli mengemukakan faktor -faktor penyebab perubahan masyarakat adalah -faktor pendidikan, usaha pembangunan dan media massa” (h.257):

A. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana sosial yang dapat mempertemukan masyarakat satu dengan masyarakat lainnya, dimulai dari tingkat dasar, menengah, atas hingga perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan wilayah lingkungan sosial paling banyak dihuni oleh penduduk masyarakat Sunda itu sendiri maupun penduduk dari luar masyarakat Sunda, sehingga terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain. Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan masyarakat saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya

Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan masyarakat untuk menilai apakah


(33)

29

kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.

B. Usaha Pembangunan

Masyarakat Sunda yang tinggal di perkampungan dan desa, saat ini sudah tidak sulit untuk akses menuju kota. Dibangunnya jalan, jembatan membuat interaksi dengan dunia luar khususnya kota menjadi mudah untuk ditempuh. Pembangunan berbagai pabrik pun dibangun disekitar pinggiran kota, sehingga masyarakat kalangan pemuda yang pendidikannya hanya sebatas lulusan SD, SMP dan SMA yang tinggal di desa, terdorong untuk mengadu nasib dengan bekerja sebagai karyawan buruh pabrik dengan penghasilan yang tetap. Tidak seperti generasi tua yang bekerja sebagai petani maupun peladang yang dinilai tidak memiliki penghasilan yang tetap.

C. Media Massa

Media massa merupakan faktor berikutnya yang mendukung perubahan sosial dan kebudayaan pada masyarakat, seperti televisi, radio, surat kabar bahkan media jaringan (internet). Sebelum teknologi berkembang seperti saat ini, siaran radio di kalangan masyarakat Sunda lebih terjangkau


(34)

30

dibandingkan siaran televisi, karena mayoritas masyarakat Sunda yang hidup sebagai peladang belum mampu untuk memiliki sebuah televisi. Radio merupakan teknologi yang dianggap maju oleh masyarakat dalam menikmati hiburan yang disiarkan.

Saat ini teknologi semakin berkembang dan dapat terjangkau oleh kalangan menengah. Kepemilikan televisi menjadi salah satu kebanggaan, karena dapat menikmati berbagai acara yang disiarkan seperti film dan informasi lainnya.

Media massa menjadi sebuah jembatan penghubung untuk menghinformasikan kebudayaan yang ada didalam maupun diluar kebudayaan masyarakat Sunda, sehingga masyarakat dapat membandingkan apakah kebudayaan yang ada didalam lebih baik atau sebaliknya dengan kebudayaan yang ada diluar.

Apabila perubahan sosial budaya tersebut tidak berpengaruh pada keberadaan atau pelaksanaan nilai dan norma, maka perilaku masyarakat akan positif. Namun, jika perubahan sosial budaya tersebut menyimpang atau berpengaruh pada nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan negatif.


(35)

31

2.2.2 Perubahan Fungsi Kujang

Selain perubahan sosial budaya Sunda, pada saat ini, fungsi kujang mengalami perubahan. Kujang dibagi berdasarkan fungsi, dan sekarang ini semakin berkurang objek dan kegiatan yang menggunakan kujang sebagai alat kelengkapannya. Maka fungsi-fungsi seperti kujang pusaka, pangarak, pakarang, dan sajen semakin hilang. Yang tertinggal hanyalah kujang pakakas. Masih ada masyarakat Sunda yang menggunakan untuk keperluan sehari-hari seperti di masyarakat Baduy (Kanekes) dan Kuningan.

Kujang pada masa Sunda tradisional, digunakan untuk membantu keperluan sehari-hari masyarakat, sehingga keberadaannya tidak akan lepas dari kebutuhan masyarakat pada saat itu. Demikian pula dengan kepemilikan kujang tertentu, tidak sembarang masyarakat memilikinya karena ada kelompok-kelompok tertentu yang boleh memiliki kujang berdasarkan kedudukannya.

Kini, kujang dijadikan sebagai salah satu unsur visual dalam beberapa lambang organisasi maupun pemerintahan. Kujang yang sebelumnya disakralkan dan dihormati, hanya terdapat pada kalangan masyarakat tertentu saja. Tetapi kini, hal-hal yang dinilai mendasar tersebut justru ditinggalkan. Kujang memang masih ada, masih beredar di masyarakat tetapi


(36)

32

lebih merupakan replika dari kujang yang sebelumnya, merupakan tiruan seutuhnya ataupun ada perubahan-perubahan sesuai dengan permintaan pemesanan kujang. Selain itu kujang saat ini dijadikan sebagai cenderamata maupun dekorasi hiasan rumah. Masyarakat melihat kujang bukan dari kekuatan magis yang terdapat pada kujang, namun estetika bentuk kujang yang berbeda dengan senjata tradisional lainnya. Hal ini yang menyebabkan banyak kujang digemari oleh masyarakat. Pernyataan ini berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pengrajin kujang yaitu Jajang Rambo (2011) yang menjelaskan bahwa masyarakat saat ini, memesan kujang hanya sebatas ingin mengkoleksi secara pribadi maupun untuk cendera mata. Masyarakat banyak yang kurang mengetahui sejarah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, melihat kujang dari segi bentuk estetika yang indah. Selain itu penikmat kujang adalah kalangan kolektor ataupun anggota masyarakat yang berniat untuk menjadikan media pengenang Sunda masa lalu. Dari segi usia, berkisar dua pulih lima tahun hingga enam puluh tahun.

