BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yogyakarta adalah tempat obyek wisata yang tidak asing lagi dimata orang ataupun di berbagai manca Negara. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek
pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing.
Tempat-tempat obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Prambanan, Malioboro, Taman Pintar.
Hal-hal yang melatar belakangi pembuatan makalah ini adalah : 1. Tugas dari guru yang bersangkutan.
2. Penulis ingin memperluas pengetahuan tentang Yogyakarta. 3. Penulis ingin mengetahui keindahan tempat pariwisata Yogyakarta secara langsung.
4. Penulis ingin mengetahui letak-letak tempat pariwisata Yogyakarta.
B. Pembatasan Masalah
Penulis akan menjelaskan pembatasan masalah atau ruang lingkup pembahasan ini. Ruang lingkup pembahasan ini adalah keunggulan dan kelebihan obyek wisata yang
ada di Yogyakarta, serta hubungannya dengan dunia pendidikan. Yang dimaksud dengan keindahan dan keunikan obyek wisata ini ada
hubungannya dengan dunia pendidikan adalah tentang ciri khas dan kesan-kesan yang dapat memberikan manfaat atau menambah banyak wawasan dan pengetahuan.
Dengan demikian penulis banyak mengambil manfaat dan mengetahui yang sesungguhnya ap ayang tersimpan dari obyek wisata tersebut.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat penulis membuat makalah tentang Yogyakarta adalah :
1. Penulis dapat menjelaskan dan menguraikan dari keindahan dan keunikan obyek
wisata tersebut.
2. Penulis dapat menjelaskan tentang pengaruh dan manfaat dari obyek wisata tersebut
dengan dunia pendidikan.
3. Penulis dapat menjelaskan tentang apa yang sebenarnya tersimpat dalam obyek
wisata tersebut.
4. Menambah wawasan atau pengetahuan yang luas khususnya bagi penulis sendiri dan
umum bagi para pembaca yang budiman.
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Candi Prambanan
Candi Prambanan merupakan candi hindu yang dibangun oleh raja-raja dinasti Sanjaya pada abad IX, ditemukanya tulisan nama Pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat
bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan kemudian diselesaikan oleh raja Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargiha” sebagai manifest politik untuk
meneguhkan kedudukan sebagai raja yang besar. Terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram ke Jawa Timur berkaitan tidak terawatnya candi di daerah ini di tambah terjadinya gempa bumi
serta beberapa kali letusan gunung merapi menjadikan candi prambanan runtuh tinggal puing- puing batu yang berserakan. Apalagi ditambah dengan gempa pada tahun 2006, Usaha pemugaran
pun mulai dilakukan. Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi induk Loro Jonggrang secara resmi
dinyatakan selesai oleh Dr. Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama. Komplek percandian prambanan terdiri atas bawa, latar tengah dan latar atas Latar
Pusat Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-candi parawa. Latar pusat adalah latar terpenting diatas berdiri 6 buah candi besar dan kecil. Candi-
candi utama terdiri atas 2 deret yang paling berhadapan. Deret pertama yaitu candi Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu candi
Nandi, candi Angsa dan candi Garuda. Pada ujung lorong yang memisah kedua deretan candi tersebut terdapat candi apit secara keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
DESKRIPSI BANGUNAN
Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga pelataran, yaitu Jaba pelataran luar, Tengahan pelataran tengah dan Njeron
pelataran dalam. Halaman luar merupakan areal terbuka yang mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dahulu dikelilingi
oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan. Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah semula terdapat bangunan atau
hiasan lain di pelataran ini.
Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar batu yang saat ini
juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, makin ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling,
terbagi dalam empat baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44 candi.
Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu luas denah
2
dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya reruntuhannya saja.
Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2, dengan
tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini
hanya gapura di sisi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 meter.
Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling utara adalah Candi
Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana wahana
= kendaraan, karena masing-masing candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya.
Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi Nandi lembu, dan yang berhadapan dengan Candi Brahma
adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama,
yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut Candi
Apit.
B. Malioboro Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di
Kota Yogyakarta yang membentang dari
Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta.
Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi
, Jalan Malioboro dan Jalan
Jend. A. Yani . Jalan ini merupakan poros
Garis Imajiner Kraton Yogyakarta .
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta ,
Stasiun Tugu ,
Gedung Agung ,
Pasar Beringharjo ,
Benteng Vredeburg dan
Monumen Serangan Oemoem 1 Maret .
