7 Tugas Referat
tersebut, diperkirakan insidennya bisa mencapai lebih dari 500,000 kasus tiap tahun dan sekitar 9-24 pasien-pasien ini akan mengalami NPH. Peningkatan usia nampaknya menjadi kunci faktor resiko
perkembangan herpes zoster, insidensnya pada lanjut usia diatas 60-70 tahun mencapai 10 kasus per- 1000 orang pertahun, sementara NPH juga mencapai 50 pada pasien-pasien ini dan mengalami nyeri
yang berkepanjangan dalam hitungan bulan bahkan tahun. NPH sendiri menimbulkan masalah baru akibat disability, depresi dan terisolasi secara sosial serta menurunkan kualitas hidup. Sekali NPH terjadi,
akan sangat sulit melakukan penatalaksanaan secara efektif.
II. 3 Patologi dan patogenesis
Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varisella atau cacar air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh melalui system
respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh.
Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun. Patogenesis
terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan dalam pencegahan pemunculan klinis berulang
virus varicella zoster dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi
klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal,
virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama ‘Lipschutz inclusion body’. Pada
ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis hemoragik, dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan
dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis. Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.
Beberapa perubahan patologi yang dapat ditemukan pada infeksi virus varisella zoster: 1. Reaksi inflamatorik pada beberapa unilateral ganglion sensorik di saraf spinal atau saraf
kranial sehingga terjadi nekrosis dengan atau tanpa tanda perdarahan. 2. Reaksi inflamatorik pada akar spinal dan saraf perifer beserta ganglionnya.
BagianSMF Ilmu Penyakit Saraf Fak.Kedokteran Unsyiah Banda Aceh, Juni 2010
8 Tugas Referat
3. Gambaran poliomielitis yang mirip dengan akut anterior poliomielitis, yang dapat dibedakan dengan lokalisasi segmental, unilateral dan keterlibatan ‘dorsal horn’, akar dan ganglion.
4. Gambaran leptomeningitis ringan yang terbatas pada segmen spinal, kranial dan akar saraf yang terlibat.
Virus herpes zooster kebanyakan memusnahkan sel-sel ganglion yang berukuran besar. Yang luput dari maut dan tersisa adalah sel-sel berukuran kecil. Mereka tergolong dalam serabut halus yang
mengahantarkan impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan C. Sehingga semua impuls yang masuk diterima oleh serabut penghantar nyeri. Selain itu pada saraf perifer terjadi perlukaan mengakibatkan saraf perifer
tersebut memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga menimbulkan hyperesthesia yaitu respon sensitifitas yang berlebihan terhadap stimulus. Hal ini menunjukkan adanya kelainan pada proses
transduksi.
1,2,4,11,17
Penghantaran nyeri pada proses transmisi juga mengalami gangguan. Hal ini diakibatkan oleh hilangnya impuls yang disalurkan oleh serabut tebal maka semua impuls yang masih bisa disalurkan
kebanyakan oleh serabut halus. Akibatnya sumasi temporal tidak terjadi, karena impuls yang seharusnya dihantarkan melalui serabut tebal dihantarkan oleh serabut halus. Karena sebagian besar dari serabut tebal
sudah musnah, maka mayoritas dari serabut terdiri dari serabut halus. Karena itu sumasi temporal yang wajar hilang.
1,2,4,11,17
Dengan hilangnya sumasi temporal maka proses modulasi yang terjadi pada kornu posterior tidak berjalan secara normal akibatnya tidak terjadi proses antara sistem analgesilk endogen dengan
asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Kornu posterior adalah pintu gerbang untuk membuka dan menutup jalur penghantaran nyeri. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya gejala hyperalgesia.
1,2,4,11,17
Maka dari itu impuls yang dipancarkan ke inti thalamus semuanya tiba kira-kira pada waktu yang sama dan hampir semuanya telah dihantarkan oleh serabut halus yang merupakan serabut
penghantar impuls nyeri. Kedatangan impuls yang serentak dalam jumlah yang besar dipersepsikan sebagai nyeri hebat yang sesuai dengan sifat neuralgia. Sesuai dengan tipe pada penghantaran serabut
saraf masing-masing, yaitu serabut saraf tipe A membawa nyeri tajam, tusuk dan selintas sedangkan serabut saraf tipe C membawa nyeri lambat dengan rasa terbakar dan berkepanjangan. Hal ini
mengakibatkan timbulnya allodinia, yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal secara normal semestinya tidak menimbulkan nyeri.
1,2,4,11,17
BagianSMF Ilmu Penyakit Saraf Fak.Kedokteran Unsyiah Banda Aceh, Juni 2010
9 Tugas Referat
Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami herpes zoster tetapi
tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi kornu dorsalis.
II. 4 Epidemiologi