2.2.3 Informasi Kujang di Masyarakat Sunda

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, masyarakat mengetahu informasi mengenai kujang masih sebatas dari segi bentuk dan namanya saja, tidak semua masyarakat mengetahui


(37)

33

nilai-nilai simbolik yang terkandung di dalamnya. Hal ini dibenarkan oleh beberapa narasumber sekaligus pemerhati kujang, bahwa masyarakat Sunda sekarang melihat kujang lebih mengedepankan segi keindahan bentuk kujang itu sendiri. Informasi mengenai makna simbolik kujang, tidak tersebar merata pada semua masyarakat. Masih ada, tetapi terbatas pada para pemerhati kujang yang mengerti akan sejarah budaya Sunda dan naskah-naskah kuno yang menyebutkan kujang. Bahkan, hingga saat ini kujang masih diperdebatkan oleh kalangan pemerhati kujang. Ini yang menyebabkan informasi mengenai kujang masih sedikit untuk dipelajari lebih jauh.

Keberadaan media elektronik seperti situs, blog dan situs-situs lainnya menjadi salah satu pilihan media yang dapat digunakan untuk mempelajari kujang oleh masyarakat Sunda saat ini secara khusus dan masyarakat Indonesia umumnya. Selain itu, hasil penelitian, seminar mengenai kujang dan perkumpulan komunitas mengenai informasi kujang menjadi salah satu cara dalam memberikan informasi kujang.

2.2.4 Media Informasi Kujang

Menurut Arsyad (seperti dikutip Lucyana, 2006), “kata

media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah


(38)

34

(dikutip oleh Lucyana, 2006), media adalah sebuah alat yang

mempunyai fungsi menyampaikan pesan” (h. 14).

Menurut Amsyah (1977) “informasi adalah data yang sudah

diolah, dibentuk atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu. Data adalah fakta yang sudah ditulis dalam bentuk catatan atau direkam ke dalam berbagai bentuk media (contohnya komputer)” (h. 2).

Dengan demikian media informasi kujang adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan informasi berupa data mengenai kujang. Kujang merupakan warisan budaya Sunda sebelum moderen, karya seni budaya sebagai simbol yang memiliki kaya akan makna. Informasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampaian pesan atau media. Gerlach dan Erly

dalam Lucyana (2006) mengatakan “bahwa media apabila

dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat masyarakat

mampu memperoleh pengetahuan dan sikap” (h.15).

Bentuk-bentuk stimulus (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, stimulus adalah perangsang organisme bagian tubuh atau reseptor lain untuk menjadi aktif) dapat membantu sebagai media informasi diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Beberapa bentuk stimulus ini akan membantu dalam


(39)

35

memahami informasi yang diterima. Namun demikian tidaklah mudah menemukan bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.

Komputer merupakan teknologi yang sangat berkembang di masyarakat, sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus, sehingga informasi yang akan diberikan dapat diterima lebih optimal. Pemberi informasi adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merealisasikan bentuk-bentuk stimulus tersebut dalam bentuk informasi. Namun kebanyakan pemberi informasi mengenai sebuah hasil karya budaya Sunda tidak menghadirkan bentuk-bentuk stimulus itu dengan menggunakan komputer, sedangkan komputer tidak menguasai materi informasi.

Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam sebuah program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari dan dipahami sehingga dengan demikian para informan dapat merealisasikan bentuk ide-ide informasi yang akan disampaikan.

Media informasi yang baik dibuat memenuhi beberapa syarat. Media informasi diupayakan bisa meningkatkan motivasi penerima informasi, penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi bagi penerima informasi. Semakin banyak tujuan informasi yang bisa dibantu dengan menggunakan media makin baiklah media itu.


(40)

36

Thorn dalam Lucyana (2006) “mengajukan enam kriteria

untuk menilai multimedia interaktif, kriteria-kriteria tersebut adalah: 1. Kemudahan navigasi

Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajaran bahasa tidak perlu belajar komputer terlebih dahulu

2. Kandungan kognisi

3. Pengetahuan dan presentasi informasi

Kedua kriteria diatas (kognisi dan pengetahuan presentasi informasi) adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan penerima informasi atau belum.

4. Integrasi media

Dimana media harus mengintegrasikan aspek dan keterampilan aspek dan bahasa yang harus dipelajari.

5. Estetika

Untuk menarik minat pembelajar, program harus memiliki tampilan yang artistik.

6. Fungsi secara keseluruhan

Program yang dikembangkan harus memberikan informasi yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seseorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.


(41)

37

2.3 Multimedia

Menurut Vaughan (seperti dikutip Binanto, 2010), Multimedia adalah penggunaan jenis media yang merupakan pengkombinasian teks, seni, gambar, suara, animasi dan video yang disampaikan dengan komputer atau dimanipulasi secara digital dan dapat disampaikan dan atau dikontrol secara interaktif (h.2).

Dari uraian diatas, multimedia dapat diaplikasikan terhadap beberapa bidang, diantaranya:

1 Bidang pendidikan dan pengajaran seperti, tutorial, CD interaktif pengajaran; e-book, e-magazine dan lain-lain. Multimedia dalam bidang pendidikan dan pengajaran sangat dibutuhkan karena, multimedia dapat memberikan pelajaran menjadi lebih menarik dan lebih lengkap. Multimedia dapat membantu pengajar dalam menyampaikan informasi pendidikan lebih interaktif.

2 Bidang hiburan seperti, game, film, animasi; komik interaktif dan lain-lain.

3 Bidang promosi dan pemasaran seperti, web site atau situs, CD interaktif profil perusahaan (company profile), profil produk (product profile).

Multimedia dapat digunakan dari berbagai usia, mulai dari anak-anak usia 5 tahun hingga orang dewasa kira-kira 45 tahun. Multimedia sangat berpengaruh besar dalam proses pembelajaran, seperti dari hasil penelitian oleh Francis M. Dwyer dalam Binanto (2010), antara lain


(42)

38

menyebutkan bahwa setelah lebih dari tiga hari pada umumnya manusia dapat mengingat pesan yang disampaikan melalui tulisan sebesar 10 %, pesan audio 10 %, visual 30 % dan apabila ditambah dengan melakukan, maka akan mencapai 80 %. Berdasarkan hasil penelitian ini maka multimedia interaktif (user melakukan) dapat dikatakan sebagai media yang mempunyai potensi yang sangat besar dalam membantu proses informasi (h.1).