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima
yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung
lesehan di malam hari yang menjual makanan
gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para
Seniman-seniman- seniman
yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik,
melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
sekitar tahun 1916 kawasan pecinan yang berkembang di wilayah setjodiningratan yaitu sebelah timur kantor pos besar, mulai menjadi basis bisnis menyaingi wilayah
kotagede. apalagi setelah dibangun pasar gedhe yang sekarang bernama pasar bringharjo dan mulai beroprasi tahun 1926 geliat ekonomi di kawasan ini mulai beranjak naik.
3
padahal sebelumnya jalan ini hanyalah jalan biasa yang jarang dijamah kecuali sebagai tempat lewat menuju keraton.
Kawasan Pecinan mulai meluas ke utara, sampai ke Stasiun Tugu yang dibangun pada 1887 dan Grand Hotel de Yogya berdiri pada 1911, kini Hotel Garuda. Malioboro
menjadi penghubung titik stasiun sampai Benteng Rusternburg kini Vredeburg dan Kraton. Rumah toko menjadi pemandangan lumrah di sepanjang jalan ini. Karena itu,
secara kultural, ruang Malioboro merupakan gabungan dua kultur dominan, yakni Jawa dan Cina.
belanda di malioboro
maliboro yang berarti jalan bunga mungkin untuk menghubungkan dengan pasar kembang disebelah utara sebelum menjadi pusat niaga hanyalah jalan luji kebon.
perkembangan malioboro selain ditunjang oleh bakat bisnis orang-orang tionghhoa juga ditunjang oleh posisi yang stretegis dalm filosofi garis imajiner jogja. muncul dan
berdirinya bangunan-bangunan strategis juga berperan pada perkembangan malioboro seperti pasar bringharjo, hotel grand jogja hingga stasiun tugu.
hingga kini malioboro menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah intrik kehidupan jogja bisa di baca di tulisan sebelumnya. selain sejarah intrik dagang,
malioboro adalah saksi bisu penangkapan soekarno sat agresi miiter 2 belanda, saksi pertempuran 6 jam. hingga kini di malioboro juga menjadi pusat dari pemerintahan jogja
dengan berdirinya kantor-kantor pemerintahan. budaya lesehan, kompasianer joga di titik nol KM ujung malioboro
tapi yang jarang terlintas dalam perkembangan sejarah jogja adalah dunia sastra. dari sinilah dunia sastra jogja mulai mengembangkan taring. dalam Antologi Puisi
Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang berisi 110 penyair yang tinggal dan pernah tinggal di yogyakarta selama kurun
waktu lebih dari setengah abad. selain itu malioboro memberi jejak tersendiri pada dunia sastra indonesia pada
umumnya maupun jogja pada khususnya. kisah ini terlacak saat tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya di Yogya. Malioboro menjadi
‘panggung’ bagi para seniman ‘jalanan’, dengan pusatnya senisono. Mungkin kita masih ingat julukan Presiden Malioboro pada Umbu Landu Paranggi cucu raja sumba, yang
melahirkan muid-murid berkaliber “monster” dalam dunia sastra alm Linus Suryadi dan Emha Ainun Najib serta korys layun rampan, hingga ratusan pemuja umbu dalam
lingkaran komuniats PSK persada studi klub . Daya hidup seni jalanan ini akhirnya mandek pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup
budaya lesehan masih bertahan -kopdar canting kompasianer jogja-
4
Warisan ‘para seniman ini di Malioboro adalah ‘budaya lesehan’, yang lalu menjadi eksotisme dan merupakan daya jual kekhasan warung-warung di Malioboro.
Dalam konteks budaya, bangunan-bangunan bergaya Indies Hindia Belanda, Jawa dan Cina di kawasan ini mungkin masih menjadi peninggalan yang berarti, di tengah
munculnya sejumlah bangunan baru bergaya modern, seperti Mal Malioboro. malioboro adalah Sebuah jalan pada satu kota adalah kumpulan kenangan yang
tergabung secara kolektif bagi penghuninya, namun secara umum saya lebih menikmati titik nol KM jogja yang merupakan ujung selatan jaln malioboro, di situlah hingga kini
“budaya lesehan” para seniman masih terus berlanjut.
C. Taman Pintar Pandangan Umum