Dalam setiap media informasi tentu saja memiliki kelebihannya masing-masing, seperti pada media informasi multimedia, kelebihan komunikasi melalui meultimedia seperti berikut:

1. Interaktif

Pengguna dapat secara aktif berinteraksi dangan media informasi, sehingga terjadi timbal balik antara pengguna dan perangkat yang digunakan.

2. Bebas dan repetitif

Pengguna multimedia memiliki kebebasan dalam mengakses informasi yang diinginkan, dan dapat berpindah-pindah kepada informasi-informasi yang lain.

3. Pengekalan ingatan

Multimedia yang merupakan pengkombinasian media masukan (input) dan media keluaran (output) hasil jadi (gambar, suara dan teks) maka hal ini dapat menambah daya ingat yang disampaikan terhadap pengguna.


(43)

39

Multimedia saat ini banyak jenis yang digunakan, seperti yang dikatakan Binanto (2010) menjelaskan ada tiga jenis multimedia yaitu: 1. Multimedia interaktif

Pengguna dapat mengontrol apa dan kapan elemen-elemen multimedia akan dikirimkan atau ditampilkan. Contohnya game, CD interaktif, aplikasi program dan lain-lain.

2. Multimedia hiperaktif

Multimedia jenis ini mempunyai suatu struktur dan elemen-elemen terkait dengan pengguna yang dapat mengarahkannya. Dapat dikatakan bahwa multimedia jenis ini memiliki banyak tautan (link) yang menghubungkan elemen-elemen multimedia yang ada. Contohnya web site, game online dan lain-lain.

3. Multimedia linear

Pengguna hanya menjadi penonton dan menikmati produk multimedia yang disajikan dari awal hingga akhir. Contohnya film, musik, siaran tv.

Dari uraian diatas maka media yang bepotensi untuk menyampaikan informasi dan dapat meningkatkan motivasi penggunanya dalam menerima informasi yang diberikan adalah multimedia interkatif.


(44)

40

2.4 Multimedia Interaktif

Multimedia Interaktif adalah suatu alat atau jalur yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan sekaligus dijadikan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan menggabungkan beberapa atau banyak media secara langsung (timbal balik), dimana pengguna secara aktif akan memperoleh kebebasan dalam mengakses pesan yang diperlukan (pengantar Studi Multimedia interaktif I).

Multimedia interaktif merupakan media berisi data informasi yang telah dihubungkan dan disusun dengan data informasi yang lain. Pengguna (user) dapat mengoperasikan setiap tautan (link-link) informasi yang telah disediakan sesuai dengan keinginan. Media ini dapat memunculkan tampilan secara interaktif, hidup dan menarik.

Multimedia interaktif dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Multimedia interaktif online

Media interaktif ini, cara penyampaian informasinya dengan menggunakan jalur jaringan, seperti internet. Jenis multimedia ini termasuk jenis lini atas, karena komunitas sasarannya luas dan dan mencangkup masyarakat luas.

2. Multimedia interaktif offline

Media interaktif yang cara penyampaiannya tidak menggunakan jalur atau jaringan seperti CD interaktif. Media ini termasuk jenis lini bawah, karena sasarannya tidak terlalu luas dan hanya mencangkup daerah tertentu saja.


(45)

41

2.5 CD Interaktif Kujang

Setelah menyimpulkan dari beberapa landasan teori kujang, perubahan sosial budaya, teori tentang media informasi maka penulis berupaya untuk merancang media informasi interaktif kujang sebagai benda seni budaya masyarakat Sunda yang memiliki fungsi dan nila-nilai yang terkandung didalamnya. Hal yang ingin disampaikan adalah informasi mengenai masyarakat Sunda yang sesuai dengan nilai kesundaan dan pengetahuan mengenai fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kujang.

Melihat dari kelebihan media yang dapat berinteraksi sekaligus memberikan motivasi kepada penerima informasi, CD interaktif merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat pada zaman moderen saat ini. Informasi kujang yang merupakan warisan budaya masyarakat Sunda, dipadukan dengan media yang saat ini diminati oleh masyarakat, diharapkan dapat terwujudnya suatu pewarisan budaya Sunda tradisional dengan menggunakan media yang lahir pada zaman moderen yang dapat diterima dan dipelajari dengan baik.

Selain CD interaktif, dibuat pendampingan dengan buku pop up. Buku adalah media konvensional yang sampai saat ini masih bertahan karena sifatnya yang luwes. Buku-buku tertentu dapat dibuat sangat menarik sehingga menjadi media yang diminati karena sifatnya yang khusus tersebut.


(46)

42

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan merupakan perencanaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam menciptakan suatu media. Strategi yang akan dibuat dalam perancangan media interaktif dalam menginformasikan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kujang, digunakan agar informasi yang disampaikan dapat dipahami dan dimengerti oleh penerima informasi.

3.1. 1 Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi adalah suatu perancangan dan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam praktik operasionalnya.

Dalam perancangan media, strategi komunikasi yang digunakan bersifat informatif, dengan cara persuasif dan komunikatif. Hal ini bertujuan agar penyampaian informasi dan visualisasi yang ditampilkan dapat dipahami oleh pengguna (user) dengan baik dan dimengerti. Strategi dalam media ini juga didasari oleh pendekatan terhadap karakteristik Kujang, dikomunikasikan dengan menarik secara visualisasi.


(47)

43

3.1. 2 Tujuan Komunikasi

Tujuan Komunikasi yang disampaikan dalam media ini, bertujuan memberikan informasi fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kujang, sehingga audiens dapat mengetahui keberadaan dan keadaan kujang saat ini.

3.1. 3 Materi Informasi

Mengacu pada fokus masalah dan tujuan dari perancangan media informasi ini, maka dirumuskan materi atau isi informasi yang akan disampaikan dalam media interaktif ini adalah:

1. Kujang berdasarkan fungsi

Seperti yang telah dijelaskan pada bab dua, kujang memiliki fungsi yang berbeda beda. Dalam isi informasi yang akan disampaikan, fungsi yang akan dibahas adalah:

a. Kujang Pusaka

Informasi yang akan disampaikan adalah kujang yang digunakan sebagai kujang pusaka, yang terdiri dari:

1. Standar apa saja yang bisa membuat kujang tersebut menjadi sebagai kujang pusaka.

2. Manfaat apa saja yang dapat diperoleh dari kujang tersebut.

b. Kujang Pakarang


(48)

44

1. Standar apa saja yang bisa membuat kujang tersebut menjadi sebagai kujang pakarang.

2. Memberikan gambaran mengenai kebenaran informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa kujang pakarang merupakan kujang yang digunakan sebagai alat untuk berperang.

c. Kujang Pamangkas

Isi informasi yang akan dibahas meliputi kegiatan apa saja yang menggunakan kujang sebagai alat dalam kegiatan pertanian.

d. Kujang Pangarak

Informasi yang akan disampaikan adalah mengenai upacara kenegaraan apa saja yang menggunakan kujang tersebut.

e. Kujang Sajen

Kujang sajen dikenal masyarakat digunakan sebagai alat upacara adat dan ritual keagamaan. Oleh sebab itu informasi yang akan disampaikan adalah upacara adat dan ritual keagamaan seperti apa yang menggunakan kujang sebagai alat upacara.


(49)

45

2. Nilai-nilai yang terkandung dalam Kujang

Kujang merupakan benda budaya yang memiliki nilai tertentu, hal ini dapat dilihat dari wujud kujang yang berbeda dengan wujud senjata tradisional tradisional lainnya. Oleh karena itu informasi kujang yang akan dibahas mengenai nilai yang terkandung dalam kujang dibagi menjadi beberapa jenis kujang seperti kujang Ciung, kujang Jago, kujang Bango, kujang Bangkong, kujang Badak, kujang Naga dan kujang Wayang, informasi tersebut meliputi:

1. Konsep kemanusiaan yang terwujud melalui kujang. 2. Filosofi ketuhanan yang dijadikan dasar tuntunan hidup

3.1. 4 Pendekatan Gaya Bahasa

Pendekatan gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam memaparkan materi informasi CD Interaktif memanfaatkan kekayaan bahasa seperti, majas penegasan dan majas perbandingan hal ini dimaksudkan untuk memperoleh efek-efek tertentu serta menjadikan pesan lebih berbobot serta dapat menarik perhatian penerima.


(50)

46

3.1. 5 Pendekatan Navigasi

Gambar 3.1 Sistem Navigasi CD Interaktif Sumber: Dokumen Pribadi

3.1. 6 Target Audiens

Berdasarkan pengguna dan peminat kujang yang berpotensi dalam mencari informasi mengenai kujang, maka target audiens yang dituju adalah:

1. Demografis

 Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan

 Usia : 19 tahun – 45 tahun

 Pekerjaan : Mahasiswa, pengajar, pegawai swasta dan pegawai negeri

 Pendidikan : SMA dan Perguruan Tinggi


(51)

47  Secara khusus adalah komunitas dan peminat kujang.

Merupakan anggota masyarakat yang memiliki ketertarikan mengenai keberadaan kujang pada masa sekarang

2. Geografis:

Masyarakat yang berada di kota maupun kabupaten Bandung 3. Psikografis:

 Rasa ingin tahu yang tinggi, terutama pada materi-materi tertentu, dalam hal ini adalah kujang

 Menyukai hal-hal yang baru. Dalam hal ini adalah kujang sebagai warisan budaya. Kujangnya sendiri bukanlah objek baru, tetapi mendalami pengetahuannya menjadi sesuatu yang baru

 Peka terhadap informasi. Segala bentuk informasi menjadi suatu pengetahuan yang ingin digali terus-menerus

3.2 Strategi Kreatif

Dalam proses pembuatan CD interaktif mengenai informasi fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kujang, strategi kreatifnya adalah penggunaan animasi yang merupakan interpretasi atas informasi yang ada pada materi kujang. Disini materi dibuat dengan gaya bahasa yang ringan dengan harapan agar informasi tersebut mudah diserap. Untuk mengetahui gambaran atas informasinya didampingi dengan animasi.


(52)

48

Animasi sengaja dibuat tidak seluruhnya mengkuti teks yang ada, tetapi diantaranya adalah interpretasi atas kondisi tersebut.

3.2.1 Pendekatan Visual

Pendekatan visual yang akan dirancang dalam konsep perancangan media interaktif adalah mengacu pada pementasan wayang kulit, dimana para tokoh wayang hanya terlihat bayangan hitamnya saja, konsep ini diangkat berdasarkan keadaan kujang yang masih seperti bayang-bayang, tidak sepenuhnya diketahui.

Gambar 3.2 Pementasan Wayang kulit

Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-EcNTl2jHCfA/Tcip7_F15kI/AAAAAAAAABM/ 6o71kDBS4SE/s1600/DSCI5763.JPG(19/06/2011).

3.2.2 Konsep Musik Latar

Pada pemilihan musik latar, dipilih lagu pembuka dari film

Harry Potter And The Deathly Hallows, pada CD ini juga diposisikan sebagai musik latar dari visualisasi pembuka (opening). Karena musik ini sangat sesuai dengan irama


(53)

49

visualisasi yang ditampilkan, sehingga menimbulkan suatu keadaan yang sesuai dengan cerita pada visualisasi tersebut.

Sedangkan untuk pemilihan musik latar pada bagian tampilan halaman utama dan isi materi, dipilih Rajah Karuhun. Karena inti dari isi musik ini adalah suatu bentuk penghormatan kepada leluhur untuk membuka kembali sejarah para leluhur masyarakat Sunda tradisional, sehingga musik latar tersebut sesuai dengan isi dari CD Interaktif ini.

Kedua latar musik ini diambil dari sumber terbuka yaitu

youtube.com

3.3 Strategi Media

CD interaktif dan buku pop up merupakan kombinasi media yang saling melengkapi untuk pemberian informasi mengenai kujang. CD interaktif merupakan media yang dapat diolah isi materinya sehingga berbagai unsur suara maupun visualisasi dapat diolah secara maksimal, dan buku, terutama bila didesain secara khusus, selain merupakan media yang dapat bertahan dengan jangka waktu lama juga menarik untuk dijadikan acuan informasi.

3.3.1 Pemilihan Media

Untuk menyampaikan informasi kepada target audiens dan mencapai tujuan seperti yang diinginkan, maka perlu


(54)

50

mempertimbangkan media yang dapat digunakan. Maka dipilihlah media, seperti:

a Media Utama

Media utama adalah media yang dapat menjawab segala permasalahan yang telah difokuskan kepada target audiens dalam menyampaikan informasi. Agar penyampaiannya sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, dan mudah dipahami maka ditentukan media sebagai berikut.

 CD Interaktif

CD Interaktif merupakan jenis multimedia yang isinya mengkombinasikan teks, grafik, video, animasi dan suara, yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, melalui media komputer atau perangkat elektronik lainnya. Media ini memungkinkan terjadi interaksi antara pengguna dengan media atau alat / piranti / perangkat yang dipakai, serta penggunanya memperoleh kebebasan dalam mengakses informasi.

 Buku pop up

Sebagai media yang dapat dilihat dan dibaca langsung oleh pengguna.


(55)

51

b Media Promosi

Media promosi ini adalah media yang digunakan untuk mendorong terjadinya penjualan produk. Secara khusus media paket ini diberikan pada dinas, instansi, kedutaan atau konsulat negara-negara sahabat. Akan tetapi media paket ini tetap disebar luaskan pada masyarakat melalui penjualan di museum, toko buku, dan toko barang berharga di kota-kota besar. Dan, tentunya media yang dipilih tetap dekat dengan target audiens dan mudah dilihat oleh target audiens. Maka dipilihlah media sebagai berikut:

Media promosi, yaitu:

 Poster

 Pembatas buku

 Tas jinjing (goody bag)

Flag chain

 Rak display

 Selain itu merchandise berupa bros berbentuk kujang Alasannya adalah:

1. Tujuan dari pembuatan bros ini adalah, setelah masyarakat mengetahui informasi mengenai kujang, akan ada berbagai macam perasaan yang timbul dari setiap masyarakat, ada yang merasa biasa, kagum dan lain sebagainya. Sehingga meskipun masyarakat tidak memiliki kujang dalam ukuran


(56)

52

yang sebenarnya, bros ini dapat mewakili benda tersebut dan menjadi kebanggaan bagi pemakainya.

2. Khalayak yang menggunakan bros ini adalah, masyarakat yang tertarik akan kujang, sehingga masyarakat mewakili kujang yang sebenarnya dengan menggunakan bros ini sebagai simbol.

 Kotak penyimpanan bros

3.4 Strategi Distribusi

3.4.1 Pertimbangan Dasar Distribusi

Pendistribusian akan dilakukan melalui museum yang dikelola oleh pemerintah seperti Museum Sri Baduga, yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Disebarkan melalui museum kepada pengunjung yang membutuhkan informasi mengenai kujang. Selain itu CD interaktif ini didistibusikan melalui toko buku-toko buku untuk dijual kepada peminat mengenai informasi kujang.

3.4.2 Ilustrasi Harga

Berikut adalah rincian penjualaan CD interaktif disertai buku pop–up Mengenal Filosofi Kujang dengan CD-ROM Interaktif. Dalam pembelian satu paket, yaitu: CD Interaktif + buku pop-up adalah Rp 200.000,-, bros (pada saat waktu


(57)

53

promosi telah selesai) Rp 30.000,-. Dengan rincian diatas maka penjualan CD interaktif dalam satu paket di jual dengan harga Rp.230.000,-.

3.5 Konsep Visual

Konsep visual yang dipakai dalam perancangan multimedia interaktif dalam menginformasikan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung pada kujang, terdiri dari beberapa penjelasan konsep, seperti mengenai format desain, perancangan tata letak (layout), ikon, tipografi, ilustrasi, dan juga warna.

3.5.1 Format Desain CD Interaktif

Berdasarkan identifikasi dan fokus masalah mengenai pemanfaatan media informasi yang kurang serta cara menginformasikan kujang sebagai wujud hasil seni budaya masyarakat Sunda berdasarkan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya kepada masyarakat Sunda saat ini, maka, media yang mampu membantu dalam menginformasikan informasi yang akan disampaikan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi pada saat ini. Bentuk yang dikemas melalui format CD Interaktif.

Ada beberapa format dalam pembuatan CD Interaktif ini, terutama yang berkaitan dengan ukuran resolusi pada layar yang


(58)

54

ditampilkan, diantaranya 640 x 480 pixel, 800 x 600 pixel, dan 1024 x 768 pixel. Pemilihan ukuran resolusi disesuaikan dengan kebutuhan.

Dalam perancangan kali ini, resolusi yang digunakan adalah menggunakan ukuran resolusi 1024x768 pixel, resolusi ini merupakan ukuran yang umum digunakan dalam pembuatan CD interaktif, selain itu kebanyakan masyarakat menggunakan monitor dengan ukuran layar lebar (wide screen).

3.5.2 Tata Letak (Layout)

Layout yang digunakan pada media CD Interaktif ini adalah Keseimbangan Simetris, yaitu mempunyai berat elemen-elemen yang sama yang ditempatkan pada kedua sisi secara vertikal maupun horisontal dalam sebuah tampilan. Keseimbangan ini memiliki kesan permanen, stabil, statis dan tenang. Metode ini merupakan strategi agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pengguna dan kenyamanan dalam menggunakan CD interaktif ini. Ukuran resolusi pada layar yang ditampilkan adalah 1024 x 768 pixel, hal ini dimaksudkan agar pengguna yang menggunakan monitor CRT (Chatode Ray Tube) tidak berubah komposisi layoutnya, dan pengguna yang menggunakan tampilan monitor layar lebar (Widescreen) akan sesuai dengan yang menggunakan monitor CRT karena tampilan


(59)

55

latar belakang dirancang dengan ukuran lebar yaitu 1400 x 768 pixel.

Gambar 3.3 Komposisi Tata Letak Vilsualisasi Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.4 Komposisi Tataletak Vilsualisasi Pada CD Interaktif Sumber: Dokumen Pribadi


(60)

56

3.5.3 Ikon

Ikon pada CD interaktif ini mengacu pada unsur-unsur alam dan yang berhubungan dengan kujang itu sendiri.

Gambar 3.5 Ikon Tombol Halaman Utama Sumber: Dokumen Pribadi


(61)

57

Gambar 3.6 Ikon Tombol Sumber: Dokumen Pribadi


(62)

58

Gambar 3.7 Ikon tombol Sumber: Dari berbagai sumber


(63)

59

3.5.4 Tipografi

Huruf yang baik mengarah pada keterbacaan, kemenarikan dan sesuai dengan tema pembahasan yang disajikan. Desain huruf tertentu dapat diadopsi dari kesan atau karakter objek. Pemilihan huruf diambil atas pertimbangan tema dan kesesuaian dengan karakter visualnya.

Jenis huruf yang digunakan untuk CD Interaktif memiliki beberapa tipe, diantaranya sebagai berikut:

A. Jenis huruf yang digunakan untuk tampilan pembuka Tipografi yang digunakan untuk tampilan pembuka menggunakan jenis huruf FTF Indonesiana Serif dan Arno Pro. FTF Indonesiana Serif memiliki karakter jenis huruf serif kecil, sedangkan jenis huruf Arno Pro memiliki jenis huruf serif besar sehingga dipadukan menjadi satu. Dengan dasar ide konsep penggabungan karakter tipografi Indonesia dengan karakter Arno Pro yang memiliki kesan tajam pada ujung atas dan bawah sesuai dengan karakter Kujang yang tajam. Sumber huruf diambil dari sumber terbuka yaitu dafont.com.


(64)

60

Gambar 3.8 Jenis Huruf Yang Digunakan Pada Tampilan Pembuka Sumber: Dafont.com (13/05/2011)

Gambar 3.9 Proses Penggabungan Huruf Sumber: Dokumen Pribadi


(65)

61

B. Jenis huruf yang digunakan untuk tampilan Judul

Tipografi yang digunakan untuk tampilan judul pada CD Interaktif menggunakan gabungan jenis huruf Sangkuriang (sumber: dafont.com) yang memiliki karakter tulisan Sunda, dan digabungkan dengan bagian-bagian dari kujang, seperti tadah (penahan) dan badan kujang. Sehingga, muncul karakter tajam.

Gambar 3.10 Proses Penggabungan Huruf Sangkuriang Dengan Kujang Sumber: Dokumen Pribadi


(66)

62

C. Jenis huruf yang digunakan untuk keterangan ikon dan isi informasi

Tipografi untuk keterangan ikon menggunakan jenis

huruf “Alliance”, jenis huruf ini memiliki karakter tebal, kuat dan tajam sesuai dengan karakter kujang. Sedangkan jenis huruf yang diguna untuk isi informasi menggunakan jenis

huruf “Philosopher Regular”. Jenis huruf ini memiliki karakter yang bentuknya menyerupai tulisan tangan manusia.

Gambar 3.11 Jenis Huruf Yang Digunakan Untuk Keterangan Ikon dan Isi Informasi


(67)

63

3.5.5 Ilustrasi

Gambar ilustrasi yang ditampilkan menggunakan teknik

Vektor dan Digital Image. Teknik ini bertujuan agar visualisasi dapat mewakili informasi yang disampaikan sesuai dengan konsep yang diangkat.

Gambar 3.12 Penempatan Tipografi Sumber: Data Pribadi


(68)

64

Konsep karakter gambar yang digunakan adalah mengacu pada bayangan wayang kulit, hal ini dimaksudkan karena berdasarkan konsep keadaan kujang pada masa silam yang tidak jelas akan kebenaran yang sesungguhya, semua masih berdasarkan bayangan dan perkiraan pemerhati kujang saat ini, sehingga masih belum dapat menampilkan wujud (kebenaran) yang sebenarnya.

Ilustrasi pada gambar 3.13 Ilustrasi Karakter, merupakan ilustrasi dari pengguna dan pengrajin kujang, yaitu para pendekar, dan raja serta pandai kujang

Gambar 3.13 Ilustrasi Karakter Sumber: Dari Berbagai Sumber


(69)

65

Ilustrasi pada gambar 3.14 Ilustrasi Karakter, merupakan ilustrasi dari karakter hewan yang merupakan filosofi dari setiap penamaan kujang, penggunaan bentuk kujang yang dijadikan sebagai simbol serta ilustrasi karakter harimau yang bentuk garisnya berdasarkan bentuk kujang.

Gambar 3.14 Ilustrasi Karakter Sumber: Dari Berbagai Sumber


(70)

66

Ilustrasi pada gambar 3.15 Ilustrasi Karakter, merupakan ilustrasi dari objek-objek serta kegiatan yang dikenal oleh masyarakat Sunda saat ini, yang telah menggantikan fungsi serta kegiatan yang terdapat pada kujang.

Gambar 3.15 Ilustrasi Karakter Sumber: Dari Berbagai Sumber


(71)

67

Ilustrasi pada gambar 3.16 Ilustrasi Visualisasi CD Interaktif, merupakan ilustrasi dari setiap bagian pembabakan yang ada pada CD Interaktif. Ilustrasi pada setiap bagian pembabakan berbeda-beda, hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan isi dari informasi yang disampaikan, visualisasi merupakan garis besar dari isi informasi tersebut.

1. Konsep Visualisasi Halaman Utama dan Halaman Menuju Keluar

Pada halaman utama memiliki konsep visualisasi seolah-olah pengguna (user) berada di dalam goa dan melihat pegunungan yang begitu luas dan besar. Konsep ini mengacu kepada karakter sejarah kujang pada saat ini, masyarakat ingin mengetahui sejarah dan nilai-nilai yang terkandung dalam kujang yang begitu luas, akan tetapi masyarakat terhalang oleh berbagai kendala yang dihadapi untuk mencapai semua itu dan ini merupakan awal dari masyarakat melihat kujang (wujud dan bentuk kujang yang ada pada saat ini) untuk mencapai segala informasi yang terdapat pada kujang.

2. Konsep Visualisasi Halaman Bagian Pertama Hingga Kelima

Pada halaman bagian pertama hingga kelima, memiliki kesamaan sudut pandang seperti yang terdapat pada halaman


(72)

68

utama yaitu pengguna (user) seolah-olah berada dalam goa, akan tetapi visualisasi animasi yang dimunculkan adalah dalam bentuk bayangan (siluet) seperti halnya pementasan wayang kulit. Konsep ini diangkat berdasarkan bentuk keadaan informasi kujang saat ini, masyarakat hanya mengetahui sedikit dan kurangnya kejelasan akan informasi mengenai kujang, sehingga masyarakat hanya dapat membayangkan kujang sesuai dengan pemaham masing-masing tanpa mendapatkan kejelasan yang seutuhnya.

Gambar 3.16 Ilustrasi Visualisasi CD Interaktif Sumber: Dokumen Pribadi


(73)

69

3.5.6 Warna

Warna yang digunakan terdiri dari hitam yang melambangkan bumi memiliki sifat mengerti, kekuatan. Putih melambangkan air yang memiliki sifat suci. Kuning melambangkan matahari matahari yang memiliki sifat energi, sumber kehidupan. Hijau melambangkan alam yang memiliki sifat ketenangan, keseimbangan. Coklat melambangkan tanah memiliki sifat natural, stabil. Warna-warna tersebut didasari dari konsep warna alam yang digunakan oleh masyarakat Sunda.

Gambar 3.17 Konsep Warna Sumber: Dokumen Pribadi


(74)

70

Gambar 3.18 Konsep Warna Sumber: Dokumen Pribadi


(75)

71

Gambar 3.19 Konsep Warna Sumber: Dokumen Pribadi


(76)

72

BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI

4.1. Media Utama

Perancangan informasi ini memanfaatkan dua media yang saling melengkapi. Secara materi, isi dari keduanya sama. Akan tetapi desainnya merupakan interpretasi berdasarkan karakter masing-masing media.

a. CD Interaktif

Gambar 4.1 Label CD Interaktif Sumber: Dokumen Pribadi


(77)

73

Sesuai dengan sifatnya yang interaktif, maka CD ini memanfaatkan kemampuan media ini untuk menampilkan tulisan, gambar baik yang statis maupun animasi dan kemungkinan untuk melibatkan audio. Pada informasi mengenai kujang ini, animasi dibuat dalam 3 kategori, yaitu (a) menampilkan realitas kehidupan masyarakat Sunda, (b) menampilkan analogi pada mitos-mitos tentang kujang, (c) menampilkan analogi pada pandangan mengenai kujang pada masa sekarang.

Sedangkan informasi dibagi dalam 4 (empat) bagian, yaitu: Bagian I, bicara mengenai kontekstualitas kujang pada masanya Bagian II, bicara mengenai pemahaman mengenai kujang

Bagian III, bicara mengenai mitos pada kujang

Bagian IV, bicara mengenai kondisi kujang pada masa sekarang Spesifikasi Teknis:

Konsep perancangan : Kebanyakan visualisasi latar belakang menggambarkan keberadaan sebuah goa, dimana goa adalah representasi dari pengetahuan masa lalu. Selanjutnya dibuat animasi yang menampilkan penjelasan dari materi-materi tersebut. Ukuran : 1024 x 768 pixel

Material : Material yang digunakan untuk menyalin data dari hard disc (Perangkat keras


(78)

74

computer) ke CD menggunakan

CD-Recordable 80min 700mb speed 24x Teknis : CD Interaktif diproses menggunakan

beberapa Software (Perangkat Lunak Komputer) diantaranya Adobe Flash CS3, Adobe Premiere Pro CS3, Adobe Photoshop CS3, Adobe Ilustrator CS3, Adobe After Effects CS3.

Sistem kerja media CD interaktif ini adalah dengan autorun. Tampilan interaktif langsung bisa dijalankan saat CD sudah dimasukan tanpa harus membuka data yang ada dalam CD. Dengan demikian pengguna (user), dapat dengan mudah dalam pengoperasian CD interaktif ini.


(79)

75

Tampilan Pembuka CD Interaktif

Gambar 4.2 Alur Tampilan Pembuka CD Interaktif Sumber: Dokumen Pribadi

Tampilan Halaman Utama dan keluar CD Interaktif

Gambar 4.3 Halaman Utama dan Halaman Menuju Keluar Sumber: Dokumen Pribadi


(80)

76

Tampilan Bagian Pertama

Gambar 4.4 Tampilan Halaman Bagian Pertama Sumber: Dokumen Pribadi

Tampilan Bagian Kedua

Gambar 4.5 Tampilan Halaman Bagian Kedua Sumber: Dokumen Pribadi

Tampilan Bagian Ketiga

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Bagian Ketiga Sumber: Dokumen Pribadi


(81)

77

Tampilan Bagian Keempat

Gambar 4.7 Tampilan Halaman Bagian Keempat Sumber: Dokumen Pribadi

Tampilan Bagian Kelima

Gambar 4.8 Tampilan Halaman Bagian Kelima Sumber: Dokumen Pribadi


(82)

78

b. Buku Pop-up

Gambar 4.9 Buku Pop-up Sumber: Dokumen Pribadi

Meskipun difungsikan sebagai pendamping CD, akan tetapi terdapat perlakuan khusus berupa pop up, yang dibuat untuk menunjukkan interpretasi visual atas materi isinya. Buku ini juga merupakan media yang dapat diapresiasi tersendiri. Dalam pengemasannya, CD disimpan bersatu dengan buku.


(83)

79

Konsep perancangan : Desain buku, dibuat berupa interpretasi dari materi isi dan animasi pada CD interaktif.

Ukuran media : 21 cm x 29,7 cm Material : Art Paper 230 gr Teknis : cetak offset

Keterangan : Buku pop up dikemas bersama dengan CD interaktif, artinya dijual sebagai satu paket. Dijual di museum-museum, toko-toko buku dan toko-toko khusus barang berharga (senjata tradisional)

Spesifikasi isi buku: Terdiri dari 26 halaman

Cover/halaman depan

: Menampilkan ikon-ikon yang merupakan representasi nama kujang

Cover dalam/ halaman dalam

: Penjelasan penggagas media

Halaman judul : Kujang Cecekelan Hirup Jelema Sunda Bagian I

(halaman1-2)

: Menakar Keberadaan dan Penggunaan Nama Kujang

(halaman 3-4) : Kujang dan Penamaannya (halaman 5-6) : Konsep dan Konteks Waruga


(84)

80

Bagian II (halaman 7-8)

: Bagaimana Kujang diartikan…?

(halaman 9-10) : Kujang Sunda dipahami sebagai…? (halaman 11-12) : Pemakai Kujang dikelompokkan

menjadi…?

Bagian III

(halaman 13-14)

: Wujud Fisik dan Makna Kujang

(halaman 15-16) : Kujang dan Realita Penggunaannya (halaman 17-18) : Mata pada Kujang dan Simbol yang

Mengikutinya Bagian IV

(halaman 19-20)

: Tani Adalah Pekerjaan Sumber Kehidupan Masyarakat

(halaman 21-22) : Kabut yang Menyelimuti Kujang


(85)

81

4.2. Media Promosi a. Poster

Gambar 4.10 Poster Sumber: Dokumen Pribadi

Konsep perancangan : Desain poster menampilkan informasi CD interaktif dan buku pop up, juga

keterangan mengenai tempat penjualan, serta hadiah yang diterima selama masa promosi

Ukuran media : 42 cm x 59,4 cm Material : Art Paper 230 gr


(86)

82

Teknis : cetak offset

Keterangan : poster diletakkan di museum-museum, toko-toko buku, dan toko-toko khusus barang berharga (senjata tradisional) b. Tas Jinjing (goody bag)

Gambar 4.11 Tas Jinjing Sumber: Dokumen Pribadi

Konsep perancangan : Desain tas dibuat menyesuaikan dengan tema visual pada CD interaktif dan buku pop up.


(87)

83

Material : Art Paper 230 gr Teknis : Cetak offset

Keterangan : Tas dibuat untuk kepentingan pengemasan ketika barang akan dibawa pulang. Mengingat selain buku dan CD, pembeli dibekali pula dengan hadiah berupa bros kujang,

c. Pembatas Buku

Gambar 4.12 Pembatas Buku Sumber: Dokumen Pribadi

Konsep perancangan : Desain pembatas buku dibuat satu tema dengan poster dan tas jinjing


(88)

84

Material : Art Paper 230 gr Teknis : Cetak offset

Keterangan : Pembatas buku diberikan sebagai tambahan hadiah selain bros kujang,

d. Flag Chain

Gambar 4.13 Flag Chain Sumber: Dokumen Pribadi

Konsep perancangan : Desain flag chain dibuat sederhana, lebih mempertimbangkan fungsinya sebagai penunjuk keberadaan CD interaktif dan buku pop up.

Ukuran media : Diameter 20 cm Material : Art Paper 230 gr


(89)

85

Teknis : cetak offset

Keterangan : Flag chain dipasang di toko-toko yang menyediakan paket CD interaktif dan buku pop up

e. Merchandise, berupa bros berbentuk kujang

Gambar 4.14 Bros Berbentuk Kujang Sumber: Dokumen Pribadi

Konsep perancangan : Bros berbentuk kujang, berukuran kecil. Merupakan replika dari kujang ciung. Suatu bentuk yang dinilai representasi dari tempat tertinggi bagi masyarakat pada zamannya. Replika dibuat dengan detil pamor pada kujangnya.

Ukuran media : 3,7 cm x 0,8 cm

Material : Kuningan

Teknis : Moulding


(1)

104 Tampilan Bagian Kedua (halaman 7-8)

Tampilan Bagian Kedua (halaman 9-10)


(2)

105 Tampilan Bagian Ketiga (halaman 13-14)

Tampilan Bagian Ketiga (halaman 15-16)


(3)

106 Tampilan Bagian Keempat (halaman 19-20)

Tampilan Bagian Keempat (halaman 21-22)


(4)

107 Tampilan Bagian Kelima (halaman 25-26)


(5)

108 Lembar Asistensi Kesatu


(6)

109 Lembar Asistensi Kedua